• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI DARI

EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH PARIJOTO

(Medinilla speciosa

Blume)

SKRIPSI

SYAIMA

1111102000056

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

ISOLASI FRAKSI AKTIF ANTIBAKTERI DARI

EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH PARIJOTO

(Medinilla speciosa

Blume)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SYAIMA

1111102000056

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Syaima

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Ekstrak Etil Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosaBlume)

Parijoto (Medinilla speciosaBlume) merupakan tanaman obat yang telah banyak digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit sariawan, diare, kolesterol serta sebagai nutrisi bagi ibu hamil. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ekstrak etil asetat buah parijoto memiliki aktivitas antibakteri terbesar dibandingkan ekstrak metanol dan n-heksan terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi ekstrak etil asetat buah parijoto dan mengetahui aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi hasil isolasi. Ekstrak etil asetat diperoleh dengan metode maserasi dan partisi. Isolasi fraksi dilakukan dengan teknik kromatografi kolom. Fraksi hasil isolasi diuji aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode bioautografi langsung pada konsentrasi 50 mg/mL terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil kromatografi kolom didapatkan 25 fraksi dan dari uji aktivitas 25 fraksi diketahui bahwa 21 fraksi aktif terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 2 fraksi aktif hanya terhadap Staphylococcus aureus, dan 2 fraksi aktif hanya terhadap Escherichia coli. Fraksi 13 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Staphylococcus aureus yaitu sebesar 18,5 mm. Sedangkan fraksi 24 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadapEscherichia coli yaitu sebesar 14,7 mm.

(7)

Name : Syaima

Program Study : Pharmacy

Title : Isolation of Active Antibacterial Fraction from Ethyl Acetate ExtractMedinilla speciosaBlume

Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is an medicinal plant that has widely been used of society to treat the disease like mouth sores, diarrhea, antihyperlipidemia, and nutrients for pregnant women. The previous research showed that ethyl acetate extract of Medinilla speciosahad the most extensive antibacterial activity compared to methanol extract and n-hexane extract againstStaphylococcus aureus and Escherichia coli. This research aimed to isolate ethyl acetate extract of Medinilla speciosa and to investigate the antimicrobial activity of isolated fractions. Ethyl acetate extract was obtained with maseration and partition method. Isolation of fractions conducted through the column chromatography technique. Fractions were carried out by bioautography thin layer chromatography at concentration 50 mg/mL against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The results of column chromatography were 25 isolated fractions, and antibacterial test of isolated fractions showed that 21 fractions were active against Staphylococcus aureus and Escherichia coli, 2 fractions were active against Staphylococcus aureus only, and 2 fractions were active against Escherichia coli only. Fraction 13 has the highest antibacterial activity to Staphylococcus aureus that is 18.5 mm. While fraction 24 has the highest antibacterial activity to Escherichia colithat is 14.7 mm.

(8)

Alhamdulillah, pujji syukur saya panjatkan kepada Allah azza wa jalla

yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada saya. Sholawat serta

salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Berkat rahmat dan pertolongan Allah, saya dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi yang berjudul “Isolasi Fraksi Aktif Antibakteri dari Ekstrak Etil

Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)”. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak mulai dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangatlah sulit

untuk menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan

terimakasih kepada :

1. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt dan Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt

selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, ilmu, waktu, tenaga, dan semangat selama

proses penyelesaiian penelitian ini.

2. Prof. Dr. Arief Sumantri S.KM, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan.

4. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak memberikan ilmu dan teladan selama masa perkuliahan.

5. Kedua orang tua terkasih, Abi Farid Ahmad Okbah dan Mama Jamilah

Ganis atas kasih sayang, dukungan, semangat, doa yang tiada henti, serta

(9)

hiburan, dan doa yang saya butuhkan.

7. Sahabat-sahabat yang mendampingi hari-hari saya selama 3 tahun,

Umniyaty Mufidah dan Athirotin Halawiyah, yang telah banyak

memberikan semangat, motivasi, dukungan, nasihat-nasihat yang

membangun, serta kepada M.Saiful Amin yang telah banyak membantu

dalam proses pengerjaan penelitian ini.

8. Keluarga Akademi Thibbun Nabawi angkatan 5 yang selalu mendukung,

mendoakan, memberikan hiburan. Semoga kebersamaan dan kekeluargaan

ini terus terjalin.

9. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2011 atas persaudaraan dan

pertemanan yang berkesan selama 4 tahun ini.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

kelancaran pengerjaan skripsi ini.

Semoga Allah azza wa jalla membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap kritik

dan saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil

penelitian ini bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu

pengetahuan.

Ciputat, Juli 2015

(10)
(11)

HALAMAN JUDUL... ii

2.1 TanamanMedinilla speciosa Blume... 4

2.2 Simplisia... 6

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 28

3.2 Alat dan Bahan... 28

3.3 Cara Kerja... 29

3.3.1 Penyiapan Simplisia... 29

3.3.2 Pembuatan dan Partisi Ekstrak... 29

3.3.3 Skrining Fitokimia... 30

(12)

3.4.5.3 Rekristalisasi... 33

3.3.6 Pewarnaan Gram... 34

3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri... 34

3.3.8 Uji Kemurnian Senyawa... 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Pemeriksaan Simplisia ... 37

4.2 Penyiapan Simplisia ... 37

4.3 Ekstraksi dan Partisi ... 37

4.4 Pengukuran Kadar Air Ekstrak Etil Asetat ... 39

4.5 Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat ... 39

4.6 Isolasi Senyawa Menggunakan Kromatrografi Kolom ... 40

4.7 Uji Bioautografi Non-Elusi Fraksi ... 43

4.8 Pemurnian dan Uji Kemurnian Fraksi 9... 51

4.9 Uji Bioautografi Elusi Fraksi 9 ... 52

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan... 56

5.2 Saran... 56

(13)

Gambar 2.1 Pohon dan BuahMedinilla speciosa... 5 Gambar 2.2 Rumus bangun Kloramfenikol... 17 Gambar 4.1 Profil KLT eluat hasil fraksinasi dari ekstrak etil asetat

dengan kromatrografi kolom ... 41 Gambar 4.2 Profil KLT fraksi gabungan... 42 Gambar 4.3 Hasil pewarnaan Gram bakteri S.aureus dan E.coli di

bawah mikroskop perbesaran 100 x 10 ... 44 Gambar 4.4 Hasil uji bioautografi dari ekstrak etil asetat terhadap

bakteriS.aureusdanE.coli... 48 Gambar 4.5 Profil KLT fraksi 9 sebelum rekristalisasi... 51 Gambar 4.6 Profil KLT 2 dimensi fraksi 9 setelah rekristalisasi ... 52 Gambar 4.7 Hasil uji bioautografi elusi fraksi 9 terhadap S.aureus

