commit to user
i
HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN VIDEO GAME KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA
Skripsi
Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
Oleh
CAESAR ADITYA MURTI
G 0104012
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Nama Peneliti : Caesar Aditya Murti
NIM : G0104012
Tahun : 2012
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi
Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :...
Tanggal :...
Pembimbing I
Dra. Makmuroch, MS NIP
Pembimbing II
Nugraha Arif Karyanta, S.Psi.,M.Psi NIP
Koordinator Skripsi
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :
Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan Perilaku Agresif pada remaja
Caesar Aditya Murti, G0104012, Tahun 2012
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :
Hari : ...
Tanggal : ...
1. Pembimbing I
Dra. Makmuroch, MS (_________________)
2. Pembimbing II
Nugraha Arif Karyana, S.Psi.,M.Psi (_________________)
3. Penguji I
Dra. Salmah Lilik, M.Si (_________________)
4. Penguji II
Aditya Nanda P, S.Psi., M.Si (_________________)
commit to user
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya
bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
v MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan terdapat kemudahan.
(QS. AL INSYIROH : 6)
Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah.
(Lao Tze)
Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula
melihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah
sekitar anda dengan penuh kesadaran.
commit to user
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segala ketulusan serta kerendahan jiwa
akhirnya dapat kupersembahkan hasil karya ini
bagi mereka yang sangat berarti dalam hidupku
Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada:
1. Ibu, Bapak, kakak dan adikku untuk doa,
kasih sayang & perhatiannya yang tak akan
pernah terhenti.
2. Mita untuk inspirasi yang selalu diberikan
kepada penulis setiap hari.
3. Seluruh dosen pengajar Program Studi
Psikologi UNS atas segala ilmu, doa, dan
dukungan yang telah diberikan kepada
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Frekuensi Bermain
Video Game Kekerasan Dengan perilaku agresif Pada Remaja, sebagai syarat
mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
dorongan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM. selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. H. Hardjono, M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
3. Dra. Mamuroch, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan pembimbing
akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan,
bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian
commit to user
viii
4. Nugraha Arif Karyana, S.Psi. selaku dosen pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan
yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini
5. Dra. Salmah Lilik, M.Si. selaku penguji I yang telah memberikan waktu,
saran dan kritik sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si, selaku penguji II yang telah
memberikan waktu, saran dan kritik sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengalaman berharga demi
kemajuan penulis.
8. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Mas Ryan, Mas Dimas, dan
Mbak Ana yang telah membantu kelancaran studi penulis.
9. Seluruh pemilik rental playstasion yang telah mengijinkan tempatnya
sebagai sarana penelitian.
10.Orangtua tersayang, ibu dan bapak yang senantiasa mendoakan dan
memberikan semangat kepada penulis sejak dahulu hingga esok nanti.
11.Mita WiliaRistayanti, terimakasih atas dorongan, semangat, dan cinta yang
selalu hadir setiap hari.
12.Seluruh teman-teman psikolagi angkatan 2004 dan teman-teman kos
terima kasih atas dukunganya dalam menyelesaikan skripsi kepada penulis
commit to user
ix
13.Seluruh pemilik rental tempat penilis melakukan penelitian,terima kasih
telah memberikan banyak pengarahan dan bantuan selama penelitian
berlangsung.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.
Surakarta, Maret 2011
commit to user
x
HUBUNGAN FREKUENSI BERMAIN VDEO GAME KEKERASAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA
Caesar Aditya Murti G0104012 ABSTRAK
Banyaknya fenomena kekerasan pada remaja telah membuat pihak prihatin,banyak faktor yang mempengaruhi tidakan-tindakan agresif ini salah satunya adalah media elektronik yaitu video game seperti playstation. Dengan permainan yang mengandung tindakan-tindakan kekerasan di dalamnya secara langsung maupun tidak langsung bisa menyebab perilaku agresif pada orang yang sering memainkannya. Agresif adalah perilaku untuk melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda. bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan benci. bahwa game adalah rekreasi atau aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan., mencakup bermain dengan mainan, berpartisipasi dalam olah raga, menonton televisi, dan lain sebagainya. Dan frekuensi bermain video game jenis kekerasan adalah angka yang menunjukkan berapa banyak kegiatan bermain video game yang berisi adegan-adegan kekerasan terjadi atau diulang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja. Subjek penelitian ini adalah remaja yang sering bermain playstation yang berjumlah 40 remaja. Mengingat banyaknya populasi, maka penelitian ini menggunakan
proporsional stratified random sampling. Metode analisis data yang digunakan
adalah analisis regresi dengan bantuan program komputer SPSS for MS windows
versi 16.
Berdasarkan hasil output SPSS menunjukkan besar koefisien korelasi 0,513 dengan p-value 0,001 < 0,05 maka terdapat hubungan signifikan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja. Variabel frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja memiliki hubungan positif. Hal ini menunjukan bahwa semakin sering seseorang bermain video game kekerasan maka akan semaikin tinggi tingkat perilaku agresif.
commit to user
xi
CORRELATION BETWEEN PERCEPTION OF TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP STYLE AND JOB SATISFACTION WITH EMPLOYEE
TURNOVER INTENTION IN PT.KUSUMAHADI SANTOSA, KARANGANYAR
Maharsi Sindu Darmoyo G0104027
ABSTRACT
Turnover intention is an early sign of turnover. Turnover intention is willingness to seek employment somewhere else. Transformational leadership style is one leader character where the leader is able to create a vision and an environment that can support subordinates to have the attitude of work beyond what should be done. Job satisfaction is the general attitude of employees towards their work, can also be said that a positive emotional state of evaluating one's work experience.
The purpose of this research was to determine the correlation between the perception of transformational leadership style and job satisfaction on employee turnover intentions.
The subject of this research is the weaving department employees of PT. Santosa Kusumahadi Karanganyar. Given the enormous population, this study used proportionate stratified random sampling. Methods of data analysis used is multiple regression analysis, with SPSS for MS Windows version 16 computer program.
