Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
SARAH EKA APRILIA
1110048000062
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya saya atau
hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Februari 2015
iv
NIM : 1110048000062
Prodi/Konsentrasi : Ilmu Hukum/Hukum Kelembagaan Negara
Judul Skripsi : Terminologi Demokrasi Dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah Menurut Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945
Pemilukada diatur dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa
pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Pasca
reformasi telah ada 2 (dua) undang-undang yang mengatur mengenai otonomi daerah
khususnya berkenaan dengan pemilihan kepala daerah yaitu Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 yang kemudian diganti oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004.Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, kepala
daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam penilitian ini, penulis
memaparkan mengenai bagaimanakah pelaksanaan demokrasi yang seharusnya
berjalan dalam Pemilukada. pemilihan seperti apa yang telah memenuhi syarat
demokrasi yang berdaulat. Penilitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis
kualitatif. Metode yang digunakan dalam penilitian ini metode yang lazim digunakan
yaitu studi normatif dan studi kepustakaan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah,
baik Pemilukada langsung ataupun tidak langsung sama-sama memenuhi syarat
demokratis, namun jika disesuaikan dengan kondisi Indonesia, Pemilukada langsung
serentak merupakan jalan terbaik.
Kata Kunci : Demokrasi dan Pemilu
Dosen Pembimbing 1 : Dr. Asmawi, M. Ag
Dosen Pembimbing 2 : Nurrohim Yunus, LLM
v
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat
serta anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Terminologi
Demokrasi Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Menurut Pasal 18 ayat (4) UUD
1945”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang ini.
Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis juha banyak mendapatkan
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., Ketua Jurusan Ilmu Konsentrasi Hukum
Kelembagaan Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Arip Purkon, Shi, MA., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Konsentrasi
Hukum Kelembagaan Negara Fakultas Syariah
4. Bapak Asmawi selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan
waktu membimbing untuk penyelesaian Skripsi ini.
5. Bapak Nur Rohim Yunus selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu dan perhatiannya membantu dan membimbing penulis
dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi.
6. Segenap bapak/ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri
vi
memberikan motivasi, kasih sayang, doa, dan perjuangan agar penulis dapat
meraih segala kesuksesan penulis.
8. adik- adik penulis Bintang Khaidar Hakim dan Ahmad Zulfan Syadad yang
senantiasa memberikan Keceriaan dalam hari-hari penulis.
9. Sahabat-sahabat tercinta Eka sari, Diah Savitri, Tanti Oktari, Yulita Rosalina,
Mona Hasinah, Galuh Hayu, yang telah banyak melakukan perjuangan
bersama.
10.Teman seperjuangan Siti Rahmadianti yang telah banyak memberikan
dorongan positif, waktu, serta motivasi dalam menyelesaikan Penulisan
Skripsi ini.
11.Dino Fitriza pria yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan
menjadi mentor dalam hidup penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
12.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satum persatu, namun telah
memberikan bantuan dan kontriubusi yang cukup besar sehingga penulis dapat
lulus menjalani perkuliahan di Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hiduyatullah
Jakarta.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umunya.
Mohon maaf bila ada kesalahan penulis. Kebaikan semua pihak semoga dicatat
vii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Metode Penelitian ... 9
E. Tinjauan (Review) Terdahulu ... 11
F. Sistematika Penulisan... 12
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG DEMOKRASI, KEDAULATAN RAKYAT DAN PEMILU A. Demokrasi dalam Prespektif Teoritis 1. Sejarah Demokrasi ... 14
2. Pengertian Demokrasi ... 15
viii
BAB III REGULASI PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
A. Demokrasi Lokal di Indonesia ... 36
B. Mekanisme Pemilukada di Indonesia ... 40
1. Secara Langsung ... 40
2. Secara Tidak Langsung ... 43
C. Model Pemilihan Kepala Daerah Dalam Sejarah Ketatanegaraan Indonesia ... 45
1. Masa Orde Lama ... 45
2. Masa Orde Baru ... 47
3. Masa Reformasi ... 48
4. Mekanisme Mengenai Pemegang Hak Memilih Kepala Daerah dalam Regulasi Pemilukada ... 51
D. Kedudukan Pemilukada dalam Rezim Pemerintahan Daerah ... 53
BAB IV TERMINOLOGI DEMOKRASI DALAM PEMILUKADA MENURUT PASAL 18 AYAT (4) UUD 1945 A. Multitafsir Makna Hukum Frasa “dipilih secara demokratis” ... 61
B. Penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi ... 65
ix
B.Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA
1
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu Negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warga negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara
tersebut. Demokrasi dijadikan dasar bernegara oleh banyak Negara di
dunia, termasuk Indonesia juga menganut sistem demokrasi sebagai dasar
bernegara. Demokrasi dijadikan asas kenegaraan yang secara esensial dan
telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan
Negara sebagai organisasi tertingginya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum kedaulatan
diartikan sebagai kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara, daerah
dan sebagainya.1 Jimly Asshiddiqie mendefinisikan kedaulatan sebagai
konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara.2
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia merupakan Negara hukum
yang demokratis yang bersumber dari konsep kedaulatan hukum dan
kedaulatan rakyat merupakan konsepsi yang sudah diidealkan oleh para
pendiri bangsa Indonesia.3 Kedaulatan rakyat terdapat dalam salah satu
rumusan cita-cita negara didalam pembukaan UUD 1945.
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga, (Jakarta:Balai Pustaka,2005), h. 240
2 Khairul Fahmi Pemilihan Umum dan Kaedaulatan Rakyat Cetakan Kedua, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012), h.19
3
Dalam penjelasan umum UUD 1945 dikatakan bahwa kedaulatan
rakyat itu berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
Oleh karena itu, “sistem Negara yang terbentuk dalam undang-undang
dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan perwakilan, sedangkan di dalam batang tubuh UUD
1945 pasal 1 ayat (2) dikatakan, “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,” dalam
penjelasan atas pasal ini dikatakan bahwa bentuk negara kesatuan dan
republik “mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat”.
Pemerintahan yang berdaulat atau kedaulatan merupakan salah satu
unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu Negara.
Istilah kedaulatan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli
kenegaraan berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans Bodin
(1539-1596). Menurut Jeans Bodin, kedaulatan adalah sumber otoritas Negara
tanpa memperhatikan bentuk pemerintahan tersebut.4
Negara Indonesia menganut paham demokrasi. Dasarnya secara
konstitusional dan fundamental adalah pembukaan undang-undang dasar
1945, alinea IV yang antara lain menegaskan salah satu dasar negara,
berbunyi: “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”. Kemudian pasal 1 ayat (2) batang tubuh
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa, “Kedaulatan adalah
4
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”. (UUD 1945 sebelum diamandemen).
