• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SUPPLY CHAIN DAN LEAN THINKING

KOMODITAS BROKOLI DI KECAMATAN CIPANAS,

KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

ANNISA ZETIRA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

ANNISA ZETIRA. Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Brokoli merupakan sayuran yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki banyak kandungan gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi brokoli yang terus meningkat memicu persaingan antar rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Simply Fresh Organic merupakan salah satu badan usaha di bidang agribisnis yang memasarkan brokoli. Untuk mengetahui kondisi dan efisiensi pemasaran rantai pasok, diperlukan analisis dengan FSCN. Hasil analisis tersebut adalah belum efisiennya rantai pasok brokoli. Selanjutnya dilakukan analisis dengan pendekatan Lean Thinking untuk mengetahui penyebab ketidakefisienan rantai pasok. Hasil akhir analisis Lean Thinking berupa solusi alternatif, yaitu diperlukan koordinasi dan kolaborasi yang tepat antar pelaku rantai pasok dan pada bagian internal setiap rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi pemasaran. Kata kunci : Brokoli, Efisiensi Pemasaran, Food Supply Chain Network, Lean

Thinking

ABSTRACT

ANNISA ZETIRA. Supply Chain and Lean Thinking Analysis of Broccoli at Cipanas Sub-district, Cianjur Regency, West Java Province. Supervised by AMZUL RIFIN.

Broccoli is a vegetable that is potencial to be developed because it has a lot of nutrients that the body needs. Increasing demand of broccoli triggers competition among supply chain to fulfill consumer needs. Simply Fresh Organic (SFO) is a business firm in agribusiness sector which markets best quality of broccoli. However, SFO has not been able to meet consumer demand. Food Supply Chain Network analysis is conducted to find out existing condition and marketing efficiency of supply chain. The result of FSCN analysis is supply chain of organic broccoli is not efficient. Futhermore, Lean Thinking approach is conducted to find out the cause of supply chain inefficiencies. Then, the final result of Lean Thinking analysis is several alternative solutions. Briefly, proper condition and collaboration among supply chain actors and internal activity of each supply chain are required to improve marketing efficiency.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS SUPPLY CHAIN DAN LEAN THINKING

KOMODITAS BROKOLI DI KECAMATAN CIPANAS,

KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

ANNISA ZETIRA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

Judul Skripsi : Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Nama : Annisa Zetira

NIM : H34090122

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, M.A Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemasaran dan pemborosan untuk komoditas agribisnis, dengan judul “Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Amzul Rifin, SP, M.A selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan pengarahan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitiannya dengan baik dan menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Agung sebagai pemilik Simply Fresh Organic dan seluruh staff yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Kriswanto (ayah), Suharti (ibu), serta seluruh keluarga besar dan sahabat-sahabat, atas segala doa dan dukungannya.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbaai pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Supply Chain Management 8

Lean Thinking 9

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Rantai Pasok 11

Manajemen Rantai Pasok 12

Efisiensi Pemasaran 14

Margin Pemasaran 14

Lean Thinking 15

Pemborosan 17

Kerangka Pemikira Operasional 19 METODE PENELITIAN 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 21 Metode Penentuan Sampel 21 Metode Pengolahan Data 22 Analisis Rantai Pasok Brokoli 22

Analisis Efisiensi Pemasaran 24 Margin Pemasaran 24

Identifikasi Pemborosan 25

(9)

Big Picture Mapping 26

Root Cause Analisis 26

Five Whys Analysis 26

Failure Mode and Effect Analysis 26

GAMBARAN UMUM RANTAI PASOK 29 Aspek Sumberdaya 29 Sumberdaya Alam dan Fisik 29

Sumberdaya Manusia 30

Sumberdaya Modal 31

Deskripsi Aktivitas Bisnis Perusahaan 31 Kegiatan Pengawasan Pengadaan Sayuran 31

Kegiatan Penanganan Pasca Panen 32

Kegiatan Distribusi 33

Kegiatan Penjualan dan Pasar 33

ANALISIS RANTAI PASOK BROKOLI 34 Sasaran Rantai Pasok 34 Sasaran Pasar 35

Sasaran Pengembangan 36

Struktur Rantai Pasok 36 Petani Mitra 37

Simply Fresh Organic 38

Ritel Produk Organik 39

Konsumen Akhir 39

Manajemen Rantai Pasok 39 Pemilihan Mitra 40

Kesepakatan Kontraktual 40

Sistem Transaksi 41

Dukungan Pemerintah 41

Kolaborasi Rantai Pasok 42

Sumberdaya Rantai Pasok 43 Sumberdaya Alam dan Fisik 43

Sumberdaya Tekologi 44

Sumberdaya Manusia 45

Sumberdaya Modal 45

(10)

Hubungan Proses Bisnis Rantai Pasok 45

Pola Distribusi 46

Aliran Produk 46

Aliran Finansial 47

Aliran Informasi 47

Perencanaan Kolaborasi 48

Jaminan Identitas Merek 49

Aspek Risiko 49

Trust Building 50

Kinerja Rantai Pasok 50

Margin Pemasaran 51

LEAN THINKING 53 Big Picture Mapping 53 Pengelompokan Aktivitas 56

Identifikasi Akar Penyebab Pemborosan (Root Cause Analysis) 57

Five Whys Analysis 57

Failure Mode and Effect Analysis 58

Laporan FMEA 58 Implikasi Manajerial 63 SIMPULAN DAN SARAN 64 Kesimpulan 64 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 70

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas subsektor

hortikultura di Indonesia 2010-2011 1

2 Tabel analisis pemborosan dengan five whys analysis 27

3 Daftar tenaga kerja di Simply Fresh Organic 31

4 Daftar ritel mitra Simply Fresh Organic 34

5 Identifikasi penyebab kritis pemborosan dengan alat analisis five why

analysis 58

6 Perhitungan biaya material pada produk yang rusak akibat macet 61 7 Perhitungan lost profit opportunity kasus tiga 62 8 Perhitungan biaya material pada produk yang rusak akibat jumlah

sayuran melebihi kapasitas mobil 62

9 Perhitungan lost profit opportunity kasus empat 62 10 Solusi alternatif untuk menghilangkan pemborosan pada pasokan

brokoli 66

DAFTAR GAMBAR

1 Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan komoditi sayuran 2 2 Data konsumsi brokoli per kapita di Indonesia (2006-2010) 3 3 Total permintaan dan total realisasi penawaran periode satu tahun 5 4 Perbedaan volume penjualan brokoli simply fresh oragnic di setiap

lembaga pemasaran pada bulan maret 2013 6

5 Sistem rantai pasok dari sudut pandang pengolah (processor) dalam

food supply chain network 14

6 Lima prinsip dasar lean thinking 18

7 Kerangka pemikiran operasional 21

8 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok 24

9 Struktur rantai pasok brokoli pada Simply Fresh Organic tahun 2013 37

10 Aliran produk rantai pasok brokoli 47

11 Aliran finansial rantai pasok brokoli 48

12 Aliran informasi rantai pasok brokoli 49

13 Big picture mapping pada Simply Fresh Organic 54 14 Diagram histogram hasil perhitungan FMEA dan penggunaan 80/20

rule 63

DAFTAR LAMPIRAN

1 Icon big picture mapping pada pemetaan rantai pasok brokoli di Simply

Fresh Organic 70

2 Pengelompokan aktivitas pada proses penanganan pasca panen brokoli 71 3 Identifikasi penyebab pemborosan kritis dengan FMEA 72 4 Urutan penyebab kritis pemborosan pada rantai pasok brokoli

berdasarkan biaya 73

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan subsektor dari sektor pertanian yang dapat diandalkan untuk mengembangkan dan memajukan pertanian Indonesia. Hal ini dikarenakan hortikultura, khususnya komoditi sayur dan buah, adalah bagian dari pembangunan pertanian di bidang pangan untuk memantapkan swasembada pangan, memperbaiki pemenuhan gizi masyarakat dengan menyediakan beragam jenis bahan makanan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, pembudidayaan hortikultura harus dilakukan secara intensif karena sifatnya yang mudah rusak (perishable), mutu produk ditentukan oleh kandungan air karena dikonsumsi dalam keadaan segar, ketersediaan produk bersifat musiman dan meruah (voluminuous atau bulky), dan membutuhkan daerah penanaman (geografi) yang sangat spesifik atau menuntut agroklimat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembudidayaan komoditas hortikultura membutuhkan biaya yang tinggi untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi per satuan luas per satuan waktu (Zulkarnain 2009). Terdapat empat jenis komoditas hortikultura, yaitu sayur, buah, bunga (florikultura), dan tanaman obat (biofarmaka). Berikut data perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas subsektor hortikultura di Indonesia:

