• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN INTENSITAS BERMAIN VllDEO GAME

KEKERASAN TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS

PADA SISWA SON LEGOSO CIPUTAT

SKRIPSI .

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Kesarjanaan Psikologi

Oleh

Siti Muallifah

QPSPWPPRYPVZセ@

FAKULTAS PSIKOLOGil

UIN SYARIF HIDAYATULlAH

JAKARTA

(2)

PADA SISWA SDN LEGOSO cn>UTAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

kesarjanaan Psikologi

Pembimbing I

Oleh

SITI MUALLIFAH

103070029063

Dibawah bimbingan,

Pembimbing II

セM]セセ@

セセ@

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi

NIP. 150

293 240

ャセZィキ。ョ@ Lutfi, M.Si NIP. 150 368

809

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

KEKERASAN TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS PADA SISWA SON LEGOSO CIPUTAT telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta Pada tanggal 22 Januari 2008. Skripsi ini telah di terima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 5 Februari 2008

Sidang Munaqasyah

Dekan I

Ketua M rangkap Anggota

Anggota:

Penguji I

4.

Neneng Tati Sumiati, M.si NIP. 150 300 679

Pembimbing I

Ors. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi NIP. 150 293 240

Pembantu Dekan I / Sekretaris Merangkap Anggota

Penguji II

Drs.Rachmat Mulyono, M.si,Psi NIP. 150 293 240

Pembimbing II

セセセ@

(4)

fJ

eman yang pal!imj

afrud1 ada1aft

a.Mil£ ...

ff

engawal

p'"6adi yang pal!imj

セー。、。@

!l).1

llJK ...

fJJafia6a yang pal!imj

mm™

SE.N'IJ'U.,K .•.

!i)an

9 &ulaJi

yang pal!imj

im1aft

WdumJa

tfl9lUSWJC ...

sセVゥ@

9

ni

fKt4'1Je!t6eml1aMuxn

'Untufl,

(1y,aft

dan

セW@

fmAu fJ

CJtCinta

:J{,{,fl6fv,£Mfl6Ma,

lldifJW,

SeJtta :J(,qJona!Uutliu

fJ

e!t6aymtfl

(5)

(A) Fakultas Psikologi (8) Januari 2008 (C) Siti Muallifah

(D) Perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat

(E) xvii + 89 halaman (F) Latar belakang :

Kata "Game" tidak terlepas dari pengertian permainan. Kita mengenal permainan sejak usia balita sampai saat ini. Seiring dengan

perkembangan jaman khususnya dalam bidang inforrnasi mengakibatkan jenis permainan semakin berkembang puncaknya dapat kita lihat saat ini telah berkembang permainan menggunakan alat-alat elektronika seperti GameBoy, Play Station, Computer bahkan alat komunikasi seperti handphone. Sifat permainan adalah sebagai alat penghibur, tetapi jika terlalu serius dan semakin lama kita memainkan permainan tersebut akan berdampak negatif bagi diri kita pribadi. Dalam beberapa tahun

belakangan ini, video game mulai banyak menyajikan kekerasan seperti adegan perkelahian, pemukulan, pembunuhan, dan adegan yang

merusak atau mencelakakan orang lain. Selain bentu1k kekerasan fisik tersebut, kekerasan dalam bentuk verbal juga sering disajikan, karena hal ini juga merupakan bagian dari adegan-adegan kekerasan.

Bermain video game kekerasan adalah permainan yang dimainkan melawan komputer atau kombinasi penggunaan televisi atau media

display sebagai media visual dan console sebagai media penterjemah dari kaset atau compact disc yang menyajikan aclegan kekerasan. Agresivitas adalah segala bentuk perilaku (baik langsung maupun tidak langsung, baik verbal maupun fisik) yang dilakukan dengan nia1t untuk melukai orang lain (menyerang) atau menimbulkan konsekuensi ョ・Aセ。エゥヲ@ terhadap orang lain secara fisik maupun psikologis. Anak usia sekolah adalah periode perkembangan yang berlangsung dari anak usia VMQZセ@ tahun.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif dengan metode penelitian komparasional. Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang responden. Dari 60 siswa dibagi menjadi dua

(6)

program SPSS versi

11.5,

untuk uji validitas menggunakan koralasi

Product Moment dari Pearson dan untuk menguji reli13bilitas instrument dengan Alpha Cronbach. Dan untuk menguji hipotesa penelitian

menggunakan uji

t.

Data untuk penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan skala agresivitas, skala agresivitas ini berisikan 60 item pernyataan, dengan koefisien reliabilitas alpha

0,913:3.

Jumlah item yang valid 44 dan

16

item yang tidak valid.

Berdasarkan hasil analisa data dengan uji t diperoleh hasil t hitung:

-0.399,

t table:

2.021,

karena nilai t hitung yang dihasilkan

(-0.399)

< t label

(2.021),

maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak te•rdapat perbedaan tingkat agresivitas yang signifikan antara mereka yang memainkan permainan video game kekerasan dengan frekuensi isering dengan yang kadang-kadang diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SON Legoso Ciputat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggali lebih dalam tentang teori katarsis yang

menyatakan bahwa menonton film kekerasan bisa miengurangi agresivitas.

(7)

Bismillahirrahmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak kenikmatan, dan hanya dengan ridha dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan te1rimakasih dan disertai doa keselamatan dan pahala yang berlipat ganda kepada mereka semua, terutama kepada :

1.

lbu Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi , lbu Dra. Zahrotun Niyahayah, M.Si pudek I dan Bapak Prof. DR. Hamdan Yasun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, serta segEmap dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan pengetahuannya.

2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi selaku pembimbing I dan Bapak lkhwan Lutfi, M.Si selaku pembimbing II, yang telah rnemberikan

bimbingan, ilmu dan wawasan kepada penulis, serta senantiasa meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Seluruh petugas akademik dan perpustakaan, yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membantu penulis dalam mendapatkan informasi dan memenuhi kebutuhan yang penulis butuhkan untuk penelitian ini.

4. Kepada kedua orang tuaku tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, nasehat dengan penuh keikhlasan dalam menghadapi penulis. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kesehatan serta membalas segala kebaikan mereka berdua, amin.

(8)

7. Kepada siswa SON Legoso Ciputat Jakarta Selatan, terimakasih atas kesediaannya untuk membantu penulis dalam penelitian ini.

8. Buat sahabatku llin, Ila, lank, Ida, Dian, terimaksih atas bantuan dan dukungannya, dan terimakasih atas persahabatannyi:t, semoga persahabatan ini dapat terus berlanjut sampai nanti.

9. Kepada seluruh teman-teman psikologi angkatan 2003 khususnya kelas B yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu, semoga kenangan manis kita tidak akan terlupakan.

10. Kepada teman-teman seperjuangan dalam menyusun skripsi, lnong, Eti, Eka, Titi, terimakasih banyak atas persahabatan, kebersamaan, dan canda tawa yang telah mengisi hari-hari penulis, mudah-mudahan silaturohmi yang telah kita pupuk bersama tetap terus; kita pertahankan. 11. Terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda, amin.

