• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008"

Copied!
320
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI,

KETIMPANGAN PENDAPATAN, DAN PENGENTASAN

KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU

2002-2008

AJID HAJIJI

NRP. H151080354

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2010

Ajid Hajiji

(3)

ABSTRACT

AJID HAJIJI. Linkages between Economic Growth, Income Inequality, and

Poverty Reduction in Riau Province 2002-2008. Under direction of D.S. PRIYARSONO and DEDI WALUJADI.

Riau Province is one of the richest province in Indonesia. In 2008, its gross domestic regional product (GDRP) was Rp 276.4 trillion and its percapita income was Rp 53.26 million. But it still has a lot of poor people, it was recorded 10.63 percent on poverty head count index. There are a lot of studies on linkages between economic growth, income inequality, and poverty reduction during the last three decades. Most of those studies concluded that there is a positive relationship between economic growth and poverty reduction, however the relation between economic growth and income inequality still not clear. This study aims to identify the linkages on economic growth, income inequality, and poverty reduction in Riau Province. The methods used are descriptive analysis, panel data analysis, pro poor growth index, shapely decomposition, and variance decomposition. The data employed in this study is GDRP on regency level, household survey data and local government budget during 2002-2008. The results showed that economic growth has a positive effect on poverty reduction but it increased income inequality. It is also found that income inequality would reduce the effectiveness effect of economic growth on poverty reduction. According to pro poorness degree, economic development in Riau Province was already on the right track, its economic growth considered to be pro poor during 2002-2008 period. There were four economic sectors which significantly reduce poverty, namely: construction sector; trade, hotel and restaurant sector; transportation and communication sector; and finance, rent and services sector. One of the surprising result is agricultural growth did not reduce poverty, its was quite daring common thought. It seems that agricultural growth was driven by plantation and forestry sub sector, which constitute the bigger part of agricultural sector. Big plantation and forestry company enjoyed the growth on those sub sector, so that it did not affect the well being of those who work in agricultural sector. The variation on poverty reduction mostly explained by growth component.

(4)

RINGKASAN

AJID HAIJJI. Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO dan DEDI WALUJADI.

Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan disertai dengan perubahan pada distribusi output dan struktur ekonomi (Nafziger, 2006). Idealnya, pembangunan ekonomi akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus meningkatkan kesejahteraan kepada segenap masyarakat. Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan kemiskinan adalah isu-isu yang selalu menarik untuk dipelajari.

Provinsi Riau adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia karena memiliki sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui berupa minyak bumi. Nilai produk domestik regional bruto (PDRB) pada tahun 2008 sebesar Rp 276,40 trilyun dengan pendapatan per kapita sebesar Rp 53,26 juta. Provinsi Riau mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cukup pesat, yakni rata-rata 8,35 persen per tahun selama periode 2002-2008. Namun jika memasukkan unsur minyak dan gas (migas), pertumbuhannya hanya sebesar 3,95 persen per tahun untuk periode yang sama. Berdasarkan indeks Gini tahun 2002-2008, secara umum di Provinsi Riau terjadi kenaikan dari sekitar 0,273 menjadi 0,306. Kenaikan ini menunjukkan terjadinya kenaikan ketimpangan antar individu. Kenaikan ketimpangan juga terjadi pada sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Riau, ini berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada periode 2002-2008 juga membawa dampak berupa kenaikan ketimpangan pendapatan antar individu. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada periode tersebut, persentase penduduk miskin di Provinsi Riau menurun, dari sekitar 15,39 persen pada tahun 2002 menjadi 10,63 persen pada tahun 2008.

Tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan, menganalisis sektor-sektor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pengentasan kemiskinan, menganalisis penyebab terjadinya perbedaan kemiskinan antar kabupaten/ kota di Provinsi Riau.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data PDRB Provinsi Riau, PDRB kabupaten/kota se Provinsi Riau, data Kor Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), data anggararan pendapatan dan belanja daerah (APBD) kabupaten/kota se Provinsi Riau. Data yang digunakan meliputi periode tahun 2002 sampai 2008.

(5)

ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan, indeks pro poor growth, dekomposisi kemiskinan, dan dekomposisi variance untuk mengetahui komponen yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Riau.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa selama periode 2002-2008, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau meningkatkan ketimpangan pendapatan. Indeks Gini Provinsi Riau pada tahun 2002 sebesar 0,273 meningkat menjadi 0,306 pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi berhasil mengentaskan kemiskinan di Riau, tapi peningkatan ketimpangan pendapatan menjadi penghambat atau mengurangi pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam pengentasan kemiskinan. Sektor-sektor yang berpengaruh dominan dalam pengentasan kemiskinan adalah sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor pertanian; sektor sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih justru meningkatkan kemiskinan.

Berdasarkan analisis dekomposisi variance, pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penentu dalam pengentasan kemiskinan di Riau. Perubahan kemiskinan di Riau yang dijelaskan oleh komponen pertumbuhan adalah sebesar 95,64 persen, sedangkan sisanya 4,36 persen dijelaskan oleh komponen distribusi pendapatan.

Penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya trade-off antara kenaikan ketimpangan dan pengentasan kemiskinan, sehingga perlu dipertimbangkan strategi yang lebih baik agar pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan ketimpangan. Strategi pembangunan yang dilakukan sebaiknya dengan memperbaiki distribusi pada sektor pertanian, peningkatan akses pasar dan keahlian petani, sehingga pertumbuhan sektor pertanian bisa mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penentu dalam pengentasan kemiskinan, maka pertumbuhan ekonomi perlu terus dipacu tanpa mengesampingkan upaya-upaya perbaikan distribusi pendapatan.

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji pengaruh ketimpangan pendapatan dan kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi karena ketimpangan dan kemiskinan yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI,

KETIMPANGAN PENDAPATAN, DAN PENGENTASAN

KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU 2002-2008

AJID HAJIJI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002 – 2008

Nama : Ajid Hajiji

NRP : H151080354

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. Ketua

Dr. H.R. Dedi Walujadi, SE, MA. Anggota

Diketahui : Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, MSi.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis dengan judul “Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. H.R. Dedi Walujadi, SE.MA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB, Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, MSi selaku ketua program studi dan Dr. Lukytawati Anggraeni selaku sekretaris program studi.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala BPS Provinsi Riau dan Kepala BPS Kabupaten Rokan Hilir yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi dan rekan-rekan kuliah yang telah memberikan sumbangan saran dan pemikiran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Iyad Halibi dan Ibu Jikah yang selalu memberikan do’a dan restu serta kepada istri tercinta Leni Wahyuni dan anak-anakku Rani Indah Hajiji, Aji Satria Hajiji dan Rizki Maulana Hajiji yang telah memberikan dukungan moril dan materiil.

