PERBEDAAN INTENSITAS BERMAIN VllDEO GAME
KEKERASAN TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS
PADA SISWA SON LEGOSO CIPUTAT
SKRIPSI .
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Psikologi
Oleh
Siti Muallifah
QPSPWPPRYPVZセ@
FAKULTAS PSIKOLOGil
UIN SYARIF HIDAYATULlAH
JAKARTA
PADA SISWA SDN LEGOSO cn>UTAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
kesarjanaan Psikologi
Pembimbing I
Oleh
SITI MUALLIFAH
103070029063
Dibawah bimbingan,
Pembimbing II
セ
セM]セセ@
セセ@
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi
NIP. 150
293 240
ャセZィキ。ョ@ Lutfi, M.Si NIP. 150 368
809
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KEKERASAN TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS PADA SISWA SON LEGOSO CIPUTAT telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta Pada tanggal 22 Januari 2008. Skripsi ini telah di terima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 5 Februari 2008
Sidang Munaqasyah
Dekan I
Ketua M rangkap Anggota
Anggota:
Penguji I
4.
Neneng Tati Sumiati, M.si NIP. 150 300 679Pembimbing I
Ors. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi NIP. 150 293 240
Pembantu Dekan I / Sekretaris Merangkap Anggota
Penguji II
Drs.Rachmat Mulyono, M.si,Psi NIP. 150 293 240
Pembimbing II
セセセ@
fJ
eman yang pal!imj
afrud1 ada1aft
a.Mil£ ...
ff
engawal
p'"6adi yang pal!imj
セー。、。@
!l).1
llJK ...
fJJafia6a yang pal!imj
mm™
SE.N'IJ'U.,K .•.
!i)an
9 &ulaJi
yang pal!imj
im1aft
WdumJa
tfl9lUSWJC ...
sセVゥ@
9
ni
fKt4'1Je!t6eml1aMuxn
'Untufl,
(1y,aft
dan
セW@
fmAu fJ
CJtCinta
:J{,{,fl6fv,£Mfl6Ma,
lldifJW,
SeJtta :J(,qJona!Uutliu
fJ
e!t6aymtfl
(A) Fakultas Psikologi (8) Januari 2008 (C) Siti Muallifah
(D) Perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat
(E) xvii + 89 halaman (F) Latar belakang :
Kata "Game" tidak terlepas dari pengertian permainan. Kita mengenal permainan sejak usia balita sampai saat ini. Seiring dengan
perkembangan jaman khususnya dalam bidang inforrnasi mengakibatkan jenis permainan semakin berkembang puncaknya dapat kita lihat saat ini telah berkembang permainan menggunakan alat-alat elektronika seperti GameBoy, Play Station, Computer bahkan alat komunikasi seperti handphone. Sifat permainan adalah sebagai alat penghibur, tetapi jika terlalu serius dan semakin lama kita memainkan permainan tersebut akan berdampak negatif bagi diri kita pribadi. Dalam beberapa tahun
belakangan ini, video game mulai banyak menyajikan kekerasan seperti adegan perkelahian, pemukulan, pembunuhan, dan adegan yang
merusak atau mencelakakan orang lain. Selain bentu1k kekerasan fisik tersebut, kekerasan dalam bentuk verbal juga sering disajikan, karena hal ini juga merupakan bagian dari adegan-adegan kekerasan.
Bermain video game kekerasan adalah permainan yang dimainkan melawan komputer atau kombinasi penggunaan televisi atau media
display sebagai media visual dan console sebagai media penterjemah dari kaset atau compact disc yang menyajikan aclegan kekerasan. Agresivitas adalah segala bentuk perilaku (baik langsung maupun tidak langsung, baik verbal maupun fisik) yang dilakukan dengan nia1t untuk melukai orang lain (menyerang) atau menimbulkan konsekuensi ョ・Aセ。エゥヲ@ terhadap orang lain secara fisik maupun psikologis. Anak usia sekolah adalah periode perkembangan yang berlangsung dari anak usia VMQZセ@ tahun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SDN Legoso Ciputat.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif dengan metode penelitian komparasional. Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang responden. Dari 60 siswa dibagi menjadi dua
program SPSS versi
11.5,
untuk uji validitas menggunakan koralasiProduct Moment dari Pearson dan untuk menguji reli13bilitas instrument dengan Alpha Cronbach. Dan untuk menguji hipotesa penelitian
menggunakan uji
t.
Data untuk penelitian ini diperoleh denganmenggunakan skala agresivitas, skala agresivitas ini berisikan 60 item pernyataan, dengan koefisien reliabilitas alpha
0,913:3.
Jumlah item yang valid 44 dan16
item yang tidak valid.Berdasarkan hasil analisa data dengan uji t diperoleh hasil t hitung:
-0.399,
t table:
2.021,
karena nilai t hitung yang dihasilkan(-0.399)
< t label(2.021),
maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak te•rdapat perbedaan tingkat agresivitas yang signifikan antara mereka yang memainkan permainan video game kekerasan dengan frekuensi isering dengan yang kadang-kadang diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat agresivitas pada siswa SON Legoso Ciputat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggali lebih dalam tentang teori katarsis yang
menyatakan bahwa menonton film kekerasan bisa miengurangi agresivitas.
Bismillahirrahmanirrohim
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak kenikmatan, dan hanya dengan ridha dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan te1rimakasih dan disertai doa keselamatan dan pahala yang berlipat ganda kepada mereka semua, terutama kepada :
1.
lbu Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi , lbu Dra. Zahrotun Niyahayah, M.Si pudek I dan Bapak Prof. DR. Hamdan Yasun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, serta segEmap dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan pengetahuannya.2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi selaku pembimbing I dan Bapak lkhwan Lutfi, M.Si selaku pembimbing II, yang telah rnemberikan
bimbingan, ilmu dan wawasan kepada penulis, serta senantiasa meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Seluruh petugas akademik dan perpustakaan, yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membantu penulis dalam mendapatkan informasi dan memenuhi kebutuhan yang penulis butuhkan untuk penelitian ini.
4. Kepada kedua orang tuaku tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, nasehat dengan penuh keikhlasan dalam menghadapi penulis. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kesehatan serta membalas segala kebaikan mereka berdua, amin.
7. Kepada siswa SON Legoso Ciputat Jakarta Selatan, terimakasih atas kesediaannya untuk membantu penulis dalam penelitian ini.
8. Buat sahabatku llin, Ila, lank, Ida, Dian, terimaksih atas bantuan dan dukungannya, dan terimakasih atas persahabatannyi:t, semoga persahabatan ini dapat terus berlanjut sampai nanti.
9. Kepada seluruh teman-teman psikologi angkatan 2003 khususnya kelas B yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu, semoga kenangan manis kita tidak akan terlupakan.
10. Kepada teman-teman seperjuangan dalam menyusun skripsi, lnong, Eti, Eka, Titi, terimakasih banyak atas persahabatan, kebersamaan, dan canda tawa yang telah mengisi hari-hari penulis, mudah-mudahan silaturohmi yang telah kita pupuk bersama tetap terus; kita pertahankan. 11. Terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda, amin.