,lakarta, Januari 2008

(9)

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... i

Halaman Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Motto dan Dedikasi ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar lsi ... ix

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar. ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 10

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 11

1.3.1. Pembatasan Masalah ... 11

1.3.2. Perumusan Masalah ... 13

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

(10)

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1 Bermain ... 16

2.1.1. Definisi Bermain ... 16

2.1.2. Teori-Teori Permainan ... 20

2.1.3. Macam-Macam Permainan ... 24

2.1.4. Manfaat Bermain Bagi Anal< ... 25

2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permainan Anak ... 26

2.2 Video Game Kekerasan ... 29

2.2.1. Definisi Video Game ... 29

2.2.2. Perkembangan Game ... 31

2.2.3. Kekerasan Pada Video Game ... 33

2.2.4. Tampilan Pada Video Games ... 34

2.2.5. Definisi Kekerasan ... 35

2.2.6. Bentuk-Bentuk Kekerasan ... 36

2.3 Agresi ... 38

2.3.1. Definisi Agresivitas ... 38

2.3.2. Teori Belajar Sosial ... .40

2.3.3. Faktor-Faktor Agresivitas ... 43

(11)

2.4.2. Ciri-Ciri Akhir Masa Kanak-Kanak ... 49

2.4.3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 52

2.5 Kerangka Berfikir ... 53

2.6. Hipotesis ... 55

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jen is Penelitian ... 56

3.1. 1. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 56

3.1.2. Definisi dan Operasionalisasi. ... 57

3.2. Pengambilan Sampel.. ... 58

3.2.1. Populasi dan Sampel ... 58

3.2.1. Tekhnik Pengambilan Sampel ... 59

3.3. Pengumpulan Data ... 60

3.1.1. Metode dan Instrument ... 60

3.4. Tekhnik.Analisa Data ... 62

(12)

4.1.1. Gambaran umum responden berdasarkan

usia ... 65

4.1.2. Gambaran umum responden berdasarkan

jenis kelamin ... 66

4.1.3. Gambaran umum responden

berdasarkan kelas ... 66

4.1.4. Gambaran umum responden berdasarkan

intensitas bermain video game kekeirasan ... 67

4.1.5. Gambaran umum responden

berdasarkan tern pat bermain ... 68

4.1.6. Gambaran umum responden berda:sarkan

waktu yang dibutuhkan untuk bermain ... 69

4.1.7. Gambaran umum responden berda:sarkan

rasa suka bermain ... 69

4.1.8. Gambaran umum responden berda:sarkan

tingkah laku menyerang orang lain

[image:12.595.79.427.151.495.2]
(13)

4.2.2. Hasil uji reliabilitas skala tingkat agresivitas ... 74

4.3. Presentasi Data ... 76

4.3.1. Deskripsi agresivitas subyek ... 76

4.4. Uji Persyaratan ... 78

4.4.1. Uji normalitas ... 78

4.4.2. Uji homogenitas ... 80

4.4.3. Uji hipotesis ... 81

BABS KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Diskusi ... 85

5.3. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA

(14)

Tabel

3.1

Blue print skala tingkat agresivitas ...

61

Tabel 3.2 Pemberian skor pada penelitian menggunaka1n ska la like

rt

dengan 4 kemungkinan ... 62

Tabel

4.1

Kategori sampel berdasarkan usia ... 65

Tabel 4.2 Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin ...

66

Tabel 4.3 Kategori sampel berdasarkan Kelas ... 67

Tabel 4.4 Kategori sampel berdasarkan intensitas berrnain video game kekerasan ... 67

Tabel 4.5 Kategori sampel berdasarkan tempat bermain video game kekerasan ... 68

Tabel 4.6 Kategori sampel berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk bermain video game kekerasan ... 69

Tabel 4.7 Kategori sampel berdasarkan rasa suka dalarn bermain video game kekerasan ... 70

Tabel 4.8 Kategori sampel berdasarkan tingkah laku menyerang orang lain setelah bermain video game kekerasan ... 71

[image:14.595.33.427.148.513.2]
(15)
[image:15.595.39.427.121.552.2]

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Tabel 4.13

Tabel 4.14

Tabel 4.15

Norma reliabilitas ... 75

Kategorisasi skor ska la agresivitas ... 77

Hasil uji normalitas ... 78

Has ii uji homogenitas ... 80

(16)
[image:16.595.59.426.161.482.2]

Gambar 4.1 Bagan kerangka berpikir ... 55

(17)

Lampiran 1

Skala tingkat agresivitas try out

Lampiran 2

Hasil data try out tingkat agresivitas

Lampiran 3

Validitas skala tingkat agresivitas try out

Lampiran 4

Reliabilitas skala tingkat agresivitas try out

Lampiran 5

Skala tingkat agresivitas penelitian

Lampiran 6

Surat izin penelitian

Lampiran 7

Surat pernyataan telah melakukan penelitian

Lampiran 8

Hasil data penelitian skala tingkat agresivitas

Lampiran 9

(18)

1.1

LAT AR BELAKANG MASALAH

Video game memiliki pertumbuhan di atas rata-rata dalarn industri hiburan di

dunia. Diperkirakan pertumbuhan yang jauh di atas rata-rata ini berlangsung

sampai 2011. Bahkan tahun ini diprediksi belanja global untuk video game

meningkat melebihi belanja untuk musik. Demikian hasil penelitian

perusahaan konsultan Price Waterhouse Coopers (PWC} dan dipublikasikan

Hollywood Reporter baru-baru ini (www.suarapembaruan.com).

Menurut salah seorang analisis dari Wedbush Morgan Se1curities, Michael

Pachter, penjualan sofware game di bulan Januari 2005 rnengalami

peningkatan sebesar 6% dari bulan yang sama di tahun sebelumnya.

Laporan ini dibuat berdasarkan perkiraan penjualan ァ。ュeセ@ dibulan Januari

dari NPD Funworld, sebuah grup riset khusus untuk industri hiburan. Menurut

ramalan Pachter, NPD memperkirakan bahwa penjualan video game akan

mencapai $400 juta, dari $378 juta sales di bulan Januari tahun 2004 kemarin

(19)

MenurutAwaliyah (2003), Pentingnya bermain bagi perkembangan

kepribadian telah diakui secara universal, karena merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia, baik bagi anak maupun orang dewasa.

Kesernpatan bermain dan rekreasi memberikan anak ォ・セQ・ュ「ゥイ。。ョ@ disertai

kepuasan emosional. Bermain merupakan kegiatan yang spontan dan

kreatif, yang dengannya seseorang dapat menemukan el<spresi sepenuhnya.

Menurut Awaliyah (2003), Permainan di sukai anak-anak karena dalam diri

mereka terdapat dorongan batin dan dorongan mengembangkan diri. Para

ahli pendidikan menekankan pentingnya bermain pada masa kanak-kanak

sebagai kegiatan alamiah dan sebagai alat untuk belajar.

Dalam diri anak-anak terdapat berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan

rasa kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan harga diri,

kebutuhan rasa kebebasan, kebutuhan akan rasa sukses dan kebutuhan

akan mengenal kehidupan lingkungan. Mengenal lingkungan ini dapat

dilakukan permainan.

Kreativitas manusia dalam memanfaatkan teknologi komunikasi untuk

kepentingan hiburan maupun komersial memang luar biasa. Mulai dari

pengembangan teknologi di bidang pertelevisian sampai pada penciptaan

(20)

"Computer" game sudah muncul sejak awal komputer pribadi masuk ke

pasaran, dimulai dari zaman Atari, dan apple II dengan Space Invader (yang

di buat oleh Taito jepang dan di pasarkan oleh Atari), Hang Man, Pac Man,

sampai mainan yang paling populer di zaman Apple II seperti Lode Runner,

Elight Simulator JI, Bard's Tale, Ultima, dan Sargon. Sejarah berlanjut dengan diperkenalkan IBM PC pada tahun

1981,

komputer jenis iini lebih

meningkatkan kreativitas pembuat program mainan di komputer, karena

semakin lama komputer IBM Compatible ini semakin baik, dan tempat

penyimpanan semakin besar (www.kompas.com. Edisi ウQセャ。ウ。L@ 7 Mei 2002).

Kata "Game" tidak terlepas dari pengertian permainan sejak usia balita

sampai saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman khususnya dalam

bidang informasi mengakibatkan jenis permainan semakin berkembang

puncaknya dapat kita lihat saat ini telah berkembang perrnainan

menggunakan alat-alat elektronika seperti game boy, play station, komputer

bahkan alat komunikasi seperti handphone.

Di kota-kota besar Indonesia terutama di pusat-pusat perbelanjaan, sering

kita jumpai video game (pergelaran video game) yang menawarkan berbagai

macam jenis permainan, dan dipenuhi oleh anak--anak dan remaja. Dengan

(21)

betah menghabiskan waktu berjam-jam terlibat dalam kesenangan bermain

video game.

Di satu sisi, kehadiran video game memang dapat menumbuhkan apresiasi

anak maupun remaja pada teknologi. Pada saat yang sama, permainan ini

dapat pula merangsang kreativitas maupun daya reaksi (dengan catatan ia

tidak memainkan game yang sama berulang-ulang trik ptermainan).