Based on data analysis, there is a significant correlation between perception of transformational leadership style and job satisfaction with employee turnover intention in PT.Kusumahadi Santosa, Karanganyar. These results are based on the value Ry(1,2) equal to 0,718, Fhitung 28,193 > Ftabel 2,76 with p-value 0,000<0,05. The amount of effective contribution (SE) both independent variables simultaneously 51.5%. It shows that the role of perceptions of transformational leadership style and of job satisfaction on turnover intentions at 51.5% and the remaining 48.5% is determined by other factors. Subjects in this study generally have a medium level of turnover intention indicated by the mean value of 72.875, the perception of transformational leadership style considered medium level with a mean value of 88.946 and and a high level of job satisfaction with a mean value of 88.589.
commit to user
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
MOTTO... v
UCAPAN TERIMAKASIH... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK... x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 7
A. Perilaku Agresif... 7
commit to user
xiii
2. Jenis-jenis Perilaku agresif... 9
3. Faktor-faktor yang Mempengarui Perilaku Agresif... 11
B. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan... 20
1. Pengertian Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan... 20
2. Pengaruh Bermain Video Game Kekerasan ... 21
3. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan... 24
C. Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan dengan Perilaku Agresif... 25
D. Kerangka Pemikiran... 27
E. Hipotesis... 27
BAB III METODE PENELITIAN... 28
A. Identifikasi Variabel Penelitian... 28
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 28
1. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan... 28
2. Perilaku Agresif... 29
C. Populasi, Sampel dan Sampling... 30
1. Populasi... 30
2. Sampel... 31
3. Teknik Pengambilan Sampel... 32
D. Teknik Pengumpulan Data... 32
E. Metode Analisis Data... 36
1. Uji Validitas Instrumental Penelitian... 36
commit to user
xiv
3. Uji Korelasi Variabel Penelitian... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN... 39
A. Persiapan Penelitian... 39
1. Orientasi Tempat Penelitian... 39
2. Penyusunan Alat Ukur... 42
B. Pelaksanaan Penelitian... 43
1. Penentuan Subjek Penelitian... 43
2. Pengumpulan Data Untuk Uji Coba………... 44
3. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 45
4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian……….. 50
5. Pengumpulan Data Penelitian dan Pelaksanaan Skoring………... 53
C. Analisis Data………... 53
1. Uji Normalitas………... 53
2. Uji Lineritas………... 54
3. Uji Hipotesis………... 55
D. Pembahasan... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 63
A. Kesimpulan... 63
B. Saran... 63
DAFTAR PUSTAKA... 65
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Bleuprint Koesioner frekuensi bermain video game ... 29
Tabel 2 Penilaian Pernyataan Favourable dan Pertanyaan Unfavourable... 33
Tabel 3 Blueprint Skala Perilaku Agresif... 34
Tabel 4 Blueprint Kuesioner Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan... 35
Tabel 5 Blueprint Skala Perilaku Agresif ………... 42
Tabel 6 Blueprint Kuesioner Frekuensi Bermain VideoGame Kekerasan... 43
Tabel 7 Reabilitas Skala Perilaku Agresif ………... 48
Tabel 8 Frekuensi Bermain VideoGame Kekerasan... 50
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Perilaku Agresif yang Valid dan Gugur... 51 Tabel 10 Blueprint Skala Perilaku Agresif Setelah Uji Coba... 51
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Frekuensi Bermain VideoGame Kekerasan yang Valid dan Gugur... 52
Tabel 12 Blue printSkala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Setelah Uji Coba... 52
Tabel 13 Uji Normalitas... 54
Tabel 14 Tabel Linieritas... 55
Tabel 15 Uji Anova dan Uji Korelasi... 56
Tabel 16 Model Summary... 56
Tabel 17 Koefisien Persamaan Regresi... 57
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. ALAT UKUR SEBELUM UJI COBA...
1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan...
2. Skala Perilaku Agresif………... 69
71
72
LAMPIRAN B. DATA BUTIR SKALA UJI COBA………
1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan...
2. Skala Perilaku Agresif... 75
76
77
LAMPIRAN C. UJI VALIDITAS & RELIABILITAS AITEM...
1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....
2. Skala Perilaku Agresif... 78
79
80
LAMPIRAN D ALAT UKUR SETELAH UJI COBA...
1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....
2. Skala Perilaku Agresif... 82
84
85
LAMPIRAN E DATA BUTIR SKALA PENELITIAN...
1. Skala Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan....
2. Skala Perilaku Agresif... 87
88
90
LAMPIRAN F ANALISIS DATA PENELITIAN………
1. Uji Normalitas………...
LAMPIRAN G BUKTI PENELITIAN 98
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena penembakan seperti yang diberitakan media indonesia edisi
minggu, 24 juni 2011 terjadi tragedi pemboman dan penembakan masal yang
dilakukan oleh seorang remaja bernama Breivik di Norwegia. Motif penembakan
itu terinspirasi oleh game peperangan call of duty modem herefare.
Masa remaja merupakan usia transisi yaitu peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, masa remaja juga sering dianggap sebagai periode “badai
dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja
berada di bawah tekanan sosial menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa
kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan
tersebut. Pada masa ini dalam diri remaja juga terjadi pertumbuhan dan
perkembangan baik yang bersifat fisik, psikis, maupun sosial yang sangat pesat,
sehingga dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi remaja tersebut.
(Hurlock, 2004).
Masa remaja memiliki rentang waktu yang dapat dikatakan singkat,
walaupun begitu peran dari masa remaja dalam pembentukan jati diri individu
sangatlah besar. Hurlock (2004) mengatakan bahwa awal usia remaja berlangsung
kira-kira dari 13-16 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun
commit to user
sampai 18 tahun, yaitu usia yang matang menurut hukum. Masa remaja menjadi
masa yang sangat berpengaruh bagi perkenbangan individi karena individu yang
dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dengan baik akan terbentuk
sebagai seorang individu yang lebih matang dan dewasa baik secara fisik, psikis,
maupun sosial. Individu tersebut dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam
masa-masa selanjutnya dengan lebih siap. Sedangkan individu yang kurang
optimal dalam penyelesaian tugas-tugas perkembangan pada masa remaja akan
mengalami hambatan dalam penyelesaian tugas perkembangan berikutnya.
Selanjutnya berkaitan dengan masa-masa remaja yang mudah terpengaruh
oleh faktor-faktor yang berada baik dari dalam maupun dari luar dirinya, perilaku
auncul sebagai salah satu faktor yang banyak diresahkan oleh berbagai kalangan.
