• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren al-Asmaniyah Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren al-Asmaniyah Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI

DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH

KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelas Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Fajar Adzananda Siregar

104051001783

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI

DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH

KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Fajar Adzananda Siregar 104051001783

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang memiliki judul “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok

Pesantren Al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten” telah diujikan

dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada Tanggal 9 Juni 2008.

Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

program strata 1 (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Juni 2008

PANITIA SIDANG MUNAQASAH

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris merangkap Anggota,

Dr. Murodi, M.A. Dra. Sukmayati

NIP. 150254102 NIP. 150234867

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D Drs. Wahidin Saputra, M.A.

NIP.150236319 NIP. 150276299

Pembimbing,

DR. H. M. Idris A. Shomad, MA

(4)

ABSTRAK

Nama : Fajar Adzananda Siregar NIM : 104051001783

Kegiatan komunikasi sangat penting bagi umat manusia. Komunikasi juga ikut berperan serta dalam terlaksananya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan. Tanpa komunikasi maka tidak akan tercapai secara maksimal dalam mendapatkan sebuah hasil yang diinginkan. Tetapi untuk mencapai hal tersebut tidak boleh melakukan komunikasi secara sembarang, diperlukan pola dan metode komunikasi yang tepat sebagai penyokong kebutuhan penyampaian pesan oleh seorang kyai kepada santrinya.

Maka dari itu, penulis merumuskan tentang pola komunikasi dan metode apa saja yang digunakan oleh kyai dan santri dalam pelaksanaan program kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, tangerang, Banten?

Adapun teori yang diangkat berhubungan dengan pola komunikasi itu sendiri, dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi di Pondok Pesantren al-Asmaniyah secara langsung.

Pondok pesantren al-Asmaniyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sejak tahun 2003. terdapat beberapa program pesantren yang disediakan untuk menambah pemahaman para santri terhadap ilmu agama Islam. Di antaranya adalah kajian kitab kuning, muhadasah, muhadarah, ubudiyah, baca tulis al-Qur’an (BTQ), dan seni baca al-Qur’an.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan ucapan Alhamdulillahi Robbil’alamin, pertama dan paling utama sangatlah pantas untuk diucapkan sebagai bentuk syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kesabaran, dan ketabahan serta segala nikmat yang tak terbatas kepada penulis dalam menempuh jenjang perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini sebagai tugas akhir dalam studi. Tak lupa pula sholawat serta salam penulis limpahkan dan peruntukkan hanya kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw, keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya yang telah bersusah payah dalam menyebarkan agama Islam di muka bumi.

Skripsi dengan judul “pola komunikasi kyai dan santri di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial Islam (S.Sos.I) pada jurusan komunikasi dan penyiaran Islam, fakultas dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Selesainya skripsi ini tak lepas dari dorongan moril maupun materil dari berbagai pihak. Dan semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka semua. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1) Bapak Dr. H. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2) Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. selaku Ketua Jurusan (Kajur) Komunikasi dan

Penyiaran Islam,

3) Ibu Umi Musyarofah, M.A. selaku Sekretaris Jurusan (Sekjur) Komunikasi dan Penyiaran Islam,

4) Bapak Dr. H. M. Idris Abdul Shomad, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 5) Segenap dosen dan staff Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang secara tidak

(6)

adalah Bapak Zakaria, Bapak Gungun, Bapak Sifak, Bapak Jumroni, Bapak Cecep, dan beberapa dosen lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

6) Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, H. Achmad Sholihan, Ustadz H. Armat Syarifuddin, dan Ustadz Ade Fauzi.

7) Keluarga besar mahasiswa KPI B yang sudah kompak dan memiliki rasa kekeluargaan antar sesama dalam menjalani perkuliahan.

8) Teman diskusi dan bertukar pikiran: Mutmainah, Yayu, Haris, Mika, Choirunnisa, Samlanih, dan bang Munih yang selalu dapat dijadikan tempat bertanya dan mencari solusi.

9) Kepada ayah dan bunda-ku di rumah, adik-ku Fini dan abang-ku Firman, Kakek Doni, ’Mbah Carmeni dan keluarga besar di Cirebon, keluarga besar di Bandung, yang telah memberikan semangat serta doa dan pastinya tidak akan pernah terbayarkan dengan uang.

10)Dan segenap umat muslim yang telah memberikan doa-nya untuk kemajuan Islam di muka bumi.

Dan akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segalanya, semoga semua amal dan doa yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelasaian skripsi ini akan mendapatkan balasan dari Allah SWT... Amiin.

Tangerang, 17 Juni 2008

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah... 3

C. Rumusan Masalah... 3

D. Tujuan Penelitian... 4

E. Manfaat Penelitian... 4

F. Metodologi Penelitian... 5

G. Tinjauan Pustaka... 7

H. Sistematika Penulisan... 9

BAB II KERANGKA POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI... 11

1. Pola Komunikasi... 11

a. Pengertian Pola Komunikasi... 11

b. Jenis-jenis Pola Komunikasi... 12

c. Unsur-unsur Komunikasi... 16

2. Kyai dan Santri... 19

a. Pengertian Kyai... 19

b. Pengertian Santri... 22

c. Komunikasi Kyai dan Santri... 23

3. Pesantren... 24

BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH, KAMPUNG DUKUH PINANG, TANGERANG, BANTEN... 27

(8)

B. Visi dan Misi... 28

1) Visi... 28

2) Misi... 28

C. Tujuan Pondok Pesantren... 29

D. Sistem Pendidikan... 30

1. Program pendidikan pesantren... 31

2. Pendidikan Formal... 31

3. Pendidikan Non-Formal... 31

E. Struktur Pengurus Sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren... 32

F. Program-program Pondok Pesantren... 33

1. Program Jangka Pendek... 34

2. Program Jangka Panjang... 34

3. Program Harian... 35

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH, KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN ... .. . 41

A. Profil Guru Pembimbing... 41

1. H. Ahmad Sholihan... 41

2. H. Armat Syarifuddin... 43

3. H. Ahmad Ghozali... 45

4. H. Ade Fauzy... 46

B. Pola Komunikasi kyai dan Santri... 48

1. Pelaksanaan Program Pesantren... 48

2. Metode Pelaksanaan... 56

C. Analisis terhadap Pola Komunikasi Kyai dan Santri... 57

BAB V PENUTUP... 60

A. Kesimpulan... 60

(9)

DAFTAR PUSTAKA... 62

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi adalah kebutuhan setiap individu. Manusia adalah makhluk sosial yang

saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Maka kegiatan komunikasi

adalah sangat penting dilakukan oleh setiap manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya. Artinya, manusia memang tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi.

Dalam persepektif agama, komunikasi sangat penting peranannya dalam kehidupan

manusia bersosialisasi, manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi. Dapat kita

liahat dalam al-Qur’an surat ar-Rahmaan ayat 1-4 yang berbunyi:

Artinya: “(Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran, Dia menciptakan

manusia, mengajarnya pandai berbicara.1

Perlu disadari bahwa peran komunikasi tidak hanya terbatas pada kegiatan

bersosialisasi saja, bahka proses belajar mengajar pun sangat memerlukan komunikasi.

Karea proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan berupa

1

(11)

ilmu melalui dari komunikator (guru) kepada komunikan (murid). Pesan yang

disampaikan berisikan materi-materi pelajaran yang ada dalam kurikulum. Sumber pesan

dapat berposisi sebagai guru, murid, dan lain sebagainya. Sedangkan salurannya berupa

media pendidikan dan penerimanya adalah murid.2

Fungsi komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran informasi dan pesan, tetapi juga

sebagai kegiatan individu dan kelmpok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide.

Agar komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang hendak disampaikan oleh

seorang pendidik dapat diterima dengan baik oleh murid, maka seorang pendidik dituntut

untuk dapat menerapkan pola komunikasi yang baik pula.3

Pesantren sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tradisional, tempat

untuk mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam yang

menerapkan pentingnya moral keagamaan.4

Kyai dalam suatu pondok pesantren merupakan elemen yang penting. Sudah

sewajarnya perkembangan pesantren semata-mata bergantung pada kepribadian kyai-nya.