Namun, di sisi lain permainan ini menimbulkan ketergantungan, manakala

penggemarnya terkena video game addict (kecanduan video game).

Seseorang dapat menghabiskan waktu dan uangnya sekaligus untuk

menikmati permainan ini. Dampak negatif dari permainan ini akan sangat

terasa, manakala pemainnya ini bukan sekedar untuk di nikmati dalam waktu

senggang sebagai aktivitas rekreasional, maka bencana mulai menghadang.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, video game mulaii banyak menyajikan

kekerasan seperti adegan perkelahian, pemukulan, pembunuhan, dan

adegan yang merusak atau mencelakakan orang lain. Se,lain bentuk

kekerasan fisik tersebut, kekerasan dalam bentuk verbal juga sering

disajikan, karena hal ini juga merupakan bagian dari ade!}an-adegan

(22)

Adegan kekerasan umumnya disajikan dengan teknik canggih, menjadi salah

satu faktor yang menarik perhatian anak dan remaja. Beberapa data atau

kasus kekerasan yang penulis dapat dari berbagai ウオュ「Qセイ@ informasi di

internet akan di lampirkan di bawah ini.

Setelah kasus Reza, korban meningggal yang diduga di smack down oleh tiga temannya beberapa waktu /alu, kasus serupa kini bermunculan di Bandung. Beruntung, peristiwa itu tidak mengakibatkan kematian. Peristiwa itu seo/ah menunjukkan agresivitas di kalangan anak-anak makin meningkat karena tayangan kekerasan yang kerap muncul di layar f,e/evisi. Seperti yang dia/ami Fayza Rafiansyah (4,5) yang masih duduk dike/as no/ kecil TK Al Wahab Plus Bandung. Menurut lbunya, Eti (39), Fayza dl Smack down o/eh anak tetangganya yang usianya sekitar 6 tahun dan duduk dike/as 1 SD.

"kejadiannya dirumah tetangganya, Fayza sedang terfentang dengan napas tersenga/. Ketika digendong, Fayza /angsung muntah darah," berdasarkan pengakuan dari anak tetangganya dan juga Fayza, bocah itu di smack down." Perutnya disikut o/eh /utut, lalu diterfentangkan dan diinjak. Hasil

pemeriksaan dokter lambung Fayza memar," /bunya yakin, peristiwa itu terjadi karena anak-anak sedang mempraktekan adegan smack down yang

saat itu sedang mereka tonton di VCD (,www.detiknews.com).

Masih ingat kasus Eric Haris (18) dan Dylan Klebold (17), dua pelajar

Columbine High School di Littleton Colorado, USA, yang menewaskan 11

rekannya dan seorang guru pada tanggal 20 April 1999? keterangan yang diperoleh dari kawan-kawan Eric dan Dylan, kedua anak itu bisa berjam-jam main game yang tergolong penuh kekerasan seperti "Doom" "Quake", dan

Redneck Rampage".

Pada tanggal 20 April 1999, Eric Harris dan Dylan Klebold me/ancarkan

serangan ke sebuah SMU di Littleton - Colorado yang mimewaskan 13 orang dan mencederai 23 orang /ainnya sebelum akhimya menembak dirinya

sendiri. Meskipun be/um dapat diketahui secara pasti ap151 yang

menyebabkan kedua remaja ini melakukan penyerangan kepada teman sekelasnya dan para guru, namun dari sejumlah kemungl<inan faktor penyebab perilaku tersebut disebutkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh adalah vidoe game yang menampilkan kekerasan.

Keduanya sangat menyukai permainan berdarah seperli shoot-em-up (bunuh mereka semua sampai ajal tiba) video game Doom, suatu pengamanan yang mendapat /isensi militer

A.

S

untuk melatih para prajurit agar efektif dalam membunuh. The Simon Wiesentel Center melacak di internet dan
(23)

berupa versi lain Doom yang telah dimodifikasi. Dalam versi tersebut

digambarkan terdapat dua penembak, masing-masing menggunakan senjata ekstra dan amunisi yang tidak terbatas, sementara orang lain dalam games ini tidak dapat membalas balik serangan tersebut.

Untuk tugas kelas, Hanis dan Klebold membuat sebuah rekaman video tape menyerupai versi Doom yang telah dimodifikasi. Pada vicleo tersebut,

keduanya memakai seragam tentara dengan membawa .senjata dan

membunuh siswa yang sedang a/ah raga. Mereka beraksi seperti video tape dari kehidupan nyata dalam kurun waktu lwrang dari satu tahun. Penyidik mengaitkan dengan weisenthal center yang mengatakan bahwa, Hanis dan Klebold sedang bermain dalam Mode Goel (sa/ah satu level dalam games Doom) (dikutip dari www.kompas.com).

Dari beberapa kutipan berita diatas dapat kita simpulkan bahwa dampak

bermain game sangat berpengaruh terhadap tingkah laku perbuatan

seseorang. Sekarang timbul pertanyaan dalam diri kita. Bagaimana kalau di

dalam game yang dijual dipasaran tidak terdapat unsur k:ekerasan? Saya kira

jawabnya tidak mungkin. Karena dengan adanya adegan kekerasan justru

menarik perhatian gamer untuk membeli produk tersebut dan memainkannya.

Bila anak-anak melihat suatu video game yang berisikan adegan kekerasan

dan menginterpretasikan kejadian-kejadian dalam video game tersebut, maka

interpretasinya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari individu dan

persepsi yang dimilikinya. Karakteristik pribadi itu antara lain seperti nilai,

sikap, kebiasaan, motivasi, minat, harapan, kebutuhan dan pengalaman.

(24)

situasi, dimana dalam hal ini adalah adegan-adegan kek•:irasan dalam video

game.

Saat ini, cukup banyak materi yang justru mengagungkairi kekerasan, dan

mengajar anak-anak untuk menikmati kekerasan lewat keikutsertaan aktif

sebagai pengendali permainan. Dalam video game nilai yang tinggi justru

diperoleh oleh sikap yang agresif dan penggunaan keke1rasan secara

sistematis. Dengan cara ini, pemain video game merasa bahwa kekerasan

memperoleh ganjaran (reward) dan kekerasan yang lebih tinggi akan

memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Pada tahun 90-an game Mortal Kombat mengundang kontroversi. Game ini

menimbulkan kekacauan di kalangan publik dan media, sehingga sempat

ditarik peredarannya dari toko-toko. Akhirnya dibuatlah sistem rating dan

hukum baru. Sebetulnya game PC atau video game sudlah ada yang

diributkan jauh sebelum dirilisnya Mortal Kombat. Namun interactive Digital

Sofware Association (IDSA), yang sekarang telah diganti menjadi

Ente1tainment Sofware Association atau ESA, baru mengeluarkan

Entertainment Sofware Ratings Board (ESRB) pada akhir tahun 1993. Saat

itu memang terjadi konflik antara kongres dan industri game yang disulut oleh

Senator Liebennan dan Kohl. Diantara game berkualita:s, namun mendapat

(25)

Doom, Soldier, grand Theft Auto, Mortal, dan Manhunt

(www.hotgame.online.com).

Penelitian Martani dan Adiyanti, 1992 (dalam Fauzan, 1995) terhadap anak

prasel<olah di Taman Kanak-kanak di Yogyakarta hasilnya menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan tingkah laku agresif antara anak-anak yang suka

menonton film kekerasan dan tidak mengandung kekerasan di televisi.

Penelitian Eron (1987), (dalam Fauzan, 1995) terhadap murid-murid sekolah

dasar menunjukkan bahwa semakin banyak adegan kekerasan di televisi

yang ditonton, maka anak semakin agresif. Selanjutnya dilaporl<an walaupun

koefisien korelasi tidak begitu tinggi, namun hasil yang sama diperoleh baik

Amerika, Eropa, dan Australia.

