• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerugian fisik dan nonfisik rumahtangga pesisir akibat banjir pasang di kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerugian fisik dan nonfisik rumahtangga pesisir akibat banjir pasang di kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara"

Copied!
265
0
0

Teks penuh

(1)

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA

PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN

KAMAL MUARA, PENJARINGAN

JAKARTA UTARA

SRIHUZAIMAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN 

SRIHUZAIMAH. Kerugian Fisik dan Nonfisik Rumahtangga Pesisir Akibat Banjir Pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA

Banjir pasang yang terjadi di Kamal Muara menimbulkan kerugian fisik dan nonfisik bagi rumahtangga pesisir. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kerugian fisik dan nonfisik rumahtangga pesisir akibat banjir pasang di Kamal Muara. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi jenis kerugian fisik, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik, (3) membandingkan nilai kerugian fisik berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kerugian fisik, dan (4) mengidentifikasi jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kamal Muara merupakan salah satu wilayah pesisir Jakarta yang setiap bulan mengalami banjir pasang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2010. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari Kelurahan Kamal Muara, Jakarta Utara dan Badan Pusat Geologi dan Tata Lingkungan Bandung serta studi literatur atau referensi lainnya berupa jurnal dan penelusuran data melalui internet. Untuk menjawab tujuan pertama, ketiga dan keempat digunakan analisis deskriptif dengan tabulasi dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis model regresi linear berganda dan diestimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Squares).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian fisik yang timbul akibat banjir pasang pada tahun 2007-2009 adalah biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang ditanggung oleh rumahtangga. Rata-rata biaya perbaikan akibat banjir selama tahun 2007-2009 sebesar Rp 3 994 125 per rumahtangga sedangkan rata-rata biaya kehilangan akibat banjir selama tahun 2007-2009 sebesar Rp 526 304 per rumahtangga. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa nilai biaya perbaikan dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah. Rumahtangga yang pengeluarannya tinggi, rata-rata nilai biaya perbaikannya sebesar Rp 20 683 284, rumahtangga yang pengeluarannya sedang, rata-rata nilai biaya perbaikannya sebesar Rp 2 288 590, sedangkan rumahtangga yang pengeluarannya rendah, rata-rata nilai biaya perbaikannya sebesar Rp 1 782 417. Rata-rata-rata nilai biaya perbaikan untuk lokasi rumah yang dekat dari pantai sebesar Rp 4 944 342, sedangkan rata-rata nilai biaya perbaikan untuk lokasi rumah yang jauh dari pantai sebesar Rp 2 835 865. Nilai biaya perbaikan untuk lokasi rumah yang dekat dari pantai dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga sedangkan nilai biaya perbaikan untuk lokasi rumah yang jauh dari pantai dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir dan status rumah.

(3)

(2) rasa tidak nyaman dalam melakukan pekerjaan, dan (3) timbulnya aktifitas tambahan bagi anggota rumahtangga setelah banjir surut.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rumahtangga pesisir di Kamal Muara menanggung kerugian fisik akibat banjir pasang berupa biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Besarnya nilai biaya perbaikan dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga dan lokasi rumah dari pantai. Biaya perbaikan untuk rumah yang berlokasi dekat dari pantai dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga, sedangkan biaya perbaikan untuk rumah yang berlokasi jauh dari pantai dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir dan status rumah. Rumahtangga yang memiliki pengeluaran tinggi, mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki pengeluaran sedang dan rendah. Nilai biaya perbaikan pada lokasi rumah yang dekat dari pantai lebih besar dibandingkan dengan nilai biaya perbaikan pada lokasi rumah yang jauh dari pantai. Semakin tinggi pengeluaran rumahtangga dan semakin dekat lokasi rumah dari pantai maka semakin besar pula biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh rumahtangga.

Besarnya nilai biaya kehilangan dipengaruhi oleh lama tinggal. Semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara maka semakin besar pula biaya kehilangan yang ditanggung oleh rumahtangga pesisir. Nilai biaya kehilangan untuk rumahtangga yang lebih lama tinggal di Kamal Muara lebih besar dibandingkan dengan nilai biaya kehilangan untuk rumahtangga yang lebih singkat tinggal di Kamal Muara. Kerugian nonfisik akibat banjir pasang yang paling terasa oleh rumahtangga pesisir adalah kerugian terhadap kesehatan karena menimbulkan biaya berobat.

Berdasarkan hasil dan kesimpulan di atas, saran penelitian adalah: (1) pemerintah sebaiknya melakukan penataan wilayah Kamal Muara dalam waktu yang akan datang sehingga membantu rumahtangga pesisir mengurangi kerugian-kerugian yang mereka alami akibat banjir pasang, (2) rumahtangga pesisir sebaiknya melakukan tindakan adaptasi yang terus menerus jika ingin tetap tinggal di Kamal Muara lebih lama, dan (3) penambahan variabel-variabel lain (frekuensi banjir secara periodik, kualitas drainase, ketinggian pemukiman dengan permukaan laut dan jarak pemukiman dengan bibir pantai) dan penambahan jumlah sampel sebaiknya dilakukan untuk penelitian selanjutnya agar dapat menjelaskan keragaman kerugian fisik dengan lebih baik.

(4)

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA

PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN

KAMAL MUARA, PENJARINGAN

JAKARTA UTARA

Srihuzaimah H44061869

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Kerugian Fisik dan Nonfisik Rumahtangga Pesisir Akibat Banjir Pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara Nama : Srihuzaimah

NRP : H44061869

Menyetujui,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Kerugian Fisik dan Nonfisik Rumahtangga Pesisir Akibat Banjir Pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Srihuzaimah, dilahirkan pada tanggal 14 April 1988 di Ternate, Maluku Utara sebagai putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ikon Wimanusa dan Hadjar M Z Arief. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pertiwi 1 Ternate. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Ternate pada tahun 2002 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Ternate pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2006. Pada tingkat dua di IPB, penulis diterima sebagai mahasiswa departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerugian Fisik dan Nonfisik Rumahtangga Pesisir Akibat Banjir Pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual sehingga tercapainya penyelesaian skripsi ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi.

Berbagai kekurangan yang ada dalam skripsi ini disebabkan keterbatasan penulis, untuk itu penulis tetap membutuhkan kritikan-kritikan yang membangun sebagai koreksi terhadap skripsi ini. Namun, besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Papa, mama, adik-adikku, Bulek Eva, Paklek Jujun, Paklek Wawan, Bude Tety dan semua keluarga besar. Terima kasih atas perhatian, nasihat-nasihat, doa, dukungan, segala kasih sayang dan cintanya.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan perhatian terhadap penulis hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji departemen atas kritik dan saran sebagai penyempurna skripsi ini.

4. Rahmi Fitria atas dukungan, waktu, kerjasama, dan kebersamaannya selama ini. Terimakasih banyak.

5. Sahabat-sahabatku, Osmaleli, Shanty Rahayu, Yuanita Hapsari, Emilda Zoraya, Ektawati, Ade Rismala, Nurul Aulia, Fitria Astriana, Dwi Handayani, Rifqa, Cici ‘Komariyah’, Rusdi, dan teman-teman seperjuangan di ESL. Terimakasih untuk perhatian, bantuan, semangat serta kebersamaannya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR. ... xi

DAFTAR TABEL. ... xii

DAFTAR LAMPIRAN . ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian.. ... 6