,lakarta, Januari 2008
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... i
Halaman Pengesahan Panitia Ujian ... iii
Motto dan Dedikasi ... iv
Abstrak ... v
Kata Pengantar ... vii
Daftar lsi ... ix
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar. ... xvi
Daftar Lampiran ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. ldentifikasi Masalah ... 10
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 11
1.3.1. Pembatasan Masalah ... 11
1.3.2. Perumusan Masalah ... 13
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Bermain ... 16
2.1.1. Definisi Bermain ... 16
2.1.2. Teori-Teori Permainan ... 20
2.1.3. Macam-Macam Permainan ... 24
2.1.4. Manfaat Bermain Bagi Anal< ... 25
2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permainan Anak ... 26
2.2 Video Game Kekerasan ... 29
2.2.1. Definisi Video Game ... 29
2.2.2. Perkembangan Game ... 31
2.2.3. Kekerasan Pada Video Game ... 33
2.2.4. Tampilan Pada Video Games ... 34
2.2.5. Definisi Kekerasan ... 35
2.2.6. Bentuk-Bentuk Kekerasan ... 36
2.3 Agresi ... 38
2.3.1. Definisi Agresivitas ... 38
2.3.2. Teori Belajar Sosial ... .40
2.3.3. Faktor-Faktor Agresivitas ... 43
2.4.2. Ciri-Ciri Akhir Masa Kanak-Kanak ... 49
2.4.3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 52
2.5 Kerangka Berfikir ... 53
2.6. Hipotesis ... 55
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jen is Penelitian ... 56
3.1. 1. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 56
3.1.2. Definisi dan Operasionalisasi. ... 57
3.2. Pengambilan Sampel.. ... 58
3.2.1. Populasi dan Sampel ... 58
3.2.1. Tekhnik Pengambilan Sampel ... 59
3.3. Pengumpulan Data ... 60
3.1.1. Metode dan Instrument ... 60
3.4. Tekhnik.Analisa Data ... 62
4.1.1. Gambaran umum responden berdasarkan
usia ... 65
4.1.2. Gambaran umum responden berdasarkan
jenis kelamin ... 66
4.1.3. Gambaran umum responden
berdasarkan kelas ... 66
4.1.4. Gambaran umum responden berdasarkan
intensitas bermain video game kekeirasan ... 67
4.1.5. Gambaran umum responden
berdasarkan tern pat bermain ... 68
4.1.6. Gambaran umum responden berda:sarkan
waktu yang dibutuhkan untuk bermain ... 69
4.1.7. Gambaran umum responden berda:sarkan
rasa suka bermain ... 69
4.1.8. Gambaran umum responden berda:sarkan
tingkah laku menyerang orang lain
[image:12.595.79.427.151.495.2]4.2.2. Hasil uji reliabilitas skala tingkat agresivitas ... 74
4.3. Presentasi Data ... 76
4.3.1. Deskripsi agresivitas subyek ... 76
4.4. Uji Persyaratan ... 78
4.4.1. Uji normalitas ... 78
4.4.2. Uji homogenitas ... 80
4.4.3. Uji hipotesis ... 81
BABS KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 84
5.2. Diskusi ... 85
5.3. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA
Tabel
3.1
Blue print skala tingkat agresivitas ...61
Tabel 3.2 Pemberian skor pada penelitian menggunaka1n ska la like
rt
dengan 4 kemungkinan ... 62Tabel
4.1
Kategori sampel berdasarkan usia ... 65Tabel 4.2 Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin ...
66
Tabel 4.3 Kategori sampel berdasarkan Kelas ... 67
Tabel 4.4 Kategori sampel berdasarkan intensitas berrnain video game kekerasan ... 67
Tabel 4.5 Kategori sampel berdasarkan tempat bermain video game kekerasan ... 68
Tabel 4.6 Kategori sampel berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk bermain video game kekerasan ... 69
Tabel 4.7 Kategori sampel berdasarkan rasa suka dalarn bermain video game kekerasan ... 70
Tabel 4.8 Kategori sampel berdasarkan tingkah laku menyerang orang lain setelah bermain video game kekerasan ... 71
[image:14.595.33.427.148.513.2]Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Norma reliabilitas ... 75
Kategorisasi skor ska la agresivitas ... 77
Hasil uji normalitas ... 78
Has ii uji homogenitas ... 80
Gambar 4.1 Bagan kerangka berpikir ... 55
Lampiran 1
Skala tingkat agresivitas try out
Lampiran 2
Hasil data try out tingkat agresivitas
Lampiran 3
Validitas skala tingkat agresivitas try out
Lampiran 4
Reliabilitas skala tingkat agresivitas try out
Lampiran 5
Skala tingkat agresivitas penelitian
Lampiran 6
Surat izin penelitian
Lampiran 7
Surat pernyataan telah melakukan penelitian
Lampiran 8
Hasil data penelitian skala tingkat agresivitas
Lampiran 9
1.1
LAT AR BELAKANG MASALAH
Video game memiliki pertumbuhan di atas rata-rata dalarn industri hiburan di
dunia. Diperkirakan pertumbuhan yang jauh di atas rata-rata ini berlangsung
sampai 2011. Bahkan tahun ini diprediksi belanja global untuk video game
meningkat melebihi belanja untuk musik. Demikian hasil penelitian
perusahaan konsultan Price Waterhouse Coopers (PWC} dan dipublikasikan
Hollywood Reporter baru-baru ini (www.suarapembaruan.com).
Menurut salah seorang analisis dari Wedbush Morgan Se1curities, Michael
Pachter, penjualan sofware game di bulan Januari 2005 rnengalami
peningkatan sebesar 6% dari bulan yang sama di tahun sebelumnya.
Laporan ini dibuat berdasarkan perkiraan penjualan ァ。ュeセ@ dibulan Januari
dari NPD Funworld, sebuah grup riset khusus untuk industri hiburan. Menurut
ramalan Pachter, NPD memperkirakan bahwa penjualan video game akan
mencapai $400 juta, dari $378 juta sales di bulan Januari tahun 2004 kemarin
MenurutAwaliyah (2003), Pentingnya bermain bagi perkembangan
kepribadian telah diakui secara universal, karena merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia, baik bagi anak maupun orang dewasa.
Kesernpatan bermain dan rekreasi memberikan anak ォ・セQ・ュ「ゥイ。。ョ@ disertai
kepuasan emosional. Bermain merupakan kegiatan yang spontan dan
kreatif, yang dengannya seseorang dapat menemukan el<spresi sepenuhnya.
Menurut Awaliyah (2003), Permainan di sukai anak-anak karena dalam diri
mereka terdapat dorongan batin dan dorongan mengembangkan diri. Para
ahli pendidikan menekankan pentingnya bermain pada masa kanak-kanak
sebagai kegiatan alamiah dan sebagai alat untuk belajar.
Dalam diri anak-anak terdapat berbagai kebutuhan seperti kebutuhan akan
rasa kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan harga diri,
kebutuhan rasa kebebasan, kebutuhan akan rasa sukses dan kebutuhan
akan mengenal kehidupan lingkungan. Mengenal lingkungan ini dapat
dilakukan permainan.
Kreativitas manusia dalam memanfaatkan teknologi komunikasi untuk
kepentingan hiburan maupun komersial memang luar biasa. Mulai dari
pengembangan teknologi di bidang pertelevisian sampai pada penciptaan
"Computer" game sudah muncul sejak awal komputer pribadi masuk ke
pasaran, dimulai dari zaman Atari, dan apple II dengan Space Invader (yang
di buat oleh Taito jepang dan di pasarkan oleh Atari), Hang Man, Pac Man,
sampai mainan yang paling populer di zaman Apple II seperti Lode Runner,
Elight Simulator JI, Bard's Tale, Ultima, dan Sargon. Sejarah berlanjut dengan diperkenalkan IBM PC pada tahun
1981,
komputer jenis iini lebihmeningkatkan kreativitas pembuat program mainan di komputer, karena
semakin lama komputer IBM Compatible ini semakin baik, dan tempat
penyimpanan semakin besar (www.kompas.com. Edisi ウQセャ。ウ。L@ 7 Mei 2002).
Kata "Game" tidak terlepas dari pengertian permainan sejak usia balita
sampai saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman khususnya dalam
bidang informasi mengakibatkan jenis permainan semakin berkembang
puncaknya dapat kita lihat saat ini telah berkembang perrnainan
menggunakan alat-alat elektronika seperti game boy, play station, komputer
bahkan alat komunikasi seperti handphone.
