SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Emiliana Inayat Laswi
NIM: 029114142
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Segala perkara dapat ku tanggung dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku
(Filipi 4:13)
Aku tidak dapat melakukan segala sesuatu tapi aku dapat melakukan
sesuatu.. Dan apa yang aku dapat lakukan, dengan anugerah Tuhan akan
aku lakukan..
v
Skripsi ini kupersembahkan untuk Keluargaku terkasih:
Papa & Mama
Adik-adikku: Naga, Dji, Cyta, Anyo, Pitik n Ila
Manusia-manusia hebat yang selalu setia menemani, berkorban dan ikut tegar mendampingi perjalananku yang panjang....
DonQ’ku tercinta: Martinus Sugondo Tanu
vii ABSTRAK
Fenomena agresi telah berkembang dan menjadi masalah umum pada remaja yang berupa kenakalan remaja. Hampir setiap hari media massa menyajikan berita-berita tentang kenakalan remaja, terutama di kota-kota besar. Jogjakarta yang dikenal sebagai kota pelajar ternyata juga tidak lepas dari kasus perilaku agresif pada remaja. Timbulnya perilaku agresi pada remaja merupakan hasil interaksi atau saling berhubungan antara berbagai macam faktor, salah satunya kekerasan yang terkandung di dalam media massa. Salah satu jenis media massa yang diduga dapat memicu perilaku agresif pada remaja adalah video game yang menayangkan tentang kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku agresi pada remaja penggemar video game jenis kekerasan. Penelitian dilakukan terhadap 61 orang remaja pria berusia 16 sampai 19 tahun yang menggemari video game jenis kekerasan. Subyek dipilih dengan metode Accidental Sampling. Pengumpulan data menggunakan Skala Perilaku Agresif yang disusun dengan metode Likert. Reliabilitas alat ukur pada penelitian ini adalah sebesar 0,918 yang berarti alat ukur pada penelitian ini sangat reliabel dan dapat dipercaya. Pada saat tryout dari 60 butir item yang disajikan 18 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi item kurang dari 0.30.Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Deskripsi data penelitian menggambarkan mean empiris sebesar 107,82 sedangkan mean teoritis sebesar 126 dan standar deviasi empiris sebesar 22,24 sedangkan standar deviasi teoritis sebesar 28. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif remaja penggemar video game kekerasan adalah rendah. Situasi dan model yang tidak sama antara tokoh pada game dan remaja penggemar video game kekerasan menyebabkan tidak terjadi proses imitasi dan modelling pada remaja terhadap tokoh pada video game.
viii
Emiliana Inayat Laswi
ABSTRACT
The phenomena of aggression has grown and become a common problem in adolescents in the form of juvenile delinquency. Almost every day the media presents news about juvenile delinquency, especially in big cities. Yogyakarta, known as a city of students was also not separated from cases of aggressive behavior in adolescents. The emergence of aggressive behavior in adolescents is a result of interaction or inter-relation between various factors. One of them is violence in mass media. One type of mass media that allegedly could trigger aggressive behavior in adolescents is video game that shows violence. This study aimed to describe the behavior of aggression in adolescent fans of violent video games. Research conducted on 61 male adolescents aged 16 to 19 years who enjoyed video games kind of violence. The subjects chose by Accidental Sampling Method. The data collected using the Aggressive Behavior Scale developed by Likert method. The reliability of the measurement instrument was 0,918, which means that this measurement instrument is reliable and can be trusted. The data obtained were processed using descriptive statistical methods. At the tryout from 60 items presented 18 items was declared to fall because the items coefficient correlation less than 0.30. The research data describing empirical mean was 107,82 while theoretical mean was 126 and empirical standard deviation was 22,24 while theoretical standard deviation was 28. Based on the result and discussion in this study, it can be concluded that the aggressive behaviors in violence video game fan is low. Unequal situation and model between figure and violence video game fan adolescent cause imitation and modeling process didn’t happen in adolescent towards figure in video game.
x
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih,
hikmat, dan kekuatan-Nya bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. M. M. Nimas Eki S. S.Psi, Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik,
kata terimakasih saja mungkin tak akan pernah cukup.
3. Sylvia Carolina M.Y.M M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma atas segala bantuan dan masukan yang juga membuat penulis
akhirnya dapat menyelesaikan semuanya.
4. Agung Santoso, S.Psi., M.A. dan P. Henrietta PDADS, S.Psi., M.Si. penguji
skripsi yang telah memberi masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.
5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
6. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, Mas
Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan untuk kelancaran
xi
perjalanan panjang studi dan penyelesaian skripsi penulis. K’Dedy dan
K’Nova, atas semangat dan bantuan yang tak habis-habisnya.
8. Martinus Sugondo Tanu, DonQ’ku. Atas waktu, kesabaran, semangat,
pinjaman bahu yang membuat aku tetap mampu bertahan selama ini. Mama
Fin, Bapa Jhon, Mega, Peik, Erik. Untuk doa-doa dan semangatnya.
9. Sahabat-sahabatku Marno, Njiak, Ali, Noya, Sumar untuk semangat, sindiran
dan bahkan umpatan yang membuat penulis tetap ingat untuk berusaha
menyelesaikan studi. Martha, Bang Sadegh dan Bang Epeng, orang-orang
yang ada di awal perjuangan namun tak bisa ikut berbagi di akhir. Dimanapun
kalian bertiga sekarang kalian akan selalu ada di hati. Terima kasih untuk
semuanya.
10. Apet, Wei, Aldo Cs, Icen, Embik, Teddy Cs, untuk bantuannya selama
penulis menyebarkan skala. Tanpa kalian mungkin sampai sekarang tak ada
data yang terkumpul.
11. Teman-teman kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, Onal, Dee, E-Unt,
Hani, Sharu, Shani, Nining, May, dan teman-teman yang tak tersebut
namanya, semoga waktu yang kita habiskan bersama dapat menjadi kenangan
indah sampai hari tua kita.
12. Warga Tasura 8b: Bela, Lia, Eme, Arum, Ze, Dewi. Terimakasih banyak atas
xii
membantu baik langsung maupun tidak langsung, tanpa bantuan kalian
skripsi ini tidak akan terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.