1.5. Keterbatasan Penelitian.. ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Fenomena Banjir Pasang ... 7

2.2. Penyebab Terjadinya Banjir Pasang ... 8

2.3. Dampak Banjir Pasang ... ... ..9

2.4. Kerugian-Kerugian yang Timbul Akibat Banjir Pasang.. ... ... 12

2.5. Tindakan Adaptasi Terhadap Banjir Pasang... ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ... 16

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis. ... 16

3.1.1. Biaya . ... 16

3.1.2. Kerugian .. ... 17

3.1.3. Hipotesis. ... 18

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional . ... 19

IV. METODE PENELITIAN. ... 22

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 22

4.3. Metode Penarikan Sampel ... 23

4.4. Identifikasi Jenis Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang. ... 24

4.5. Perbandingan Nilai Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang ... 24

4.6. Identifikasi Jenis Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang. ... 25

4.7. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang. ... 25

4.7.1. Model Biaya Perbaikan. ... 25

4.7.2. Model Biaya Kehilangan.. ... 28

4.7.3. Metode Estimasi Model.. ... 31

4.7.4. Evaluasi Model. ... 31

4.7.4.1. Kriteria Uji Statistik. ... 31

4.7.4.2. Kriteria Uji Ekonometrika... 34

4.8. Defenisi Operasional. ... 36

(11)

5.2. Karaktersitik Rumahtangga Sampel. ... 41

5.2.1. Pendidikan. ... 41

5.2.2. Lama Tinggal. ... 42

5.2.3. Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga. ... 42

5.2.4. Jenis Rumah. ... 44

5.2.5. Luas Rumah. ... 44

5.2.6. Jumlah Anggota Keluarga. ... 45

5.2.7. Lokasi Rumah. ... 45

5.3. Karakteristik Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara. ... 46

5.4. Penyebab Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara. ... 47

VI. KERUGIAN FISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG. ... 49

6.1. Identifikasi Kerugian Fisik. ... 49

6.1.1. Biaya Perbaikan. ... 52

6.1.2. Biaya Kehilangan. ... 53

6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik. ... 53

6.2.1. Analisis Biaya Perbaikan. ... 54

6.2.2. Analisis Biaya Kehilangan. ... 61

6.3. Perbandingan Nilai Kerugian Fisik Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Kerugian Fisik. ... 63

6.3.1. Rata-Rata Biaya Perbaikan. ... 63

6.3.2. Rata-Rata Biaya Kehilangan. ... 68

6.4. Tindakan Pencegahan Rumahtangga Terhadap Banjir Pasang. ... 70

VII. IDENTIFIKASI JENIS KERUGIAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG………..….74

7.1. Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang Terhadap Kesehatan. ... 74

7.2. Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang Terhadap Aktifitas. ... 77

7.3. Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang Terhadap Transportasi. ... 78

7.4. Kerugian Nonfisik Lain Akibat Banjir Pasang. ... 78

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

8.1. Kesimpulan. ... 80

8.2. Saran. ... 81

DAFTAR PUSTAKA… ... 83

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Dampak Banjir Pasang yang Terjadi di Desa Tanjung Mas. ... 11

2. Mobilitas Penduduk Kamal Muara Tahun 2008-2009. ... 39

3. Alasan Rumahtangga untuk Tinggal di Kamal Muara. ... 42

4. Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 43

5. Jumlah Anggota Keluarga Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 45

6. Karakteristik Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 47

7. Penyebab Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 48

8. Kerusakan Komponen Rumah yang Dialami Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009.. ... 50

9. Kerusakan Peralatan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009.. ... 51

10. Kerugian Fisik yang Dialami oleh Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009.. ... 52

11. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan. ... 54

12. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan Lokasi Dekat dari Pantai. ... 57

13. Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan Lokasi Jauh dari Pantai ... 59

14. Hasil Estimasi Model Biaya Kehilangan. ... 61

15. Jenis Tindakan Pencegahan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Terhadap Banjir Pasang Tahun 2007-2009. ... 71

16. Biaya Pencegahan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 72

17. Dampak Banjir Pasang Terhadap Kesehatan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 75

18. Biaya Berobat Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Akibat Banjir Pasang Tahun 2007-2009. ... 76

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Skema Penentuan dan Pengelompokkan Sampel Penelitian. ... 87 2. Nilai Biaya Perbaikan, Kehilangan dan Pencegahan

Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 88 3. Nilai Riil Biaya Perbaikan, Pencegahan dan Kehilangan

Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 91 4. Kerugian Fisik Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 94 5. Rata-Rata Biaya Perbaikan Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009 Berdasarkan Lokasi Rumah ... 96 6. Rata-Rata Biaya Perbaikan Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara

Tahun 2007-2009 Berdasarkan Pengeluaran Rumahtangga ... 97 7. Rata-Rata Biaya Kehilangan Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009 Berdasarkan Lama Tinggal ... 98 8. Kriteria Uji Statistik Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan

dan Biaya Kehilangan di Kamal Muara Tahun 2007-2009 ... 99 9. Kriteria Uji Ekonometrika Hasil Estimasi Model Biaya Perbaikan

dan Biaya Kehilangan di Kamal Muara Tahun 2007-2009 ... 101 10. Karakteristik Rumahtangga Sampel di Kamal Muara

Tahun 2007-2009. ... 103 11. Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009 ... 105 12. Karakteristik Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 108 13. Dampak Banjir Pasang Terhadap Kesehatan Rumahtangga Pesisir

di Kamal Muara Tahun 2007-2009. ... 110 14. Matriks Tinjauan Penelitian Terdahulu. ... 114 15. Dokumentasi Pemukiman Rumahtangga Pesisir

(15)

I. PENDAHULUAN

Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem dan makhluk hidup lain yang tinggal di wilayah pesisir. Salah satu fenomena yang berkaitan dengan dampak banjir pasang adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kerugian-kerugian akibat banjir pasang. Bagian pendahuluan dari penelitian mengenai kerugian-kerugian akibat banjir pasang ini menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan keterbatasan penelitian.

1.1. Latar Belakang

Pemanasan global merupakan isu yang sedang berkembang saat ini di berbagai negara. Salah satu dampak dari pemanasan global yaitu kenaikan muka air laut yang berakibat pada tertutupnya sebagian wilayah daratan oleh air laut. Tertutupnya sebagian wilayah daratan oleh air laut pada saat pasang akan menyebabkan banjir pasang yang oleh masyarakat pesisir disebut dengan rob.

(16)

sumberdaya alami, hilangnya fungsi wisata, rekreasi dan transportasi, hilangnya nilai-nilai sumberdaya serta budaya lokal yang bersifat nonmoneter, serta dampak terhadap pertanian dan perikanan melalui penurunan kualitas tanah dan air (McLean et al. 2001)

Banjir pasang atau rob akan sangat merugikan jika terjadi gejala penurunan muka tanah (land subsidence) di suatu wilayah, seperti yang terjadi di daerah pesisir Jakarta. Menurut Tirtomihardjo dan Wibowo (1995), tipe penurunan tanah karena pengambilan air tanah yang berlebihan merupakan tipe yang paling umum terjadi di wilayah Jakarta. Berdasarkan perhitungan model geotektonik yang dilakukan oleh Badan Geologi, Pusat Lingkungan Geologi tahun 2009, pengambilan air tanah terutama pada sistem akuifer tertekan atas (kurang dari 40 m) merupakan penyebab utama penurunan tanah yang terjadi di wilayah pesisir Jakarta (Jakarta Utara).

Salah satu indikasi gejala penurunan tanah di wilayah Jakarta yaitu terjadinya genangan air laut pasang di daerah Kapuk dan Cengkareng (Jakarta Barat) serta Kamal (Jakarta Utara) yang semakin meluas dengan genangan air yang tinggi (Arismunandar dan Arief, 2009). Kelurahan Kamal Muara, merupakan wilayah pesisir pantai yang sering mengalami banjir pasang setiap tahun karena letak geografisnya dibatasi oleh Laut Jawa di bagian Utara. Masyarakat dan pemerintah dihadapkan pada masalah penanggulangan banjir pasang (rob) yang intensitasnya antara 1 sampai 3 jam terutama saat musim hujan (Kompas, 13 Desember 2008).

(17)

wilayah yang mengalami kerugian fisik akibat banjir pasang yaitu wilayah pesisir Semarang. Kobayashi (2004) mengemukakan bahwa pada kasus di wilayah pesisir Semarang, terjadi kerugian fisik dan sosial akibat banjir. Menurut Kobayashi, kerugian fisik adalah adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk meninggikan lantai dan merekonstruksi rumah bagi penduduk yang mampu sedangkan kerugian sosial adalah terhambatnya kegiatan bisnis (hilangnya pendapatan), terhambatnya kegiatan belajar-mengajar dan lain-lain.