Akhirnya, harapan besar penulis adalah tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian, serta secara khusus bagi pembangunan daerah Riau.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 7 November 1979 dari pasangan Bapak Iyad Halibi dan Ibu Jikah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Negeri Sarandakan pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1991, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Pontang pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1994, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Serang pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, Akademi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar belakang ………... 1

1.1.1. Pertumbuhan ekonomi ………. 4

1.1.2. Ketimpangan pendapatan ………. 6

1.1.3. Kemiskinan ……….. 6

1.2. Perumusan masalah ……….. 7

1.3. Tujuan penelitian .. ……….. 7

1.4. Manfaat penelitian ……… 8

1.5. Ruang lingkup penelitian ……..………... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

2.1. Konsep dan definisi ... 9

2.1.1. Pengertian pertumbuhan ekonomi ... 9

2.1.2. Pengertian ketimpangan pendapatan ………….. 11

2.1.3. Pengertian kemiskinan ………. 14

2.1.3.1. Penyebab kemiskinan ……… 16

2.1.3.2. Strategi pengentasan kemiskinan …….. 17

2.1.3.3. Penghitungan kemiskinan ………. 19

2.1.4. Pengertian pembangunan ………. 22

2.2. Tinjauan teoritis ………... 23

2.2.1. Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan ... 23

2.2.2. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan ... 25

2.2.3. Ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan ... 27

2.2.4. Pro poor gwrowth index ……….. 31

2.3. Tinjauan empiris ………... 32

2.4. Analisis regresi data panel ………... 35

(13)

2.4.2. Random effect model (REM) ……… 38

2.4.3. Pemilihan model dalam pengujian data panel …. 39 2.4.4. Uji asumsi ……… 40

2.4.4.1. Uji homoskedastisitas ………... 41

2.4.4.2. Uji autokorelasi ………. 41

2.4.5. Evaluasi model ………. 42

2.4.5.1. Uji F ……….. 42

2.4.5.2. Uji t ………... 42

2.4.5.3. Koefesien determinasi (R2) ………….. 43

2.4.5.4. Uji normalitas ……… 43

2.5. Kerangka pemikiran ………. 43

2.6. Hipotesis penelitian ……….. 45

III METODE PENELITIAN ..……….. 47

3.1. Metode analisis ……… 47

3.1.1. Analisis deskriptif ……… 47

3.1.2. Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan ... 47 3.1.2.1. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan ... 47

3.1.2.2. Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan ………... 48

3.1.2.3. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan ... 48

3.1.2.4. Pro poor growth index ... 49

3.1.3. Analisis pengentasan kemiskinan ……… 52

3.1.4. Analisis dekomposisi kemiskinan …... 53

3.2. Sumber data ………. 56

IV DINAMIKA PEMBANGUNAN EKONOMI RIAU ………….. 59

4.1. Provinsi Riau ……… 59

4.1.1. Penduduk ……….. 61

4.1.2. Pendidikan ……… 63

4.1.3. Kesehatan ………. 66

4.2. Pertumbuhan ekonomi ………. 68

4.2.1. Pertumbuhan ekonomi tanpa migas ………. 69

(14)

4.3. Ketimpangan pendapatan ………. 74

4.4. Pengentasan kemiskinan ……….. 77

V KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, KETIMPANGAN PENDAPATAN, DAN PENGENTASAN KEMISKINAN ……… 81

5.1. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan ………... 81

5.2. Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan ………... 86

5.3. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan ………... 87

5.4. Pro poor growth index ... 91

VI ANALISIS PENGENTASAN KEMISKINAN ………... 93

6.1. Analisis Pengentasan Kemiskinan ………... 93

6.2. Penyebab perbedaan kemiskinan ………... 98

VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 101

7.1. Kesimpulan ……….. 101

7.2. Implikasi kebijakan ……….. 101

7.2. Saran untuk penelitian selanjutnya ……….. 102

DAFTAR PUSTAKA ………... 103

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jumlah penduduk dan luas wilayah Provinsi Riau tahun 2008 ... 2

Tabel 2 PDRB Provinsi Riau atas dasar harga berlaku tahun 2008 (migas) ………... 3

Tabel 3 Pertumbuhan ekonomi Riau Tahun 2002-2008 (persen) ... 5

Tabel 4 Perkembangan indeks Gini Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 6

Tabel 5 Kerangka identifikasi autokorelasi ... 42

Tabel 6 Nama ibukota dan luas wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau ... 60

Tabel 7 Jumlah penduduk di Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 61

Tabel 8 Persentase penduduk buta huruf menurut kelompok umur tahun 2003-2008 ... 64

Tabel 9 Anggaran untuk pendidikan di Provinsi Riau tahun 2008 ... 66

Tabel 10 Angka harapan hidup dan angka kematian bayi beberapa provinsi di Indonesia ... 67

Tabel 11 Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan puskesmas pembantu di Riau menurut kabupaten/kota tahun 2004-2008 ... 68

Tabel 12 Kontribusi dan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian (migas) beberapa kabupaten/ kota tahun 2002-2008 ... 72

Tabel 13 Alokasi APBD Provinsi Riau dan kabupaten/kota se Provinsi Riau menurut fungsi tahun 2008 (Rp juta) ... 80

Tabel 14 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan ... 82

Tabel 15 Kontribusi sektoral PDRB Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 85

Tabel 16 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan terhadap kemiskinan ... 87

Tabel 17 Dekomposisi pengaruh pertumbuhan ekonomi netto terhadap kemiskinan ... 88

Tabel 18 Pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral dan pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan ... 94

Tabel 19 Pesentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha utama tahun 2005-2008 ... 95

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur PDRB Provinsi Riau tahun 2002-2008 ………. 4

Gambar 2 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2002-2008… 4 Gambar 3 Persentase penduduk miskin di Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 7

Gambar 4 Kurva Lorenz ... 13

Gambar 5 Kurva U terbalik Kuznets ... 24

Gambar 6 Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan ... 26

Gambar 7 Kurva distribusi pendapatan ………. 28

Gambar 8 Perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan ... 29

Gambar 9 Perubahan kemiskinan karena efek distribusi ... 29

Gambar 10 Perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan dan efek distribusi ... 30

Gambar 11 Hubungan antara kemiskinan, tingkat pendapatan agregat dan distribusi pendapatan ... 31

Gambar 12 Pengujian pemilihan model dalam pengolahan data panel ... 40

Gambar 13 Kerangka pemikiran penelitian ... 44

Gambar 14 Peta Provinsi Riau menurut kabupaten/kota tahun 2008... 59

Gambar 15 Piramida penduduk Provinsi Riau tahun 2008 ... 63

Gambar 16 Angka partisipasi murni Provinsi Riau dan Indonesia 2003-2008 ... 65

Gambar 17 Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 69

Gambar 18 Kontribusi dan pertumbuhan sektoral PDRB Provinsi Riau tahun 2002-2008 ... 70 Gambar 19 Kontribusi dan pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota tahun 2002-2008 ... 71

Gambar 20 Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian tahun 2002-2008 ... 73

Gambar 21 Kurva Lorenz Provinsi Riau Tahun 2002 dan 2008 ... 75

(17)

di Provin Riau tahun 2008 ... 76 Gambar 24 Persentase kemiskinan menurut kabupaten/kota

di Provinsi Riau tahun 2008 ... 78 Gambar 25 Persentase kemiskinan menurut kabupaten/kota

di Provinsi Riau 2002-2008 ... 79 Gambar 26 Distribusi pengeluaran perkapita per bulan di Riau tahun

2002-2008 ... 83 Gambar 27 Perubahan kemiskinan karena efek pertumbuhan dan

efek distribusi, kondisi ideal dan kondisi di Riau tahun 2002-2008 ...