Di sebuah pesantren, kyai atau ustadz adalah salah satu yang enjadi faktor pemicu minat

santri dalam mendalami ilmu agama. Dalam hal pembelajaran, kyai atau ustadz

mempunyai peranan penting pula dalam membentuk sikap dan kepribadian para santri

baik dalam tata pergaulan maupun kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai itu semua

dibutuhkan terciptanya sebuah suasana komunikasi yang baik antara kyai dan santri-nya.

Pondok Pesantren al-Asmaniyah DukuhPinang, Tangerang, Banten adalah salah satu

lembaga yang mempunyai perhatian terhadap pendidikan dalam mencapai kualitas santri

yang dapat membaca dan memahami al-Qur’an dengan baik dan benar berdasarkan tata

2

H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta, 2005), cet.ke-1, h.11. 3

Asnawir dan Basyaruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h.7. 4

(12)

cara penyampaian yang dilakukan. Maka dari itu, penulis hendak mengangkat hal

tersebut dengan judul pola komunikasi antara kyai dan santri di Pondok pesantren

al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten.

B. Pembatasan Masalah

Proses belajar mengajar dapat berjalan lancar bila didukung oleh pola komunikasi

yang baik antara kyai terhadap santrinya. Hal inilah yang hendak diteliti oleh penulis

dalam penelitian ini. Agar tidak terlalu luas dalam pembahasannya, maka penulis hanya

membatasi terhadap pola komunikasi kyai terhadap santri dalam pelaksanaan kegiatan

program pendidikan pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah tersebut tertuang di dalam sebuah pertanyaan, yakni:

1. Bagaimanakah pola komunikasi antara kyai dan santri dalam kegiatan program

pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang,

Tangerang, Banten?

2. Bagaimana metode yang diterapkan dalam pelaksanaan program tersebut?

D. Tujuan Penelitian

(13)

1. Untuk mengetahui pola komunikasi antara kyai dan santri dalam pelaksanaan

program pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah.

2. Untuk memperoleh gambaran tentang metode yang digunakan dalam program

tersebut.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi atau

perbandingan dalam usaha mengembangkan keilmuan yang sesuai dengan bidangnya,

penelitian ini diharapkan akan menambah jumlah studi mengenai pola komunikasi di

lembaga pendidikan Islam

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan akan menjadi sebuah panduan tambahan

bagi para juru dakwah untuk dapat menyampaikan dakwahnya dengan cara yang

efektif dan se-efisien mungkin. Dengan adanya penelitian ini juga penulis berharap

dapat memberikan sumbangsih guna memperluas wacana dakwah.

(14)

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha untuk menggambarkan

secara jelas segala yang terjadi di lapangan dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan

hasil berdasarkan tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitik beratkan pada

data-data penelitian yang akan dihasilkan berupa kata-kata melalui pengamatan dan

wawancara.5 Adapun tahapan penelitian, yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Tempat Penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, akan dilaksanakan langsung di

Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang

dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang

berkaitan dengan program pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah,

Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten. Sedangkan yang menjadi objek

penelitian adalah proses pelaksanaannya.

3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini adalah:

5

(15)

a. Observasi atau pengamatan langsung merupakan metode pertama yang

digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik observasi atau pengamatan

yang peneliti gunakan adalah bersifat langsung dengan mengamati objek yang

diteliti, yakni program pendidikan pesantren yang dilaksanakan di Yayasan

Pondok Pesantren al-Asmaniyah.

b. Wawancara (interview), yaitu peneliti melakukan tanya jawab secara langsung

dengan orang-orang yang terlibat sebagai tokoh sentral di Pondok Pesantren

al-Asmaniyah dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas

berupa pola komunikasi dalam poses pelaksanaan program pondok pesantren

sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini. Sedangkan tehnik wawancara yang

digunakan adalah wawancara semistruktur yakni campuran antara wawancara

struktur dan tidak berstruktur.6 Hal ini bertujuan untuk memberikan

kebebasan kepada narasumber dalam menjawab pertanyaan yang diberikan

namun tetap terarah pada masalah yang diangkat.

c. Dokumentasi, yaitu proses pengumpulan dan pengambilan data berdasarkan

tulisan-tulisan berbentuk catatan, buku, dokumen ataupun arsip-arsip milik

Yayasan Pondok Pesantren al-Asmaniyah ataupun tulisan-tulisan lain yang

memiliki keterkaitan dangan bahasan penelitian ini.

4. Pengolahan Data

6

(16)

Pada bagian ini, seluruh data yang didapatkan dari hasil wawancara di Pondok

Pesantren al-Asmaniyah tersebut dikumpulkan dan disusun berdasarkan kecocokan

dengan rumusan masalah yang telah disusun oleh peneliti.

5. Analisis Data

Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil

keputusan/kesimpulan-kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan,

penyusunan, penyajian dan penganalisaan data hasil penelitian yang berwujud

kata. Setelah itu, peneliti berusaha untuk menganalisa data dengan menyusun

kata-kata ke dalam tulisan yang lebih luas.

G. Tinjauan Pustaka

Penelitan ini diangkat berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang di antaranya

adalah:

1. Pola komunikasi remaja masjid dalam upaya meningkatkan pemahaman agama

melalui pengajian remaja tunas Islam, penelitian ini dilakukan oleh Abdul Fatah,

tahun 2007. penelitian ini menemukan bahwa pola komunikasi yang digunakan

dalam pengajian remaja tersebut menggunakan pola komunikasi kelompok dan

komunikasi antar pribadi guan meningkatkan pemahaman bagi anggotanya.

2. Pola komunikasi fungsionaris partai keadilan sejahtera dewan pimpinan cabang

(17)

Fajariyah, tahun 2007. secara umum penelitian ini menemukan bahwa pola

komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi antar persona, dan pola

komunikasi kelompok.

3. Pola komunikasi kelompok mentoring dalam pembinaan akhlak remaja di

lingkunga yayasan al-Wafi Jakarta Selatan, penelitian ini dilakukan oleh Haidir,

tahun 2007. penelitian ini hanya menemukan pola komunikasi kelompok kecil

saja yang digunakan dalam proses pembinaan akhlak remaja di wilayah tersebut.

Adapun kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dibandingkan dengan

beberapa penelitian di atas yaitu penulis mencoba mengungkapkan pola komunikasi yang

dilakukan oleh kyai terhadap santri di dalam pelaksanaan program pondok pesantren di

dalam sebuah lembaga pendidikan Islam bernama al-Asmaniyah.

H. Sistematika Penulisan

Untuk Mempermudah pembahasan penelitian ini, secara sistematis penulisan

laporan hasil penelitian dibagi kedalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub. Adapun

(18)

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori yang terdiri dari pola komunikasi, pengertian pola

komunikasi, jenis-jenis pola komunikasi, unsur-unsur komunikasi, kyai

dan santri, pengertian kyai, pengertian santri, komunikasi kyai dan santri,

serta pesantren.

BAB III Gambaran umum Pondok Pesantren al-Asmaniyah, Kampung

DukuhPinang, Tangerang, Banten. mengenai sejarah berdiri, visi dan misi

berdirinya Pondok Pesantren al-Asmaniyah, sistem pendidikan, struktur

pengurus sekaligus pengasuh, serta program-program yang disediakan.

BAB IV Pembahasan profil guru pembimbing, pola komunikasi kyai dan santri,

pelaksanaan program pesantren, metode pelaksanaan, dan analisis

terhadap pola komunikasi kyai dan santri di pondok pesantren

al-Asmaniyah.