Yogyakarta, Maret 2010
xiii
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
xiv
A. Perilaku Agresif ... 7
1. Pengertian Perilaku Agresif ... 7
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ... .8
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif... 11
B. Karakteristik Remaja ... 13
C. Video Game ... 17
D. Perilaku Agresif pada Remaja Penggemar Video Game... 22
E. Pertanyaan Penelitian ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 25
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26
C. Subyek Penelitian ... 26
D. Metode Pengumpulan Data ... 27
E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ... 28
F. Estimasi Reliabilitas Alat Ukur ... 31
G. Analisis Data ... 32
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian ... 33
B. Prosedur Penelitian ... 33
C. Hasil Penelitian ... 34
xv
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
xvi
Halaman
Tabel 1. Variasi Agresi Manusia Menurut Buss (dalam Dayakisni &
Hudaniah, 2006)... 13
Tabel 2. Pilihan dan Skoring Jawaban ... 27
Tabel 3. Blue Print dan Rancangan Skala Perilaku Sebelum Uji Coba ... 28
Tabel 4. Distribusi Setelah Uji Coba ... 30
Tabel 5. Kategorisasi Koefisien Reliabilitas... 31
Tabel 6. Hasil Estimasi Reliabilitas Skala Kecenderungan Agresi... 32
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 34
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Bermain Game... 34
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Game yang Paling Sering Dimainkan Responden... 35
Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian... 36
Tabel 11. Tabel Mean dan Standar Deviasi ... 36
xvii
Lampiran 1. Skala Perilaku Agresif ... 45
Lampiran 2. Analisis Butir Skala Perilaku Agresif ... 48
Lampiran 3. Reliabilitas Skala Perilaku Agresif ... 49
Lampiran 4. Hasil Uji Deskriptif ... 50
Lampiran 5. Kategorisasi Skala ... 52
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena agresi telah berkembang dan menjadi masalah umum pada
remaja yang berupa kenakalan remaja. Hampir setiap hari media massa
menyajikan berita-berita tentang kenakalan remaja, terutama di kota-kota
besar. Perbuatan-perbuatan tersebut tidak hanya merugikan pelakunya tetapi
juga merugikan orang lain baik harta maupun jiwa, dan meresahkan serta
mengancam ketentraman masyarakat. Sementara itu, Tambunan (2001)
menjelaskan bahwa keterlibatan remaja khususnya pelajar dalam tindak
kekerasan menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan. Sebagai gambaran,
pada tahun 2008 silam masyarakat dikejutkan dengan berita aksi kekerasan
yang dilakukan skelompok kumpulan remaja di Pati, Jawa Tengah. Uniknya
para pelaku yang menyebut kelompoknya dengan nama Geng Nero ini
beranggotakan perempuan (http://arahbalik.blogspot.com, 2010). Pada tahun
yang sama, tepatnya bulan Agustus 2008, seorang pelajar SMU di Palembang
mengalami penusukan ketika mencoba melerai perkelahian temannya
(http://news.okezone.com, 2010).
Selanjutnya, pada tahun 2009 yang lalu masyakat juga kembali
dikejutkan dengan beredarnya video kekerasan berisi perkelahian siswa
sekolah menengah umum beredar di Gorontalo. Perkelahian diketahui
Gorontalo (http://infotekkom.wordpress.com, 2010). Pada akhir Januari 2010
silam, di Cianjur juga terjadi tawuran antar pelajar yang mengakibatkan tiga
pelajar mengalami luka yang cukup serius (http://www.poskota.co.id, 2010).
Pada bulan yang sama, tawuran antara dua kelompok pelajar juga terjadi di
Jakarta. Dalam tawuran, seorang pelajar jadi bulan-bulanan kubu lawan
karena tertangkap hendak melarikan diri (http://metrotvnews.com, 2010).
Tawuran antarpelajar SMP juga kembali terjadi pada bulan Februari 2010
lalu. Kali ini tawuran terjadi di daerah Lenteng Agung Jakarta Selatan. Kedua
sekolah terlibat saling serang menggunakan senjata tajam dan batu di
sepanjang jalur rel kereta api, dan gardu Lenteng Agung
(http://berita.liputan6.com, 2010).
Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar ternyata juga tidak lepas
dari kasus perilaku agresif pada remaja. Sebagai gambaran, Kapolda dan
Kaditserse Polda melaporkan bahwa selama tahun 2005 saja di Yogyakarta
terdapat 350 pelaku kejahatan yang diamankan, 95 diantaranya berstatus
mahasiswa, 41 pelajar, 22 karyawan, dan sisanya penggangguran, preman,
dan mereka yang “berprofesi” sebagai pembuat rusuh. Data tersebut
menunjukkan bahwa hampir 40 persen dari pelaku kejahatan kekerasan
adalah mahasiswa dan pelajar yang berusia muda.
(www.jogyes.blogspot.com. 2010).
Pada suatu masyarakat, perilaku kekerasan atau perilaku agresif
adalah perilaku yang tidak disukai dan cenderung untuk dihindari. Hal ini
berinteraksi sosial. Agresi menurut Sears (dalam Stewart dan Koch, 1983)
adalah dorongan untuk melakukan perbuatan yang mengandung bahaya,
menyakiti, melukai, ataupun merugikan orang lain dan diri sendiri. Baron dan
Byrne (1994) mengemukakan bahwa perilaku agresi adalah perilaku yang
bertujuan melukai perasaan atau menyakiti, jadi agresi merupakan tingkah
laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain
yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Timbulnya perilaku agresi pada remaja merupakan hasil interaksi atau
saling berhubungan antara berbagai macam faktor. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Berkowitz (1995) bahwa agresi dapat
dipengaruh oleh berbagai faktor antara lain faktor lingkungan, baik
lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolahnya serta faktor
kepribadian dari individu itu sendiri. Faktor lain yang juga dapat memicu
perilaku ageresif pada remaja adalah kekerasan yang terkandung di dalam
media massa (Baron and Byrne, 1994). Salah satu jenis media massa yang
diduga dapat memicu perilaku agresif pada remaja adalah video game yang menayangkan tentang kekerasan.
Adalah penting untuk disadari, bahwa video game kekerasan memang
tidak secara instan mengakibatkan perilaku agresivitas pada remaja. Akan
tetapi, video game jenis kekerasan dapat memberikan stimulus ataupun ide bagi remaja untuk balas dendam terhadap musuh, untuk mempraktekkan cara
agresif untuk merespon konflik dan melakukan agresi. Bandura (Koeswara,
sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang
ditampilkan oleh individu-individu yang menjadi model. Munculnya suatu
perilaku salah satunya dihasilkan oleh proses modeling dimana agresi dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi termasuk belajar dari video game.
Semakin sering individu belajar tentang kekerasan melalui video game, maka kemungkinan individu untuk melakukan perilaku agresi pun semakin besar.
Sebagaimana diungkapkan oleh Davidoff (Mu’tadin, 2002), menyaksikan
perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan
rangsangan yang memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.
Sebuah penelitian deskriptif yang dilakukan di Malang oleh Jayanti
pada tahun 2002 menunjukan bahwa agresifitas yang dilakukan remaja
penggemar playstation dengan jenis violence ( kekerasan ) cukup beragam
dan memiliki perbedaan antara subyek yang satu dengan yang lainnya. Sifat
agresi yang sering muncul adalah jenis-jenis agresi fisik langsung dan tak
langsung serta agresi verbal langsung dan tak langsung ( Jayanti, 2002).
Namun dalam penelitian tersebut tidak menunjukan seberapa tinggi
sebenarnya tingkat agresifitas remaja penggemarvideo gametersebut.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik lebih jauh untuk melihat
bagaimana sebetulnya perilaku agresif pada remaja penggemar video game
kekerasan dengan melibatkan remaja di Yogjakarta sebagai responden.
Yogjakarta dipilih sebagai lokasi penelitian, karena sebagai kota pelajar
Yogjakarta pun ternyata tidak terhindar dari tindakan agresi yang dilakukan
kekerasan sudah banyak beredar di Yogjakarta. Para remaja yang
menggemari video game jenis kekerasan dapat menikmati jenis tayangan ini
baik lewat rental yang menyewakan CD game tersebut ataupun menikmatinya
di rental Play Station dan gamenet yang menjamur di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan yang diajukan adalah: ”Bagaimanakah tingkat perilaku agresi
pada remaja penggemar video game jenis kekerasan?”.
C. Tujuan Penelitian
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini untuk
mengetahui bagaimanakah tingkat perilaku agresi pada remaja penggemar
video gamejenis kekerasan.