Banyaknya aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah
merupakan berita harian. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di
jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut
dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul
dan menendang). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran
pelajar merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung
dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan
oleh siswa-siswa di tingkat SMP. Sebagai contoh, ditangkapnya 10 siswa SMP
karena terlibat tawuran di kota Salatiga dan ditangkapnya anggota geng motor
pelaku pengeroyokan di Bandung yang ternyata sebagian masih duduk di bangku
commit to user
Hal-hal yang terjadi pada saat remaja melakukan kekerasan baik fisik
maupun verbal seperti yang banyak terjadi pada kasus-kasus tawuran tersebut
sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu ataupun kelompok.
Perilaku agresif itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang ditujukan
untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun verbal (Atkinson, 2001).
Terdapat banyak hal yang mempengaruhi kemunculan perilaku agresif pada
seorang remaja yang salah satu diantaranya adalah peran media, seperti yang telah
banyak diketahui bahwa penyajian tayangan-tayangan media dengan unsur
kekerasan telah banyak tersebar luas bahkan tayangan-tayangan tersebut tidak
jarang disajikan tanpa dengan adanya sensor sehingga tayangan tersebut dapat
dikonsumsi oleh berbagai kalangan tidak terkecuali kalangan remaja.
Selanjutnya Krahe (2005), menyatakan bahwa pengaruh media dianggap
sebagai salah satu faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan perilaku
agresif, khususnya dikalangan remaja dan anak-anak. Seiring dengan
perkembangan jaman yang semakin maju, sebuah medium baru telah
mentransformasikan penggunaan media oleh anak-anak dan remaja, yaitu
permainan video yang dimainkan dengan perangkat khusus, seperti Gameboys,
Playstations, dan komputer pribadi. Temuan yang terus bertambah menemukan
bahwa permainan video yang berisi tema-tema kekerasan memicu perilaku agresif
dengan cara yang hampir sama persis dengan kekerasan di televisi atau bioskop
(Krahe, 2005).
Berkaitan dengan efek yang ditimbulkan oleh permainan dengan tema
commit to user
game dengan unsur kekerasan memiliki potensi merugikan yang lebih besar
dibandingkan kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Mereka
menyebutkan terdapat tiga alasan mengapa efek permainan video game dengan
unsur kekerasan memiliki potensi merugikan yang lebih besar dibandingkan
kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Alasan pertama adalah permainan
video game mengharuskan pemainnya mengadopsi peran penyerang dan bertindak
menurut sudut pandang penyerang di sepanjang permainan, alasan kedua adalah
mereka memaksa pemainnya untuk berpartisipasi aktif dan bukan hanya sekedar
menjadi penerima pasif dan alasan ketiga adalah permainan itu bersifat adiktif
(menimbulkan ketergantungan) karena mediumnya tersedia secara konstan dan
bersifat menguatkan. Sehingga remaja akan ketagihan dan mengulang untuk
bermain game tersebut. Efek komulatif dari berulang kali menyaksikan agresi di
media akan menyebebkan agresi (Krahe, 2005). Huesman (dalam Krahe, 2005)
mengungkapkan bahwa semakin sering anak-anak dan remaja menyaksikan
tayangan kekerasan di media maka repertoar kognitifnya akan mengarah pada
perilaku agresif. Hal ini menunjukkan frekuensi media kekerasan akan
mempengaruhi perilaku agresif.
Remaja dalam penelitian ini adalah individu berusia 12 – 18 tahun yang
sedang bermain videogame kekerasan di Sragen , berdasar observasi di lapangan,
remaja di Sragen sering mengumpat, mengejek, mengganggu, atau membentak
teman-teman maupun anak-anak yang usianya di bawah mereka. Berdasarkan
uraian di atas, menunjukan bahwa terdapat peran media kekerasan yaitu media
commit to user
remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
”Hubungan Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan dengan Perilaku Agresif
pada Remaja”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah
penelitian sebagai berikut :
“Apakah terdapat hubungan antara frekuensi bermain video game
kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan antara
frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menjelaskan
peran variabel frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku
agresif pada remaja. Selain itu penelitian ini memberi manfaat untuk
perkembangan keilmuan psikologi khususnya psikologi sosial, psikologi
commit to user
Manfaat praktis penelitian ini adalah
a. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan mengenai hubungan antara
frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku agresif pada
remaja.
b. Bagi dunia penelitian psikologi, memberikan informasi empirik tentang
hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan perilaku
agresif pada remaja, sehingga dapat digunakan sebagai penunjang untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
c. Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pengetahuan dan informasi
secara empiris kepada institusi pendidikan untuk mengurangi perilaku
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Agresif 1. Pengertian Perilaku Agresif
Menurut Bandura (1971) sebagian besar perilaku manusia dipelajari
melalui modelling atau peniruan. Perilaku peniruan dapat berlaku hanya
melalui pengamatan terhadap perilaku model atau subjek yang ditiru meskipun
pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus.
Pengertian Agresif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti
kecenderungan atau menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal
yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat.
Menurut Atkinson (2001), Perilaku agresif adalah perilaku untuk
melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda.
Sedangkan Soemantri (2006) menjelaskan, bahwa perilaku agresif merupakan
tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan benci.
Hurlock (2004) menyatakan, bahwa yang dimaksud perilaku agresif
adalah tindak permusuhan yang nyata atau ancaman permusuhan, biasanya
tidak ditimbulkan oleh orang lain, diekspresikan berupa penyerangan secara
fisik atau lisan terhadap pihak lain.
commit to user
Robert Baron (dalam Koeswara, 1988) menyebutkan bahwa perilaku
agresif merupakan tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut. Definisi perilaku agresif dari Baron ini mencakup empat faktor:
tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan
atau membunuh), individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan si korban
menerima tingkah laku si pelaku.
Menurut Sigmud Freud (dalam Bailey, 1989), Perilaku agresif
merupakan cara pertama yang dikenal manusia untuk mengungkapkan
kemarahannya, yang dituangkan melalui serangan fisik secara membabi-buta
terhadap objek, benda hidup maupun mati yang membangkitkan emosi itu.
Sedangkan (dalam Chaplin, 2004), perilaku agresif adalah tindakan
permusuhan dari dalam diri seseorang ditujukan pada orang lain atau benda
berupa suatu tindakan menyerang, melukai orang lain, untuk meremehkan,
merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek,
mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau tindakan
sadis lainnya.