Tabel 1 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia 2007-2011

Menurut Tabel 1, luas panen mengalami fluktuasi sejak tahun 2007 hingga 2011. Luas panen untuk sayuran mengalami penyusutan pada tahun 2011 menjadi 1 080.243 ribu hektar akibat adanya pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman penduduk. Hal tersebut mempengaruhi perubahan volume produksi sayuran pada tahun 2007 hingga 2011. Tahun 2011, volume produksi sayuran mengalami penurunan 10.46 juta ton atau sebesar 0.25 ton dari produksi tahun 2010. Sementara produktivitas sayuran cenderung stabil dari tahun 2007-2011 dengan produktivitas rata-rata 0.0094 juta ton per hektar. Nilai produktivitas sayuran tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 0.0097 juta ton per hektar.

(14)

2

Menurut Direktur Pemasaran Domestik, Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr, ST (2010), tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia akan cenderung meningkat jika pendapatan juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat. Pada data pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang 2007-2011 yang dikeluarkan oleh Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas), pengeluaran untuk sayuran meningkat setiap tahunnya sebesar 17.32%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola pikir masyarakat Indonesia terhadap sayuran.

Gambar 1Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Komoditi Sayuran (2007-2011)

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2012

Perubahan pola hidup pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup di kota besar dengan tingkat ekonomi menengah dan menengah ke atas. Salah satu perubahan yang cukup signifikan adalah mulai beralihnya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi sayuran anorganik menjadi organik. Namun, terdapat beberapa kendala dalam usaha memenuhi permintaan sayuran organik, diantaranya kurangnya pengetahuan petani mengenai sistem penanaman organik yang lebih ramah lingkungan, terbatasnya lahan sehingga sulit menerapkan sistem penanaman organik, dan faktor lingkungan serta input yang belum memadai. Tidak hanya itu, pertanian dengan sistem organik juga masih mengalami kendala dalam faktor-faktor kebijakan umum dan sosial-politik yang sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi (Noto Hadiprawiro 1992 dalam Sutanto 2002).

(15)

3 Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), permintaan brokoli datang dari Singapura, sebesar 19 288 kg. Hal ini menunjukkan brokoli memiliki potensi untuk dikembangkan dan dapat membantu memajukan pertanian Indonesia karena permintaan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Namun, untuk memenuhi permintaan dari luar negeri dibutuhkan volume produksi dan produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan agar tidak kalah saing dengan sayuran dari negara pesaing.

Gambar 2 Data Konsumsi Brokoli per Kapita di Indonesia (2006-2010)

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012

Data konsumsi brokoli per kapita dari Susenas (2012) menunjukkan bahwa konsumsi brokoli mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan konsumsi menunjukkan terjadinya peningkatan permintaan brokoli dalam negeri, terutama di kota-kota besar, sehingga diperlukan perlakuan khusus mulai dari subsistem hulu hingga hilir agar kesegaran dan kesehatan produk tetap terjaga ketika sampai di tangan konsumen akhir. Untuk meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, dan daya saing secara optimal, diperlukan penanganan yang efektif dan efisien antar aspek produksi dan distribusi. Salah satu kegiatan prioritas yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura yang terdapat dalam “Enam Pilar

Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun 2008” untuk memperbaiki pemasaran produk hortikultura adalah dengan mengaplikasikan manajemen rantai pasok atau supply chain management.Manajemen rantai pasok merupakan bentuk manajemen pemasaran yang mengintegrasikan seluruh subsistem dan lembaga yang terlibat untuk menghasilkan produk murah, berkualitas, sampai tepat waktu, dan bervariasi (Pujawan 2005). Hal penting dalam manajemen rantai pasok adalah menjaga kelancaran aliran nilai agar dapat memenuhi keinginan konsumen akhir secara berkelanjutan. Para pelaku rantai pasok perlu menjaga hubungan baik satu sama lain untuk mencapai tujuan rantai pasok dengan cara melakukan peningkatan efisiensi rantai pasok secara terus menerus (continuous improvement). Perbaikan kualitas, harga, kuantitas produk, serta pengiriman tepat waktu akan memberikan kepuasan kepada konsumen dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku rantai pasok. Untuk meningkatan efisiensi rantai pasok, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan lean thinking, yang merupakan

(16)

4

strategi untuk mengurangi dan menghilangkan pemborosan (waste) pada kegiatan atau proses yang tidak memberikan nilai tambah. Tujuan akhirnya untuk meningkatkan daya saing antar perusahaan (Gaspersz 2007).

Perumusan Masalah

Brokoli merupakan brokoli yang dibudidayakan dengan sistem organik. Sistem pertanian organik merupakan proses budidaya yang tidak menggunakan input kimia, tetapi lahan di Indonesia yang sebagian besar masih bersifat konvensional membuat pertanian dengan sistem organik sulit diterapkan. Pertanian organik lebih rentan gangguan hama dan penyakit daripada pertanian konvensional. Lahan yang berdekatan dengan lahan konvensional dapat menjadi pemicu serangan hama dan penyakit tersebut, sehingga menurut kebijakan SNI 2002, pertanian organik masih diperbolehkan menggunakan pestisida kimia dalam dosis rendah.

Rantai pasok brokoli lebih sederhana karena melibatkan lebih sedikit pelaku rantai pasok. Setiap pelaku rantai pasok memiliki fungsi pemasaran masing-masing yang mengalirkan produk, finansial, dan informasi.

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Di samping itu konsumen menjadi semakin kritis dan menginginkan produk dan jasa yang lebih berkualitas, lebih murah, dan lebih cepat (better, cheaper, faster). Oleh karena itu seluruh perusahaan, baik manufaktur maupun jasa, dituntut untuk selalu berupaya menciptakan proses produksi dan distribusi yang efisien dan telah terintegrasi. Proses yang tidak efisien mengakibatkan munculnya pemborosan (waste). Pemborosan akan menyebabkan turunnya pendapatan jika dihubungkan dengan biaya, dan turunnya loyalitas pelanggan jika dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Hal tersebut juga berlaku pada perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, misalnya Simply Fresh Organic.

Simply Fresh Organic merupakan perusahaan agribisnis yang menjadikan sayuran organik sebagai komoditi utama. Kegiatan yang menjadi fokus utama Simply Fresh Organic adalah mengawasi produksi dan pengadaan sayuran organik, kegiatan pasca panen seperti sortasi, pengemasan, pemberian label, dan distribusi. Perusahaan ini baru berdiri selama dua tahun sehingga masih berada pada tahap pengenalan dan masih beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada.

(17)

5 selama proses distribusi. Berikut Gambar 2. data permintaan dari ritel dan data penawaran perusahaan ke ritel.

Gambar 3 Total Permintaan dan Total Realisasi Penawaran Brokoli Simply Fresh Organic Periode Satu Tahun

Sumber : Simply Fresh Organic, 2013 (diolah)

Menurut data permintaan dan realisasi penawaran brokoli selama satu tahun, hanya pada bulan Juli dan Agustus 2012 Simply Fresh Organic mampu memenuhi permintaan ritel. Dua bulan tersebut merupakan musim panen raya dan jumlah brokoli yang ditawarkan petani mampu melebihi permintaan dari perusahaan, sehingga saat dilakukan sortasi dan grading perusahaan masih mampu memenuhi permintaan ritel.

Pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013, terjadi gap yang signifikan. Penyebab terjadinya gap pada bulan Januari dan Februari adalah cuaca buruk yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Hujan terus menerus disertai angin kencang merusak lahan brokoli mengakibatkan terjadi penurunan produksi yang signifikan bahkan gagal panen. Cuaca yang buruk juga mempengaruhi proses penanganan pasca panen dan distribusi produk dari petani ke perusahaan dan dari perusahaan ke ritel di wilayah Jabodetabek, sehingga terjadi pemborosan (waste) berupa kerusakan produk (defect). Sementara penyebab kerusakan yang sering terjadi pada bulan Maret adalah tidak ada peramalan akan permintaan konsumen, komunikasi tidak lancar, jalanan rusak, terjebak macet, jumlah sayuran melebihi kapasitas mobil, dan tenaga kerja kurang efektif dan efisien. Dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengurangi dan menghilangkan pemborosan yang terjadi.

Pemborosan pada brokoli menjadi penghambat aliran produk dari petani ke ritel. Jumlah brokoli yang diminta tidak sesuai dengan yang dipasok perusahaan. Terdapat pula faktor penyebab pemborosan lain, yaitu aliran informasi yang tidak lancar antara perusahaan dengan petani. Walaupun hanya terjadi satu kali, tetapi membawa dampak kerugian yang cukup besar bagi kedua pihak.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Total permintaan

Total realisasi permintaan Volume (kg)

(18)

6

Gambar 4 Perbedaan Volume Penjualan Brokoli di Setiap Lembaga Pemasaran pada Bulan Maret 2013

Sumber : Simply Fresh Organic, 2013 (diolah)

Rangkaian kegiatan tersebut tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit juga waktu yang relatif lama. Berbagai kendala juga mempengaruhi rangkaian kegiatan di lapangan. Untuk mengetahui kinerja rantai pasok, perlu dijabaran lebih dahulu kodisi rantai pasok dengan mengikuti kerangka kerja Food Supply Chain Networking (FSCN). Efisiensi merupakan tujuan semua organisasi atau perusahaan sehingga untuk meningkatkan efisiensi perlu dilakukan reduksi dan eliminasi kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah. Sebelumnya, perusahaan harus mengetahui kondisi apa saja yang bisa dikategorikan ke dalam non value added dan mencari akar permasalahan mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Berdasarkan penjelasan dan fakta tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasokan brokoli pada Simply Fresh Organic?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pemborosan yang sering terjadi dan paling berpengaruh pada efisiensi rantai pasok brokoli?

3. Bagaimana cara mengurangi pemborosan pada rantai pasokan brokoli guna memenuhi permintaan konsumen?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah: 1. Menganalisis kondisi dan kinerja rantai pasok brokoli Simply Fresh

Organic.

2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi pemborosan yang sering terjadi dan paling berpengaruh pada efisiensi operasional rantai pasok brokoli. 3. Menganalisis strategi alternatif mengurangi pemborosan pada manajemen

(19)

7

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi perusahaan Simply Fresh Organic, guna mengetahui pemborosan, mengidentifikasi akar masalah dari adanya pemborosan, dan memberikan alternatif solusi yang berdampak pada peningkatan tingkat penawaran perusahaan kepada ritel.

2. Pembaca, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan informasi, serta bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Penulis, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan melatih kemampuan analisis dalam memecahkan masalah.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai penelitian studi kasus, karena meneliti tentang eksplorasi suatu masalah dengan batasan yang terperinci. Penelitian dilakukan di perusahaan yang bergerak di bidang pertanian organik yakni Simply Fresh Organic di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Perusahaan menangani 60 jenis sayuran organik, tetapi penelitian ini hanya menganalisis kondisi rantai pasokan komoditi brokoli karena brokoli merupakan produk unggulan perusahaan dimana permintaannya sangat banyak, tetapi perusahaan masih belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Sementara brokoli menyumbang keuntungan kepada perusahaan sebesar 40% dari total keuntungan.

(20)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Supply Chain Management

Manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen (Vorst 2006). Manajemen rantai pasok adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, perubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, dan pengiriman ke pelanggan (Heizer dan Render 2001). Interaksi melalui berbagi informasi pada rantai pasok perlu diintegrasikan dengan baik untuk mencapai aliran barang, finansial, dan informasi yang efisien. Interaksi dilakukan diantara pemasok, distributor, dan pelanggan.

Manajemen rantai pasokan merupakan jaringan kerja dalam pengadaan dan penyaluran bahan baku dari pemasok hingga ke konsumen akhir dengan mengkordinasikan arus barang, arus informasi dan arus finansial antar rantai. Tujuannya untuk melakukan efektifitas dan efisiensi aliran produk, finansial, dan informasi di antara pelaku rantai pasok, mulai dari pemasok hingga pelanggan. Efisiensi manajemen rantai pasok yaitu mampu menyalurkan produk ke konsumen tepat waktu serta dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan konsumen. Selain itu, mampu mengalirkan dana dari harga yang dibayarkan oleh konsumen secara adil sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh anggota rantai pasokan.

Beberapa penelitian yang menganalisis manajemen rantai pasok diantaranya (Riwanti 2011) menganalisis manajemen rantai pasok brokoli, (Adinugroho 2010) menganalisis manajemen rantai pasok sayuran di Frida Agro, Lembang, dan (Sari 2012) menganalisis network supply chain dan pengendalian persediaan beras organik. Ketiganya menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN) untuk menganalisis kondisi rantai pasok secara deksriptif. Kerangka FSCN menganalisis enam elemen penyusun rantai pasok. Aspek-aspek yang ditinjau diantaranya sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumberdaya rantai pasok, proses bisnis, dan kinerja. Penentuan saluran pemasaran pada ketiga penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling, sehingga ditemukan hanya terdapat satu saluran pemasaran karena memfokuskan kepada kegiatan manajemen rantai pasok yang dilakukan satu lembaga pemasaran. Saluran pemasaran terdiri dari petani mitra, lembaga pemasaran, dan ritel.

(21)

9 kesepakatan kontraktual. Alternatif kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja rantai pasok brokoli.

Penelitian Adinugroho (2010), menganalisis rantai pasok sayuran pada studi kasus Frida Agro dengan menggunakan metode analisis deskriptif FSCN dan analisis kesesuaian atribut. Hasil dari analisis kesesuaian atribut adalah kemitraan rantai pasokan sayuran antara petani, Frida Agro, dan supermarket belum sepenuhnya memuaskan seluruh rantai pasok. Alternatif kebijakan yang dapat direkomendasikan adalah dukungan kredit, dukungan pemerintah, dan trust building dalam rantai pasok.

Penelitian Sari (2012) menganalisis rantai pasok beras organik pada studi kasus Tani Sejahtera Farm, Kabupaten Bogor. Penelitian ini selain menggunakan FSCN untuk mendeskripsikan manajemen rantai pasok beras organik, juga menggunakan analisis margin pemasaran, farmer’s share, analisis nilai tambah, dan analisis pengendalian persediaan. Analisis nilai tambah digunakan untuk mengukur output setiap pelaku rantai pasok. Sementara analisis pengendalian persediaan digunakan jika rantai pasok menghadapi kondisi ketidakmampuan memenuhi permintaan konsumen akhir.

Lean Thinking

Lean thinking merupakan suatu pendekatan sistemik yang fokus pada reduksi pemborosan yang merupakan salah satu hambatan berupa penggunaan sumber daya tetapi tidak menciptakan nilai tambah (non-value added). Menurut Womack dan Jones (1990), lean thinking bertujuan menciptakan kesempurnaan produk atau jasa dengan cara menekan biaya secara berkelanjutan, zero defects, zero inventories, dan terus menciptakan inovasi produk. Namun, sampai saat ini belum ada lean producer yang mampu memenuhi kesempurnaan (perfection) tersebut karena permintaan pasar terus berubah seiring perkembangan zaman.