Di kota-kota besar Indonesia terutama di pusat-pusat perbelanjaan, sering
kita jumpai video game (pergelaran video game) yang menawarkan berbagai
macam jenis permainan, dan dipenuhi oleh anak--anak dan remaja. Dengan
betah menghabiskan waktu berjam-jam terlibat dalam kesenangan bermain
video game.
Di satu sisi, kehadiran video game memang dapat menumbuhkan apresiasi
anak maupun remaja pada teknologi. Pada saat yang sama, permainan ini
dapat pula merangsang kreativitas maupun daya reaksi (dengan catatan ia
tidak memainkan game yang sama berulang-ulang trik ptermainan).
Namun, di sisi lain permainan ini menimbulkan ketergantungan, manakala
penggemarnya terkena video game addict (kecanduan video game).
Seseorang dapat menghabiskan waktu dan uangnya sekaligus untuk
menikmati permainan ini. Dampak negatif dari permainan ini akan sangat
terasa, manakala pemainnya ini bukan sekedar untuk di nikmati dalam waktu
senggang sebagai aktivitas rekreasional, maka bencana mulai menghadang.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, video game mulaii banyak menyajikan
kekerasan seperti adegan perkelahian, pemukulan, pembunuhan, dan
adegan yang merusak atau mencelakakan orang lain. Se,lain bentuk
kekerasan fisik tersebut, kekerasan dalam bentuk verbal juga sering
disajikan, karena hal ini juga merupakan bagian dari ade!}an-adegan
Adegan kekerasan umumnya disajikan dengan teknik canggih, menjadi salah
satu faktor yang menarik perhatian anak dan remaja. Beberapa data atau
kasus kekerasan yang penulis dapat dari berbagai ウオュ「Qセイ@ informasi di
internet akan di lampirkan di bawah ini.
Setelah kasus Reza, korban meningggal yang diduga di smack down oleh tiga temannya beberapa waktu /alu, kasus serupa kini bermunculan di Bandung. Beruntung, peristiwa itu tidak mengakibatkan kematian. Peristiwa itu seo/ah menunjukkan agresivitas di kalangan anak-anak makin meningkat karena tayangan kekerasan yang kerap muncul di layar f,e/evisi. Seperti yang dia/ami Fayza Rafiansyah (4,5) yang masih duduk dike/as no/ kecil TK Al Wahab Plus Bandung. Menurut lbunya, Eti (39), Fayza dl Smack down o/eh anak tetangganya yang usianya sekitar 6 tahun dan duduk dike/as 1 SD.
"kejadiannya dirumah tetangganya, Fayza sedang terfentang dengan napas tersenga/. Ketika digendong, Fayza /angsung muntah darah," berdasarkan pengakuan dari anak tetangganya dan juga Fayza, bocah itu di smack down." Perutnya disikut o/eh /utut, lalu diterfentangkan dan diinjak. Hasil
pemeriksaan dokter lambung Fayza memar," /bunya yakin, peristiwa itu terjadi karena anak-anak sedang mempraktekan adegan smack down yang
saat itu sedang mereka tonton di VCD (,www.detiknews.com).
Masih ingat kasus Eric Haris (18) dan Dylan Klebold (17), dua pelajar
Columbine High School di Littleton Colorado, USA, yang menewaskan 11
rekannya dan seorang guru pada tanggal 20 April 1999? keterangan yang diperoleh dari kawan-kawan Eric dan Dylan, kedua anak itu bisa berjam-jam main game yang tergolong penuh kekerasan seperti "Doom" "Quake", dan
Redneck Rampage".
Pada tanggal 20 April 1999, Eric Harris dan Dylan Klebold me/ancarkan
serangan ke sebuah SMU di Littleton - Colorado yang mimewaskan 13 orang dan mencederai 23 orang /ainnya sebelum akhimya menembak dirinya
sendiri. Meskipun be/um dapat diketahui secara pasti ap151 yang
menyebabkan kedua remaja ini melakukan penyerangan kepada teman sekelasnya dan para guru, namun dari sejumlah kemungl<inan faktor penyebab perilaku tersebut disebutkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh adalah vidoe game yang menampilkan kekerasan.
Keduanya sangat menyukai permainan berdarah seperli shoot-em-up (bunuh mereka semua sampai ajal tiba) video game Doom, suatu pengamanan yang mendapat /isensi militer
A.
S
untuk melatih para prajurit agar efektif dalam membunuh. The Simon Wiesentel Center melacak di internet danberupa versi lain Doom yang telah dimodifikasi. Dalam versi tersebut
digambarkan terdapat dua penembak, masing-masing menggunakan senjata ekstra dan amunisi yang tidak terbatas, sementara orang lain dalam games ini tidak dapat membalas balik serangan tersebut.
Untuk tugas kelas, Hanis dan Klebold membuat sebuah rekaman video tape menyerupai versi Doom yang telah dimodifikasi. Pada vicleo tersebut,
keduanya memakai seragam tentara dengan membawa .senjata dan
membunuh siswa yang sedang a/ah raga. Mereka beraksi seperti video tape dari kehidupan nyata dalam kurun waktu lwrang dari satu tahun. Penyidik mengaitkan dengan weisenthal center yang mengatakan bahwa, Hanis dan Klebold sedang bermain dalam Mode Goel (sa/ah satu level dalam games Doom) (dikutip dari www.kompas.com).
Dari beberapa kutipan berita diatas dapat kita simpulkan bahwa dampak
bermain game sangat berpengaruh terhadap tingkah laku perbuatan
seseorang. Sekarang timbul pertanyaan dalam diri kita. Bagaimana kalau di
dalam game yang dijual dipasaran tidak terdapat unsur k:ekerasan? Saya kira
jawabnya tidak mungkin. Karena dengan adanya adegan kekerasan justru
menarik perhatian gamer untuk membeli produk tersebut dan memainkannya.
Bila anak-anak melihat suatu video game yang berisikan adegan kekerasan
dan menginterpretasikan kejadian-kejadian dalam video game tersebut, maka
interpretasinya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari individu dan
persepsi yang dimilikinya. Karakteristik pribadi itu antara lain seperti nilai,
sikap, kebiasaan, motivasi, minat, harapan, kebutuhan dan pengalaman.
situasi, dimana dalam hal ini adalah adegan-adegan kek•:irasan dalam video
game.
Saat ini, cukup banyak materi yang justru mengagungkairi kekerasan, dan
mengajar anak-anak untuk menikmati kekerasan lewat keikutsertaan aktif
sebagai pengendali permainan. Dalam video game nilai yang tinggi justru
diperoleh oleh sikap yang agresif dan penggunaan keke1rasan secara
sistematis. Dengan cara ini, pemain video game merasa bahwa kekerasan
memperoleh ganjaran (reward) dan kekerasan yang lebih tinggi akan
memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pada tahun 90-an game Mortal Kombat mengundang kontroversi. Game ini
menimbulkan kekacauan di kalangan publik dan media, sehingga sempat
ditarik peredarannya dari toko-toko. Akhirnya dibuatlah sistem rating dan
hukum baru. Sebetulnya game PC atau video game sudlah ada yang
diributkan jauh sebelum dirilisnya Mortal Kombat. Namun interactive Digital
Sofware Association (IDSA), yang sekarang telah diganti menjadi
Ente1tainment Sofware Association atau ESA, baru mengeluarkan
Entertainment Sofware Ratings Board (ESRB) pada akhir tahun 1993. Saat
itu memang terjadi konflik antara kongres dan industri game yang disulut oleh
Senator Liebennan dan Kohl. Diantara game berkualita:s, namun mendapat
Doom, Soldier, grand Theft Auto, Mortal, dan Manhunt
(www.hotgame.online.com).
Penelitian Martani dan Adiyanti, 1992 (dalam Fauzan, 1995) terhadap anak
prasel<olah di Taman Kanak-kanak di Yogyakarta hasilnya menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan tingkah laku agresif antara anak-anak yang suka
menonton film kekerasan dan tidak mengandung kekerasan di televisi.