89 Gambar 28 Dekomposisi perubahan kemiskinan menjadi komponen

pertumbuhan dan komponen distribusi pendapatan di Provinsi Riau tahun 2002-2008 ...

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Produk domestik regional bruto Provinsi Riau tahun

2002-2008 atas dasar harga konstan 2000 (Rp juta) ... 107 Lampiran 2 Produk domestik regional bruto Provinsi Riau menurut

kabupaten/Kota tahun 2002-2008 atas dasar harga

konstan 2000 ………. 110

Lampiran 3 Perkembangan indeks Gini Provinsi Riau tahun

2002-2008 ... 111 Lampiran 4 Jumlah penduduk miskin Provinsi Riau tahun

2002-2008 ... 112 Lampiran 5 Persentase penduduk miskin Provinsi Riau tahun 2002-

2008 ... 112 Lampiran 6 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan ... 113 Lampiran 7 Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan disertai dengan perubahan pada distribusi output dan struktur ekonomi (Nafziger, 2006). Idealnya, pembangunan ekonomi akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus meningkatkan kesejahteraan kepada segenap masyarakat. Namun pada kenyataannya, manfaat pertumbuhan ekonomi tidak otomatis dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Terjadi ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan, kemiskinan dan pengangguran.

Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan kemiskinan adalah isu-isu yang selalu menarik untuk dipelajari. Para ahli mencurahkan perhatian yang cukup besar terhadap hal ini (Lin, 2003; Bourguignon, 2004; Ravalion, 2005; dan Warr, 2000, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memperbesar kapasitas ekonomi (Produk Domestik Bruto - PDB). Diharapkan dengan PDB yang tinggi maka akan tercipta trickle down effect sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Di Indonesia, pada awal masa pemerintahan Orde Baru para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan sangat percaya akan adanya trickle down effect (Tambunan, 2003). Pembangunan hanya dipusatkan di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya dan hanya pada sektor-sektor tertentu saja. Mereka percaya bahwa nantinya hasil dari pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah lainnya di Indonesia.

(20)

2

Tabel 1 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Provinsi Riau Tahun 2008

Kabupaten / Kota

Jumlah Penduduk *

(jiwa)

Luas Wilayah *

(km2)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1. Kabupaten Kuantan Singingi 274.757

(5,29)

5.295,27 (6,51)

52 2. Kabupaten Indragiri Hulu 322.759

(6,22)

8.198,26 (10,08)

39 3. Kabupaten Indragiri Hilir 670.814

(12,93)

11.605,97 (14,27)

58 4. Kabupaten Pelalawan 280.197

(5,40)

8.629,57 (10,61)

32

5. Kabupaten Siak 322.417

(6,21)

8.556,09 (10,52)

38

6. Kabupaten Kampar 598.764

(11,54)

11.707,64 (14,39)

51 7. Kabupaten Rokan Hulu 398.089

(7,67)

4.643,17 (5,71)

86 8. Kabupaten Bengkalis 747.797

(14,41)

11.481,77 (14,11)

65 9. Kabupaten Rokan Hilir 551.402

(10,63)

8.881,59 (10,92)

62

10. Kota Pekanbaru 785.380

(15,14)

632,26 (0,78)

1.242

11. Kota Dumai 236.778

(4,56)

1.727,38 (2,12)

137

Provinsi Riau 5.189.154

(100)

81.358,97 (100)

63

Sumber: BPS Provinsi Riau (2009)

* : Angka dalam kurung menyatakan persentase terhadap total

(21)

3

Sektor pertambangan dan penggalian menyumbang Rp 123,78 trilyun (44,78 persen) dari total PDRB Provinsi Riau, sedangkan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan masing-masing menyumbang Rp 53,14 trilyun (19,22 persen) dan Rp 50,18 trilyun (18,15 persen). Kontribusi sektor-sektor lainnya dibawah 10 persen (Tabel 2).

Tabel 2 PDRB Provinsi Riau atas dasar Harga Berlaku Tahun 2008 (Migas)

LAPANGAN USAHA PDRB Migas

(Rp juta)

Kontribusi (%)

1. Pertanian 53.137.564 19,22

2. Pertambangan dan penggalian 123.781.864 44,78

3. Industri pengolahan 50.179.231 18,15

4. Listrik, gas dan air bersih 461.086 0,17

5. Bangunan 11.308.251 4,09

6. Perdagangan, hotel dan restoran 19.317.093 6,99 7. Pengangkutan dan komunikasi 4.867.262 1,76 8. Keuangan, sewa dan jasa perusahaan 5.068.119 1,83

9. Jasa-jasa 8.279.660 3,00

Total PDRB 276.400.130 100

PDRB Perkapita 53,26

Sumber: BPS Provinsi Riau (2009)

(22)

4

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002-2008 (diolah)

Gambar 1 Struktur PDRB Provinsi Riau Tahun 2002-2008

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Riau mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cukup pesat, yakni rata-rata 8,35 persen per tahun selama periode 2002 – 2008. Namun jika memasukkan unsur minyak dan gas (migas), pertumbuhannya hanya sebesar 3,95 persen per tahun untuk periode yang sama (Gambar 2).

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002-2008 (diolah)

(23)

5

Sedangkan jika kita cermati lebih lanjut pada tingkat kabupaten/kota, terlihat bahwa Kota Pekanbaru memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, yaitu 10,21 persen per tahun, sedangkan Kabupaten Siak rata-rata pertumbuhan ekonominya paling rendah, yakni hanya 1,85 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang rendah ini juga terjadi pada kabupaten penghasil minyak bumi lainnya, yaitu Kabupaten Bengkalis (2,26 persen per tahun) dan Kabupaten Rokan Hilir (2,77 persen per tahun).

Tabel 3 Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2002-2008 (Persen) Kabupaten/

Kota 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Rata-rata 1. Kuantan Singingi 6,41 (6,41) 7,19 (7,19) 9,63 (9,63) 8,81 (8,81) 8,83 (8,83) 8,91 (8,91) 8,26 (8,26) 8,29 (8,29) 2. Indragiri Hulu 6,40 (7,10) 6,61 (7,29) 6,54 (7,31) 7,11 (7,54) 7,10 (7,41) 6,90 (7,36) 7,31 (7,53) 6,85 (7,36) 3. Indragiri Hilir 8,08 (8,08) 6,51 (6,51) 7,74 (7,74) 7,03 (7,03) 7,94 (7,94) 7,82 (7,82) 7,95 (7,95) 7,58 (7,58) 4. Pelalawan 6,07

(6,36) 6,02 (6,75) 6,50 (7,16) 6,76 (7,11) 7,53 (7,66) 6,79 (7,20) 6,97 (7,14) 6,66 (7,06) 5. Siak -0,56

(7,53) 0,38 (6,57) -0,09 (7,15) 3,64 (6,88) 3,84 (7,82) 1,24 (7,85) 4,53 (7,61) 1,85 (7,34) 6. Kampar 3,20

