• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POLA DAN HUBUNGAN KEMITRAAN

DI HUTAN RAKYAT RIMBA LESTARI DESA KARACAK

KECAMATAN LEUWILIANG

PUTRI JUITA SIMARMATA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PUTRI JUITA SIMARMATA. Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang. Dibimbing oleh HARDJANTO.

Modal adalah salah satu faktor yang menjadi kendala dalam setiap pengembangan dan pembangunan hutan rakyat. Pola kemitraan diyakini sebagai suatu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kelompok tani Rimba Lestari (RL) di Desa Karacak mengembangkan usaha hutan rakyat pola kemitraan antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola dan tingkat hubungan kemitraan serta mengetahui pola bagi hasil berdasarkan analisis terhadap manfaat finansial. Pola kemitraan pengelolaan hutan rakyat RL termasuk ke dalam pola Kerjasama Operasional Agribisnis. Kemitraan pengelolaan hutan rakyat RL layak untuk dikembangkan dilihat dari nilai tingkat hubungan kemitraan sebesar 721.67 sehingga termasuk ke dalam ketegori Kemitraan Prima Madya. Berdasarkan kategori tersebut hubungan tingkat kemitraan usaha masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan. Selain tingkat hubungan antar pelaku kemitraan, pengelolaan hutan rakyat RL juga layak untuk dikembangkan berdasarkan analisis manfaat finansial dengan nilai NPV Rp339 769 771 /ha/thn dan BCR 4.63 Rp /ha/thn.

Kata kunci: Hutan rakyat, Kemitraan, dan Tingkat hubungan.

ABSTRACT

PUTRI JUITA SIMARMATA. Analysis Pattern And Relationships Partnership in Community Forest Rimba Lestari in Karacak Village District of Leuwiliang. Supervised by HARDJANTO.

Capital is factor which being a constraint in any development of community forests. Partnership is believed to be a solution of this problem. Farmer group of Rimba Lestari (RL) in Karacak village develop community forest based on bussiness partnerships between smallholder farmers, land owners, and investors. The purpose of this study was to analyze the pattern and level of partnership, as well as knowing the pattern of results based on an analysis of the financial benefits. Partnership of RL community forest management was belong to Agribussiness Operational Partnership pattern. Partnership of RL community forest management is worth to be developed, it shows from the view of partnerships rate of 721.67, that is categorized as Partnership Prima Madya. The relationship of the bussiness need to be encouraged and also it needs an agreements of corporation for make a sustainable management. In addition, the level of relationship and the partnership of RL community forest management is also feasible to be developed based on the analysis of financial benefit with a value of NPV Rp339 769 771 /ha/yr and BCR 4.63 /ha/yr.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ANALISIS POLA DAN HUBUNGAN KEMITRAAN

DI HUTAN RAKYAT RIMBA LESTARI DESA KARACAK

KECAMATAN LEUWILIANG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang

Nama : Putri Juita Simarmata NIM : E14090025

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Hardjanto, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli-Agustus 2013 ini ialah kemitraan hutan rakyat, dengan judul Analisis Pola dan Hubungan Kemitraan di Hutan Rakyat Rimba Lestari Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS selaku pembimbing yang telah dengan sabar mendidik hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak (P. Simarmata), Ibu (R. Malau), dan adik-adik tersayang atas segala bentuk motivasi dan ketulusan doanya untuk penulis. Penghargaan sebesar-besarnya tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Adung dan Bapak Demus Silaen beserta staf BP3K yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis untuk melaksanakan tugas akhir. Ucapan terima kasih juga terlimpahkan kepada teman-teman Manajemen Hutan 46, Wilda, Ulfah, Irka, Mia, Irma, Elin, yang telah memberikan semangat pada penulis serta seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan ataupun penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian di dalamnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Alat dan Bahan Penelitian 3

Metode Pengambilan Contoh 4

Jenis Data yang Dikumpulkan 4

Metode Pengumpulan Data 4

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 6

Karakteristik Responden 6

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 8

Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan 9

Proses Manajemen Kemitraan 10

Pola Kemitraan 13

Analisis Manfaat Finansial 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat pelaku

kemitraan 9

2 Hak dan kewajiban para pelaku kemitraan 14

3 Rincian biaya usaha pengelolaan hutan rakyat kemitraan antara petani

penggarap, pemilik lahan, dan investor 15

4 Rekapitulasi cash flow pada pengelolaan hutan rakyat RL 15

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir alur rumusan masalah 2

2 Karakteristik responden berdasarkan umur 7

3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan 7

4 Pola kemitraan hutan rakyat RL 13

5 Perbandingan antara biaya dengan pendapatan oleh masing-masing

pelaku kemitraan RL 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan 19

2 Cash flow usaha hutan rakyat RL komoditas sengon (Rp/ha/thn) 24 3 Selisih antara biaya dengan pendapatan oleh masing-masing pelaku

kemitraan 26

4 Produksi dan harga sengon berdasarkan tahun tanam 26 5 Rincian upah pekerja per HOK (Hari Orang Kerja) yang diperoleh 26

6 Hutan rakyat kemitraan Rimba Lestari 26

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam sebagai pemasok bahan baku kayu terus menerus diekploitasi secara berlebihan sehingga mengakibatkan produktivitasnya menurun. Berbagai alternatif pengelolaan hutan dilakukan untuk menanggulangi permasalahan yang ditimbulkan oleh kurangnya produktivitas hutan alam. Salah satu alternatif pengelolaan hutan yang dilakukan di Indonesia adalah pengusahaan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat sejalan dengan amanat GBHN bidang ekonomi sub bidang ekonomi kehutanan. Didalamnya disebutkan pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup. Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan produksi kayu dan non kayu diselenggarakan salah satunya dengan peningkatan pengusahaan hutan rakyat (Attar 2000).

Pengusahaan hutan rakyat yang digemari saat ini adalah pola kemitraan. Dalam pengembangan dan pembangunan hutan rakyat, faktor modal menjadi kendala. Pola kemitraan diyakini sebagai suatu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu juga, dengan adanya kemitraan diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta pemantapan organisasi.

Secara harfiah Hafsah (2000) menyebutkan bahwa kemitraan menjadi suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kelompok tani “Rimba Lestari (RL)” di Desa Karacak mengembangkan usaha hutan rakyat pola kemitraan antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor. Pengelolaan hutan rakyat kemitraan baru pertama kali dijalankan di kawasan Desa Karacak. Untuk mengetahui keberhasilan kemitraan perlu dianalisis bagaimana pola pelaksanaan kemitraan yang dilakukan dan hubungan antar pelaku kemitraan dalam kelompok tani RL. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan apabila hasil kerjasama terjadi secara berulang-ulang dan saling menguntungkan (Kementan 2011).