Penelitian Eron (1987), (dalam Fauzan, 1995) terhadap murid-murid sekolah
dasar menunjukkan bahwa semakin banyak adegan kekerasan di televisi
yang ditonton, maka anak semakin agresif. Selanjutnya dilaporl<an walaupun
koefisien korelasi tidak begitu tinggi, namun hasil yang sama diperoleh baik
Amerika, Eropa, dan Australia.
Beberapa penelitian tersebut jelas menunjukkan bahwa hubungan antara film
kekerasan di televisi dengan perilaku agresif masih belum menunjukkan hasil
yang konsisten. Oleh sebab itu pula, maka beberapa waktu yang lalu di
dalam masyarakat terjadi polemik yang cukup panjang tentang pengaruh film
kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif remaja disebabkan oleh minat
remaja terhadap tayangan film kekerasan di televisi atau ada faktor-faktor lain
Ron So/by dari Universitas Harvard secara terinci menjelaskan, ada empat
macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan
kepribadian anak. Pertama, dampak agresor di mana sifat jahat dari anak
semakin meningkat. Kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut
dan semakin sulit mempercayai orang lain. Ketiga, dampak pemerhati, disini
anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan orang lain. Keempat,
dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau
melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Di Amerika Serikat, hal tersebut memang terbukti. Sebuah penelitian yang
dilakukan Leonard Eron dan Rowell Huesman menyebutkan, tontonan
kekerasan yang dinikmati pada usia 8 tahun akan mend<lrong tindak
kriminalitas pada usia 30 tahun (Kompas, 2000).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Yale Family Television menyebutkan
anak-anak yang menyaksikan program fantasi kekerasan cenderung kurang
kooperatif, kurang baik dalam bergaul, kurang gembira, kurang imajinatif,
serta angka IQ-nya rendah (www.dudung.net).
Atas dasar itulah penulis mengangkat masalah ini untuk membahas dan
menelaah "Perbedaan lntensitas Bermain Video Game l<ekerasan Terhadap
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka beberapa
masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah perbedaan intensitas bermain video game kE1kerasan dapatmempengaruhi perilaku agresivitas pada anak ?
2. Apakah ada keterkaitan yang erat antara intensitas bermain video game
kekerasan dengan tingkat agresivitas pada anak ?
3. Apakah benar pendapat para ahli dan isu-isu media yang berkembang
sekarang ini mengenai pengaruh tayangan kekerasan dan bermain video
game kekerasn memicu agresivitas ?
4. Apakah ada pengaruh yang kuat bermain video game kekerasan
terhadap agresivitas, mengingat faktor yang melatar belakangi sangat
kompleks?
5. Apakah benar bermain video game bisa menimbulkan ketergantungan,
manakala penggemarnya terkena video game addict (kecanduan video
1.3
PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1.3.1. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kekaburan pemahaman, maka dalam penelitian ini penulis
membatasi masalah pada:
1. Bermain video game kekerasan yang di maksud adalah permainan
yang dimainkan melawan komputer atau kombinasi penggunaan
televisi atau media display sebagai media visual dan console sebagai
tempat atau media penerjemah dari kaset atau compact disced yang
menyajikan adegan kekerasan. Video game yan£1 akan diteliti dalam
penelitian ini adalah video game yang berhubungan tentang
kekerasan.
2. Agresivitas yang dimaksud adalah suatu tindakan atau perilaku
melukai atau menyakiti orang lain yang disertai dengan atau tanpa
maksud tujuan. Atau pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan
atau cara yang menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan
kehendak (Berkowitz,
1995).
Menurut Buss dan Perry (dalam Silviaa. Agresi fisik
adalah merupakan komponen perilaku motorif<, seperti melukai
dan menyakiti orang lain secara fisik. Misal m(3nyerang atau
memukul.
b. Agresi verbal
adalah merupakan komponen motorik, seperti1 melukai dan
menyakiti orang lain melalui verbalis. Misal berdebat menunjukkan
ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebar gosip.
c. Agresi marah
Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan
psikologis untuk bersikap agresif. Misal kesal, hilang kesabaran
dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
d. Agresi kebencian
adalah meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada
orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.
3. Anak dalam penelitian ini adalah periode perkembangan yang
berlangsung dari anak usia
6-12
tahun. Siswa dalam penelitian inisiswa SDN Legoso Ciputat.
Batasan dalam penelitian ini memakai dua kategori yaitu, sering dan
1.3.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka rumusan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada
perbedaan intensitas bermain video game kekerasan terhadap tingkat
agresivitas pada siswa SON Legoso Ciputat ?
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.4.1.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam uji hipotesa ini adalah : Untuk mengetahui apakah
ada perbedaan intensitas berrnain video game kekerasain terhadap tingkat
1.4.2. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif
bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan
psikologi perkembangan.
2. Praktis
Sebagai bahan masukan bagi orang tua dan guru dalam memberikan
bimbingan kepada siswa khususnya dalam bermain video game dan
menonton televisi dalam menanggulangi perilaku agresif pada siswa baik
yang bersifat verbal maupun non verbal.
2.4. SISTEMATIKA PENULISAN
Sisternatika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman
penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UllN (Universitas Islam
Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta (2004). Penulisan ー・セョ・ャゥエゥ。ョ@ ini dibagi
menjadi beberapa bab yang terdiri atas :
1. Bab 1 : Pendahuluan, yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab 2 : Kajian pustaka, yang meliputi : definisi bermain, teori-teori
faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak, dEifinisi video game,
perkembangan game, kekerasan pada video game, tampilan pada video
game, definisi kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, definisi agresivitas,
teori belajar sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas,
bentuk-bentuk agresivitas, definisi anak usia sekolah, ciri-ciri akhir masa
kanak-kanak, tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah, kerangka berpikir
dan hipotesis.
3. Bab 3: Metodologi penelitian, yang meliputi: jenis penelitian yang terdiri
dari pendekatan dan metode penelitian, definisi dan operasionalisasi
variabel. Pengambilan sampel yang terdiri dari populasi, sampel, dan
tel<nik pengambilan sampel. Pengumpulan data yang terdiri dari metode
dan instrumen penelitian, dan teknik analisa data serta prosedur
penelitian.
4. Bab 4: Presentasi dan Analisa hasil penelitian, yang terdiri dari gambaran
umum responden berdasarkan usia, jenis kelamin, ォQセャ。ウL@ intensitas
bermain, tempat bermain, waktu yang dibutuhkan, dan rasa suka dalam
bermain video game kekerasan. Uji instrumen penelitian, terdiri dari hasil
validitas skala tingkat ;:tgresivitas dan hasil uji reliabilitas skala tingkat
agresivitas. Uji persyaratan, terdiri dari uji normalitas, Uji homogenitas,
dan uji hipotesis.
2.1 BERMAIN
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi Bermain
Bermain menurut bahasa yaitu melakukan sesuatu untuk bersenang-senang,
berbuat sesuatu dengan bersenang-senang saja (dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, 1994).
Menurut Ahmadi (1996), permainan adalah suatu perbuatan yang
mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak diri sendiri, bebas
tanpa paksaan dengan bertujuan untuk memperoleh kesemangan pada waktu
mengadakan kegiatan tersebut.
Menurut Hurlock (1978), bermain menurut istilah merupakan setiap kegiatan
yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa
mempertimbangkannya hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan
bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk
kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah
kegiatannya tidak mempunyai peraturan lain kecuali ケ。ョAセ@ ditetapkan pemain
sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalarn realitas luar.
Pendapat lain tentang kegiatan bermain sebagaimana diungkapkan oleh
Yusuf (2000) bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.