Beberapa penelitian yang menganalisis mengenai lean thinking, diantaranya jurnal yang ditulis oleh Eriksson (2010) mengenai usaha meningkatkan kolaborasi dan kinerja rantai pasok dalam bidang konstruksi. Penelitian Eriksson dijalankan dengan cara mengadakan proyek percontohan lean construction pada perusahaan konstruksi DynaMate. Dari proyek tersebut, Eriksson melakukan studi kasus untuk mengetahui aspek apa saja dari lean thinking yang dapat diimplementasikan pada bidang konstruksi dan bagaimana lean construction mempengaruhi pelaku dan kinerja rantai pasok tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan focus group discussion dengan dua puluh orang pegawai di DynaMate dan uji-T dengan lima point skala likert (1= sangat tidak setuju, 5= sangat setuju) untuk menentukan aspek-aspek yang dapat diterapkan pada bidang konstruksi.

(22)

10

(unnecessary inventory). Sedangkan dalam departemen teknik terdapat tiga jenis pemborosan, yakni waktu tunggu (waiting), cacat produk (defect), dan kecelakaan kerja (environmental, health, and safety). Setelah ditemukan jenis-jenis pemborosan di masing-masing departemen dilakukan analisis dengan metode Five Why’s Analysis untuk mencari akar permasalahan untuk kemudian dicari alternatif strategi yang tepat untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan tersebut.

Implementasi lean thinking juga dilakukan oleh Fanani, Zaenal (2011). Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur produksi kertas dengan tujuan meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan berusha menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, dan pengiriman tepat waktu. Penelitian ini menggunakan pendekatan lean manufacture untuk megidentifikasi pemborosan dan menetapkan strategi alternatif yang sesuai. Pemetaan aliran proses secara garis besar dilakukan dengan Big Picture Mapping dan untuk pemetaan yang lebih detail digunakan Value Stream Analysis Tools (VALSAT). Pemetaan dengan VALSAT dilakukan untuk mengerucutkan fokus penelitian pada proses tertentu, sehingga pemborosan lebih mudah diidentifikasi. Strategi alternatif yang direkomendasikan adalah pengurangan waktu tunggu dan pengurangan stock out bahan baku.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan topik yang diambil, yaitu supply chain management dengan menggunakan metode analisis deskriptif FSCN yang membahas kondisi rantai pasok berdasarkan enam aspek rantai pasok. Penelitian ini juga menggunakan analisis tataniaga untuk menilai efisiensi rantai pasok dengan menghitung margin tataniaga dan farmer’s share. Kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan lean thinking untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pemborosan yang terjadi pada rantai pasok. Analisis pemborosan dilakukan dengan menggambarkan aliran proses yang dilakukan rantai pasok menggunakan Big Picture Mapping, kemudian menganalisis pemborosan yang terjadi menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA) dengan alat analisis Five Whys Analysis untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan dan FMEA untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan kritis dilihat dari segi kerugian organisasi. Jika pemborosan dapat dihindari atau diminimalkan, maka biaya yang dikeluarkan juga dapat diminimalkan dan kualitas tetap terjaga. Efisiensi merupakan hal penting bagi rantai pasok pada umumnya dan perusahaan pada khususnya untuk mencapai satu tujuan dari seluruh pelaku rantai pasok, yakni memenuhi permintaan konsumen.

(23)

11

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Rantai Pasok

Menurut Pujawan (2005), rantai pasok (supply chain) adalah jaringan beberapa perusahaan atau organisasi yang bekerjasama menciptakan dan menyalurkan suatu produk sampai ke tangan konsumen atau pemakai akhir. Menurut Chopra dan Meindl (2007), rantai pasok terdiri dari seluruh pelaku atau perusahaan yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi permintaan konsumen. Rantai pasok tidak hanya terdiri dari pemasok (supplier) dan pabrik, tetapi juga distributor atau transportasi, pergudangan (warehouse), toko atau ritel, dan konsumen sendiri. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas dan informasi. Sementara menurut Pujawan (2005), dalam rantai pasok, terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola, yakni aliran barang yang mengalir dari pemasok ke konsumen, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari konsumen ke pemasok, dan aliran informasi yang bergerak dua arah sepanjang rantai. Keakuratan data merupakan hal penting dalam jaringan rantai pasok yang menjadi faktor penentu ketepatan informasi dan material atau produk.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), rantai pasok adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Rantai pasok juga merupakan jaringan berbagai organisasi yang terintegrasi untuk tujuan utama yang sama, yakni sebaik mungkin menyalurkan barang sekaligus memberikan nilai pada barang tersebut untuk memuaskan kebutuhan konsumen akhir. Setiap pelaku rantai pasok dihubungkan oleh aliran barang, finansial, dan inforasi yang terjadi secara langsung dan mungkin diatur oleh satu pelaku rantai. Dalam rantai pasok, terdapat beberapa pemain utama yang terdiri dari badan usaha yang memiliki kepentingan yang sama, diantaranya:

1. Supplier (Chain 1)

Supplier (pemasok) merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dan sebagai awal rantai penyaluran produk dimulai. Bahan pertama yang dimaksud dapat berupa bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, suku cadang atau barang dagang.

2. Supplier-Manufacturer (Chain 1-2)

Rantai pertama dilanjutkan ke rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat mengolah barang pertama menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Pada rantai kedua ini terjadi pemberian perlakuan khusus untuk menambah nilai produk.

3. Supplier-Manufakturer-Distribution (Chain 1-2-3)

Dalam tahap ini, barang setengah jadi atau barang jadi disalurkan kepada pelanggan. Penyaluran barang biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang menyalurkan barang dalam jumlah besar.

4. Supplier-Manufakturer-Distribution-Retail (Chain 1-2-3-4)

(24)

12

5. Supplier-Manufakturer-Distribution-Retail-Customer (Chain 1-2-3-4-Customer (konsumen) merupakan rantai terakhir yang dilalui rantai pasok. Pemenuhan kebutuhan konsumen inilah yang menjadi tujuan utama seluruh pelaku rantai pasok. Pelaku rantai pasok bekerjasama agar produk yang disalurkan sampai tepat waktu, tepat jumlah, begitu pula dengan kualitas produk yang juga disesuaikan dengan permintaan konsumen akhir.

Gambar 5 Skema Rantai Pasok dari Sudut Pandang Pengolah (Processor) dalam FSCN

Sumber:Lazzarini et al., 2001 dalam Van der Vorst (2006)

Gambar 5 menunjukkan bahwa setiap perusahaan berada pada lapisan jaringan dan setidaknya memiliki satu rantai pasok, tetapi biasanya memiliki beberapa pemasok dan pelanggan pada waktu yang sama dan dari waktu ke waktu (network supply chain). Pihak lain dalam rantai mempengaruhi kinerja rantai. Oleh karena itu, analisis rantai pasok sebaiknya dilakukan dalam konteks Food Supply Chain Network.

Kesuksesan rantai pasok dihitung berdasarkan kondisi keseluruhan rantai pasok, bukan kondisi masing-masing tahap rantai pasok (Chopra dan Meindl, 2007). Tujuan dari rantai pasok adalah menciptakan nilai produk, baik bagi pelanggan berupa pemenuhan permintaan secara tepat maupun bagi perusahaan berupa keuntungan rantai pasok yang lebih tinggi.

Manajemen Rantai Pasok

(25)

13 pasok sebagai koordinasi strategi yang sistematis antar fungsi utama bisnis di perusahaan tertentu dengan bisnis lain, yang masih dalam satu rantai pasok, yang bertujuan untuk meningkatkan performansi atau prestasi jangka panjang bagi perusahaan pada khususnya dan rantai pasok pada umumnya. Menurut Vorst (2006), manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen.