(12)

2

Perumusan Masalah

Keberadaan hutan rakyat perlu diperhitungkan, di Indonesia hutan rakyat pada umumnya dikembangkan pada lahan milik yang merupakan model pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan inisiatif masyarakat. Saat ini, hutan rakyat menjadi bagian dari sumber mata pencahariaan masyarakat meskipun hasil dari hutan rakyat masih dianggap sebagai sumber penghasilan sampingan. Sebagai salah satu solusi pengelolaan hutan di Indonesia, hutan rakyat kemitraan digemari. Hubungan yang terbentuk dalam pola kemitraan merupakan suatu hubungan atas dasar saling mempercayai, menghargai dan saling membutuhkan dalam satu tujuan.

Harmonisasi antar pelaku kemitraan tercipta karena adanya kebutuhan untuk saling mengisi dan pada akhirnya menguntungkan semua pihak terkait. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola dan hubungan yang terjalin pada kemitraan hutan rakyat RL, sehingga dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut terkait keberlanjutan kemitraan hutan rakyat ketika harmonisasi setiap pelaku kemitraan terus terjalin. Berikut kerangka pikir terdahap alur rumusan masalah disajikan pada Gambar 1.

Keterangan :

= Ruang lingkup penelitian = Peranan pelaku kemitraan

Usaha Kemitraan Hutan Rakyat

Kelompok Rimba Lestari

Petani Pemilik Lahan Investor

Tenaga Lahan Modal

Pola kemitraan dan hubungan kemitraan

(13)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis sistem pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan di lokasi penelitian.

2. Menganalisis tingkat hubungan kemitraan antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor sebagai pelaku kemitraan melalui analisis tingkat hubungan kemitraan.

3. Menganalisis pendapatan dari pola bagi hasil usaha hutan rakyat kemitraan RL.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi ataupun gambaran tentang pola kemitraan di suatu daerah sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan terkait kebijakan kehutanan.

2. Memberikan dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun penelitian serupa lainnya.

3. Memberikan solusi dan kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah kemitraan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada hubungan kemitraan yang terjadi antara pelaku kemitraan yaitu petani penggarap, pemilik lahan, dan investor pada kelompok tani RL.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai analisis pola dan hubungan kemitraan di hutan rakyat RL dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Bagian Barat, Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2013. Sementara pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan September 2013.

Alat dan Bahan Penelitian

(14)

4

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan secara sensus dari keseluruhan populasi total petani penggarap yang tergabung dalam kelompok tani. Jumlah responden sebanyak 33 orang, dengan kriteria responden adalah yang menjadi tenaga penggarap dan bagian dari kepengurusan kelompok tani, sedangkan untuk pemilik lahan dan investor diambil 3 responden.

Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan selama penelitian dilakukan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden (petani penggarap, pemilik lahan dan investor) melalui kuesioner ataupun wawancara langsung. Data primer yang diwawancara terkait karakteristik responden, proses kemitraan yang dijalankan mulai dari proses manajemen kemitraan hingga manfaat dari kemitraan. Proses Manajemen kemitraan berupa kelengkapan perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan kerjasama. Manfaat kemitraan berupa manfaat ekonomi, teknis seperti penguasaan teknologi, dan sosial. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian dan dengan melakukan studi pustaka.

Metode Pengumpulan Data

Teknik yang dilakukan dalam proses pengambilan data primer dan data sekunder yaitu:

1. Teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan kuesioner dan wawancara secara tidak terstruktur dengan bertanya secara langsung tanpa menggunakan kuesioner kepada responden.

2. Pengamatan peran serta yaitu dengan mengamati kondisi dan kegiatan responden di lapangan.

3. Studi pustaka yaitu dengan cara mencatat dan mempelajari laporan, dokumen, literatur, karya ilmiah, hasil penelitian dan arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan penguraian dan penjelasan mengenai pembagian peran antar pelaku kemitraan. Aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah meliputi hak dan kewajiban dari masing-masing pelaku kemitraan.

Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan

(15)

5

�= ( + + )

� Keterangan :

X = Nilai rata-rata tingkat hubungan kemitraan tiap kategori

a, b, c = Nilai skoring atas jawaban yang dipilih

y = Nilai atas banyaknya jawaban yang dipilih

Berdasarkan proses manajemen kemitraan dan manfaatnya, tingkat hubungan kemitraan usaha antara petani dengan investor, pemilik lahan dan pemerintah desa dapat dibagi dalam empat kategori yaitu :

1. Kategori kemitraan Pra Prima dengan nilai rata-rata kurang dari 250 2. Kategori kemitraan Prima dengan nilai rata-rata 250-500

3. Kategori kemitraan Prima Madya dengan nilai rata-rata 501-750 4. Kategori kemitraan Prima Utama dengan nilai rata-rata diatas 750

Kategori kemitraan Pra Prima jarang dilakukan karena merugikan kedua belah pihak, kemitraan Prima sering dilakukan pada pelaksanaan kemitraan jangka pendek dan cenderung lebih menguntungkan pihak inti. Kemitraan Prima Madya merupakan kemitraan yang sering dilakukan dalam kemitraan jangka menengah dan jangka panjang, pihak inti berperan dalam penyediaan sarana. Kemitraan Prima Utama merupakan kemitraan yang dilakukan jangka panjang, pihak inti berperan dalam penyediaan sarana dan pemasaran.

Analisis Manfaat Finansial

Indikator yang digunakan untuk mengetahui manfaat secara finansial adalah sebagai berikut:

1. Net Present Value (NPV)

Nilai sekarang bersih atau Net Present Value suatu kegiatan penjualan suatu produk akan dikatakan menguntungkan bila memiliki nilai NPV yang positif atau NPV ≥ 0. Formula dari NPV sebagai berikut (Gittinger 1986) :

���= Bt - Ct

(1 + i)t

�=0

Keterangan:

NPV = Net Present Value

Bt = Keuntungan pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t

n = Umur ekonomis dalam suatu pengusahaan i = Suku bunga yang berlaku

2. Benefit Cost Ratio (BCR)

(16)

6

� = Bt

(1 + i)t

�=0

Ct

(1 + i)t

�=0

Keterangan:

BCR = Benefit Cost Ratio

Bt = Keuntungan pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t

n = Umur ekonomis dalam suatu pengusahaan i = Suku bunga yang berlaku

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Secara administratif hutan rakyat RL berada di Desa Karacak termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Desa Karacak terletak pada 106º39’00”–106º36’00” BT dan

06º39’00”–06º34’30” LS. Luas wilayah Desa Karacak sekitar 710 023 ha serta

berbatasan langsung dengan Desa Barengkong di sebelah utara, Desa Pabangbon di sebelah timur, Desa Karyasari di sebelah selatan, dan Desa Situ Udik di sebelah barat. Topografi Desa Karacak seluruhnya adalah dataran bergelombang dengan jenis tanah didominasi jenis tanah podsolik merah kuning. Ketinggian tempat di atas permukaan laut sekitar 500 mdpl. Desa Karacak termasuk dalam tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 4 683 mm, dan suhu rata-rata 27-35ºC.