(14)

Tabel 2.1 Perbedaan ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif 10 Tabel 4.1 Hasil rendemen ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol . 38 Tabel 4.2 Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil asetat ... 39 Tabel 4.3 Hasil uji bioautografi fraksi dari ekstrak etil asetat

(15)

Lampiran 1. Hasil determinasi tanamanMedinilla speciosaBlume ... 63 Lampiran 2. Bagan alur penelitian... 64 Lampiran 3. Bagan alur kerja ekstraksi dan partisi buah Medinilla

speciosa ... 65 Lampiran 4. Bagan kerja fraksinasi dengan kromatografi kolom ... 66 Lampiran 5. Bobot masing-masing fraksi hasil kromatografi kolom.. 67 Lampiran 6. Data profil KLT eluat hasil fraksinasi dari ekstrak etil

asetat dengan kromatrografi kolom... 68 Lampiran 7. Bagan alur kerja uji antibakteri dengan metode

(16)

1.1.Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan dengan

prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia. Infeksi adalah proses invasif oleh

mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit

(Potter & Perry, 2005). Infeksi dapat disebabkan oleh virus, jamur, parasit, dan

bakteri. Bakteri patogen yang sering menyebabkan infeksi pada manusia

diantaranya adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Infeksi oleh

S.aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah.

Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,

impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia,

mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan

endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,

keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan,et al., 1994; Warsa, 1994).

Infeksi yang disebabkan oleh E.coli adalah infeksi saluran kemih, diare, sepsis,

dan meningitis (Jawetzet al., 1996).

E. coli adalah bakteri yang merupakan anggota flora normal usus. E. coli

berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu,

asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan.E. colimenjadi patogen jika

jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus

(Jawetz et al., 1996). Pengobatan infeksi dilakukan dengan pemberian antibiotik,

tetapi banyak bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik sehingga perlu

dilakukan pencarian antibakteri baru.

Penelitian-penelitian pencarian bahan antibakteri telah banyak dilakukan

terutama dari berbagai jenis tumbuhan. Para ilmuwan terus berusaha untuk

mencari sumber antibakteri baru. Tumbuhan yang digunakan untuk obat

tradisional dapat dijadikan alternatif pencarian zat antibakteri, karena pada

umumnya memiliki senyawa aktif yang berperan dalam bidang kesehatan (Zuhud,

(17)

Tumbuhan dikenal mengandung berbagai golongan senyawa kimia

tertentu sebagai bahan obat yang mempunyai efek fisiologis terhadap organisme

lain, atau sering disebut sebagai senyawa bioaktif. Kurang lebih 80% obat-obatan

yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari tumbuhan obat. Telah

banyak senyawa aktif asal tumbuhan yang memasuki aplikasi komersial untuk

berbagai kegunaan. Senyawa alam hasil isolasi dari tumbuhan, juga digunakan

sebagai bahan asal untuk sintesis bahan-bahan biologis aktif dan sebagai senyawa

model untuk merancang senyawa baru yang lebih aktif dengan sifat toksik yang

lebih rendah (Sasongko, 2002).

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah.

Hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negara ini. Wilayah hutan

tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah

Brazil. Sebanyak 40.000 jenis flora yang ada di dunia, terdapat 30.000 jenis dapat

dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat

dan telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh

berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut sekitar 90% dari

jumlah tumbuhan obat yang terdapat dikawasan Asia (Masyhud, 2010).

Popularitas dan perkembangan obat tradisional semakin meningkat seiring

dengan slogan “kembali ke alam” yang kian menggema sehingga banyak yang

tertarik untuk mengeksporasi manfaat tumbuhan negeri ini. Diantara tumbuhan

yang digunakan dan diteliti adalah buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang

merupakan anggota famili Melastomataceae. Buah parijoto merupakan tanaman

khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah.

M.speciosa tumbuh liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang

dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo,dkk., 2012).

Buah parijoto telah digunakan secara empiris untuk mengobati penyakit

sariawan, diare, kolesterol serta sebagai nutrisi bagi ibu hamil (Anonim, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wachidah (2013), ekstrak buah

parijoto memiliki berbagai kandungan kimia, seperti: saponin, glikosida,

flavonoid, dan tannin. Flavonoid, saponin, dan tanin dapat menghambat

(18)

Pada penelitian sebelumnya (Mukarromah, 2015) telah dilaporkan bahwa

ekstrak etil asetat buah parijoto memiliki aktivitas antibakteri paling besar

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dibandingkan

dengan ekstak metanol atau ekstak n-heksan buah parijoto. Oleh karena itu, sangat

perlu untuk melakukan isolasi dari ekstak etil asetat buah parijoto.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah manakah diantara

fraksi-fraksi hasil isolasi dari ekstrak etil asetat buah parijoto yang menunjukkan

aktivitas antibakteri terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

mengenai aktvitas antibakteri dari fraksi-fraksi hasil isolasi ekstrak etil asetat buah

parijoto terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi

ilmiah mengenai aktivitas antibakteri dari buah Medinilla speciosa Blume yang

berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadi dasar informasi untuk

(19)

2.1. TanamanMedinilla speciosaBlume

2.1.1. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Medinilla

Spesies :Medinilla speciosaBlume

(www.plantamor.com)

2.1.2. Morfologi Tanaman

Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-2 m, batang bulat,

kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar, putih kecoklatan; daun

tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu

kemerahan, helaian daun berbentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,

panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas licin,

berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga majemuk, di

ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal

berlekatan, panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat jumlah

mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah keunguan, kepala

putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai,

bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah buni, bulat, bagian ujung

berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan; biji

(20)

(a) (b)

Gambar 2.1Pohon (a) dan Buah (b)Medinilla speciosa

(Sumber : Koleksi pribadi)

2.1.3. Tempat Tumbuh

Medinilla speciosamerupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau

di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuhan ini

tumbuh baik pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800

m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November –

Januari dan waktu panen yang tepat bulan Maret–Mei (Anonim, 2013).

2.1.4. Khasiat

Secara tradisional buah parijoto digunakan sebagai obat sariawan,

antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di

daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu

(Anggana, 2011).