Menurut Mayke (1995) menyatakan bermain memberi ke,sempatan pada
anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang menemukan sendiri,
mengeksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam
konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses
pembelajaran terjadi.
Para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat, permainan bagi anak
mempunyai peranan yang sangat penting untuk tugas pe1rkembangan
jasmani dan rohani, serta kepribadian anak. Kesempatan bermain adalah
berarti melatih diri yang merupakan syarat mutlak bagi anak untuk
Permainan adalah kesibukan yang dipilih sendiri oleh tujuan. Umpamanya
saja, jika anak bayi berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya
dengan tidak henti-hentinya, meremas-remas jari-jari, dan terus-menerus
menggoyang-goyangkan badannya, maka semua gerakan itu tidak bertujuan.
Dengan kata lain: "tujuan" dari gerakan-gerakan tadi terkandung dalam
perbuatan itu sendiri, dan berlangsung secara tidak sadar. Kegiatan bermain
jenis ini distimulir oleh dorongan dari dalam diri anak oleh impuls intern.
Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi gerakan itu sendiri, dalam iklim
psikis bermain-main yang mengasyikkan dan ュ・ョケ・ョ。ョセヲォ。ョ@ hati. Kegiatan
bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai
usaha mencoba-coba dan melatih diri (Kartono, 1990).
Dari uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa bermain adalah
suatu l<egiatan yang dilakukan dengan gembira tanpa ada unsur paksaan
dan dengan permainan tersebut dapat mengembangkan kreativitas anak dan
Islam pun memperhatikan pentingnya orang tua bermain dengan
anak-anaknya.
Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain adalah bahwa
bermain membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan
kegembiraan dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau
mengadakan telaah dunia anak-anak. Melalui bermain anak belajar
mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya.
Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Akan tetapi apakah
bermain anak mempunyai arti negatif, sehingga menyebabkan kemunduran?.
Dalam kegiatan bermain anak-anak tentu tidak seluruhnya berdampak
negatif, dan bahkan tidak sedikit manfaat yang diperoleh dari padanya. Bayi
yang cukup lama tertidur lalu bangun akan bermain dengan menggerakkan
kakinya, menarik mainan dengan kakinya atau tangannya. Demikian pula
anak yang telah belajar dikelas akan terus segar kembali, semangat dan
raganya untuk menerima pelajaran setelah diberikan kes,empatan beristirahat
sambil bermain dengan temannya.
Permainan dapat diinterpretasikan menjadi positif bila diteliti secara baik dan
dengan pikiran yang jernih. Keinginan bermain pada anal<, sama
kedudukannya dengan kebutuhan manusia. Dalam hal ini bermain dan
beragama merupakan fitrah manusia dan tidak mungkin dapat dipisahkan
dari kehidupannya.
Dari contoh diatas permainan dapat diartikan sebagai suatu kebutuhan yang
berdampak positif, baik untuk pertumbuhan jasmani maupun dalam
jenisnya banyak sekali, maka dalam permainan ada unsur olahraganya, yaitu
ada faktor jasmani dan faktor rohaninya.
Kecenderungan bermain dimulai dari sejak kecil atau sejak bayi. Bahkan
hingga dewasa pun manusia masih ingin tetap bermain dengan berbagai
macam permainan. Karena sesungguhnya aktivitas bermain itu terjadi karena
adanya dorongan untuk tumbuh dan berkembang yang ada dalam diri
manusia. Dorongan bergerak secara naluriah telah ada sejak manusia
dilahirkan. Juga hewan sekalipun seperti kucing, anjing, kera adalah butuh
akan permainan.
2.1.2 Teori-teori permainan
Masalah anak-anak bermain sudah ada sejak adanya manusia. Permainan
adalah makanan rohani bagi anak, ia tidak akan merasa Qセョ。ォ@ bila tidak ada
kesempatan untuk berrnain. Sejak rnasih ada dalarn buaian ia sudah mulai
bermain dengan tangannya, kakinya dan lain-lain, kemudian ia bermain-rnain
dengan benda-benda yang didapat disekitamya dan akhimya ia mernerlukan
Melihat hal itu akhirnya para ahli psikologi mulai berfikir, menganggap
anak-anak itu bermain ? apakah hanya sekedar mencari kesenangan saja ataukah
ada motif lain yang mendorong untuk bermain ? dan apakah permainan
mereka selalu berakibat buruk seperti anggapan sebagian orang
?
makahasil dari pemikiran para tokoh psikologi menghasilkan teori permainan
sebagai berikut :
Menurut Ahmadi (1996) terdapat lima teori permainan, yaitu :
1.
Teori atavistis (keturunan), teori ini diajukan oleh Hall, bahwapermainan yang dilakukan anak adalah warisan dar'1 kebiasaan nenek
moyang yang bersifat turun temurun dan teori ini diclasarkan pada teori
rekapitulasi yaitu anak-anak bermain karena ia harus mengulang
perkembangan hidup manusia yang berabad-abad secara singkat.
2 . Teori pengosongan, teori ini diajukan oleh Spencer. Dalam teori ini
diungkapkan bahwa kegiatan bermain dilakukan karena anak memiliki
kelebihan tenaga dan ini harus disalurkan agar tidak: menganggu
kejiwaan anak.
3. Teori pemulihan atau teori istirahat, teori ini diajukan oleh Schaller dan
Lazarus dalam teori ini diungkapkan bahwa setelah seseorang
mengadakan kegiatan maka mereka telah banyak temaga terbuang dan
salah satu cara untuk memulihkan tenaga adalah dengan melakukan
4. Teori persiapan atau teori biologis. Teori ini diungkapkan bahwa
anak-anak bermain karena mereka harus mempersiapkan diri dengan tenaga
dan pikiran untuk masa depannya.
5. Teori ilmu jiwa dalam teori ini diungkapkan oleh Freud dan Adler. Dalam
teori ini diungkapkan bahwa bermain merupakan dorongan kejiwaan
sebagai ekspresi dari keinginannya untuk menang dan berkuasa, dan
dalam teori ini permainan merupakan sarana untuk menyalurkan
kompleks-kompleks terdesal yang ada pada bawah sadar dalam jiwa
seseorang.
Selain teori-teori yang disebutkan diatas, Sujanto (1996) juga menyebutkan
teori-teori permainan yang lain, yaitu :
1. Teori kelebihan tenaga, teori ini diajukan oleh Spencer. Dalam teori ini
diungkapkan bahwa anak itu bermain, karena di dalam diri anak
tersimpan tenaga lebih, sehingga harus disalurkan.
2. Teori istirahat, teori ini diajukan oleh Lazarus. Dalam teori ini
diungkapkan bahwa anak bermain agar tenaganya pulih kembali.
Misalnya karena payah belajar, maka anak-anak ha:rus beristirahat
untuk bermain-main.
3. Teori biologis, teori ini diajukan oleh Gross. Dalam t•eori ini diungkapkan
bahwa anak-anak bermain karena anak-anak harus mempersiapkan diri
dengan anak-anak binatang, yang bermain latihan untuk mencari
nafkah, maka anak manusia pun bermain untuk melatih organ-organ
jasmani dan rohaninya untuk menghadapi masa depannya.
4. Teori rekapitulasi, teori ini diajukan oleh Hall. Dalam teori ini
diungkapkan bahwa anak-anak itu bermain, karena ia harus mengulang
perkembangan hidup manusia yang berabad-abad ini secara singkat.
Karena didalam perkembangan hidupnya, manusia itu melalui beberapa
tingkat, yaitu tingkat berburu, tingkat bertani, tingkat berdagang, maka
tingkatan-tingkatan itu di ulangi oleh anak-anak dalam permainannya.
Dan anak-anak pun bermain, berburu, bertani dan berdagang.
5. Teori fungsi, teori ini diajukan oleh Buhler. Dalam te(lri ini diungkapkan
bahwa anak-anak bermain karena harus melatih fungsi jiwa raganya
untuk mendapatkan kesenangan didalam perkembangan dan dengan
permainan mereka akan mengalami perkembangan yang
semaksimalnya.