D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah wacana dalam ilmu
psikologi, khususnya pada bidang Psikologi Perkembangan dan
Psikologi Sosial sebagai sumber informasi tentang perilaku agresif
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua,
ataupun masyarakat sebagai sumber informasi dan sebagai bahan
refleksi tentang tingkat perilaku pada remaja penggemar video game
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Agresif
1. Pengertian Perilaku Agresif
Secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang
dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau
bahkan pada diri sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua mahluk
vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangatlah
kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik
(Sarason dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006).
Sehubungan dengan masalah agresi ini Sears (dalam Steward dan
Koch, 1983) berpendapat bahwa perilaku agresi merupakan dorongan yang
maladaptif. Agresifitas pada dasarnya merupakan dorongan yang
bermaksud untuk melukai, menyakiti atau merugikan orang lain. Menurut
Baron (dalam Koeswara, 1988) agresi biasanya melibatkan tiga
komponen, yaitu: maksud untuk merugikan, tindakan yang merugikan dan
diarahkan pada orang lain.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku
agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti, merusak, melukai
dan menyebabkan kerugian kepada orang lain atau diri sendiri. Perilaku
tersebut melibatkan tiga komponen, yaitu: maksud untuk merugikan orang
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif
Menurut Faturochman (1989), banyak faktor yang mempengaruhi
agresifitas, diantaranya :
a. Provokasi
Seringkali agresi muncul sebagai agresi untuk membalas agresi
(counter-aggression). Sebagaimana dikemukakan pada definisi agresi diatas, dengan berperilaku agresi orang atau korban berusaha untuk
menghindar. Bentuk dari penghindaran ini tidak hanya sekedar
menghindar, tetapi ada pula yang dilakukan dengan cara perlawanan.
Dalam menghadapi provokasi yang mengancam, para pelaku agresi
agaknya cenderung berpegang pada prinsip bahwa daripada diserang
lebih baik lebih dahulu menyerang.
b. Kondisi Agresi
Kondisi agresi adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang
merupakan salah satu faktor penyebab agresi. Alasannya adalah dengan
adanya keadaan yang kurang menyenangkan, orang akan mencoba untuk
membuat keseimbangan dengan jalan antara lain berusaha menghindar,
mengurangi atau mengubah situasi tersebut. Apabila situasi yang tidak
menyenangkan tersebut adalah mahluk hidup atau manusia, maka akan
timbul agresi pada orang menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan
c. Isyarat Agresi
Isyarat agresi adalah stimulus yang diasosiasikan dengan sumber
frustrasi yang menyebabkan garesi, bentuknya bisa berupa senjata tajam
atau orang yang menyebabkan frustrasi. Pada prinsipnya konsep ini
menerangkan bahwa kehadiran senjata tertentu sering menjadi pemicu
timbulnya agresi, sebagai contoh ketika seseorang sedang memegang
pistol atau pedang akan cenderung lebih cepat untuk menjadi agresif.
d. Kehadiran Orang Lain
Kehadiran orang lain terutama yang mempunyai kecenderungan
agresif, potensial untuk menumbuhkan agresi. Diasumsikan kehadiran
orang lain itu akan membuat individu terlibat dalam agresi, dilain pihak
kehadiran orang lain juga bisa menghambat timbulnya agresi terutama
orang yang mempunyai otonomi, seperti halnya penegak hukum.
e. Alcohol dan Obat-obatan Terlarang
Kriminalitas selalu akrab dengan alcohol dan obat-obatan
terlarang, demikian juga dengan agresifitas. Menurut Phil dan Ross
(dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006), mengkonsumsi alcohol dengan
dosis tinggi meningkatkan respon agresi ketika seorang terprovokasi.
f. Media Massa
Media massa merupakan media informasi dan hiburan. Salah
satunya adalah video game. Jenis media ini merupakan media yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, karena popular orang
permainan tersebut. Penggemar video game juga berasal dari berbagai tingkatan usia, baik itu anak-anak, remaja bahkan dewasa. Sehingga
sering pula timbul masalah seperti daya tiru atau imitasi yang pada
akhirnya akan memperbesar potensi terjadinya kekerasan.
Hal ini senada dengan Teori belajar sosial Bandura (dalam
Koeswara,1988) yang menekankan kondisi lingkungan yang membuat
seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif.
Munculnya suatu perilaku dihasilkan oleh dua mekanisme utama yaitu
conditioning atau pembiasaan merespon dan proses imitasi atau
modelling(dalam Syah, 2003).
Proses conditioning terjadi apabila seorang individu melakukan tindakan agresif kemudian diberi reinforcement positif atau reward maka
individu akan menunjukan perilaku yang sama dikemudian hari. Semakin
sering penguatan diperoleh maka kemungkinan hal tersebut terjadi
semakin besar.
Proses modelling terjadi karena sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi)
atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu yang menjadi
model.
g. Karakteristik individu
Fenomena yang sering terlihat adalah stimulasi dari beberapa faktor
memunculkan agresinya. Karakteristik individu tersebut antara lain jenis
kelamin dan kondisi fisik individu.
B. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif
Perwujudan dari perilaku agresif tentu banyak macamnya. Seperti
yang dikemukakan oleh Jersild (1965) bahwa perilaku agresi mempunyai
dua bentuk (1) perilaku agresi terbuka yaitu bentuk perilaku agresi yang
tampak dan dapat dinilai serta dapat dicermati (2) perilaku agresi
tersembunyi yaitu perilaku agresi yang tidak tampak dan muncul dalam
wujud perilaku yang lain.
Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah,2006) mengelompokan agresi
kedalam delapan kategori kategori, yaitu:
a. Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik
secara langsung seperti memukul, mendorong, menembak, dll.
b. Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok
lain yang menjadi targetnya namun tidak melakukan kontak fisik
secara langsung seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
c. Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak
harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.
d. Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/kelompok degan cara tidak berhadapan langsung dengan
individu/kelompok lain yang menjadi target dan tidak terjadi kontak
fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.
e. Agresi verbal aktif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan secara
langsung dengan individu/kelompok lain, sperti menghina, mamaki,
marah, mengumpat.
f. Agresi verbal pasif langsung, yaitu agresi verbal yang dilakukan
individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara
langsung, seperti menolak bicara, bungkam.
g. Agresi verbal aktif tidak langsung yaitu, tindakan agresi verbal yang
dilakukan individu/kelompok dengan tidak berhadapan langsung
dengan individu/kelompok lain ynag menjadi targetnya, seperti
menyebar fitnah, mengadu domba.
h. Agresi verbal pasif tidak langsung yaitu, tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/kelompok dengan tidak berhadapan langsung
dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya serta tidak
terjadi kontak vewrbal secara langsung, seperti tidak memberi
Tabel 1. Variasi Agresi Manusia Menurut Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006)
Langsung Tidak Langsung
Variasi Agresi
Aktif Pasif Aktif Pasif
Fisik Mendorong,
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa yang terjadi pada usia 12 tahun sampai 21 tahun, dan ditandai dengan
adanya perubahan fisik, psikologis dan sosial. Jersild (1965) berpendapat
bahwa datangnya masa remaja ditandai pada saat anak mulai menunjukan
tanda-tanda pubertas, kemasakan seksual, pertumbuhan badan maksimal serta
mencapai perkembangan mental penuh.