Berkowitz mendefinisikanma agresif sebagai segala bentuk perilaku
yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun
mental. Sedangkan Moyer berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh
proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula
commit to user
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif
adalah perlakuan yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik fisik, verbal
maupun psikis.
2. Jenis-jenis Perilaku Agresif
Buss & Perry (1992), beranggapan bahwa perilaku agresif dapat
dibedakan menjadi 4 jenis jika dilihat dari faktor yang ada di dalamnya, yaitu:
a. Agresi fisik
Agresi fisik adalah bentuk agresi yang dilakukan untuk melukai
orang lain secara fisik. Misalnya menendang, memukul, menusuk,
membakar hingga membunuh.
b. Agresi verbal
Agresi verbal adalah bentuk agresi yang dilakukan untuk melukai
orang lain secara verbal, yaitu menyakiti dengan menggunakan kata-kata.
Misalnya mengumpat, memaki, dan membentak.
c. Kemarahan
Kemarahan adalah salah satu bentuk agresi yang sifatnya
tersembunyi dalam perasaan seseorang terhadap orang lain, tetapi efeknya
dapat terlihat dalam perbuatan yang menyakiti orang lain. Misalnya muka
commit to user
d. Permusuhan
Permusuhan adalah sikap dan perasaan negatif terhadap seseorang
yang muncul karena perasaan tertentu. Perasaan atau sikap permusuhan
tersebut dapat muncul dalam perilaku yang menyakiti orang lain. Misalnya
iri, dengki, cemburu, memfitnah dan sebagainya
Sedangkan Soemantri (2006), menyatakan bahwa perilaku agresif dapat
dibedakan dilihat dari bagaimana perilaku agresif tersebut terungkap, yaitu:
a. Perilaku agresi yang bersifat fisik, berupa serangan langsung pada objek
agresif.
b. Ledakan agresi, berupa tingkah laku yang tidak terkontrol seperti tantrum.
c. Perilaku agresi verbal, berupa dusta, marah, mengancam, dan sebagainya.
d. Perilaku agresi tidak langsung, misalnya merusak barang milik orang lain
menjadi objek agresi.
Selanjutnya Sarwono (1999) menambahkan bahwa perilaku agresif
terdiri dari dua jenis yaitu hostile aggression dan instrumental aggression.
Hostile aggression adalah tindakan agresi yang dilakukan berdasarkan
perasaan permusuhan, sedangkan instrumental aggression adalah tindakan
agresif yang ditujukan semata-mata untuk mencapai tujuan tertentu, bahkan
antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada terhadap pribadi.
Buss dan Durkee (1980) menggolongkan beberapa bentuk tindakan
agresif yang secara operasional dapat digunakan untuk mengukur perilaku
commit to user
1. Penyerangan: kekerasan fisik terhadap manusia termasuk perkelahian,
tidak termasuk pengerusakan properti.
2. Agresi tidak langsung: menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif,
gurauan (yang negatif).
3. Negativisme: tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk bekerja
sama, menolak untuk patuh dan pembangkangan.
4. Agresi verbal: berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki.
5. Irritability: kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan
kekasaran.
6. Resentment: iri dan rasa benci terhadap orang lain.
7. Kecurigaan: ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang
lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perilaku agresif memiliki beberapa jenis antara lain adalah perilaku agresif
yang bersifat fisik seperti memukul maupun menendang, perilaku agresif yang
bersifat verbal seperti mencaci, perilaku kemarahan (Hostile aggression) dan
perilaku penolakan (instrumental aggression).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif
Davidoff (1991) menyebutkan bahwa terdapat 5 faktor yang
commit to user
a. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat
yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata
salah atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin
menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya
timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah
perilaku agresif. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya
agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik,
penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya
memancing perilaku agresif. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan
pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada perilaku
agresif.
Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain,
begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan
ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejek ikut membalas
ejekan tersebut, lama kelamaan ejekan yang dilakukan semakin panjang dan
terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi bahkan
seringkali disertai kata-kata kotor dan cabul. Ejekan ini semakin
lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan
memanasi situasi. Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan
commit to user
b. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis menurut Krahe (2005) yang
mempengaruhi perilaku agresi:
1) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang
mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap
binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing
amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang
berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
2) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat
atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan perilaku agresif.
Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan
merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada
manusia) sehingga muncul timbal balik antara kenikmatan dan
kekejaman. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit
melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami
kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan
kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan
yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang
rangsangan sewaktu bayi.
3) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian
commit to user
agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan hormon testosteron pada tikus
dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen
utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut
berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi
hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak
banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan
menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa
haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron
menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa
perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan.
Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum
(melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.
c. Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak
dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk terhadap komunikasi yang
semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi
orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku
agresif pada anak. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan
segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain
yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan
commit to user
d. Peran Belajar Model Kekerasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja
banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga
games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang
menampilkan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam
tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai
film laga.Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus
perkelahian yang sangat populer dikalangan remaja seperti Smack Down,
UFC (Ultimate Fighting Championship) atau sejenisnya. Walaupun
pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak
mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan
tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya.
Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka
melakukan tindak kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat penonton
akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang
menyenangkan dan dapat dijadikan suatusistem nilai bagi dirinya. Dengan
menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model
kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku
commit to user
e. Proses Pendisiplinan yang Keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras
terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan
berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu
akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang
lain, dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas
serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk
perilaku agresif kepada orang lain. Terhadap dengan lingkungan sosial
berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutan.Siapa yang lebih berkuasa
dapat berbuat sekehendak hatinya.Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi
tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan
pemberontakan, terutama bila larangan-larangan yang bersangsi hukuman
tidak diimbangi dengan alternatif lain yang dapat memenuhi kebutuhan
yang mendasar (contoh: dilarang untuk keluar main, tetapi di dalam rumah
tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena kesibukan mereka).