Demokrasi dan kedaulatan rakyat erat hubungannya dengan
pemilihan umum baik presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD, DPD
maupun kepala daerah. Pemilu pada dasarnya merupakan hak politik yang
dimiliki oleh rakyat, namun seara parochial berubah menjadi kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh setiap rakyat.5 Pemilihan umum juga
dijadikan sebagai sarana yang sangat penting bagi terselenggaranya sebuah
sistem politik demokratis. Melalui sarana inilah rakyat terkontrol terhadap
jalannya pemerintahan.
Pasca reformasi bergulir di Indonesia, salah satu aspek penting
dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah semakin sentralnya peran
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai contoh dapat
dilihat dari ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, selain memiliki tugas dan wewenang untuk
memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD, kepala daerah juga memiliki tugas dan
wewenang penting, seperti:
a. mengajukan rancangan perda;
b. menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD
c. menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5 Abdul Hakim G. Nusantara mendemokratiskan pemilu, cetakan pertama (Jakarta: Lembaga Studi
d. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
e. mewakili daerahnya di dalam dan luar pengadilan
f. dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Mengingat peran sentral kepala daerah pada era reformasi tersebut,
maka menjadi konsekuensi logis apabila cara atau sistem pemilihan kepala
daerah menjadi salah satu isu strategis yang mendapat perhatian serius.
Bahkan tidak kurang konstitusi hasil amandemen mengulas secara
eksplisit masalah ini.
Dalam pemerintahan pemilihan kepala daerah, baik Gubernur,
Bupati, maupun Walikota diatur dalam pasal 18 ayat (4) UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi bahwa “Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.”6
Perubahan mendasar dalam semangat dan sistem ketatanegaraan
terkait dengan cara dan sistem pemilihan kepala daerah kemudian
ditindaklanjuti ke tingkat regulasi yang lebih rendah. Pasca reformasi telah
ada 2 (dua) undang-undang yang mengatur mengenai otonomi daerah
khususnya berkenaan dengan pemilihan kepala daerah yaitu
6
Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,
kepala daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan menurut undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat.
Apabila dicermati secara seksama terdapat dua problematika yang saling
berhimpitan yakni terkait dengan aspek kapasitas dan akseptabilitas kepala
daerah dari hasil pemilihan.
Dalam berbagai dokumen ditegaskan bahwa pengaturan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemilihan kepala daerah
secara langsung pada dasarnya dimaksudkan untuk menyelesaikna
problematika tersebut. Sebab kepala daerah hasil pemilihan oleh DPRD
seringkali memiliki masalah dalam kaitan akseptabilitas, dan terkesan
adanya jarak antara kepala daerah dengan masyarakat karena faktor cara
memilihnya. Terdapat stigma bahwa kepala daerah hanya mengurus
anggota DPRD yang memilihnya dibandingkan dengan urusan rakyat.
Pemilihan secara langsung dianggap telah memenuhi syarat
demokrasi yang berdaulat di Indonesia. Padahal kedaulatan rakyat yang
dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden dan
anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih
luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi, sebab
hanyalah bagian terkecil dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Indonesia memang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, hal ini
juga diperkuat dalam UUD 1945 menganut asas kedaulatan rakyat, dan
secara jelas pula menganut sistem demokrasi melalui perwakilan, namun
tidak satu pasal pun dalam UUD 1945 yang menyinggung adanya
pemilihan umum.7 Karena dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 19 ayat 1 hanya
menyatakan bahwa susunan keanggotaan MPR dan DPR “ditetapkan
dengan undang-undang.” Karenanya Muhammad Yamin berpendapat
bahwa seluruh anggota DPR dan MPR dapat saja diangkat oleh presiden,
asalkan pengangkatan itu ditetapkan oleh undang-undang.8
Pasal 18 ayat (4) menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah
provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Pada akhirnya
frasa “dipilih secara demokratis” telah ditafsirkan oleh sebagian kalangan
bahwa pemilihan umum secara langsung yang dianggap sebagai cara
yang demokratis dalam memilih kepala pemerintahan daerah. Tetapi
sebagian lain menyatakan tidak harus dipilih secara langsung, melalui
DPRD pun juga dapat dikatakan demokratis karena dilakukan dengan
cara-cara yang demokratis.
Terdapatnya frasa “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18 ayat
(4) UUD Negara Republik Indonesia 1945 ini justru menjadi bumerang
bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Karena dari pemaknaan
ganda ini timbul pemikiran tentang bagaimanakah seharusnya
7
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia, (Jakarta: Gema Insani), h. 26
8
pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah itu sendiri. Karena bisa jadi
dari frasa tersebut timbul makna apakah pemilihan kepala daerah
dilakukan secara langsung oleh rakyat ataukah dilakukan langsung oleh
DPRD.
Dari latar belakang di atas, penulis berinisiatif untuk melakukan
pengkajian secara mendalam dalam sebuah skripsi dengan judul:
“Terminologi Demokratis Dalam Pemilihan Kepala Daerah Menurut
Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 dan Aplikasinya Dalam UU Pemilu”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan pembatasan
masalah diatas, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah menurut
pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 ?
b. Apa yang landasan Yuridis, Filosofis, dan Sosiologis
penggunaan klausa “dipilih secara demokratis” ?
c. Bagaimana penafsiran makna dipilih secara demokratis
dalam pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 ?
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang tercakup dan keterbatasan
pembatasan masalah menjadi hal yang penting bagi suatu penelitian
yang bertujuan agar penelitian studi tidak melebar dan menjadi layak
sehingga informasi dan data yang dibutuhkan sesuai dengan
permasalahan yang hendak diteliti, oleh karenanya hanya difokuskan
kepada analisis terhadap pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik
Indonesia mengenai pemerintahan daerah yaitu pemilihan kepala
umum. Kepala daerah yang dimaksudkan oleh penulis adalah kepala
pemerintahan daerah secara umum, baik kepala pemerintahan daerah
provinsi maupun kabupaten dan kota.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui mekanisme pemilihan kepala daerah menurut pasal
18 ayat (4) UUD NRI 1945.
b. Untuk menjelaskan landasan Yuridis, Filosofis, dan Sosiologis
penggunaan frasa “dipilih secara demokratis”.
c. Untuk menjelaskan penafsiran makna “dipilih secara demokratis”
dalam pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berguna untuk memberikan pemahaman
mendalam mengenai demokrasi dan kedaulatan rakyat serta
implementasinya dalam pemilukada yang berguna bagi pembaca,
memberikan pemahaman mengenai makna dan pemilu yang syarat
demokratis dalam pemilukada yang di atur dalam UU pemilukada
pada pasal 18 ayat (4), Serta khazanah keilmuan bagi masyarakat yang
membaca penelitian ini mengenai gambaran demokrasi lokal di
Indonesia khususnya mengenai pemilihan umum kepala daerah yang
berkembang di Indonesia.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian yang dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan dengan meneliti bahan pustaka atau
data sekunder.9 Oleh karena itu penelitian ini menitik beratkan pada
analisis mengenai hukum/ketetapan-ketetapan yang berlaku dengan
dan berkaitan dengan perundang-undangan mengenai pemilihan
umum kepala daerah.