(7,03) 2,85 (7,06) 1,38 (7,28) 3,74 (7,33) 4,30 (7,71) 3,49 (7,99) 5,77 (7,97) 3,53 (7,48) 7. Rokan Hulu 6,50 (6,92) 6,74 (7,49) 7,09 (7,71) 6,86 (7,38) 6,86 (7,23) 6,53 (7,11) 6,80 (7,08) 6,77 (7,27) 8. Bengkalis 1,36

(6,68) -0,14 (8,13) 1,18 (8,20) 4,63 (7,40) 3,88 (7,69) 0,61 (7,87) 4,27 (7,60) 2,26 (7,65) 9. Rokan Hilir 3,77 (7,53) 1,67 (7,56) -0,93 (7,19) 4,16 (7,92) 3,72 (8,07) 2,04 (7,95) 4,99 (7,88) 2,77 (7,33) 10. Pekanbaru 11,15

(11,15) 9,82 (9,82) 11,36 (11,36) 10,05 (10,05) 10,15 (10,15) 9,89 (9,89) 9,05 (9,05) 10,21 (10,21) 11. Dumai -4,56

(6,32) 1,98 (8,14) 8,08 (8,67) 1,46 (7,74) 4,49 (9,34) 6,86 (8,87) 5,18 (8,66) 3,35 (8,25) PDRB Migas 2,66 2,45 2,93 5,41 5,15 3,41 5,65 3,95 PDRB Tanpa

Migas (7,80) (8,17) (9,01) (8,54) (8,66) (8,25) (8,06) (8,35) Angka didalam kurung menunjukkan PDRB non migas

(24)

6

1.1.2. Ketimpangan Pendapatan

Data indeks Gini tahun 2002 – 2008 (Tabel 4) menunjukkan bahwa secara umum di Provinsi Riau terjadi kenaikan dari sekitar 0,273 menjadi 0,306. Kenaikan ini menunjukkan terjadinya kenaikan ketimpangan antar individu. Kenaikan ketimpangan juga terjadi pada sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Riau, ini berarti pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada periode 2002 – 2008 juga membawa dampak berupa kenaikan ketimpangan pendapatan antar individu.

Tabel 4 Perkembangan Indeks Gini Provinsi Riau Tahun 2002-2008

Kabupaten/kota 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1. Kuantan Singingi 0,191 0,226 0,261 0,282 0,293 0,298 0,334 2. Indragiri Hulu 0,263 0,256 0,249 0,341 0,241 0,278 0,261 3. Indragiri Hilir 0,187 0,215 0,243 0,293 0,216 0,238 0,261 4. Pelalawan 0,278 0,285 0,292 0,291 0,277 0,314 0,266 5. Siak 0,263 0,264 0,265 0,309 0,233 0,245 0,237 6. Kampar 0,253 0,234 0,215 0,282 0,220 0,275 0,300 7. Rokan Hulu 0,217 0,228 0,239 0,277 0,264 0,282 0,301 8. Bengkalis 0,252 0,245 0,238 0,307 0,282 0,355 0,258 9. Rokan Hilir 0,211 0,237 0,263 0,287 0,255 0,274 0,260 10. Pekanbaru 0,313 0,270 0,228 0,355 0,322 0,347 0,286 11. Dumai 0,305 0,299 0,292 0,294 0,297 0,317 0,324 Provinsi Riau 0,273 0,276 0,279 0,336 0,306 0,322 0,306 Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002-2008 (diolah)

1.1.3. Kemiskinan

(25)

7

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2002-2008 (diolah)

Gambar 3 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Riau Tahun 2002-2008 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan?

2. Sektor-sektor apa yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pengentasan kemiskinan?

3. Penyebab perbedaan kemiskinan antar kabupaten/kota di Provinsi Riau, apakah karena perbedaan tingkat pendapatan atau perbedaan distribusi pendapatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

(26)

8

2. Menganalisis sektor-sektor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pengentasan kemiskinan

3. Menganalisis penyebab terjadinya perbedaan kemiskinan antar kabupaten/ kota di Provinsi Riau

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembaca mengenai gambaran umum dan keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau. Penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan dengan optimal.

1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga hal. Pertama, memberikan gambaran dan keterkaitan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau. Kedua, memberikan gambaran mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap pengentasan kemiskinan. Ketiga, mendekomposisi kemiskinan menjadi komponen pertumbuhan dan komponen distribusi pendapatan, kemudian menentukan komponen apa yang paling berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan.

(27)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Definisi

2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat pertumbuhan perekonomian adalah kondisi dimana nilai riil produk domestik bruto (PDB) mengalami peningkatan (Dornbusch et al, 2008). Penyebab utama dari pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya sejumlah sumber daya dan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi.

Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ekonomi makro adalah penambahan nilai PDB riil, yang berarti peningkatan pendapatan nasional. Petumbuhan ekonomi ada dua bentuk: ekstensif yaitu dengan penggunaan lebih banyak sumber daya atau intensif yaitu dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang lebih efisien (lebih produktif). Ketika pertumbuhan ekonomi dicapai dengan menggunakan banyak tenaga kerja, hal tersebut tidak menghasilkan pertumbuhan pendapatan per kapita. Karena pertumbuhan ekonomi yang dicapai harus dibagi juga dengan pertambahan penduduk (dalam hal ini tenaga kerja). Namun ketika pertumbuhan ekonomi dicapai melalui penggunaan sumberdaya yang lebih produktif, termasuk tenaga kerja, hal tersebut menghasilkan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dan meningkatkan standar hidup rata-rata masyarakat.

Nafziger (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi suatu negara atau pendapatanper kapita. Produksi tersebut dihitung dengan GNP (Gross National Product – Produk Nasional Bruto) atau GNI (Gross National Income – Pendapatan Nasional Bruto) yang merupakan total output dari negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti juga peningkatan kapasitas perekonomian suatu wilayah dalam suatu waktu tertentu.

(28)

10

PDRB adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha jika dilihat dari pendekatan produksi. Penghitungan PDRB dapat dikelompokkan menjadi 9 sektor, yaitu:

1. pertanian

2. pertambangan dan penggalian 3. industri pengolahan

4. listik, gas dan air bersih 5. bangunan

6. perdagangan, hotel dan restoran 7. pengangkutan dan komunikasi

8. keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. jasa-jasa

Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai:

9

1 i

i

NO

PDRB

...(1)

i = 1,2,3, ..., 9

NOi = nilai output sektor ke – i

Penghitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dirumuskan sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di masing-masing sektor. Pendapatan itu berupa upah/gaji bagi tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi pemilik lahan dan keuntungan bagi pengusaha.

Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai

9

1 i

i

NTB

PDRB

...(2)

i = 1,2,3, ..., 9

NTBi = nilai tambah bruto sektor ke – i

(29)

11

dirumuskan sebagai :

M

X

G

I

C

PDRB

……….(3)

Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dirumuskan sebagai: 1 1  

t t t

PDRB

PDRB

PDRB

PDRB

y

………...(4)

y = PDRB = pertumbuhan ekonomi PDRBt = PDRB tahun ke - t

PDRBt1= PDRB tahun sebelumnya (t-1) PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

penduduk

jumlah

PDRB

y

perkapita

………..(5)

Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

1 1  

t t t perkapita

y

y

y

y

………(6)

2.1.2. Pengertian Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser, 2006).

Alesina dan Rodrik (1994) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan. Hal ini karena ketimpangan menyebabkan kebijakan redistribusi pendapatan yang tentunya akan mahal.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menyebabkan beberapa hal, antara lain:

(30)

12

2. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan melemahkan stabilitas sosal dan solidaritas

3. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim umumnya dianggap tidak adil.

Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain: Indeks Gini, Indeks Theil dan ukuran ketimpangan dari Bank Dunia. Dalam penelitian ini ukuran ketimpangan yang digunakan adalah Indeks Gini.

Indeks Gini adalah salah satu ukuran ketimpangan yang paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan. Indeks Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara nol dan satu. Nilai indeks Gini nol artinya tidak ada ketimpangan (pemerataan sempurna) sedangkan nilai satu artinya ketimpangan sempurna.

Indeks Gini adalah murni ukuran statistik untuk variabilitas dan ukuran normatif untuk mengukur ketimpangan. Wodon dan Yitzhaki (2002) mengungkapkan kelebihan utama Indeks Gini, yaitu:

 Sebagai ukuran statistik untuk variabilitas, Indeks Gini bisa digunakan untuk menghitung pendapatan negatif, ini adalah salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh sebagian ukuran ketimpangan

 Indeks Gini juga bisa digambarkan secara geometris sehingga lebih mudah untuk diamati dan dianalisis

 Indeks Gini memiliki dasar teori yang kuat. Sebagai indeks normatif, Indeks Gini bisa merepresentasikan teori kemiskinan relatif. Indeks Gini juga bisa diturunkan sebagai ukuran ketimpangan berdasarkan aksioma-aksioma keadilan sosial

Ketimpangan pendapatan dalam masyarakat dapat dikelompokkan sebagai ketimpangan rendah, sedang atau tinggi. Pengelompokkan ini sesuai dengan ukuran ketimpangan yang digunakan. Nilai indeks Gini pada negara-negara yang ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatanya relatif merata, nilainya antara 0,20 hingga 0,35 (Todaro dan Smith, 2006).

(31)

13

dan garis diagonal dengan luas separuh segi empat dimana Kurva Lorenz berada. Seperti di ilustrasikan pada Gambar 4, maka:

...(7)

Gambar 4 Kurva Lorenz

Cara lain untuk menghitung Indeks Gini adalah dengan menggunakan formula berikut (Wodon dan Yitzhaki, 2002):

y

F

y

Cov

Gini

2

(

,

)

………(8)

y = pendapatan individu atau rumahtangga

F = rank individu atau rumahtangga dalam distribusi pendapatan (nilainya antara 0 = paling miskin dan 1 = paling kaya) y = pendapatan rata-rata

Indeks Gini relatif mudah untuk diinterpretasikan. Misalkan diketahui Indeks Gini dalam suatu masyarakat adalah 0,4. Artinya, jika rata-rata pendapatan per kapita masyarakat tersebut sebesar Rp 1 juta, maka ekspektasi perbedaan pendapatan per kapita antara dua individu yang diambil secara acak akan sebesar Rp 0,4 juta (0,4 x Rp 1 juta).

Luas bidang A Indeks Gini =

(32)

14

Interpretasi melalui kurva Lorenz juga relatif mudah. Jika kurva Lorenz terletak relatif jauh dari garis 450 , berarti ketimpangan besar. Semakin mendekati garis 450, maka ketimpangan semakin kecil (semakin merata).

2.1.3. Pengertian Kemiskinan

Fenomena kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi saja tetapi juga dengan dimensi-dimensi lain diluar ekonomi. Namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan, yang mana semuanya berada dalam lingkup dimensi ekonomi.

Kemiskinan tidak hanya berkenaan dengan tingkat pendapatan, tetapi juga dari aspek sosial, lingkungan bahkan keberdayaan dan tingkat partisipasinya, sebagaimana digambarkan oleh World bank (2000) dalam Harniati (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut:

“ Poverty is hunger. Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not

being able to go to school and not knowing to know how to read. Poverty is

not having a job, poverty is fear for the future, living one day at a time.

Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom “.

Pada Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for Sosial Development) di Kopenhagen 1995, kemiskinan didefinisikan sebagai berikut:

(33)

15

sosial; dan dicirikan juga oleh rendahnya tingkat partisipasai dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.”

Menurut Sen (1985) kemiskinan adalah kegagalan untuk berfungsinya beberapa kapabilitas dasar atau dengan perkataan lain seseorang dikatakan miskin jika kekurangan kesempatan untuk mencapai/mendapatkan kapabilitas dasar ini. Sen (1995) menyatakan bahwa kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai pendapatan rendah (low income), tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas (capability handicap).

Menurut Chambers (1996) dalam Nanga (2006), kemiskinan terutama di daerah pedesaan (rural poverty) adalah masalah ketidakberdayaan (powerlessness), keterisolasian (isolation), kerentanan (vulnarability) dan kelemahan fisik (physical weakness), dimana satu sama lain saling terkait dan mempengaruhi. Namun demikian, menurut Chambers, kemiskinan merupakan faktor penentu yang memiliki pengaruh paling kuat daripada yang lainnya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis kemiskinan (BPS, 2007).

(34)

16

UNDP pada tahun 1990 an memperkenalkan indeks pembangunan manusia (human development index – HDI) dan indeks kemiskinan manusia (human poverty index – HPI). Dibandingkan dengan kriteria kemiskinan Bank Dunia, maka pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif. Pendekatan UNDP tidak hanya mencakup aspek ekonomi (pendapatan), tetapi juga pendidikan (angka melek huruf) dan kesehatan (angka harapan hidup).

2.1.3.1. Penyebab Kemiskinan

Schiller (2004) dalam Bellinger (2007), menyebutkan tiga hal yang menjadi penyebab kemiskinan, yaitu:

1. kurang motivasi atau keterampilan

2. hambatan sosial terhadap akses pada kesempatan (society’s barrier to opportunity)

3. efek negatif dari kebijakan pemerintah terhadap pendapatan dan partisipasi kerja

Papilaya (2006) menyatakan akar penyebab kemiskinan yang paling menentukan yaitu kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin dan kurang normatifnya perilaku elit. Tono (2009) menyatakan faktor penyebab utama kemiskinan di wilayah desa adalah tidak memiliki fasilitas ekonomi, kesehatan dan tenaga medis. Trisna (2005) menyatakan bahwa wilayah dengan perkembangan prasarana yang lambat menyebabkan tingginya persentase rumahtangga miskin dan tingginya persentase desa miskin (desa terisolir).

Nanga (2006) menjelaskan bahwa dalam tataran konsep, ada dua kelompok pandangan (cluster of views) yang mengidentifikasi sebab dari kemiskinan, terutama di daerah pedesaan. Kedua pandangan itu adalah:

(35)

negara-17

negara kaya di satu sisi dan negara-negara miskin di sisi lainnya. Pada tingkat nasional, kemiskinan pedesaan muncul sebagai akibat dari ulah berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama kelompok kepentingan di daerah urban yang selalu berusaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengorbankan kepentingan daerah pedesaaan melalui pergeseran dalam rural-urban term of trade

dan melalui investasi pada industri-industri dan jasa-jasa di perkotaan. Sedangkan pada tingkat lokal (pedesaan), kemiskinan muncul sebagai akibat dari ulah para elit lokal, yang terdiri dari para tuan tanah (land owners) dan pedagang (merchants), para pelepas uang (money lenders) dan birokrat, yang terus mengkonsolidasikan kekuasaan dan kekayaan mereka.