6. Teori kepribadian, teori ini diungkapkan oleh Kohnstamm. Dalam teori ini
diungkapkan bahwa didalam permainan anak-anak ll:lerada dalam
suasana yang bebas, sehingga ada kesempatan untuk memanjakan
2.1.3 Macam-macam permainan
Hetzer, Seorang ahli psikologi bangsa Jerman, rneneliti permainan di
kalangan anak-anak. Tokoh ini rnenyebutkan beberapa rnacarn permainan
sebagai berikut :
1. Permainan fungsi
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah geraknya, seperti
gerakan-gerakan tangan dan kaki pada bayi. Sedangkan anak-anak, mereka
merangkak-rangkak, berlari-lari, berkejar-kejaran, dan sebagainya.
Bentuk permainan ini gunannya untuk melatih fungsi-.fungsi gerak dan
perbuatan.
2. Permainan konstruktif
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya. Permainan
konstruktif sangat penting bagi anak-anak yang berusia 6 s/d 10 tahun.
Mereka sibuk membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, boneka dari
kain-kain perca, dan sebagainya.
3. Permainan reseptif
Sambil mendengarkan cerita atau melihat-lihat buku bergambar, anak
berfantasi dan mnerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri
menjadi aktif. Cerita pendek yang mengandung benih-benih budi pekerti,
4. Permainan peranan
Anak itu sendiri memegang peranan sebagai apa yang sedang
dimainkannya. Conteh sebagai penjelasan : bermain dokter-dokteran,
supir-supiran, bidan-bidanan, dan sebagainya
5. Permainan sukses
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi. Untuk kegiatan
permainan ini sangat dibutuhkan keberanian, ketangkasan, kekuatan, dan
bahkan persaingan. Conteh : meloncati parit, meniti jembatan, memanjat
pohon, dan sebagainya.
2.1.4 Manfaat bermain bagi anak
Menurut Zulkifli
(1987),
manfaat permainan untuk anak-anak adalah:1.
Sarana untuk membawa anak ke alam bermasyarakat, dalamsuasana permainan mereka saling mengenal dan saling menghargai satu
sama lain dan dengan demikian akan membentuk ーQセイ。ウ。。ョ@ sosial.
2. Mampu mengenal kekuatan sendiri, dengan demikian anak akan
mengenal kedudukannya dikalangan teman-temannya dan dapat
3. Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan
kecenderungan pembawaannya.
4. Berlatih menempa perasaannya, dalam permainan anak mengalami
bermacam-macam perasaan, ada anak yang menikmati permainan itu
ada pula yang kecewa dengan permainan tersebut.
5. Memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan suasana gembira
dapat menjauhkan diri dari perasaan-perasaan rendah seperti dengki dan
iri hati.
6. Melatih diri untuk menaati peraturan yang berlaku.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak
Menurut Hurlock(1978), faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak
adalah:
1. Kesehatan
Semakin sehat anak semakin banyak energinya untruk bermain aktif,
seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga lebih
2. Perkembangan motorik
Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja
yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada
perkembangan motorik mereka. Pengendalian motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
3. lntelegensi
Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang
pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan
bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam
permainan kecerdasan, dramatik, kontruksi, dan membaca. Anak yang
pandai menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar,
termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.
4. Jenis kelamin
Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih
menyukai permainan dan olahraga ketimbang berba1gai jenis permainan
lain. Pada awalnya masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan
perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang
anak perampuan tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
5. Lingkungan
Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya
karena kesehatn yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak
yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman
bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.
6. Status sosioekonomi
Anak dari lingkungan sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai
kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain i;epatu roda,
sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dale1m kegiatan yang
tidak mahal seperti bermain bola dan berenang. Kelas sosial
mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak, jenis
kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervise terhadap mereka.
7. Jumlah waktu bebas
Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi
keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan
waktu luang mereka, anak terlalu lebih lelah untuk rnelakukan kegiatan
yang membutuhkan tenaga yang besar.
8. Peralatan bermain
Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya.
Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan memdukung permainan
pura-pura; banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin rnendukung permainan
2.2. VIDEO GAME KEKERASAN
2.2.1. Definisi Video Games
Kata video game berasal dari kata video dan game, Menurut kamus bahasa
lnggris Echols (1997) kata game adalah permainan. Sedangkan video adalah
penampilan gambar (visual) dengan bantuan alat elektronik.
Menurut Mifflin (2004) video game adalah permainan yang di mainkan
melawan komputer. Sedangkan game yang dikategorikan sebagai video
game adalah kombinasi penggunaan televisi atau media display sebagai
media visual dan console sebagai tempat atau media peinerjemah dari kaset
atau compact discd.
Dalam pengertian yang luas permainan game berarti "hiburan". Permainan
game juga merujuk pada pengertian sebagai "kelincahan intelektual"
(intellectual playability). Sementara kata "game" bisa diartikan sebagai arena
keputusan dan aksi permainannya. Ada target-target yang ingin dicapai
pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran
sejauh mana game itu menarik dimainkan secara maksimal (Dalam Koran
Sejarah video game sendiri di mulai oleh insinyur muda bemama Ralph Beer
seorang pria kelahiran Jerman yang kemudian hijrah ke Negara Paman Sam
(AS) tahun 1938, Pada awal tahun 1949 ia diberi tugas membuat sebuah
permainan yang dimasukan ke dalam televisi tersebut. l\/leskipun akhirnya
Bearsendiri juga belum sempat merealisasikan idenya (!<arena terlanjur
dibatalkan oleh atasannya), tapi idenya ini akhimya terealisasi oleh orang
lain, yaitu Willy Higinboham yang memiliki hasrat imajinasi yang sama
dengannya 18 tahun kemudian. Hasil yang diperoleh adalah sebuah
permainan yang berupa game tenis interaktif dengan grafik yang sangat
sederhana tanpa suara.
Pada akhirnya hasil kerja mereka ditambah ratusan bahkan ribuan imajinasi
orang lain seperti orang-orang Jepang Shigeru Miyamoto (Nintenda), Ken
Kutaragi (Sony), Yu Suzuki (Sega) inilah yang saat ini kita kenal dengan
istilah video game. Game (permainan interaktif) terbagi dalam dua jenis, yaitu
game untuk komputer PC dan game untuk kosol seperti playstation dan
gameboy (www.kompas.com edisi 27 November 2001 ).
Jadi menurut penulis, video game adalah permainan statis yang dapat
dimainkan dengan memasukkan kaset video atau disk sesuai jenis
permainan yang diinginkan dan dijalankandengan tombol-tombol joystick.
berbagai tempat terutama di jakarta, karena masin games yang satu ini
banyak di sewakan dan dimiliki orang, walaupun sudah lama kita
mengenalnya, tetapi terjadi konsumsi umum dan bukan pribadi setahun
belakang ini pro dan kontra pendapat banyak te1jadi, baill< atau buruk usaha
ini dalam bermain video game pemain seolah-olah mengalami kejadian yang
sesungguhnya.
2.2.2. Perkembangan Game
Pada zaman teknologi seperti ini dimana informasi sudall tidak ada batas
teritorial dan waktu lagi yang membedakannya, perkembangan game
mengalami kemajuan yang pesat. Dimulai dari permainan tradisional sampai
pada game interaktif dan dapat dimainkan oleh beberapa orang sekaligus.
Menurut Yulianto (2002), Perkembangan game dapat kita lihat dari
pengkategorian game itu sendiri. Game dapat dibagi beberapa kategori
berdasarkan cara dan peralatan untuk memainkan game itu sendiri.
Pengkategorian tersebut adalah:
1.