Karakteristik Responden

(17)

7

Gambar 2 Karakteristik responden berdasarkan umur

Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Umur merupakan salah satu karakteristik individu petani yang sangat penting untuk diketahui karena pada saat ini pelaku usaha pertanian di Indonesia, termasuk pelaku usaha hutan rakyat sering ditengarai sebagai kelompok lanjut usia (Kurniadi 2013). Berdasarkan sebaran umur petani pada Gambar 2, terlihat bahwa umur petani paling muda dan paling tua secara berturut–turut adalah usia 21 tahun dan 55 tahun. Sebaran umur petani yang mendominasi adalah antara usia 36-40 tahun dan 46-50 tahun. Badan Pusat Statistik (2010) sebaran umur di atas termasuk pada usia produktif yang berada antara 15-64 tahun. Petani pada usia produktif dapat lebih aktif bekerja yang dalam hal ini mengelola hutan rakyat agar memperoleh hasil maksimal.

21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55

(18)

8

Karakteristik petani berdasarkan pendidikan pada Gambar 3 telihat bahwa tingkat pendidikan petani tergolong sedang. Alasan peneliti dalam membatasi kategori tingkat pendidikan berdasarkan pendidikan di Indonesia yang wajib belajar 9 tahun yaitu pada tingkat SMP. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 54,55% atau sejumlah 18 orang dari total 33 orang responden petani penggarap, berpendidikan terakhir adalah tamat SMA. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir saat menjawab pertanyaan wawancara dan secara tidak langsung pola pikir juga berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan hutan rakyat kemitraan yang dilakukan, serta lebih mudah menerima perubahan. Adanya gagasan baru yaitu pola kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat yang memberikan kesempatan dalam peningkatan ekonomi akan lebih cepat diterima oleh orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi (Yuwono 2006).

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan di Desa Karacak dimulai sejak tahun 2009. Kerjasama yang terbentuk antara petani penggarap, pemilik lahan dan investor hingga saat ini dilakukan pada lahan kelola seluas 41.5 ha. Areal lahan kelola tersebut hanya berkonsentrasi pada komoditas Sengon sebagai tanaman hutan rakyat RL. Selain jenis tanaman hutan, jenis tanaman semusim seperti cengkeh, manggis, durian, cempedak ditanam sebagai tanaman sela yang ditanam dipinggiran areal lahan kelola. Selain sebagai tanaman sela, tanaman semusim tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan menambah pendapatan petani penggarap. Sedangkan rumput–rumputan digunakan sebagai tanaman penguat teras serta untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak yang dimiliki petani dan masyarakat sekitar.

Surat perjanjian kesepakatan yang menjadi acuan pelaku kemitraan dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat RL memperbolehkan petani selaku penggarap untuk melakukan tumpangsari. Tumpangsari tanaman sengon dengan tanaman pertanian pada lahan kelola tersebut hanya dilakukan oleh petani penggarap hingga usia tanaman sengon telah mencapai 2 tahun. Pemilihan waktu pelaksanaan tumpangsari ini sekaligus adalah untuk waktu pelaksanaan kegiatan pemeliharaan terhadap tanaman sengon.

(19)

9

Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan

Resnawaty (2007) menjelaskan bahwa hubungan kemitraan merupakan kerjasama atau pola relasional yang terjalin antar pelaku kemitraan. Hubungan antar petani penggarap, pemilik lahan, dan investor terbentuk dalam proses melaksanakan pengelolaan hutan rakyat dan menjalankan kehidupan sosial ekonomi mereka. Analisis tingkat hubungan kemitraan penelitian ini didasarkan pada Keputusan Menteri Pertanian No.944/Kpts/OT.210/10/97 mengenai Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian. Analisis hubungan kemitraan dilakukan untuk mengukur layak atau tidak layaknya suatu usaha kemitraan dengan cara kategorisasi.

Terdapat dua aspek yang dinilai yaitu aspek proses manajemen kemitraan dan aspek manfaat. Adapun hasil perhitungan analisis berdasarkan pendapat dari petani penggarap, pemilik lahan, dan investor disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat pelaku kemitraan

No. Faktor yang dinilai Nilai

maks

Nilai pendapat pelaku kemitraan Nilai

rata-I. Aspek proses manajemen

(20)

10

Hasil analisis yang diperoleh dari aspek proses manajemen untuk petani penggarap, pemilik lahan, dan investor secara berturut–turut adalah 295, 355 dan 355 dari nilai maksimum 500. Hasil aspek manfaat diperoleh nilai yang sama untuk masing–masing yaitu 400 dari nilai maksimum 500. Jumlah nilai untuk aspek proses manajemen dan aspek manfaat menurut pendapat petani penggarap, pemilik lahan, dan investor secara berturut–turut adalah 695, 755 dan 755 dari nilai maksimum 1000.

Perbedaan nilai yang diperoleh dari pendapat petani penggarap, pemilik lahan, dan investor terhadap aspek proses manajemen dan aspek manfaat tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai akhir yaitu sebesar 721.67. Hasil yang diperoleh menunjukkan keterlibatan petani tidak hanya sebagai penggarap, namun petani juga dilibatkan sebagai pengelola. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan kerjasama di lapangan sudah sesuai dengan prosedur atau perjanjian yang telah disepakati bersama. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian kerjasama ini termasuk ke dalam kategori Kemitraan Prima Madya. Hubungan tingkat kemitraan usaha ini masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan.