Menurut Monks, dkk. (2002), pertumbuhan badan anak menjelang dan
selama masa remaja ini menimbulkan tanggapan yang berbeda pula dari
masyarakat. Mereka diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab orang
dewasa. Namun adanya jarak yang cukup lebar antara perkembangan fisik
dan psikisnya sering menimbulkan kegagalan remaja dalam memenuhi
batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian dari orang yang lebih
dewasa.
Pada masa ini selain perkembangan fisik terjadi juga perkembangan
fungsi-fungsi psikologis yang menyangkut aspek kepribadian dan sosial.
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian
identitas diri, yakni proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang
penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan
sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding
orang tua (Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja
lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah,
ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Papalia & Olds, 2001). Dengan
demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Menurut Daradjat (1983) pada masa remaja terjadi pula perubahan
baik pada kebutuhan-kebutuhannya maupun sikap dan perilakunya. Pada
masa remaja kebutuhan meningkat secara kompleks. Tidak hanya kebutuhan
primer seperti makanan dan minuman yang harus dipenuhi tetapi juga
kebutuhan untuk bergerak, menyelidiki hal-hal baru, kebutuhan untuk
mengenal lebih banyak dan kebutuhan untuk mendapat kasih sayang, rasa
aman dan kemandirian.
Pikunas (1976) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk memperoleh
pengalaman baru adalah kebutuhan yang mendorong remaja mengadakan
aktivitas dan perbaikan diri, sehingga remaja lebih sering mengadakan
Selanjutnya Nuryoto (1995) menambahkan bahwa rasa ingin tahu akan
mendorong remaja untuk mengembangkan ilmu melalui percobaan, sehingga
dapat menghasilkan penemuan baru. Pendapat senada pula datang dari
Pikunas (1976) bahwa sesungguhnya pada diri remaja selalu terdapat
dorongan untuk memperoleh pengalaman baru, menyelidiki hal-hal baru,
perasaan ingin tahu yang besar serta keinginan untuk mandiri.
Pada fase ini, individu mulai belajar untuk memahami apa yang terjadi
di sekelilingnya. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja
termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis
mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia
kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima
begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu
membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide
lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja
tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja
mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide
baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds,
2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif,
yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial
yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk
tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah
mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada
hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai
tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks.
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap
operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu
hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah
mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu
bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan
dirinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa masa remaja
adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada
masa ini remaja tidak hanya mengalami perubahan-perubahan fisik tetapi juga
perkembangan psikologisnya yang menyangkut aspek kepribadian dan sosial.
Demikian juga dengan kebutuhan-kebutuhannya, kebutuhan remaja tidak lagi
terbatas pada kebutuhan-kebutuhan primer tetapi juga pada kebutuhannya
akan kebutuhannya untuk bergerak, menemukan hal-hal baru. Hal tersebut
ingin tahu akan hal-hal baru dan berusaha untuk menemukan dan memenuhi
rasa ingin tahunya tersebut dengan berbagai macam cara.
D. Video game
Sutton-Smith (1991) menerangkan bahwa video game merupakan
salah satu bentuk dari permainan elektronik yang berupa komputer yang pada
dasarnya merupakan gabungan dari bentuk permainan strategi, kesempatan,
dan fisik, sehingga menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Game yang dikategorikan sebagaivideo gameadalah permainan yang mengkombinasikan
penggunaan televisi atau media display sebagai media visual dan sebuah alat
khusus yang menjadi tempat atau media penerjemah dari kaset atau compact disk (CD). Video game atau Console game ini adalah sebuah bentuk dari
multimedia interaktif yang digunakan untuk sarana hiburan. Game ini
dimainkan dengan menggunakan sebuah alat yang bisa digenggam oleh
tangan dan tersambung ke sebuah kotak alat atau console. Alat yang digenggam tangan tadi dikenal dengan nama joystick. Isinya adalah beberapa tombol-tombol sebagai kontrol arah maju, mundur, kiri dan kanan, dimana
fungsinya adalah untuk berinteraksi dan mengendalikan gambar-gambar di
layar pesawat televisi. Game ini juga biasanya dimainkan dengan memasukan
sebuah keping CD yang bisa diganti-ganti atau cartridge yang harus dimasukkan ke dalamgame console.
Dalam ensiklopedia Wikipedia dijelaskan bahwa video game seperti
genre atau gaya, berdasarkan beberapa faktor seperti: metode permainan, jenis tujuan permainan dan sebagainya. Setiap tahun diciptakan game-game
baru yang memiliki isi, jenis dan tingkat kesulitan yang lebih darigame-game
tradisional yang sudah ada sebelumnya. Demikian juga dengan penampilan
cerita visual yang ditampilkan game, setiap tahunnya industri video game
selalu berusaha menciptakan produk baru yang lebih kompleks dan lebih
hidup daripadagame-gametradisional.
Karena game dan ceritanya akan selalu berubah, lawan pun sering
berubah, reaksi yang diberikanpun sangat dinamis tergantung dari bagaimana
cara memainkannya. Sisi menarik lainnya adalah gamer (pemain) dapat memilih peran yang akan diaminkannya. Misalnya, pada game olah raga kita
bisa berperan sebagai pelatih atau wasit yang menentukan jalannya
permainan. Menurut Alan Shiu Ho Kwan (dalam Tempo, 2002), setidaknya
ada enam faktor yang melatari seseorang bermain game: adanya tawaran
kebebasan, keberagaman pilihan, daya tarik elemen-elemen game, interface,
tantangan dan aksesibilitasnya.
Di Indonesia sendiri, sejak tahun 2000-an,LAN gamedidominasi oleh
game tembak-menembak, diantaranya Counter Strike (CS) dan game strategi
Warcraft. Game ini masih memiliki keterbatasan dalam jumlah pemain.
Lawan kita dalam game hanya terbatas pada jumlah PC yang terhubung
dalam jaringan lokal tersebut. Jika game tadi ingin lebih dimainkan secara
massal, secara bersamaan dan tanpa mempertimbangkan jarak, maka PC itu
terhubung atau online dengan internet, maka banyak orang menyebutnya
sebagaionline game.
Internet game atau online game adalah game yang dimainkan secara online melalui internet. Mereka berbeda darivideo gamedanPC gamekarena
keduanya menggunakan platform yang berdiri sendiri atau independen, mengandalkan hanya pada teknologi sisi client (client-side technology atau istilah teknisnya disebut plugin), dimana banyak proses yang dilakukan dari
sisi komputer player, bukannya dari server. Dengan adanya perkembangan
video game atau console diantara pasar orang dewasa, perbedaannya dengan
PC game juga semakin berkurang. Akhir-akhir ini strategy games, role-playing games dan game simulasi, walau tidak sebanyak di PC game, sudah bisa didapatkan divideo game.
Awalnya, jika pemain bermain sendiri di PC atau komputer, yang
menjadi lawan pemain adalah komputer itu sendiri. Tetapi dengan sistem
jaringan (LAN: local area network), pemain bisa melawan orang lain pada komputer yang terpisah, yang lebih dikenal dengan istilahmultiplayer. Untuk dapat memainkannya, kita harus menghubungkan PC atau komputer ke
sekelompok PC lain yang saling terhubung. Multiplayer game ini bisa dimainkan dengan jaringan lokal -tanpa akses internet, tetapi bisa juga dengan
menggunakan akses internet. Multiplayer game yang tidak membutuhkan akses internet disebut juga sebagaiLAN game.
