• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA PENGGEMAR VIDEO GAME KEKERASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA PENGGEMAR VIDEO GAME KEKERASAN"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Emiliana Inayat Laswi

NIM: 029114142

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Segala perkara dapat ku tanggung dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku

(Filipi 4:13)

Aku tidak dapat melakukan segala sesuatu tapi aku dapat melakukan

sesuatu.. Dan apa yang aku dapat lakukan, dengan anugerah Tuhan akan

aku lakukan..

(5)

v

Skripsi ini kupersembahkan untuk Keluargaku terkasih:

Papa & Mama

Adik-adikku: Naga, Dji, Cyta, Anyo, Pitik n Ila

Manusia-manusia hebat yang selalu setia menemani, berkorban dan ikut tegar mendampingi perjalananku yang panjang....

DonQ’ku tercinta: Martinus Sugondo Tanu

(6)
(7)

vii ABSTRAK

Fenomena agresi telah berkembang dan menjadi masalah umum pada remaja yang berupa kenakalan remaja. Hampir setiap hari media massa menyajikan berita-berita tentang kenakalan remaja, terutama di kota-kota besar. Jogjakarta yang dikenal sebagai kota pelajar ternyata juga tidak lepas dari kasus perilaku agresif pada remaja. Timbulnya perilaku agresi pada remaja merupakan hasil interaksi atau saling berhubungan antara berbagai macam faktor, salah satunya kekerasan yang terkandung di dalam media massa. Salah satu jenis media massa yang diduga dapat memicu perilaku agresif pada remaja adalah video game yang menayangkan tentang kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku agresi pada remaja penggemar video game jenis kekerasan. Penelitian dilakukan terhadap 61 orang remaja pria berusia 16 sampai 19 tahun yang menggemari video game jenis kekerasan. Subyek dipilih dengan metode Accidental Sampling. Pengumpulan data menggunakan Skala Perilaku Agresif yang disusun dengan metode Likert. Reliabilitas alat ukur pada penelitian ini adalah sebesar 0,918 yang berarti alat ukur pada penelitian ini sangat reliabel dan dapat dipercaya. Pada saat tryout dari 60 butir item yang disajikan 18 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi item kurang dari 0.30.Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Deskripsi data penelitian menggambarkan mean empiris sebesar 107,82 sedangkan mean teoritis sebesar 126 dan standar deviasi empiris sebesar 22,24 sedangkan standar deviasi teoritis sebesar 28. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif remaja penggemar video game kekerasan adalah rendah. Situasi dan model yang tidak sama antara tokoh pada game dan remaja penggemar video game kekerasan menyebabkan tidak terjadi proses imitasi dan modelling pada remaja terhadap tokoh pada video game.

(8)

viii

Emiliana Inayat Laswi

ABSTRACT

The phenomena of aggression has grown and become a common problem in adolescents in the form of juvenile delinquency. Almost every day the media presents news about juvenile delinquency, especially in big cities. Yogyakarta, known as a city of students was also not separated from cases of aggressive behavior in adolescents. The emergence of aggressive behavior in adolescents is a result of interaction or inter-relation between various factors. One of them is violence in mass media. One type of mass media that allegedly could trigger aggressive behavior in adolescents is video game that shows violence. This study aimed to describe the behavior of aggression in adolescent fans of violent video games. Research conducted on 61 male adolescents aged 16 to 19 years who enjoyed video games kind of violence. The subjects chose by Accidental Sampling Method. The data collected using the Aggressive Behavior Scale developed by Likert method. The reliability of the measurement instrument was 0,918, which means that this measurement instrument is reliable and can be trusted. The data obtained were processed using descriptive statistical methods. At the tryout from 60 items presented 18 items was declared to fall because the items coefficient correlation less than 0.30. The research data describing empirical mean was 107,82 while theoretical mean was 126 and empirical standard deviation was 22,24 while theoretical standard deviation was 28. Based on the result and discussion in this study, it can be concluded that the aggressive behaviors in violence video game fan is low. Unequal situation and model between figure and violence video game fan adolescent cause imitation and modeling process didn’t happen in adolescent towards figure in video game.

(9)
(10)

x

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih,

hikmat, dan kekuatan-Nya bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi

ini. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. M. M. Nimas Eki S. S.Psi, Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik,

kata terimakasih saja mungkin tak akan pernah cukup.

3. Sylvia Carolina M.Y.M M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma atas segala bantuan dan masukan yang juga membuat penulis

akhirnya dapat menyelesaikan semuanya.

4. Agung Santoso, S.Psi., M.A. dan P. Henrietta PDADS, S.Psi., M.Si. penguji

skripsi yang telah memberi masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

6. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, Mas

Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan untuk kelancaran

(11)

xi

perjalanan panjang studi dan penyelesaian skripsi penulis. K’Dedy dan

K’Nova, atas semangat dan bantuan yang tak habis-habisnya.

8. Martinus Sugondo Tanu, DonQ’ku. Atas waktu, kesabaran, semangat,

pinjaman bahu yang membuat aku tetap mampu bertahan selama ini. Mama

Fin, Bapa Jhon, Mega, Peik, Erik. Untuk doa-doa dan semangatnya.

9. Sahabat-sahabatku Marno, Njiak, Ali, Noya, Sumar untuk semangat, sindiran

dan bahkan umpatan yang membuat penulis tetap ingat untuk berusaha

menyelesaikan studi. Martha, Bang Sadegh dan Bang Epeng, orang-orang

yang ada di awal perjuangan namun tak bisa ikut berbagi di akhir. Dimanapun

kalian bertiga sekarang kalian akan selalu ada di hati. Terima kasih untuk

semuanya.

10. Apet, Wei, Aldo Cs, Icen, Embik, Teddy Cs, untuk bantuannya selama

penulis menyebarkan skala. Tanpa kalian mungkin sampai sekarang tak ada

data yang terkumpul.

11. Teman-teman kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, Onal, Dee, E-Unt,

Hani, Sharu, Shani, Nining, May, dan teman-teman yang tak tersebut

namanya, semoga waktu yang kita habiskan bersama dapat menjadi kenangan

indah sampai hari tua kita.

12. Warga Tasura 8b: Bela, Lia, Eme, Arum, Ze, Dewi. Terimakasih banyak atas

(12)

xii

membantu baik langsung maupun tidak langsung, tanpa bantuan kalian

skripsi ini tidak akan terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Yogyakarta, Maret 2010

(13)

xiii

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

(14)

xiv

A. Perilaku Agresif ... 7

1. Pengertian Perilaku Agresif ... 7

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ... .8

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif... 11

B. Karakteristik Remaja ... 13

C. Video Game ... 17

D. Perilaku Agresif pada Remaja Penggemar Video Game... 22

E. Pertanyaan Penelitian ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 25

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26

C. Subyek Penelitian ... 26

D. Metode Pengumpulan Data ... 27

E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ... 28

F. Estimasi Reliabilitas Alat Ukur ... 31

G. Analisis Data ... 32

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian ... 33

B. Prosedur Penelitian ... 33

C. Hasil Penelitian ... 34

(15)

xv

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(16)

xvi

Halaman

Tabel 1. Variasi Agresi Manusia Menurut Buss (dalam Dayakisni &

Hudaniah, 2006)... 13

Tabel 2. Pilihan dan Skoring Jawaban ... 27

Tabel 3. Blue Print dan Rancangan Skala Perilaku Sebelum Uji Coba ... 28

Tabel 4. Distribusi Setelah Uji Coba ... 30

Tabel 5. Kategorisasi Koefisien Reliabilitas... 31

Tabel 6. Hasil Estimasi Reliabilitas Skala Kecenderungan Agresi... 32

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 34

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Bermain Game... 34

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Game yang Paling Sering Dimainkan Responden... 35