Proses Manajemen Kemitraan

Aspek Proses Manajemen

Kategori kemitraan pada aspek proses manajemen kemitraan terdiri dari tiga indikator, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan efektivitas kerjasama.

a. Perencanaan

a.1 Perencanaan Kemitraan

Penyusunan rencana kemitraan, investor dan pemilik lahan berpendapat bahwa perencanaan dilakukan secara bersama–sama. Sementara petani penggarap berpendapat bahwa perencanaan hanya dilakukan oleh oleh pihaknya sebagai kelompok mitra, keterlibatan investor dan pemilik lahan sebatas menyetujui. Dengan demikian nilai rata–rata yang diperoleh sebesar 75.

a.2 Kelengkapan Perencanaan

Nilai rata–rata untuk kelengkapan perencanaan sebesar 41.67. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan pendapat investor dan pemilik lahan yang menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi 5 aspek yaitu permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan manajemen, sarana produksi pertanian, prasarana pertanian. Sedangkan petani penggarap berpendapat bahwa lingkup perencanaan hanya meliputi 3 aspek yaitu permodalan, pembinaan teknologi, dan pembinaan manajemen. Berdasarkan pendapat dari investor, pemilik lahan, dan petani penggarap maka diperoleh nilai perencanaan secara berturut–turut adalah sebesar 150, 150 dan 65, sedangkan nilai rata–rata perencanaan adalah 116.67.

b. Pengorganisasian b.1 Bidang Khusus

(21)

11 memiliki posisi yang sama selama mengikuti kesepakatan kerjasama. Hal ini terjadi karena kerjasama terbentuk berdasarkan prinsip saling membutuhkan. b.2 Kontrak Kerjasama

Faktor yang dinilai untuk kontrak kerjasama ada tiga diantaranya adalah keberadaan kontrak kerjasama yang secara tertulis dengan nilai 25, isi kontrak kerjasama yang memuat sebagian besar dari kedelapan aspek kemitraan dengan nilai 40, dan yang terakhir adalah bentuk kerjasama yang dibuat secara lengkap, jangka pendek, memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas dengan nilai 40. Pendapat yang sama untuk setiap faktor oleh petani penggarap, pemilik lahan, dan investor menandakan bahwa kontrak kerjasama dirumuskan dan disepakati bersama sehingga diperoleh nilai rata–rata sebesar 105.

c. Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama c.1 Pelaksanaan Kerjasama

Petani penggarap, pemilik lahan, dan investor menyampaikan pendapat yang sama bahwa pelaksanaan kerjasama dilakukan sesuai dengan perjanjian dan dilaksanakan secara transparan. Pendapat tersebut memberi nilai rata–rata untuk pelaksanaan kerjasama sebesar 50.

c.2 Efektivitas Kerjasama

Terdapat enam faktor yang dinilai untuk efektivitas kerjasama yang memberikan nilai rata–rata sebesar 50. Faktor–faktor efektivitas kerjasama diantaranya adalah kejelasan peranan masing–masing pelaku kerjasama yang bermitra dengan instansi terkait memperoleh nilai 25. Kejelasan peranan yang dimaksud adalah dimana kerjasama yang dilakukan antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor diakui oleh instansi terkait yang dalam hal ini adalah Balai penyuluh pertanian perikanan dan kehutanan yang sekaligus selaku Pembina kelompok tani. Sementara untuk faktor kontinuitas hasil, kualitas suplai dan sistem pembayaran bernilai nol karena dalam kerjasama ini belum pernah dilakukan pemanenan. Sesuai dengan kesepakatan kerjasama bahwa pemanenan baru akan dilakukan pada daur tanaman hutan rakyat sudah 5 tahun, sementara saat penelitian dilakukan tanaman yang mulai ditanam pada tahun 2009 tersebut belum siap tebang. Selanjutnya untuk faktor cara pembayaran diperoleh nilai 25, masing–masing pelaku kerjasama sepakat bahwa pembayaran dilakukan secara tunai ketika transaksi setelah pemanenan. Faktor yang terakhir adalah ketergantungan/penentuan harga dengan nilai nol. Masing–masing pelaku kerjasama petani penggarap, pemilik lahan, dan investor berpendapat yang sama bahwa penentuan harga hanya dilakukan oleh investor dan pemilik lahan tanpa melibatkan petani penggarap maupun dinas atau instansi terkait.

Aspek Manfaat

Aspek manfaat untuk kategorisasi tingkat hubungan kemitraan terdiri dari tiga indikator yaitu, ekonomi, teknis, dan sosial.

a. Ekonomi

(22)

12

sebelumnya. Peningkatan pendapatan diperoleh dari upah yang diterima petani penggarap dalam kegiatan penanaman hingga pemeliharaan terhadap tanaman kerjasama dan dari hasil tanaman semusim yang ditanami diantara tanaman sengon. Kedua faktor harga dengan nilai rata–rata 25, sebagai jaminan pasar harga yang berlaku ditingkat petani penggarap setara dengan harga pasar berdasarkan pendapat masing–masing pelaku kerjasama. Penetapan harga yang berlaku sangat dipengaruhi oleh penawaran tengkulak/pengumpul ketika transaksi tawa menawar penjualan kayu. Tengkulak biasanya akan menawarkan harga yang di bawah pasar atau setara harga pasar dengan catatan petani tidak perlu mengeluarkan biaya panen. Hal tersebut juga yang memotivasi petani untuk menjual kayu melalui tengkulak, dimana petani penggarap tidak perlu memanen langsung.

Ketiga faktor produktivitas, nilai rata–rata 50 untuk setiap pendapat pelaku kemitraan yang menyatakan bahwa produktivitas melalui kemitraan lebih tinggi dari produktivitas diluar kemitraan. Sebelum ada kemitraan hutan rakyat, sebagian besar hamparan lahan diwilayah tempat penelitian dibiarkan kosong karena pemilik dari sebagian besar lahan kosong tersebut tinggal di luar desa. Petani penggarap hanya memanfaatkan sebagian lahan miliknya untuk tanaman pertanian dan perkebunan. Keempat faktor resiko usaha dengan nilai rata–rata 50, jika ada masalah risiko usaha dibagi secara proporsional antar setiap pelaku kemitraan. Setiap usaha selalu mengandung resiko/konsekuensi dan dengan kemitraan diharapkan risiko dapat ditanggung bersama (risk sharing). Pihak–pihak yang bermitra akan menanggung resiko secara proporsional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh (Hafsah 2000). Petani yang dalam hal ini sebagai penggarap hanya memperoleh sharing hasil, tanpa mengeluarkan biaya dan tidak mengalami kerugian jika terjadi resiko usaha.

b. Teknis

Aspek teknis dalam hal ini ada dua yaitu mutu produksi dan penguasaan teknologi. Dengan nilai rata–rata 50, masing–masing pelaku kemitraan berpendapat bahwa mutu produksi dari kemitraan saat ini lebih baik dibandingkan sebelum program kemitraan. Jaminan terhadap mutu produksi ditunjukkan dengan adanya kegiatan seperti penyiangan, pemupukan, dan penyemprotan sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan tersebut dilakukan secara berkala hingga usia tanaman kemitraan 2 tahun.