Kedua, kelompok pandangan ekologi fisik (physical ecology cluster of views). Kelompok ini melihat kemiskinan lebih sebagai gejala atau fenomena fisik. Dengan kata lain kelompok ini melihat kemiskinan pedesaan sebagai akibat dari pertumbuhan dan tekanan penduduk yang tidak terkendali atas sumberdaya dan lingkungan. Dengan adanya tekanan penduduk menyebabkan lahan menjadi semakin langka, pemilikan lahan untuk usaha tani menjadi semakin sempit. Penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja sehingga upah riil semakin turun.

2.1.3.2. Strategi Pengentasan Kemiskinan

Strategi pengentasan kemiskinan harus disusun secara tepat, komprehensif dan melibatkan semua pihak. Kritik yang sering muncul terhadap program pengentasan kemiskinan adalah “programmes for the poor are poor programmes“, sering terjadi bahwa program-program pengentasan kemiskinan tidak mencapai hasil yang diharapkan (Van de Walle, 1995 dalam World Bank, 1995).

(36)

18

Sen (1995) menyatakan bahwa dalam program pengentasan kemiskinan, orang-orang miskin jangan hanya dianggap sebagai objek dari program tersebut, tapi juga harus diperlakukan sebagai subjek/agen. Hal ini karena tindakan-tindakan dan pilihan-pilihan mereka berperan penting dalam keberhasilan program tersebut.

Yunus (2007) menyatakan bahawa tidak semua program pengentasan kemiskinan bisa efektif, sebagian hanya memboroskan uang dan waktu. Berikut ini beberapa syarat agar program tersebut bisa berhasil, yaitu:

 Harus ada definisi operasional yang jelas tentang kemiskinan, harus jelas siapa yang akan menjadi target dari program

 Pemberian prioritas kepada yang lebih membutuhkan, kelompok yang tidak miskin harus bisa dipisahkan dari program, dan kelompok yang paling miskin harus mendapat prioritas yang lebih utama

 Komitmen jangka panjang dari sponsor, karena hasil program pengentasan kemiskinan tidak dicapai dalam waktu singkat

Lebih lanjut Yunus (2007) menyatakan “It is possible to eliminate poverty from our world because it is not natural to human beings – it is artificially

imposed on them.”

Kita menerima gagasan bahwa akan selalu ada orang miskin, gagasan bahwa kemiskinan adalah takdir. Fakta bahwa kita menerima gagasan inilah yang mejadikan kemiskinan akan selalu ada diantara kita.

Bappenas (2005) dalam Papilaya (2006) mengemukakan strategi nasional penanggulangan kemiskinan, yaitu:

1. Perluasan Kesempatan, yaitu untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan

(37)

19

keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar

3. Peningkatan kapasitas, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan

4. Perlindungan sosial, yaitu untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok yang rentan (perempuan kepala rumahtangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda/penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru, baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan oleh: bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi dan konflik sosial

5. Penataan kemitraan global, yaitu untuk mengembangkan dan menata ulang hubungan dan kerjasama internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi tersebut.

Tono (2009) menyatakan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara terpadu antara makro dan mikro. Upaya penanggulangan secara makro di tingkat wilayah dilakukan dengan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, pembangunan dan perbaikan fasilitas, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan partisipasi masyarakat, meningkatkan akses permodalan dan menciptakan lapangan kerja.

2.1.3.3. Penghitungan Kemiskinan

Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar.

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, indikator yang digunakan adalah

(38)

20

(reference population) yang telah ditetapkan. Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas perkiraan awal GK. Perkiraan awal GK ini dihitung berdasarkan GK periode sebelumnya yang diinflate/dideflate dengan inflasi/deflasi. GK dibagi ke dalam dua bagian yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

Batas kecukupan makanan (pangan) dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum energi 2100 kkalori per kapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Sejak tahun 1993 penghitungan kecukupan kalori ini didasarkan pada 52 komoditi makanan terpilih yang telah disesuaikan dengan pola konsumsi penduduk.

Batas kecukupan non makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk non makanan yang memenuhi kebutuhan minimum seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di perdesaan. Sementara itu sejak tahun 1996 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di perdesaan. Penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin provinsi dibedakan menurut perkotaan dan perdesaan berdasarkan GK (GKM + GKNM) yang juga dibedakan menurut perkotaan dan perdesaan.

Setelah garis kemiskinan ditetapkan, maka penghitungannya menggunakan formula yang di sarankan oleh Foster-Greer-Thorbecke(1984) sebagai berikut:





 

q

i

i

z

y

z

n

P

1

1

……….(9)

dimana:  = 0, 1, 2

z = garis kemiskinan

yi = rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada

(39)

21

q = banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah penduduk

Jika =0 maka diperoleh Head Count Index (P0); =1 adalah Poverty Gap Index

(P1); dan =2 merupakan ukuran Poverty Severity Index (P2).

Head count index (HCI) adalah ukuran kemiskinan jika pada formula Foster-Greer-Thorbecke nilai  kita ganti dengan nol, sehingga:

n

q

P

0

………...(10)

Ini adalah ukuran proporsi dari populasi yang berada di bawah garis kemiskinan, yang didefinisikan sebagai persentase jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk. Ukuran ini yang paling sering digunakan, meski memiliki kekurangan yaitu tidak bisa menggambarkan kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan.

Poverty gap atau kedalaman/jurang kemiskinan adalah ukuran kemiskinan,

jika pada formula Foster-Greer-Thorbecke nilai  kita ganti dengan satu, sehingga:





 

q

i

i

z

y

z

n

P

1 1

1

……….(11)

Poverty gap adalah ukuran yang berguna untuk mengetahui seberapa banyak sumber daya (uang) yang dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan melalui transfer uang (cash transfer) yang ditujukan kepada orang miskin dengan sempurna. Misalkan poverty gap = 0,2 maka cash transfer yang diperlukan untuk menghapus kemiskinan adalah sebesar 20 persen dari garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks ini semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk

(40)

22





 

q

i

i

z

y

z

n

P

1

2

2

1

………(12)

Indeks ini menggambarkan ketimpangan diantara orang miskin. Sampai batas tertentu squared poverty gap dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

2.1.4. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan secara berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (self esteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini.

Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada tiga, yaitu:

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup

2. Peningkatan standar hidup

(41)

23

Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan

United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mewujudkan pembangunan manusia adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan melalui pembangunan partisipatif.

Berkaitan dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi dunia yang cukup tinggi pada periode 1960–1970 an, Seers (1969) dalam Nafziger (2006) mempertanyakan apa yang terjadi dengan kemiskinan?, apa yang terjadi dengan pengangguran?, apa yang terjadi dengan ketimpangan pendapatan?. Seers berpendapat bahwa jika ketiga isu diatas menjadi lebih baik maka ada pembangunan pada suatu negara. Jika satu atau dua hal diatas bertambah buruk maka menjadi hal yang aneh untuk menyebutnya sebagai hasil pembangunan, meskipun pendapatan per kapita negara tersebut meningkat.