Penelitian ini juga memakai penelitian deskriptif kualitatif
yang mengungkap fakta dan keadaan mengenai demokrasi dan
pemilihan umum kepala daerah di Indonesia. Sedangkan metode
pendekatan analisis data yang diperlukan adalah metode kualitatif
yang memahami secara mendalam yang terjadi menghasilkan data
9
deskriptif analisis. Metode ini digunakan karna dalam penelitian data
kualitatif.10
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik yang dilakukan dalam
pengumpulan data yaitu studi dokumenter yang mempelajari
beberapa literatur tertulis baik yang bersumber pada buku, jurnal,
makalah, artikel, koran dan internet, maupun dari sumber tertulis
lainnya yang mengandung informasi berkaitan dengan masalah yang
dibahas, yang dihimpun dari berbagai tempat.
3. Teknik Analisis Data
Penulisan skripsi ini termasuk salah satu jenis penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan
cara mengumpulkan data-data yang terkait melalui teknik
pengumpulan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan,
kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas dan
kaidah-kaidah yang diperoleh dari studi kepustakaan. Dengan demikian akan
dapat disimpulkan mengenai makna klausa “dipilih secara
demokratis” dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945, Oleh karena itu
teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif .
Teknik Penulisan Penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2012.
10
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku, serta
skripsi-skrispsi ataupun penelitian-penelitian yang pernah membahas
seputar demokrasi dan pemilu di Indonesia. Berikut beberapa review data
yang menyinggung mengenai bahasan dalam demokrasi dan pemilu, yaitu:
Pertama, buku Gagasan Pemilukada Serentak. Buku ini mengkaji
mengenai pemilukada yang mana didalamnya mengusulkan usulan
perbaikan penyelenggaraan pemilukada, yaitu tentang bagaimana gagasan
penyederhanaan penyelenggaraan pemilukada yang efektif dan efisien yaitu
dengan adanya pemilukada serentak yang dapat diwujudkan melalui
regulasi dalam RUU pilkada yang masih dibahas oleh Komisi II DPR RI
dan pemerintah.11
Kedua, buku Mendemokratiskan Pemilu oleh Hakim G. Abdul.
Buku ini menjelaskan bagaimana pemilu perlu mengalami perbaikan
sehingga menjadi pemilu yang demokratis yang syarat akan demokrasi dan
kedaulatan rakyat sehingga dapat mengakomodasi hak masyarakat dalam
mengutarakan aspirasinya dalam berpolitik.12
Ketiga, buku Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945. Dalam buku ini menjelaskan mengenai alasan
11
Nur Rohim Yunus, Gagasan Pemilukada Serentak, (Jakarta: UIN PRESS, 2014)
12
mengenai dipilihnya Klausa “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18
ayat (4) UUD 1945.13
Keempat, Skripsi dari Jentel Chairnosia berjudul penghapusan
kewenangan mahkamah konstitusi dalam perkara sengketa pemilukada
(analisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI-2013). Skripsi
ini membahas tentang pemilukada, namun penulis hanya memfokuskan
pada analisis putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perkara sengketa
pemilukada.
Setelah melihat tinjauan terdahulu maka penelitian yang saya buat
berbeda dengan yang diatas. Penelitian ini membahas mengenai makna dan
alasan dipilihnya klausa “dipilih secara demokratis” pada pasal 18 ayat (4)
UUD 1945 mengenai pemilukada.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk
penulisan yang teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab.
BAB Pertama membahas mengenai pendahuluan dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metodologi
penelitian serta sistematika penulisan.
13
BAB Kedua membahas mengenai tinjauan umum demokrasi dan kedaulatan rakyat yang terdiri atas pengertian, sejarah, prinsip-prinsip dan
jenis-jenis demokrasi, Juga menjelaskan mengenai pengertian pemilu.
BAB Ketiga menguraikan bagaimana pemilihan kepala daerah berlangsung, dampak postif dan negatif yang muncul, serta penguraian frasa
pemilihan kepala daerah secara langsung secara yuridis, filosofis dan
sosiologis berdasarkan pada naskah akademik pembentukan UU No. 32
Tahun 2004.
BAB Keempat berisi penjelasan mengenai pengertian makna klausa “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945
menurut beberapa pendapat pakar dan putusan Mahkamah Konstitusi yang
pada akhirnya merujuk kepada pembahasan mengenai sistem seperti apa yang
seharusnya dijalankan dalam proses pemilihan langsung kepala daerah.
BAB Kelima bab yang terakhir dan merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang dengan harapan dapat
kiranya untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai demokrasi
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG DEMOKRASI, KEDAULATAN RAKYAT DAN PEMILU
A. Demokrasi dalam Perpektif Teoritis 1. Sejarah Demokrasi
Demokrasi digunakan oleh banyak negara yang telah terbebas dari
penjajahan setelah berakhirnya perang dunia II, Sampai saat ini demokrasi
telah banyak digunakan oleh banyak negara sebagai asas ketatanegaraan,
bahkan jauh sebelumnya telah digunakan pada masa yunani kuno. Athena
membuktikan dalam sejarah mengenai demokrasi tertua di seluruh dunia.
Secara etimologis demokrasi terdiri dari 2 suku kata “demos”
yang dalam bahasa Yunani berarti rakyat dan “cratein” yang berarti
pemerintah (government from the people, by the people and for the
people).14 Dapat disimpulkan bahwa “demos” dan “cratein” mempunyai
makna kekuasaan oleh rakyat, rakyatlah yang kekuasaan tertinggi,
pemerintahan oleh rakyat.
Gagasan tentang demokrasi mempunyai akar yang panjang, dan
telah muncul sejak kurang lebih dari 2500 tahun yang lalu.15 Akarnya,
dapat ditelusuri dari masa kejayaan Yunani Kuno ketika Negara kota (city
state) mulai berkembang di Athena. Athenalah yang dianggap melakukan
14
Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 81
15
Robert Dahl, On Democracy, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), h. 53
demokrasi paling nyata, karena warga Negara terlibat secara aktif dalam
menentukan hukum dan pemerintahan.
Pada awal sejarah perkembangannya, demokrasi hanya dimengerti
sebagai model partisipasi politik langsung yang melibatkan seluruh warga
kota kecil di yunani kuno yang dianggap sudah cakap terlibat dalam proses
politik. Aristoteles menyebut proses politik penataan kehidupan yang
dikelola secara bersama dengan sebutan Negara ideal „politeia’, dan secara
modern diubah namanya oleh Robert A Dahl dengan „Polyarchy’, lalu
diganti dengan istilah yang lebih popular dengan sebutan demokrasi.16
2. Pengertian Demokrasi
Abraham Lincoln menguraikan pengertian „kekuasaan rakyat’ itu
ke dalam slogan yang sangat ringkas, yaitu from the people, by the people,
and for the people. Kesemua itu berintikan rule by the people17 yang memiliki arti kekuasaan ditangan rakyat.