2.1.5. Kandungan Kimia

Buah parijoto memiliki berbagai kandungan kimia yaitu: saponin,

glikosida, flavonoid, dan tannin (Wachidah, 2013). Flavonoid yang merupakan

senyawa fenol dapat menyebabkan penghambatan terhadap sintesis dinding sel

(Mojab et al., 2008). Flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat bersifat

koagulator protein (Dwijoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak akan

(21)

Pada konsentrasi yang biasa digunakan (larutan dalam air 1-2%), fenol dan

derivatnya menimbulkan denaturasi protein (Jawetz et al., 1996). Saponin

merupakan zat hemolitik yang kuat serta memiliki sifat seperti sabun. Saponin

juga bersifat spermisida, antimikrobia, antiperadangan dan memiliki aktivitas

sitotoksik (Tjay dan Rahardja, 2002).

Kandungan senyawa kimia lain, yaitu tanin, mempunyai sifat sebagai

pengelat berefek spasmolitik, yang dapat mengerutkan membran sel sehingga

mengganggu permeabilitas sel. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat

melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati.

Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi

enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah, 2004).

2.2. Simplisia (Depkes, 2000)

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa

tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.

Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan

atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati

lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa

senyawa kimia murni.

2.3. Ekstraksi

2.3.1. Pengertian Ekstraksi dan Ekstrak

Ekstraksi merupakan pemisahan zat berkhasiat yang terkandung dalam

jaringan tumbuhan atau hewan dari komponen inaktif atau inert menggunakan

pelarut selektif (Handa, 2008). Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak. Menurut FI

IV, ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

(22)

Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 1995) :

a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu

dan dapat dituang.

b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak

dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan

mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari

5%.

d. Ekstrak cair adalah ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian

simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

2.3.2. Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu :

A. Ekstraksi dengan Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi dengan cara merendam simplisia dengan

pelarut tertentu dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Jumlah pelarut yang dipakai tergantung pada banyaknya

sampel. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tidak tahan pemanasan

(Depkes, 2000).

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari

maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang

terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang

masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan

yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah

tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi, tujuan

dilakukannya pengocokan berulang adalah untuk menjamin keseimbangan

konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan. Keadaan diam

selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar

perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil

(23)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses ekstraksi menggunakan alat perkolator yang

dilakukan dengan cara mengalirkan cairan pelarut organik pada sampel yang

sebelumnya telah dibasahi. Prinsip dari metode perkolasi adalah pelarut yang

telah jenuh yang berada di dalam perkolator akan digantikan oleh pelarut yang

lebih baru dan segar. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak

(Depkes, 2000).

B. Ekstraksi dengan Cara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

(Depkes, 2000).

2. Sokhlet

Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi terus menerus dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Dalam metode ini,

simplisia diletakkan di dalam kantong yang terbuat dari kertas saring dan

ditempatkan dalam alat Sokhlet. Pelarut dipanaskan sampai menguap dan uap

yang dihasilkan akan mengalami kondensasi dan mengekstraksi simplisia

(Depkes, 2000 dan Handa, 2008).

3. Digesti

Digesti merupakan metode maserasi kinetik (dengan pengadukan terus

menerus) yang menggunakan temperatur hangat yaitu 30-40 0C selama proses

ekstraksinya. Metode ini digunakan untuk sampel yang pada suhu kamar tidak

tersari dengan baik (Depkes, 2000 dan Handa, 2008).

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(24)

selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus dapat dikatakan sebagai metode

modifikasi dari maserasi (Singh, 2008).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih dan pada temperatur sampai

titik didih air (Depkes, 2000). Metode ini digunakan untuk mengekstraksi zat

yang larut air dan stabil terhadap pemanasan.

2.4. Tinjauan Bakteri

2.4.1. Karakteristik Bakteri

Bakteri adalah sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak

berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri, dan sangat kecil hingga

hanya terlihat dengan bantuan mikroskop (Dwidjoseputro, 1994).

Ada beberapa bentuk dasar bakteri yaitu (Pratiwi, 2008) :

1. Bulat (cocus atau cocci)

2. Batang atau silinder (bacillus atau bacilli)

3. Spiral

Umumnya bakteri adalah monomorfik (memiliki hanya satu bentuk)

namun ada bakteri tertentu yang memiliki banyak bentuk (pleomorfik) misal

bentuk iregular pada termoplasma. Sebagian besar bakteri memiliki diameter

dengan ukuran 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm. Biasanya sel-sel bakteri

muda berukuran jauh lebih besar daripada sel-sel yang tua. Bentuk dan ukuran

suatu bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur

inkubasi, umur kultur, dan komposisi media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

2.4.2. Bakteri Gram Positif dan Negatif

Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Contoh bakteri

Gram positif diantaranya adalah Staphyloccocus aureus dan Bacillus subtilis.

(25)

Tabel 2.1.Perbedaan ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif

Ciri Gram Positif Gram Negatif

Struktur dinding sel Tebal (15–80 nm) Tipis (10–15 nm)

Berlapis tunggal Berlapis tiga

Ada asam tekoat Tidak ada asam tekoat

Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak

spesies

Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang digunakan

untuk mengidentifikasi bakteri. Pewarnaan Gram menggunakan lebih dari satu

pewarna dan memiliki reaksi yang berbeda untuk setiap jenis bakteri, sehingga

dapat membedakan dua kelompok besar bakteri yaitu Gram positif dan Gram

negatif (Pratiwi, 2008).

Pada pewarnaan Gram, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga

membentuk noda pada kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu kristal

violet. Karena warna ungu mewarnai seluruh sel, maka pewarna ini disebut

pewarna primer. Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi

iodin yang merupakan mordant (penajam). Setelah iodin dicuci, baik bakteri

Gram positif maupun bakteri Gram negatif tampak berwarna ungu. Selanjutnya

(26)

pada spesies bakteri tertentu dapat menghilangkan warna ungu dari sel. Setelah

alkohol dicuci, noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan

pewarna basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke

dalam Gram positif, sedangkan bakteri yang berwarna merah digolongkan ke

dalam Gram negatif (Pratiwi, 2008).

Perbedaan warna yang terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan struktur

pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak mengandung

peptidoglikan sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak mengandung

lipopolisakarida. Kompleks kristal violet-iodin yang masuk ke dalam sel bakeri

Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan

yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif alkohol akan

merusak lapisan lipopolisakarida sehingga kompleks kristal violet-iodin dapat

tercuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan yang akan berwarna

merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008).

2.4.4. Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri adalah peningkatan semua komponen sel, sehingga

menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel yang akan menyebabkan

peningkatan jumlah individu di dalam populasi. Inokulum hampir selalu

mengandung ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah

atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya (Pelczaret al, 1998).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu (Nurwanto, 1997) :

1. Suhu

Bakteri tumbuh pada suhu biasa/umum seperti halnya organisme lainnya.

Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran suhu tertentu, sekitar 30 0C. Spesies

bakteri dapat tumbuh pada suhu minimum, optimum, dan maksimum tertentu.