Penguasaan teknologi dengan nilai rata–rata 50 diperoleh dari pendapat pelaku kemitraan yang menyatakan bahwa pengetahuan keterampilan kelompok tani mengenai komoditi yang dimitrakan meningkat dibandingkan dengan sebelum adanya program kemitraan. Peningkatan kemampuan tersebut tidak lepas dari peran aktif penyuluh kehutanan dalam memberi pembinaan teknologi, manajemen administrasi, pemasaran, dan permodalan.

c. Sosial

(23)

13 pengelolaan hutan rakyat sangat berdampak terhadap penghijauan dimana areal hutan rakyat yang dikelola awalnya adalah lahan kosong. Pelaksanaan penanganan limbah belum pernah dilakukan karena belum adanya kegiatan pemanenan. Tetapi dalam perencanaannya, limbah pemanenan kayu seperti ranting dan cabang yang tidak terangkut akan dijadikan kayu bakar dan limbah daun akan dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

Pola Kemitraan

Menurut Kurniadi (2013) kerjasama pengelolaan hutan rakyat RL merupakan kemitraan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan antara petani dengan pengusaha non industri pengelolaan kayu. Kemitraan tersebut berupa penanaman pohon di lahan masyarakat dengan biaya produksi pohon mulai dari persiapan lahan hingga siap panen ditanggung pengusaha. Pola kemitraan semacam ini termasuk kedalam bentuk kerjasama operasional. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) lebih menekankan pada bentuk bagi hasil (Deptan 1997). Berikut pada Gambar 4 akan disajikan bentuk pola kemitraan hutan rakyat kelompok tani RL.

Sistem bagi hasil yang diterapkan pada kemitraan kelompok tani RL dengan pembagian secara proporsional hasil penjualan kayu setelah panen. Pembagian hasil yang disepakati antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor secara berturut-turut adalah 20%, 40%, dan 40%. Cara perhitungan bagi hasil adalah berdasarkan hasil penjualan dikurangi biaya penanaman dan pemeliharaan. Jika terjadi resiko usaha yang menimbulkan kerugian dikemudian hari, maka akan ditanggung oleh semua pihak yang bekerjasama.

Tanggung jawab atau kewajiban dari setiap pelaku kemitraan tersebut tertulis dalam surat perjanjian kerjasama. Pada Tabel 2 disajikan hak dan kewajiban para pelaku kemitraan pada perjanjian kerjasama di Desa Karacak.

Investor Pemilik

lahan

Bermitra

Kelompok tani

Petani penggarap

(24)

14

Tabel 2 Hak dan kewajiban para pelaku kemitraan

Hak Kewajiban

Mitra usaha - Memperoleh bagi hasil dari tanaman Sengon.

- Menyediakan lahan

- Menanggung biaya usaha pengelolaan seperti biaya persiapan lahan, pengadaan bibit, pupuk, dan pemeli-kewajiban yang setara dan saling menguntungkan Soemardjan (1997) dalam Suryanto dan Martodireso (2001). Mitra usaha dalam penelitian ini adalah pemilik lahan dan investor yang bertanggung jawab menyediakan biaya modal, manajemen, lahan, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan hutan rakyat, sedangkan kelompok mitra selaku petani penggarap bertanggung jawab menyediakan tenaga kerja.

Analisis Manfaat Finansial

Analisis finansial memiliki tujuan untuk memantau aliran kas sehingga dapat menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana relatif besar tapi tidak memberikan keuntungan yang maksimal (Gittinger 1986). Indikator yang digunakan untuk analisis manfaat finansial pada penelitian diantaranya adalah Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR). Asumsi–asumsi dasar yang digunakan untuk analisis manfaat finansial adalah sebagai berikut :

1. Tingkat diskonto yang digunakan adalah sebesar 13%. 2. Sumber modal seluruhnya berasal dari investor.

3. Perhitungan analisis dilakukan hanya pada komoditas Sengon.

4. Semua harga input dan output yang digunakan untuk perhitungan dalam analisis ini berdasarkan harga yang berlaku pada tahun penelitian, dengan asumsi harga konstan selama usaha.

5. Pendapatan dan biaya pengeluaran mulai dihitung sejak lahan diolah dengan asumsi semua tanaman tumbuh hingga pemanenan diakhir daur.

6. Umur yang digunakan untuk menghitung manfaat finansial dari pengelolaan hutan rakyat menggunakan daur tanaman sengon 5 tahun.

7. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang berlaku.

(25)

15 Tabel 3 Rincian biaya usaha pengelolaan hutan rakyat kemitraan antara petani

penggarap, pemilik lahan, dan investor

No Jenis biaya Harga

tanaman 8 000 000 t0,t1,t2,t3,t4

Perhitungan terhadap analisis finansial memerlukan informasi mengenai pendapatan yang diperoleh dari suatu usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu berjalannya usaha tersebut. Rincian biaya pada Tabel 3 digunakan untuk menghitung seberapa besar keuntungan yang akan dihasilkan komoditas Sengon dari usaha hutan rakyat kemitraan RL. Pendapatan yang dipergunakan dalam perhitungan analisis hanya dari hasil panen komoditas Sengon (Lampiran 4). Harga jual rata-rata kayu Sengon dengan umur 4 tahun sebesar Rp100 000 dan kayu sengon umur 5 tahun dijual Rp125 000 per pohon.

Tabel 4 Rekapitulasi cash flow pada pengelolaan hutan rakyat RL

Usaha hutan rakyat kemitraan komoditas sengon (Rp)

Pendapatan terdiskonto 433 271 005

Biaya terdiskonto 93 501 234

NPV 339 769 771

BCR 4.63

Net Present Value dapat menggambarkan keuntungan dari kegiatan penjualan suatu produk yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan. Metode ini menggunakan selisih dari nilai biaya total bersih sekarang dengan pendapatan bersih sekarang (Gittinger 1986). Pada Tabel 4 terlihat bahwa komoditas Sengon dari usaha hutan rakyat kemitraan RL mampu menghasilkan keuntungan terhadap usaha hutan rakyat kemitraan RL sebesar Rp339 769 771 setiap tahunnya menurut nilai sekarang.