Henry B. Mayo memberi definisi demokrasi sebagai berikut :
“a democratic political system is one in which public policies are made on
a majority basis, by representatives subject to effective popular control at
periodic elections which are conducted on principle of political equality
and under conditions of political freedom”
(“sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil2 yang diawasi secara efektif
16
Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 85
17
oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik)18
Hans Kelsen memberikan penguraian mengenai makna dasar dari
demokrasi, yaitu:19 a. yang melaksanakan kekuasan Negara demokrasi
ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih, dimana rakyat yakin, bahwa segala
kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan
kekuasaan Negara.
b. Caranya melaksanakan kekuasaan Negara demokrasi ialah senantiasa
mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, tiap-tiap tindakan yang
yang dilakukan oleh orang yang melaksanakan kekuasaan Negara tetap
berpegang atas kepentingan rakyat semata.
c. Keberhasilan kekuasaan Negara demokrasi tidaklah diukur dengan
angka-angka. Namun keberhasilan itu dapat terwujud jika dapat
memperoleh hasil yang diinginkan oleh rakyat dengan mempertimbangkan
dasar-dasar demokrasi dan tidak menyimpang olehnya.
Ciri demokrasi adalah, Pertama, berciri kedaulatan rakyat.
Rakyatlah yang berdaulat (sovereign) dan berhak bersuara, baik secara
langsung maupun melalui badan perwakilan yang telah dipilih; Kedua,
18
Henry B. Mayo, An Introduction To Democratic Theory, (New York: Oxford University Press, 1960), h. 70
19
berciri musyawarah untuk mufakat, bisa dengan suara bulat (consensus),
bila pula dengan suara terbanyak (mayority vote); Ketiga, Berciri pemikul
tanggung jawab atas pikiran dan perbuatan diri (accountability) Orang
harus memikul tanggung jawab atas ungkapan dan perbuatannya. Rasa
tanggung jawab ini tumbuh tidah hanya terhadap diri sendiri, melainkan
terhadap masyarakat, bangsa, Tuhan, dan negara.;20 Keempat, ciri
mengenai demokrasi ialah bahwa tiap-tiap keputusannya selalu
bersandarkan atas kelebihan suara.21
Menjadi suatu perjuangan bagi tiap-tiap golongan dalam suatu
permasalahan untuk merebut suara terbanyak, golongan mayoritas yang
mempunyai suara terbanyak akan menang, sedangkan golongan minoritas
akan kalah. Namun bukanlah ihwal antara hidup dan mati dalam suatu
perebutan suara, karena tetap saja kelompok minoritas yang mendapatkan
suara terkecil juga mempunyai hak untuk duduk dalam pemerintahan.
Demokrasi adalah salah satu cara melembagakan nilai-nilai, juga
digunakan sebagai cara untuk mengatur tata tertib masyarakat. Demokrasi
digunakan sebagai wadah aspirasi masyarakat untuk menentukan
kebebasan bergerak, berpikir, menentukan kebebasan publik, menyatakan
pendapat dan tulisan, dan sebagainya.
Pada zaman modern Demokrasi telah banyak digunakan oleh
banyak negara sebagai prinsip bernegara. Menurut Mahfud MD ada dua
20
Nurcholis Madjid, dkk, Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi (Pengalaman Masa Orde Baru), (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), h. 156
21
alasan dipilihnya demokrasi sebagai suatu dasar dalam bernegara;
Pertama, hampir semua negara di dunia telah menjadikan demokrasi
sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai alas kenegaraan
secara esensial yang memberi arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai otoritas tertinggi22
Istilah demokrasi telah banyak diperbincangkan dan telah banyak
dijadikan sebagai sistem politik yang ideal di berbagai negara. Konsep
demokrasi dipraktikkan oleh banyak negara dan dilaksanakan secara
berbeda-beda antara satu negara dengan negara yang lain. Hampir tidak
ada negara di zaman modern ini yang tidak menggunakan sistem
demokrasi, bahkan Negara yang komunis sekalipun juga menyatakan telah
menggunakan sistem demokrasi. Islamic public, including the arab
publics, overwhelmingly view democracy as the best form government.23
(Masyarakat islam, termasuk masyarakat arab, banyak yang memandang
demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik).
Selain memahami prinsip-prinsip mendasar yang terdapat dalam
demokrasi, perlu untuk mengetahui pengertian demokrasi secara umum
melalui pendekatan krritis – filosofis, sehingga dapat dipahami arti yang
hakiki dari demokrasi sebagai suatu fenomena politik dan etika. Pengertian
demokrasi secara filosofis dapat dijawab melalui dua pendekatan, yaitu
berdasarkan demokrasi yang ditinjau dari keseluruhannya yang lebih besar
22
Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gema Media, 1999), h. 5-6
23
yang didalamnya hal tersebut menjadi anggotanya; Kedua, dari dari segi
bagian-bagian yang menyusun barang sesuatu tersebut.24
Jika ditinjau dari keseluruhannya demokrasi adalah suatu ide
tentang tatanan politik, dan asas ketatanegaraan, dimana didalamnya
menganut konsep kekuasaan dari kehendak rakyat. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa demokrasi hanyalah suatu cara pengelolaan kekuasaan
dalam suatu institusi Negara yang merupakan suara rakyat mayoritas yang
bebas dan berkesamaan hak menjadi penentu.25
Jika ditinjau dari segi bagian-bagian yang menyusunnya,
demokrasi merupakan suatu konsep kekuasaan yang ditopang oleh tiga
prinsip eksistensial, yaitu prinsip kebebasan, prinsip kesamaan beserta
derivatifnya, dan prinsip kehendak rakyat mayoritas, dengan
mempertimbangkan syarat-syarat yaitu: bebas, sama dan adanya kehendak
mayoritas inilah yang significant dalam eksistensi demokrasi. Sehingga,
kekuasaan yang diamanatkan kepada „sesuatu’ atau kepada para wakil
yang telah diproses melalui pemilihan yang bebas, sebagai ekspresi dari
kesamaan hak politis yang dikehendaki oleh mayoritas suara dari seluruh
rakyat.26
Namun jika diartikan secara teoritis, demokrasi mempunyai dua
macam pengertian, yaitu dalam arti formil dan materiil. Arti demokrasi
24
Filsafat Demokrasi, h. 172
25
Ibid, h. 173
26
secara materiil, ialah bahwa dari demokrasi itu justru terletak pada
jaminan yang diberikan terhadap hak-hak yang berdasar kepada
pengakuan kemerdekaan tiap-tiap orang yang menjadi warna negara. Arti
demokrasi secara formil hanya sekedar mengandung pengakuan bahwa
faktor yang menentukan dalam negara ialah kehendak rakyat.27
Demokrasi dan kedaulatan rakyat adalah bagaikan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, karena didalamnya terdapat asas yang
memegang teguh bahwa kedaulatan atau kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat. Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang
sangat tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis
kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat
dalam pemerintahan sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan
bagi pembuat keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada
pemerintah melalui pemberian suara secara periodik).