Suhu minimum : suhu terendah untuk bakteri tetap dapat hidup.

Suhu optimum : suhu dimana bakteri tumbuh dengan baik.

(27)

Berdasarkan faktor suhu, bakteri dibagi dalam 3 kelompok :

• Psikrofil, hidup pada suhu dingin, di bawah 200C, optimum 150C.

• Mesofil, hidup pada suhu antara 10-450C.

• Termofil, hidup pada suhu tinggi 40-600C.

2. pH

Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran sempit, pH mendekati netral

(6,5-7,5). Sedikit bakteri yang tumbuh pada pH asam dibawah 4, tetapi ada bakteri

bahkan dapat hidup pada pH 1. Keperluan akan pH tertentu ini digunakan untuk

mengisolasi bakteri. Untuk mengatur pH dapat ditambahkan HCl, KOH atau

NaOH.

3. Tekanan osmosis

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi pertumbuhan bakteri

karena 80%-90% bakteri tersusun dari air. Tekanan osmosis sangat diperlukan

untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup. Apabila bakteri berada dalam

larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel

bakteri, maka cairan dari sel akan keluar melalui membran sitoplasma yang

disebut plasmolisis.

4. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen sebagai akseptor elektron, bakteri dapat

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob

adalah bakteri yang dapat menggunakan oksigen sebagai sumber akseptor

elektron terakhir dalam proses bioenerginya. Sebaliknya, bakteri anaerob adalah

bakteri yang tidak dapat menggunakan oksigen sebagai sumber akseptor elektron

dalam proses bioenerginya.

Berdasarkan kebutuhan oksigen, maka bakteri dapat diklasifikasikan dalam empat

kelompok :

a. Aerob, yaitu bakteri hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.

b. Anaerob, yaitu bakteri hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen bebas.

c. Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat hidup dalam lingkungan dengan

(28)

d. Mikroaerofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam

jumlah kecil.

2.4.5. Bakteri yang Digunakan dalam Penelitian

2.4.5.1. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif non spora berbentuk

batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar sekitar

0,4-0,7µm dan bersifat anaerob fakultatif. E. colimembentuk koloni yang bundar,

cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al.,

1996). Suhu optimum pertumbuhan adalah 370C.

E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam

sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan

penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang

memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat

menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa

organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat

anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri

pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan

(Ganiswarna, 1995).

E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan

meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik

(29)

2.4.5.2.Staphylococcus aureus

S. aureus adalah bakteri berbentuk bulat, bersifat Gram positif, biasanya

tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa

diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia,

menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikimia

yang fatal.S. aureusmengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai

antigen dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel, tidak

membentuk spora, dan tidak membentuk flagel (Jawetzet al., 1996).

S. aureustumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologik dibawah

suasana aerobik atau mikro-aerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 370C

dan pH 7,4 namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur

kamar (20-35oC) (Jawetzet al., 1996).

2.5. Media

Media adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk

menumbuhkan dan mengembangbiakkan bakteri. Media yang digunakan harus

dalam keadaan steril, artinya sebelum ditumbuhi bakteri yang dimaksud, tidak

ditumbuhi bakteri lain yang tidak diharapkan (Dwijosaputro, 1994).

Media yang paling baik bagi pemeliharaan bakteri adalah media yang

mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa-sisa

makanan, atau ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Media buatan manusia

(30)

a. Media cair

Media cair yang biasa dipakai adalah kaldu yang dibuat dengan kombinasi

air murni, kaldu daging lembu dan pepton. Pepton mengandung banyak N2,

sedangkan kaldu berisi garam-garam mineral. pH medium diatur menjadi sedikit

asam atau netral yaitu pada pH 6,8-7 yang disesuaikan untuk kebanyakan bakteri.

Kaldu kemudian disaring dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam

tabung dan disumbat dengan kapas. Kemudian barulah dimasukan ke autoklaf.

b. Media padat

Media padat dibuat dari kaldu yang dicampur dengan sedikit agar-agar,

kemudian disterilkan, dan dibiarkan mendingin hingga menjadi media padat.

Agar-agar ialah sekedar zat pengental dan bukan zat makanan bagi bakteri.

Gelatin dapat juga digunakan sebagai zat pengental, tetapi gelatin mencair pada

suhu 23oC sehingga tidak dapat diletakkan pada suhu ruangan.

c. Media diperkaya

Beberapa bakteri memerlukan zat makanan tambahan berupa serum atau

darah yang tidak mengandung fibrinogen. Fibrinogen adalah zat yang

menyebabkan darah menjadi kental apabila keluar di luka. Serum atau darah

dicampurkan ke dalam media yang sudah disterilkan. Jika pencampuran dilakukan

sebelum sterilisasi, maka serum atau darah akan mengental akibat pemanasan.

d. Media kering

Media ini berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air lalu disterilkan.

Pada media ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan pH karena sudah dilakukan

pada waktu pembuatan serbuk.

e. Media sintetik

Media sintetik berupa ramuan-ramuan zat organik yang mengandung zat

karbon dan nitrogen. Bakteri autotrof dapat hidup dalam media ini. Bakteri

saprofit juga dapat hidup dalam media ini, tetapi perlu penambahan natrium sitrat

dan natrium amonium fosfat yang merupakan sumber karbon dan sumber

(31)

2.6. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan

pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Volk, dkk,. 1993). Berdasarkan jenis daya

tahan kerjanya terhadap bakteri, zat antibakteri dibagi dalam dua kelompok yaitu

bakteriostatik dan bakterisidal. Zat bakterisidal adalah zat-zat yang dapat

membunuh bakteri, sedangkan zat bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan

bakteri (Irianto, 2006).

Macam-macam mekanisme aksi antibakteri adalah (Pratiwi, 2008) :

1. Menghambat sintesis dinding sel

Penghambatan dilakukan dengan cara merusak lapisan peptidoglikan yang

menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif.

2. Merusak membran plasma

Antibakteri bekerja dengan mengubah permeabilitas membran plasma sel

bakteri. Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transpor

berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan

pada membran plasma akan menghalangi proses osmosis dan proses biosintesis

dalam membran.

3. Menghambat sintesis protein

Membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis protein sehingga

bakteri tidak mampu mensintesis protein yang penting untuk pertumbuhannya.

4. Menghambat sintesis asam nukleat

Antibakteri bekerja dengan cara menghambat proses transkripsi dan

replikasi bakteri.