Kelurahan Kamal Muara adalah contoh lain wilayah pesisir yang sering mengalami banjir pasang. Dampak banjir yang terjadi di Kamal Muara menimbulkan kerugian fisik dan nonfisik. Pengukuran kerugian fisik dan nonfisik di Kamal Muara akibat banjir pasang dapat memberikan informasi dalam perencanaan tata kota Jakarta terutama Jakarta Utara untuk masa yang akan datang. Selain itu, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk masyarakat Kamal Muara dalam memilih tempat tinggal yang sesuai untuk hidup mereka. Sehingga penelitian mengenai kerugian fisik dan nonfisik banjir pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara ini penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

(18)

Kamal Muara merupakan sebagian kecil wilayah pesisir Jakarta yang mengalami dampak kenaikan muka air laut yang diperkirakan meningkat 5 mm sampai 8 mm per tahun. Kamal Muara juga merupakan daerah yang termasuk dalam kawasan yang mengalami kecepatan penurunan tanah mencapai 0.7 cm sampai 12 cm per tahun (Arismunandar dan Arief, 2009). Berdasarkan data dari pemerintah Kelurahan Kamal Muara tahun 2009, terdapat beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi di Kamal Muara. Salah satunya adalah kejadian banjir pasang yang terjadi setiap bulannya.

Menurut Naryanto (2009) penyebab banjir pasang di wilayah pesisir yaitu pemanasan global yang diperparah dengan peristiwa penurunan tanah. Kondisi tanah yang berada di bawah pasang naik sering menimbulkan genangan. Fenomena ini merugikan rumahtangga serta pemerintah di wilayah pesisir baik dalam aktifitas sehari-hari maupun aktifitas lainnya.

Dampak banjir pasang yang paling terasa adalah rusaknya properti yang dimiliki oleh rumahtangga dan pemerintah. Rumahtangga pesisir yang tinggal di Kelurahan Kamal Muara juga merasakan dampak banjir pasang tersebut. Rumahtangga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dan lingkungan tempat tinggal mereka dalam menghadapi banjir pasang. Hal ini dilakukan karena kemungkinan untuk pindah dan mendapat lahan baru semakin kecil, mengingat lahan untuk areal permukiman di Kota Jakarta semakin sulit diperoleh karena proses urbanisasi yang terus terjadi.

(19)

banjir sedangkan kerugian nonfisik berupa terganggunya kegiatan perekonomian, terganggunya kegiatan belajar-mengajar dan lain-lain (Kobayashi, 2004). Kerugian nonfisik yang dialami rumahtangga pesisir dapat bermacam-macam tergantung dari dampak nonfisik banjir pasang yang dirasakan oleh setiap anggota rumahtangga.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara?

3. Bagaimanakah perbandingan nilai kerugian fisik berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai kerugian fisik?

4. Apa saja kerugian nonfisik yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara akibat banjir pasang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi jenis kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.

(20)

4. Mengidentifikasi jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini, yaitu:

1. Wilayah penelitian adalah pemukiman di Kelurahan Kamal Muara.

2. Sampel penelitian yang digunakan adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah penelitian.

3. Responden merupakan anggota rumahtangga dan kepala rumahtangga.

4. Aspek penelitian yang dikaji adalah kerugian fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, strata sampel rumahtangga berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi kerugian fisik serta kerugian nonfisik.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wilayah penelitian yang luas.

2. Penduduk yang banyak.

3. Ada variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model kerugian fisik yaitu kualitas drainase, ketinggian pemukiman dengan permukaan laut, jarak pemukiman dengan pantai, frekuensi genangan secara periodik dan lain-lain. 4. Kerugian fisik yang diestimasi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan atas

kerusakan fisik yang terjadi akibat banjir.

5. Tidak dilakukan penilaian kerugian fisik terhadap sarana umum.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002), Wuryanti (2002), Astuti (2002), Kobayashi (2004), Setyawan (2005), Diposaptono (2007), Sandora (2008), Marfai et al. (2008) dan Naryanto (2009). Berdasarkan penelitian-penelitian dan kajian tersebut, aspek-aspek yang dibahas dalam tinjauan pustaka adalah mengenai fenomena banjir pasang, penyebab terjadinya banjir pasang, dampak banjir pasang, kerugian-kerugian yang timbul akibat banjir pasang dan tindakan adaptasi terhadap banjir pasang (Lampiran 14).

2.1. Fenomena Banjir Pasang

Banjir merupakan bencana luar biasa ketika dapat merubah pola-pola kehidupan dari kondisi normal, menimbulkan kerugian harta, benda maupun jiwa manusia, merusak struktur sosial komunitas serta memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi atau komunitas1. Menurut Setyawan (2005), Jakarta adalah kota pesisir yang sangat besar (coastal megacity) yang sejak awal perkembangannya mengalami permasalahan banjir. Berdasarkan penyebabnya, ada dua tipe banjir yang terjadi di Jakarta. Pertama, banjir yang disebabkan oleh curah hujan tinggi, yang terjadi di berbagai kawasan kota. Kedua, banjir karena pasang surut yang terjadi di kawasan dekat pantai. Banjir tipe pertama berkaitan

       1 

Bahan Diskusi “Seminar & Workshop Komunitas Sebagai Rangkaian Kegiatan Dalam Rangka Pekan Sadar Bencana” Tanggal 16-23 September 2005 oleh Satkorlak Pemprop DKI Jakarta. Retopik “Banjir Sudah Diurus, Tapi Belum Serius”, oleh ET Paripurno, Komunitas Peduli Bencana.

(22)

dengan aktifitas manusia di daerah aliran sungai, sedangkan banjir tipe kedua berkaitan dengan aktifitas manusia dan kondisi geologi di daerah dekat pantai.

Menurut Sandora (2008), 40 persen dari wilayah Jakarta merupakan dataran rendah yang sangat rentan mengalami banjir yang periode waktunya dapat lebih lama jika tidak ada usaha untuk menyalurkan banjir tersebut. Dampak dari masalah banjir akan bertambah buruk ketika wilayah dataran rendah di Jakarta terletak di pesisir pantai. Hal ini disebabkan oleh peningkatan level muka air laut (permanen), fluktuasi pasang naik/surut, gelombang pasang dan gelombang badai (sewaktu-waktu). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sandora (2008), kejadian banjir tahun 2007 yang terjadi di kawasan pesisir Jakarta khususnya di wilayah Penjaringan dan Pluit semakin besar dibandingkan dengan kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2002. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring bertambahnya waktu, dampak yang ditimbulkan banjir juga semakin besar.

Semarang juga merupakan salah satu wilayah yang mengalami banjir pasang. Kota Semarang menghadapi masalah yang cukup rumit dan serius berupa penanggulangan banjir pasang yang durasi waktunya satu sampai tiga jam (Arbriyakto dan Kardyanto, 2002).

2.1. Penyebab Terjadinya Banjir Pasang

(23)

Setyawan (2005) menyatakan bahwa persoalan banjir yang terjadi di kawasan dekat pantai disebabkan oleh pasang surut dan land subsidence. Belum ditemukan cara terpadu untuk mengatasi persoalan banjir tersebut sampai sekarang. Menurut Diposaptono (2007), banjir pasang yang terjadi di wilayah pesisir disebabkan oleh banyak hal. Pengembangan serta pembangunan wilayah pesisir tanpa memperhatikan kaidah tata ruang ramah bencana, konversi hutan mangrove, over-eksploitasi air tanah serta adanya pemanasan global merupakan beberapa penyebab terjadinya banjir pasang.