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian... 36

Tabel 11. Tabel Mean dan Standar Deviasi ... 36

(17)

xvii

Lampiran 1. Skala Perilaku Agresif ... 45

Lampiran 2. Analisis Butir Skala Perilaku Agresif ... 48

Lampiran 3. Reliabilitas Skala Perilaku Agresif ... 49

Lampiran 4. Hasil Uji Deskriptif ... 50

Lampiran 5. Kategorisasi Skala ... 52

(18)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena agresi telah berkembang dan menjadi masalah umum pada

remaja yang berupa kenakalan remaja. Hampir setiap hari media massa

menyajikan berita-berita tentang kenakalan remaja, terutama di kota-kota

besar. Perbuatan-perbuatan tersebut tidak hanya merugikan pelakunya tetapi

juga merugikan orang lain baik harta maupun jiwa, dan meresahkan serta

mengancam ketentraman masyarakat. Sementara itu, Tambunan (2001)

menjelaskan bahwa keterlibatan remaja khususnya pelajar dalam tindak

kekerasan menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan. Sebagai gambaran,

pada tahun 2008 silam masyarakat dikejutkan dengan berita aksi kekerasan

yang dilakukan skelompok kumpulan remaja di Pati, Jawa Tengah. Uniknya

para pelaku yang menyebut kelompoknya dengan nama Geng Nero ini

beranggotakan perempuan (http://arahbalik.blogspot.com, 2010). Pada tahun

yang sama, tepatnya bulan Agustus 2008, seorang pelajar SMU di Palembang

mengalami penusukan ketika mencoba melerai perkelahian temannya

(http://news.okezone.com, 2010).

Selanjutnya, pada tahun 2009 yang lalu masyakat juga kembali

dikejutkan dengan beredarnya video kekerasan berisi perkelahian siswa

sekolah menengah umum beredar di Gorontalo. Perkelahian diketahui

(19)

Gorontalo (http://infotekkom.wordpress.com, 2010). Pada akhir Januari 2010

silam, di Cianjur juga terjadi tawuran antar pelajar yang mengakibatkan tiga

pelajar mengalami luka yang cukup serius (http://www.poskota.co.id, 2010).

Pada bulan yang sama, tawuran antara dua kelompok pelajar juga terjadi di

Jakarta. Dalam tawuran, seorang pelajar jadi bulan-bulanan kubu lawan

karena tertangkap hendak melarikan diri (http://metrotvnews.com, 2010).

Tawuran antarpelajar SMP juga kembali terjadi pada bulan Februari 2010

lalu. Kali ini tawuran terjadi di daerah Lenteng Agung Jakarta Selatan. Kedua

sekolah terlibat saling serang menggunakan senjata tajam dan batu di

sepanjang jalur rel kereta api, dan gardu Lenteng Agung

(http://berita.liputan6.com, 2010).

Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar ternyata juga tidak lepas

dari kasus perilaku agresif pada remaja. Sebagai gambaran, Kapolda dan

Kaditserse Polda melaporkan bahwa selama tahun 2005 saja di Yogyakarta

terdapat 350 pelaku kejahatan yang diamankan, 95 diantaranya berstatus

mahasiswa, 41 pelajar, 22 karyawan, dan sisanya penggangguran, preman,

dan mereka yang “berprofesi” sebagai pembuat rusuh. Data tersebut

menunjukkan bahwa hampir 40 persen dari pelaku kejahatan kekerasan

adalah mahasiswa dan pelajar yang berusia muda.

(www.jogyes.blogspot.com. 2010).

Pada suatu masyarakat, perilaku kekerasan atau perilaku agresif

adalah perilaku yang tidak disukai dan cenderung untuk dihindari. Hal ini

(20)

berinteraksi sosial. Agresi menurut Sears (dalam Stewart dan Koch, 1983)

adalah dorongan untuk melakukan perbuatan yang mengandung bahaya,

menyakiti, melukai, ataupun merugikan orang lain dan diri sendiri. Baron dan

Byrne (1994) mengemukakan bahwa perilaku agresi adalah perilaku yang

bertujuan melukai perasaan atau menyakiti, jadi agresi merupakan tingkah

laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain

yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.

Timbulnya perilaku agresi pada remaja merupakan hasil interaksi atau

saling berhubungan antara berbagai macam faktor. Hal ini sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Berkowitz (1995) bahwa agresi dapat

dipengaruh oleh berbagai faktor antara lain faktor lingkungan, baik

lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolahnya serta faktor

kepribadian dari individu itu sendiri. Faktor lain yang juga dapat memicu

perilaku ageresif pada remaja adalah kekerasan yang terkandung di dalam

media massa (Baron and Byrne, 1994). Salah satu jenis media massa yang

diduga dapat memicu perilaku agresif pada remaja adalah video game yang menayangkan tentang kekerasan.

Adalah penting untuk disadari, bahwa video game kekerasan memang

tidak secara instan mengakibatkan perilaku agresivitas pada remaja. Akan

tetapi, video game jenis kekerasan dapat memberikan stimulus ataupun ide bagi remaja untuk balas dendam terhadap musuh, untuk mempraktekkan cara

agresif untuk merespon konflik dan melakukan agresi. Bandura (Koeswara,

(21)

sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang

ditampilkan oleh individu-individu yang menjadi model. Munculnya suatu

perilaku salah satunya dihasilkan oleh proses modeling dimana agresi dapat

dipelajari melalui observasi atau imitasi termasuk belajar dari video game.

Semakin sering individu belajar tentang kekerasan melalui video game, maka kemungkinan individu untuk melakukan perilaku agresi pun semakin besar.

Sebagaimana diungkapkan oleh Davidoff (Mu’tadin, 2002), menyaksikan

perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan

rangsangan yang memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.

Sebuah penelitian deskriptif yang dilakukan di Malang oleh Jayanti

pada tahun 2002 menunjukan bahwa agresifitas yang dilakukan remaja

penggemar playstation dengan jenis violence ( kekerasan ) cukup beragam

dan memiliki perbedaan antara subyek yang satu dengan yang lainnya. Sifat

agresi yang sering muncul adalah jenis-jenis agresi fisik langsung dan tak

langsung serta agresi verbal langsung dan tak langsung ( Jayanti, 2002).

Namun dalam penelitian tersebut tidak menunjukan seberapa tinggi

sebenarnya tingkat agresifitas remaja penggemarvideo gametersebut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik lebih jauh untuk melihat

bagaimana sebetulnya perilaku agresif pada remaja penggemar video game

kekerasan dengan melibatkan remaja di Yogjakarta sebagai responden.

Yogjakarta dipilih sebagai lokasi penelitian, karena sebagai kota pelajar

Yogjakarta pun ternyata tidak terhindar dari tindakan agresi yang dilakukan

(22)

kekerasan sudah banyak beredar di Yogjakarta. Para remaja yang

menggemari video game jenis kekerasan dapat menikmati jenis tayangan ini

baik lewat rental yang menyewakan CD game tersebut ataupun menikmatinya

di rental Play Station dan gamenet yang menjamur di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan yang diajukan adalah: ”Bagaimanakah tingkat perilaku agresi

pada remaja penggemar video game jenis kekerasan?”.

C. Tujuan Penelitian

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini untuk

mengetahui bagaimanakah tingkat perilaku agresi pada remaja penggemar

video gamejenis kekerasan.

D. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wacana dalam ilmu

psikologi, khususnya pada bidang Psikologi Perkembangan dan

Psikologi Sosial sebagai sumber informasi tentang perilaku agresif

(23)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua,

ataupun masyarakat sebagai sumber informasi dan sebagai bahan

refleksi tentang tingkat perilaku pada remaja penggemar video game

(24)

7

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Agresif

1. Pengertian Perilaku Agresif

Secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang

dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau

bahkan pada diri sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua mahluk

vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangatlah

kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik

(Sarason dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006).