Beberapa penelitian tersebut jelas menunjukkan bahwa hubungan antara film

kekerasan di televisi dengan perilaku agresif masih belum menunjukkan hasil

yang konsisten. Oleh sebab itu pula, maka beberapa waktu yang lalu di

dalam masyarakat terjadi polemik yang cukup panjang tentang pengaruh film

kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif remaja disebabkan oleh minat

remaja terhadap tayangan film kekerasan di televisi atau ada faktor-faktor lain

(26)

Ron So/by dari Universitas Harvard secara terinci menjelaskan, ada empat

macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan

kepribadian anak. Pertama, dampak agresor di mana sifat jahat dari anak

semakin meningkat. Kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut

dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga, dampak pemerhati, disini

anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan orang lain. Keempat,

dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau

melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.

Di Amerika Serikat, hal tersebut memang terbukti. Sebuah penelitian yang

dilakukan Leonard Eron dan Rowell Huesman menyebutkan, tontonan

kekerasan yang dinikmati pada usia 8 tahun akan mend<lrong tindak

kriminalitas pada usia 30 tahun (Kompas, 2000).

Sedangkan penelitian yang dilakukan Yale Family Television menyebutkan

anak-anak yang menyaksikan program fantasi kekerasan cenderung kurang

kooperatif, kurang baik dalam bergaul, kurang gembira, kurang imajinatif,

serta angka IQ-nya rendah (www.dudung.net).

Atas dasar itulah penulis mengangkat masalah ini untuk membahas dan

menelaah "Perbedaan lntensitas Bermain Video Game l<ekerasan Terhadap

(27)

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka beberapa

masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

1.

Apakah perbedaan intensitas bermain video game kE1kerasan dapat

mempengaruhi perilaku agresivitas pada anak ?

2. Apakah ada keterkaitan yang erat antara intensitas bermain video game

kekerasan dengan tingkat agresivitas pada anak ?

3. Apakah benar pendapat para ahli dan isu-isu media yang berkembang

sekarang ini mengenai pengaruh tayangan kekerasan dan bermain video

game kekerasn memicu agresivitas ?

4. Apakah ada pengaruh yang kuat bermain video game kekerasan

terhadap agresivitas, mengingat faktor yang melatar belakangi sangat

kompleks?

5. Apakah benar bermain video game bisa menimbulkan ketergantungan,

manakala penggemarnya terkena video game addict (kecanduan video

(28)

1.3

PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1.3.1. Pembatasan Masalah

Agar tidak terjadi kekaburan pemahaman, maka dalam penelitian ini penulis

membatasi masalah pada:

1. Bermain video game kekerasan yang di maksud adalah permainan

yang dimainkan melawan komputer atau kombinasi penggunaan

televisi atau media display sebagai media visual dan console sebagai

tempat atau media penerjemah dari kaset atau compact disced yang

menyajikan adegan kekerasan. Video game yan£1 akan diteliti dalam

penelitian ini adalah video game yang berhubungan tentang

kekerasan.

2. Agresivitas yang dimaksud adalah suatu tindakan atau perilaku

melukai atau menyakiti orang lain yang disertai dengan atau tanpa

maksud tujuan. Atau pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan

atau cara yang menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan

kehendak (Berkowitz,

1995).

Menurut Buss dan Perry (dalam Silvia
(29)

a. Agresi fisik

adalah merupakan komponen perilaku motorif<, seperti melukai

dan menyakiti orang lain secara fisik. Misal m(3nyerang atau

memukul.

b. Agresi verbal

adalah merupakan komponen motorik, seperti1 melukai dan

menyakiti orang lain melalui verbalis. Misal berdebat menunjukkan

ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebar gosip.

c. Agresi marah

Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan

psikologis untuk bersikap agresif. Misal kesal, hilang kesabaran

dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

d. Agresi kebencian

adalah meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada

orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.

3. Anak dalam penelitian ini adalah periode perkembangan yang

berlangsung dari anak usia

6-12

tahun. Siswa dalam penelitian ini

siswa SDN Legoso Ciputat.

Batasan dalam penelitian ini memakai dua kategori yaitu, sering dan

(30)

1.3.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan

sebelumnya, maka rumusan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada

perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat

agresivitas pada siswa SON Legoso Ciputat ?

1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.4.1.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam uji hipotesa ini adalah : Untuk mengetahui apakah

ada perbedaan intensitas berrnain video game kekerasain terhadap tingkat

(31)

1.4.2. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif

bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan

psikologi perkembangan.

2. Praktis

Sebagai bahan masukan bagi orang tua dan guru dalam memberikan

bimbingan kepada siswa khususnya dalam bermain video game dan

menonton televisi dalam menanggulangi perilaku agresif pada siswa baik

yang bersifat verbal maupun non verbal.

2.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Sisternatika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman

penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UllN (Universitas Islam

Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta (2004). Penulisan ー・セョ・ャゥエゥ。ョ@ ini dibagi

menjadi beberapa bab yang terdiri atas :

1. Bab 1 : Pendahuluan, yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 : Kajian pustaka, yang meliputi : definisi bermain, teori-teori

(32)

faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak, dEifinisi video game,

perkembangan game, kekerasan pada video game, tampilan pada video

game, definisi kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, definisi agresivitas,

teori belajar sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas,

bentuk-bentuk agresivitas, definisi anak usia sekolah, ciri-ciri akhir masa

kanak-kanak, tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah, kerangka berpikir

dan hipotesis.

3. Bab 3: Metodologi penelitian, yang meliputi: jenis penelitian yang terdiri

dari pendekatan dan metode penelitian, definisi dan operasionalisasi

variabel. Pengambilan sampel yang terdiri dari populasi, sampel, dan

tel<nik pengambilan sampel. Pengumpulan data yang terdiri dari metode

dan instrumen penelitian, dan teknik analisa data serta prosedur

penelitian.

4. Bab 4: Presentasi dan Analisa hasil penelitian, yang terdiri dari gambaran

umum responden berdasarkan usia, jenis kelamin, ォQセャ。ウL@ intensitas

bermain, tempat bermain, waktu yang dibutuhkan, dan rasa suka dalam

bermain video game kekerasan. Uji instrumen penelitian, terdiri dari hasil

validitas skala tingkat ;:tgresivitas dan hasil uji reliabilitas skala tingkat

agresivitas. Uji persyaratan, terdiri dari uji normalitas, Uji homogenitas,

dan uji hipotesis.

(33)

2.1 BERMAIN

KAJIAN PUSTAKA

2.1.1. Definisi Bermain

Bermain menurut bahasa yaitu melakukan sesuatu untuk bersenang-senang,

berbuat sesuatu dengan bersenang-senang saja (dalam kamus besar

Bahasa Indonesia, 1994).

Menurut Ahmadi (1996), permainan adalah suatu perbuatan yang

mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak diri sendiri, bebas

tanpa paksaan dengan bertujuan untuk memperoleh kesemangan pada waktu

mengadakan kegiatan tersebut.

Menurut Hurlock (1978), bermain menurut istilah merupakan setiap kegiatan

yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa

mempertimbangkannya hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan

(34)

bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk

kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah

kegiatannya tidak mempunyai peraturan lain kecuali ケ。ョAセ@ ditetapkan pemain

sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalarn realitas luar.

Pendapat lain tentang kegiatan bermain sebagaimana diungkapkan oleh

Yusuf (2000) bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan

kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.

Menurut Mayke (1995) menyatakan bermain memberi ke,sempatan pada

anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang menemukan sendiri,

mengeksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam

konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses

pembelajaran terjadi.

Para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat, permainan bagi anak

mempunyai peranan yang sangat penting untuk tugas pe1rkembangan

jasmani dan rohani, serta kepribadian anak. Kesempatan bermain adalah

berarti melatih diri yang merupakan syarat mutlak bagi anak untuk

(35)

Permainan adalah kesibukan yang dipilih sendiri oleh tujuan. Umpamanya

saja, jika anak bayi berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya

dengan tidak henti-hentinya, meremas-remas jari-jari, dan terus-menerus

menggoyang-goyangkan badannya, maka semua gerakan itu tidak bertujuan.

