• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Perlawanan Rakyat atas Perluasan Kawasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Perlawanan Rakyat atas Perluasan Kawasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I

DRAFT WAWANCARA

A. Profile Informan

a. Nama :

b. Tempat/ Tanggal lahir :

c. Pekerjaan :

d. Umur :

B. Daftar Pertanyaan :

a. Tanggal Wawancara : b. Jam Wawancara :

c. Tempat :

1. Bagaimana pendapat saudara tentang perluasan hutan lindung? 2. Apa penyebab terjadinya perluasan hutan lindung?

3. Menurut saudara bagaimana masyarakat menyikapi masalah dengan adanya perluasan hutan lindung?

4. Bagaimana pendapat pemerintah setempat terhadap perluasan hutan lindung?

5. Menurut saudara bagaimana hubungan masyarakat dengan pemerintah setempat dalam penyelesaian konflik?

6. Konflik apa sajakah yang sudah terjadi ditengah-tengah masyarakat?

7. Bagaimana pendapat pemerintah setempat dalam penyelesaian konflik yang terdapat dalam masyarakat?

(2)

9. Bagaimana saran bapak/ibu terhadap masyarakat dimana lahan pertaniannya dijadikan sebagai perluasan hutan lindung

10.Bagaimana usaha, tindakan yang akan dilakukan bapak/ibu dalam menangani perluasan hutan lindung?

11.Bagaimana masyarakat mempertahankan lahan pertanian yang dijadikan sebagai kawasan perluasan hutan lindung?

(3)

LAMPIRAN II

Dokumentasi di Lapangan

Gambar 1.KantorCamatKecamatanMuaraKabupatenTapanuli Utara

(4)

Gambar 2.KantorkepalaDesaHutaginjangKecamatanMuaraKabupatenTapanulli Utara

Gambar 3. KantorkelompoktanidesaHutaginjang

(5)

Gambar 5.Daerah lahandesaHutaginjangyangdijadikansebagaiperluasanhutanlindung

(6)

Gambar 7. WawancaradenganKepalaDesaHutaginjang, BapakWelsengSimaremare

(7)

Gambar 9. Selesai wawancara dengan sebagian warga desa Hutaginjang kelompok tani yang menolak adanya perluasan hutan lindung

(8)
(9)

Gambar 12. Lahan tidur di desa Hutaginjang Kecamatan Muara

Gambar13. Hutan rakyat desa Hutaginjang dusun IV Dolok Silom

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana. 2005. Sisi gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Alo liliweri. 2005 prasangka dan konflik: komunikasi lintas budaya masyarakat Mulitikultural. Yogyakarta: LkiS.

Azhar, Ipong S. 1999. Radikalisme Petani Masa Orde Baru. Jogyakarta:Yayasan Untuk Indonesia.

Burngin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Grafindo

Cahya, Yulianadkk. 2004. AnalisaKonflikSektorKehutanan di Indonesia,Jakarta: Cipor.

Dahrendorf, Ralf. 1998. The Modern Social Conflict: Essays on The Politics of Liberty. Weidenfeld and Nicholson.

Edi, Suprapto. Hutan rakyat: aspek produksi, ekologi dan kelembagaan. Yogyakarta: Arupa.

Miall, Hugh, Oliver Ramsbotham & Tom Woodhouse. 1999. “Contemporary Conflict Resolution. Chapter 1: Introduction”. Cambridge: Polity Press

Ms, Drs. Wahyu.1986. WawasanIlmuSosialDasar. Surabaya: Usaha Nasional.

Poerwadarminta,W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Priyatna, Bagus. 2008. Rapid Land Tenure Assesment. Bogor: RMI

Ritzer, George. 2014. TeoriSosiologi Modern EdisiKetujuh. Jakarta: Kencana.

(11)

Setiadi,Elly M. danUsman Kolip.2011.Pengantar Sosiologi (PemahamanFaktadanGejalaPermasalahanSosial: Teori, Aplikasi,

danPemecahannya). Jakarta: Kencana.

Simon Fisher, Dekka Ibrahim Abdi dkk.2002. “ Working With Conflict; Skills dan Strategies for Action. New York: Responding to Conflict.

Soetarto, Endriatmo, et. al. 2000. Penguasaan Lahan dan Pola Usaha serta Pemberdayaan BPN dan Pemda Dalam Rangka Partisipasi Rakyat di Sektor Perkebunan. Prosiding

Lokakarya. Bogor: Pustaka Wirausahawan Muda.

Zubir, Zaiyardam. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist Prress dan Insist Fellowship Program.