Jenis jenis permainan dalam online game bisa dibagi ke dalam
Online Role Playing Game (MMORPG), Real Time Strategy (RTS),
Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS), First Person
Shooter (FPS), dan lain-lain (cengkareng info, 2007).
1. MMORPG sistemnya menarik, karena mempunyai sistem profesi dan
bermacam-macam kemampuan khusus (skill). Setiap pemain bisa membuat karakter atau avatar-nya, memodifikasi jenis kelamin, tampilan gaya dan warna rambut, menghasilkan banyak kombinasi ditambah dengan
aksesoris yang bisa dibeli di ‘toko’ dalam permainan hingga menjadikan
tiap pemain menjadi suatu pribadi yang unik.
2. RTS adalah sebuah kategori dari computer game yang menggabungkan
real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Umumnya kita adalah sebagai tokoh utama dalam mengatur
strategi dalam suatu kompetisi atau pertempuran melawan musuh. Setting
dari game ini tidak saja hanya bernuansa kerajaan pada zaman abad
pertengahan dan masa kini, tetapi banyak pula yang ber-setting futuristik dan bernuansa science fiction (sci-fi). Siapa yang paling handal dalam mengatur strategi, dialah pemenangnya. Game yang popular dari jenis ini
adalah WarCraft (1994), Command and Conqueror (1995), Total
Annihilation (1997), StarCraft (1998), SimCity (1999), dan lain-lain.
3. First person shooter(FPS) adalah menampilkan pemain sebagai pemegang senjata dan siap untuk digunakan untuk menembak lawan. Setting gambar di dalam game ini dibuat semirip mungkin dan bisa dilokalisasi menurut
secara sendiri-sendiri atau juga bisa membentuk tim dalam melawan
musuh. Di Indonesia, contoh yang terkenal dari jenis ini adalah Counter
Strike (CS). Dalam game ini, sistem ranking dan berbelanja perlengkapan
untuk bertempur seperti berbagai jenis senjata dan busana sudah bisa
didapat. Karena nature dari game ini yang mengandalkan skill kecepatan, adrenalin dan ketepatan menembak, anak-anak dan remaja pria sang
menyukainya.
4. Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS) mirip seperti kategori FPS, tapi membutuhkan lebih banyak player bermain
bersamaan di internet dan bisa digunakan untuk menghubungkan
daerah-daerah atau area-area guna menciptakan ‘dunia’ yang lebih besar dimana
ribuan player secara bersama-sama bisa berinteraksi. Karena disebabkan
masalah teknis dan infrastruktur internet serta sangat banyaknya jumlah
pemain yang bermain pada saat bersamaan di internet, menyebabkan
sedikit sekali MMOFPS yang baru dibuat. Contoh game dari MMOFPS ini
adalah World War II Online (2001) dan PlanetSide (2003).
Dari ke empat jenis game yang di jelaskan di atas bisa dilihat bahwa
jenis game yang mengetengahkan kekerasan sebagai kandungan utama
game lebih banyak dari jenis game tanpa kekerasan seperti MMORPG,
yang inti dari permainannya adalah memainkan seseorang dengan profesi
tertentu yang bisa kita modifikasi sesuai keinginan kita sendiri tanpa harus
melakukan kekerasan terhadap tokoh atau karakter lain dalam ceritanya.
menjadi jenis permainan yang paling popular dan meskipun memiliki ciri
khas tertentu tetapi tetap menampilkan kekerasan sebagai elemen paling
penting dalam permainan tersebut (cengkareng info, 2007).
E. Perilaku Agresif pada Remaja PenggemarVideo Game
Masa remaja merupakan masa ketika seseorang belajar untuk
menemukan dan mempelajari hal-hal yang baru. Pada masa ini remaja banyak
melakukan kegiatan yang memberikan petualangan dan aktivitas yang baru
baginya. Rasa ingin tahu ini membuat remaja terus berusaha mengembangkan
pengetahuannya. Kegemaran atau hobby yang paling diminati remaja adalah
permainan video game, namun remaja cenderung menyaksikan dan memainkan permainan yang sesuai dengan minat yang dimilikinya. Hobby
atau kegemaran adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang
untuk menenangkan pikiran seseorang serta untuk memenuhi keinginan dan
mendapatakan kesenangan (http://id.wikipedia.org/wiki/Hobby, 2010). Orang
yang menggemari sesuatu sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan pada
waktu luang disebut pula sebagai penggemar. Remaja yang senang
menononton video game kekerasan disebut sebagai penggemar video game
kekerasan.
Permainan game yang cukup menantang membuat remaja merasa menemukan petualangan baru yang bisa memenuhi kebutuhannya akan
petualangan dan pengalaman yang baru. Sayangnya remaja selaku konsumen
dimainkannya, terutama efek negatif dari video game kekerasan. Menurut Faturochman (1989), media massa merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku agresif individu. Media massa yang paling banyak
berpengaruh tentunya media massa bertema kekerasan, seperti video game
kekerasan. Bandura (dalam Koeswara, 1988) menyatakan bahwa munculnya
suatu perilaku salah satunya dihasilkan oleh proses modeling. Menurut teori
belajar sosial, agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi. Jadi,
semakin sering individu menyaksikan adegan-adegan kekerasan dalam video game, maka kemungkinan terjadinya perilaku agresif semakin besar.
Menurut Gage (2001), kekerasan dalam video game dapat disejajarkan dengan kekerasan dalam kehidupan nyata, namun dalam bentuk film/
tayangan visual pada layar televisi yang diciptakan oleh program komputer
dalam video game. Kekerasan dalam video game menggambarkan adegan-adegan kekerasan/ agresi yang dilakukan dalam program komputer seperti
memukul, menendang, membanting, menusuk, menebas, menembak, dan
mengebom. Tayangan visual ini secara tidak langsung akan mempengaruhi
perilaku agresif pada remaja melalui proses imitasi.
Masa remaja sebagaimana digambarkan oleh Hurlock (2002) sebagai
fase dimana remaja sibuk mencari simbol-simbol yang dapat mewakili
identitas dirinya, dengan kata lain, remaja mencari model-model yang dapat
ditiru ke dalam perilakunya. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja untuk
mendapatkan model-model tersebut, salah satu caranya adalah dengan melihat
yang bertemakan kekerasan, seperti adegan memukul, menendang, dan
menembak lawan.
Bandura (Koeswara, 1988) menyatakan bahwa pengamatan/ observasi
terhadap tingkah laku sebuah model dapat membentuk tingkah laku pada sang
pengamat. Dalam hal ini, tingkah laku kekerasan dilakukan oleh model juga
akan membentuk tingkah laku kekerasan pada sang pengamat. Proses
identifikasi ini terjadi melalui beberapa tahap, salah satunya adalah
dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model yang dilihat. Makin sering remaja
mengkonsumsi video game bertema kekerasan, maka makin besar pula
kecenderungan remaja untuk menampilkan perilaku agresif.
F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana perilaku remaja penggemar video game
25
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap suatu
objek yang diteliti melalui data sampel dan populasi sebagaimana adanya
dengan melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara
umum (Sugiono, 2000).
Menurut Sumanto (2002) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada (bisa
mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh,
proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau
kecenderungan yang sedang berkembang).