Pasang surut juga mempunyai kontribusi terhadap bencana banjir pasang. Muka air laut pasang dapat mencapai level tertinggi (highest high water level) dalam kurun waktu 18.6 tahun. Kejadian ini semakin merugikan daerah pesisir pantai. Gelombang laut akibat angin juga mempengaruhi terjadinya banjir pasang di wilayah pesisir. Apabila terjadi badai pada saat pasang tertinggi, maka dapat menyebabkan timbulnya banjir rob yang besar (Diposaptono, 2007).

2.3. Dampak Banjir Pasang

(24)

Dampak kenaikan muka air laut adalah tergenangnya dataran rendah, meningkatnya erosi pantai dan menimbulkan intrusi air asin ke daratan. Untuk kawasan permukiman, dampak tidak langsung naiknya muka air laut adalah adanya perubahan kualitas air bersih, turunnya produktifitas pertanian dan perpindahan penduduk Wuryanti (2002).

Sarana dan prasarana seperti pelabuhan, industri, pembangkit listrik, wisata dan lain-lain yang berada di wilayah pesisir juga akan tergenang dan rusak akibat meluapnya air laut. Dampak lain dari SLR (Sea Level Rise) atau kenaikan muka air laut adalah mundurnya garis pantai. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang terendam air laut dapat mencapai 4 050 ha per tahun. Angka tersebut berdasarkan asumsi kelandaian pantai hanya dua persen. Dampak SLR lainnya adalah terjadinya abrasi pantai. Hal ini disebabkan energi gelombang yang semakin besar sehingga abrasi pantai semakin intensif (Diposaptono, 2007).

Selain abrasi pantai, bangunan pantai dan fasilitas prasarana perikanan juga akan rusak karena gelombang yang semakin besar energinya. Akibat lain dari SLR adalah terjadinya sedimentasi di muara sungai. Kondisi ini diperparah oleh muara-muara sungai di Indonesia yang umumnya landai. Jika diasumsikan SLR satu meter saja, maka air laut akan masuk ke sungai sejauh puluhan kilometer. SLR juga mengakibatkan intrusi air laut. Hal ini disebabkan volume air laut yang masuk ke dalam sungai akan semakin besar. Kondisi ini merupakan masalah serius bagi penduduk di pulau-pulau kecil yang menggantungkan air tawar dari sungai (Diposaptono, 2007).

(25)

Masyarakat tidak dapat bekerja karena jalan di sekitar rumah mereka terendam banjir. Layanan publik untuk mendukung aktifitas domestik seperti suplai air dan listrik tidak dapat digunakan selama banjir pasang. Alasan masyarakat tidak bekerja selama terjadi banjir pasang adalah perjalanan yang terganggu dan tidak adanya akses menuju tempat kerja serta untuk menjaga keluarga dan peralatan rumah tangga.

Soedarsono (1996) dalam Marfai et al. (2008) mengemukakan bahwa ketika terjadi banjir pasang, anak-anak mudah terserang penyakit. Penyakit yang sering diderita saat terjadi banjir yaitu diare, demam dan malaria. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak bersih pada saat banjir. Selain itu banjir pasang juga berdampak terhadap rusaknya bangunan. Kobayashi (2003) dalam Marfai et al. (2008) menunjukkan dampak banjir pasang terhadap rusaknya bangunan yang terjadi di Desa Tanjung Mas yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Dampak Banjir Pasang yang terjadi di Desa Tanjung Mas

No .

Komponen Bahan yang Digunakan

Tingkat Kerusakan

Tanda

1. Pondasi Batu Serius Kemiringan

tanah yang tidak

(26)

Menurut Sandora (2008), dampak banjir pasang adalah timbulnya biaya kerusakan yang ditanggung oleh masyarakat khususnya di wilayah pesisir Jakarta. Biaya kerusakan dibagi dalam dua jenis yaitu biaya kerusakan langsung dan biaya kerusakan tidak langsung. Biaya kerusakan langsung terdiri dari biaya kerusakan properti dan biaya kesehatan, sedangkan biaya kerusakan tidak langsung terdiri dari pendapatan masyarakat yang hilang akibat banjir, biaya pencegahan terhadap banjir, biaya transportasi dan biaya untuk mendapatkan air bersih.

Naiknya muka air laut (pasang) yang terjadi secara simultan berpengaruh terhadap bentuk-bentuk bangunan maupun kawasan, kondisi lingkungan sosial dan strata masyarakat. Dampak kenaikan muka air laut (pasang) dapat pula berupa perilaku penyesuaian serta antisipasi maupun penanganan fisik terhadap bangunan (Astuti, 2002).

2.4. Kerugian-Kerugian yang Timbul Akibat Banjir Pasang

(27)

Arbriyakto dan Kardyanto (2002) menyebutkan bahwa masyarakat pesisir khususnya di Semarang mengalami kerugian fisik dan sosial akibat banjir pasang. Kerugian fisik yang ditanggung masyarakat pesisir di Semarang meliputi pengurugan tanah secara rutin dengan tinggi rata-rata 15 cm per tahun, kehilangan bangunan rumah setelah jangka waktu 12 sampai 30 tahun dari masa awal pembangunan, dan pengediaan perabot rumahtangga setiap tiga tahun sekali. Kerugian sosial yang dialami masyarakat pesisir di Semarang berupa terbuangnya waktu atau peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk suatu kegiatan yang produktif atau bernilai ekonomis. Selain itu, terdapat biaya tambahan sosial yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki rumah atau perabotan rumahtangga dalam waktu yang tidak terduga.

Salah satu kerugian yang dialami oleh masyarakat pesisir yaitu kerugian bangunan akibat genangan banjir pasang. Klasifikasi serta perhitungan kerugian bangunan yang disebabkan oleh banjir pasang, dibagi dalam tiga tipe yaitu kerugian kehilangan rumah, kerugian rumah yang rusak berat, serta kerugian rumah yang rusak ringan. Biaya masing-masing rumah tersebut termasuk dengan perlengkapannya berturut-turut yaitu sebesar Rp 10 Milyar, Rp 20 Milyar dan Rp 5 Milyar. Selain kerusakan rumah, terdapat juga kerusakan infrastruktur yang ada di sekitar rumah. Nilai kerusakan infrastruktur tersebut diasumsikan sebagai representasi 15 persen dari jumlah total kerusakan sektor perumahan yaitu sebesar USD 141.3 million (Bappenas, 2007 dalam Sandora, 2008).

(28)

rumahtangga dan penyingkatan umur rumah. Kerugian sosial berupa terganggunya pekerjaan dan sekolah karena banjir.

2.5. Tindakan Adaptasi Terhadap Banjir Pasang

Menurut Diposaptono (2007), tiga pola atau strategi yang dapat dilakukan dalam adaptasi terhadap banjir pasang di wilayah pesisir adalah:

1. Pola protektif yaitu dengan membuat bangunan pantai yang mampu mencegah banjir pasang agar tidak masuk ke darat serta dengan melakukan restorasi melalui peremajaan pantai dan rehabilitasi mangrove.

2. Pola adaptif yaitu menyesuaikan dengan banjir pasang. Rumah-rumah penduduk dibuat model panggung agar aman dari genangan air laut terutama pada waktu banjir pasang.

3. Pola mundur (retreat). Pola ini bertujuan menghindari genangan dengan cara merelokasi permukiman, industri, daerah pertanian dan lain-lain ke arah darat agar tidak terjangkau air laut akibat banjir pasang.

(29)

adaptasi berupa membuat bendungan kecil di depan rumah mereka (Marfai et al. 2008).

Astuti (2002) membagi tiga tindakan adaptasi masyarakat pesisir Jakarta dalam menghadapi banjir pasang yaitu tindakan adaptasi fisik, tindakan adaptasi nonfisik, reklamasi. Adaptasi fisik berupa penyesuaian bentuk rumah dengan cara meninggikan lantai rumah dan membuat tanggul. Adaptasi nonfisik berupa penyesuaian diri masing-masing anggota masyarakat dengan kondisi banjir dengan cara tetap melakukan pekerjaan dan aktifitas lainnya. Reklamasi merupakan tindakan adaptasi yang dilakukan oleh pemerintah yang berhubungan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang.