Dengan kata lain: "tujuan" dari gerakan-gerakan tadi terkandung dalam

perbuatan itu sendiri, dan berlangsung secara tidak sadar. Kegiatan bermain

jenis ini distimulir oleh dorongan dari dalam diri anak oleh impuls intern.

Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi gerakan itu sendiri, dalam iklim

psikis bermain-main yang mengasyikkan dan ュ・ョケ・ョ。ョセヲォ。ョ@ hati. Kegiatan

bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai

usaha mencoba-coba dan melatih diri (Kartono, 1990).

Dari uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa bermain adalah

suatu l<egiatan yang dilakukan dengan gembira tanpa ada unsur paksaan

dan dengan permainan tersebut dapat mengembangkan kreativitas anak dan

Islam pun memperhatikan pentingnya orang tua bermain dengan

anak-anaknya.

Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain adalah bahwa

bermain membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan

kegembiraan dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau

(36)

mengadakan telaah dunia anak-anak. Melalui bermain anak belajar

mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya.

Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Akan tetapi apakah

bermain anak mempunyai arti negatif, sehingga menyebabkan kemunduran?.

Dalam kegiatan bermain anak-anak tentu tidak seluruhnya berdampak

negatif, dan bahkan tidak sedikit manfaat yang diperoleh dari padanya. Bayi

yang cukup lama tertidur lalu bangun akan bermain dengan menggerakkan

kakinya, menarik mainan dengan kakinya atau tangannya. Demikian pula

anak yang telah belajar dikelas akan terus segar kembali, semangat dan

raganya untuk menerima pelajaran setelah diberikan kes,empatan beristirahat

sambil bermain dengan temannya.

Permainan dapat diinterpretasikan menjadi positif bila diteliti secara baik dan

dengan pikiran yang jernih. Keinginan bermain pada anal<, sama

kedudukannya dengan kebutuhan manusia. Dalam hal ini bermain dan

beragama merupakan fitrah manusia dan tidak mungkin dapat dipisahkan

dari kehidupannya.

Dari contoh diatas permainan dapat diartikan sebagai suatu kebutuhan yang

berdampak positif, baik untuk pertumbuhan jasmani maupun dalam

(37)

jenisnya banyak sekali, maka dalam permainan ada unsur olahraganya, yaitu

ada faktor jasmani dan faktor rohaninya.

Kecenderungan bermain dimulai dari sejak kecil atau sejak bayi. Bahkan

hingga dewasa pun manusia masih ingin tetap bermain dengan berbagai

macam permainan. Karena sesungguhnya aktivitas bermain itu terjadi karena

adanya dorongan untuk tumbuh dan berkembang yang ada dalam diri

manusia. Dorongan bergerak secara naluriah telah ada sejak manusia

dilahirkan. Juga hewan sekalipun seperti kucing, anjing, kera adalah butuh

akan permainan.

2.1.2 Teori-teori permainan

Masalah anak-anak bermain sudah ada sejak adanya manusia. Permainan

adalah makanan rohani bagi anak, ia tidak akan merasa Qセョ。ォ@ bila tidak ada

kesempatan untuk berrnain. Sejak rnasih ada dalarn buaian ia sudah mulai

bermain dengan tangannya, kakinya dan lain-lain, kemudian ia bermain-rnain

dengan benda-benda yang didapat disekitamya dan akhimya ia mernerlukan

(38)

Melihat hal itu akhirnya para ahli psikologi mulai berfikir, menganggap

anak-anak itu bermain ? apakah hanya sekedar mencari kesenangan saja ataukah

ada motif lain yang mendorong untuk bermain ? dan apakah permainan

mereka selalu berakibat buruk seperti anggapan sebagian orang

?

maka

hasil dari pemikiran para tokoh psikologi menghasilkan teori permainan

sebagai berikut :

Menurut Ahmadi (1996) terdapat lima teori permainan, yaitu :

1.

Teori atavistis (keturunan), teori ini diajukan oleh Hall, bahwa

permainan yang dilakukan anak adalah warisan dar'1 kebiasaan nenek

moyang yang bersifat turun temurun dan teori ini diclasarkan pada teori

rekapitulasi yaitu anak-anak bermain karena ia harus mengulang

perkembangan hidup manusia yang berabad-abad secara singkat.

2 . Teori pengosongan, teori ini diajukan oleh Spencer. Dalam teori ini

diungkapkan bahwa kegiatan bermain dilakukan karena anak memiliki

kelebihan tenaga dan ini harus disalurkan agar tidak: menganggu

kejiwaan anak.

3. Teori pemulihan atau teori istirahat, teori ini diajukan oleh Schaller dan

Lazarus dalam teori ini diungkapkan bahwa setelah seseorang

mengadakan kegiatan maka mereka telah banyak temaga terbuang dan

salah satu cara untuk memulihkan tenaga adalah dengan melakukan

(39)

4. Teori persiapan atau teori biologis. Teori ini diungkapkan bahwa

anak-anak bermain karena mereka harus mempersiapkan diri dengan tenaga

dan pikiran untuk masa depannya.

5. Teori ilmu jiwa dalam teori ini diungkapkan oleh Freud dan Adler. Dalam

teori ini diungkapkan bahwa bermain merupakan dorongan kejiwaan

sebagai ekspresi dari keinginannya untuk menang dan berkuasa, dan

dalam teori ini permainan merupakan sarana untuk menyalurkan

kompleks-kompleks terdesal yang ada pada bawah sadar dalam jiwa

seseorang.

Selain teori-teori yang disebutkan diatas, Sujanto (1996) juga menyebutkan

teori-teori permainan yang lain, yaitu :

1. Teori kelebihan tenaga, teori ini diajukan oleh Spencer. Dalam teori ini

diungkapkan bahwa anak itu bermain, karena di dalam diri anak

tersimpan tenaga lebih, sehingga harus disalurkan.

2. Teori istirahat, teori ini diajukan oleh Lazarus. Dalam teori ini

diungkapkan bahwa anak bermain agar tenaganya pulih kembali.

Misalnya karena payah belajar, maka anak-anak ha:rus beristirahat

untuk bermain-main.

3. Teori biologis, teori ini diajukan oleh Gross. Dalam t•eori ini diungkapkan

bahwa anak-anak bermain karena anak-anak harus mempersiapkan diri

(40)

dengan anak-anak binatang, yang bermain latihan untuk mencari

nafkah, maka anak manusia pun bermain untuk melatih organ-organ

jasmani dan rohaninya untuk menghadapi masa depannya.

4. Teori rekapitulasi, teori ini diajukan oleh Hall. Dalam teori ini

diungkapkan bahwa anak-anak itu bermain, karena ia harus mengulang

perkembangan hidup manusia yang berabad-abad ini secara singkat.

Karena didalam perkembangan hidupnya, manusia itu melalui beberapa

tingkat, yaitu tingkat berburu, tingkat bertani, tingkat berdagang, maka

tingkatan-tingkatan itu di ulangi oleh anak-anak dalam permainannya.

Dan anak-anak pun bermain, berburu, bertani dan berdagang.

5. Teori fungsi, teori ini diajukan oleh Buhler. Dalam te(lri ini diungkapkan

bahwa anak-anak bermain karena harus melatih fungsi jiwa raganya

untuk mendapatkan kesenangan didalam perkembangan dan dengan

permainan mereka akan mengalami perkembangan yang

semaksimalnya.

6. Teori kepribadian, teori ini diungkapkan oleh Kohnstamm. Dalam teori ini

diungkapkan bahwa didalam permainan anak-anak ll:lerada dalam

suasana yang bebas, sehingga ada kesempatan untuk memanjakan

(41)

2.1.3 Macam-macam permainan

Hetzer, Seorang ahli psikologi bangsa Jerman, rneneliti permainan di

kalangan anak-anak. Tokoh ini rnenyebutkan beberapa rnacarn permainan

sebagai berikut :

1. Permainan fungsi

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah geraknya, seperti

gerakan-gerakan tangan dan kaki pada bayi. Sedangkan anak-anak, mereka

merangkak-rangkak, berlari-lari, berkejar-kejaran, dan sebagainya.

Bentuk permainan ini gunannya untuk melatih fungsi-.fungsi gerak dan

perbuatan.