BAB V Penutup merupakan kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi daftar

(19)

BAB II

KERANGKA POLA KOMUNIKASI

KYAI DAN SANTRI

Secara umum, pola komunikasi sangat dibutuhkan dalam melakukan berbagai proses

pendidikan agar dapat memberikan kemudahan kepada para komunikan dalam

memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator. Di bawah ini akan dibahas dan

dijelaskan tentang definisi maupun teori pola komunikasi.

A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola Komunikasi

Kata pola dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.7 Cara

atau bentuk yang tetap sehingga pola dapat dikatakan sebagai contoh atau cetakan.

Secara etimologis menurut Onong Uchjana Effendi “istilah komunikasi berasal

dari perkataan Inggris communication yang bersumber dari bahasa latin,

communication berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Makna hakiki dari

communication adalah communis yang berarti sama, atau kesamaan arti sama halnya

dengan pengertian tersebut.8

Sedangkan menurut Wilbur Schramm dalam uraiannya mengatakan bahwa

definisi komunikasi berasal dari bahasa latin communis, common. Bilamana kita

7

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h.778.

8

(20)

mengadakan komunikasi itu artinya kita mencoba untuk berbagi informasi, ide, atau

suatu sikap.

Jadi esensi dari komunikasi itu adalah menjadikan si pengirim dapat berhubungan

bersama dengan si penerima guna menyampaikan isi pesan tersebut.9

Namun menurut Stewart L. Tubbs dan Silvia Mass, “ciri-ciri komunikasi yang

baik dan efektif paling tidak menimbulkan lima hal”, yakni:

a. Pengertian, penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oelh komunikator. Maksudnya adalah seorang komunikator dapat menerapkan metode dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang kegiatan tersebut.

b. Memahami message (pesan) yang disampaikan oleh komunikator.

c. Kesenangan, menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta

menyenangkan.

d. Mempengaruhi sikap, dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak

sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa.

e. Hubungan sosial yang baik, menumbuhkan dan mempertahankan

hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi.

f. Tindakan, membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai

dengan stimuli.10

2. Jenis-jenis Pola Komunikasi

Bila pola memiliki arti yang sama dengan bentuk, maka terdapat beberapa pola

atau bentuk komunikasi yang terdiri dari lima macam jenis, yaitu:

a. Komunikasi Intra Pribadi

Komunikasi intra pribadi adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri

seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem

saraf.11

9

T.A. Latief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985), h.48. 10

(21)

b. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian paduan pikiran dan

perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan

melakukan kegiatan tertentu.12

Hubungan komunikasi antar pribadi juga sering disebut sebagai komunikasi

antar persona yakni komunikasi yang dilakukan antara dua orang dan

komunikasinya dilakukan secara tatap muka, berlangsung secara dialogis dan

saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi.13

Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antar persona

atau tatap muka, yaitu:

1. Bersikaplah empatik dan simpatik.

2. Tunjukkanlah sikap sebagai komunikator terpercaya. 3. Bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong. 4. Kemukakanlah fakta dan kebenaran.

5. Berbicaralah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh. 6. Jangan bersikap super.

7. Jangan menganggap enteng hal-hal yang mengkhawatirkan. 8. Jangalah mengkritik.

9. Janganlah emosional.

10.Bicaralah secara meyakinkan.14

c. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah penyampaian pesan oleh seorang komunikator

kepada sejumlah komunikan untuk mengubah sikap, pandangan atau

11

Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1998), h.39. 12

Onong Uchjana Effendi, Hubungan masyarakat: suatu study komunikologis, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), cet.ke-6, h.60.

13

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi teori dan praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), cet.ke-5, h.126.

14

(22)

perilakunya.15 Komunikasi kelompok dibagi menjadi dua bagian, yakni

komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar.

1. Komunikasi kelompok kecil

Menurut Robert F. Bales yang dikutip oleh Widjaja, kelompok kecil

adalah sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu

pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap peserta mendapat kesan

atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya yang cukup kentara,

sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudah memberikan

tanggapan kepada masing-masing individu komunikan.16

2. Komunikasi kelompok besar

Komunikasi kelompok besar adalah kelompok komunikan yang karena

jumlahnya banyak, dalam suatu situasi komunkasi hampir tidak terdapat

kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal.17

d. Komunikasi Massa

Menurut Zulkarnaen Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi

Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah proses

penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada khalayak massa dengan

15

Onong Uchjana Effendi, Hubungan masyarakat: suatu study komunikologis, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), cet.ke-6, h.62.

16

H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), cet.ke-2, h.127.

17

(23)

karakteristik tertentu, sedangkan media massa hanya sebagai salah satu komponen

atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya peruses yang dimaksud.18

e. Komunikasi Medio

Komunikasi medio adalah proses komunikasi antara komunikator pada

komunikan dengan menggunakan alat sebagai perantara penyampaiannya.

Adapun bentuk komunikasi media ini dilakukan dengan menggunakan media,

seperti surat, telepon, vamplet, spanduk, dan lain sebagainya.19

f. Komunikasi Instruksional

Komunikasi instruksional adalah komunikasi yang berhubungan dengan bidang

pendidikan dan pengajaran. Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang

berarti penyajian, pelajaran, atau perintah juga dapat diartikan instruksi.

Dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak diartikan perintah tetapi lebih

mendekati arti pengajaran dan pelajaran, bahkan akhir-akhir ini kata tersebut

sering diartikan sebagai pembelajaran. Memang ketiga kata tersebut dapat

berlainan makna karena masing-masing menitikberatkan pada faktor-faktor

tertentu yang menjadi perhatiannya.20

18

Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka) 19

Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunkasi teori & praktek, (Bandung: PT. remaja Rosda Karya, 1990), cet.ke-5, h.13

20

(24)

3. Unsur-unsur Komunikasi

Di bawah ini adalah beberapa unsur dalam terlaksananya proses komunikasi

yakni:

a. Komunikator

Komunikator disebut juga sebagai encoder, yakni sebagai orang yang

memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikannya kepada orang lain.

Unsur ini merupakan unsur penentu yang akan memilih pesan, media, dan efek

yang diharapkan dalam proses komunikasi. Karena pihak komunikator yang

disebut source atau sender lebih berkepentingan kepada komunikan karena

adanya tujuan yang diharapkan.21

Untuk menjadi seorang komunikator yang baik terdapat beberapa syarat yang

harus dipenuhi, yaitu:

1. memiliki kepercayaan dari komunikannya. 2. memiliki kemampuan komunikasi yang baik. 3. mempunyai pengetahuan yang luas.

4. sikap yang baik.

5. memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada diri komunikan.22

Bila syarat tersebut dipenuhi oleh seorang komunikator, maka komunikasi

pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan baik oleh

komunikannya.

21

Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunkasi teori & praktek, (Bandung: PT. remaja Rosda Karya, 1990), cet.ke-5, h.18.

22

(25)

b. Pesan

Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan

harus mempunyai inti pesan (tema) sebagai pengarah di dalam usaha mencoba

mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat disampaikan melalui

lisan dan melaluimedia, sedangkan bentuk pesan dapat berupa informatif yakni

memberikan keterangan-keterang dan kemudian komunikan dapat mengambil

keputusan sendiri.

Ada beberapa bentuk pesan di antaranya yaitu:

1. Pesan informatif yaitu memberikan keterangan-keterangan dan memberikan komunikan mengambil kesimpulan sendiri.

2. Pesan persuasive yakni dengan bujukan akan membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan berupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah kehendak sendiri.

3. Pesan koersif yakni dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuknya terkenal dengan agitasi dengan penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan pada kalangan politik.23

Pendapat Wilbur Schramm yang dikutip oleh Widjaja mengemukakan

beberapa tentang kondisi komunikasi yang sukses, yakni:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik sehingga dapat menarik perhatian dari sasaran yang dimaksud. 2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju pada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan, sehingga dapat saling memahami.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.

4. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tantangan yang dikehendaki.24

23

H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), cet.ke-2, h.12. 24

(26)

c. Media

Media berasal dari kata medium. Media adalah bentuk jamak, sedangkan

bentuk tunggalnya adalah medium, yang secara harfiahnya adalah perantara,

penyampai atau penyalur. Media adalah sasaran tempat berlalunya

lambing-lambang yakni sesuatu yang menghubungkan apa yang disampaikan komunikator

kepada komunikan (individu, kelompok, publik dan massa). Media dalam

kegiatan keagamaan yang dapat berupa podium, benda atau sarana prasarana lain

yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan.

d. Komunikan

Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi

sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambing-lambang pesan ke dalam

konteks pengertiannya sendiri.25 Komunikan yang mempunyai peranan sebagai

penerima pesan atau pihak yang akan menjadi sasaran komunikasi agar tidak

terjadi hambatan-hambatan sehingga sampai pada tercapainya tujuan

komunikasi.

e. Feedback

Feedback atau umpan balik yaitu tanggapan komunikan apabila atas pesan

yang disampaikan oleh komunikator. Jadi feedback atau umpan balik adalah

respon atau tanggapan dari komunikan atas apa yang telah disampaikan oleh

25

(27)

komunikator, dan umpan balik tersebut dapat positif ataupun negatif, tergantung

pada bagaimana komunikator dalam usaha penyampaiannya.

f. Efek

Efek adalah hasil akhir dari proses komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku

orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Jika sikap dan tingkah

laku orang telah sesuai ataupun tidak sesuai dengan yang kita inginkan sebagai

komunikator, berarti komunikasi yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil.

Adapun dampak yang akan timbul dari terjadinya proses komunikasi tersebut

dapat dikategorikan menjadi:

1. Dampak Kognitif, yaitu dampak yang ditimbulkan pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau terjadi peningkatan intelektualitas di dalam dirinya.

2. Dampak Afektif, yaitu dampak yang dapat menimbulkan perasaan tertentu dan bergerak hati dalam diri seorang komunikan, seperti perasaan sedih, iba, gembira, dan lain sebagainya.

3. Dampak Behaviour, yaitu dampak yang paling tinggi kadarnya yakni dapat menimbulkan perilaku pada diri komunikan dalam bentuk tindakan atau kegiatan.26

B. Kyai dan Santri

1. Pengertian Kyai

Pengertian kyai dalam Kamus Besar bahasa Indonesia adalah sebutan bagi alim

ulama (cerdik dan pandai dalam agama Islam), sedangkan dalam sebuah pesantren,

kyai adalah pembimbing, pengajar, atau pimpinan sebuah pesantren.

26

(28)

Kyai menurut Manfred Ziemek adalah pendiri dan pimpinan sebuah pondok pesantren, yang sebagai muslimterpelajar telah meberikan hidupnya demi Allah serta menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan. Kyai berfungsi sebagai seorang ulama, artinya ia mengetahui pengetahuan dalam tata masyarakat Islam dan meafsirkan peraturan-peraturan dalam hukum Islam, dengan demikian ia mampu memberikan nasehat.27

Istilah kyai adalah sebutan yang diperuntukkan bagi para ulama trdisional di

pulau jawa, walaupun sekarang kyai banyak tersebar di pulau Jawa dan juga di luar

pulau Jawa. Istilah ustadz yang dahulunya digunakan sebagai tanda pengenal ulama

modern, saat ini pun telah masuk ke dalam lingkungan pondok pesantren.28

Menurut asal muasalnya, sebagai mana di rinci oleh Zamarkasyari Dhofier,

perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda.

Pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap sakti dan

keramat. Kedua, sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya.

Ketiga, sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren.29

Mengacu kepada pengertian ketiga yang dirinci oleh Zamarkasyi Dhofier tersebut,

yaitu gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang

memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dengan mengajarkan berbagai jenis kitab

kuning kepada para santrinya. Istilah tersebut biasanya digunakan diwilayah Jawa

Tengah dan Jawa Timur saja. Sementara di Jawa Barat menggunakan istilah ajengan,

27

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h.131. 28

Pradjata Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai pesantren-kiai Langgar jawa, (Yogyakarta: LKIS, 1999), cet. Ke-1, hal xiii.

29

(29)

di Aceh menggunakan istilah teuku, sedangkan di Sumatera Barat menggunakan

istilah buya.30

H. Aboebakar Atjeh menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang

menjadi kyai besar yaitu:31

- Pengetahuannya

- Kesalehannya

- Keturunannya

- Jumlah muridnya.

Sedangkan Vrenden Bret memberikan skema yang hampir sama dengan H.

Aboebakar Atjeh yakni:32

- Keturunan (seorang kyai mempunyai silsilah yang cukup panjang)

- Pengtahuan agamanya

- Jumlah Muridnya

- Pengabdian dirinya pada masyarakat.

Dalam perkembangannya, gelar kyai dewasa ini tidak lagi digunakan bagi para

pemimpin atau pengasuh pondok pesantren saja. Gelar kyai pun dianugerahkan sebagai

bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu

keagamaannya, walaupun yang bersangkutan tidak memiliki pesantren. Gelar kyai ini

30

Ibid, HM. Amin Haedari, h.29. 31

Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar Jawa, h.13. 32

(30)

juga sering digunakan oleh para da’i atau muballigh yang biasa memberikan ceramah

agama Islam.33

2. Pengertian Santri

Santri menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama

Islam; orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang yang soleh.34

Sedangkan dalam istilah lain, santri berasal dari kata cantrik (dalam agama Hindu) yang

berarti orang-orang yang ikut belajar dan mengembara dengan empu-empu ternama.

Namun ketika diterapkan dalam agama Islam, kata cantrik tersebut berubah menjadi

santri yang berarti orang-orang yang belajar kepada para guru agama.35

Santri dapat diartikan sebagai kelompok sosio religius, yakni hubungan mendasar

antara mayarakat dengan agama. Bila hal ini terwujud, maka masyarakat akan terdorong

ke dalam perhimpunan tersebut.

Santri adalah murid yang belajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut sebagai

kyai bila memiliki pesantren dan santri yang tinggal untuk mendalami ilmu agama

berdasarkan kitab kuning. Oleh karena itu, aksistensi kyai biasanya juga berkaitan dengan

adanya santri di pesantrennya.

Santri terbagi menjadi dua yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah

murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren. Sedangkan santri

kalong adalah murid yang tinggal tidak jauh dari lokasi berdirinya pesantren tersebut.

33

HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta; IRD Press, 2004), h.28-29.

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet.ke-1, h.783.

35

(31)

Para santri kalong pergi ke pesantren ketika ada tugas belajar dan aktivitas pesantren

lainnya.36

Sehingga dapat dipahami bahwa santri adalah murid yang belajar dipesantren dan

didampingi oleh seorang kyai dengan tujuan untuk lebih mendalami ilmu agama Islam.

3. Komunikasi Kyai dan Santri

Kyai dan santri memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam proses

kegiatan belajar mengajar di pesantren. Komunikasi harus dibangun sejak awal. Kyai

sebagai komunikator memiliki pengaruh yang sangat besar dalam usaha merubah sikap

dan tingkah laku santrinya. Agar proses penyampaian pesan dapat berjalan dengan baik,

diperlukan keterampilan yang baik pula oleh seorang kyai dalam menciptakan suasana

yang baik agar para santri dapat mengikuti kegiatan dan terciptanya hubungan yang baik

bagi santri dan kyai.

Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh santri dan kyai adalah untuk

menciptakan adanya hubungan timbal balik di antara keduanya. Santri menganggap kyai

seolah-olah seperti orang tuanya sendiri, dan kyai menganggap santri bagaikan anaknya

sendiri. Sikap dan hubungan timbal balik iniuntuk menimbulkan suasana akrab dan

kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus.37

Mastuhu menemukan dua pola komunikasi yang unik antara kyai terhadap santri.

Sebagai mana gaya kepemimpinan sang kyai, dua pola komunikasi ini juga terdapat di

semua pesantren yang dijadikan objek penelitiannya. Dua pola komunikasi tersebut

adalah sebagai berikut:

36

HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta; IRD Press, 2004), h.35.