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari analisis skor
jawaban terhadap skala yang diberikan pada subyek penelitian. Skor tersebut
dipakai untuk menggambarkan kecenderungan agresifitas remaja yang sering
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Remaja penggemar video game kekerasan adalah remaja yang
menghabiskan waktu luangnya untuk memainkan video game yang bertema kekerasan.
Perilaku agresif adalah dorongan yang mengarah pada tindakan atau
perbuatan yang ditujukan untuk menyakiti, merusak, melukai, dan
menyebabkan kerugian kepada orang lain atau diri sendiri. Perilaku agresif
dalam penelitian ini diungkap dengan skala perilaku agresif yang disusun
berdasarkan bentuk-bentuk perilaku agresif menurut Buss (dalam Dayakisni
& Hudaniah 2006). Bentuk-bentuk agresif menurut Buss (Dayakisni &
Hudaniah 2006) meliputi: (a) agresi fisik aktif langsung (b) agresi fisik pasif
langsung (c) agresi fisik aktif tidak langsung (d) agresi fisik aktif tidak
langsung (e) agresi verbal aktif langsung (f) agresi verbal pasif langsung (g)
agresi verbal aktif tidak langsung (h) agresi verbal pasif tidak langsung.
C. Subyek Penelitian
Sampel adalah sejumlah individu yang jumlahnya kurang dari jumlah
populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
peneliti yang cocok sebagai subyek penelitian. Subyek yang dipilih dalam
penelitian ini adalah: remaja pria berusia 16-19 tahun yang berdomisili di
daerah Babarsari dan Gorongan Yogyakarta dan memilih permainan video
dipilih sebagai subyek karena sebagian besar pengunjung Gamenet dan
Playstation adalah remaja pria. Sedangkan daerah Babarsari dan Gorongan
dipilih karena pada kedua lokasi tersebut banyak ditemukan gamenet dan
playstation.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian mempunyai tujuan
mengungkap fakta mengenai variable yang diteliti. Data penelitian ini
diungkap dengan menggunakan metode testing. Sedangkan alat ukur untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah Skala Perilaku Agresif yang
disusun dengan menggunakan penskalaan Summated Rating Methods atau yang populer disebut dengan metode Likert. Jenis pernyataan yang disediakan
dalam penelitian ini mempunyai 2 sifat, yaitu pernyataan yang bersifat
favorable adalah pernyataan yang mendukung objek yang ingin diukur dan
pernyataan yang bersifat unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung objek yang diukur. Skoring skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Pilihan dan Skoring Jawaban
Nilai
No. Pilihan Jawaban
Favourable Unfavourable
1 Sangat Sesuai (SS) 5 1
2 Sesuai (S) 4 2
3 Cukup Sesuai (CS) 3 3
4 Tidak Sesuai (TS) 2 4
Skala perilaku agresi pada penelitian ini disusun berdasarkan
bentuk-bentuk agresif menurut Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah 2006).
Bentuk-bentuk agresif antara lain sebagai berikut: (a) agresi fisik aktif langsung (b)
agresi fisik pasif langsung (c) agresi fisik aktif tidak langsung (d) agresi fisik
aktif tidak langsung (e) agresi verbal aktif langsung (f) agresi verbal pasif
langsung (g) agresi verbal aktif tidak langsung (h) agresi verbal pasif tidak
langsung.
Tabel 3.Blue Print danRancangan Skala Perilaku Sebelum Uji coba Nomor Aitem
Jumlah 32 28 60 100
E. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur dilaksanakan pada bulan mei 2009 dengan total
sampel sebanyak 40 orang. Pengambilan sampel tersebut dipilih berdasarkan
ciri-ciri yang sudah ditetapkan yaitu subjek adalah penggemar video game
kekerasan. Subyek yang dipilih adalah penggemar video game yang secara
rutin bermain game baik di komputer maupun pada alat yang lain. Setiap
1. Validitas
Menurut Hadi (1991), validitas merupakan taraf kecermatan dan
ketepatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain,
sebuah alat ukur akan dikatakan mempunyai validitas bila alat ukur
tersebut mengukur apa yang harus diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan
memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat mengungkapkan
secara jitu gejala yang hendak diukur dan seberapa jauh alat tersebut
memiliki ketelitian dalam memberikan status (Hadi, 1991).
Dalam penelitian ini akan dipakai validitas isi sebagai pengukur
validitas skala. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional
judgment yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Validitas isi
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana item-item tersebut relevan
dengan tujuan pengukuran dan menunjukkan sejauh mana tes tersebut
komprehensif isinya (Azwar, 2001). Validitas isi pada penelitian ini
dilakukan dengan jalan mengkonsultasikan item-item skala dengan orang
dianggap ahli yaitu dosen pembimbing sebagai profesional judgement
untuk memastikan bahwa bahwa item tersebut sudah mencakup
keseluruhan kawasan isi dan obyek yang hendak diukur sehingga tidak
keluar dari indikator-indikator yang telah ditentukan.
2. Analisis Butir
Analisis butir didefinisikan sebagai sejauh mana item mampu
yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2001). Analisis butir
disebut juga sebagai konsistensi item total karena merupakan indikator
keselarasan atau konsistensi antara fungsi item dengan fungsi skala secara
keseluruhan. Item-item yang dipilih adalah item yang mengukur hal yang
sama dengan apa yang diukur oleh skala secara keseluruhan. Analisis butir
seringkali disebut dengan koefisien korelasi item total (rix). Analisis butir
pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for window
versi 13.00. Untuk mengambil butir-butir yang sahih, peneliti menetapkan
r ≥ 0.30 karena item yang mencapai korelasi minimal 0.30 daya diskriminasinya dianggap memuaskan. Berikut paparan proses analisis
butir skala penelitian ini:
Tabel 4. Distribusi Setelah Uji Coba
Setelah Ujicoba Aspek Perilaku Agresif Item
Gugur Favorable Unfavorable Bobot Langsung 9, 25, 41,
49
Langsung 7, 15, 31, 47
F. Estimasi Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bilamana diterapkan beberapa kali terhadap subyek
yang sama pada kesempatan yang berlainan (Hadi, 1991). Reliabilitas
mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung
makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2001).
Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliablitas (rxx,) yang angkanya
berada pada rentang 0 sampai dengan 1.00. Koefisien reliabilitas yang
mendekati 1.00 akan menghasilkan reliabilitas yang tinggi. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas yang diperoleh, semakin tinggi tingkat hasil
pengukuran alat tersebut bagi kelompok subyek yang diteliti (Azwar, 1996).
Menurut Arikunto (2006) untuk menguji tepat atau tidaknya koefisien
reliabilitas tersebut maka harga koefisien reliabilitas yang diperoleh atau r
hitung dikonsultasikan dengan kriteria berikut:
Tabel 5. Kategori Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Kategori
0,800 - 1,000 Sangat Tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Sedang
0,200 - 0,399 Rendah
0,000 - 0,199 Sangat Rendah
Reliabilitas skala pada penelitian ini menggunakan teknik Alpa
Cronbach dari program SPSS versi 13.00. dan hasilnya bisa kita liat liat
Tabel 6. Hasil Estimasi Reliabilitas Skala Kecenderungan Agresi
Variabel α Keterangan Kategori
Kecenderungan agresi pada
remaja penggemar video
game
0,918 > 0,80 s/d 1,00 Sangat Reliabel
Berdasarkan hasil estimasi reliabilitas dengan teknik alpha Cronbach skala
ini dapat kita nyatakan sangat reliable dan dapat di percaya.
G. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mengolah data hasil
penelitian yang masih berupa data kasar menjadi data yang lebih mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui
tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, pengukuran mean dan
33
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Babarsari dan Gorongan
Yogyakarta. Dalam kedua lokasi tersebut terdapat banyak gamenet dan
playstation yang memudahkan bagi remaja untuk mengakses berbagai jenis
video gameyang menjadi kegemaran mereka termasukvideo gamekekerasan yang akhir-akhir ini banyak digemari remaja karena daya tarik dari video
game tersebut yang menantang sekaligus menghibur. Selain itu, harga sewa gamenet dan playstation di wilayah Babarsari dan Gorongan Yogyakarta juga
cukup terjangkau, yakni rata-rata Rp. 3000,00 per jam. Hal inilah yang
membuat remaja semakin mudah untuk menikmati kegemaran mereka
bermainvideo gametermasukvideo gamekekerasan.
B. Prosedur Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian yang sesungguhnya, peneliti telah
mengadakan observasi di beberapa lokasi di wilayah Yogyakarta. Daerah
Babarsari dan Gorongan Yogyakarta akhirnya dipilih sebagai lokasi
penelitian karena ditempat ini fasilitas gamenet dan playstation cukup
menjamur. Mayoritas pengunjungnya adalah para pelajar dan para
mahasiswa. Selanjutnya peneliti melakukan observasi ke beberapa gamenet
kepada pengelola gamenet dan playstation untuk mengadakan penelitian ini.
Baru kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan menyerahkan
angket untuk diisi kepada pengunjung gamenet dan video game yang berusia
16-19 tahun.
C. Hasil Penelitian
1. Data Deskripsi Subjek
a. Umur Responden
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Umur Responden
No. Umur Frekuensi Persentase
1. 16-17 tahun 36 59,0%
2 18-19 tahun 25 41,0%
Jumlah 61 100%
Tabel tersebut menunjukkan umur responden paling banyak
berumur 16-17 tahun, yaitu sebanyak 36 orang (59,0%), sedangkan
yang paling sedikit berumur 18-19 tahun tahun, yaitu sebanyak 25
orang (41,0%).
b. Frekuensi Bermain Game
Tabel 8. Distribusi Frekuensi BermainGame
No. Frekuensi BermainGame Frekuensi Persentase
1. 0-1 kali/minggu 4 6,6%
2. 2-3 kali/minggu 23 37,7%
3. 4-5 kali/minggu 18 29,5%
4. 6-7 kali/minggu 16 26,2%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden,
yaitu sebanyak 23 orang (37,7%) bermaingamedengan frekuensi 2-3
kali seminggu, sedangkan responden yang bermain game dengan frekuensi 0-1 kali seminggu berjumlah paling sedikit, yaitu sebanyak
4 orang (6,6%).
c. Gameyang Paling Sering Dimainkan
Tabel 9. Distribusi FrekuensiGameyang Paling Sering Dimainkan Responden
No. Gameyang Paling Sering Dimainkan
Frekuensi Persentase
1. GTA 9 14,8%
2. Vice City 6 9,8%
3. Samurai Warrior 9 14,8%
4. Dinasty Warrior 10 16,4%
5. War Craft 7 11,5%
6. Conqueror 3 4,9%
7. Star Craft 4 6,6%
8. Sim City 8 13,1%
9. World War II Online 2 3,3%
10. Planet Side 3 4,9%
Total 61 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden,
yaitu sebanyak 10 orang (16,4%) paling sering bermaingameDinasty
Warrior, sedangkan responden paling sedikit, yaitu sebanyak 2 orang
(3,3%), paling sering bermaingameWorld War II Online.
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi data penelitian yang menggambarkan tanggapan 61
orang remaja pria berusia 16-19 tahun menyukai permainan video game
Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian
Variabel Min Max Mean SD
Perilaku Agresif 60 153 107,82 22,24
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data penelitian untuk data
perilaku agresif remaja yang menyukai permainan video gamekekerasan
diperoleh nilai maksimum sebesar 153, nilai minimum sebesar 60, nilai
mean sebesar 107,82 dan standar deviasi sebesar 22,24. Selanjutnya
dilakukan perbandingan antara mean empiris dengan mean teoritis pada
skala perilaku agresif untuk mengetahui tanggapan subjek penelitian
terhadap variabel penelitian. Perbandingan mean teoritis dengan mean
empiris dan standar deviasi teoritis dengan standar deviasi empiris dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Tabel Mean dan Standar Deviasi
Variabel Mean
Perilaku Agresif 126 107,82 28 22,24
Mean teoritis adalah rata-rata skor ideal hasil penelitian, sedangkan
mean empiris merupakan hasil rata-rata skor data penelitian. Hasil analisis
terhadap variabel perilaku agresif remaja yang menyukai permainanvideo
game kekerasan diperoleh nilai mean teoritis sebesar 126 dan nilai mean empiris sebesar 107,82. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perilaku
3. Kategorisasi Skala
Tujuan kategorisasi adalah untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara jenjang menurut kontinum yang
berdasar atribut yang diukur. Kontinum jenjang yang digunakan adalah
dari sangat kurang ke sangat baik (Azwar, 1999).
Tabel 12. Kategorisasi Skala Perilaku Agresif
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase
x≥148 Sangat Tinggi 0 0%
123≤X < 188 Tinggi 3 4,9%
99≤X < 123 Sedang 24 39,3%
74≤X < 99 Rendah 28 45,9%
X < 74 Sangat Rendah 6 9,8%
Total 61 100%
Berdasarkan tabel tersebut responden terbanyak adalah responden
dengan tingkat perilaku agresif rendah yaitu sebanyak 28 orang (45,9%),
sedangkan responden paling sedikit adalah responden dengan perilaku agresif
tinggi, yakni sebanyak 3 orang (4,9%). Berdasarkan analisis ini maka dapat
dinyatakan bahwa perilaku agresif remaja yang menyukai permainan video
gamekekerasan adalah rendah.
D. Pembahasan
Dari hasil analisis data penelitian diketahui bahwa variabel perilaku
agresif remaja yang menyukai permainan video game kekerasan diperoleh nilai mean teoritis sebesar 126 dan nilai mean empiris sebesar 107,82. Hasil
ini menunjukkan bahwa tingkat perilaku agresif remaja yang menyukai
Salah satu faktor yang mempengaruhi agresi sebagaimana
diungkapkan oleh Faturochman (1989) adalah media massa.. Media massa
sebagai media informasi dan hiburan menjadi media yang paling sering dan
mudah di akses remaja. Dari media massa remaja bisa melakukan proses
imitasi atau meniru perilaku yang di tampilkan model atau tokoh yang
menjadi idolanya. Namun remaja yang menjadi responden dalam penelitian
ini tidak melakukan proses imitasi dan modeling sebagaimana yang
diterangkan Bandura dalam teori belajar sosial (dalam Koeswara, 1988). Hal
ini bisa saja di pengaruhi karakteristik tokoh dalam game yang berbeda
dengan karakteristik remaja penggemar video game kekerasan. Misalnya usia
atau pekerjaan tokoh yang berbeda dengan usia dan pekerjaan remaja pemain
video game. Hal lain yang mungkin berpengaruh adalah situasi dalam
permainan yang berbeda dengan situasi real pemain video game. Misalnya
situasi di lingkungan remaja yang relatif lebih tenang daripada situasi yang
dialami tokoh dalam game yang kacau , bising bahkan hancur karena perang
dan sebagainya.