2.2. Tinjauan Teoritis

2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

Kuznets (1955) meneliti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan. Hasilnya, ada suatu hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan, yang kemudian dikenal dengan hipotesis kurva U terbalik (Inverted U-curve Hypothesis). Berdasarkan hipotesis ini ketimpangan pendapatan dalam suatu negara akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonominya, kemudian pada tahap menengah cenderung tidak berubah dan akhirnya menurun ketika negara tersebut sejahtera. Ketimpangan pendapatan yang besar pada fase awal pertumbuhan ekonomi ini disebabkan proses perubahan menjadi masyarakat industri.

(42)

24

[image:42.595.144.489.270.476.2]

Kuznets menitikberatkan pada perubahan struktural yang terjadi pada pembangunan ekonomi. Ketika peranan sektor industri semakin meningkat, maka terjadi pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri modern termasuk industri pengolahan dan jasa. Dalam transisi ekonomi ini, produktivitas tenaga kerja pada sektor modern lebih tinggi daripada produktivitas sektor pertanian sehingga pendapatan per kapita pada sektor modern juga akan lebih tinggi. Hasilnya, ketimpangan antara kedua sektor itu semakin meningkat pada tahap awal pembangunan dan kemudian menurun pada tahap selanjutnya.

Gambar 5 Kurva U Terbalik Kuznets (Inverted U Curve Hypothesis)

Kakwani et al (2000) mengungkapkan bahwa hipotesis Kuznets berhasil menjelaskan hubungan ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi pada negara-negara industri hingga tahun 1970 an. Studi-studi yang mendukung hipotesis Kuznets antara lain: Kravis (1960), Oshima (1962), Adelman dan Morris (1971), Paukert (1973), Ahluwalia (1974, 1976), Robinson (1976) dan Ram (1988).

(43)

25

Fields (1989) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan sistematis antara ketimpangan pendapatan dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Studi-studi lain dalam Perry et al (2006) juga menentang hipotesis Kuznets, antara lain Dollar dan Kraay (2002), dan Chen dan Ravallion (1997).

Dollar dan Kraay (2002) menyatakan bahwa secara rata-rata, pendapatan kelompok termiskin dalam masyarakat akan meningkat secara proporsional dengan peningkatan pendapatan rata-rata. Chen dan Ravallion (1997) dan Esterly (1999) menyatakan bahwa perubahan pendapatan dan perubahan ketimpangan tidak berkorelasi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan berbeda-beda tergantung pada data dan metodologi yang digunakan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi bisa positif, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, atau bahkan tidak ada hubungan sistematis. Hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan antara lain menurut hasil penelitian Kravis (1960), Oshima (1962), Adelman dan Morris (1971), Paukert (1973), Ahluwalia (1974, 1976), Robinson (1976) dan Ram (1988). Sementara itu, tidak adanya hubungan sistematis antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan juga diungkapkan oleh Fields (1989), Chen dan Ravallion (1997), dan Dollar dan Kraay (2002).

2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan

Sebagian besar ahli ekonomi sependapat bahwa pertumbuhan ekonomi penting untuk pengentasan kemiskinan (Perry et al, 2006). Manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menyebar ke seluruh segmen dalam masyarakat. Pandangan ini berdasarkan pada teori Trickle Down yang sangat dominan dalam teori-teori pembangunan pada era 1950 an dan 1960 an.

(44)

26

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan meningkatkan kapasitas perekonomian dan meningkatkan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita yang meningkat berarti penduduk miskin akan berkurang. Jadi jelaslah bahwa pertumbuhan ekonomi baik untuk pengentasan pemiskinan.

Studi-studi empiris menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berkorelasi kuat dengan pengentasan kemiskinan. Hubungan ini berupa hubungan positif, artinya pertumbuhan ekonomi akan mengurangi kemiskinan (Chen dan Ravallion, 1997; Osmani, 2000; Dollar dan Kraay, 2002; Warr, 2000, 2006).

Warr (2006) meneliti keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Menurut Warr pengentasan kemiskinan dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi atau dengan redistribusi pendapatan. Kebijakan ekonomi dapat dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi ataupun mere-distribusikan pendapatan, atau kedua-duanya, untuk mengentaskan kemiskinan.

[image:44.595.97.505.365.606.2]

Sumber: Warr (2006)

Gambar 6 Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Kebijakan ekonomi dan faktor-faktor eksternal akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi akan mengurangi kemiskinan, dengan semakin besarnya kapasitas perekonomian, maka dapat mengentaskan kemiskinan. Demikian juga dengan redistribusi pendapatan,

Kebijakan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi

Pengentasan Kemiskinan

Faktor Eksternal

(45)

27

semakin merata distribusi pendapatan pada suatu perekonomian maka akan berdampak positif pada pengentasan kemiskinan.

2.2.3 Ketimpangan Pendapatan dan Pengentasan Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi tidak dinikmati secara merata oleh anggota-anggotanya pada masyarakat dengan ketimpangan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar hanya akan dinikmati oleh kelompok masyarakat yang kaya. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya keefektifan pertumbuhan ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan.

Hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat dengan ketimpangan pendapatan rendah (relatif merata). Pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat dan kemiskinan bisa berkurang.

Bourguignon (2004) menyatakan bahwa perubahan dalam distribusi pendapatan dapat dibagi menjadi dua efek, yaitu efek pertumbuhan (growth effect) dan efek distribusi (distributional effect). Efek pertumbuhan (growth effect) adalah efek dari peningkatan pendapatan secara proporsional dengan distribusi relatif pendapatan tidak berubah. Sedangkan efek distribusi (distributional effect) adalah efek dari perubahan dalam distribusi pendapatan relatif.

(46)

28

[image:46.595.112.510.85.321.2]

Sumber: Bourguignon (2004)

Gambar 7 Kurva Distribusi Pendapatan

(47)
[image:47.595.116.509.83.308.2]

29

Gambar 8 Perubahan Kemiskinan karena Efek Pertumbuhan

Perubahan menjadi distribusi yang lebih merata dengan tingkat pendapatan tetap, berarti distribusi pendapatan menjadi semakin menyempit, hal ini juga menyebabkan penduduk yang masuk kategori miskin semakin sedikit. Hal ini diitandai dengan daerah berwarna biru pada Gambar 9. Efek distribusi menyebabkan jumlah penduduk miskin akan berkurang sebesar daerah biru, sehingga jumlah orang miskin sekarang hanya sebesar daerah yang berwarna merah.

[image:47.595.92.508.509.749.2]
(48)

30

Peningkatan pendapatan dan perbaikan distribusi pendapatan masyarakat secara bersama-sama akan menggeser distribusi pendapatan ke kanan dan mempersempit kesenjangan antar individu. Hal ini akan mengurangi kemiskinan sebesar daerah hijau ditambah dengan daerah biru, sehingga semakin efektif dalam mengentaskan kemiskinan. Pada kondisi ini maka jumlah orang miskin hanya akan sebesar daerah yang berwarna merah (Gambar 10).