Sehubungan dengan masalah agresi ini Sears (dalam Steward dan

Koch, 1983) berpendapat bahwa perilaku agresi merupakan dorongan yang

maladaptif. Agresifitas pada dasarnya merupakan dorongan yang

bermaksud untuk melukai, menyakiti atau merugikan orang lain. Menurut

Baron (dalam Koeswara, 1988) agresi biasanya melibatkan tiga

komponen, yaitu: maksud untuk merugikan, tindakan yang merugikan dan

diarahkan pada orang lain.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku

agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti, merusak, melukai

dan menyebabkan kerugian kepada orang lain atau diri sendiri. Perilaku

tersebut melibatkan tiga komponen, yaitu: maksud untuk merugikan orang

(25)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

Menurut Faturochman (1989), banyak faktor yang mempengaruhi

agresifitas, diantaranya :

a. Provokasi

Seringkali agresi muncul sebagai agresi untuk membalas agresi

(counter-aggression). Sebagaimana dikemukakan pada definisi agresi diatas, dengan berperilaku agresi orang atau korban berusaha untuk

menghindar. Bentuk dari penghindaran ini tidak hanya sekedar

menghindar, tetapi ada pula yang dilakukan dengan cara perlawanan.

Dalam menghadapi provokasi yang mengancam, para pelaku agresi

agaknya cenderung berpegang pada prinsip bahwa daripada diserang

lebih baik lebih dahulu menyerang.

b. Kondisi Agresi

Kondisi agresi adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang

merupakan salah satu faktor penyebab agresi. Alasannya adalah dengan

adanya keadaan yang kurang menyenangkan, orang akan mencoba untuk

membuat keseimbangan dengan jalan antara lain berusaha menghindar,

mengurangi atau mengubah situasi tersebut. Apabila situasi yang tidak

menyenangkan tersebut adalah mahluk hidup atau manusia, maka akan

timbul agresi pada orang menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan

(26)

c. Isyarat Agresi

Isyarat agresi adalah stimulus yang diasosiasikan dengan sumber

frustrasi yang menyebabkan garesi, bentuknya bisa berupa senjata tajam

atau orang yang menyebabkan frustrasi. Pada prinsipnya konsep ini

menerangkan bahwa kehadiran senjata tertentu sering menjadi pemicu

timbulnya agresi, sebagai contoh ketika seseorang sedang memegang

pistol atau pedang akan cenderung lebih cepat untuk menjadi agresif.

d. Kehadiran Orang Lain

Kehadiran orang lain terutama yang mempunyai kecenderungan

agresif, potensial untuk menumbuhkan agresi. Diasumsikan kehadiran

orang lain itu akan membuat individu terlibat dalam agresi, dilain pihak

kehadiran orang lain juga bisa menghambat timbulnya agresi terutama

orang yang mempunyai otonomi, seperti halnya penegak hukum.

e. Alcohol dan Obat-obatan Terlarang

Kriminalitas selalu akrab dengan alcohol dan obat-obatan

terlarang, demikian juga dengan agresifitas. Menurut Phil dan Ross

(dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006), mengkonsumsi alcohol dengan

dosis tinggi meningkatkan respon agresi ketika seorang terprovokasi.

f. Media Massa

Media massa merupakan media informasi dan hiburan. Salah

satunya adalah video game. Jenis media ini merupakan media yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, karena popular orang

(27)

permainan tersebut. Penggemar video game juga berasal dari berbagai tingkatan usia, baik itu anak-anak, remaja bahkan dewasa. Sehingga

sering pula timbul masalah seperti daya tiru atau imitasi yang pada

akhirnya akan memperbesar potensi terjadinya kekerasan.

Hal ini senada dengan Teori belajar sosial Bandura (dalam

Koeswara,1988) yang menekankan kondisi lingkungan yang membuat

seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif.

Munculnya suatu perilaku dihasilkan oleh dua mekanisme utama yaitu

conditioning atau pembiasaan merespon dan proses imitasi atau

modelling(dalam Syah, 2003).

Proses conditioning terjadi apabila seorang individu melakukan tindakan agresif kemudian diberi reinforcement positif atau reward maka

individu akan menunjukan perilaku yang sama dikemudian hari. Semakin

sering penguatan diperoleh maka kemungkinan hal tersebut terjadi

semakin besar.

Proses modelling terjadi karena sebagian besar tingkah laku

individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi)

atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu yang menjadi

model.

g. Karakteristik individu

Fenomena yang sering terlihat adalah stimulasi dari beberapa faktor

(28)

memunculkan agresinya. Karakteristik individu tersebut antara lain jenis

kelamin dan kondisi fisik individu.

B. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Perwujudan dari perilaku agresif tentu banyak macamnya. Seperti

yang dikemukakan oleh Jersild (1965) bahwa perilaku agresi mempunyai

dua bentuk (1) perilaku agresi terbuka yaitu bentuk perilaku agresi yang

tampak dan dapat dinilai serta dapat dicermati (2) perilaku agresi

tersembunyi yaitu perilaku agresi yang tidak tampak dan muncul dalam

wujud perilaku yang lain.

Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah,2006) mengelompokan agresi

kedalam delapan kategori kategori, yaitu:

a. Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan

individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan

individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik

secara langsung seperti memukul, mendorong, menembak, dll.

b. Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh

individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok

lain yang menjadi targetnya namun tidak melakukan kontak fisik

secara langsung seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.

c. Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan

(29)

dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak

harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.

d. Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan

oleh individu/kelompok degan cara tidak berhadapan langsung dengan

individu/kelompok lain yang menjadi target dan tidak terjadi kontak

fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

e. Agresi verbal aktif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang

dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan secara

langsung dengan individu/kelompok lain, sperti menghina, mamaki,

marah, mengumpat.

f. Agresi verbal pasif langsung, yaitu agresi verbal yang dilakukan

individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan

individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara

langsung, seperti menolak bicara, bungkam.

g. Agresi verbal aktif tidak langsung yaitu, tindakan agresi verbal yang

dilakukan individu/kelompok dengan tidak berhadapan langsung

dengan individu/kelompok lain ynag menjadi targetnya, seperti

menyebar fitnah, mengadu domba.

h. Agresi verbal pasif tidak langsung yaitu, tindakan agresi verbal yang

dilakukan oleh individu/kelompok dengan tidak berhadapan langsung

dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya serta tidak

terjadi kontak vewrbal secara langsung, seperti tidak memberi

(30)

Tabel 1. Variasi Agresi Manusia Menurut Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006)

Langsung Tidak Langsung

Variasi Agresi

Aktif Pasif Aktif Pasif

Fisik Mendorong,

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa

dewasa yang terjadi pada usia 12 tahun sampai 21 tahun, dan ditandai dengan

adanya perubahan fisik, psikologis dan sosial. Jersild (1965) berpendapat

bahwa datangnya masa remaja ditandai pada saat anak mulai menunjukan

tanda-tanda pubertas, kemasakan seksual, pertumbuhan badan maksimal serta

mencapai perkembangan mental penuh.

Menurut Monks, dkk. (2002), pertumbuhan badan anak menjelang dan

selama masa remaja ini menimbulkan tanggapan yang berbeda pula dari

masyarakat. Mereka diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab orang

dewasa. Namun adanya jarak yang cukup lebar antara perkembangan fisik

dan psikisnya sering menimbulkan kegagalan remaja dalam memenuhi

(31)

batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian dari orang yang lebih

dewasa.