Konflik inti telah memunculkan tiga jenis atau model pokok
demokrasi. Pertama, demokrasi partisipatif atau demokrasi langsung,
Suatu sistem di mana pengambilan keputusan tentang permasalahan umum
melibatkan warga Negara secara langsung. Ini adalah tipe demokrasi “asli”
yang berada di Athena kuno, diantara tempat-tempat yang lain Kedua,
demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, suatu sistem pemerintahan
yang menggunakan „pejabat’ yang dipilih untuk „mewakili’ kepentingan
atau pendapat warga negara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil
27
tetap menjunjung tinggi „aturan hukum’. Ketiga, demokrasi yang
didasarkan atas model satu partai (meskipun sebagian orang meragukan
apakah ini termasuk suatu model demokrasi atau bukan). 28
Secara sederhana tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi
adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan, karena di dalam demokrasi
modern terdapat konstitusi yang membatasi kekuasaan dan mengontrol
aktivitas pemerintahan, baik secara tertulis, tidak tertulis, ataupun
keduanya.
Sejak kelahirannya, demokrasi telah banyak memperoleh
pendukung bahkan pengritik. Meskipun demokrasi dianggap sebagai suatu
sistem politik yang lebih mampu memberikan jaminan kebebasan
dibandingkan dengan sistem politik manapun, tetapi juga banyak
pengamat yang memperhatikan bahwa demokrasi bukanlah sistem terbaik
diantara yang baik. Winston Churchill menyebut demokrasi sebagai „least
bad’ form of government.29
3. Prinsip-prinsip Demokrasi
Pemerintah atau negara adalah pihak yang berkuasa dalam
pengaturan masyarakat. Demi kepentingan bersama, rakyat diharuskan
mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah, dan
terdapat pula konsekuensi penjatuhan hukum jika tidak mematuhi
peraturan yang berlaku. Dalam konsep teoritis demokrasi terdapat
28Ni’matul Huda,
Ilmu Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cetakan Ketiga, h. 207
29
prinsip umum dalam menjalankan pemerintahan yang baik, yaitu
pemerintahan yang senantiasa dalam kontrol dan partisipasi rakyat penuh.
Prinsip-prinsip demokrasi telah banyak dirumuskan oleh banyak
penulis, seperti Robert A. Dahl, Laski, William Ebenstein, dll. Namun
demikian pendapat para penulis tersebut tidak jauh berbeda, sehingga
semua pendapat hanya berbeda dari segi istilah dan penekanannya.
Pengertian demokrasi memang memiliki konotasi yang luas dan
bervariasi, sehingga makna demokrasi itu sendiri sulit mendapatkan
makna yang kongkrit.
Namun dapat diambil kesimpulan dari teori demokrasi
masing-masing pakar, bahwa prinsip umum demokrasi ialah: (1) Adanya
nilai-nilai yang bersifat substansial. (2) adanya nilai-nilai-nilai-nilai yang bersifat
instrumental (prosedural) yang menjadi mekanisme penentu agar
persetujuan menjadi absah. Kedua kategori ini tersebut, baik substansial
maupun prosedural, sama pentingnya dalam eksistensi suatu tatanan
teoritis yang disebut dengan “demokrasi”30
. Karena tanpa adanya nilai atau
prinsip tersebut, maka demokrasi tidak mungkin ada
4. Jenis-jenis Demokrasi
Ada beberapa jenis demokrasi, namun hanya ada dua bentuk dasar.
Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya.
a. Demokrasi Langsung
30
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana
setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam setiap
keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri
dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki dirinya
sendiri dalam memilih suatu kebijakan, sehingga mereka memiliki
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi.
b. Demokrasi Perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan
melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan
mengambil keputusan bagi mereka.31
B. Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Teoritis
Kedaulatan adalah terjemahan dari kata “Souverainiteit” (bahasa
Belanda), “souverainete” (bahasa Prancis), “sovranus” (bahasa Italia)
yang berarti kekuasaan atau kewenangan tertinggi dalam suatu wilayah.32
Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary, kedaulatan atau sovereign
“characteristic of or endowed with supreme authority (sovereign
nation)”,33 Teori kedaulatan rakyat memandang bahwa kekuasaan
tertinggi berasal dari rakyat, sehingga dalam menjalankan tugasnya harus
mengedepankan kepentingan rakyat.
31
id.m.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
32
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 66
33 Bryan A. garner, Black’s Law Dictionary, eight edition, (Minessotta:West
Dipelopori oleh Jean Bodin dalam karya monumentalnya yang
berjudul Six Livres de la Repulique dikatakan bahwa kedaulatan (dalam
pandangan klasik) tersebut tidak dapat dipisahkan dari negara.34 Menurut
Jean Bodin terdapat dua karakteristik yang dimiliki oleh kedaulatan.
Pertama, bersifat mutlak dan abadi, sehingga harus bersifat utuh, tunggal,
dan tidak terbagi-bagi atau terpecah, sehingga bersifat tertinggi dalam arti
tidak terderivikasikan dari kekuasaan yang lebih tinggi. Kedua, kekuasaan
berdaulat dalam negara tersebut berkaitan dengan fungsi legislatif, yaitu
bahwa negara tersebut berdaulat dalam membuat hukum atau
undang-undang35
Teori kedaulatan rakyat lahir sebagai reaksi dari kedaulatan raja.
Menjadikan teori kedaulatan rakyat sebagai inspirasi Revolusi Perancis.
Masih banyak negara yang menganut paham monarki saat teori ini
dimunculkan, sehingga yang berkuasa saat itu adalah raja atau pemerintah.
Apabila pemerintah tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan kehendak
rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk mengganti pemerintahan itu.
Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut
dengan volonte generale oleh Rousseau.36
Pada dasarnya prinsip kedaualatan rakyat atau demokrasi hendak
mengatakan bahwa rakyat sendiri yang berwenang menentukan bagaimana
34
Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara (A Turning Point of The State), (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 139
35
Ibid., h.145
36
mereka mau dipimpin dan oleh siapa mereka dipimpin. Karena secara
umum semua anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama
sebagai manusia dan warga suatu negara.
Kedaulatan rakyat merupakan kekuasaan tertinggi negara dan
menjadi atribut bagi negara sebagai organisasi paling besar.37 Kedaulatan
rakyat adalah ajaran dimana kekuasaan tertinggi diberikan oleh rakyat atau
juga disebut dengan pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Asas
kedaulatan rakyat merupakan cita negara yang terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan rakyat didasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan, oleh karena itu sistem
negara Republik Indonesia harus terbentuk atas asas kedaulatan rakyat.
Ada pula pengertian kedaulatan rakyat oleh JJ. Rousseau,
menurutnya yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat pada prinsipnya
adalah cara atau sistem mengenai pemecahan soal menurut cara atau
sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Jadi kehendak umum
hanyalah khayalan saja yang bersifat abstrak, dan kedaulatan adalah
kehendak umum.38 Baginya jika kedaulatan rakyat berada ditangan rakyat
maka selamanya akan tetap berada di tangan rakyat.