(30)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari kerangka pemikiran teoritis, hipotesis penelitian dan kerangka pemikiran operasional. Konsep yang berkaitan dengan kerugian-kerugian yang timbul akibat banjir pasang, dijelaskan dalam kerangka pemikiran teoritis. Alur pemikiran yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan dan dijelaskan dalam kerangka penelitian operasional. Adapun hipotesis penelitian merupakan dugaan yang diharapkan dalam penelitian. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis memuat konsep-konsep yang berkaitan dengan kerugian-kerugian akibat banjir pasang. Konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini adalah konsep mengenai biaya dan kerugian. Konsep biaya berkaitan dengan kerugian yang timbul akibat banjir pasang sedangkan konsep mengenai kerugian berkaitan langsung dengan tujuan penelitian.

3.1.1. Biaya

(31)

3.1.2. Kerugian

Menurut Wuryanti (2002), istilah “kerugian” yang diakibatkan suatu bencana, dalam pengertian umum meliputi beberapa komponen antara lain jumlah korban jiwa, jumlah kerusakan bangunan, biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan atau pergantian, rusak atau hilangnya fungsi komunikasi, transportasi dan infrastruktur lainnya, biaya terganggunya bisnis dan jumlah penduduk yang kehilangan rumah tinggal. Kerugian fisik akibat naiknya muka air laut adalah kerusakan yang terjadi akibat genangan air atau banjir. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerugian yang ditimbulkan banjir adalah sebagai berikut:

1. Tinggi genangan 2. Lamanya genangan 3. Kecepatan air

4. Pergerakan ketinggian muka air genangan 5. Frekuensi kejadian

6. Jumlah sampah dan lumpur yang terbawa pada saat banjir 7. Perubahan iklim

Menurut Wuryanti (2002), secara umum kerugian fisik maupun nonfisik akibat banjir meliputi beberapa hal, antara lain:

1. Kehilangan jiwa dan properti

2. Kerusakan pada rumah dan properti seperti perabot rumah dan barang elektonik.

3. Terganggunya mata pencaharian akibat rusaknya pertanian, pertenakan, pertambakan dan sebagainya.

(32)

5. Erosi tanah, menyebabkan lahan tertutup sampah, pasir, batu sehingga mengurangi produktifitas pertanian karena berkurangnya tingkat kesuburan tanah.

6. Kerusakan infrastruktur dan fasilitas penting lainnya seperti klinik, sekolah, jalan, telepon dan sumber listrik.

7. Terganggu suplai air bersih dan terkontaminasinya sumber air bersih yang dapat menyebabkan penyakit.

8. Memicu terjadinya penyakit menular, seperti diare, malaria dan berbagai penyakit lain.

3.1.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Diduga kerugian fisik rumahtangga yang timbul akibat banjir merupakan biaya perbaikan dan biaya kehilangan komponen bangunan dan peralatan rumahtangga yang rusak karena banjir.

2. Biaya perbaikan rumahtangga dipengaruhi secara positif oleh luas rumah, pengeluaran, tinggi banjir, lama tinggal, lokasi, jenis rumah dan status kepemilikan rumah serta dipengaruhi secara negatif oleh biaya pencegahan. Besarnya biaya perbaikan untuk rumahtangga yang berlokasi dekat dengan pantai diduga lebih besar dibandingkan dengan biaya perbaikan untuk rumahtangga yang berlokasi jauh dari pantai.

(33)

4. Diduga banjir pasang menimbulkan kerugian nonfisik terhadap rumahtangga pesisir berupa biaya berobat, terganggunya aktifitas, terganggunya transportasi dan kerugian lain.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Alur kerangka operasional mengenai penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Pemanasan global, siklus pasang dan tata guna lahan sangat berkaitan dengan peristiwa naiknya muka air laut yang memberikan dampak bagi wilayah pesisir. Naiknya muka air laut menyebabkan terjadinya banjir pasang, sehingga dapat merugikan masyarakat pesisir. Dampak banjir pasang di wilayah pesisir akan bertambah parah jika terjadi penurunan tanah akibat kegiatan industrialisasi. Banjir pasang yang menimpa masyarakat pesisir menimbulkan kerugian terutama bagi rumahtangga.

Kerugian yang dialami rumahtangga pesisir terdiri dari kerugian fisik dan kerugian nonfisik. Kerugian fisik dilihat dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga atas kerusakan fisik bangunan dan peralatannya. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Biaya perbaikan dan biaya kehilangan dihitung berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden.

(34)

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Tindakan pencegahan yang dilakukan rumahtangga dalam menghadapi banjir

Kerugian fisik yang ditanggung oleh rumahtangga pesisir

Banjir pasang di daerah pesisir (Kamal Muara)

Dampak banjir pasang terhadap rumahtangga pesisir di Kamal Muara

Kerugian nonfisik yang diterima oleh rumahtangga pesisir Penurunan muka tanah

Rekomendasi dalam tata ruang wilayah Kamal Muara untuk masa yang akan datang Biaya perbaikan

1. Biaya pencegahan 2. Luas rumah

9. Status Kepemilikan rumah

(35)

Biaya-biaya yang telah dihitung, kemudian dibandingkan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam model biaya perbaikan dan model biaya kehilangan. Perbandingan biaya-biaya tersebut merupakan penjelasan secara deskriptif mengenai hasil estimasi model biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Kerugian nonfisik akibat banjir pasang diidentifikasi menggunakan analisis deskriptif dengan tabulasi berdasarkan kerugian nonfisik akibat banjir pasang terhadap kesehatan, aktifitas, transportasi dan kerugian lain.

(36)

IV. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam penelitian ini terdiri dari penjelasan mengenai waktu dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data penelitian, metode penarikan sampel, indentifikasi jenis kerugian fisik akibat banjir pasang, perbandingan nilai kerugian fisik akibat banjir pasang, indentifikasi jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik akibat banjir pasang. Selain itu, dijelaskan juga defenisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam model.

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

` Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kamal Muara, Jakarta Utara. Pemilihan tempat penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) karena Kamal Muara merupakan salah satu lokasi yang berbatasan langsung dengan laut Jawa yang mengalami kejadian banjir pasang setiap bulan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

(37)

Data sekunder adalah data mengenai kondisi wilayah Kamal Muara dan data penurunan tanah di Kamal Muara. Data sekunder diperoleh dari Pemerintah Kelurahan Kamal Muara dan Badan Pusat Geologi dan Tata Lingkungan. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari studi-studi literatur serta hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi, perorangan atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

4.3. Metode Penarikan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobability sampling. Sampel adalah rumahtangga pesisir yang tinggal di RW 01 dan RW 04 Kelurahan Kamal Muara. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 66 rumahtangga dengan perbandingan 30 sampel mewakili RW 01 dan 36 sampel mewakili RW 04. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari warga RW 01 dan RW 04, wilayah yang sering terkena banjir pasang di RW 01 adalah RT 4, 5, 6, 10 dan 11 sedangkan wilayah yang sering terkena banjir pasang di RW 04 adalah RT 1, 2, 5, 6 dan 7.

(38)

ukuran 60 m2 diperoleh dari rata-rata luas rumah sampel. Pengelompokkan dan penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini tercantum dalam Lampiran 1. 4.4. Identifikasi Jenis Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang

Jenis kerugian fisik berkaitan dengan kerusakan fisik yang timbul akibat banjir pasang pada rumah dan peralatan rumahtangga. Nilai kerugian fisik dilihat dari rata-rata biaya perbaikan dan rata-rata biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga atas kerusakan fisik yang terjadi akibat banjir pasang. Kurun waktu yang diambil untuk mengidentifikasi biaya-biaya tersebut adalah tahun 2007-2009. Hal ini karena tidak setiap tahun rumahtangga mengeluarkan biaya perbaikan dan menanggung biaya kehilangan.