2. Permainan konstruktif

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya. Permainan

konstruktif sangat penting bagi anak-anak yang berusia 6 s/d 10 tahun.

Mereka sibuk membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, boneka dari

kain-kain perca, dan sebagainya.

3. Permainan reseptif

Sambil mendengarkan cerita atau melihat-lihat buku bergambar, anak

berfantasi dan mnerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri

menjadi aktif. Cerita pendek yang mengandung benih-benih budi pekerti,

(42)

4. Permainan peranan

Anak itu sendiri memegang peranan sebagai apa yang sedang

dimainkannya. Conteh sebagai penjelasan : bermain dokter-dokteran,

supir-supiran, bidan-bidanan, dan sebagainya

5. Permainan sukses

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi. Untuk kegiatan

permainan ini sangat dibutuhkan keberanian, ketangkasan, kekuatan, dan

bahkan persaingan. Conteh : meloncati parit, meniti jembatan, memanjat

pohon, dan sebagainya.

2.1.4 Manfaat bermain bagi anak

Menurut Zulkifli

(1987),

manfaat permainan untuk anak-anak adalah:

1.

Sarana untuk membawa anak ke alam bermasyarakat, dalam

suasana permainan mereka saling mengenal dan saling menghargai satu

sama lain dan dengan demikian akan membentuk ーQセイ。ウ。。ョ@ sosial.

2. Mampu mengenal kekuatan sendiri, dengan demikian anak akan

mengenal kedudukannya dikalangan teman-temannya dan dapat

(43)

3. Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan

kecenderungan pembawaannya.

4. Berlatih menempa perasaannya, dalam permainan anak mengalami

bermacam-macam perasaan, ada anak yang menikmati permainan itu

ada pula yang kecewa dengan permainan tersebut.

5. Memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan suasana gembira

dapat menjauhkan diri dari perasaan-perasaan rendah seperti dengki dan

iri hati.

6. Melatih diri untuk menaati peraturan yang berlaku.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak

Menurut Hurlock(1978), faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak

adalah:

1. Kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energinya untruk bermain aktif,

seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih

(44)

2. Perkembangan motorik

Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja

yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada

perkembangan motorik mereka. Pengendalian motorik yang baik

memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.

3. lntelegensi

Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang

pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan

bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam

permainan kecerdasan, dramatik, kontruksi, dan membaca. Anak yang

pandai menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar,

termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.

4. Jenis kelamin

Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih

menyukai permainan dan olahraga ketimbang berba1gai jenis permainan

lain. Pada awalnya masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan

perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang

anak perampuan tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.

5. Lingkungan

Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya

karena kesehatn yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak

(45)

yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman

bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.

6. Status sosioekonomi

Anak dari lingkungan sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai

kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain i;epatu roda,

sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dale1m kegiatan yang

tidak mahal seperti bermain bola dan berenang. Kelas sosial

mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak, jenis

kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervise terhadap mereka.

7. Jumlah waktu bebas

Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi

keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan

waktu luang mereka, anak terlalu lebih lelah untuk rnelakukan kegiatan

yang membutuhkan tenaga yang besar.

8. Peralatan bermain

Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya.

Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan memdukung permainan

pura-pura; banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin rnendukung permainan

(46)

2.2. VIDEO GAME KEKERASAN

2.2.1. Definisi Video Games

Kata video game berasal dari kata video dan game, Menurut kamus bahasa

lnggris Echols (1997) kata game adalah permainan. Sedangkan video adalah

penampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik.

Menurut Mifflin (2004) video game adalah permainan yang di mainkan

melawan komputer. Sedangkan game yang dikategorikan sebagai video

game adalah kombinasi penggunaan televisi atau media display sebagai

media visual dan console sebagai tempat atau media peinerjemah dari kaset

atau compact discd.

Dalam pengertian yang luas permainan game berarti "hiburan". Permainan

game juga merujuk pada pengertian sebagai "kelincahan intelektual"

(intellectual playability). Sementara kata "game" bisa diartikan sebagai arena

keputusan dan aksi permainannya. Ada target-target yang ingin dicapai

pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran

sejauh mana game itu menarik dimainkan secara maksimal (Dalam Koran

(47)

Sejarah video game sendiri di mulai oleh insinyur muda bemama Ralph Beer

seorang pria kelahiran Jerman yang kemudian hijrah ke Negara Paman Sam

(AS) tahun 1938, Pada awal tahun 1949 ia diberi tugas membuat sebuah

permainan yang dimasukan ke dalam televisi tersebut. l\/leskipun akhirnya

Bearsendiri juga belum sempat merealisasikan idenya (!<arena terlanjur

dibatalkan oleh atasannya), tapi idenya ini akhimya terealisasi oleh orang

lain, yaitu Willy Higinboham yang memiliki hasrat imajinasi yang sama

dengannya 18 tahun kemudian. Hasil yang diperoleh adalah sebuah

permainan yang berupa game tenis interaktif dengan grafik yang sangat

sederhana tanpa suara.

Pada akhirnya hasil kerja mereka ditambah ratusan bahkan ribuan imajinasi

orang lain seperti orang-orang Jepang Shigeru Miyamoto (Nintenda), Ken

Kutaragi (Sony), Yu Suzuki (Sega) inilah yang saat ini kita kenal dengan

istilah video game. Game (permainan interaktif) terbagi dalam dua jenis, yaitu

game untuk komputer PC dan game untuk kosol seperti playstation dan

gameboy (www.kompas.com edisi 27 November 2001 ).

Jadi menurut penulis, video game adalah permainan statis yang dapat

dimainkan dengan memasukkan kaset video atau disk sesuai jenis

permainan yang diinginkan dan dijalankandengan tombol-tombol joystick.

(48)

berbagai tempat terutama di jakarta, karena masin games yang satu ini

banyak di sewakan dan dimiliki orang, walaupun sudah lama kita

mengenalnya, tetapi terjadi konsumsi umum dan bukan pribadi setahun

belakang ini pro dan kontra pendapat banyak te1jadi, baill< atau buruk usaha

ini dalam bermain video game pemain seolah-olah mengalami kejadian yang

sesungguhnya.

2.2.2. Perkembangan Game

Pada zaman teknologi seperti ini dimana informasi sudall tidak ada batas

teritorial dan waktu lagi yang membedakannya, perkembangan game

mengalami kemajuan yang pesat. Dimulai dari permainan tradisional sampai

pada game interaktif dan dapat dimainkan oleh beberapa orang sekaligus.

Menurut Yulianto (2002), Perkembangan game dapat kita lihat dari

pengkategorian game itu sendiri. Game dapat dibagi beberapa kategori

berdasarkan cara dan peralatan untuk memainkan game itu sendiri.

Pengkategorian tersebut adalah:

1.

Game Tradisional

Dinamakan game tradisional karena cara memainkan dan masa game ini

(49)

yang tidak tahu game semacam ini. Beberapa diantaranya yaitu

"Hopscotch atau biasa disebut Engkle", "Gobak Sodor'', "Boy atau disebut

Bintang Tujuh Batu Lion", dan" Benteng".

Semua permainan tradisional diatas di lakukan dengan cara tradisional

dan menggunakan alat tradisional. Seperti perminan "Gobak Sodor'' kita

dapat menggunakan lapangan Bulu Tangkis sebagai arena. Kemudian

kita bentuk dua tim, berperan sebagai tim penyerang dan tim bertahan.

2. Game Menggunakan Papan Permainan

Untuk memainkan game ini dibutuhkan alat bantu berupa "board game"

atau papan permainan. Permainan yang dapat 、ゥォ。エeセァッイゥォ。ョ@ sebagai

Game menggunakan papan perminan adalah "Main Kartu", "Monopoli",

"Chess Games", "Halma", "Scrabble", dan masih banyak lagi.

Pengkategorian game ini berdasarkan dari alat bantu permainan yang

menggunakan papan khusus dan aturan permainan sendiri (House rules).

Seperti "Scrabble" adalah contoh permainan pengelola kata dimana

setiap pemain harus memikirkan kata selanjutnya yang dihubungkan

dengan kata sebelumnya.