Teori kedaulatan rakyat ini juga diikuti oleh Immanuel Kant.
Menurutnya tujuan negara adalah menegakkan hukum dan menjamin
kebebasan para warga negaranya. Pengertian kebebasan disini adalah
37
Eddy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis Terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara Lain, (Malang; Nusa Media, 2007), h. 28
38
kebebasan dalam batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang
disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri.39 Sehingga
undang-undang adalah merupakan penjelmaan dari kemauan atau kehendak rakyat.
Pengertian JJ. Rousseau dianggap mempunyai banyak kelemahan,
khususnya jika dihubungkan dengan perkembangan zaman sekarang.
Montesquieu berpendapat bahwa tidak ada kedaulatan yang tidak
terpecah-pecah, dianggap nihil dan mustahil. Maka dari itu untuk
menjamin demokrasi, kekuasaan negara harus dibagi-bagi dan
dipisah-pisahkan dalam beberapa fungsi yang saling mengendalikan satu dengan
yang lain (checks and balances) Oleh karena itu, kekuasaan negara harus
dibagi kedalam tiga fungsi disebut sebagai Trias Politika, yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.40
Moh. Hatta membedakan dengan tegas esensi demokrasi Barat
sebagaimana yang digagas oleh Rousseau dengan konsep kedaualatan
rakyat atau demokrasi yang menurut versi indonesia:41
“Demokrasi Barat yang dilahirkan oleh revolusi Perancis tiada membawa
kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan
Kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja tidak cukup untuk mencapai
demokrasi yang sebenarnya, yaitu kedaulatan rakyat. Haruslah adapula
39
Demokrasi Lokal (Evaluasi Pemilukada di Indonesia), (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), h. 31
40
Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 34
41
demokrasi ekonomi, yang berkenaan dengan penghidupan orang banyak
harus berlaku dibawah tanggungan orang banyak pula. Volkssouvereiniteit
yang dianjurkan oleh Rousseau pincang dan menyimpang jalannya, tiada
membawa kedaulatan kepada rakyat, oleh karena itu berdasarkan
individualisme, dan keterangan di atas cukup memberi bukti, bahwa
semangat individualisme tidak dapat sesuai dengan cita-cita kedaualatan
rakyat, yaitu rakyat adalah raja dalam menentukan nasibnya sendiri.
Bagaimana pemerintahan negeri harus dijalankan dan bagaimana
keputusan rakyat atau mufakat”42
Dewasa ini, konsep kedaulatan rakyat tetaplah harus dipahami
menjadi kekuasaan tertinggi namun dibatasi.43 Pada hakikatnya,
kedaulatan rakyat tetaplah harus menjamin bahwa sesungguhnya
rakyatlah yang memiliki kekuasaan negara dalam segala kewenangannya
dalam tugasnya menjalankan fungsi kekuasaan negara, baik dalam bidang
eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Serta rakyatlah yang
merencanakan, mengawasi, mengatur serta melakukan penilaian dalam
segala aspek kegiatan pemerintahan.
Namun mengenai pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tidak
hanya dipahami sebagai hal yang mutlak dalam arti tidak terbatas, karena
secara otomatis kekuasaan tertinggi memang berada di tangan rakyat dan
dibatasi oleh kesepakatan yang mereka tentukan sendiri secara
42
ibid, h. 66
43
sama yang telah dituangkan dalam rumusan konstitusi yang telah disusun
dan di tetapkan bersama.44 Karena dalam konstitusi itulah diatur
bagaimana kedaulatan rakyat disalurkan, diselenggarakan dan dijalankan.
Terdapat dua prinsip yang terdapat dalam kedaulatan rakyat.
Pertama, kebebasan; kedua, kesetaraan. Kedua hal ini merupakan prinsip
penting dan menjadi dasar bagi tegaknya otonomi demokrasi. Dalam
konteks dua prinsip itu, demokrasi membutuhkan adanya pernyataan
hak-hak manusia, di luar hak-hak memilih adanya pernyataan hak-hak-hak-hak manusia,
diluar hak memilih untuk memberikan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam agenda politik.45
Robert A. Dahl dalam melihat demokrasi lebih menitikberatkan
aspek kebebasan politik. Menurutnya, terdapat lima keriteria atau dasar
yang menjadikan proses sebuah pemerintahan negara dikatakan
demokratis :
Pertama, partisipasi yang efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan
Negara, seluruh rakyat harus mempunyai kesempatan yang efektif untuk
memberikan pandangan-pandangan mereka. Kedua, persamaan suara.
Setiap rakyat harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk
memberikan suara dan seluruh suara harus dihitung sama. Ketiga,
pemahaman yang cerah, dalam hal ini setiap rakyat harus diberikan
kesempatan untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang
44
Ibid, h. 142
45
relevan. Keempat, pengawasan agenda. Berbagai kebijakan negara selalu
terbuka untuk diubah jika rakyat menginginkannya. Kelima, pencakupan
orang dewasa, dalam hal ini, semua atau paling tidak sebagian besar orang
dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak
kewarganegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat kriteria
sebelumnya.46
Pada hakikatnya ide dari kedaulatan rakyat itu tetaplah harus
menjamin bahwa rakyatlah yang sesungguhnya memiliki negara dengan
segala kewenangannya dalam tugasnya menjalankan tugas negara, baik
dalam bidang eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Bahwa rakyatlah yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dalam segala
kegiatan pemerintahan.47
1. Prinsip-prinsip Kedaulatan Rakyat
Robert A. Dahl dalam melihat demokrasi lebih menitikberatkan
aspek kebebasan politik. Dahl mengatakan setidaknya ada lima kriteria
atau standar sehingga proses pemerintahan dapat dikatakan demokratis.
Lima kriteria tersebut meliputi:48
Pertama, partisipasi yang efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan
negara, seluruh rakyat harus mempunyai kesempatan yang efektif untuk
memberikan pandangan-pandangan mereka. Kedua, persamaan suara.
46
Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi Menjelajahi Teori dan Praktik Demokrasi Secara Singkat, h. 52-53.
47
Jazim Hamidi, Teori Hukum Tata Negara, h. 142
48
Setiap rakyat harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk
memberikan suara dan seluruh suara harus dihitung sama. Ketiga,
pemahaman yang cerah. Dalam hal ini setiap rakyat harus memberikan
kesempatan untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang
relevan. Keempat, pengawasan agenda. Berbagai kebijakan Negara selalu
terbuka untuk diubah jika rakyat menginginkannya. Kelima, pencakupan
orang dewasa. Dalam hal ini semua atau paling tidak sebagian besar orang
dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak
kewarganegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat kriteria sebelumnya.
Dalam perkembangannya, kedaulatan rakyat atau demokrasi terus
mendapatkan pembenar dan dukungan dari banyak pemikir kenegaraan.