Faktor lain yang berperan adalah isyarat agresi, yakni stimulus yang
diasosiasikan dengan sumber frustrasi yang menyebabkan agresi, bentuknya
bisa berupa senjata tajam atau orang yang menyebabkan frustrasi.Video game
dengan atau tanpa kekerasan sebetulnya adalah ”hiburan” (Echols, 1992),
artinya isyarat yang muncul dari video game dengan kekerasan sekalipun sebetulnya hanyalah sebuah hiburan, bukan sebagai stimulus yang
Responden dalam penelitian ini adalah remaja pria berusia 16-19
ketika mereka telah mengalami kematangan kognitif, yaitu interaksi dari
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas
untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak (Piaget
dalam Papalia & Olds, 2001). Dengan mencapai tahap operasi formal remaja
dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu
menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal, termasuk
perilaku agresif yang ditampilkan dalam video game. Remaja telah mampu memahami bahwa bentuk agresifitas yang ditampilkan dalam video game
bukanlah suatu perilaku yang baik untuk ditiru.
Remaja sebagaimana diungkapkan oleh Pikunas (1976) telah memiliki
dorongan untuk memperoleh pengalaman baru, menyelidiki hal-hal baru,
perasaan ingin tahu yang besar. Menurut Alan Shiu Ho Kwan (dalam Tempo,
2002) salah satu faktor yang melatari seseorang bermain game adalah
tantangan. Jadi dengan bermain game seorang remaja dapat menghabiskan waktu luang sekaligus memperoleh pengalaman baru ketika mereka mencoba
berbagai jenis game. Dan ketika si remaja mencoba jenis game baru remaja
40 A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,
maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas remaja penggemar video game
kekerasan sebagian besar menunjukkan perilaku agresif pada taraf rendah,
hanya sebagian kecil saja dari remaja penggemar video gamekekerasan yang menunjukkan perilaku agresif pada taraf tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
dalam penelitian ini tidak terjadi proses imitasi dan modeling yang
disebabkan model dan situasi yang ada dalam permainan tidak sama dengan
model dan situasi remaja yang bermainvideo gamejenis kekerasan.
B. Saran
1. Bagi remaja dan orang tua
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi
kebiasaan bermain game mereka. Meski hasil penelitian ini menunjukan
tingkat agresif yang rendah namun adanya tingkat agresif yang tinggi
harus juga di perhatikan. Peran orang tua sebagai pengawas anak sangat di
perlukan.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran untuk
41
dalam mendeskripsikan perilaku agresif remaja, misalnya dengan metode
pengumpulan data yang lebih mendalam seperti dengan mewawancarai
orang tua dan guru. Sehingga perilaku agresif remaja dapat digali secara
41 Aksara.
Azwar, S. (1996).Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azwar, S. (2001).Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Baron, R.A.,& Byrne,D. (1994). Social Psychology Seventh Edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.
Berkowitz, L.1995. Agresi, Sebab dan Akibatnya. Jakarta: PT Pustaka Binaman.
Cengkareng Info. (2007). Mari Membahas Game.
http://www.cengkareng.info/hobi-dan-komunitas/42/88.html. (diakses pada tanggal 10 Juni 2008).
Daradjat,Z.1983. Kesehatan Mental. Cetakan ke- 10. Jakarta: Gunung Mulia.
Dayakisni, T. dan Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Malang: Universitas Muhamadiah Malang.
Echols, J.M. dan Shadily, H. (1992). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Faturochman. 1989. Psikologi Sosial 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Gagne, K.A. (2001). Moral Panic over Youth Culture and Video Games. www.yahoo.com (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
Hadi, S. (1991). Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes, dan Skala Nilai dengan Basic.Yogyakarta: Andi Offset.
http://arahbalik.blogspot.com/2008/06/fenomena-geng-neroperilaku-bullying.html (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://berita.liputan6.com/daerah/201002/264576/Rel.Kereta.Api.Jadi.Tempat.Ta wuran.Pelajar (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://id.wikipedia.org/wiki/Hobby (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscatvideo/metropolitan/2010/01 /21/98193/Tawuran-Pelajar-Kembali-Pecah-di-Latumenten (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://netsains.com/2009/06/video-game-full-kekerasan-pemicu-agresivitas/ (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/08/07/1/134789/lihat
perkelahian-pelajar-smu-kena-tusuk (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
http://www.poskota.co.id/bodetabek-plus/bogor-bodetabek-plus/2010/01/29/tawuran-pelajar-di-cianjur-3-dirawat (diakses pada tanggal 27 Maret 2010).
Hurlock E.B.(2002).Adolescent Development Fourth Edition. Tokyo:McGraw Hill Book Company,inc.
Jayanti, Rika V C.(2002). Agresivitas Remaja Penggemar Permainan Play Station Jenis Violence. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id= Jiptumm-gdl-s1-2002-rika-5788-agresivita&q=Rumah. (diakses pada tanggal 7 Maret 2008)
Jersild, Arthur T. 1965. The Psychology of Adolescence. New York: The Macmillan Company.
Koeswara, E. (1988).Agresi Manusia. Cetakan Pertama. Bandung: PT Eresco.
Krahe, B. (2005).Buku Panduan Psikologi Sosial: Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (2020).Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mu’tadin, Z. (2002). Faktor Penyebab Perilaku Agresi. Edisi 10 juni. www.e-psikologi.com/remaja/. Jakarta: 9 September 2007.
Nuryoto, S., (1995). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Fakultas. Psikologi UGM.
Pikunas, J. (1976). Human Development: an Emergent Science. Third Edition. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.
Santrock, J.W. (2001).Adolescence. (8th ed.). North America: McGraw-Hill. Stewart & Koch. (1983). Chidren Development Throught Adolescence. Canada:
John Wiley and Sons.
Sugiyono. (2000).Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sumanto. (2002). Pembahasan Terpadu: Statistika dan Metodologi Riset. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutton-Smith, B. (1991). Groiller Academic Encyclopedia, Vol 9. London: Groiller Institute.
Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tambunan, R.(2001), Perkelahian Pelajar, dalam http://e-psikologi.com, diakses pada 27 Maret 2010.
Tempo. (2002).Game Online dan Magnet Multikultural.(e-culture).
45 IDENTITAS
Usia : ...
Frequensi bermain game : ...hari/minggu
Game yang paling sering dimainkan : 1. ...
2. ...
3. ...
PETUNJUK PENGERJAAN
Bacalah pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan seksama, kemudian
berilah respon terhadap pernyataan- pernyataan tersebut dengan memberi tanda
silang ( x ) pada pilihan yang paling sesuai dengan keadaan teman-teman.
Apabila terjadi kesalahan dalam memilih, lingkarilah tanda silang tersebut
kemudian pilihlah jawaban baru yang paling sesuai dengan pendapat, perasaan,
dan keadaan diri teman-teman.
Usahakan semua nomer telah teman-teman isi dan jangan sampai ada nomor
yang terlewati.
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
CS : Cukup Sesuai
TS : Tidak sesuai
STS : Sangat Tidak Sesuai