Sedangkan menurut Koeswara (1988), faktor-faktor yang menjadi
pencetus kemunculan perilaku agresif, yaitu:
a. Frustrasi
Yang dimaksud dengan frustrasi itu sendiri adalah situasi di mana
individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang
diinginkannya atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam
commit to user
agresif karena frustrasi bagi individu merupakan situasi yang tidak
menyenangkan dan dia ingin mengatasi atau menghindarinya dengan
berbagai cara, termasuk cara agresif. Individu akan memilih tindakan agresif
sebagai reaksi atau cara untuk mengatasi frustrasi yang dialaminya apabila
terdapat stimulus-stimulus yang menunjangnya ke arah tindakan agresif itu.
b. Stres
Stres merupakan reaksi, respons atau adaptasi psikologis terhadap
stimulus eksternal atau perubahan lingkungan.
1) Stres eksternal, stres eksternal dapat ditimbulkan oleh
perubahan-perubahan sosial dan memburuknya kondisi perekonomian. Hal-hal
tersebut memberikan andil terhadap peningkatan kriminalitas, termasuk
di dalamnya tindakan-tindakan kekerasan dan perilaku agresif.
2) Stres internal, stres internal menimbulkan ketegangan yang secara
perlahan memuncak, yang akhirnya dicoba untuk diatasi oleh individu
dengan melakukan perilaku agresif. Tingkah laku yang tidak terkendali,
termasuk di dalamnya perilaku agresif, adalah akibat dari kegagalan ego
untuk mengadaptasi hambatan-hambatan, sekaligus sebagai upaya
untuk memelihara keseimbangan intrapsikis.
c. Deindividuasi
Deindividuasi merupakan satu keadaan dimana ciri-ciri karakteristik
orang tidak diketahui. Deindividuasi memperbesar kemungkinan terjadinya
commit to user
peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yakni identitas diri
atau personalitas individu pelaku maupun identitas diri korban dari pelaku
agresif, dan keterlibatan emosional individu pelaku agresif terhadap
korbannya.
d. Kekuasaan dan Kepatuhan
Kekuasaan menjadi pencetus terjadinya perilaku agresif karena
kekuasaan seseorang atau sekelompok orang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain dan
merealisasikan segenap keinginannya. Sedangkan kepatuhan menjadi
pencetus terjadinya perilaku agresif karena dalam situasi kepatuhan individu
kehilangan tanggung jawab atas tindakan-tindakannya serta meletakkan
tanggung jawab pada penguasa.
e. Efek Senjata
Senjata memainkan peran dalam terjadinya perilaku agresif tidak
saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan
agresif, tetapi juga karena efek kehadirannya. Misalkan seseorang yang
mempersepsikan kehadiran senjata api sebagai benda yang berbahaya dan
mengancam keselamatan dirinya, kemungkinan menghasilkan efek
kecemasan dalam diri orang tersebut. Kecemasan tersebutlah yang
commit to user
f. Provokasi
Provokasi dapat mencetuskan perilaku agresif karena provokasi itu
oleh pelaku agresif dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan
respons agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman
itu.
g. Alkohol
Terdapat dugaan bahwa alkohol berpengaruh mengarahkan individu
kepada perilaku agresif dan tingkah laku antisosial lainnya. Karena alkohol
dapat melemahkan kendali diri dan melemahkan aktivitas sistem saraf pusat.
h. Suhu Udara
Suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi naiknya kadar agresif
seseorang. Contohnya saja pada musim panas terjadi lebih banyak tingkah
laku agresif karena pada musim panas hari-hari lebih panjang serta
individu-individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih besar ketimbang
musim-musim lain.
Pada Konsep teori belajar sosial, Bandura (dalam Sarwono, 1997)
mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari
dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan
setempat atau melalui media massa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
perilaku agresi diantaranya adalah faktor amarah, biologis, kesenjangan
commit to user
frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan & kepatuhan, efek senjata, provokasi,
alkohol dan suhu udara.
B. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan 1. Pengertian Bermain Video Game Kekerasan
Black (1973) menyebutkan bahwa game adalah rekreasi atau
aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan., mencakup bermain dengan
mainan, berpartisipasi dalam olah raga, menonton televisi, dan lain
sebagainya. Game juga berarti hiburan, permainan game juga merujuk
pada pengertian sebagai kelincahan intelektual (intellectual playability).
Kata game juga dapat diartikan sebagai arena keputusan dan aksi
pemainnya. Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan
intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu
menarik untuk dimainkan secara maksimal. Video game merupakan salah
satu bentuk dari permainan elektronik yang berupa komputer yang pada
dasarnya merupakan gabungan dari bentuk permainan strategi,
kesempatan, dan fisik, sehingga menciptakan sesuatu yang sama sekali
baru. Video game ini adalah sebuah bentuk dari multimedia interaktif
yang digunakan untuk sarana hiburan.
Game ini dimainkan dengan menggunakan sebuah alat yang dapat
digenggam oleh tangan dan tersambung ke sebuah kotak alat atau console.
commit to user
adalah beberapa tombol-tombol sebagai kontrol arah maju, mundur, kiri
dan kanan, dimana fungsinya adalah untuk berinteraksi dan
mengendalikan gambar-gambar di layar pesawat televisi. Game ini juga
biasanya dimainkan dengan memasukan sebuah keping CD yang bisa
diganti-ganti atau cartridge yang harus dimasukkan ke dalam game
console. Bisa juga melalui seperangkat komputer yang tersambung online
ke internet sehingga bisa berinteraksi dengan pemain lain yang juga online
saat itu. Dari beberapa penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa permainan
video game kekerasan adalah permainan video game dengan unsur
kekerasan yang berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun
kekerasan fisik (menyakiti, memukul dan menendang lawan).
Adapun nama-nama permainan video game yang sarat kekerasan
antara lain: Smack Down, Tekken, War Craft, Counter-Strike, Marvell &
Capcom, Prince of Persia, dan lain sebagainya.
2. Pengaruh Bermain Video Game Kekerasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja
banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui Televisi dan juga
games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang
menampilkan adegan kekerasan yang setiap saat dapat ditemui dalam
tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron,
sampai film laga.Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan
commit to user
Smack Down, UFC (Ultimate Fighting Championship) atau sejenisnya.
Walaupun pembawa acara berulang kali mengingatkan penonton untuk
tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa
tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa
penontonnya.
Model pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah
mereka melakukan tindak kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat
penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut
merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai
bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi
proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif
untuk terciptanya perilaku agresif.