(26)

16

sebesar 4.63. Hal ini menandakan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan bersih sebesar 4.63 rupiah pada usaha.

Apabila dilihat dari nilai NPV dan BCR yang dihasilkan maka usaha hutan rakyat kemitraan RL layak untuk dikembangkan. Nilai NPV yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan terhadap taksiran pendapatan setiap pelaku sesuai dengan pola bagi hasil yang disepakati. Pada Gambar 5 disajikan selisih nilai biaya dan pendapatan yang diperoleh masing-masing pelaku kemitraan. Petani selaku penggarap mengeluarkan biaya sebesar Rp28 800 000 setara dengan 20.26% dari keseluruhan biaya usaha. Biaya ini merupakan akumulasi dari upah hari orang kerja (HOK) petani penggarap selama proses pengelolaan hutan rakyat yang secara tidak langsung menjadi jasa yang harus dikorbankan oleh petani yang kemudian dibayarkan oleh investor. Upah HOK petani penggarap dibayarkan sebesar Rp30 000 per hari untuk setiap kegiatan pengelolaan.

Setelah panen petani penggarap memperoleh bagi hasil sebanyak 20% yang setara dengan Rp67 953 954. Sementara pemilik lahan mengeluarkan biaya untuk pajak tanah dan sewa lahan sebesar Rp15 420 000 atau sama dengan 10.85% selama 8 tahun untuk lahan seluas 41.5 ha dengan harga pajak senilai Rp240 000 per hektar dan biaya sewa lahan Rp1 500 000 per ha setiap tahunnya. Sebagai mitra usaha penyedia lahan, pemilik lahan mendapatkan bagian sebesar 40% yang setara dengan Rp135 907 909. Kemudian untuk investor sebagai penyedia modal usaha, investor mengeluarkan biaya paling banyak selama usaha yaitu sebesar Rp97 965 000 setara dengan 68.90%. Meskipun biaya modal yang dikeluarkan cukup besar, namun investor tetap bisa dikatakan untung dari memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar Rp135 907 909.

(27)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pola kemitraan pengelolaan hutan rakyat RL yang dijalankan antara petani penggarap, pemilik lahan, dan investor merupakan pola kerjasama operasional agribisnis. Dalam pola ini, pemilik lahan dan investor sebagai pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, lahan, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan hutan rakyat, sedangkan petani penggarap selaku kelompok mitra menyediakan tenaga kerja.

2. Tingkat hubungan kemitraan yang melibatkan tiga pelaku utama, berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 944/Kpts/OT. 201/10/97 termasuk dalam kategori Kemitraan Prima Madya. Hubungan tingkat kemitraan usaha masih perlu dijalin lebih baik lagi dan perlu adanya kesepakatan-kesepakatan kerjasama agar dapat berkelanjutan.

3. Berdasarkan analisis manfaat finansial diperoleh NPV sebesar Rp339 769 771 dan BCR sebesar 4.63 setiap tahun. Usaha hutan rakyat pola kemitraan ini layak untuk dilanjutkan ataupun dikembangkan.

Saran

1. Perlu adanya pertemuan berkala antara pihak pelaku kerjasama dan pembina untuk saling mengevaluasi atas hubungan kerjasama yang telah dijalankan sehinggga hubungan kemitraan yang telah terjalin dapat lebih ditingkatkan. 2. Kerjasama yang dilakukan oleh petani penggarap, pemilik lahan, dan investor

memerlukan adanya integrasi dengan perusahaan industri kayu untuk mempermudah proses pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosuseno BS. 1998. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Attar M. 2000. Hutan Rakyat: Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tanggga Petani dan Perannya Dalam Perekonomian Desa. Di Dalam: Didik Suharjito, penyunting. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam

Perekonomian Desa. Bogor (ID) : Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) Fakultas Kehutanan IPB.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Rasio Ketergantungan [Internet]. [Diunduh 2013 September 15]. Tersedia pada: http://www.datastatistik

indonesia.com/content/view/212/212/1/3/.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1997. Kemitraan Pemasaran Dalam Agribisnis. Departemen Pertanian RI. Jakarta (ID).

(28)

18

Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.

[Kementan] Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian RI. Jakarta(ID).

Kurniadi E. 2013. Strategi Pengembangan Kemitraan Pengelolaan Hutan Rakyat: Kasus Di Provinsi Jawa Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mulyani S. 2012. Kontribusi Pengelolaan Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Para Pihak (Kasus Kecamatan Batuwarna, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Resnawaty R. 2007. Penguatan Hubungan Kemitraan Pengrajin Kayu Ukir Dan Hias (Studi Kasus di Desa Cipacing Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suryanto WA, dan Martodireso S. 2001. Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama: Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani. Yogyakarta (ID): Kanisius. Yuwono S. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan

(29)

Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan

No Keterangan Faktor Yang Dinilai Nilai

Maksimum

Petani Penggarap

Pemilik

Lahan Investor

I. ASPEK PROSES MANAJEMEN KEMITRAAN 500

1 Perencanaan 150

A. Perencanaan Kemitraan 100

1) Penyusunan rencana dilakukan oleh Investor, Pemilik Lahan dan Petani penggarap 100 100 100

2) Penyusunan rencana dilakukan oleh Investor dan Pemilik Lahan secara sepihak 25

3) Penyusunan rencana dilakukan oleh Petani penggarap 25 25

Nilai Rata-rata Perencanaan Kemitraan 75

B. Kelengkapan Perencanaan 50

1) Lingkup perencanaan meliputi 6 aspek (pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan

manajemen, sarana produksi pertanian, prasarana pertanian) 50

2) Lingkup perencanaan meliputi 5 aspek (pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan

manajemen, sarana produksi pertanian) 45 45 45

3) Lingkup perencanaan meliputi 4 aspek (pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan

manajemen) 40

4) Lingkup perencanaan meliputi 3 aspek (pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi) 35 35

5) Lingkup perencanaan meliputi 2 aspek (pemasaran, permodalan) 30

6) Lingkup perencanaan meliputi satu aspek pemasaran atau aspek agribisnis lainnya 25

Nilai Rata-rata Kelengkapan Perencanaan 41.67

Nilai Aspek Perencanaan 116.67

2 Pengorganisasian 150

A. Bidang Khusus 25

1) Ada bidang khusus/unit khusus yang menangani kegiatan kemitraan 25

2) Tidak ada bidang khusus/unit khusus yang menangani kegiatan kemitraan 0 0 0 0

Nilai Rata-rata Bidang Khusus 0.00

B. Kontrak Kerjasama 125

a. Keberadaan 25

1) Ada kontrak kerjasama antara Investor, Pemilik Lahan dan Petani penggarap secara tertulis 25 25 25 25