5. Menghambat sintesis metabolit esensial

Sintesis metabolit esensial bisa dihambat dengan antimetabolit yang

(32)

2.6.1. Antibakteri yang Digunakan Sebagai Kontrol Positif

Kloramfenikol yang digunakan sebagai kontrol positif, memiliki

karakteristik sebagai berikut (Ditjen POM, 1979):

Rumus Bangun :

Gambar 2.2.Rumus bangun kloramfenikol

Rumus molekul : C11H12Cl2N2O5

Pemerian : Merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan;

tidak berbau; rasa sangat pahit.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar

larut dalam kloroformP dan dalam eter.

Kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat

menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun

Gram negatif. Kloramfenikol bekerja dengan cara bereaksi pada sub unit 50S

ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini

berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang

masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang

berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika

(33)

2.7. Uji Aktivitas Antibakteri

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri,

diantara yaitu :

a. Uji Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram

kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan media

padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah

inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur

kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya

sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat).

Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan

uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al, 1996).

Terdapat tiga jenis interpretasi zona hambat dalam metode difusi agar, yaitu:

• Zona hambat radikal jika zona hambat yang terbentuk jernih tanpa ada pertumbuhan bakteri.

• Zona hambat iradikal bila masih ada bakteri yang tumbuh di dalam zona hambat.

• Zona hambat nol bila tidak terbentuk zona hambat (Lorian, 1980).

b. Uji Dilusi

Metode ini digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM)

dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Metode dilusi ada dua jenis yaitu dilusi cair

dan dilusi padat. Pada dilusi cair, dibuat seri pengenceran antibakteri dalam media

cair berisi bakteri uji. Media dengan konsentrasi agen antibakteri terkecil yang

jernih tanpa pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Media yang jernih

tanpa pertumbuhan bakteri uji dikultur ulang dalam media padat tanpa bakteri uji

dan agen antimikroba. Media selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam. Jumlah

koloni yang tumbuh dalam media padat dihitung. Media dengan jumlah koloni

bakteri uji yang mengalami penurunan seribu kali lipat dibandingkan dengan

(34)

Metode dilusi padat pada dasarnya sama seperti metode dilusi cair, tetapi

media yang dipakai dalam metode ini adalah media padat. Keuntungan metode ini

adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk

menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

c. Uji Bioautografi

Bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada

kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan

antivirus. Dengan metode ini, maka dapat diketahui bercak yang memiliki

aktivitas dan dapat dilakukan isolasi senyawa aktif. Metode ini sangat praktis dan

mudah, namun memiliki kerugian yaitu tidak dapat digunakan untuk menentukan

KHM atau KBM-nya (Pratiwi, 2008).

Ada dua macam uji bioautografi :

1. Bioautografi langsung

Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara :

a. Plat hasil KLT disemprot dengan suspensi bakteri uji.

b. Plat KLT disentuhkan di atas media agar yang telah ditanami bakteri uji

(sering disebut bioautografi kontak).

Setelah diinkubasi, area jernih di mana tidak terdapat pertumbuhan bakteri

merupakan spot senyawa aktif (Pratiwi, 2008).

2. Bioautografioverlay

Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan media agar ke dalam petri

dan ditunggu hingga memadat. Selanjutnya plat hasil KLT diletakkan di atas

media agar tersebut. Media agar berisi bakteri uji dituang di atas plat hasil KLT

dan ditunggu hingga memadat. Area hambatan setelah inkubasi pada suhu 37°C

selama 18-24 jam dilihat dengan cara menyemprotkan tetrazolium klorida. Spot

senyawa aktif akan muncul sebagai area jernih dengan latar belakang ungu

(35)

2.8. Kromatografi

Kromatografi adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses

migrasi diferensiasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase

atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah

tertentu dan didalamnya zat-zat tersebut menunjukkan perbedaan mobilitas

disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap,

ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Perbedaan tersebut menjadi acuan

dalam identifikasi atau penetapan masing-masing zat dengan metode analitik

(Depkes RI, 1995). Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung

pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harbone, B.J.,

1987).

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan

dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi, yaitu

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan

kromatografi cair kinerja tinggi (Harbone, B.J., 1987).

2.8.1. Kromatografi Lapis Tipis.

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia

yang didasarkan atas penjerapan, partisi (pembagian) atau gabungannya (Harmita,

2006). Menurut Kowalska, dkk (2008) KLT adalah teknik kromatografi yang

digunakan untuk analisis kualitatif senyawa organik, isolasi senyawa tunggal dari

senyawa campuran, analisis kuantitatif, dan isolasi skala preparatif.

Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase

gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase

diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut

pengembang akan bergerak sepanjang fase diam kerena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada

(36)

Keuntungan dari penggunaan metode KLT adalah :

a. Membutuhkan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan metode

pemisahan lainnya (Poole, 2003).

b. Dapat mengidentifikasi banyak sampel dalam waktu bersamaan (Poole, 2003).

c. Waktu yang diperlukan untuk analisis cukup singkat, yaitu sekitar 15-60 menit

(Harmita, 2006).

d. Jumlah zat yang dianalisis cukup kecil, sekitar 0,01 g senyawa murni atau 0,1 g

simplisia (Harmita, 2006).

e. Teknik pengerjaan sederhana dan tidak diperlukan ruang besar (Harmita,

2006).

Kerugian menggunakan metode ini hanya pada prosedur pembuatan

lempeng yang membutuhkan tambahan waktu, kecuali jika telah tersedia lempeng

yang diproduksi secara komersial (Harmita, 2006). Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam kromatografi lapis tipis adalah :

A. Fase diam

Fase diam KLT merupakan sebuah lapisan dibuat dari salah satu penjerap

yang khusus digunakan untuk KLT. Lapisan penjerap yang umum digunakan

adalah silika gel, alumunium oksida, kieselguhr, selulosa dan turunannya,

poliamida, dan lain-lain. Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak

digunakan dalam KLT (Stahl, 1987).

Prinsip pemisahan pada lempeng yang menggunakan silika gel adalah

interaksi ikatan hidrogen atau dipol dengan permukaan silanol dimana fase gerak

yang digunakan adalah zat yang bersifat lipofilik. Zat akan memisah dari silanol

berdasarkan tingkat kepolarannya (Sherma dan Fried, 2003).

B. Fase gerak

Dalam KLT, fase gerak sering disebut sistem pelarut. Pelarut dapat dipilih

dari pustaka, namun pelarut umumnya dipilih berdasarkan coba-coba dari para

analisis. Prinsip umum pemilihan pelarut dalam KLT adalah pelarut yang dipilih

sesuai dengan sampel dan lapisan adsorben yang digunakan karena pelarut akan

(37)

daya yang lebih besar akan meningkatkan nilai Rf. Untuk KLT yang

menggunakan silika gel sebagai adsorbennya, pelarut yang digunakan bersifat

sedikit polar (Sherma dan Fried, 2003).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat penggunaan pelarut pada KLT

(eluen) antara lain : eluen harus murni, campuran eluen yang digunakan dapat

terdiri dari dua sampai tiga jenis eluen, komposisi eluen dapat berubah karena

penyerapan atau penguapan, komponen campuran eluen kemungkinan dapat

bereaksi satu sama lain (Harmita, 2006).