Game TradisionalDinamakan game tradisional karena cara memainkan dan masa game ini
yang tidak tahu game semacam ini. Beberapa diantaranya yaitu
"Hopscotch atau biasa disebut Engkle", "Gobak Sodor'', "Boy atau disebut
Bintang Tujuh Batu Lion", dan" Benteng".
Semua permainan tradisional diatas di lakukan dengan cara tradisional
dan menggunakan alat tradisional. Seperti perminan "Gobak Sodor'' kita
dapat menggunakan lapangan Bulu Tangkis sebagai arena. Kemudian
kita bentuk dua tim, berperan sebagai tim penyerang dan tim bertahan.
2. Game Menggunakan Papan Permainan
Untuk memainkan game ini dibutuhkan alat bantu berupa "board game"
atau papan permainan. Permainan yang dapat 、ゥォ。エeセァッイゥォ。ョ@ sebagai
Game menggunakan papan perminan adalah "Main Kartu", "Monopoli",
"Chess Games", "Halma", "Scrabble", dan masih banyak lagi.
Pengkategorian game ini berdasarkan dari alat bantu permainan yang
menggunakan papan khusus dan aturan permainan sendiri (House rules).
Seperti "Scrabble" adalah contoh permainan pengelola kata dimana
setiap pemain harus memikirkan kata selanjutnya yang dihubungkan
dengan kata sebelumnya.
3. Game Elektronik
Kalau kita mendengar ataupun membaca "Elektronik" pasti kita akan
menghubungkan dengan peralatan elektronika. Pada bagian ini penulis
akan membagi lagi pengkategorian Game berdasarkan Elektronik yaitu
2.2.3. Kekerasan pada video games
Menurut Gunter (dalam Sugiyatmo, 1995), kadar kekera!lan yang
digambarkan dalam tampilan video games dapat dilihat dari lima hal, yaitu :
1.
Penggambaran kekerasan, berupa ketepatan kondisi kekerasan denganpenggambaran-penggambaran di seputar tindak ォ・ォQセイ。ウ。ョN@ Apakah
merupakan fantasi belaka atau menggambarkan kekerasan nyata yang
dapat terjadi secara sungguhan.
2. Jenis watak, apakah sang tokoh dengan penampilan fisiknya seperti
pakaian yang dikenakan, sifat, dan tingkah lakunya nnencerminkan
kekerasan.
3. Bentrokan fisik, bagaimana kekerasan berupa bentmkan fisik ini
ditunjukkan, seperti dalam perkelahian dengan bersEmjata atau tanpa
senjata.
4. Akibat kekerasan, berupa korban akibat bentrokan fisik, apakah kalah
dengan fatal seperti dibunuh atau tidak diperlihatkan secara jelas.
5. Penekanan kekerasan, apakah selama jalannya penmainan kekerasan
2.2.4. Tampilan pada
video games
Teknil< penyajian video games dibuat sedemikian rupa s19hingga tampak
menarik dan membuat pemain menjadi terlibat dengan permainan tersebut.
Jalan permainan mengesankan gambaran-gambaran nyata kehidupan
manusia. Kemudian pemain dapat menerima dan mengidentifikasikan diri
dengan tokoh yang dimainkannya dalam video games, selanjutnya secara
tidak disadari belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, dan realitas sosial
melalui video games tersebut. Menurut De F/eur(dalam Sugiyatmo, 1995)
cara penggambaran dalam video games secara tidak disadari mengajarkan
bagaimana berespon atau berperilaku pada keadaan sosial antara satu
dengan yang lainya, apa yang diharapkan orang lain, akibat dari suatu
tindakan yang dilakukannya, bagaimana ia berfikir tentang dunia fisik dan
sosial disekitamya, serta bagaimana ia menilai diri sendiri. Dengan demikian,
walaupun jenis video games yang dimainkan merupakan hasil imajinasi
(seperti Doom) namun mencerminkan kehidupan manus.ia beserta
permasalahn yang dihadapinya sehingga apa dan 「。ァ。セュ。ョ。@ jalannya
permainan yang disajikan dapat membentuk contoh-conitoh dan penafsiran
2.2.5. Definisi Kekerasan
Menurut Mohammad (dalam Wulandari, 2004) kekerasan atau abuse adalah
penyalahgunaan kekuatan untuk memperlakukan orang lain yang dibawah
kekuasaannya dengan menyakiti secara fisik, menghina dengan kata-kata
kasar, melukai atau mencederai dengan tindakan atau mengambil
keuntungan dari kekuasaan itu secara tidak adil.
Hariti (dalam Wulandari, 2004) mengemukakan bahwa k•ekerasan adalah
suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak suatu
barang. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan atau akibat
melukai atau merusak barang tetapi ancamanpun dapat dikategorikan
sebagai tindak kekerasan.
Pada dasarnya kekerasan merupakan segala bentuk perilaku baik verbal
maupun non verbal yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
terhadap seseorang atau kelompok lainnya, yang dapat menyebabkan
dampak negatif baik secara fisik, emosional maupun psikologis terhadap
orang yang menjadi sasaran kekerasaan tersebut.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai
matinya orang lain atau yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang
orang lain.
Dalam bahasa lnggris kekerasan disebut dengan istilah 'Violence. Sedangkan
dalam bahasa Arab kekerasan disebut dengan istilah A/ 'lnfu!Asy Syiddah
yang berarti memperlakukan sesuatu dengan kekerasan.
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian tentang
kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut :
1. Melibatkan pelaku dan korban.
2. Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang I sekedar ancaman.
3. Berakibat kerugian bagi korban secara fisik, mental maupun materi.
2.2.6. Bentuk-bentuk kekerasan
Menurut Mulia dkk, membagi kekerasan menjadi beberapa bentuk, meliputi :
1. Fisik, bentuknya : memukul, menampar, mencekik, menendang,
melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan
2. Psikologis, bentuknya : berteriak, menyumpah, mengancam,
merendahkan, mengatur, menguntit dan memata-matai, tindakan lain
yang menimbulkan rasa takut.
3. Seksual : melakukan tindakan yang mengarah pada ajakan atau desakan
seksual, seperti : menyentuh, meraba, mencium dan melakukan tindakan
lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk
pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban,
ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah
pada aspek jenis kelamin atau seks, korban memaksa berhubungan seks
tanpa persetujuan korban, dengan kekerasan fisik maupun tidak,
pornografi.
4. Finansial : mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan
pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi
pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya dengan maksud untuk
mengendalikan tindakan korban.
5. Spiritual : merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa
korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban
2.3 AGRESI
2.3.1. Definisi Agresivitas
Menurut Bailey (1998), Perilaku agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk
rnenyakiti rnakhluk hidup lain secara fisik rnaupun verbal. Para ahli ilrnu sosial
rnenggunakan istilah agresi untuk setiap perilaku yang bertujuan rnenyakiti
badan atau perasaan orang lain (dalarn Silvia, dan F.lriani R.D, 2003)
Menu rut Breakwell, ( 1998) perilaku agresi adalah perilaku yang berrnaksud
rnelukai rnakhluk sesarna jenis. Agresi secara tipikal didefinisikan sebagai
bentuk perilaku yang dirnaksudkan untuk rnenyakiti atau rnerugikan
seseorang yang bertentangan dengan kernauan orang itu. lni berarti bahwa
rnenyakiti orang lain sengaja bukanlah agresi jika pihak yang dirugikan
rnenghendaki hal ini terjadi (dalarn Silvia dan F.lriani D, 2003)
Agresivitas dalarn karnus Bahasa lnggris di istilahkan dt3ngan
aggressiveness, diartikan dengan sifat atau sikap agresif (Echols dan
Shadily, 1987). Agresivitas berasal dari kata agresif yang rnerupakan kata
sifat dari agresif. Chaplin (1999) dalarn karnus lengkap Psikologi
untuk memamerkan permusuhan; b) pernyataan diri secara tegas,
penonjolan diri, penuntutan atau paksaan diri, pengejaran dengan penuh
semangat suatu cita-cita, dan c) dominasi sosial, kekuasaan sosial,
khususnya yang diterapkan secara ekstrim. Sementara Fishbein dan Ajzen
(dalam Martani dan Adiyanti, 1992) menyatakan bahwa agresivitas
merupakan suatu niat untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Jadi agresivitas merupakan penyebab dari tingkah laku agresif (agresi
sebagai reaksi). Sedangkan agresi merupakan suatu bentuk reaksi terhadap
keadaan yang tidak menyenangkan yang melibatkan perasaan emosi atau
marah dalam diri individu tersebut. Agresi adalah perilaku yang dimunculkan
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang sifatnya menyakiti lawannya
baik secara fisik maupun psikis sehingga tidak dapat diterima secara sosial
(agresi sebagai aksi).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas suatu bentuk
tindakan atau perilaku melukai dan menyakiti orang lain atau objek-objek,
yang disertai dengan ataupun tanpa maksud atau tujuan. Perilaku ini dapat
dilakukan secara fisik yaitu berupa tindakan kekerasan dan tingkah laku
destruktif, maupun secara verbal yang diwujudkan dalam bentuk perkataan
diinginkan oleh korban, dan secara psikis yang diwujudkan dalam bentuk
emosi serta perasaan dalam diri.