2) Tidak ada kontrak kerjasama secara tertulis antara Investor, Pemilik Lahan dan Petani penggarap,

melainkan secara lisan 10

(30)

20

No Keterangan Faktor Yang Dinilai Nilai

Maksimum

Petani Penggarap

Pemilik

Lahan Investor

3) Tidak ada kontrak kerjasama antara Investor, Pemilik Lahan dan Petani penggarap, baik secara

lisan maupun tertulis 0

b. Isi Kontrak Kerjasama 50

1) Meliputi aspek kualitas, produktivitas, kontinuitas hasil, harga, sistem pembayaran, saprodi,

permodalan dan sanksi 50

2) Hanya sebagian besar dari kedelapan aspek di atas termuat dalam isi kontrak kerjasama 40 40 40 40

3) Tidak memuat kedelapan aspek di atas dalam kontrak kerjasama 0

c. Bentuk Kerjasama 50

1) Lengkap dan jangka panjang serta memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 50

2) Lengkap dan jangka panjang namun tidak memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 15

3) Sederhana, jangka panjang dan memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 45

4) Sederhana, tidak memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas namun jangka panjang 15

5) Lengkap, jangka pendek dan memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 40 40 40 40

6) Lengkap, jangka pendek namun tidak memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 10

7) Sederhana dan jangka pendek serta tidak memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas 40

Nilai Rata-rata Kontrak Kerjasama 105

Nilai Aspek Pengorganisasian 105.00

3 Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama 200

A. Pelaksanaan Kerjasama 50

1) Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan 50 50 50 50

2) Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perjanjian tetapi tidak dilakukan secara transparan 30

3) Pelaksanaan tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian dan tidak transparan 10

Nilai Rata-rata Pelaksanaan Kerjasama 50.00

B. Efektivitas Kerjasama 150

a. Kejelasan Peranan 25

1) Adanya kejelasan peranan masing-masing pihak yang bermitra dengan instansi terkait 25 25 25 25

2) Tidak adanya kejelasan peranan masing-masing pihak yang bermitra dengan instansi terkait 0

b. Kontinuitas Suplai 25

1) Adanya kontinuitas suplai komoditi dari kelompok tani kepada Investor dan Pemilik Lahan 25

2) Tidak adanya kontinuitas suplai komoditi dari kelompok tani 0 0 0 0

Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan (lanjutan)

(31)

21

No Keterangan Faktor Yang Dinilai Nilai

Maksimum

Petani Penggarap

Pemilik

Lahan Investor

c. Kualitas Suplai 25

1) Adanya kualitas yang sesuai dengan estándar 25

2) Tidak adanya kualitas yang sesuai dengan estándar 0 0 0 0

d. Sistem Pembayaran 25

1) Sistem pembayaran dilaksanakan sesuai dengan kontrak kerjasama 25 0 0 0

2) Sistem pembayaran dilaksanakan tidak sesuai dengan kontrak kerjasama 0

e. Cara Pembayaran 25

1) Dilakukan secara tunai 25 25 25 25

2) Dilakukan 1 minggu kemudian 15

3) Dilakukan 1-4 minggu kemudian 10

4) Dilakukan lebih dari 4 minggu 0

f. Ketergantungan/Penentuan Harga 25

1) Penentuan harga dilakukan oleh Investor, Pemilik Lahan dan Petani penggarap diketahui oleh

Pembina 25

2) Penentuan harga dilakukan oleh Investor dan Pemilik Lahan diketahui oleh Pembina 15

3) Penentuan harga hanya dilakukan oleh Investor dan Pemilik Lahan tanpa melibatkan Petani

penggarap maupun Dinas/Instansi terkait 0 0 0 0

Nilai Rata-rata Efektivitas Kerjasama 50.00

Nilai Rata-rata Aspek Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama 100.00

Jumlah Nilai Aspek Proses Manajemen Kemitraan 321.67

II. ASPEK MANFAAT 500

1 Ekonomi 300

A. Pendapatan 150

1) Pendapatan Petani penggarap dari komoditi yang dimitrakan meningkat dibandingkan dari

sebelumnya 100 100 100 100

2) Pendapatan Petani penggarap dari komoditi yang dimitrakan tetap 50

3) Pendapatan Petani penggarap dari komoditi yang dimitrakan berkurang dibandingkan dari sebelumnya 0

B. HARGA (ditingkat petani)/ Jaminan Pasar 50

1) Harga lebih tinggi dari pasar 50

2) Harga sama dengan harga pasar 25 25 25 25

3) Harga lebih rendah dari harga pasar 0

Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan (lanjutan)

(32)

22

No Keterangan Faktor Yang Dinilai Nilai

Maksimum

Petani Penggarap

Pemilik

Lahan Investor

C. Produktivitas 50

1) Produktivitas melalui kemitraan lebih tinggi dari produktivitas di luar kemitraan 50 50 50 50

2) Produktivitas melalui kemitraan sama atau lebih rendah dari produktivitas di luar kemitraan 0

D. Resiko Usaha 50

1) Jika ada masalah risiko usaha dibagi secara proporsional antara Investor, Pemilik Lahan dan Petani

penggarap 50 50 50 50

2) Jika ada masalah risiko ditanggung oleh Investor dan Pemilik Lahan 40

3) Jika ada masalah risiko ditanggung oleh Kelompok Tani saja 20

4) Jika ada masalah risiko usaha dibagi secara tidak proporsional 10

Nilai Rata-rata Aspek Ekonomi 225

2 Teknis 100

A. Mutu 50

1) Mutu produksi dari kemitraan ini lebih baik dibandingkan dengan sebelum/di luar program

kemitraan 50 50 50 50

2) Mutu produksi dari kemitraan ini sama saja dibandingkan dengan sebelum/di luar program kemitraan 25

3) Mutu produksi dari kemitraan ini lebih rendah dibandingkan dengan sebelum/di luar program

kemitraan 0

B. Penguasaan Teknologi 50

1) Pengetahuan keterampilan Kelompok Tani mengenai komoditi yang dimitrakan meningkat

dibandingkan dengan sebelum program kemitraan 50 50 50 50

2) Pengetahuan keterampilam kelompok tani mengenai penanganan komoditi yang dimitrakan sama

dengan sebelum program kemitraan 25

3) Pengetahuan keterampilan kelompok tani mengenai penanganan komoditi yang dimitrakan tidak

meningkat/menurun dibandingkan dengan sebelum program kemitraan 0

Nilai Rata-rata Aspek Teknis 100

3 Sosial 100

A. Keinginan Kontinuitas Kerjasama 50

1) Investor, Pemilik Lahan dan Kelompok Tani ada kemungkinan untuk meneruskan kerjasama 50 50 50 50