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis kerugian fisik adalah metode deskriptif dengan tabulasi. Penentuan nilai kerugian fisik dilakukan dengan cara menghitung biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga dalam kurun waktu tiga tahun (2007-2009). Biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga diubah nilai riilnya dengan menggunakan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks harga yang digunakan adalah indeks harga umum konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. 4.5. Perbandingan Nilai Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang

(39)

4.6. Identifikasi Jenis Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang

Jenis kerugian nonfisik berkaitan dengan dampak banjir pasang terhadap kesehatan, aktifitas, transportasi dan dampak lain. Dampak banjir terhadap kesehatan dilihat dari jenis-jenis penyakit yang dirasakan oleh anggota rumahtangga akibat banjir. Dampak banjir terhadap aktifitas dilihat dari jenis aktifitas anggota rumahtangga yang terganggu akibat banjir. Dampak banjir terhadap transportasi dilihat dari jenis transportasi apa saja yang menjadi alternatif alat transportasi yang digunakan ketika banjir. Dampak lain banjir pasang merupakan dampak-dampak yang dirasakan oleh rumahtangga selain dampak terhadap kesehatan, aktifitas dan transportasi.

Nilai kerugian nonfisik berkaitan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh anggota rumahtangga dalam menghadapi dampak banjir pasang terhadap kesehatan, aktifitas dan transportasi. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis kerugian nonfisik yaitu metode deskriptif dengan tabulasi. 4.7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik

Akibat Banjir Pasang

Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik dibagi menjadi dua yaitu untuk biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi biaya perbaikan dan biaya kehilangan adalah model regresi linear berganda.

4.7.1. Model Biaya Perbaikan

(40)

pencegahan, diduga akan mengurangi biaya perbaikan yang dikeluarkan rumahtangga. Tindakan pencegahan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerusakan pada bangunan sehingga dapat mengurangi biaya perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi.

Luas rumah akan memberikan pengaruh positif pada biaya perbaikan rumahtangga. Semakin luas tempat tinggal rumahtangga, diduga akan menimbulkan biaya perbaikan yang semakin besar karena kerusakan yang terjadi akibat tergenang banjir juga akan semakin besar.

Pengeluaran rumahtangga sebagai gambaran pendapatan rumahtangga diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin tinggi pengeluaran (pendapatan) rumahtangga maka kemampuan untuk melakukan tindakan perbaikan semakin besar. Tinggi banjir diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin tinggi banjir yang terjadi maka akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar.

Lama tinggal diduga memberikan pengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara maka kondisi rumah akan semakin rapuh karena sering tergenang banjir pasang sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar. Lokasi rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin dekat rumah dengan pantai, maka kemungkinan terkena banjir pasang dan mengalami kerusakan akibat banjir pasang semakin besar. Hal ini mengakibatkan biaya perbaikan terhadap kerusakan juga semakin besar.

(41)

cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jenis rumah nonpermanen. Hal ini disebabkan rumahtangga yang memiliki rumah permanen, nilai rumah dan peralatannya lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Akibatnya, biaya untuk memperbaiki rumah permanen yang rusak karena tergenang banjir juga lebih tinggi. Rumahtangga dengan status rumah milik sendiri mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Hal ini disebabkan rumahtangga dengan status rumah milik sendiri memiliki keinginan yang lebih besar untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan akibat banjir pasang dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Model biaya perbaikan yang digunakan adalah:

Y1i = a0+a1PCGHi + a2LRMHi + a3PGLRi + a4TBJRi + a5LTGLi

+ a6LKSi + a7JRMHi + a8SRMHi + ε1i ………. (1) dimana :

Y1 = Biaya perbaikan (Rp) a0 = intersep

a1,…a8 = Parameter regresi

PCGH = Biaya Pencegahan (Rp) LRMH = Luas rumah (m2)

PGLR = Pengeluaran rumahtangga (Rp) TBJR = Tinggi banjir (cm)

LTGL = Lama tinggal (tahun)

(42)

JRMH = Jenis rumah (bernilai 1 untuk “rumah permanen”; bernilai 0 untuk “rumah nonpermanen”)

SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri”; bernilai 0 untuk “milik sewa”)

i = Sampel ke-i ε1 = Error term

Nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): a1 < 0; a2, a3, a4, a5, a6, a7, a8 > 0

4.7.2. Model Biaya Kehilangan

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi biaya kehilangan adalah lama tinggal, lama banjir, jenis rumah dan status rumah. Lama tinggal diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan yang ditanggung rumahtangga akibat banjir. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara maka kondisi rumah akan semakin rapuh karena sering tergenang banjir pasang. Hal ini menimbulkan kerusakan pada rumah dan peralatannya yang juga semakin besar. Akibatnya, biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak juga semakin besar.

(43)

Jenis rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. Rumahtangga yang memiliki rumah permanen, nilai rumah dan peralatan rumahtangganya lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Hal ini menimbulkan biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak akibat banjir akan semakin besar untuk rumah permanen dibandingkan dengan rumah nonpermanen. Status kepemilikan rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. Keinginan rumahtangga dengan status rumah milik sendiri untuk tinggal lebih lama, lebih besar dibandingkan dengan keinginan rumahtangga dengan status rumah sewa. Akibatnya, rumahtangga dengan status rumah milik sendiri lebih sering mengalami banjir pasang sehingga biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak akibat banjir juga lebih besar untuk rumahtangga dengan status rumah milik sendiri dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Model biaya kehilangan yang digunakan adalah:

Y2i = b0 + b1LTGLi + b2LBJRi + b3JRMHi + b4SRMHi + ε2i………. (2) dimana :

Y2 = Biaya kehilangan (Rp) b0 = Intersep

b1,…b4 = Parameter regresi

LTGL = Lama tinggal (tahun) LBJR = Lama banjir (jam)

(44)

SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri”; bernilai 0 untuk “milik sewa”)

i = Sampel ke-i ε2 = Error term

Nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): b1, b2, b3, b4 > 0

Model biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang telah diestimasi selanjutnya direspesifikasi berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Faktor-faktor yang digunakan dalam respesifikasi model biaya perbaikan dan model biaya kehilangan berdasarkan teori ekonomi dan pengalaman studi-studi terdahulu.

Biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga merupakan bentuk kerugian fisik yang dianalisis dalam penelitian ini. Nilai kerugian fisik diperoleh dari penjumlahan biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan rumahtangga dalam kurun waktu 2007-2009 sehingga persamaan nilai kerugian fisik adalah sebagai berikut:

FSKi = Y1i + Y2i dimana:

(45)

4.7.3. Metode Estimasi Model

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik (biaya perbaikan dan biaya kehilangan) menggunakan model persamaan tunggal. Oleh karena itu, metode estimasi untuk menduga parameter model adalah metode jumlah kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares) yang memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model (Koutsoyiannis, 1977).

4.7.4 Evaluasi Model

Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model, adalah: (1) kriteria (teori) ekonomi, (2) kriteria uji statistik, dan (3) kriteria uji ekonometrika. Kriteria ekonomi menyangkut tanda dan besaran parameter estimasi. Kriteria uji statistik, melihat nilai R2, nilai F-hitung model yang digunakan dan nilai t-hitung masing-masing parameter estimasi. Kriteria terakhir, yaitu kriteria uji ekonometrika digunakan untuk melihat pelanggaran asumsi model yang terjadi (Koutsoyiannis, 1977).

4.7.4.1. Kriteria Uji Statistik

Menurut Koutsoyiannis (1977), koefisien determinasi (R2) menunjukkan proporsi keragaman variabel tidak bebas yang diterangkan oleh variabel-variabel bebasnya. Selang nilai R2 adalah 0 < R2 < 1. Jika nilai R2 semakin tinggi (semakin mendekati 1), maka semakin baik model karena semakin besar keragaman variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas.

(46)

(F-tabel) dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Adapun tahapan uji statistik F-hitung adalah sebagai berikut:

1. Perumusan hipotesis

H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 = b7 = b8 = 0

H1 : tidak semua parameter regresi (bi) yang bernilai nol.