Sebuah penelitian dalam Psychological Bulletin menunjukkan
bahwa bermain video game yang penuh kekerasan meningkatkan pikiran,
sikap, dan tindakan kekerasan di antara para pemain tersebut. Game itu
sama sekali tidak ada gunanya dalam meningkatkan tindakan-tindakan
ketrampilan. Psikologis Craig Anderson (dalam Steven, 2009) dari
Universitas Iowa dan timnya menganalisa penelitian-penelitian yang sudah
pernah dilakukan terhadap 130.000 orang di Amerika Serikat, Eropa, dan
Jepang. Penemuannya berlaku untuk para pemain dari kebudayaan Barat
dan Timur, untuk pemain lelaki maupun perempuan, dan juga untuk
pemain dari kelompok umur yang bervariasi. Penelitian tersebut
commit to user
kekerasan juga tindakan, kognisi, dan afek yang agresif. Game-game
tersebut me-desensitisasi para pemain dan berhubungan dengan kurangnya
empati dan kurangnya perilaku-perilaku yang prososial.
Sehingga perlu untuk menjauhkan anak-anak dan remaja dari
permainan komputer, playstation atau pun bentuk lainnya yang berkaitan
dengan kekerasan. Berdasarkan temuan penelitian dengan judul
“Kekerasan dan Pencegahan Kekerasan”, tiga ilmuwan dari Departemen
Psikologi di University of Vienna, Austria (dalam Hidayat, 2009)
menyarankan sikap tanpa toleransi mesti diterapkan dalam menangani
pemuda yang bermain game kekerasan di komputer, playstation atau pun
bentuk lainnya. Anak-anak dan remaja mesti dijauhkan dari permainan
kekerasan tersebut karena semua itu tidak baik dan hanya akan
menimbulkan kerugian. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa
anak-anak dan remaja yang sering kali memainkan games yang berkaitan
dengan kekerasan di komputer, playstation atau pun bentuk lainnya
cenderung menjadi lebih agresif dibandingkan dengan mereka yang hanya
bermain game yang kurang atau tidak berisi kekerasan. Untuk itu, para
ilmuwan tersebut menjelaskan permainan yang berisi kekerasan bukan
hanya cenderung ditiru, tapi lingkungan permainan itu juga mudah
membawa seseorang pada mental reaktif atau imaginer agresif. Anak-anak
yang memainkan game yang berkaitan dengan kekerasan di komputer akan
mudah memperlihatkan sifat agresif ketika terganggu, tidak puas, atau
commit to user
Dengan demikian, mereka lebih agresif dibandingkan dengan anak
yang tak memainkan game semacam itu. Pada penelitian tersebut juga
didapati bahwa di kalangan remaja yang berumur 16 tahun dan secara
khusus disurvei, anak laki-laki yang memainkan game komputer dengan
isi yang berkaitan dengan tindakan brutal bahkan telah mencapai 60
persen. Oleh karena itu, para ilmuwan tersebut menyarankan orangtua dan
guru mesti memulai pendidikan terkait di sekolah dasar guna menjauhkan
anak-anak dari permainan komputer, playstation atau pun bentuk lainnya
yang mengandung kekerasan.
3. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan
Oxford Learner’s Pocket Dictionary (1995) mendefinisikan
frekuensi sebagai angka yang menunjukkan sesuatu terjadi atau diulang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa frekuensi bermain video game
jenis kekerasan adalah angka yang menunjukkan berapa banyak kegiatan
bermain video game yang berisi adegan-adegan kekerasan terjadi atau
diulang. Hal ini bisa ditunjukkan dengan berapa lama remaja bermain
video game kekerasan selama seminggu. Menurut Dwi Fitria (2008)
remaja yang bermain game 3jam dalam sehari atau 20 jam dalam
commit to user
C. Hubungan antara Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan Dengan Perilaku Agresif
Hurlock (2004) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana
seseorang sibuk mencari simbol-simbol yang dapat mewakili identitas dirinya,
dengan kata lain, remaja mencari model-model yang dapat ditiru ke dalam
perilakunya. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan
model-model tersebut, salah satunya dengan melihat model-model-model-model yang ada pada video
game. Sementara itu, permainan-permainan video game banyak bertemakan
kekerasan, seperti memukul, menendang, dan menembak lawan. Bandura (dalam
Koeswara, 1988) menyatakan bahwa pengamatan/observasi terhadap tingkah laku
sebuah model akan membentuk tingkah laku pada sang pengamat. Dalam hal ini,
tingkah laku kekerasan yang dilakukan oleh model juga akan membentuk tingkah
laku kekerasan pada sang pengamat. Proses identifikasi ini terjadi melalui
beberapa tahap, yang salah satunya adalah dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran
model yang dilihat. Maka dapat diasumsikan bahwa frekuensi memainkan video
game yang menampilkan karakter/model yang melakukan adegan kekerasan juga
akan mempercepat proses terbentuknya identifikasi yaitu perilaku agresif.
Selain pendapat di atas Krahe (2005), menyatakan bahwa pengaruh media
dianggap sebagai salah satu faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan
perilaku agresi, khususnya dikalangan remaja dan anak-anak. Seiring dengan
perkembangan jaman yang semakin maju, sebuah medium baru telah
mentransformasikan penggunaan media oleh anak-anak dan remaja, yaitu
commit to user
Playstations, dan computer pribadi. Temuan yang terus bertambah menemukan
bahwa permainan video yang berisi tema-tema kekerasan memicu perilaku agresi
dengan cara yang hampir sama persis dengan kekerasan di televisi atau bioskop.
Pendapat-pendapat dari sejumlah tokoh di atas didukung oleh adanya
penelitian-penelitian dari para ahli lainnya, penelitian tersebut diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Craig (2001), penelitian tersebut berjudul effect of
violent video games on aggressive behavior, aggressive cognition, aggressive
affect, physiological arousal, and prososial behavior. Hasil penelitian ini
mendapatkan bahwa video game kekerasan mengajukan suatu ancaman kesehatan
masyarakat terhadap anak-anak dan remaja, khususnya para individu usia
mahasiswa dimana video game kekerasan berhubungan secara positif dengan
tingkat agresif yang dipertinggi pada dewasa muda dan anak-anak. Selanjutnya
Craig juga melakukan penelitian lain yang masih membahas tentang pengaruh
video game kekerasan terhadap perilaku agresif, penelitian tersebut berjudul the
effect of video game violence on physiological desensitization to real-life violence,
penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa walaupun hanya dengan bermain
video game kekerasan selama 20 menit saja seseorang akan menurunkan logika
psikologi mereka dan pada akhirnya akan meningkatkan kecenderungan untuk
melakukan perilaku agresif.