2) Investor dan Pemilik Lahan tidak ingin melanjutkan kerjasama tetapi kelompok tani ingin melanjutkan

kerjasama 10

Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan (lanjutan) Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan (lanjutan)

(33)

23

No Keterangan Faktor Yang Dinilai Nilai

Maksimum

Petani Penggarap

Pemilik

Lahan Investor

3) Investor dan Pemilik Lahan ingin melanjutkan kerjasama tetapi kelompok tani tidak ingin melanjutkan

kerjasama 10

4) Baik Investor dan Pemilik Lahan maupun Kelompok Tani tidak ingin melanjutkan kerjasama 0

B. Pelestarian Lingkungan 50

1) Konservasi tanah, air, lingkungan pertanian dan penanganan limbah sesuai dengan pedoman

teknis dan kaidah konservasi/peraturan yang berlaku 50

2) Penanganan limbah sesuai dengan peraturan yang berlaku tetapi penanganan konservasi tidak

sesuai dengan ketentuan yang berlaku 25

3) Tidak melakukan penanganan limbah tetapi penanganan konservasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku 25 25 25 25

4) Tidak melakukan konservasi dan penanganan limbah 0

Nilai Rata-rata Aspek Sosial 75.00

Jumlah Nilai Aspek Manfaat 400.00

Jumlah Nilai Rata-rata (Aspek Proses Manajemen Kemitraan + Aspek Manfaat) 721.67

Lampiran 1 Analisis Tingkat Hubungan Kemitraan (lanjutan)

(34)

24

Lampiran 2 Cash flow usaha hutan rakyat RL komoditas Sengon (Rp/ha/thn)

(35)

25

laba rugi terdiskonto Rp(39 195

000)

laba rugi kumulatif Rp(39 195

000)

Lampiran 2 Cash flow usaha hutan rakyat RL komoditas Sengon (Rp/ha/thn) (lanjutan)

(36)

26

Lampiran 3 Rincian biaya dengan pendapatan oleh masing-masing pelaku kemitraan RL

Para pihak Biaya Pendapatan

% Rp % Rp

Petani penggarap 20.26 28 800 000 20 67 953 954

Pemilik lahan 10.85 15 420 000 40 135 907 909

Investor 68.90 97 965 000 40 135 907 909

Total 100 142 185 000 100 339 769 771

Lampiran 4 Produksi dan harga Sengon berdasarkan tahun tanam

Item Tahun ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Sengon (batang) 0 0 0 0 0 12 000 32 000 26 000 13 000

Penjarangan (batang) 0 0 0 0 600 1600 1300 650 0

Harga (Rp/batang) Rp- Rp- Rp- Rp- Rp100 000 Rp100 000 Rp100 000 Rp100 000 Rp100 000

Pemanenan (batang) 0 0 0 0 0 11 400 30 400 24 700 12 400

Harga (Rp/batang) Rp- Rp- Rp- Rp- Rp- Rp125 000 Rp125 000 Rp125 000 Rp125 000

Lampiran 5 Rincian upah pekerja per HOK (Hari Orang Kerja) yang diperoleh

No Jenis kegiatan

Tenaga kerja (HOK/thn)

Lama kerja (jam)

Upah (Rp)

Jumlah Penggarap

(orang)

Upah total (Rp/thn)

1 Pembersihan lahan 83 6 30 000 15 37 350 000

2 Pembuatan lubang

tanam 166 6 30 000 20 99 600 000

3 Penanaman 166 6 30 000 20 99 600 000

4 Pemeliharaan 166 4 30 000 10 49 800 000

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Peabang Kabupaten Samosir Sumatera Utara pada tanggal 17 Februari 1992 dari pasangan Parulian Simarmata dan Ria Malau. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Inpres 175823 Peabang pada tahun 1997, SMP Negeri 1 Sianjur Mula-Mula pada tahun 2003, SMA Negeri 1 Sianjur Mula-Mula pada tahun 2006 dan menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Sebagai mahasiswa penulis pernah aktif dibeberapa organisasi diantaranya, Koperasi Mahasiswa IPB sebagai divisi Event Organizer (EO), Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB-MR) sebagai anggota sekaligus menjadi bendahara, dan Forest Management Student Club (FMSC) sebagai divisi keprofesian, anggota Kelompok Studi Sosial Ekonomi Kehutanan serta aktif dalam berbagai acara dan kepanitiaan di Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Timur-Papandayan pada tahun 2011, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak pada tahun 2012, dan melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Arfak Indra, Kabupaten Fak Fak, Papua Barat pada bulan Maret-Mei 2013.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir alur rumusan masalah
Gambar 2  Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 1  Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat pelaku
Tabel 2  Hak dan kewajiban para pelaku kemitraan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut didasarkan pada keuntungan bersih (total pendapatan dikurangi total biaya pembangunan). Hasil analisis keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Rimba

a) Pelaksanaan bagi hasil yang dilakukan oleh petani penggarap dengan pemilik lahan di desa Jagoan kecamatan Sambi kabupaten Boyolali dilakukan apada jenis tanaman yang

lahan rumah plastik yang dimiliki lebih kecil dari rata-rata luas lahan rumah plastik. seluruh petani

Posisi pelaku konflik adalah konflik vertikal dan konflik horizontal, sedangkan tipologi konflik yang terjadi dalam warga desa Hutaginjang ialah klaim masyarakat atas hak milik

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan investasi perkebunan rakyat kelapa sawit dengan sistem bagi hasil antara pemilik lahan dan investor di Desa Budi Asih,

Petani sampel adalah petani pemilik dan penggarap yang melakukan pola tanam jajar legowo dalam budidaya padi sawah pada Kelompok Tani Sekar Arum di Desa Pabuaran, Kecamatan Salem,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perjanjian kerjasama bagi hasil akad mukhabarah terhadap pelaksanaan maro sawah antara petani penggarap dengan pemilik tanah menurut Fikih

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan TR dan biaya total TC dan dinyatakan dengan rumus: TC= TFC + TVC Keterangan: 𝒀 = Pendapatan Petani Rp TR = Penerimaan Petani Rp TC = Biaya