Pada masa ini selain perkembangan fisik terjadi juga perkembangan

fungsi-fungsi psikologis yang menyangkut aspek kepribadian dan sosial.

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian

identitas diri, yakni proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang

penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan

sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding

orang tua (Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja

lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah,

ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Papalia & Olds, 2001). Dengan

demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Menurut Daradjat (1983) pada masa remaja terjadi pula perubahan

baik pada kebutuhan-kebutuhannya maupun sikap dan perilakunya. Pada

masa remaja kebutuhan meningkat secara kompleks. Tidak hanya kebutuhan

primer seperti makanan dan minuman yang harus dipenuhi tetapi juga

kebutuhan untuk bergerak, menyelidiki hal-hal baru, kebutuhan untuk

mengenal lebih banyak dan kebutuhan untuk mendapat kasih sayang, rasa

aman dan kemandirian.

Pikunas (1976) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk memperoleh

pengalaman baru adalah kebutuhan yang mendorong remaja mengadakan

aktivitas dan perbaikan diri, sehingga remaja lebih sering mengadakan

(32)

Selanjutnya Nuryoto (1995) menambahkan bahwa rasa ingin tahu akan

mendorong remaja untuk mengembangkan ilmu melalui percobaan, sehingga

dapat menghasilkan penemuan baru. Pendapat senada pula datang dari

Pikunas (1976) bahwa sesungguhnya pada diri remaja selalu terdapat

dorongan untuk memperoleh pengalaman baru, menyelidiki hal-hal baru,

perasaan ingin tahu yang besar serta keinginan untuk mandiri.

Pada fase ini, individu mulai belajar untuk memahami apa yang terjadi

di sekelilingnya. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja

termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis

mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia

kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima

begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu

membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide

lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja

tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja

mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide

baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti

belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds,

2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif,

yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial

yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk

(33)

tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).

Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah

mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada

hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai

tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks.

Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan

tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap

operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu

hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah

mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu

bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang

dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang.

Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari

tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan

dirinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa masa remaja

adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada

masa ini remaja tidak hanya mengalami perubahan-perubahan fisik tetapi juga

perkembangan psikologisnya yang menyangkut aspek kepribadian dan sosial.

Demikian juga dengan kebutuhan-kebutuhannya, kebutuhan remaja tidak lagi

terbatas pada kebutuhan-kebutuhan primer tetapi juga pada kebutuhannya

akan kebutuhannya untuk bergerak, menemukan hal-hal baru. Hal tersebut

(34)

ingin tahu akan hal-hal baru dan berusaha untuk menemukan dan memenuhi

rasa ingin tahunya tersebut dengan berbagai macam cara.

D. Video game

Sutton-Smith (1991) menerangkan bahwa video game merupakan

salah satu bentuk dari permainan elektronik yang berupa komputer yang pada

dasarnya merupakan gabungan dari bentuk permainan strategi, kesempatan,

dan fisik, sehingga menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Game yang dikategorikan sebagaivideo gameadalah permainan yang mengkombinasikan

penggunaan televisi atau media display sebagai media visual dan sebuah alat

khusus yang menjadi tempat atau media penerjemah dari kaset atau compact disk (CD). Video game atau Console game ini adalah sebuah bentuk dari

multimedia interaktif yang digunakan untuk sarana hiburan. Game ini

dimainkan dengan menggunakan sebuah alat yang bisa digenggam oleh

tangan dan tersambung ke sebuah kotak alat atau console. Alat yang digenggam tangan tadi dikenal dengan nama joystick. Isinya adalah beberapa tombol-tombol sebagai kontrol arah maju, mundur, kiri dan kanan, dimana

fungsinya adalah untuk berinteraksi dan mengendalikan gambar-gambar di

layar pesawat televisi. Game ini juga biasanya dimainkan dengan memasukan

sebuah keping CD yang bisa diganti-ganti atau cartridge yang harus dimasukkan ke dalamgame console.

Dalam ensiklopedia Wikipedia dijelaskan bahwa video game seperti

(35)

genre atau gaya, berdasarkan beberapa faktor seperti: metode permainan, jenis tujuan permainan dan sebagainya. Setiap tahun diciptakan game-game

baru yang memiliki isi, jenis dan tingkat kesulitan yang lebih darigame-game

tradisional yang sudah ada sebelumnya. Demikian juga dengan penampilan

cerita visual yang ditampilkan game, setiap tahunnya industri video game

selalu berusaha menciptakan produk baru yang lebih kompleks dan lebih

hidup daripadagame-gametradisional.

Karena game dan ceritanya akan selalu berubah, lawan pun sering

berubah, reaksi yang diberikanpun sangat dinamis tergantung dari bagaimana

cara memainkannya. Sisi menarik lainnya adalah gamer (pemain) dapat memilih peran yang akan diaminkannya. Misalnya, pada game olah raga kita

bisa berperan sebagai pelatih atau wasit yang menentukan jalannya

permainan. Menurut Alan Shiu Ho Kwan (dalam Tempo, 2002), setidaknya

ada enam faktor yang melatari seseorang bermain game: adanya tawaran

kebebasan, keberagaman pilihan, daya tarik elemen-elemen game, interface,

tantangan dan aksesibilitasnya.

Di Indonesia sendiri, sejak tahun 2000-an,LAN gamedidominasi oleh

game tembak-menembak, diantaranya Counter Strike (CS) dan game strategi

Warcraft. Game ini masih memiliki keterbatasan dalam jumlah pemain.

Lawan kita dalam game hanya terbatas pada jumlah PC yang terhubung

dalam jaringan lokal tersebut. Jika game tadi ingin lebih dimainkan secara

massal, secara bersamaan dan tanpa mempertimbangkan jarak, maka PC itu

(36)

terhubung atau online dengan internet, maka banyak orang menyebutnya

sebagaionline game.

Internet game atau online game adalah game yang dimainkan secara online melalui internet. Mereka berbeda darivideo gamedanPC gamekarena

keduanya menggunakan platform yang berdiri sendiri atau independen, mengandalkan hanya pada teknologi sisi client (client-side technology atau istilah teknisnya disebut plugin), dimana banyak proses yang dilakukan dari

sisi komputer player, bukannya dari server. Dengan adanya perkembangan

video game atau console diantara pasar orang dewasa, perbedaannya dengan

PC game juga semakin berkurang. Akhir-akhir ini strategy games, role-playing games dan game simulasi, walau tidak sebanyak di PC game, sudah bisa didapatkan divideo game.

Awalnya, jika pemain bermain sendiri di PC atau komputer, yang

menjadi lawan pemain adalah komputer itu sendiri. Tetapi dengan sistem

jaringan (LAN: local area network), pemain bisa melawan orang lain pada komputer yang terpisah, yang lebih dikenal dengan istilahmultiplayer. Untuk dapat memainkannya, kita harus menghubungkan PC atau komputer ke

sekelompok PC lain yang saling terhubung. Multiplayer game ini bisa dimainkan dengan jaringan lokal -tanpa akses internet, tetapi bisa juga dengan

menggunakan akses internet. Multiplayer game yang tidak membutuhkan akses internet disebut juga sebagaiLAN game.

Jenis jenis permainan dalam online game bisa dibagi ke dalam

(37)

Online Role Playing Game (MMORPG), Real Time Strategy (RTS),

Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS), First Person

Shooter (FPS), dan lain-lain (cengkareng info, 2007).

1. MMORPG sistemnya menarik, karena mempunyai sistem profesi dan

bermacam-macam kemampuan khusus (skill). Setiap pemain bisa membuat karakter atau avatar-nya, memodifikasi jenis kelamin, tampilan gaya dan warna rambut, menghasilkan banyak kombinasi ditambah dengan

aksesoris yang bisa dibeli di ‘toko’ dalam permainan hingga menjadikan

tiap pemain menjadi suatu pribadi yang unik.