Berbagai macam alasan dengan sudut pandang yang berbeda mereka
kemukakan. John Struart Mill berpendapat bahwa, demokrasi itu dipilih
bukan karena hak-hak pribadi secara apriori, melainkan karena akan
meningkatkan mutu kehidupan semua orang.49 Adapula pendapat oleh
K.H. Abdurrahman Wahid. Ia berpendapat bahwa demokrasi menjadi
suatu kewajiban karena demokrasi sangat mendukung tegaknya pluralisme
bangsa.50
Dalam menjaga kemanfaatan bagi rakyatlah sesungguhnya segala
kegiatan ditunjukkan dan diperuntukkannya segala manfaat yang didapat
49
Ibid, h. 31
50
dari adanya dan berfungsinya kegiatan bernegara tersebut. Dari sinilah
kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui sistem demokrasi.
C. Pemilu dalam Perspektif Teoritis
Pemilihan adalah mekanisme yang resmi yang secara periodic
dapat digunakan sebagai proses pertanggungjawaban vertikal. Banyak
konskuensi yang diakibatkannya karena akses dan pegangan kekuasaan
dalam Negara bergantung pada referensi pemilih.Partisipasi dalam bidang
politik ini tidaklah semata-mata hanya sekedar pelengkap saja melainkan
harus berperan aktif di dalam pengambilan politik yang menyangkut
kepentingan kesinambungan negara dan bangsa.51
Pemilu diitentikkan sebagai suatu sistem, dan kiranya perlu
mengelaborasi maksud dari sistem pemilihan umum. Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengartikan sistem sebagau perangkat unsur yang teratur dan
saling berkaitan sehingga menjadi suatu totalitas.52 Sistem terdiri dari
beberapa unsure dimana satu sama lain saling berkaitan untuk membentuk
suatu yang lebih besar yang disebut sistem. Sedangkan pemilihan umum
diartikan sebagai proses, cara perbuatan memilih yang dilakukan serentak
oleh seluruh rakyat suatu Negara.53
51
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 474.
52
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005), h. 1076
53
Definisi lain tentang sistem pemilu dikemukakan Matias
Iaryczower dan Andrea Mattozi dari California institute of Technology.
Mereka berpendapat sistem pemilu adalah.54
“Menerjemahkan suara yang diberikan saat pemilu menjadi
sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislative
nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan
secara baik dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem
pemilihan umum sebagai lembaga penting dalam demokrasi perwakilan.”
Pemilihan umum merupakan sarana yang sangat penting bagi
terselenggaranya sebuah sistem politik yang demokratis. Melalui sarana
inilah rakyat melakukan kontrol terhadap jalannya pemrintahan, dan kalau
perlu, menentukan apakah mereka masih mau memiliki pemerintah yang
sekarang sedang berkuasa.55
Pemilu menjadi ajang bagi rakyat Indonesia bersama-sama menjadi
pelaku “pesta demokrasi” untuk memilih wakil-wakilnya di legislatif dan
eksekutif. Pemilihan umum menghasilkan lembaga legislatif atau
perlemen. Anggota-anggota parlemen merupakan wakil-wakil rakyat
melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa secara terus-menerus
melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Pemilihan umum
yang tidak dijalankan dengan benar akan menghasilkan wakil-wakil rakyat
54
Khairul Fahmi, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, h. 52
55
yang tidak benar pula. Wakil-wakil rakyat yang tidak benar tidak akan bisa
menjalankan tugas pemerintahan secara benar56.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945
pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula
dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat
sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. 57
Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada
Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga
dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah
"pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan
presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilu menjadi salah satu media untuk mengubah dan
melembagakan aturan yang lebih demokratis dalam tata pemerintahan.
Pemilu tidaklah menjadi akhir dari proses pembelajaran demokrasi, namun
sebaliknya menjadi awal untuk melakukan perubahan struktur dan praktik
bernegara kearah yang lebih baik dan demokratis.
Pemilu menjadi prasyarat dalam kehidupan bernegara dan
bemasyarakat secara demokratis sehingga dalam pemilu sebenarnya rakyat
56
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, (Jakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 3
57
sebagai pemegang kedaulatan akan; pertama, memperbarui kontrak sosial;
kedua, memilih pemerintah baru; dan ketiga menaruh harapan baru dengan
adanya pemerintahan baru.58
Pemilu memuat perjanjian antara rakyat dengan mereka yang
diberi mandat untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, sehingga pemilu
juga menjadi suatu bentuk kontrak sosial. Kontrak ini dibuat dengan partai
pemenang pemilu sebagai bukti bahwa program-programnya sesuai
dengan aspirasi rakyat. Ketika seseorang memberikan suaranya pada suatu
partai, maka hakikatnya suara tersebut menjadi simbol persetujuan rakyat
terhadap program-program partai atau kandidat yang bersangkutan.
Dalam demokrasi perwakilan, meskipun rakyat telah memilih
wakil-wakilnya melalui pemilu hal ini tidak berarti bahwa rakyat secara
bulat menyerahkan hak kedaulatannya kepada para wakil-wakil rakyat
tersebut. Karena sesungguhnya hak rakyat yang diwakilkan kepada para
wakil rakyat hanyalah sekedar hak-hak yang berkenaan dengan
menjalankan fungsi legislatif. Hak-hak rakyat lainnya untuk mengontrol
pemerintah antara lain, hak untuk menyatakan.
Untuk menjadikan pemilu lebih memenuhi asas demokratisnya,
maka adanya pemilu secara langsung yaitu melalui UU No. 32 Tahun
2004. Berbagai peraturan dan praktik penyelenggaraan Pemilu 2004
didesain sedemikian didewasakan untuk mengkondisikan pemilu yang
lebih demokratis.
58
Pemilu 2004 berbeda dengan pemilu sebelumnya, di mana rakyat
hanya memilih anggota legislatif di DPR maupun DPRD dengan cara
memilih tanda gambar partai politik peserta pemilu. Dalam pemilu 2004
rakyat dalam memilih wakilnya dilaksanakan secara langsung. Hal ini di
yakini cukup menjadi akomodasi bagi berjalannya demokrasi di Indonesia.
Pemilu 2004 dilaksanakan secara langsung, di mana rakyat
memilih partai dan figur kandidat yang akan menjadi anggota DPR,
DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan secara langsung
diharapkan dapat meminimalikan praktik money politics maupun
kecurangan-kecurangan lain yang selama ini menjadi kekurangan dalam
pemilu sebelumnya. Pada intinya, pemilihan langsung dinilai lebih
BAB III
REGULASI PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
A. Demokrasi Lokal di Indonesia
Demokrasi dan kedaulatan rakyat implementasikan dalam sebuah
pemilihan umum, baik pemilihan presiden, pemilu legilastif, ataupun
pemilihan umum Kepala Daerah. Pemilihan umum itulah rakyat yang
berdaulat dalam memilih wakil-wakilnya yang diharapkan dapat
menyuarakan aspirasi mereka sebagai wakil rakyat. Di sini dibahas
mengenai upaya perwujudan asas kedaulatan rakyat dalam suatu model
demokrasi perwakilan.