Setelah didefinisikan secara rinci, terdapat perbedaan mendasar antara rantai pasok dengan manajemen rantai pasok. Rantai pasok merupakan jaringan fisik dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam hal menyediakan dan memasok bahan baku, memproduksi barang, dan mengantarkan produk ke konsumen akhir. Sementara SCM merupakan alat, metode, atau pendekatan terintegrasi yang dilakukan oleh seluruh pemilik perusahaan yang tergabung dalam satu rantai pasok untuk mengelola rantai pasok tersebut. Jadi, SCM tidak hanya memperhatikan aktivitas internal suatu perusahaan, tetapi juga aktivitas eksternal yakni menjaga koordinasi dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan mitra. Area cakupan aktivitas yang dilakukan dalam SCM terdiri dari perancangan produk, pengadaan bahan baku, produksi, dan distribusi atau pengiriman produk.

Menurut Collins dan Dunne (2002) diacu dalam Lestari (2009), manajemen rantai pasok memiliki enam prinsip dasar kunci untuk menciptakan rantai pasok yang optimal. Keenam prinsip tersebut terdiri dari:

1. Fokus terhadap konsumen dan pelanggan

Tujuan akhir rantai pasok adalah memenuhi kepuasan konsumen akhir, yakni menyediakan produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat (better, cheaper, faster). Untuk memenuhi kepuasan tersebut, manajemen rantai pasok menggunakan pull system, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk merespon permintaan konsumen, sehingga konsumen berperan sebagai penentu keputusan yagn dibuat perusahaan (Anatan dan Elitan 2008).

2. Menciptakan dan menyebarkan nilai

Penciptaan ilai merupakan hal yang sangat mendasar untuk kepuasan konsumen. Nilai dapat tercipta jika setiap pelaku rantai pasok melakukan inovasi dan menggunakan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses produksi.

3. Mengimplementasikan quality system management yang efektif 4. Membangun sistem komunikasi yang terbuka

Kolaborasi dan koordinasi dalam menyebarkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya diperlukan untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Keterbukaan informasi menjadi awal terciptanya hubungan baik antar pelaku rantai pasok, sehingga dapat menjadi indikator tingkat efisiensi rantai pasok.

5. Menjamin atau memastikan sistem logistik yang efektif dan efisien Sistem logistik meliputi proses penanganan, penyimpanan, dan transportasi produk.

6. Membangun hubugan yang baik dengan pelaku rantai pasok

(26)

14

dimaksud berupa keterbukaan dan kejujuran dalam penyampaian informasi untuk menghindari asymetric information.

Efisiensi Pemasaran dalam Rantai Pasok

Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Konsep dari pemasaran adalah

“merasakan dan merespon” kebutuhan pelanggan, sehingga tugas pemasaran yang

sebenarnya adalah menemukan produk yang tepat untuk pelanggan. Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa mengurangi kepuasan konsumen. Untuk mengukur efisien pemasaran, dapat dilakukan dengan pendekatan efisiensi operasional dan efisiensi harga (Kohls dan Uhl 2002).

Efisiensi operasional atau efisiensi produksi, yang berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan output pemasaran terhadap input pemasaran, diasumsikan output tetap. Efisiensi operasional dapat diukur dari margin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan terhadap biaya serta analisis fungsi pemasaran, kelembagaan, dan analisis SCP (Structure, Conduct, and Performance).

Efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran (Kohls dan Uhl 2002). Efisiensi harga diukur dari korelasi harga komoditas yang sama pada tingkat pasar yang berbeda. Efisiensi harga dapat tecapai jika pelaku pemasaran yang terlibat merasa “puas” atau responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga diukur dengan menggunakan analisis keterpaduan (integrasi) pasar antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya (Asmarantaka 2009).

Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani. Margin pemasaran juga merupakan biaya yang dikeluarkan anggota rantai pasok selama pelaksanaan kegiatan pemasaran untuk menciptakan nilai ditambah dengan keuntungan yang diperoleh. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen disebut biaya pemasaran.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), margin pemasaran menunjukkan perbedaan harga di tingkat pemasaran (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Nilai margin pemasaran merupakan perkalian antara margin pemasaran dengan volume produk yang terjual [(Pr-Pf). Qrf]. Secara grafis margin pemasaran digmbarkan sebagai berikut pada Gambar 6.

(27)

15 pergerakan, dan perubahan fisikdari komoditas pertanian. Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan. Fungsi fasilitas adalah fungsi yang mencakup aktivitas yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standardisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi intelijen pasar (mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarkan informasi pasar).

Gambar 6Margin Pemasaran

Sumber: Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Dr : Permintaan di tingkat pengecer Df : Permintaan di tingkat petani Sr : Penawaran di tingkat pengecer Sf : Penawaran di tingkat petani

Qrf : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer MP : Margin Pemasaran

Hasil perhitungan margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria penilaian efisiensi pemasaran. Namun, margin pemasaran tidak dapat secara langsung digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasran suatu komoditas.

Lean Thinking dalam Rantai Pasok

Lean thinking merupakan analisis yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan atau organisasi atau rantai pasok dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dengan proses yang cepat dan fleksibel, memberikan yang diinginkan pelanggan tepat waktu, kualitas tertinggi, dan biaya yang terjangkau (Liker 2004). Konsep dasar lean adalah suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) melalui peningkatan terus-menerus (continuous improvement) secara radikal dengan cara memperlancar aliran material, produk barang maupun jasa, dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz 2007). Tujuan dari pendekatan lean

Sr Sf

Dr Df Pr

Pf MP

0 Qrf Q

P

(28)

16

thinking adalah peningkatan kualitas, efisiensi, dan keberhasilan rantai pasok dalam jangka panjang.

Pada awalnya, teori lean diimplementasikan oleh perusahaan industri automotif Toyota Production System di Jepang, kemudian diadaptasikan juga pada industri manufaktur Amerika Serikat. Kedua industri tersebut merupakan industri yang melakukan produksi dalam skala besar dan memiliki standardisasi produk yang tinggi (highly standardize product). Kini konsep lean thinking dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur maupun jasa karena dalam menerapkan lean berarti mengembangkan proses-proses yang tepat bagi suatu organisasi atau perusahaan dan secara sungguh-sungguh mengaplikasikannya untuk meningkatkan kinerja dan terus memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Selain itu, alasan lain penggunaan lean thinking adalah untuk meningkatkan efisiensi suatu organisasi atau perusahaan sehingga dapat mengalirkan produk, uang, dan informasi dengan lancar di sepanjang rantai pasok. Efisiensi merupakan target yang ingin dicapai oleh seluruh perusahaan.

Efisiensi dalam pendekatan lean thinking adalah keberhasilan dalam menghilangkan pemborosan. Munculnya pemborosan akan menurunkan kualitas dan kuantitas produk yang akan berhubungan dengan berkurangnya pendapatan. Dan turunnya loyalitas pelanggan jika dihubungkan dengan kepuasan pelanggan.

Menurut Womack dan Jones 1991 (dalam Liker 2004) untuk mencapai efisiensi berdasarkan pendekatan lean thinking, suatu perusahaan harus mampu menjalankan lima langkah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan nilai bagi pelanggan, yaitu menetapkan aktivitas yang memberikan atau tidak memberikan nilai (value) berdasarkan pandangan konsumen.

2. Menetapkan aliran nilai (value stream), yaitu melakukan identifikasi pada semua langkah-langkah yang diperlukan untuk mendesign, memesan dan memproduksi barang atau jasa kedalam whole value stream untuk mencari aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah.

3. Membuat nilai mengalir di sepanjang rantai pasok, yaitu semua aktifitas yang memberikan nilai tambah disusun kedalam suatu aliran yang tidak terputus (continous).

4. Ditarik oleh pelanggan (pull system), yaitu mengetahui aktifitas-aktifitas penting yang digunakan untuk membuat produk yang diinginkan oleh konsumen. Tujuan dari pull system adalah untuk meminimalkan persediaan dalam rantai pasok dan menghindari overproduksi.