Anderson dan Dill (2000), juga menemukan bahwa efek permainan video
game dengan unsur kekerasan memiliki potensi merugikan yang lebih besar
dibandingkan kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Mereka
commit to user
unsur kekerasan memiliki potensi merugikan yang lebih besar dibandingkan
kekerasan di tayangan televisi maupun bioskop. Alasan pertama adalah permainan
video game mangharuskan pemainnya mengadopsi peran penyerang dan bertindak
menurut sudut pandang penyerang di sepanjang permainan, alasan kedua adalah
mereka memaksa pemainnya untuk berpartisipasi aktif dan bukan hanya sekedar
menjadi penerima pasif dan alas an ketiga adalah permainan itu bersifat adiktif
(menimbulkan ketergantungan) karena mediumnya tersedia secara konstan dan
bersifat menguatkan.
D. Kerangka Pemikiran Gambar 1
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
“Terdapat hubungan antara frekuensi bermain video game kekerasan dengan
perilaku agresif pada remaja.” Frekuensi Bermain
Video game
Game Kekerasan
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian (Suryabrata, 2003). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
Variabel bebas : Frekuensi bermain videogame kekerasan
Variabel tergantung : Perilaku agresif
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan
Oxford Learner’s Pocket Dictionary (1995) mendefinisikan frekuensi
sebagai angka yang menunjukkan sesuatu terjadi atau diulang. Black (1973)
menyebutkan bahwa game adalah rekreasi atau aktifitas yang dilakukan untuk
kesenangan., mencakup bermain dengan mainan, berpartisipasi dalam olah
raga, menonton televisi, dan lain sebagainya. Game juga dapat diartikan
sebagai aktifitas yang bersifat rekreasi yang mengikut sertakan satu atau lebih
pemain.
Frekuensi bermain video game jenis kekerasan adalah angka yang
menunjukkan berapa banyak kegiatan bermain PlayStation yang mengandung
commit to user
muatan kekerasan terjadi atau diulang, muatan kekerasan berupa melukai atau
mencelakakan karakter lain di dalam permainan PlayStation. Pada penelitian
ini frekuensi bermain video game diukur dengan skala berdasarkan teori yang
diungkapkan Dwi Fitria (2008). Skala ini mengungkap berapa frekuensi
kegiatan bermain video game jenis kekerasan dilakukan dalam seminggu.
Semakin sering atau lama seseorang bermain video game kekerasan dalam
kurun waktu seminggu maka akan semakin tinggi pula frekuensinya.
Frekuensi bermain video game playstation yang mengandung muatan
kekerasan akan diungkap dengan kuesioner dengan penilaian sebagai berikut :
Tabel 1
Lama Bermain Frekuensi
≤10 jam/minggu Rendah
11-20 jam/minggu Sedang
≥ 20 jam/minggu tinggi
Semakin sering atau lama seseorang bermain video game kekerasan
dalam kurun waktu seminggu maka akan semakin tinggi pula frekuensinya.
2. Perilaku Agresif
Atkinson (2001) mengungkapkan bahwa perilaku agresif adalah
commit to user
merusak harta benda. Perilaku agresif dalam penelitian ini akan diungkap
dengan skala perilaku agresif yang dimodifikasi oleh penulis dengan mengacu
pada aspek-aspek perilaku agresif dari Soemantri (2006) yang meliputi
perilaku agresif yang bersifat fisik, ledakan agresif, perilaku agresif verbal,.
Apabila skor yang diperoleh subjek tinggi mengindikasikan bahwa perilaku
agresif yang dimiliki oleh remaja itu tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor
yang diperoleh rendah maka perilaku agresif yang dimiliki oleh siswa juga
rendah.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling 1. Populasi
Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang paling
sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang akan
menjadi subjek penelitian adalah remaja dengan karakteristik berikut:
a. Remaja usia 13-18 tahun (Hurlock, 1999)
b. Aktif bermain PlayStation.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang mengunjungi
rental-rental PlayStation yang dipilih dengan beberapa pertimbangan, antara lain:
a. Lokasi
Lokasi rental PlayStation berada dekat dengan sekolah SMP maupun
SMA dengan asumsi bahwa usia remaja di Indonesia berada dalam usia
sekolah menengah, sehingga dapat lebih mudah menemukan remaja
sebagai subjek penelitian pada rental PlayStation yang berlokasi di dekat
commit to user
b. Biaya pemakaian per jam
Biaya pemakaian PlayStation per jam rata-rata antara Rp 2000,00 sampai
dengan Rp 3000,00. Biaya yang ditetapkan terjangkau oleh kalangan
remaja.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, rental-rental PlayStation yang
menjadi populasi penelitian adalah sebagai berikut:
1) Barcelona, berada di Jalan Raya Sukowati no 71 Sragen.
2) Kecubung, berada di Jalan HOS Cokroaminoto 50 Sragen.
3) Amild, berada di Jalan HOS Cokroaminoto 83, Sragen.
4) Satria, berada di Jalan Diponegoro 90, Sragen.
5) Aan, berada di jalan Diponegora 68, Sragen
2. Sampel
Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah
populasi (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan jumlah
60remaja yang sedang bermain Play Station di rental-rental PlayStation yang
telah disebutkan di dalam populasi. Dikarenakan subjek berada pada populasi
tak terbatas (infinitite population), maka penentuan jumlah sampel mengacu
pada rekomendasi dari Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2003) yang
commit to user
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah cara atau teknik yang digunakan
untuk mengambil sampel (Hadi, 1996). Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah dengan proposive sampling. Remaja yang ditemui di
rental-rental PlayStation yang telah disebutkan diatas ditunjuk sebagai
anggota sampel dan diberi kesempatan untuk mengisi skala dan kuesioner.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Azwar (1999) skala psikologi selalu mengacu pada alat ukur aspek
atau atribut afektif. Adapun alat ukur angket adalah daftar pertanyaan yang
diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respons (responden) sesui
dengan permintaan pengguna (Riduan,2004). Sedangkan alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis, dengan alasan sebagai
berikut:
1. Data yang diungkap oleh skala psikologi berupa konstrak atau konsep
psikologis yang menggambarkan aspek psikologis.