2. Penentuan nilai kritis

Nilai kritis ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan. 3. Perhitungan nilai F-hitung

Fhitung =

J /

J /

dimana:

dbr = derajat bebas regresi (k-1) dbe = derajat bebas error (n-k)

k = jumlah parameter regresi (b0, … bk)

n = jumlah pengamatan (n = 1, 2, 3,…,n)

4. Penentuan penerimaan atau penolakan H0 jika menggunakan taraf nyata α

Fhitung < Ftabel ……. terima H0

Fhitung > Ftabel ……. tolak H0

5. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka dapat disimpulkan

(47)

Uji t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik pengaruh nyata atau tidaknya masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah terhadap variabel tidak bebas.

1. Pengujian hipotesis H0 : bi = 0

H1 : bi < 0 atau bi > 0

2. Penentuan nilai kritis

Nilai kritis dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan.

3. Nilai t-hitung masing-masing parameter regresi dapat diketahui dari hasil perhitungan komputer.

Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah: thitung = b

i s bi

dimana:

bi = estimasi nilai koefisien regresi atau parameter bi

s(bi) = estimasi standar kesalahan dugaan parameter bi

Kriteria uji:

thitung < ttabel ……. terima H0

thitung > ttabel ……. tolak H0

(48)

regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai variabel tidak bebas. Sebaliknya jika t-hitung menyatakan tolak H0 maka parameter regresi berbeda

dengan nol dan variable bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

4.7.4.2. Kriteria Uji Ekonometrika

Kriteria ekonometrika dilihat berdasarkan hasil uji statistik terhadap model apakah memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model regresi linear berganda atau tidak. Adapun uji statistik yang digunakan untuk melihat apakah terjadi pelanggaran asumsi atau tidak, adalah sebagai berikut:

1. Uji Multikolinearitas

Kolinearitas ganda (multicolinierity) merupakan hubungan linear yang sama kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya multikolinear ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF relatif kecil, artinya persamaan regresi tidak mengalami multikolinear. Sebaliknya, jika nilai VIF relatif besar (lebih dari 10) artinya persamaan regresi mengalami multikolinearitas (Juanda, 2009).

2. Uji Heteroskedastisitas

(49)

Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji Glesjer (Juanda, 2009). Uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual terhadap variabel bebas dalam model. Jika P-value lebih besar dari taraf nyata yang dipakai (α), berarti tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model. Jika P-value lebih kecil dari taraf nyata yang dipakai (α), berarti terjadi heterokedastisitas dalam model bebasnya.

3. Uji Autokolerasi

Autokolerasi adalah pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda terdapat korelasi antara sisaan. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat independen atau dependen. Untuk menguji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW) dengan prosedur:

H0 : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.

H1 : terdapat serial autokorelasi.

Nilai hitung statistik Durbin Watson (DW) yang diperoleh dari hasil perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan nilai dtabel, yaitu dengan

batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Penentuan nilai dL dan dU berdasarkan jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan yang terdapat dalam model. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Jika DW < dL, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika DW > dL, berarti ada autokorelasi negatif.

(50)

4.8. Defenisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerugian fisik, biaya perbaikan, biaya kehilangan, biaya pencegahan, luas rumah, lama banjir, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir, lokasi, status kepemilikan rumah dan jenis rumah. Secara jelas diuraikan sebagai berikut:

1. Kerugian fisik (FSK) adalah kerugian yang dialami rumahtangga yang meliputi biaya kehilangan dan biaya perbaikan akibat banjir yang dihitung dalam rupiah.

2. Biaya perbaikan (Y1) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk memperbaiki kerusakan fisik peralatan rumahtangga dan komponen rumah yang timbul akibat banjir. Nilai riil dari biaya perbaikan diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya perbaikan yaitu rupiah.

3. Biaya kehilangan (Y2) adalah biaya peralatan rumahtangga dan komponen bangunan yang dibeli dalam kurun waktu tiga tahun (2007-2009) yang rusak dan tidak diperbaiki sehingga tidak dapat digunakan lagi. Nilai riil dari biaya kehilangan diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya kehilangan yaitu rupiah.

(51)

indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya pencegahan yaitu rupiah.

5. Luas rumah (LRMH) adalah luas rumah yang ditempati oleh rumahtangga yang dihitung dalam m2.

6. Lama banjir (LBJR) adalah durasi banjir dimulai pada saat terjadi banjir hingga surut. Lama banjir dihitung dalam jam per tahun.

7. Lama tinggal (LTGL) merupakan periode waktu rumahtangga tinggal di Kamal Muara yang dihitung dalam tahun.

8. Pengeluaran rumahtangga (PGLR) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan anggota rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi yang dihitung dalam rupiah per tahun. Pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk pangan dan nonpangan. Pengeluaran untuk investasi rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk pendidikan, tabungan dan kesehatan. Pengeluaran rumahtangga digunakan sebagai gambaran pendapatan rumahtangga yang sebenarnya. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadi bias pada jawaban mengenai pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari wawancara dengan responden.

9. Tinggi banjir (TBJR) adalah ketinggian banjir dimana banjir mulai dirasa merugikan rumahtangga. Tinggi banjir dihitung dalam cm.

(52)

11. Status rumah (SRMH) merupakan status kepemilikan rumah yang terdiri dari rumah milik pribadi dan rumah sewa.

(53)

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun Warga (RW) dan 44 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 7 440 jiwa (1 952 KK). Kamal Muara merupakan wilayah pesisir Jakarta Utara yang dibatasi oleh Pantai Laut Jawa di sebelah Utara, Kali Cengkareng Drain di sebelah Timur, Jalan Kapuk Kamal di sebelah Selatan dan Desa Dadap di sebelah Barat.

Luas wilayah Kelurahan Kamal Muara menurut status tanah terdiri dari 506 Ha tanah negara, 507 Ha tanah milik adat, dan 40 Ha tanah wakaf. Sebanyak 26 persen dari total luas wilayah Kelurahan Kamal Muara merupakan kawasan industri dan hanya 16 persen yang merupakan kawasan permukiman. Banyaknya industri di Kamal Muara meningkatkan arus urbanisasi setiap tahunnya. Hal ini terlihat dengan kedatangan masyarakat luar Kamal Muara yang meningkat dari tahun ke tahun seperti tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Mobilitas Penduduk di Kamal Muara Tahun 2008-2009

No. Tahun Lahir Meninggal Datang Pindah

1 2008 37 21 277 43

2 2009 35 19 323 12

Sumber : Data monografi Kelurahan Kamal Muara tahun 2009

(54)

Masyarakat Kamal Muara sebagian besar berprofesi sebagai buruh pabrik (996 jiwa), pedagang/pengusaha (908 jiwa), dan nelayan (658 jiwa). Rata-rata penghasilan masyarakat Kamal Muara berada pada kelas menengah ke bawah dengan pendapatan per tahun sebesar Rp 1 500 000 per bulan atau sebesar Rp 18 juta per tahun. Data yang diperoleh dari Kelurahan Kamal Muara menunjukkan bahwa masyarakat Kamal Muara pada umumnya mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah 1 640 jiwa yang tidak tamat SD dan 1 588 jiwa yang tamat SD.

5.1. Permasalahan Lingkungan di Lokasi Penelitian

Kamal Muara merupakan wilayah yang mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih. Kondisi wilayah yang dekat dengan laut menyebabkan kualitas air tanah di Kamal Muara cenderung payau. Hal ini diperparah dengan tidak terjangkaunya akses pipa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dalam mendistribusikan air. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan dengan cara membuat terminal air, sumur pompa dan sumur bor yang dikelola oleh pihak swasta. Masyarakat terbiasa membeli air untuk memenuhi segala kebutuhan termasuk untuk minum, Mandi Cuci Kakus (MCK), memasak dan lain-lain.