(29)

17

Gambar 7 Lima Prinsip Dasar Lean Thinking

Saat ini, konsep lean thinking telah diimplementasikan di berbagai sektor industri, diantaranya perusahaan manufaktur dan berbagai jenis perusahaan jasa. Pada dasarnya efisiensi selalu menjadi target yang ingin dicapai oleh semua perusahaan. Tujuan dari lean thinking adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat memenuhi permintaan konsumen dan melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous improvement).

Identifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added) dan yang memiliki nilai tambah (value added) merupakan salah satu proses penting dalam pendekatan lean. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah seharusnya dikurangi atau dihilangkan, tetapi di perusahaan atau organisasi sering ditemukan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah tetapi tidak bisa dihilangkan yang disebut necessary but not value added.

Penelitian ini dilakukan di perusahaan berbasis agribisnis, yang bergerak di bidang pengadaan produk sayuran organik dan penanganan pasca panen. Penelitian ini menggunakan pendekatan lean manufacture pada proses penanganan pasca panen dalam hal mengalirkan produk dari petani mitra hingga ritel. Meskipun petani melakukan proses manufacturing, konsep lean manufacture tidak dapat diterapkan karena produksi produk pertanian di Indonesia masih sangat dipengaruhi faktor-faktor biologis, kondisi alam, dan cuaca yang tidak dapat diprediksi.

Pemborosan (Waste)

Pemborosan (waste) adalah segala bentuk aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas hanya menggunakan sumber daya, tetapi tidak memberikan nilai tambah kepada konsumen atau pelanggan (Gaspersz 2007). Sementara menurut Liker (2004), pemborosan merupakan segala hal yang memerlukan waktu dalam pengerjaannya, tetapi tidak menambah nilai bagi pelanggan. Dalam industri manufaktur bidang otomotif Toyota Production System, terdapat delapan hal yang dikategorikan ke dalam pemborosan, terdiri dari:

(30)

18

Memproduksi barang yang belum dipesan akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja, kelebihan tempat penyimpanan, dan meningkatnya biaya transport.

2. Waktu menunggu (waiting)

Pemborosan yang dapat terjadi adalah tenaga kerja diam karena kehabisan material, keterlambatan proses, dan mesin rusak.

3. Transportasi (transportation)

Membawa barang dalam jarak jauh selama satu proses berlangsung. 4. Proses yang tidak tepat atau berlebihan (inappropriate processing)

Memproduksi produk berkualitas lebih tinggi dari yang diperlukan. 5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory)

Kelebihan material, barang kadaluwarsa, rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta terjadi keterlambatan.

6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary movement) Setiap gerakan tenaga kerja yang tidak perlu dilakukan. 7. Kecacatan (defect)

Adanya produk cacat atau adanya kesalahan yang memerlukan perbaikan menimbulkan pemborosan berupa tambahan waktu penanganan.

8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan

Pemborosan yang terjadi adalah kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan tenaga kerja.

Pemborosan dalam suatu kegiatan perlu dikurangi dan dihilangkan untuk meningkatkan efisiensi selama proses produksi berlangsung. Hal tersebut dikenal dengan istilah perubahan terus-menerus (continuous improvement) dalam teori lean thinking.

(31)

19

Kerangka Pemikiran Operasional

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempengaruhi pemahaman masyarakat mengenai pola hidup sehat. Salah satu pola hidup sehat adalah mulai beralihnya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi sayuran anorganik menjadi organik. Untuk memenuhi permintaan konsumen, perusahaan menerapkan konsep manajemen rantai pasok dengan bekerja sama dengan petani mitra dan ritel. Tujuannya agar pasokan brokoli tetap tersedia secara kontinu dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan keinginan konsumen.

(32)

20

Gambar 8 Kerangka Pemikiran Operasional Root Cause Analysis:

1. Five Whys Analysis

2. Failure Mode and Effect Analysis

Implikasi Manajerial

Lean Thinking

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kesadaran hidup sehat

Peningkatan konsumsi sayuran

Persaingan antar rantai pasok sayuran

Rantai pasok brokoli

Analisis Deskriptif SCM: 1. Sasaran rantai 2. Struktur rantai 3. Sumber daya rantai 4. Manajemen rantai 5. Proses bisnis rantai

Analisis Kinerja Rantai Pasok:

Efisiensi Pemasaran 1. Margin pemasaran

(33)

21

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di perusahaan Simply Fresh Organic di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan kondisi wilayah penelitian yang merupakan salah satu sentra sayuran di Jawa Barat dan keadaan alamnya cocok untuk budidaya brokoli, adanya kerjasama mitra dengan beberapa petani mitra brokoli dan dengan ritel di wilayah Jakarta sekitarnya, dan terdapat permasalahan gap yang signifikan antara jumlah permintaan pasar dengan jumlah sayuran yang dipasok perusahaan ke ritel. Penelitian mengenai pemborosan pada kegiatan pasca panen brokoli dilaksanakan mulai dari Maret hingga April 2013.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari observasi atau pengamatan langsung di lokasi penelitian dan wawancara mendalam (indept interview) dengan pelaku rantai pasok. Responden pada penelitian ini adalah petani mitra yang memproduksi brokoli dan Simply Fresh Organic. Data primer yang dikumpulkan adalah kondisi rantai pasok, harga brokoli di setiap rantai pasok, biaya produksi dan penanganan pasca panen di tingkat petani dan Simply Fresh Organic. Selain itu data primer juga diperoleh dari data historis Simply Fresh Organic mengenai jumlah permintaan dari ritel, jumlah pasokan brokoli dari petani mitra ke perusahaan, dan jumlah penjualan brokoli dari perusahaan ke ritel selama satu tahun dari bulan April 2012 hingga Maret 2013.

Data sekunder diperoleh melalui literatur, data-data relevan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah atau instansi terkait, artikel, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan perbandingan.

Metode Penentuan Responden

(34)

22

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini membutuhkan pendekatan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mengolah data primer dan sekunder. Pengolahan data kualitatif dilakukan secara deskriptif sesuai dengan kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN), sementara metode kuantitatif dilakukan dengan menghitung margin pemasaran brokoli. Untuk menganalisis pemborosan, dibutuhkan data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif terdiri dari jumlah pasokan antar rantai pasok dan jumlah produk yang rusak atau cacat, sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya pemborosan. Data kualitatif mengenai pemborosan akan dijabarkan secara deskriptif dengan cara mengidentifikasi dan mengelompokan aktivitas pada kegiatan penanganan pasca panen, kemudian mengidentifikasi penyebab terjadinya pemborosan dengan metode Root Cause Analysis menggunakan tools Five Whys Analysis. Tahap selanjutnya adalah menentukan solusi alternatif untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan tersebut.

Analisis Rantai Pasok Brokoli

Model rantai pasok yang terjadi di Simply Fresh Organic dibahas secara deskriptif dengan menggunakan metode pengembangan mengikuti kerangka proses Food Supply Chain Networking (FSCN) dari Lambert dan Cooper (2000) yang dimodifikasi oleh Vorst (2006). Untuk melihat efisiensi kinerja digunakan metode margin tataniaga dan famer’s share.

Kerangka FSCN terdiri dari struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya rantai pasok, dan proses bisnis rantai pasok.

1. Struktur Rantai Pasok

Struktur rantai pasok mendeskripsikan anggota atau pelaku utama dari jaringan rantai pasok serta menjabarkan peranannya masing-masing. Selain itu, struktur rantai pasok juga menggambarkan elemen-elemen dalam rantai pasok yang mampu mendorong terjadinya proses bisnis. Tujuan menganalisis struktur rantai pasok adalah untuk memilah anggota yang berperan sangat penting bagi keberhasilan rantai pasok yang sejalan dengan tujuan rantai pasok. Oleh karena itu, perhatian dan sumberdaya manajerial perlu dialokasikan.