37

(32)

Pertama, pola komunikasi otoriter-paternalistik. Yakni pola komunikasi antara

pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C. Scoot yaitu patron-client

relationship, dan tentunya sang kyai-lah yang menjadi pimpinannya. Sebagai bawahan,

sudah tentu peran partisipatif santri dan masyarakat tradisional pada umumnya sangat

kecil untuk mengatakan tidak ada, dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar

kekharismatikan sang kyai.

Kedua, pola komunikasi laissez faire. Yaitu pola komunikasi kyai dan santri yang

tidak didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada tatanan

organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada konsep ikhlas, barakah, dan ibadah

sehingga pembagian kerja antar unit tidak dipisahkan secara tajam. Seiring dengan itu,

selama memperoleh restu sang kyai sebuah pekerjaan bisa dilaksanakan.38

C. Pesantren

Pondok Pesantren merupakan gabungan dua kata yakni dari kata pondok dan

pesantren. Pondok berarti tempat tinggal singgah besar yang disediakan untuk para turis,

musafir, dan orang-orang yang berekreasi.39

Pesantren dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti asrama tempat santri atau

murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.40 Pesantren biasa disebut sebagai ’pondok

pesantren’. Pesantren berasal dari kata santri yang berdasarkan kamus umum bahasa

Indonesia, kata ini memiliki arti, yakni:

38

Ibid, HM. Amin Haedari, dkk, h.61-62. 39

Lois Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut: Darul Masyrik 1986), hal 59. 40

(33)

1. Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh.

2. Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru di

sebuah tempat yang jauh.41

Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari kata funduk yang berarti ruang

tidur atau wisma sederhana, karena pondok memanglah merupakan tempat tinggal

sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kata pesantren

berasal dari kata santri yang diberi imbuhan berupa awalan pe- dan akhiran –an sehingga

memiliki arti tempat, atau dengan kata lain tempat tinggal para santri. Namun terkadang

dianggap sebagai gabungan dari kata sant (manusia baik) dan suku kata tra (suka

menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan sebagai tempat pendidikan manusia

baik-baik.42

Secara garis besar, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama

Islam, pusat pengembangan jamaah masyarakat lingkungan yang diselenggarakan dalam

kesatuan pemukiman. Kemudian dilihat dari fungsinya, pondok pesantren adalah sebagai

tempat menginap para santri yang tidak datng dari daerah yang dekat, akan tetapi dari

tempat-tempat yang jauh sesuai dengan kemashuran kyai atau lembaga pendidikannya.

Kegiatan yang dilakukan pesantren tidak terbatas hanya pada kegiatan yang telah

disiapkan berdasarkan kurikulum dan administrasinya saja, tetapi terdapat pula

pendidikan lain dan bersifat non formal seperti pengajian kitab yang biasanya diadakan

41

WJ.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Bali Pustaka), hal 1007. 42

(34)

selepas sholat subuh dan ba’da sholat isya, serta tabligh-tabligh berupa kajian ceramah

singkat oleh para ustadz-ustadz yang bertugas.43

Menurut bapak H. Amin Haendari, Direktur Pendidikan Diniyyah dan Pondok

Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia (th.2006) mengatakan bahwa pondok

pesantren adalah merupakan lembaga keagamaan dan memiliki fungsi sebagai tempat

untuk mendalami ilmu agama (tafaqquh fiddin), serta sebagai wahana untuk kaderisasi

kader-kader ulama.44

Pernyataan serupa pun dilontarkan oleh ketua PP Pendidikan, Ma’arif NU (th.2006)

yang mengatakan bahwa sejak awal berdirinya, pondok pesantren dikenal sebagai

lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi

Islam.45

43

Mastufu, Prinsip Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal 55. 44

Kutipan wawancara, Majalah Bina Pesantren, edisi 02/tahun 1/Nopember 2006, h.15. 45

(35)

BAB III

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH KAMPUNG

DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN

A. Sejarah Berdiri

Awal mula terbentuknya pondok pesantren Al-Asmaniyah, berawal sekitar tahun

1995-1996. Di sebuah tanah wakaf milik keluarga bapak Haji Asman, dengan luas kurang

lebih sekitar + 3000 meter persegi, dibukalah sebuah lembaga pndidikan keagamaan

dengan menganut sistem salafi. Pondok pesantren yang pada awalnya hanya berbentuk

sebuah majlis bernama Miftahul Jannah telah berdiri di tengah-tengah kehidupan

masyarakat Kampung Dukuhpinang. Dengan Bapak Haji Ahmad Ghozali sebagai

pimpinan, lembaga inipun mencoba meniti usahanya di bidang pendidikan yang berfokus

pada ilmu keagamaan.

Seiring dengan perkembangan yang dialami oleh lembaga tersebut dari tahun ke

tahun, maka anggota keluarga pemilik tanah atas lembaga tersebut pun bermusyawarah

dan berinisiatif untuk membangun sebuah lembaga pendidikan formal tanpa

meninggalkan pendidikan keagamaan yang telah lama ada. Maka, akhirnya kurang lebih

sekitar tahun 2003 dicapailah kata mufakat dengan disertai berdirinya beberapa bangunan

berbentuk ruangan-ruangan untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar.

Sejalan dengan hal tersebut maka dimulailah proses kegiatan belajar mengajar dengan

(36)

Segala sesuatu mengenai surat-surat untuk keabsahan lembaga tersebut pun diurus

sedemikian rupa, sehingga terbentuklah sebuah yayasan pondok pesantren dengan nama

Al-Asmaniyah.46

B. Visi dan Misi

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif yang tidak lain sebagai

penyokong suksesnya pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang main-main semata.

Diperlukan sebuah keseriusan untuk menjalaninya, sebagai dasar dari kegiatan tersebut,

sebuah lembaga manapun dituntut untuk memiliki kejelasan tentang visi dan misinya.

Adapun secara umum visi dan misi dari Pondok Pesantren Al-Asmaniyah yaitu:

1. Visi

Memperkuat Pendidikan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional sehingga

mampu menjadi lembaga alternatif di Indonesia dan menjadi lembaga pemberdayaan

masyarakat.

2. Misi

Secara umum, misi yang diemban oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah

ini adalah memberikan pendidikan dan pembekalan tentang dasar-dasar ilmu agama

pada diri santri untuk dapat diamalkan bagi dirinya sendiri, orang lain, dan alam

sekitar lingkungannya dalam memenuhi fungsi dirinya sebagai hamba dan khalifah

Allah swt, sehingga diharapkan para santri memiliki pengetahuan dan pemahaman

46

(37)

melalui pengenalan tentang seluk beluk ilmu Agama secara mendasar sebagai bekal

para santri dalam melanjutkan alur kehidupannya.47

Namun secara khusus, terdapat pula harapan yang ingin dicapai oleh Yayasan

Pondok Pesantren Al-Asmaniyah terhadap santri agar dapat bergerak secara langsung

di bidang dakwah Islam berdasarkan kemampuan dan ilmu agama yang mereka miliki

untuk disampaikan kepada masyarakat.48

C. Tujuan Pondok Pesantren

Di antara tujuan pendidikan di pesantren ini adalah pembinaan kader muballigh yang

dilaksanakan dengan pola pendidikan formaldan informal dengan program-program

harian pesantren. Pembinaan kader muballigh ini berusaha untuk memperkenalkan dan

melatih keberanian para santri untuk dapat berdakwah guna membangkitkan bakat-bakat

yang terpendam di dalam diri mereka sehingga dapat melahirkan kader-kader muballigh

baru di masa yang akan datang. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam

pencapaian tujuan tersebut, maka yayasan menerapkan unsur pembinaan kader muballigh

tersebut ke dalam program harian yang dilakukan oleh para santri di kesehariannya.