C. Deteksi senyawa

Senyawa yang sudah berwarna langsung dideteksi dengan mata,

sedangkan senyawa yang tidak berwarna dideteksi dengan sinar UV pada panjang

gelombang 254 nm. Untuk senyawa yang menghasilkan fluoresensi, senyawa

tersebut diperiksa dengan sinar UV pada panjang gelombang 366 nm (Sherma dan

Fried, 2003). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, maka

harus dicoba dengan menggunakan pereaksi kimia tanpa atau dengan pemanasan

(Stahl, 1985).

2.8.2. Kromatografi Kolom

Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah

menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan kromatografi

cair dimana fase diam ditempatkan dalam tabung kaca berbentuk silinder pada

bagian bawahnya tertutup dengan katup atau kran dan fase gerak dibiarkan

mengalir ke bawah karena adanya gaya gravitasi (Gritter, Bobbit & Schwarting,

1991). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kromatografi kolom adalah :

a. Fase diam

Fase diam untuk kolom biasanya berukuran 63 – 250 µm. Sifat fase diam

bergantung pada pH dan tingkat keaktifannya. Fase diam yang biasa digunakan

adalah silika gel, selulosa, alumina, arang, polistiren atau poliamida (Gritter,

(38)

b. Fase gerak

Fase gerak yang digunakan dapat dimulai dengan pelarut non polar

kemudian ditingkatkan kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tunggal

ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan

tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969).

c. Pemilihan pelarut

Pemilihan pelarut perlu dilakukan untuk mengetahui pelarut atau

campuran pelarut mana yang dapat menghasilkan pemisahan yang diinginkan. Hal

itu dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu, penelusuran pustaka, penerapan

data KLT pada pemisahan dengan kolom, dan pemakaian elusi landaian umum

mulai dari pelarut yang tidak menggerakkan linarut sampai pelarut yang lebih

polar yang menggerakkan linarut (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).

d. Deteksi senyawa hasil kromatografi kolom

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dalam

penampung dengan ukuran yang dikehendaki dan dilihat profilnya dengan

menggunakan metode KLT. Jika menghasilkan profil KLT yang mirip, maka

fraksi tersebut digabung. Fraksi yang telah digabung, selanjutnya diuapkan

pelarutnya sehingga didapatkan isolat. Noda pada plat KLT dideteksi dengan

lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm untuk

senyawa-senyawa yang mempunya gugus kromofor, dengan penampakan noda seperti

larutan Iod, FeCl3dan H2SO4dalam metanol 10% (Stahl, 1969).

2.9. Pemurnian Senyawa

Pemurniaan dilakukan untuk memisahkan senyawa yang menjadi target

dari pengotornya. Pemurnian senyawa dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya :

2.9.1. Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau

pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut

(39)

daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor,

tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari

kristalnya (Rositawati, dkk., 2013).

Prinsip dasar rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang

akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan

yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan

dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (Rositawati, dkk., 2013).

2.10. Uji Kemurnian

Kemurnian merupakan hal yang penting dimiliki suatu senyawa hasil

isolasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kemurniaan terhadap senyawa hasil

isolasi. Metode yang dapat digunakan untuk uji kemurniaan antara lain dengan

penentuan titik leleh dan penggunaan KLT dua dimensi.

2.10.1. Penentuan Titik Leleh

Titik leleh suatu padatan kristalin didefinisikan sebagai suhu dimana

padatan berubah menjadi cairan di bawah tekanan total satu atmosfer. Senyawa

murni memiliki rentang titik leleh yang tajam dimana jarak temperatur senyawa

tersebut sangat kecil ketika berubah sempurna dari padat ke cair. Rentang

temperatur maksimum untuk senyawa murni adalah 1-2 0C (Margono dan

Zandrato, 2006).

Penentuan titik leleh adalah salah satu metode yang cepat dan mudah

untuk memastikan kemurnian dari suatu padatan dengan mengukur titik lelehnya.

Teknik penentuan titik leleh dari senyawa organik menggunakan metode mikro

dengan menggunakan pipa kapiler banyak digunakan karena mudah,

menggunakan sampel yang sedikit dan datanya memuaskan (Gilbert dan Martin,

2011).

Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan titik leleh. Diantaranya

adalah rentang titik leleh yang diamati bergantung pada beberapa faktor yaitu :

jumlah sampel, laju pemanasan selama penentuan, dan kemurnian serta sifat kimia

dari sampel. Akurasi dari pengukuran suhu bergantung sepenuhnya pada kualitas

(40)

2.10.2. KLT Dua Dimensi

Langkah dari metode ini yaitu sampel ditotolkan pada bagian pojok dari

fase diam dan dilakukan proses elusi. Selanjutnya lempeng diangkat, dikeringkan,

diputar 900, dan dilakukan elusi dengan eluen yang berbeda dari eluen pertama.

Keuntungan dari KLT dua dimensi antara lain :

a. Merupakan salah satu metode sederhana tanpa menggunakan peralatan

yang rumit.

b. Lempeng yang digunakan sekali pakai sehingga tidak perlu prosedur yang

sulit untuk membersihkan sampel yang diuji.

c. Tidak ada batasan dalam penggunaan fase gerak karena sebelum dilakukan

elusi kedua, dilakukan penguapan terlebih dahulu terhadap eluen pertama.

d. Mampu menganalisis senyawa campuran.

e. Hasil pemisahan mudah dilihat. (Cielsa dan Waksmundzka, 2009)

2.11. Identifikasi Struktur Senyawa

Identifikasi struktur dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu :

2.11.1. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)

Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR) merupakan salah satu

metode yang bermanfaat dalam penentuan struktur senyawa organik. Dasar dari

metode spektroskopi ini adalah kajian terhadap momen magnet dari inti atom. Inti

atom dalam molekul yang timbul akibat perputaran inti tersebut. Momen magnet

dari suatu inti atom dipengaruhi oleh atom-atom yang ada di dekatnya, sehingga

atom yang sama dapat mempunyai momen magnet yang berbeda bergantung pada

lingkungannya. Bila inti atom diletakkan diantara kutub-kutub magnet yang

sangat kuat, inti akan mensejajarkan medan magnetiknya sejajar (paralel) atau

melawan (antipararel) dengan medan magnet (Achmadi, 2003). Sifat inilah yang

digunakan untuk menentukan struktur suatu molekul. Inti yang paling penting

dalam penetapan struktur senyawa organik yaitu1H dan13C.