Pemilukada dinilai dapat mengakomodasi sistem seleksi terpadu
yang saling melengkapi untuk melahirkan calon Kepala Daerah terpilih
yang berkualitas, mulai dari seleksi sistem kenegaraan, partai politik,
administratif, hukum administratif sampai seleksi politis.59 Atas dasar itu,
Pemilukada diharapkan akan menghasilkan figur pemimpin yang aspiratif
dan berkualitas yang akan lebih mendekatkan pemerintah dengan
rakyatnya. Harapan lain, Pemilukada menjadi bagian integral dan
akselarasi demokratisasi di tingkat nasional. Artinya, demokrasi di tataran
nasional akan bertumbuhkembang secara mapan jika pada tingkatan lokal
nilai-nilai demokrasi telah berakar kuat terlebih dulu.60
59
Joko. J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008), h. 195-196
60
Ibid
Pemilukada diperkenalkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah,61 sebagai pengganti dari pembentuk undang-undang
terhadap mekanisme mengenai demokrasi perwakilan yang sebelumnya
telah ditentukan dalam UU No. 22 Tahun 1999, di mana kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Pemilukada dinilai dapat mengakomodasi sistem seleksi terpadu
yang saling melengkapi untuk melahirkan calon kepala daerah terpilih
yang berkualitas, mulai dari seleksi sistem kenegaraan, partai politik,
hukum administratif sampai seleksi politis.62Dari sinilah pemilukada
diharapkan dapat menghasilkan figur pemimpin yang berkualitas dan
berkompetensi sebagai wakil masyarakat.
Pada awal penerapannya, mekanisme Pemilukada disambut
antusias tinggi masyarakat. Antusias itu ditunjukkan dengan tingkat
partisipasi yang tinggi dalam setiap penyelenggaraan Pemilukada.
Sebagaimana diketahui, tingginya partisipasi masyarakat seringkali
digunakan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan penyelenggaraan
pemilukada, termasuk mengukur kuat tidaknya legitimasi politik calon
terpilih.63 Demokrasi selalu menyediakan wadah yang luas bagi rakyat
untuk berpartisipasi atau ikut serta secara politik dalam penyelenggaraan
61
Ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah yang terdapat pada pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam suatu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
62
Joko. J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu, h. 195-196
63
pemerintahan. Oleh karenanya dapat dikatakan semakin rendah partisipasi
masyarakat dalam Pemilukada semakin rendah pula kualitas Pemilukada.
Dalam kacamata demokrasi, pemilukada sangat baik adanya bagi
perkembangan demokrasi, dari masa awal perkembangan pemilukada
terdapatnya antusiasme yang tinggi dari masyarakat. Namun seiring waktu
justru merosot, pemilukada juga dianggap belum sepenuhnya mampu
menjamin terwujudnya demokrasi seutuhnya. Pemilukada cenderung
melahirkan persoalan baru yang dapat mencederai demokrasi.
Secara singkat beberapa hal terkait penyelenggaraan pemilukada
dengan karakter yang menonjol seperti saat ini. Pemilukada menjadi arena
rivalitas kekuasaan secara tidak sehat, sehingga belum dapat melahirkan
pemimpin yang memiliki political virtues yang bertindak secara
bertanggungjawab mengutamakan kepentingan masyarakat di atas
kepentingan pribadi, kelompok, atau partai.64 Sehingga pemilukada
sekarang ini memang tidak bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan
hasil pilkada oleh DPRD.
Pemilukada mendorong berjangkitnya moral pragmatisme, baik
calon kepala daerah, penyelenggara pemilukada, maupun masyarakat.65
Moral pragmatisme inilah yang membuat politik uang mewarnai setiap
tahapan pemilukada. Sehingga pada hasilnya pemilukada menjadi tidak
64
Ibid, h. 9
65
professional, kehilangan integritas dan akuntabilitas yang secara langsung
akan mempengaruhi kualitas dan legitimasi pemilukada.
Karakter lain mengenai pemilukada saat ini adalah, bahwa
pemilukada menimbulkan persoalan anggaran, yang menelan anggaran
yang sangat tinggi. Pilkada langsung saat ini cenderung menyuguhkan
praktik demokrasi yang berbiaya tinggi, karena biaya pemilukada
dibebankan kepada APBD. Hal inilah yang juga menjadi salah satu
penyebab keuangan daerah banyak tersedot untuk membiayai
penyelenggaraan pemilukada.
Demokrasi dapat dikatakan murni apabila sebelumnya ada sebuah
pemilu yang adil, jujur, dan berkualitas. Namun sangat disayangkan
bahwa pemilu di Indonesia sangat pendek perjalanannya dengan pemilu
yang „fair’ ataupun pemilu yang kurang „fair’, apalagi tanpa pemilu,
semuanya dirasa kurang memuaskan rasa demokrasi dalam masyarakat.
Bagaimanapun bentuk pemilu tetap saja tidak menjadikan patokan politik
yang demokratis.66 letak kesalahan dalam sebuah pemilu di Indonesia
disebabkan karena adanya unsur negara yang belum disepakati, atau
karena terlalu banyaknya partai, selain keanekaragaman budaya yang
terdapat di masyarakat yang belum dapat dijadikan sebagai syarat mutlak
berdemokrasi.
66
B. Mekanisme Pemilukada di Indonesia 1. Secara Langsung
Pemilihan umum merupakan bagian terpenting dari upaya
implementasi lembaga-lembaga demokrasi modern. Dalam negara
demokrasi, pemilihan dijadikan sebagai akses yang mempunyai fungsi
sebagai cara untuk mendapatkan jabatan publik di pemerintahan, melalui
pemilihan yang terbuka dan kompetitif. Rezim pemilihan merupakan
wujud paling nyata dalam rezim pemilihan. Setiap masyarakat dalam
negara demokrasi mempunyai hak politik yang menjadi menjadi prasyarat
utama diadakannya pemilihan.
Rosseau berpendapat, bahwa demokrasi tanpa partisipasi langsung
oleh rakyat merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi itu
sendiri.67 Dari sinilah tercipta asumsi bahwa pemilihan para pejabat politik
yang demokratis itu lebih baik dilakukan secara langsung dibandingkan
dengan sistem perwakilan.68
Ada sejumlah argumen yang melandasi relevansi pemilihan kepala
daerah secara langsung dengan legitimasi pemerintahan daerah. Pertama,
pemilihan secara langsung diperlukan untuk memutus oligarki partai yang
mewarnai pola pengorganisasian partai politik di DPRD. Kedua,
pemilihan kepala daerah secara langsung dapat meningkatkan kualitas dan
akuntabilitas para elit politik lokal, termasuk kepala-kepala daerah. Ketiga,
67
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Desentralisasi, (Jakarta: Graha Ilmu, 2008) h. 32
68