3. Game Elektronik

Kalau kita mendengar ataupun membaca "Elektronik" pasti kita akan

menghubungkan dengan peralatan elektronika. Pada bagian ini penulis

akan membagi lagi pengkategorian Game berdasarkan Elektronik yaitu

(50)

2.2.3. Kekerasan pada video games

Menurut Gunter (dalam Sugiyatmo, 1995), kadar kekera!lan yang

digambarkan dalam tampilan video games dapat dilihat dari lima hal, yaitu :

1.

Penggambaran kekerasan, berupa ketepatan kondisi kekerasan dengan

penggambaran-penggambaran di seputar tindak ォ・ォQセイ。ウ。ョN@ Apakah

merupakan fantasi belaka atau menggambarkan kekerasan nyata yang

dapat terjadi secara sungguhan.

2. Jenis watak, apakah sang tokoh dengan penampilan fisiknya seperti

pakaian yang dikenakan, sifat, dan tingkah lakunya nnencerminkan

kekerasan.

3. Bentrokan fisik, bagaimana kekerasan berupa bentmkan fisik ini

ditunjukkan, seperti dalam perkelahian dengan bersEmjata atau tanpa

senjata.

4. Akibat kekerasan, berupa korban akibat bentrokan fisik, apakah kalah

dengan fatal seperti dibunuh atau tidak diperlihatkan secara jelas.

5. Penekanan kekerasan, apakah selama jalannya penmainan kekerasan

(51)

2.2.4. Tampilan pada

video games

Teknil< penyajian video games dibuat sedemikian rupa s19hingga tampak

menarik dan membuat pemain menjadi terlibat dengan permainan tersebut.

Jalan permainan mengesankan gambaran-gambaran nyata kehidupan

manusia. Kemudian pemain dapat menerima dan mengidentifikasikan diri

dengan tokoh yang dimainkannya dalam video games, selanjutnya secara

tidak disadari belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, dan realitas sosial

melalui video games tersebut. Menurut De F/eur(dalam Sugiyatmo, 1995)

cara penggambaran dalam video games secara tidak disadari mengajarkan

bagaimana berespon atau berperilaku pada keadaan sosial antara satu

dengan yang lainya, apa yang diharapkan orang lain, akibat dari suatu

tindakan yang dilakukannya, bagaimana ia berfikir tentang dunia fisik dan

sosial disekitamya, serta bagaimana ia menilai diri sendiri. Dengan demikian,

walaupun jenis video games yang dimainkan merupakan hasil imajinasi

(seperti Doom) namun mencerminkan kehidupan manus.ia beserta

permasalahn yang dihadapinya sehingga apa dan 「。ァ。セュ。ョ。@ jalannya

permainan yang disajikan dapat membentuk contoh-conitoh dan penafsiran

(52)

2.2.5. Definisi Kekerasan

Menurut Mohammad (dalam Wulandari, 2004) kekerasan atau abuse adalah

penyalahgunaan kekuatan untuk memperlakukan orang lain yang dibawah

kekuasaannya dengan menyakiti secara fisik, menghina dengan kata-kata

kasar, melukai atau mencederai dengan tindakan atau mengambil

keuntungan dari kekuasaan itu secara tidak adil.

Hariti (dalam Wulandari, 2004) mengemukakan bahwa k•ekerasan adalah

suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak suatu

barang. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan atau akibat

melukai atau merusak barang tetapi ancamanpun dapat dikategorikan

sebagai tindak kekerasan.

Pada dasarnya kekerasan merupakan segala bentuk perilaku baik verbal

maupun non verbal yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

terhadap seseorang atau kelompok lainnya, yang dapat menyebabkan

dampak negatif baik secara fisik, emosional maupun psikologis terhadap

orang yang menjadi sasaran kekerasaan tersebut.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai

(53)

matinya orang lain atau yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang

orang lain.

Dalam bahasa lnggris kekerasan disebut dengan istilah 'Violence. Sedangkan

dalam bahasa Arab kekerasan disebut dengan istilah A/ 'lnfu!Asy Syiddah

yang berarti memperlakukan sesuatu dengan kekerasan.

Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian tentang

kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut :

1. Melibatkan pelaku dan korban.

2. Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang I sekedar ancaman.

3. Berakibat kerugian bagi korban secara fisik, mental maupun materi.

2.2.6. Bentuk-bentuk kekerasan

Menurut Mulia dkk, membagi kekerasan menjadi beberapa bentuk, meliputi :

1. Fisik, bentuknya : memukul, menampar, mencekik, menendang,

melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan

(54)

2. Psikologis, bentuknya : berteriak, menyumpah, mengancam,

merendahkan, mengatur, menguntit dan memata-matai, tindakan lain

yang menimbulkan rasa takut.

3. Seksual : melakukan tindakan yang mengarah pada ajakan atau desakan

seksual, seperti : menyentuh, meraba, mencium dan melakukan tindakan

lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk

pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban,

ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah

pada aspek jenis kelamin atau seks, korban memaksa berhubungan seks

tanpa persetujuan korban, dengan kekerasan fisik maupun tidak,

pornografi.

4. Finansial : mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan

pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi

pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya dengan maksud untuk

mengendalikan tindakan korban.

5. Spiritual : merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa

korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban

(55)

2.3 AGRESI

2.3.1. Definisi Agresivitas

Menurut Bailey (1998), Perilaku agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk

rnenyakiti rnakhluk hidup lain secara fisik rnaupun verbal. Para ahli ilrnu sosial

rnenggunakan istilah agresi untuk setiap perilaku yang bertujuan rnenyakiti

badan atau perasaan orang lain (dalarn Silvia, dan F.lriani R.D, 2003)

Menu rut Breakwell, ( 1998) perilaku agresi adalah perilaku yang berrnaksud

rnelukai rnakhluk sesarna jenis. Agresi secara tipikal didefinisikan sebagai

bentuk perilaku yang dirnaksudkan untuk rnenyakiti atau rnerugikan

seseorang yang bertentangan dengan kernauan orang itu. lni berarti bahwa

rnenyakiti orang lain sengaja bukanlah agresi jika pihak yang dirugikan

rnenghendaki hal ini terjadi (dalarn Silvia dan F.lriani D, 2003)

Agresivitas dalarn karnus Bahasa lnggris di istilahkan dt3ngan

aggressiveness, diartikan dengan sifat atau sikap agresif (Echols dan

Shadily, 1987). Agresivitas berasal dari kata agresif yang rnerupakan kata

sifat dari agresif. Chaplin (1999) dalarn karnus lengkap Psikologi

(56)

untuk memamerkan permusuhan; b) pernyataan diri secara tegas,

penonjolan diri, penuntutan atau paksaan diri, pengejaran dengan penuh

semangat suatu cita-cita, dan c) dominasi sosial, kekuasaan sosial,

khususnya yang diterapkan secara ekstrim. Sementara Fishbein dan Ajzen

(dalam Martani dan Adiyanti, 1992) menyatakan bahwa agresivitas

merupakan suatu niat untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Jadi agresivitas merupakan penyebab dari tingkah laku agresif (agresi

sebagai reaksi). Sedangkan agresi merupakan suatu bentuk reaksi terhadap

keadaan yang tidak menyenangkan yang melibatkan perasaan emosi atau

marah dalam diri individu tersebut. Agresi adalah perilaku yang dimunculkan

seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang sifatnya menyakiti lawannya

baik secara fisik maupun psikis sehingga tidak dapat diterima secara sosial

(agresi sebagai aksi).

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas suatu bentuk

tindakan atau perilaku melukai dan menyakiti orang lain atau objek-objek,

yang disertai dengan ataupun tanpa maksud atau tujuan. Perilaku ini dapat

dilakukan secara fisik yaitu berupa tindakan kekerasan dan tingkah laku

destruktif, maupun secara verbal yang diwujudkan dalam bentuk perkataan

(57)

diinginkan oleh korban, dan secara psikis yang diwujudkan dalam bentuk

emosi serta perasaan dalam diri.