2. RTS adalah sebuah kategori dari computer game yang menggabungkan

real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Umumnya kita adalah sebagai tokoh utama dalam mengatur

strategi dalam suatu kompetisi atau pertempuran melawan musuh. Setting

dari game ini tidak saja hanya bernuansa kerajaan pada zaman abad

pertengahan dan masa kini, tetapi banyak pula yang ber-setting futuristik dan bernuansa science fiction (sci-fi). Siapa yang paling handal dalam mengatur strategi, dialah pemenangnya. Game yang popular dari jenis ini

adalah WarCraft (1994), Command and Conqueror (1995), Total

Annihilation (1997), StarCraft (1998), SimCity (1999), dan lain-lain.

3. First person shooter(FPS) adalah menampilkan pemain sebagai pemegang senjata dan siap untuk digunakan untuk menembak lawan. Setting gambar di dalam game ini dibuat semirip mungkin dan bisa dilokalisasi menurut

(38)

secara sendiri-sendiri atau juga bisa membentuk tim dalam melawan

musuh. Di Indonesia, contoh yang terkenal dari jenis ini adalah Counter

Strike (CS). Dalam game ini, sistem ranking dan berbelanja perlengkapan

untuk bertempur seperti berbagai jenis senjata dan busana sudah bisa

didapat. Karena nature dari game ini yang mengandalkan skill kecepatan, adrenalin dan ketepatan menembak, anak-anak dan remaja pria sang

menyukainya.

4. Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS) mirip seperti kategori FPS, tapi membutuhkan lebih banyak player bermain

bersamaan di internet dan bisa digunakan untuk menghubungkan

daerah-daerah atau area-area guna menciptakan ‘dunia’ yang lebih besar dimana

ribuan player secara bersama-sama bisa berinteraksi. Karena disebabkan

masalah teknis dan infrastruktur internet serta sangat banyaknya jumlah

pemain yang bermain pada saat bersamaan di internet, menyebabkan

sedikit sekali MMOFPS yang baru dibuat. Contoh game dari MMOFPS ini

adalah World War II Online (2001) dan PlanetSide (2003).

Dari ke empat jenis game yang di jelaskan di atas bisa dilihat bahwa

jenis game yang mengetengahkan kekerasan sebagai kandungan utama

game lebih banyak dari jenis game tanpa kekerasan seperti MMORPG,

yang inti dari permainannya adalah memainkan seseorang dengan profesi

tertentu yang bisa kita modifikasi sesuai keinginan kita sendiri tanpa harus

melakukan kekerasan terhadap tokoh atau karakter lain dalam ceritanya.

(39)

menjadi jenis permainan yang paling popular dan meskipun memiliki ciri

khas tertentu tetapi tetap menampilkan kekerasan sebagai elemen paling

penting dalam permainan tersebut (cengkareng info, 2007).

E. Perilaku Agresif pada Remaja PenggemarVideo Game

Masa remaja merupakan masa ketika seseorang belajar untuk

menemukan dan mempelajari hal-hal yang baru. Pada masa ini remaja banyak

melakukan kegiatan yang memberikan petualangan dan aktivitas yang baru

baginya. Rasa ingin tahu ini membuat remaja terus berusaha mengembangkan

pengetahuannya. Kegemaran atau hobby yang paling diminati remaja adalah

permainan video game, namun remaja cenderung menyaksikan dan memainkan permainan yang sesuai dengan minat yang dimilikinya. Hobby

atau kegemaran adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang

untuk menenangkan pikiran seseorang serta untuk memenuhi keinginan dan

mendapatakan kesenangan (http://id.wikipedia.org/wiki/Hobby, 2010). Orang

yang menggemari sesuatu sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan pada

waktu luang disebut pula sebagai penggemar. Remaja yang senang

menononton video game kekerasan disebut sebagai penggemar video game

kekerasan.

Permainan game yang cukup menantang membuat remaja merasa menemukan petualangan baru yang bisa memenuhi kebutuhannya akan

petualangan dan pengalaman yang baru. Sayangnya remaja selaku konsumen

(40)

dimainkannya, terutama efek negatif dari video game kekerasan. Menurut Faturochman (1989), media massa merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku agresif individu. Media massa yang paling banyak

berpengaruh tentunya media massa bertema kekerasan, seperti video game

kekerasan. Bandura (dalam Koeswara, 1988) menyatakan bahwa munculnya

suatu perilaku salah satunya dihasilkan oleh proses modeling. Menurut teori

belajar sosial, agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi. Jadi,

semakin sering individu menyaksikan adegan-adegan kekerasan dalam video game, maka kemungkinan terjadinya perilaku agresif semakin besar.

Menurut Gage (2001), kekerasan dalam video game dapat disejajarkan dengan kekerasan dalam kehidupan nyata, namun dalam bentuk film/

tayangan visual pada layar televisi yang diciptakan oleh program komputer

dalam video game. Kekerasan dalam video game menggambarkan adegan-adegan kekerasan/ agresi yang dilakukan dalam program komputer seperti

memukul, menendang, membanting, menusuk, menebas, menembak, dan

mengebom. Tayangan visual ini secara tidak langsung akan mempengaruhi

perilaku agresif pada remaja melalui proses imitasi.

Masa remaja sebagaimana digambarkan oleh Hurlock (2002) sebagai

fase dimana remaja sibuk mencari simbol-simbol yang dapat mewakili

identitas dirinya, dengan kata lain, remaja mencari model-model yang dapat

ditiru ke dalam perilakunya. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja untuk

mendapatkan model-model tersebut, salah satu caranya adalah dengan melihat

(41)

yang bertemakan kekerasan, seperti adegan memukul, menendang, dan

menembak lawan.

Bandura (Koeswara, 1988) menyatakan bahwa pengamatan/ observasi

terhadap tingkah laku sebuah model dapat membentuk tingkah laku pada sang

pengamat. Dalam hal ini, tingkah laku kekerasan dilakukan oleh model juga

akan membentuk tingkah laku kekerasan pada sang pengamat. Proses

identifikasi ini terjadi melalui beberapa tahap, salah satunya adalah

dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model yang dilihat. Makin sering remaja

mengkonsumsi video game bertema kekerasan, maka makin besar pula

kecenderungan remaja untuk menampilkan perilaku agresif.

F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan yang diajukan dalam

penelitian ini adalah ”Bagaimana perilaku remaja penggemar video game

(42)

25

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap suatu

objek yang diteliti melalui data sampel dan populasi sebagaimana adanya

dengan melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara

umum (Sugiono, 2000).

Menurut Sumanto (2002) penelitian deskriptif adalah penelitian yang

berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada (bisa

mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh,

proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau

kecenderungan yang sedang berkembang).

Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari analisis skor

jawaban terhadap skala yang diberikan pada subyek penelitian. Skor tersebut

dipakai untuk menggambarkan kecenderungan agresifitas remaja yang sering

(43)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Remaja penggemar video game kekerasan adalah remaja yang

menghabiskan waktu luangnya untuk memainkan video game yang bertema kekerasan.