1. 13C NMR (Carbon Nuclear Magnetic Resonance)

Spektroskopi 13C NMR memberikan informasi tentang jumlah atom

(41)

lebih lebar dibandingkan daerah pergeseran kimia inti 1H. Keduanya diukur

terhadap senyawa standar yang sama, yaitu tetrametilsilen (TMS), yang semua

karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam. Pergeseran kimia

untuk13C dinyatakan dalam satuan δ (Achmadi, 2003).

2. 1H NMR (Hydrogen Nuclear Magnetic Resonance)

Spektroskop 1H NMR memberikan informasi mengenai banyaknya sinyal

dan pergeseran kimianya dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis inti 1H

yang secara kimia berbeda di dalam molekul, luas puncak menginformasikan

banyaknya inti 1H dari setiap jenis yang ada, pola pembelahan spin-spin

menginformasikan tentang jumlah 1H tetangga terdekat yang dimliki oleh inti1H

tertentu (Achmadi, 2003).

Spektrum NMR 1H biasanya diperoleh dengan cara melarutkan sampel

senyawa yang sedang dikaji (biasanya hanya beberapa miligram) dalam sejenis

pelarut yang tidak memiliki inti 1H. Contoh pelarut seperti ini adalah CCl4 atau

pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium, seperti CDCl3

(deuteriokloroform) dan CD3COCD3 (heksadeutioaseton). Salah satu cara untuk

menetapkan puncak dari spektra1H NMR adalah dengan mengintregasikan luas di

bawah setiap puncak. Luas puncak (peak area) berbanding lurus dengan jumlah

inti 1H yang menyebabkan terjadinya puncak tersebut. Cara yang lebih umum

untuk menetapkan puncak adalah dengan membandingkan pergeseran kimia

dengan proton yang serupa dengan senyawa rujukan yang diketahui (Achmadi,

2003).

2.11.2. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa

dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR

dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah

IR (Harjono, 1992).

Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra

IR adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan

(42)

Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan

gelombang 400-4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah

IR sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi

ikatan-ikatan dalam senyawa organik (Harjono, 1992).

Absorpsi molekul pada infra merah terjadi ketika molekul tereksitasi ke

tingkat energi yang lebih tinggi. Suatu molekul hanya menyerap energi tertentu

dari radiasi infra merah. Kegunaan spektroskopi IR adalah sebagai sidik jari suatu

molekul dan untuk menentukan informasi struktural dari suatu molekul (Pavia, et

al. 2001).

Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang

tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh sampel akan berkurang. Hal

tersebut mengakibatkan penurunan nilai %T dan terlihat pada spektrum sebagai

suatu sumur yang disebut puncak absorbsi atau pita absorbsi (Kosela, 2010).

Pita-pita absorbsi dalam spektrum inframerah dapat dikelompokkan menurut

intensitasnya, yaitu: kuat (s), medium (m), dan lemah (w). Suatu pita lemah yang

bertumpang tindih dalam suatu pita kuat disebut bahu (sh). Istilah-istilah tersebut

hanya bersifat kualitatif (Supratman, 2010).

Untuk menentukan spektrum IR dari suatu senyawa, senyawa harus

ditempatkan di sampel holder atau sel. Sel harus terbuat dari bahan ionik seperti

natrium klorida atau kalium bromida. Plat KBr lebih mahal dan memiliki

kelebihan dalam penggunaan direntang 4000 sampai 400 cm-1. Natrium klorida

digunakan secara luas karena murah dan penggunaannya pada rentang 4000

(43)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Program

Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari hingga

Juni 2015.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : blender (Philip),

gelas ukur (Pyrex), erlenmeyer (Iwaki),beacker glass(Iwaki), timbangan analitik,

corong, tabung reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi, botol gelap, kolom kromatografi,

batang pengaduk, pipet tetes, spatula, seperangkat alat vaccum rotary evaporator

(Eyela), kaca arloji, cawan porselen, pipa kapiler, vial, plat KLT, cawan petri,

jarum ose, hot plate,magnetic stirrer, oven, autoklaf, lampu spiritus, mikroskop,

Laminar Air Flow, mikropipet, lemari pendingin,incubator(Memmert),vortex.

3.2.2. Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etil asetat dari buah parijoto

(Medinilla speciosa Blume) dengan spesifikasi warna ungu tua dan rasa asam

sepat yang berasal dari Kecamatan Dawe, Kudus Jawa Tengah yang diambil pada

bulan Februari 2015. Sampel ini sebelumnya telah dideterminasi di Herbarium

Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

3.2.3. Bahan Kimia dan Bahan Biologi

Bahan kimia yang digunakan antara lain : pelarut n-heksana, etil asetat,

metanol, etanol 96%, pereaksi Dragendorf, HCl 2N, aquadest, kloroform, asam

asetat anhidrida, asam sulfat pekat, logam magnesium, FeCl3, plat silika F254,

(44)

saring, kapas, aluminium foil. Bahan biologi yang digunakan adalah : kultur

bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 35218,

medium NA (Nutrient Agar), medium BHI (Brain Heart Infussion).

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Penyiapan Simplisia

Buah Medinilla speciosa Blume yang telah diperoleh dari Kecamatan

Dawe, Kudus dicuci bersih, kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan

kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya. Buah yang telah bersih

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Buah segar tersebut kemudian

dihaluskan dengan blender. Setelah diblender, ditimbang sampel yang didapat

kemudian dilakukan ekstraksi.

3.3.2. Pembuatan dan Partisi Ekstrak

Buah segar yang telah diblender dan ditimbang kemudian diekstraksi

dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Sampel direndam dengan

pelarut metanol di dalam botol gelap hingga sampel terendam 3 cm dibawah

pelarut. Pergantian pelarut dilakukan setiap 1 hari sambil sesekali botol dikocok.

Setelah 1 hari, hasil maserasi disaring menggunakan kapas untuk memisahkan

ampasnya, kemudian larutan maserat disaring kembali menggunakan kertas

saring. Ampas yang diperoleh dimaserasi kembali oleh metanol selama dua hari

dan disaring kembali. Proses ini diulang hingga diperoleh larutan maserat yang

bening. Larutan maserat dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu

40oC hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh, dihitung

untuk diketahui hasil rendemennya (Depkes, 2000).