2. Pertanyaan pada skala merupakan stimulus yang tertuju pada indikator
perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refkelsi dari keadaan diri
subjek yang biasanya tidak disadari.
3. Responden terhadap skala psikologi, sekalipun memahami isi pertanyaannya,
biasanya tidak menyadari arah jawaban yang tidak dihendakinya dan
kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pernyataan tersebut.
commit to user
5. Satu skala psikologi hanya diperuntukkan guna mengungkap satu atribut
tunggal.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi skala
Likert, dimana masing-masing skala memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban
yang dipisahkan menjadi pernyataan favourabel dan pernyataan unfavourabel,
dengan cara penilaian dengan menggunakan empat kategori jawaban yaitu sebagai
berikut
Tabel 2.
Penilaian Pernyataan Favourable dan Pertanyaan Unfavourable
Kategori Jawaban Favourable Unfavourable
SL (Selalu) 4 1
SR (Sering) 3 2
KD (Kadang) 2 3
TP (Tidak Pernah) 1 4
Menurut Azwar (2008) penentuan skor yang bergerak dari 0 sampai 4 akan
menghasilkan rentang skala yang kurang lazim dalam sudut pandangan
pengukuran dan akan menyulitkan untuk proses pengukuran selanjutnya. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini pemberian skor bergerak dari 1 sampai dengan 4.
Penggunaan empat alternatif jawaban dengan menghilangkan alternatif
jawaban “ragu-ragu” dilakukan karena “ragu-ragu” mengindikasikan subjek tidak
commit to user
jawaban berjumlah ganjil, maka jawaban yang berada di tengah adalah
“ragu-ragu, “tidak tahu”, “tidak dapat memutuskan” dan hal ini mengindikasikan bahwa
mereka yang memilih tidak mempunyai pendirian yang jelas. Sehingga untuk
mencegah adanya kelompok yang tidak menunjukkan pendirian tertentu atau
netral maka penulis hanya menggunakan empat alternatif jawaban dengan
menghilangkan alternatif jawaban “ragu-ragu”.
1. Skala Perilaku Agresif
Skala perilaku agresif yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala yang dimodifikasi oleh penulis dengan mengacu pada
aspek-aspek perilaku agresif dari Soemantri (2006) yang meliputi perilaku
agresif yang bersifat fisik, ledakan agresi, perilaku agresif verbal, perilaku
agresif tidak langsung.. Skala perilaku agresif ini terdiri 35 butir aitem yang
terdiri dari 19 aitem pernyataan favourable dan 16 aitem pernyataan
commit to user
Tabel 3.
Blueprint Skala Perilaku Agresif
No Aspek Nomer Aitem Jumlah
Favoreble unfavorable f %
1 Agresi fisik 1, 9, 17, 25, 33 5, 13, 21, 29 9 25
2 Agresi verbal 2, 10, 18, 26,
34 6, 14,22, 30 9 25
3 Ledakan agresi 3, 11, 19, 27,
35 7, 15, 23, 31 9 25
4 Perilaku agresi tidak
langsung 4, 12 20, 28, 8, 16, 24, 32 8 25
jumlah 19 16 35 100
2. Kuesioner Frekuensi Bermain VideoGame Kekerasan
Frekuensi bermain video game jenis kekerasan adalah angka yang
menunjukkan berapa banyak kegiatan bermain video game yang berisi
adegan-adegan kekerasan terjadi atau diulang. Adegan-adegan kekerasan
dapat dilihat dari adanya kontak fisik saling pukul, saling menendang,
saling bacok, saling serang maupun saling bunuh antar karakter game.
Adapun nama-nama permainan video game yang mengandung muatan
kekerasan antara lain: Smack Down, God of War, GTO, GTA, Tekken, War
Craft, Counter-Strike, Marvell & Capcom, Prince of Persia, dan lain
sebagainya. Frekuensi bermain video game jenis kekerasan di sini akan
commit to user
dilakukan dalam seminggu. Adapun tabel kuesioner frekuensi bermain
videogame kekerasan dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4.
Blueprint Kuesioner Frekuensi Bermain Video Game Kekerasan
No Pertanyaan Nomor
aitem
Jumlah
1 Game apa sajakah yang biasanya Anda mainkan?
1, 4, 7 3
2 Menurut Anda,apakah Game yang anda
mainkan mengandung muatan kekerasan 2, 5, 8 3
3 Dalam satu minggu, Anda biasanya bermain
Play Station berapa jam? 3, 6 2
jumlah 8 8
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian untuk diuji kebenarannya, sehingga diperoleh
suatu kesimpulan dari penelitian tersebut. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode statistik dengan pertimbangan bahwa statistik
menunjukkan kesimpulan penelitian dengan mempertimbangkan faktor-faktor
kesalahan (Hadi, 2000). Adapun pertimbangan lainnya adalah:
1. Statistik bekerja dengan angka-angka menunjukkan jumlah frekuensi dan nilai.
2. Statistik bersifat objektif sehingga unsur-unsur subjektif bisa dihindarkan
dalam arti sifat sebagai alat penilaian tidak dapat berbicara lain atau apa
commit to user
3. Statistik bersifat universal, yaitu dapat diterapkan dalam segala bidang
penelitian.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas Instrumen Penelitian
Validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik item-total, yaitu korelasi antara setiap skor pernyataan dengan
skor total item-item dalam suatu skala (Azwar, 2007). Selain korelasi item-total
juga diperhatikan berbagai validitas lainnya, yaitu validitas isi dan validitas
konstrak. Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes
mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur (Azwar, 2007).
Validitas isi meliputi validitas muka/tampang dan validitas logik.
Validitas muka/tampang adalah tipe validitas yang paling rendah
signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format
penampilan tes. Akan tetapi validitas muka tetap penting artinya untuk
membangun kredibilitas tes. Kredibilitas tes akan meningkatkan motivasi
individu untuk menjawab tes, terutama pada tes yang digunakan untuk
mengukur performansi maksimal.
Validitas logik disebut juga validitas sampling. Validitas logik
menunjukkan sejauhmana isi tes merupakan wakil dari ciri-ciri atribut yang
akan diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan ukurnya. Validitas
konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana suatu tes mengukur