Perilaku agresif adalah dorongan yang mengarah pada tindakan atau

perbuatan yang ditujukan untuk menyakiti, merusak, melukai, dan

menyebabkan kerugian kepada orang lain atau diri sendiri. Perilaku agresif

dalam penelitian ini diungkap dengan skala perilaku agresif yang disusun

berdasarkan bentuk-bentuk perilaku agresif menurut Buss (dalam Dayakisni

& Hudaniah 2006). Bentuk-bentuk agresif menurut Buss (Dayakisni &

Hudaniah 2006) meliputi: (a) agresi fisik aktif langsung (b) agresi fisik pasif

langsung (c) agresi fisik aktif tidak langsung (d) agresi fisik aktif tidak

langsung (e) agresi verbal aktif langsung (f) agresi verbal pasif langsung (g)

agresi verbal aktif tidak langsung (h) agresi verbal pasif tidak langsung.

C. Subyek Penelitian

Sampel adalah sejumlah individu yang jumlahnya kurang dari jumlah

populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

accidental sampling, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti yang cocok sebagai subyek penelitian. Subyek yang dipilih dalam

penelitian ini adalah: remaja pria berusia 16-19 tahun yang berdomisili di

daerah Babarsari dan Gorongan Yogyakarta dan memilih permainan video

(44)

dipilih sebagai subyek karena sebagian besar pengunjung Gamenet dan

Playstation adalah remaja pria. Sedangkan daerah Babarsari dan Gorongan

dipilih karena pada kedua lokasi tersebut banyak ditemukan gamenet dan

playstation.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian mempunyai tujuan

mengungkap fakta mengenai variable yang diteliti. Data penelitian ini

diungkap dengan menggunakan metode testing. Sedangkan alat ukur untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah Skala Perilaku Agresif yang

disusun dengan menggunakan penskalaan Summated Rating Methods atau yang populer disebut dengan metode Likert. Jenis pernyataan yang disediakan

dalam penelitian ini mempunyai 2 sifat, yaitu pernyataan yang bersifat

favorable adalah pernyataan yang mendukung objek yang ingin diukur dan

pernyataan yang bersifat unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung objek yang diukur. Skoring skala yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Pilihan dan Skoring Jawaban

Nilai

No. Pilihan Jawaban

Favourable Unfavourable

1 Sangat Sesuai (SS) 5 1

2 Sesuai (S) 4 2

3 Cukup Sesuai (CS) 3 3

4 Tidak Sesuai (TS) 2 4

(45)

Skala perilaku agresi pada penelitian ini disusun berdasarkan

bentuk-bentuk agresif menurut Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah 2006).

Bentuk-bentuk agresif antara lain sebagai berikut: (a) agresi fisik aktif langsung (b)

agresi fisik pasif langsung (c) agresi fisik aktif tidak langsung (d) agresi fisik

aktif tidak langsung (e) agresi verbal aktif langsung (f) agresi verbal pasif

langsung (g) agresi verbal aktif tidak langsung (h) agresi verbal pasif tidak

langsung.

Tabel 3.Blue Print danRancangan Skala Perilaku Sebelum Uji coba Nomor Aitem

Jumlah 32 28 60 100

E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilaksanakan pada bulan mei 2009 dengan total

sampel sebanyak 40 orang. Pengambilan sampel tersebut dipilih berdasarkan

ciri-ciri yang sudah ditetapkan yaitu subjek adalah penggemar video game

kekerasan. Subyek yang dipilih adalah penggemar video game yang secara

rutin bermain game baik di komputer maupun pada alat yang lain. Setiap

(46)

1. Validitas

Menurut Hadi (1991), validitas merupakan taraf kecermatan dan

ketepatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain,

sebuah alat ukur akan dikatakan mempunyai validitas bila alat ukur

tersebut mengukur apa yang harus diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan

memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat mengungkapkan

secara jitu gejala yang hendak diukur dan seberapa jauh alat tersebut

memiliki ketelitian dalam memberikan status (Hadi, 1991).

Dalam penelitian ini akan dipakai validitas isi sebagai pengukur

validitas skala. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional

judgment yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Validitas isi

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana item-item tersebut relevan

dengan tujuan pengukuran dan menunjukkan sejauh mana tes tersebut

komprehensif isinya (Azwar, 2001). Validitas isi pada penelitian ini

dilakukan dengan jalan mengkonsultasikan item-item skala dengan orang

dianggap ahli yaitu dosen pembimbing sebagai profesional judgement

untuk memastikan bahwa bahwa item tersebut sudah mencakup

keseluruhan kawasan isi dan obyek yang hendak diukur sehingga tidak

keluar dari indikator-indikator yang telah ditentukan.

2. Analisis Butir

Analisis butir didefinisikan sebagai sejauh mana item mampu

(47)

yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2001). Analisis butir

disebut juga sebagai konsistensi item total karena merupakan indikator

keselarasan atau konsistensi antara fungsi item dengan fungsi skala secara

keseluruhan. Item-item yang dipilih adalah item yang mengukur hal yang

sama dengan apa yang diukur oleh skala secara keseluruhan. Analisis butir

seringkali disebut dengan koefisien korelasi item total (rix). Analisis butir

pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for window

versi 13.00. Untuk mengambil butir-butir yang sahih, peneliti menetapkan

r ≥ 0.30 karena item yang mencapai korelasi minimal 0.30 daya diskriminasinya dianggap memuaskan. Berikut paparan proses analisis

butir skala penelitian ini:

Tabel 4. Distribusi Setelah Uji Coba

Setelah Ujicoba Aspek Perilaku Agresif Item

Gugur Favorable Unfavorable Bobot Langsung 9, 25, 41,

49

Langsung 7, 15, 31, 47

(48)

F. Estimasi Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana konsistensi alat

ukur yang bersangkutan bilamana diterapkan beberapa kali terhadap subyek

yang sama pada kesempatan yang berlainan (Hadi, 1991). Reliabilitas

mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung

makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2001).

Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliablitas (rxx,) yang angkanya

berada pada rentang 0 sampai dengan 1.00. Koefisien reliabilitas yang

mendekati 1.00 akan menghasilkan reliabilitas yang tinggi. Semakin tinggi

koefisien reliabilitas yang diperoleh, semakin tinggi tingkat hasil

pengukuran alat tersebut bagi kelompok subyek yang diteliti (Azwar, 1996).

Menurut Arikunto (2006) untuk menguji tepat atau tidaknya koefisien

reliabilitas tersebut maka harga koefisien reliabilitas yang diperoleh atau r

hitung dikonsultasikan dengan kriteria berikut:

Tabel 5. Kategori Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Kategori

0,800 - 1,000 Sangat Tinggi

0,600 - 0,799 Tinggi

0,400 - 0,599 Sedang

0,200 - 0,399 Rendah

0,000 - 0,199 Sangat Rendah

Reliabilitas skala pada penelitian ini menggunakan teknik Alpa

Cronbach dari program SPSS versi 13.00. dan hasilnya bisa kita liat liat

(49)

Tabel 6. Hasil Estimasi Reliabilitas Skala Kecenderungan Agresi

Variabel α Keterangan Kategori

Kecenderungan agresi pada

remaja penggemar video

game

0,918 > 0,80 s/d 1,00 Sangat Reliabel

Berdasarkan hasil estimasi reliabilitas dengan teknik alpha Cronbach skala

ini dapat kita nyatakan sangat reliable dan dapat di percaya.

G. Analisis data

Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mengolah data hasil

penelitian yang masih berupa data kasar menjadi data yang lebih mudah

dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui

tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, pengukuran mean dan

(50)

33

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Babarsari dan Gorongan

Yogyakarta. Dalam kedua lokasi tersebut terdapat banyak gamenet dan

playstation yang memudahkan bagi remaja untuk mengakses berbagai jenis

video gameyang menjadi kegemaran mereka termasukvideo gamekekerasan yang akhir-akhir ini banyak digemari remaja karena daya tarik dari video

game tersebut yang menantang sekaligus menghibur. Selain itu, harga sewa gamenet dan playstation di wilayah Babarsari dan Gorongan Yogyakarta juga

cukup terjangkau, yakni rata-rata Rp. 3000,00 per jam. Hal inilah yang

membuat remaja semakin mudah untuk menikmati kegemaran mereka

bermainvideo gametermasukvideo gamekekerasan.