Bapak Haji Armat adalah salah satu pengajar di yayasan pondok pesantren ini. Dengan

se-gudang pengalaman dan wawasan yang dimiliki sebagai juru dakwah sejak tahun 1986

dirasa cukup untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembinaan ini

Demikian pula dalam program pesantren terdapat pula pembinaan kader qori dan

qori’ah dengan tujuan untuk melatih dan mengembangkan kegiatan seni Islam sehingga

47

H. Ahmad Sholihan, Ketua Yayasan, Wawancara pribadi , (Aula Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah), Minggu, 10 Februari 2008.

48

(38)

terlahir kader-kader yang dapat men-sosialisasikan seni membaca al-qur’an kepada

masyarakat kelak. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian tujuan

tersebut, maka yayasan pun menunjuk bapak Ustadz Haji Ade Fauzy sebagai salah satu

pengajar di yayasan pondok pesantren ini. Dengan kemampuan dan keahlian yang

dimilikinya, serta didukung pengalaman yang mumpuni di bidangnya tercatat beberapa

kegiatan hari besar Islam sebagi seorang pendakwah atau pun pelantun ayat suci

al-qur’an pernah beliau lakoni, ditambah dengan beberapa perlombaan tingkat kabupaten

dan provinsi pun pernah beliau alami, sehingga pihak yayasan pondok pesantren ini pun

merasa perlu mengangkat beliau sebagai salah satu pengajar di yayasan tersebut. Inilah

salah satu daya tarik dari pondok pesantren ini, karena kegiatan pembinaan kader qori

dan qori’ah melalui program seni baca al-qur’an termasuk ke dalam program harian

pondok pesantren Al-Asmaniyah ini.49

D. Sistem Pendidikan

Dalam hal sistem pendidikan yang digunakan oleh yayasan pondok pesantren

Al-Asmaniyah adalah sistem modern, yang diharapkan dari program-programnya dapat

memunculkan calon-calon muballigh yang handal dan kompeten, yang memiliki

pengetahuan luas, fisik sehat dan bugar, serta memiliki jiwa atau rohani dengan akhlakul

karimah yang kuat. Dengan menggunakan beberapa program pendidikan, yakni;

1. Program Pendidikan Pesantren

49

(39)

Lembaga ini memiliki program Pendidikan Pesantren beberapa program tersebut

adalah program pengkajian kitab Islam klasik, muhadatsah, muhadarah, ubudiyah,

baca tulis al-Qur’an, dan seni baca al-Qur’an dengan berpedoman kepada kurikulum

Departemen Agama RI.

2. Pendidikan Formal

Di samping kegiatan keagamaan, lembaga inipun mendirikan sebuah lembaga

pendidikan umum Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I) adapun masa belajar

berlangsung selama 3 (tiga) tahun dan mengikuti ujian di akhir tahun ketiga dengan

berpedoman pada kurikulum DIKNAS.

3. Pendidikan Non Formal

Untuk menunjang kegiatan formal dan memberikan tambahan ilmu kepada para

santrinya, yayasan Al-Asmaniyah ini pun mengadakan program ekstrakulikuler

beberapa program tersebut adalah kegiatan pramuka, kursus Bahasa Inggris, komputer

dan pelatihan seni Islam. Diharapkan dari masing-masing program tersebut dapat

memeberikan tambahan ilmu dan keterampilan yang dapat dimiliki oleh tiap-tiap

individu santri.

Bila dilihat dari sistem pendidikan yang digunakan oleh Pondok Pesantren

Al-Asmaniyah, dapat disimpulkan bahwa saat ini pondok pesantren tersebut dapat dikatakan

sebagai pondok pesantren Modern (khalaf) reguler. Pondok pesantren khalaf adalah

(40)

seperti madrasah.50 Lembaga jenis ini memasukkan pelajaran umum dalam pendidikan

pesantren seperti tipe-tipe sekolah umum seperti SD-I (MI), SMP-I (MTs), SMA-I

(Madrasah Aliyah), dan Perguruan Tinggi.51

E. Struktur Pengurus dan Pengasuh

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah

ini diusung oleh sebuah keluarga yang memiliki sepetak tanah seluas + 3000 meter

persegi tepat berada di sebuah perkampungan penduduk yang sangat membutuhkan

pendidikan. Mereka pun berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan

keagamaan bahkan didukung pula dengan pendidikan formal di dalamnya. Bila dilihat

secara umum dalam dunia pesantren, orang-orang yang memiliki kedudukan sebagai

pengurus dapat juga dikatakan memilik posisi sebagai pengasuh. Baik pengasuh santri

dalam hal pendidikan keagamaan, keuangan, hingga bagian konsumsi.

Di bawah ini adalah beberapa orang yang memiliki kedudukan sebagai pengurus

sekaligus pengasuh di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah dan tidak lain masih memiliki

hubungan keluarga antara yang satu dengan yang lainnya. Setelah melakukan

musyawarah keluarga dalam hal penentuan posisi dalam yayasan, maka didapatlah

pembagian posisi tersebut, yaitu:

1. Pendiri Yayasan : Bapak H. Asman

50

Wahyoetomo, Perguruan tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal 82.

51

(41)

2. Penasehat : KH. Ahmad Syatiri

3. Ketua Yayasan : Bapak H. Achmad Solihan

4. Wakil Ketua Yayasan : Bapak H. Dede Fauzy

5. Sekretaris : Hj. Tuti Kholilah

6. Bendahara : Bapak H. Ahmad Ghozali

Beberapa pengurus sekaligus pengasuh inti pondok pesantren di atas, dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar pun turut dibantu juga oleh beberapa orang guru

pembantu (tidak tetap). Beberapa orang guru pembantu (tidak tetap) tersebut lebih

diarahkan untuk melaksanakan tugas belajar mengajar dalam hal pendidikan umum yang

bersifat formal dan sesuai dengan ketentuan DIKNAS yang berlaku. Sehingga kegiatan

belajar mengajar pesantren pun berjalan seiring dengan pendidikan formal yang

dilakukan di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah tersebut.

F. Program Pondok Pesantren

Untuk mendukung berjalannya roda pendidikan yang dijalani oleh lembaga

al-Asmaniyah agar dapat lebih berkembang, dibutuhkan beberapa program.

Program-program tersebut diharapkan dapat mendorong kemajuan dan perkembangan yayasan

serta tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai oleh yayasan pondok pesantren tersebut,

yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi

(42)

Ada beberapa program pendidikan yang dilaksanakan dan ingin dicapai oleh Yayasan

Pondok Pesantren al-Asmaniyah. Program-program tersebut dibagi menjadi tiga macam,

yakni; program jangka pendek, program jangka panjang dan program harian.

1. Program Jangka Pendek

Adapun yang menjadi program jangka pendek dari yayasan pondok pesantren ini

adalah tetap meneruskan pendidikan keagamaan dalam sistem salafi yakni tetap

dengan menggunakan kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) sebagai media

pembelajaran. Selain itu juga berusaha untuk tetap bertahan untuk melaksanakan

program pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I). Dari

perpaduan inilah diharapkan agar para santri tidak merasa tertinggal dalam menjalani

program pendidikan baik ilmu agama maupun ilmu umum.

2. Program Jangka Panjang

Sedangkan mengenai program yang ingin dicapai secara jangka panjang oleh

pondok pesantren ini adalah berusaha untuk mengembangkan tingkat pendidikan

formal yang telah ada. Saat ini telah berdiri pendidikan formal se-tingkat SMP-I atau

dapat disebut juga madrasah tsanawiyah, Untuk pencapaian selanjutnya, yayasan

pondok pesantren ini bermaksud akan mendirikan pula pendidikan formal setingkat

SMA dalam bentuk madrasah aliyah dan pendidikan formal se-tingkat perguruan

tinggi.