= 100%

Ekstrak metanol yang telah diperoleh dipartisi menggunakan pelarut

n-heksan dan etil asetat. Ekstrak metanol dilarutkan dengan sedikit metanol

hingga ekstrak dapat dituang ke dalam corong pisah. Dimasukkan n-heksan ke

(45)

membuka kran pada corong untuk mengeluarkan gas yang terbentuk. Dibiarkan

beberapa menit sampai terlihat bidang batas antara lapisan metanol dan lapisan

n-heksan. Lapisan yang berada di atas adalah lapisan n-heksan dan yang berada di

bawah adalah lapisan metanol. Lapisan dipisahkan dengan cara membuka kran

corong pisah untuk mengambil lapisan metanol, lapisan atas yang tertinggal

dikumpulkan. Lapisan metanol dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan

ditambahkan pelarut n-heksan yang baru. Partisi dilakukan dengan cara yang

sama hingga pelarut n-heksan bening.

Partisi dilakukan kembali menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak

metanol dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dimasukkan pelarut etil

asetat. Corong pisah dikocok dan dibiarkan beberapa menit hingga terbentuk dua

lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan etil asetat dan lapisan bawah merupakan

lapisan metanol. Partisi diulang hingga pelarut etil asetat bening. Lapisan

n-heksan, lapisan etil asetat, dan lapisan metanol dipekatkan menggunakan vaccum

rotary evaporator pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrak kental.

Masing-masing ekstrak kemudian ditimbang (Dai, 2012).

3.3.3. Skrining Fitokimia Ekstrak

Analisis fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk

mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak buah Medinilla

speciosaBlume. Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, saponin,

terpenoid dan steroid, flavonoid, tannin dan polifenol.

a. Pengujian Golongan Alkaloid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam asam klorida 1% dan

disaring. Filtrat dibagi menjadi dua bagian, salah satu bagian ditetesi dengan

pereaksi Mayer dan bagian yang lain ditetesi dengan pereaksi Dragendorf. Hasil

positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih dengan perekasi Mayer

dan endapan merah dengan pereaksi Dragendorf (Ahmadet al, 2013).

b. Pengujian Golongan Saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

(46)

10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama tidak kurang

dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N,

busa tidak hilang (Depkes RI, 1989).

c. Pengujian Golongan Terpenoid dan Steroid

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi

Liebermann-Burchard. Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 5 mL kloroform,

kemudian ditambahkan asam asetat anhidrida dan beberapa tetes asam sulfat

pekat. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna hijau gelap. Hasil uji

positif untuk steroid bila terbentuk warna merah muda atau merah (Ahmad et al,

2013)..

d. Pengujian Golongan Flavonoid

Sebanyak 1 gram sampel diekstraksi dengan 5 mL etanol kemudian

ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium. Adanya

flavonoid diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah magenta dalam

waktu 3 menit (Ahmadet al, 2013)..

e. Pengujian Golongan Tannin dan Polifenol

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air aquadest kemudian

diteteskan larutan besi (III) klorida 10%, jika terjadi warna biru tua atau hitam

kehijauan menunjukkan adanya tanin dan polifenol (Ahmadet al, 2013).

3.3.4. Penetapan Kadar Air Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel porselin

kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu 100 – 105 oC

selama 2 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel

ditimbang dalam krusibel yang telah diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven

pada suhu 105 – 110 oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan

selanjutnya ditimbang kembali. Perlakuan diulang sampai beratnya konstan.

(47)

3.3.5. Isolasi dan Pemurnian Ekstrak (Harborne, 1987)

3.3.5.1.Kromatografi Kolom

Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah kromatografi kolom

fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60 yang bersifat polar dan fase

geraknya adalah kombinasi sistem eluen yaitu n-heksan: etil asetat: metanol

dengan perbandingan tingkat kepolaran secara bergradien.

Penyiapan kolom kromatografi. Pertama-tama pada ujung kolom

kromatografi diberikan kapas untuk menahan agar silika gel tidak keluar.

Ditimbang silika gel seberat 30 kali berat ekstrak kental, kemudian di masukkan

ke dalam beacker glass dan ditambahkan pelarut n-heksana sehingga

menghasilkan silika dengan konsistensi seperti bubur, kemudian diaduk hingga

terbentuk suspensi. Suspensi silika gel yang telah terbentuk, dimasukkan ke dalam

kolom kromatografi yang telah berisi n-heksan sedikit demi sedikit sambil

diketuk-ketuk. Pelarut yang mengalir ke ujung kolom ditampung, kemudian

dimasukkan kembali ke dalam kolom. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang

hingga silika gel menjadi padat. Kemudian ekstrak etil asetat yang telat

diadsorpsikan dengan silika dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas

kolom dengan cara menaburkannya sedikit demi sedikit.

Pembuatan sistem pelarut. Pelarut dibuat dengan perbandingan antara

pelarut nonpolar, semipolar dan polar sehingga terjadi peningkatan polaritas atau

yang disebut sistem gradien. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat,

dan metanol, dimana setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 10%. Setiap

pelarut dibuat dengan volume 700 mL.

Proses fraksinasi. Fraksinasi pertama dimulai dengan menggunakan

pelarut n-heksana 100% sebanyak 300 mL. Pelarut n-heksana 100% dimasukkan

ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit, kemudian kran kolom dibuka

sehingga pelarut tersebut akan turun melalui kolom. Hasil kolom yang keluar

ditampung pada vial-vial dan diberi nomor berurutan. Penggantian gradien fasa

gerak dilakukan ketika gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri

Gambar

Gambar 2.1Pohon dan Buah Medinilla speciosa..................................
Tabel  2.1Perbedaan ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif
Gambar 2.1 Pohon (a) dan Buah (b) Medinilla speciosa
Tabel 2.1. Perbedaan ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kromatografi dan aktivitas antibakteri ekstrak dan fraksi kulit buah petai terhadap bakteri Bacillus cereus , Escherichia coli dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi semipolar ekstrak etanol buah stroberi ( Fragaria x ananassa ) terhadap Escherichia coli dan

Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik Daun Arbenan ( Duchesnea. indica (Andr.) Focke) Terhadap Staphylococcus aureus Dan

Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Daun Jambu Monyet (Anacardium occidentale L. ) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Pada penelitian Sari dkk, aktivitas antibakteri fraksi n-heksana den - gan nilai 0,91±0,01 mg/mL terhadap biofilm Escherichia coli tidak sebaik fraksi etil ase -

Setiawan, W., 2009, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Pepaya (Carica papaya L.) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Multiresisten Antibiotik,

Ekstrak metanol dan fraksi kloroform dari simplisia daun sirsak bersifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Untuk mengetahui informasi

SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa fraksi metanol, etil asetat, dan n-heksana yang diperoleh melalui fraksinasi cair-cair terhadap ekstrak