B. Prosedur Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian yang sesungguhnya, peneliti telah

mengadakan observasi di beberapa lokasi di wilayah Yogyakarta. Daerah

Babarsari dan Gorongan Yogyakarta akhirnya dipilih sebagai lokasi

penelitian karena ditempat ini fasilitas gamenet dan playstation cukup

menjamur. Mayoritas pengunjungnya adalah para pelajar dan para

mahasiswa. Selanjutnya peneliti melakukan observasi ke beberapa gamenet

(51)

kepada pengelola gamenet dan playstation untuk mengadakan penelitian ini.

Baru kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan menyerahkan

angket untuk diisi kepada pengunjung gamenet dan video game yang berusia

16-19 tahun.

C. Hasil Penelitian

1. Data Deskripsi Subjek

a. Umur Responden

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Umur Responden

No. Umur Frekuensi Persentase

1. 16-17 tahun 36 59,0%

2 18-19 tahun 25 41,0%

Jumlah 61 100%

Tabel tersebut menunjukkan umur responden paling banyak

berumur 16-17 tahun, yaitu sebanyak 36 orang (59,0%), sedangkan

yang paling sedikit berumur 18-19 tahun tahun, yaitu sebanyak 25

orang (41,0%).

b. Frekuensi Bermain Game

Tabel 8. Distribusi Frekuensi BermainGame

No. Frekuensi BermainGame Frekuensi Persentase

1. 0-1 kali/minggu 4 6,6%

2. 2-3 kali/minggu 23 37,7%

3. 4-5 kali/minggu 18 29,5%

4. 6-7 kali/minggu 16 26,2%

(52)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden,

yaitu sebanyak 23 orang (37,7%) bermaingamedengan frekuensi 2-3

kali seminggu, sedangkan responden yang bermain game dengan frekuensi 0-1 kali seminggu berjumlah paling sedikit, yaitu sebanyak

4 orang (6,6%).

c. Gameyang Paling Sering Dimainkan

Tabel 9. Distribusi FrekuensiGameyang Paling Sering Dimainkan Responden

No. Gameyang Paling Sering Dimainkan

Frekuensi Persentase

1. GTA 9 14,8%

2. Vice City 6 9,8%

3. Samurai Warrior 9 14,8%

4. Dinasty Warrior 10 16,4%

5. War Craft 7 11,5%

6. Conqueror 3 4,9%

7. Star Craft 4 6,6%

8. Sim City 8 13,1%

9. World War II Online 2 3,3%

10. Planet Side 3 4,9%

Total 61 100%

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden,

yaitu sebanyak 10 orang (16,4%) paling sering bermaingameDinasty

Warrior, sedangkan responden paling sedikit, yaitu sebanyak 2 orang

(3,3%), paling sering bermaingameWorld War II Online.

2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi data penelitian yang menggambarkan tanggapan 61

orang remaja pria berusia 16-19 tahun menyukai permainan video game

(53)

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian

Variabel Min Max Mean SD

Perilaku Agresif 60 153 107,82 22,24

Berdasarkan hasil analisis deskriptif data penelitian untuk data

perilaku agresif remaja yang menyukai permainan video gamekekerasan

diperoleh nilai maksimum sebesar 153, nilai minimum sebesar 60, nilai

mean sebesar 107,82 dan standar deviasi sebesar 22,24. Selanjutnya

dilakukan perbandingan antara mean empiris dengan mean teoritis pada

skala perilaku agresif untuk mengetahui tanggapan subjek penelitian

terhadap variabel penelitian. Perbandingan mean teoritis dengan mean

empiris dan standar deviasi teoritis dengan standar deviasi empiris dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11. Tabel Mean dan Standar Deviasi

Variabel Mean

Perilaku Agresif 126 107,82 28 22,24

Mean teoritis adalah rata-rata skor ideal hasil penelitian, sedangkan

mean empiris merupakan hasil rata-rata skor data penelitian. Hasil analisis

terhadap variabel perilaku agresif remaja yang menyukai permainanvideo

game kekerasan diperoleh nilai mean teoritis sebesar 126 dan nilai mean empiris sebesar 107,82. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perilaku

(54)

3. Kategorisasi Skala

Tujuan kategorisasi adalah untuk menempatkan individu ke dalam

kelompok-kelompok yang terpisah secara jenjang menurut kontinum yang

berdasar atribut yang diukur. Kontinum jenjang yang digunakan adalah

dari sangat kurang ke sangat baik (Azwar, 1999).

Tabel 12. Kategorisasi Skala Perilaku Agresif

Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase

x≥148 Sangat Tinggi 0 0%

123≤X < 188 Tinggi 3 4,9%

99≤X < 123 Sedang 24 39,3%

74≤X < 99 Rendah 28 45,9%

X < 74 Sangat Rendah 6 9,8%

Total 61 100%

Berdasarkan tabel tersebut responden terbanyak adalah responden

dengan tingkat perilaku agresif rendah yaitu sebanyak 28 orang (45,9%),

sedangkan responden paling sedikit adalah responden dengan perilaku agresif

tinggi, yakni sebanyak 3 orang (4,9%). Berdasarkan analisis ini maka dapat

dinyatakan bahwa perilaku agresif remaja yang menyukai permainan video

gamekekerasan adalah rendah.

D. Pembahasan

Dari hasil analisis data penelitian diketahui bahwa variabel perilaku

agresif remaja yang menyukai permainan video game kekerasan diperoleh nilai mean teoritis sebesar 126 dan nilai mean empiris sebesar 107,82. Hasil

ini menunjukkan bahwa tingkat perilaku agresif remaja yang menyukai

(55)

Salah satu faktor yang mempengaruhi agresi sebagaimana

diungkapkan oleh Faturochman (1989) adalah media massa.. Media massa

sebagai media informasi dan hiburan menjadi media yang paling sering dan

mudah di akses remaja. Dari media massa remaja bisa melakukan proses

imitasi atau meniru perilaku yang di tampilkan model atau tokoh yang

menjadi idolanya. Namun remaja yang menjadi responden dalam penelitian

ini tidak melakukan proses imitasi dan modeling sebagaimana yang

diterangkan Bandura dalam teori belajar sosial (dalam Koeswara, 1988). Hal

ini bisa saja di pengaruhi karakteristik tokoh dalam game yang berbeda

dengan karakteristik remaja penggemar video game kekerasan. Misalnya usia

atau pekerjaan tokoh yang berbeda dengan usia dan pekerjaan remaja pemain

video game. Hal lain yang mungkin berpengaruh adalah situasi dalam

permainan yang berbeda dengan situasi real pemain video game. Misalnya

situasi di lingkungan remaja yang relatif lebih tenang daripada situasi yang

dialami tokoh dalam game yang kacau , bising bahkan hancur karena perang

dan sebagainya.

Faktor lain yang berperan adalah isyarat agresi, yakni stimulus yang

diasosiasikan dengan sumber frustrasi yang menyebabkan agresi, bentuknya

bisa berupa senjata tajam atau orang yang menyebabkan frustrasi.Video game

dengan atau tanpa kekerasan sebetulnya adalah ”hiburan” (Echols, 1992),

artinya isyarat yang muncul dari video game dengan kekerasan sekalipun sebetulnya hanyalah sebuah hiburan, bukan sebagai stimulus yang

(56)

Responden dalam penelitian ini adalah remaja pria berusia 16-19

ketika mereka telah mengalami kematangan kognitif, yaitu interaksi dari

struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas

untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak (Piaget

dalam Papalia & Olds, 2001). Dengan mencapai tahap operasi formal remaja

dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu

menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal, termasuk

perilaku agresif yang ditampilkan dalam video game. Remaja telah mampu memahami bahwa bentuk agresifitas yang ditampilkan dalam video game

bukanlah suatu perilaku yang baik untuk ditiru.