(55)

Pemanasan global yang terjadi meningkatkan level muka air laut yang menyebabkan terendamnya wilayah pesisir laut (banjir pasang). Kondisi ini akan menimbulkan genangan terutama ketika permukaan tanah di wilayah yang terkena banjir lebih rendah dari air pasang naik, seperti yang terjadi di Kamal Muara. Selain itu, berkurangnya ekosistem mangrove di wilayah Kamal Muara juga turut memperparah dampak banjir pasang terhadap masyarakat pesisir.

5.2. Karakteristik Rumahtangga Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah rumahtangga yang bertempat tinggal di RW 01 dan RW 04 di Kamal Muara. Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Satu dapur artinya bahwa pembiayaan keperluan dan pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama (BPS, 2000). Karakteristik rumahtangga sampel diperoleh melalui wawancara dengan responden yang dilihat dari beberapa aspek meliputi: pendidikan, lama tinggal, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, jenis rumah, luas rumah, jumlah anggota keluarga dan lokasi rumah (Lampiran 10).

5.2.1. Pendidikan

(56)

tingkat pendidikan kepala rumahtangga masih rendah karena sebagian besar mengenyam pendidikan hanya sampai SD.

5.2.2. Lama tinggal

Sebanyak 21 (32 persen) kepala keluarga mengaku sebagai penduduk asli yang turun temurun telah mendiami wilayah Kamal Muara. Sementara itu, 45 (68 persen) kepala keluarga merupakan pendatang yang sebagian besar menempati wilayah RW 04. Alasan penduduk pendatang untuk mendiami wilayah Kamal Muara diantaranya yaitu ingin mencari pekerjaan, tidak ada alternatif tempat tinggal lain, dan berbagai alasan lain (Tabel 3) dengan lama tinggal rata-rata adalah 20 tahun.

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar rumahtangga tinggal di Kamal Muara dengan alasan adanya penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah memberikan tempat di pesisir Kamal Muara (RW 04) untuk dijadikan tempat tinggal.

Tabel 3. Alasan Rumahtangga untuk Tinggal di Kamal Muara

No Alasan Tinggal

Sampel Rumahtangga

(Jumlah) (%) 1. Tidak memiliki alternatif lain karena kurang modal 2 3

2. Dekat dengan tempat bekerja 17 26

3. Warisan leluhur dan karena lahir di kawasan ini 21 32

4. Alasan lain (digusur) 26 32

Total 66 100

5.2.3. Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga

(57)

rumahtangga diperoleh dari total pendapatan setiap anggota keluarga yang bekerja. Gambaran mengenai jumlah pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pesisir di Kamal Muara tercantum dalam Tabel 4berikut.

Tabel 4. Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009

No. Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran (Rp/tahun)

Sampel Rumahtangga

(Jumlah) (%) 1. Jumlah Pendapatan (Rp/tahun)

a. ≤ 10 000 000 9 14

b. 10 000 000 < x ≤ 50 000 000 41 62

c. 50 000 000 < x ≤ 100 000 000 9 14

d. > 100 000 000 7 10

2. Jumlah Pengeluaran (Rp/tahun) 2.1. Konsumsi

(58)

lebih jelas, gambaran mengenai jumlah pengeluaran untuk konsumsi dan investasi rumahtangga tercantum dalam Lampiran 11.

5.2.4. Jenis Rumah

Jenis rumah yang umumnya dimiliki oleh pesisir di Kamal Muara yaitu jenis rumah permanen dan nonpermanen. Rumah permanen adalah rumah yang lantai serta dindingnya dibuat dari campuran pasir, batu-bata dan semen. Rumah nonpermanen adalah rumah yang tidak terbuat dari campuran pasir dan semen maupun campuran batu bata serta potongan besi dan bambu, namun terbuat dari bambu atau jalinan bambu saja serta jenis lainnya (Marfai et al. 2008).

Rumahtangga yang memiliki rumah permanen sebanyak 48 (73 persen) rumahtangga sedangkan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen sebanyak 18 (27 persen) rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa rumahtangga yang memiliki rumah permanen lebih banyak dibandingkan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Rumah nonpermanen yang terdapat di lokasi penelitian merupakan jenis rumah panggung yang dibuat hanya dari kayu serta bambu. Sebagian besar rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen berlokasi di RW 04 yang lebih dekat dari pantai.

5.2.5. Luas Rumah

(59)

persen) rumahtangga. Jumlah rumahtangga yang memiliki luas > 60 m2 sebanyak 24 (36 persen) rumahtangga. Sebagian besar rumahtangga memiliki rumah yang relatif sempit karena keterbatasan areal permukiman yang ditempati.

5.2.6. Jumlah Anggota Keluarga

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 5), rumahtangga yang memiliki jumlah anggota keluarga lima orang memiliki persentase sebesar 25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga lima orang merupakan jumlah anggota keluarga yang paling banyak dimiliki oleh rumahtangga pesisir di Kamal Muara. Jumlah anggota keluarga dua orang merupakan jumlah anggota keluarga yang paling sedikit dimiliki oleh rumahtangga pesisir di Kamal Muara. Gambaran mengenai jumlah anggota keluarga yang dimiliki seluruh rumahtangga tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Anggota Keluarga Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009

No.

Jumlah Anggota Keluarga Sampel Rumahtangga

(Jumlah) (%)

1. 2 orang 4 6

2. 3 orang 6 9

3. 4 orang 14 21

4. 5 orang 16 25

5. 6 orang 12 18

6. 7 orang 8 12

7. Lebih dari 7 orang 6 9

Total 66 100

5.2.7. Lokasi Rumah

(60)

yang paling dekat dari pantai adalah RW 04 sedangkan RW 01 letaknya lebih jauh dari pantai. Gambar 2 adalah peta wilayah Kamal Muara.

Sumber : Kelurahan Kamal Muara

Gambar 2. Peta Wilayah Kamal Muara Tahun 2009

5.3. Karakteristik Banjir Pasang Menurut Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara

Letak wilayah Kamal Muara yang berbatasan langsung dengan laut, kali serta muara sungai juga memicu ancaman banjir yang datang. Sehingga apabila periode pasang laut sedang tinggi maka air akan meluap dari muara sungai dan kali. Rumahtangga yang tinggal di Kamal Muara setiap saat mengalami ancaman banjir pasang dengan ketinggian yang bervariasi dan selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh dampak pemanasan global maupun karena faktor lain seperti gejala penurunan tanah dan berkurangnya kawasan mangrove.

Gambar

Gambar 1.  Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Jumlah Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Pesisir di
Tabel 5. Jumlah Anggota Keluarga Rumahtangga Pesisir di Kamal Muara Tahun 2007-2009
Gambar 2. Peta Wilayah Kamal Muara Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis pada indikator kondisi kerja dalam penelitian ini juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja, karena perusahaan belum

Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian diatas bahwa ikan nila hibrid larasati F5 hasil dari persilangan antara betina ikan nila kunti F5 dan ikan

Tapaus 1 – Tarjoukset tukitarpeen mukaan (kiinteä preemio ja lisäriski) Jos tarjouskilpailu mallina käytetään tarjoushintamallia, niin yhteensä tukea maksettaisiin vuodessa

Selain itu pada dasarnya permohonan pendaftaran yang diajukan atas tanah wakaf yang berasal dari Hak Guna Bangunan di Masjid Al- Hidayah Kelurahan Beji, Kabupaten

Menurut Nugroho Notosusanto (1985:17) yang mengacu pada Eric Nordlinger terdapat tiga jenis pretorian yaitu: perwira-perwira sebagai moderator, guardianis,ruler. Pada jenis

Hal yang menjadi dasar dilakukan penelitian ini adalah karena banyak penduduk setempat dan generasi muda yang tidak mengetahui tentang struktur dan fungsi sosial cerita

Berdasarkan uji t pada selang kepercayaan 95% diperoleh pola pertumbuhan Ikan selar kuning adalah allometrik negatif yakni laju pertumbuhan panjang lebih cepat dengan

Di Jakarta, pernah dilakukan penelitian mengenai faktor risiko rinitis akibat kerja antara lain pada pekerja yang terpajan debu tepung gandum (Pujiwati, 2006) dan