(43)

Sebagai penyokong jalannya program jangka pendek maupun jangka panjang

tersebut, secara umum yayasan pondok pesantren al-Asmaniyah juga memiliki

beberapa program harian, seperti:

a. Program Pendidikan Pesantren

Adapun beberapa program yang termasuk ke dalam program pesantren

adalah:

1) Kajian Kitab Kuning

Kitab kuning adalah buku tentang ilmu keislaman yang dipelajari di

pondok pesantren dan majelis taklim. Istilah kitab kuning sudah merata di

dunia pesantren.

Adapun beberapa kitab kuning yang dipelajari di pondok pesanten ini

yaitu:

a) Kitab Jurumiyah, Kitab ini dijadikan kitab dasar, karena kitab ini

mempelajari tentang tata bahasa ataupun nahwu yang dapat kegunaan

oleh santri untuk melatih dalam membaca kitab selanjutnya atau

berbicara dengan bahasa arab.

b) Kitab Safinah, kitab ini mempelajari tentang fiqih ibadah.

c) Kitab Fathul Qorib, kitab ini pun mempelajari tentang fiqih ibadah

yang membantu memperdalam kajian pengetahuan para santri dalam

menambah wawasan keagamaan mereka di samping terdapat pula

kitab safinah.

d) Ta’lim Muta’allim, kitab ini membahas tentang metode belajar dan

(44)

dirasa dapat dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk untuk

megetahui tata cara ataupun metode untuk menyampaikan sesuatu

kepada orang lain.

e) Nashaihul Ibad, kitab ini berisikan tentang nasehat-nasehat

berdasarkan hadits-hadits dari ulama-ulama terdahulu. Hal ini sangat

bermanfaat untuk mengajarkan segala sesuatu tentang kehidupan yang

pernah dirasakan oleh para ulama terdahulu menyangkut beberapa hal

tentang kehidupan.

2) Program Muhadatsah

Muhadatsah merupakan latihan berbicara atau bercakap-cakap dengan

menggunakan bahasa Arab. Metode inilah yang kemudian dalam dunia

pesantren “modern” dikenal dengan metode hiwar. Dalam aplikasinya,

metode ini diterapkan dengan mewajibkan para santri untuk berbicara, baik

dengan sesama santri maupun dengan para ustadz atau kyai, dengan

menggunakan bahasa Arab.

3) Program Muhadarah

Muhadharah adalah suatu kegiatan latihan secara individual bagi para

santri yang intinya bertujuan untuk melatih keterampilan mereka dalam

berpidato. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

(45)

Tata cara dalam melakukan kegiatan ini pun terbilang sangat mudah

diterapkan, yakni dengan mewajibkan bagi tiap-tiap individu santri untuk

dapat tampil dan maju ke depan lalu berbicara tentang suatu hal untuk

didengarkan oleh santri yang lain. dalam penyampaian materi tersebut lebih

difokuskan pada inti-inti materinya saja, dan untuk pelaksanaan praktek

tersebut setiap santri memiliki waktu kurang lebih tujuh menit.52

Kegiatan seperti ini bertujuan untuk menambah motivasi dan keberanian

para santri untuk berlatih dalam mengungkapkan sebuah hal dan berusaha

untuk didengar serta mengusahakan untuk mendapatkan perhatian dari para

pendengar tersebut.

4) Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)

Program ini merupakan sebuah program yang sangat berguna bagi para

santri karena dapat digunakan sebagai modal dasar mereka di masyarakat

kelak. Program ini mempelajari tentang metode ataupun cara-cara membaca,

dan menulis al-Quran.

5) Pelatihan Seni Baca Al-Qur’an

Pelatihan seni baca al-Qur’an ini diberikan sebagai tambahan ilmu untuk

mengembangkan keterampilan para santri dalam membaca al-Qur’an.

Pelatihan ini dimaksudkan sebagai penyokong kemampuan para santri saat

terjun dalam masyarakat kelak. Pola pengajaran yang diterapkan pun tidak

52

(46)

berbeda dengan program BTQ, yakni pengajar memberikan materi yang

berkenaan dengan ilmu seni membaca al-Qur’an dan kemudian diikuti oleh

segenap santri secara jamaah maupun individu.

6) Ubudiyah

Program ini dilaksanakan sebagai ilmu tambahan bagi para santri

khususnya dari segi ilmu agama.

Program ubudiyah ini terdiri dari penjelasan teori (materi) dan praktikum

yang membahas tentang kehidupan umat beragama termasuk dalam kegiatan

ibadah. Dari kajian ini diharapkan para santri akan mendapatkan pembekalan

yang cukup dan lebih mendalam terhadap seluk beluk wawasan

keagamaannya. Lebih diharapkan lagi agar mereka dapat memahami dan

mengerti tentang proses menjalani kehidupan umat beragama.. Kegiatan ini

dimaksudkan agar para santri dapat mengerti tidak hanya sebatas teori

(materi) saja, melainkan diharapkan agar para santri dapat mengetahui

tentang tata cara pelaksanaannya sehingga mereka tidak canggung lagi bila

tampil di dalam kehidupan bermasyarakat kelak.

b. Program Pendidikan Formal

Selain pondok pesantren, yayasan Al-Asmaniyah ini pun memiliki sebuah

lembaga pendidikan se-tingkat Madrasah Tsanawiyah yakni Sekolah Menengah

Pertama Islam (SMP-I). Sehingga dengan adanya kegiatan belajar mengajar

(47)

melaksanakan beberapa mata pelajaran seperti di beberapa sekolah umum

lainnya. Beberapa di antaranya adalah matematika, ekonomi, dan Bahasa

Indonesia.

c. Kegiatan Ekstrakurikuler (Non-Formal)

Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran sekolah biasa, di sekolah atau di

luar sekolah, secara berkala atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Pada

umumnya kegiatan ekstrakulikuler ini mengandung unsur-unsur pembinaan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan terhadap kehidupan

bernegara dan berbangsa, pembinaan terhadap kepribadian, hingga pembinaan

terhadap apresiasi, seni dan potensi.53

Di bawah ini adalah beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang terdapat di

Yayasan Pondok Pesntren Al-Asmaniyah:

1). Keterampilan Komputer

Kegiatan ini hanyalah sebagai penyokong kemampuan para santri untuk

kebutuhan mereka di masa yang akan datang. Dalam kegiatan keterampilan

ini, para santri hanya mendapatkan pengetahuan tentang dasar-dasar dalam

pengoperasian alat teknologi ini. Salah satu program yang diajarkan kepada

para santri adalah Ms. Word.

2). Kegiatan Pramuka

53

(48)

Kegiatan ini tidak lain untuk melatih kedisiplinan dan keterampilan para

santri yang diharapkan dapat berguna ketika mereka telah berada di

tengah-tengah masyarakat. Kegiatan ini sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh

mereka, karena kegiatan ini dinilai dapat membentuk karakter dan kepribadian

para santri agar dapat bertahan dalam menghadapi cobaan-cobaan yang akan

menghadang mereka di kemudian hari.

3) Pelatihan Seni Islam

Sebuah kegiatan yang mengandung nilai-nilai Islami, yang dimaksudkan

untuk melatih keterampilan santri dalam menguasai beberapa kesenian Islam.

Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari senin-kamis ba’da Ashar. Adapun

pelatihan kegiatan seni Islam yang dilakukan di yayasan ini seperti pelatihan

kesenian marawis, dan nasyid.

4). Kursus Bahasa Inggris

Pelatihan dalam berbahasa Inggris ini dilaksanakan setiap hari Sabtu bada

dzuhur. Kegiatan ini bermaksud untuk menambah wawasan dan pengetahuan

para santri serta menambah kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa

(49)

BAB IV

ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI

A. Profil Guru Pembimbing

Proses pembinaan spiritual dan peningkatan skill (kemampuan) para santri

dilaksanakan dalam program klasikal. Adapun sistem pembelajaran klasikal tersebut

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama

Republik Indonesia dengan maksud untuk memberikan pembekalan dan pemahaman

ilmu agama kepada para santri didampingi oleh guru-guru yang –penulis rasa-

berkompeten di bidang agama.