2. Proses Bisnis Rantai Pasok

Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi dalam rantai pasok untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasok telah mapan dan terintegrasi satu sama lain. Proses bisnis ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antara anggota rantai pasokan, pola distribusi (produk, modal, dan informasi), anggota rantai pendukung, perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merek, aspek risiko, dan proses membangun kepercayaan (trust building).

3. Manajemen Rantai Pasok

(35)

23 meningkatkan kinerja rantai pasok. Dengan adanya manajemen rantai pasok dapat diketahui pihak mana yang berperan sebagai pengatur dan pelaku utama rantai pasok. Beberapa hal yang perlu dilihat dalam manajemen rantai pasok adalah pemilihan mitra, kesepakatan kontrak dan sistem transaksi, dukungan pemerintah, dan kolaborasi rantai pasok.

4. Sumber Daya Rantai Pasok

Sumber daya rantai pasok merupakan segala hal yang digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya kepada pelanggan ( transformasi sumber daya). Sumber daya rantai pasok terdiri dari sumber daya fisik, sumber daya manusia, teknologi, dan permodalan. Peninjauan sumberdaya milik pelaku rantai pasok dilakukan untuk mengetahui potensi-potensi yang dapatmendukung upaya pengembangan rantai pasok.

Gambar 9Kerangka Analisis Deskriptif Rantai Pasok

Sumber: Van der Vorst (2006)

Sebelum menjelaskan empat karakteristik yang dideskripsikan melalui kerangka FSCN, perlu diketahui sasaran rantai pasok. Sasaran rantai pasok dapat dijelaskan dengan dua sudut pandang, yaitu sasaran pasar dan sasaran pengembangan.

Sasaran pasar menjelaskan bagaimana model rantai pasok berlangsung terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas, seperti siapa pelanggan brokoli, serta apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan dari produk tersebut. Sasaran pasar dalam FSCN dapat diklasifikasikan

Sasaran

(36)

24

ke dalam upaya segmentasi pasar, kualitas yang terintegrasi, optimalisasi rantai, atau kombinasi diantara ketiga hal tersebut.

Sasaran pengembangan menjelaskan target atau objek dalam rantai pasok yang akan dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat. Sasaran pengembangan rantai pasok brokoli orgaik dirancang bersama-sama oleh pelaku rantai, yaitu petani mitra, Simply Fresh Organic, dan ritel. Bentuk sasaran pengembangan dapat berupa penciptaan koordinasi, kolaborasi, atau pengembangan penggunaan teknologi informasi serta prasarana lain yang dapat meningkatkan kinerja rantai pasok brokoli.

Penilaian kinerja rantai pasok perlu dilakukan untuk menjelaskan tingkat efisiensi rantai pasok dalam memenuhi permintaan konsumen serta memuaskan pelaku rantai pasok terkait. Pengukuran kinerja rantai pasok dapat dilihat dari efisiensi pemasaran yang mencerminkan efisiensi rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan secara kuantitatif.

Analisis Efisiensi Pemasaran dalam Rantai Pasok

Efisiensi pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Analisis efisiensi pemasaran dapat diukur untuk mengetahui efisiensi rantai pasok karena dalam rantai pasok terdapat kegiatan pemasaran. Analisis efisiensi pemasaran diukur untuk mengetahui efisiensi biaya di sepanjang rantai pasok, sehingga harga produk di tingkat konsumen menjadi kompetitif. Jika efisiensi pemasaran pada brokoli terpenuhi, maka keuntungan yang diperoleh setiap pelaku rantai pasok akan meningkat.

Menurut Kohls dan Uhls (2002), ada dua pendekatan yang digunakan dalam efisiensi pemasaran, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Pada penelitian ini, analisis efisiensi pemasaran menggunakan pendekatan efisiensi operasional. Efisiensi operasional berkorelasi dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi pemasaran dengan pendekatan efisiensi operasional dapat diukur dengan margin pemasaran.

Margin Pemasaran

Margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui komponen biaya pemasaran yang mempengaruhi perbedaan harga jual produk. Selain itu, margin pemasaran mencerminkan perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran. Hal ini disebabkan besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran juga berbeda, tergantung dari fungsi pemasaran atau tataniaga yang dilakukan. Pada rantai pasok brokoli, perhitungan margin melibatkan beberapa pelaku rantai, yakni petani mitra, Simply Fresh Organic, dan ritel.

(37)

25

Sumber : Kohls dan Uhls 2002, Asmarantaka 2009

Keterangan:

MT : Margin Total

Mi : Margin pemasaran tingkat ke-i Pji : Harga jual pasar di tingkat ke-i Pbi : Harga beli pasar di tingkat ke-i

Ci : Biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i

Πi : Keuntungan pemasaran di tingkat ke-i

Identifikasi Pemborosan (Waste)

Pemborosan merupakan rangkaian proses kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added activity) pada produk akhir atau output. Munculnya pemborosan dapat menyebabkan turunnya pendapatan jika dihubungkan dengan biaya dan turunnya loyalitas pelanggan jika dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Untuk mengidentifikasi pemborosan pada kegiatan pasca panen, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memetakan seluruh aktivitas yang terjadi pada penanganan pasca panen, mengelompokan aktivitas ke dalam tiga kategori berdasarkan pemberian nilai tambah, kemudian dilanjutkan menganalisis pemborosan menggunakan metode root cause analysis. Identifikasi pemborosan dilakukan pada penggerak utama rantai pasok.

Pemetaan (Mapping)

Pemetaan sangat dibutuhkan dalam penelitian dengan pendekatan lean thinking sebelum memulai identifikasi pemborosan dan identifikasi macam-macam aktivitas. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan suatu perusahaan, baik secara garis besar maupun terperinci. Pemetaan terdiri dari informasi-informasi penting seperti waktu yang diperlukan, jumlah pegawai yang terlibat dalam proses, dan sebagainya. Pemetaan yang digunakan pada penelitian ini adalah big picture mapping.

Big Picture Mapping

Menurut Pujawan (2005), big picture mapping adalah pemetaan proses secara luas dengan tingkat kerincian yang rendah untuk membantu memahami kondisi perusahaan. Pemetaan ini meliputi aliran barang atau produk dari petani ke perusahaan dan dari perusahaan ke pelanggan. Selain itu, pemetaan juga menggambarkan aliran informasi dari pelanggan ke perusahaan dan sebaliknya, sehingga akan diketahui banyak produk yang harus diproduksi, waktu yang diperlukan untuk memproses produk mulai dari tahap produksi hingga dipasarkan, dan cara mengalirkan informasi. Terdapat icon-icon yang digunakan untuk

MT = ∑ Mi

Mi = Pji - Pbi

(38)

26

menggambarkan big picture mapping pada rantai pasok brokoli, diantaranya: Icon-icon tersebut terdapat pada Lampiran 1.

Root Cause Analysis

Untuk mengidentifikasi akar penyebab terjadinya pemborosan dan solusi alternatif digunakan metode Root Cause Analysis (RCA) dengan alat analisis Five Why’s Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). RCA merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan (problem solving) dengan mencari akar penyebab terjadinya suatu pemborosan.

Five Whys Analysis

Five Whys Analysis atau Why Why Analysis merupakan alat analisis (tools) untuk mengetahui penyebab kritis dari ketidaksesuaian proses atau produk yang terjadi agar memudahkan pemecahan masalah dan memberikan solusi alternatif. Sementara menurut Liker (2004), Five Whys Analysis adalah metode yang digunakan oleh Toyota untuk mengetahui penyebab munculnya pemborosan yang menghambat kinerja tenaga kerja di pabrik otomotif. Alat analisis ini

menggunakan teknik iterasi dengan bertanya “mengapa” dan diulang beberapa

kali sampai menemukan akar masalah. Terdapat empat langkah untuk menggunakan RCA dengan alat analisis Five Whys1, yaitu:

1. Mengidentifikasi dan memperjelas definisi kejadian yang tidak diharapkan (undesired outcome)

2. Mengumpulkan data

3. Menempatkan kejadian dan kondisi pada event causal factor table 4. Kemudian lanjutkan pertanyaan “mengapa (why)” untuk

mengidentifikasikan penyebab paling kritis

Tabel 2.Tabel Analisis Pemborosan dengan Five Whys Analysis

Waste Sub Waste Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode Effect Analysis merupakan suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya penyebab kegagalan dengan menghitung biaya yang dihabiskan akibat terjadinya pemborosan dalam suatu proses pada perusahaan atau organisasi.