[image:48.595.107.510.216.429.2]

Sumber: Bourguignon (2004)

(49)

31

[image:49.595.112.492.82.313.2]

Sumber: Bourguignon (2004)

Gambar 11 Hubungan antara Kemiskinan, Tingkat Pendapatan Agregat dan Distribusi Pendapatan

Ravallion (2005) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang sistematis antara kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa penurunan ketimpangan cenderung bersamaan dengan penurunan kemiskinan. Dan kenaikan ketimpangan akan berdampak menghambat pengentasan kemiskinan. Ravallion (2006) juga menyatakan bahwa ketimpangan berdampak tidak baik bagi pengentasan kemiskinan.

Perry et al (2006) juga mendukung pendapat pentingnya perubahan distribusi pendapatan untuk pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan perbaikan distribusi pendapatan akan mempercepat pengentasan kemiskinan.

2.2.4. Pro Poor Growth Index (PPGI)

Kakwani dan Pernia (2000) menyatakan bahwa konsep pro poor growth

pertama kali diperkenalkan pada era 1950 an dan kemudian dipertegas oleh Chenery (1974). Konsep pro poor growth juga secara implisit dijelaskan dalam World Development Report 1990 (World Bank, 1990).

Kemiskinan Absolut dan Pengentasan

Kemiskinan

Distribusi dan Perubahan Distribusi

Tingkat Pendapatan dan Pertumbuhan

Agregat

(50)

32

Pro poor growth menurut Asian Development Bank (ADB, 1999) adalah pertumbuhan yang menyerap tenaga kerja dan di barengi dengan kebijakan-kebijakan dan program-program yang mengurangi ketimpangan (mitigate inequalities) dan mendorong pendapatan dan partisipasi kerja kelompok miskin, khususnya perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya. Kakwani dan Pernia (2000) menyatakan bahwa pengukuran pro poor growth berkaitan dengan seluruh aspek dari kapabilitas yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi hal ini sangatlah sulit, sehingga harus dipilih ukuran apa yang paling mempengaruhi kualitas kehidupan.

Pro poor growth index adalah suatu ukuran untuk melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi bisa disebut pro poor. Indeks ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

 Data yang diperlukan tidak terlalu sulit, sehingga mudah dihitung

 Indeks ini dapat digunakan untuk memformulasikan kebijakan-kebijakan pro poor pada tingkat makro dan mikro

 Indeks ini bisa dihitung menurut sektor ekonomi ataupun wilayah

2.3. Tinjauan Empiris

Studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor penentu atau faktor yang mempengaruhi kemiskinan, telah banyak yang dilakukan oleh para ahli di berbagai negara maupun di Indonesia. Studi empiris yang pernah dilakukan para ahli di berbagai negara, antara lain:

Pertama, Dhongde (2005) meneliti pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan di India. Hasilnya, pada sebagian besar provinsi, tingkat pertumbuhan yang tinggi menyebabkan penurunan pada tingkat kemiskinan. Penurunan kemiskinan tidak hanya terjadi pada jumlah penduduk miskin, tetapi juga pada tingkat kedalaman (poverty gap) dan keparahannya (severity gap).

(51)

33

terjadi mengurangi kefektifan dari pengaruh pertumbuhan ekonomi; (2) dalam tahapan pembangunan ekonomi sekarang di China, pertumbuhan ekonomi masih sangat efektif dalam mengentaskan kemiskinan; (3) tingkat ketimpangan awal sangat penting dalam menentukan kebijakan pertumbuhan yang akan diterapkan untuk suatu negara dalam tahap pembangunan yang berbeda.

Ketiga, studi yang dilakukan oleh Ravallion (2005) untuk meneliti trade-off

antara kemiskinan dan ketimpangan dengan menggunakan data dari 70 negara berkembang. Hasilnya, tidak ada trade-off yang sistematis antara kemiskinan absolut dengan ketimpangan relatif, bahkan penurunan ketimpangan sejalan dengan penurunan kemiskinan. Namun, kenaikan pada ketimpangan absolut akan menurunkan kemiskinan.

Keempat, Ravallion (2006) meneliti pengaruh ketimpangan terhadap kemiskinan di India dan China tahun 1980 hingga 2000. Hasilnya, (1) pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan di India dan China, dan ketimpangan pendapatan akan menghambat pengentasan kemiskinan; (2) pengentasan kemiskinan memerlukan kombinasi dari pertumbuhan ekonomi, pola pertumbuhan yang lebih pro poor dan pengurangan ketimpangan.

Kelima, Warr (2000) meneliti pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di India, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand dan Taipei (China) dengan menggunakan data dari tahun 1960 an hingga 1990 an. Hasilnya, efek dari pertumbuhan PDB per kapita berpengaruh dalam mengurangi kemiskinan di keenam negara tersebut. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah komposisi pertumbuhan sektoral sangat berbeda diantara keenam negara tersebut.

Keenam, Warr (2006) meneliti keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Asia Tenggara. Sampel yang digunakan sebanyak 4 negara, yaitu: Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina. Hasilnya pengentasan kemiskinan sangat terkait dengan pertumbuhan pada sektor pertanian dan jasa. Di Thailand, Malaysia dan Filipina pertumbuhan sektor jasa memberikan kontribusi yang paling besar dalam pengentasan kemiskinan. Sedangkan untuk Indonesia, pertumbuhan sektor pertanian yang memberikan kontribusi paling besar.

Di Indonesia, penelitian yang pernah dilakukan antara lain:

(52)

34

konsumsi rata-rata sebagai persentase terhadap garis kemiskinan indeks Gini ternyata memiliki pengaruh yang nyata terhadap berbagai ukuran kemiskinan (poverty head count index, poverty gap, dan squared poverty gap) dengan hubungan yang negatif, sedangkan dengan indeks Gini berhubungan positif; (2) hipotesis kurva U terbalik Kuznets tidak berlaku di

Gambar

Gambar 5  Kurva U Terbalik Kuznets (Inverted U Curve Hypothesis)
Gambar 6  Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan
Gambar 7  Kurva Distribusi Pendapatan
Gambar 9  Perubahan Kemiskinan karena Efek Distribusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Matematika telah banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahan maupun teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern

Tema-tema yang berhubungan dengan ide feminisme yang disajikan dalam karya p erem p uan A frika bany ak y ang membicarakan persoalan perempuan dalam interaksi mereka

Sehubungan akan diadakannya Kemah Kerja dan Bakti Sosial Nasional Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Indonesia ( IMADIKLUS INDONESIA ) dengan tema “ IMADIKLUS Melangkah Bersama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat tradisional, organ atau bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan ramuan

[r]

Fasilitas yang dapat digunakan dalam e- CRM ini adalah konsultasi dokter, literatur berkala stroke, jadwal praktek dokter spesialis, pendaftaran checkup dan terapi pasien,

Menunjuk Berita Acara Pembuktian Kualifikasi sehubungan dengan pengadaan pekerjaan tersebut di atas Nomor : BA/65/III/2017/ULP Tanggal 14 Maret 2017, kami Unit

bahwa berdasarkan Pasal 35 ayat (6) dan ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Kepala Tata Usaha Sekolah Kejuruan