Remaja sebagaimana diungkapkan oleh Pikunas (1976) telah memiliki

dorongan untuk memperoleh pengalaman baru, menyelidiki hal-hal baru,

perasaan ingin tahu yang besar. Menurut Alan Shiu Ho Kwan (dalam Tempo,

2002) salah satu faktor yang melatari seseorang bermain game adalah

tantangan. Jadi dengan bermain game seorang remaja dapat menghabiskan waktu luang sekaligus memperoleh pengalaman baru ketika mereka mencoba

berbagai jenis game. Dan ketika si remaja mencoba jenis game baru remaja

(57)

40 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,

maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas remaja penggemar video game

kekerasan sebagian besar menunjukkan perilaku agresif pada taraf rendah,

hanya sebagian kecil saja dari remaja penggemar video gamekekerasan yang menunjukkan perilaku agresif pada taraf tinggi. Hal ini menunjukan bahwa

dalam penelitian ini tidak terjadi proses imitasi dan modeling yang

disebabkan model dan situasi yang ada dalam permainan tidak sama dengan

model dan situasi remaja yang bermainvideo gamejenis kekerasan.

B. Saran

1. Bagi remaja dan orang tua

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi

kebiasaan bermain game mereka. Meski hasil penelitian ini menunjukan

tingkat agresif yang rendah namun adanya tingkat agresif yang tinggi

harus juga di perhatikan. Peran orang tua sebagai pengawas anak sangat di

perlukan.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran untuk

(58)

41

dalam mendeskripsikan perilaku agresif remaja, misalnya dengan metode

pengumpulan data yang lebih mendalam seperti dengan mewawancarai

orang tua dan guru. Sehingga perilaku agresif remaja dapat digali secara

(59)

41 Aksara.

Azwar, S. (1996).Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. (2001).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Baron, R.A.,& Byrne,D. (1994). Social Psychology Seventh Edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Berkowitz, L.1995. Agresi, Sebab dan Akibatnya. Jakarta: PT Pustaka Binaman.

Cengkareng Info. (2007). Mari Membahas Game.

http://www.cengkareng.info/hobi-dan-komunitas/42/88.html. (diakses pada tanggal 10 Juni 2008).

Daradjat,Z.1983. Kesehatan Mental. Cetakan ke- 10. Jakarta: Gunung Mulia.

Dayakisni, T. dan Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Malang: Universitas Muhamadiah Malang.

Echols, J.M. dan Shadily, H. (1992). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Faturochman. 1989. Psikologi Sosial 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Gagne, K.A. (2001). Moral Panic over Youth Culture and Video Games. www.yahoo.com (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

Hadi, S. (1991). Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes, dan Skala Nilai dengan Basic.Yogyakarta: Andi Offset.

http://arahbalik.blogspot.com/2008/06/fenomena-geng-neroperilaku-bullying.html (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

http://berita.liputan6.com/daerah/201002/264576/Rel.Kereta.Api.Jadi.Tempat.Ta wuran.Pelajar (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

http://id.wikipedia.org/wiki/Hobby (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

(60)

http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscatvideo/metropolitan/2010/01 /21/98193/Tawuran-Pelajar-Kembali-Pecah-di-Latumenten (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

http://netsains.com/2009/06/video-game-full-kekerasan-pemicu-agresivitas/ (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/08/07/1/134789/lihat

perkelahian-pelajar-smu-kena-tusuk (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

http://www.poskota.co.id/bodetabek-plus/bogor-bodetabek-plus/2010/01/29/tawuran-pelajar-di-cianjur-3-dirawat (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).

Hurlock E.B.(2002).Adolescent Development Fourth Edition. Tokyo:McGraw Hill Book Company,inc.

Jayanti, Rika V C.(2002). Agresivitas Remaja Penggemar Permainan Play Station Jenis Violence. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id= Jiptumm-gdl-s1-2002-rika-5788-agresivita&q=Rumah. (diakses pada tanggal 7 Maret 2008)

Jersild, Arthur T. 1965. The Psychology of Adolescence. New York: The Macmillan Company.

Koeswara, E. (1988).Agresi Manusia. Cetakan Pertama. Bandung: PT Eresco.

Krahe, B. (2005).Buku Panduan Psikologi Sosial: Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (2020).Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mu’tadin, Z. (2002). Faktor Penyebab Perilaku Agresi. Edisi 10 juni. www.e-psikologi.com/remaja/. Jakarta: 9 September 2007.

Nuryoto, S., (1995). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Fakultas. Psikologi UGM.

(61)

Pikunas, J. (1976). Human Development: an Emergent Science. Third Edition. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.

Santrock, J.W. (2001).Adolescence. (8th ed.). North America: McGraw-Hill. Stewart & Koch. (1983). Chidren Development Throught Adolescence. Canada:

John Wiley and Sons.

Sugiyono. (2000).Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sumanto. (2002). Pembahasan Terpadu: Statistika dan Metodologi Riset. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.

Sutton-Smith, B. (1991). Groiller Academic Encyclopedia, Vol 9. London: Groiller Institute.

Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tambunan, R.(2001), Perkelahian Pelajar, dalam http://e-psikologi.com, diakses pada 27 Maret 2010.

Tempo. (2002).Game Online dan Magnet Multikultural.(e-culture).

(62)
(63)

45 IDENTITAS

Usia : ...

Frequensi bermain game : ...hari/minggu

Game yang paling sering dimainkan : 1. ...

2. ...

3. ...

PETUNJUK PENGERJAAN

Bacalah pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan seksama, kemudian

berilah respon terhadap pernyataan- pernyataan tersebut dengan memberi tanda

silang ( x ) pada pilihan yang paling sesuai dengan keadaan teman-teman.

Apabila terjadi kesalahan dalam memilih, lingkarilah tanda silang tersebut

kemudian pilihlah jawaban baru yang paling sesuai dengan pendapat, perasaan,

dan keadaan diri teman-teman.

Usahakan semua nomer telah teman-teman isi dan jangan sampai ada nomor

yang terlewati.

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

CS : Cukup Sesuai

TS : Tidak sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Gambar

Tabel 1. Variasi Agresi Manusia Menurut Buss(dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006)
Tabel 2. Pilihan dan Skoring Jawaban
Tabel 3. Blue Print dan Rancangan Skala Perilaku Sebelum Uji coba
Tabel 4. Distribusi Setelah Uji Coba
+6

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, dalam membina hubungan dengan pihak lain, kita betul-betul harus memahami bahwa mereka berbeda bukan berarti tidak bisa bekerjasama.. Kita menghargai

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui seberapa efektif akun twitter @ikomUMM dalam memberikan informasi bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, dengan judul

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik. Universitas

Uji hipotesis untuk rasio TDTA dan ROI yang menggunakan uji Independent Sample t-Test menunjukkan kinerja keuangan perusahaan asuransi dan lembaga pembiayaan tidak

Uji hipotesis untuk rasio TDTA dan ROI yang menggunakan uji Independent Sample t-Test menunjukkan kinerja keuangan perusahaan asuransi dan lembaga pembiayaan tidak

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Ferifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada

1.Ketepatan pengambilan ukuran 2.Ketepatan pembuatan pola dasar … lainnya. Mengambil ukuran 2.Membuat pola dasar

Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Keown (2011) yang menyatakan bahwa seseorang yang tinggal sendiri cenderung memiliki tingkat literasi keuangan pribadi yang