Menurut Latino dan Latino (2002), terdapat dua jenis FMEA, yakni traditional FMEA dan modification FMEA. Traditional FMEA merupakan alat analisis untuk kemungkinan pemborosan dapat terjadi pada industri penerbangan (aerospace industry) dan meramalkan dampak dari pemborosan yang akan terjadi. Dampak dari kerusakan berupa biaya kerugian per komponen mesin di seluruh badan pesawat dan memeriksa kinerja setiap mesin apakah sesuai dengan

1

(39)

27 kapasitas maksimalnya. Jika ada mesin yang tidak bekerja maksimal, hal itu menunjukkan terdapat gap yang mengindikasikan munculnya pemborosan, sehingga perlu dilakukan perbaikan.

Modification FMEA merupakan perubahan dari metode tradisional agar dapat digunakan untuk menganalisis perusahaan atau organisasi lain selain aerospace industry. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis baik perusahaan manufaktur maupun jasa. Modification FMEA hanya melihat dari kejadian yang sudah benar-benar terjadi (histyorical events), sehingga dapat diketahui frekuensi terjadinya pemborosan dalam periode waktu tertentu.

Penelitian ini akan menggunakan modification FMEA karena perusahaan Simply Fresh merupakan perusahaan berbasis pertanian dan peneliti akan menggunakan data yang telah disesuaikan dengan perolehan data RCA.

Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi FMEA mengacu pada Latino dan Latino (2002) adalah

1. Menentukan sistem atau proses yang akan diidentifikasi

Proses yang diidentifikasi berupa proses yang tidak memberikan nilai tambah (non value added activity) yang telah diketahui akar penyebabnya dengan analisis RCA.

2. Mengumpulkan data

Data yang digunakan dalam FMEA terdiri dari upah tenaga kerja (labour), bahan baku (material), dan total kerugian. Dalam penelitian ini, upah tenaga kerja tidak dihitung karena upah diberikan harian dan tidak ada pengurangan upah jika terjadi kesalahan kerja. Selain itu, upah

tenaga kerja yang “terbuang” akibat pemborosan nilainya kecil sekali

dan diabaikan.

3. Menghitung kerugian

Kerugian dihitung dengan menambah seluruh biaya, kemudian dikali dengan frekuensi terjadinya pemborosan. (Lampiran 3.)

4. Mencari significant few dengan mengurutkan pemborosan yang terjadi dari yang mengeluarkan biaya paling tinggi ke biaya paling rendah Langkah kerja ini dilakukan untuk mendapatkan pemborosan yang paling kritis, yaitu pemborosan yang meberikan kerugian paling besar terhadap perusahaan. Pemborosan paling kritis dipengaruhi oleh frekuensi kejadian dan banyaknya produk yang rusak. (Lampiran 4.) 5. Validasi hasil dengan menggambarkan histogram dengan prinsip pareto

(80/20 rule)

Setelah pemborosan diurutkan dan diberi ranking, selanjutnya seluruh biaya dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut dikali 80%. Jumlahkan masing-masing biaya dari yang terbesar hingga hasilnya mendekati total biaya yang telah dikali 80%. Biaya-biaya yang telah ditotal tadi menjadi biaya pemborosan paling kritis yang menyebabkan munculnya 80% kerugian penjualan komoditi brokoli. Langkah selanjutnya adalah membuat histogram.

6. Membuat laporan dari hasil FMEA tersebut

Merupakan penjelasan detail mengenai perhitungan dan hasil perhitungan FMEA

(40)

28

(loss profit opportunity). Bahan baku dalam penelitian ini adalah brokoli, plastik roll film, dan label merk yang ditolak ritel karena kerusakan brokoli. Bahan baku dalam satuan Rp per kg, dan label merek dalam satuan Rp per batang kemudian dikonversi ke Rp per kg dengan asumsi 1 kg sama dengan 4 batang. Kesempatan memperoleh keuntungan yang hilang diperoleh dari selisih prediksi keuntungan yang diperoleh jika mampu memenuhi permintaan pasar (π1) dengan realisasi keuntungan yang diperoleh (π2). Selanjutya impact dikalikan dengan frekuensi untuk memperoleh total kerugian yang disebabkan oleh pemborosan yang terjadi. Frekuensi yang terjadi antara 1-18 kali. Perhitungan ini berdasarkan periode waktu penelitian, yakni selama tiga minggu dengan enam hari kerja per minggunya, sehingga frekuensi kejadian paling banyak adalah 18 kali, dan paling sedikit sebanyak 1 kali.

Pengambilan data untuk FMEA dilakukan hanya tiga minggu karena adanya fluktuasi harga jual brokoli oleh petani. Untuk menerapkan FMEA, sesuai dengan literatur (Latino 2002) harga bahan baku harus sama.

Penjelasan di atas dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:

Sumber: Latino 2002 dan Akbar 2011

Konsep 80/20 mengasumsikan bahwa pada umumnya 80% permasalahan yang ada disebabkan oleh 20% penyebab. Konsep ini merupakan dasar untuk membuat diagram pareto. Diagram pareto merupakan salah satu alat pengontrol kualitas dengan mengurutkan permasalahan dari yang paling besar hingga paling kecil.

Tujuan dari perhitungan FMEA adalah untuk menentukan ranking dari penyebab kritis permasalahan yang terjadi di perusahaan, sehingga perusahaan dapat mengetahui permasalahan yang harus segera diselesaikan untuk mengefisiensikan kinerja perusahaan dalam mengalirkan brokoli.

Bahan baku (Rp) = Harga bahan baku yang rusak per kg (Rp/kg) x Jumlah bahan baku yang rusak (kg)

Loss profit opportunity (Rp) = π1- π2

Gambar

Gambar 1 Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Komoditi Sayuran (2007-
Gambar 4 Perbedaan Volume Penjualan Brokoli di Setiap Lembaga Pemasaran
Gambar 5 Skema Rantai Pasok dari Sudut Pandang Pengolah ( Processor) dalam
Gambar 7 Lima Prinsip Dasar  Lean Thinking
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan sudut pandang, alur cerita, serta variasi pergerakan karakter yang merupakan bagian dari narasi cerita membuat peneliti memillih menggunakan metode analisis naratif

dan kartu kendali surat keluar (KKSK) rangkap tiga (putih, merah dan kuning). Prosedur pengelolaan surat masuk dan surat keluar pada Kantor Kecamatan Gunungpati mengacu

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah

3) menyampaikan naskah dinas rahasia masih dalam keadaan tertutup berikut 2 (dua) lembar disposisi kepada Kepala UPT;.. 4) menerima kembali naskah dinas rahasia beserta

untuk mendapatkan kebahagiaan dalam rumah tangga oleh masyarakat Desa Bumirejo dan di beberapa daerah lainnya adalah dengan menikah pada hari yang dianggap sakral,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara manejemen humas dengan partisipasi stakeholder di Yayasan Nahdlatul ulama Ds.Grabagan Kec.Tulangan

1 Mengelolah media tanam 3 Orang Memenuhi keperluan menanam Dapat mengetahui proses atau langkah pertama dalam menanam Dari yang belum mengetahui perbandingan

A lawmaker plans to ask the Supreme Audit Agency to examine the Education and Culture Ministry‟s national exam budget of Rp 600 billion (U$61 million) following the