2.3.2. Teori belajar sosial
Teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura {dalam Alwisol,
2005) didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism),
tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturnn diri atau berfikir
(self-regulation atau cognition).
1.
Determinis resiprokal : pendekatan yang menjelaskan tingkah lakumanusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara
determinan kognitif, behavioral dan iingkungan. Orang menentukan atau
mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrol k:ekuatan lingkungan,
tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan ャゥョァォオョセQ。ョ@ itu. Determinis
resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura,
menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah llaku. Teori belajar
sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai ting1kat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku in1terpersonal serta
2. Tanpa reinforsemen: menurut Bandura, reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak,
tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkahlaku .. Orang dapat belajar
melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan ォeセュオ、ゥ。ョ@ mengulang
apa yang dilihat. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsemen yang
terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi' konsekuensi, itu
merupakan pokok teori belajar sosial.
3. Kognisi dan Regulasi diri : konsep Bandura menempatkan manusia
sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (seliF regulation),
mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan,
menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik
menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan
menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan
gambaran imaginasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang
akan datang. Kernarnpuan untuk rnenggambarkan ウQセ」。イ。@ imaginatif hasil
yang diinginkan pada rnasa yang akan datang rnengernbangkan strategi
tingkah laku yang rnembirnbing ke arah tujuan jangk:a panjang.
Menurut Bandura (dalarn Alwisol,2005) ada ernpat ーイッウQセウ@ yang penting agar
1.
Perhatian (attention process) : sebelum meniru orang1 lain, perhatianharus dicurahkan ke omag itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi
pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting
tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process) : Tingkah laku yang akan ditiru,
harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun
dalam bentuk gambaran atau imajinasi. Representasi verbal
memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang
diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan
dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dpat
dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar
melakukannya secara fisik.
3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process) : sesudah
mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam
ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dari garnbaran fikiran
menjadi tingkahlaku rnenimbulkan kebutuhan evaluasi;"Bagaimana
melakukannya?""Apa yang harus dikerjakan?" "Apakah sudah benar?"
Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai
berdasarkan kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih
pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforceme•nt process): belajar
yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku mode,lnya. lmitasi lebih
kuat terjadi pada tingkahlaku model yang diganjar, daripada tingkah laku
yang dihukum. lmitasi tetap terjadi walaupun model mendapat ciri-ciri
positif yang menjadi tanda dari gaya hid up yang berhasil, sehingga
diyakini model umumnya akan diganjar.
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi
。ァイQセウゥカゥエ。ウ@Menurut koeswara (1988) agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.
a. Faktor internal
Beberapa faktor internal yang mempengaruhi agresivitas yaitu :
1. Frustasi
Frustasi adalah situasi dimana individu terhambat at:au gaga! dalam
usaha mencapai hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka
mencapai tujuan. Frustasi menimbulkan agresi. individu yang mengalami
frustasi apabila maksud dan keinginannya yang diperjuangkan dengan
intensif mengalami hambatan atau kegagalam. Akibat dari frustasi
tersebut timbul perasaan jengkel atau kecewa sehingga perasaan yang
2. Stress
Stress merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis. Stres meliputi sumber-sumber stimulus int•ernal maupun
eksternal maupun dan menunjukkan pada segenap proses yang
menuntut penyesuaian pada organisme. Adapun stres yang muncul dapat
berupa:
1. Stres eksternal
Stres eksternal yang ditimbulkan oleh perubahan ::;osial dan
pelanggaran-pelanggaran.
2. Stres internal
Muncul karena adanya perasaan tertekan dari dalam diri individu dan
jika tidak ada pemecahan maka akan menyebabkan timbulnya agresi
pada diri individu, karena tidak bisa mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
b. Faktor eksternal
manusia adalah makhluk sosial yang selaku mengadakan relasi sosial
dengan sesamanya. Ketika individu selain bertemu, pada saat itulah
interaksi sosial tercipta. Hal yang sering muncul dalam interaksi sosial
adalah saling mempengaruhi antara satu sama lain. Pengaruh tersebut
dapat menjadi kuat dan menjadi penyebab timbulnya perilaku agresivitas
1. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial berpengaruh besar dalam perkembangan agresivitas
remaja atau anak. Lingkungan yang positif akan berpengaruh positif pada
remaja dan juga sebaliknya. Lingkungan sosial tidak hanya seputar
tempat tinggal maupun sekolah, tetapi juga tempat remaja biasa
berkumpul bersama teman-temannya.
2. lnteraksi teman sebaya
Teman sebaya atau teman bermain sangat berpengaruh terhadap
agresivitas remaja sebab pada usia remaja biasanya individu memiliki
satu atau beberapa teman dekat yang dianggap memiliki kegemaran yang
sama. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan teman yang bertindak
agresif cenderung mengikuti pola yang sama seperti sikap, minat,
penampilan serta perilaku.
3. Lingkungan keluarga
Lemahnya keadaan ekonomi, kurangnya kasih sayang dan perhatian
keluarga menjadi pengaruh timbulnya sifat agresif pada remaja. ltulah
2.3.4 Bentuk-bentuk agresivitas
Bush dan Pery (dalam Silvia dan F. lriani, 2003) mengelompokkan bentuk
agresivitas kedalam empat bentuk agresi, yaitu agresi fisik, agresi verbal,
agresi dalam bentuk kemarahan (anger} dan agresi dalam bentuk kebencian
(hostility). Agresi fisik adalah agresi yang dilakulcan untuk melukai orang lain
secara fisik, yaitu memukul, menendang, menusuk, membakar, dan
sebagainya. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang
lain secara verbal. Bila seseorang mengumpat, membentak, berdebat,
mengejek, dan sebagainya, orang itu dapat dikatakan sedang melakukan
agresi. Kemarahan merupakan perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik
atas cedera fisik maupun psikis yang diderita individu. Kebencian adalah
sikap yang negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif.
Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu
kemampuan motorik, afektif dan kognitif. Bentuk-bentuk agresivitas ini yang
akan dipakai sebagai alat ukur dalam pengukuran skala agresivitas.
1. Agresi fisik
Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain
2. Agresi verbal
Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain,
hanya saja melalui verbalisasi, misal berdebat, menuinjukkan
ketidaksukaan dan ketidaksetujuan pada orang lain, kadangkala sering
menyebarkan gosip.
3. Rasa marah
Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan
psikologis untuk bersikap agresif, misal mudah kesal, hilang kesabaran
dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
4. Sikap per