2.3.2. Teori belajar sosial

Teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura {dalam Alwisol,

2005) didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism),

tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturnn diri atau berfikir

(self-regulation atau cognition).

1.

Determinis resiprokal : pendekatan yang menjelaskan tingkah laku

manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara

determinan kognitif, behavioral dan iingkungan. Orang menentukan atau

mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrol k:ekuatan lingkungan,

tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan ャゥョァォオョセQ。ョ@ itu. Determinis

resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura,

menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah llaku. Teori belajar

sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk

menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai ting1kat kompleksitas, dari

perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku in1terpersonal serta

(58)

2. Tanpa reinforsemen: menurut Bandura, reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak,

tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkahlaku .. Orang dapat belajar

melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan ォeセュオ、ゥ。ョ@ mengulang

apa yang dilihat. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsemen yang

terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi' konsekuensi, itu

merupakan pokok teori belajar sosial.

3. Kognisi dan Regulasi diri : konsep Bandura menempatkan manusia

sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (seliF regulation),

mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan,

menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi

tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik

menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan

menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan

gambaran imaginasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang

akan datang. Kernarnpuan untuk rnenggambarkan ウQセ」。イ。@ imaginatif hasil

yang diinginkan pada rnasa yang akan datang rnengernbangkan strategi

tingkah laku yang rnembirnbing ke arah tujuan jangk:a panjang.

Menurut Bandura (dalarn Alwisol,2005) ada ernpat ーイッウQセウ@ yang penting agar

(59)

1.

Perhatian (attention process) : sebelum meniru orang1 lain, perhatian

harus dicurahkan ke omag itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi

pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting

tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.

2. Representasi (representation process) : Tingkah laku yang akan ditiru,

harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun

dalam bentuk gambaran atau imajinasi. Representasi verbal

memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang

diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan

dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dpat

dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar

melakukannya secara fisik.

3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process) : sesudah

mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam

ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dari garnbaran fikiran

menjadi tingkahlaku rnenimbulkan kebutuhan evaluasi;"Bagaimana

melakukannya?""Apa yang harus dikerjakan?" "Apakah sudah benar?"

Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai

berdasarkan kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih

pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.

4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforceme•nt process): belajar

(60)

yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku mode,lnya. lmitasi lebih

kuat terjadi pada tingkahlaku model yang diganjar, daripada tingkah laku

yang dihukum. lmitasi tetap terjadi walaupun model mendapat ciri-ciri

positif yang menjadi tanda dari gaya hid up yang berhasil, sehingga

diyakini model umumnya akan diganjar.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi

。ァイQセウゥカゥエ。ウ@

Menurut koeswara (1988) agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal.

a. Faktor internal

Beberapa faktor internal yang mempengaruhi agresivitas yaitu :

1. Frustasi

Frustasi adalah situasi dimana individu terhambat at:au gaga! dalam

usaha mencapai hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka

mencapai tujuan. Frustasi menimbulkan agresi. individu yang mengalami

frustasi apabila maksud dan keinginannya yang diperjuangkan dengan

intensif mengalami hambatan atau kegagalam. Akibat dari frustasi

tersebut timbul perasaan jengkel atau kecewa sehingga perasaan yang

(61)

2. Stress

Stress merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun

psikologis. Stres meliputi sumber-sumber stimulus int•ernal maupun

eksternal maupun dan menunjukkan pada segenap proses yang

menuntut penyesuaian pada organisme. Adapun stres yang muncul dapat

berupa:

1. Stres eksternal

Stres eksternal yang ditimbulkan oleh perubahan ::;osial dan

pelanggaran-pelanggaran.

2. Stres internal

Muncul karena adanya perasaan tertekan dari dalam diri individu dan

jika tidak ada pemecahan maka akan menyebabkan timbulnya agresi

pada diri individu, karena tidak bisa mengatasi permasalahan yang

dihadapi.

b. Faktor eksternal

manusia adalah makhluk sosial yang selaku mengadakan relasi sosial

dengan sesamanya. Ketika individu selain bertemu, pada saat itulah

interaksi sosial tercipta. Hal yang sering muncul dalam interaksi sosial

adalah saling mempengaruhi antara satu sama lain. Pengaruh tersebut

dapat menjadi kuat dan menjadi penyebab timbulnya perilaku agresivitas

(62)

1. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial berpengaruh besar dalam perkembangan agresivitas

remaja atau anak. Lingkungan yang positif akan berpengaruh positif pada

remaja dan juga sebaliknya. Lingkungan sosial tidak hanya seputar

tempat tinggal maupun sekolah, tetapi juga tempat remaja biasa

berkumpul bersama teman-temannya.

2. lnteraksi teman sebaya

Teman sebaya atau teman bermain sangat berpengaruh terhadap

agresivitas remaja sebab pada usia remaja biasanya individu memiliki

satu atau beberapa teman dekat yang dianggap memiliki kegemaran yang

sama. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan teman yang bertindak

agresif cenderung mengikuti pola yang sama seperti sikap, minat,

penampilan serta perilaku.

3. Lingkungan keluarga

Lemahnya keadaan ekonomi, kurangnya kasih sayang dan perhatian

keluarga menjadi pengaruh timbulnya sifat agresif pada remaja. ltulah

(63)

2.3.4 Bentuk-bentuk agresivitas

Bush dan Pery (dalam Silvia dan F. lriani, 2003) mengelompokkan bentuk

agresivitas kedalam empat bentuk agresi, yaitu agresi fisik, agresi verbal,

agresi dalam bentuk kemarahan (anger} dan agresi dalam bentuk kebencian

(hostility). Agresi fisik adalah agresi yang dilakulcan untuk melukai orang lain

secara fisik, yaitu memukul, menendang, menusuk, membakar, dan

sebagainya. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang

lain secara verbal. Bila seseorang mengumpat, membentak, berdebat,

mengejek, dan sebagainya, orang itu dapat dikatakan sedang melakukan

agresi. Kemarahan merupakan perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik

atas cedera fisik maupun psikis yang diderita individu. Kebencian adalah

sikap yang negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif.

Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu

kemampuan motorik, afektif dan kognitif. Bentuk-bentuk agresivitas ini yang

akan dipakai sebagai alat ukur dalam pengukuran skala agresivitas.

1. Agresi fisik

Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain

(64)

2. Agresi verbal

Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain,

hanya saja melalui verbalisasi, misal berdebat, menuinjukkan

ketidaksukaan dan ketidaksetujuan pada orang lain, kadangkala sering

menyebarkan gosip.

3. Rasa marah

Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan

psikologis untuk bersikap agresif, misal mudah kesal, hilang kesabaran

dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

4. Sikap per

Gambar

Gambaran umum responden ........................................ 65
Tabel 3.1 Blue print skala tingkat agresivitas ................................. 61
Tabel 4.11
Gambar 4.1 Bagan kerangka berpikir .............................................. 55
+7

Referensi

Dokumen terkait

menonton tayangan film kekerasan dan yang jarang menonton tayangan film kekerasan dalam hal agresivitas pada sisWa STM kelas II Triguna Utama sebesar 65,0000 (untuk yang sering

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa intensitas bermain Game online dari 30 responden di 3 warnet/Game centre kota Malang berada pada kategori tinggi sebanyak 4 orang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa intensitas bermain game mobile online dari 30 responden di 4 kelas SMP Negeri 2 Malang berada pada kategori

Hasil pengujian dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa intensitas komunikasi peer group berpengaruh secara langsung terhadap perilaku adiktif bermain video game

Hasil penelitian menunjukkan nilai p value sebesar 0,000 (≤0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas bermain game

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa intensitas bermain game online berpengaruh terhadap perilaku agresivitas anak-anak dan remaja di Kecamatan

Hasil scan otak anak-anak yang kerap bermain video game kekerasan menunjukkan peningkatan aktivitas pada :. Otak limbik, pusat otak yang berkaitan dengan

Meskipun dalam distribusi intensitas bermain game online tidak terdapat siswa dengan intensitas bermain game online yang tinggi namun terdapat hubungan yang signifikan antara