Pembelajaran atau pembinaan spiritual dan peningkatan kemampuan (skill) dilakukan

oleh hanya empat orang figur tokoh pesantren yakni Bapak H. Armat Syarifuddin, Bapak

H. Ahmad Sholihan, bapak H. Ahmad Ghozali dan Bapak H. Ade Fauzy. Dengan

masing-masing tokoh memiliki kualitas individual dalam memenuhi kebutuhan

pembinaan yang mencukupi.

Adapun untuk mengetahui lebih jauh mengenai profil dari ketiga orang tersebut akan

dijelaskan berikut ini:

1. H. Achmad Sholihan

Pria kelahiran Tangerang 36 tahun silam tepatnya pada tanggal 9 September

1972 ini memiliki motto hidup agar jadilah manfaat bagi keluarga, Agama, dan

(50)

Pesantren Al-Asmaniyah ini. Dibantu oleh seorang istri dan beberapa kaum kerabat,

beliau pimpin pergerakan yayasan pendidikan ini. Dengan kata lain, beliaulah yang

memiliki posisi sebagai ketua yayasan di antara anggota keluarga lainnya.54

Tidak pernah mengenyam pendidikan formal tidak membuat beliau berkecil hati.

Tidak ada yang tidak mungkin bila Allah swt menghendaki. Pergerakan dakwahnya

dimulai sejak ia melangkahkan kaki dan singgah di Pondok Pesantren Mursyidul

Fallah, Bogor pada tahun 1985-1995. Beliau untuk mendalami ilmu agama selama

10 tahun di pondok pesantren tersebut. Beliau mengisahkan selalu mengkaji dan

mendalami Islam melalui berbagai kitab-kitab kuning yang ia temukan. Setelah

merasa jenuh, akhirnya beliaupun hijrah untuk menambah wawasan agamanya.

Adalah Pondok Pesantren Raudhatul Tafsir menjadi tempat persinggahan

berikutnya. Pondok pesantren yang masih terletak di wilayah Bogor inilah beliau

menempa ilmu dan mengkaji ilmu tafsir. Dari tahun 1998-2000, beliau menggeluti

dan mengkaji ilmu tafsir di pondok pesantren ini.55

Tidak sampai di situ saja, masih merasa kurang dalam wawasan agamanya, maka

pada tahun 2001 pun beliau hijrah kembali ke sebuah pondok pesantren bernama

Darrul Ibtida di wilayah Tangerang. Hingga tahun 2002 beliau menetap di sana dan

mempelajari serta mndalami ilmu fiqih.56

Setelah merasa cukup, maka beliau pun kembali untuk tinggal bersama orang

tuanya di Kampung Dukuhpinang, Tangerang. Dan pada tahun 2003 atas dasar

pemikiran beliau dan kesepakatan hasil musyawarah keluarga, akhirnya berdirilah

54

H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup 55

H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup 56

(51)

sebuah Yayasan Pondok Pesantren bernama Al-Asmaniyah dengan beliau sendiri

sebagai ketua yayasan.57

Selain menjabat sebagai ketua yayasan, H. Achmad Sholihan tidak serta merta

meninggalkan kewajibannya sebagai muballigh. Berbagai ilmu agama yang beliau

miliki dari beberapa pesantren yang pernah ia singgahi pun ia ajarkan kepada para

santri. Dengan kata lain bahwa, H. Acmad Sholihan pun ikut serta dalam kegiatan

proses pendidikan di Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini.

Program yang khusus ia lakoni adalah program kajian kitab kuning dan mulok.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terdapat beberapa kitab

yang dibahas dalam pondok pesantren ini, yakni kitab Jurumiyah, kitab Safinah,

kitab Fathul Qorib, kitab Ta’lim Muta’allim, dan kitab Nashaihul Ibad.

Bila dilihat dari perjalanan hidupnya, dapat disimpulkan bahwa beliau

benar-benar buta akan ilmu-ilmu formal (umum) namun sangat kaya akan ilmu-ilmu

agama. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa kitab yang telah beliau

pelajari dan kuasai. Inilah yang dijadikan modal utama oleh beliau untuk

menyebarkan dan menyiarkan ilmu agama yang dimillikinya.

2. H. Armat Syarifuddin

Pemilik nama lengkap Armat Syarifuddin ini dalam kesehariannya sering

menggunakan nama panggilan Abi Hani, hal ini dikarenakan bahwa Pria kelahiran

Kampung Babakan, Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang ini

memiliki seorang anak perempuan bernama Hani. Bermula saat mengenyam

57

(52)

pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1981-1986 ia pun sudah berangan-angan

ingin menjadi seseorang yang bergerak di bidang dakwah hingga selepas tamat dari

sekolah dasar, ia pun melanjutkan pendidikan di sekolah yang memiliki keislaman

yang cukup kental, As-syafi’iyah adalah lembaga pendidikan yang beliau singgahi

dari tahun 1986-1993 ia telah banyak menyerap berbagai ilmu agama yang kiranya

dapat digunakan olehnya sebagai modal berdakwah kelak. Tidak cukup puas dengan

ilmu yang didapatkannya di As-Syafi’iyah, pada tahun 1993 beliau pun lalu merapat

di Daarut Tafsir (Ciampea) guna mendalami ilmu keagamaannya.58

Selama 1 tahun ia menempa ilmu agama di Daarut Tafsir, kemudian ia pun

melanjutkan pendidikannya dan hijrah untuk kuliah di lembaga pendidikan

La-Royba (Parung Panjang) untuk mengenyam pendidikan tingkat D2, namun baru

beberapa tahun berjalan ia pun harus menyudahinya karena suatu hal dan akhirnya

jenjang pendidikan D2 tersebut terputus di tengah jalan. Sempat vacum dalam

menyerap pendidikan namun tidak menghentikan kegiatanya di bidang dakwah.

Kini beliau memiliki posisi sebagai Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Miftahul

Khaer diwilayah Sukabakti Kecamatan Curug, Tangerang sekaligus beliau

meneruskan pendidikannya kembali di STKIP Kusuma Negara guna mendapatkan

ijazah bergelar sarjana (S1) dan bergabung untuk mengajar di Yayasan Pondok

Pesantren Al-Asmaniyah, Dukuhpinang, Tangerang.59

Selama bergerak di bidang dakwah, beliau sudah mulai meniti karir tersebut

semenjak di pesantren dan belajar di madrasah tsanawiyah (di lembaga pendidikan

As-Syafi’iyah). Sering diajak oleh gurunya kala berdakwah dan mengisi kegiatan

58

H. Armat, daftar riwayat hidup 59

Gambar

Gambaran umum

Referensi

Dokumen terkait

S221108009 PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMAKNAAN IDENTITAS SUBKULTUR (Studi Kasus Peran Komunikasi Waria Dalam Memaknai Identitas Sebagai Waria Santri Di Pondok

Pola Komunikasi antara pengasuh dan Santri di Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Modern Alfa Sanah tidak ada yang dominan di antara komunikasi antarpribadi

Menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Peran Kepemimpinan Kyai dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) dalam Pembentukan Jiwa Kemandirian dan Entrepreneurship Santri di Pondok

Implikasi Kepemimpinan Kyai dalam Memberdayakan Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Dan Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan Berdasarkan hasil penelitian

Peran Kyai dalam membina perilaku qonaa’ah santri di Pondok Pesantren Modern Raden Paku Trenggalek ... Peran Kyai dalam membina perilaku sabar santri di Pondok Pesantren Modern

Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan hasil penelitian tentang “Dinamika Pola Hidup Santri Dalam Membentuk Kompetensi Sosial di Era Revolusi Industri 4.0 Studi di

1 (2021) 56-85 Kiyai memberikan kesempatan kepada santri untuk bertanya dengan harapan agar kyai sendiri tahu apakah pesan yang disampaikan diterima secara baik atau

Santri pondok pesantren Blokagung yang berasal dari luar jawa tentu tidak begitu paham terhadap bahasa jawa, pola komunikasi multikultural santri dalam memahami