Sumber Internet:

(DiaksespadahariSenin, 16

November 2015. Pukul 09.45 WIB)

http://dokumen.tips/documents/peraturan-menteri-kehutanan-nomor-p-44menhut- BNHii2012-tentang-pengukuhan.html (Diaksespadahari Selasa, 15 maret 2016 Pukul

10.10 wib)

(12)

2015. Pukul 10.00 WIB)

(DiaksespadahariSenin 11 Januari 2016. Pukul 10.00 WIB)

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penyusunan suatu laporan selalu melakukan metode penelitian, dimana metode penelitian merupakan suatu cara, tahapan atau aturan yang digunakan sebagai suatu karangan ataupun karya ilmiah lainnya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan melakukan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena atau kejadian tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Pendekatan deskriptif ini merupakan penelitian yang berusaha untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang terkait dengan masalah penelitian. Penelitian deskriptif ini dipilih karena penelitian hanya terbatas pada upaya untuk menggambarkan permasalahan, kejadian atau peristiwa sebagaimana adanya sesuai dengan fakta mengenai “pola perlawanan masyarakat atas perluasan hutan lindung yang mencaplok lahan pertanian rakyat di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara”.

3.2. Lokasi Penelitian

(14)

3.3. Unit Analisis dan Informasi

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis data adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subyek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007:76). Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah seluruh masyarakat yang lahan pertaniannya dijadikan sebagai perluasan kawasan hutan lindung.

3.3.2. Informan

Informan merupakan subyek memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun yang memahami permasalahan penelitian (bungin, 2007:76). Sehingga informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.

(15)

3.4. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut:

3.4.1. Tekhnik Pengumpulan Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan mennggunakan alat pengumpul data secara langsung. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

1. Observasi

Observasi yaitu metode pengumpulan data yang untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan (bungin, 2007:115). Metode observasi langsung dilakukan melalui pengamatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian pada saat penelitian pada saat peristiwa yang sedang berlangsung dilapangan, metode observasi langsung ini digunakan jika informan tidak dapat menjelaskan mengenai tindakannya. Observasi dilakukan dengan mengamati objek dilapangan yaitu para masyarakat yang lahan pertaniannya dicaplok sebagi lahan perluasan hutan lindung.

2. Wawancara Mendalam

(16)
(17)

3. Dokumentasi

Melalui metode ini, penulis mengumpulkan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen sebagai pendukung penellitian yang berupa foto.

3.4.2. Tekhnik Pengumpulan Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau pihaklain terkait dengan permasalahan penelitian. Data ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber bacaan seperti buku, majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, serta laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penenllitian yangdianggap relevan dan keabsahan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Analisa data dimulai dengan menelaah semua datayang telah dikumpulkan dalam proses penelitian, kemudian membaca dan mempelajarinya untuk dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan membuat atau inti dari permasalahan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Interpretasi data yang dilakukan melalui upaya mengolah data, memadukan atau menggabungkannya, membuat rangkuman, apa yang penting untuk dipelajari atau ditafsirkan dan memutuskan untuk menceritakan kepada orang lain yang di komunikasikan melalui penulisan laporan penelitian.

3.6. Batasan Penelitian

(18)

sistematis. Sehingga peneliti tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun batasan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:

1. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif dengan penyajian materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait dilapangan.

2. Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, perangkat desa, masyarakat yang bersengketa, serta informan yang terkait dengan tema penelitian. 3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Pola Perlawanan Rakyat atas

(19)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Desa Hutaginjang

4.1.1. Sejarah Desa Hutaginjang

Desa Hutaginjang merupakan salah satu desa berbukit yang berada di wilayah Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.Kata desa Hutaginjang diambil dari bahasa Batak Toba yang diberikan “natua-tua najolo”(orang terdahulu yang membuka lahan pertama kali di Desa Hutaginjang). “Huta”sama dengan “Luat” yang artinya desa atau daerah sedangkan “Ginjang” berarti diatas atau tinggi. Jadi

Desa Hutaginjang artinya suatu daerah atau desa dimana desa tersebut terletak diatas atau dibukit atau gunung.

(20)

Tabel 4.1. Nama-nama kepala desa yang pernah memimpin

desa Hutaginjang

No Periode Nama Kepala Desa Keterangan 1 1945-1952 Kepala Nagari Selama tujuh tahun 2 1952-1964 Mateus Simaremare Selama dua belas tahun 3 1964-1982 Juangga Rajagukguk Selama delapan belas tahun 4 1982-1992 Mampetua Rajagukguk Selama sepu;uh tahun 5 1992-2004 Charles Ompusunggu Selama dua belas tahun 6 2004-2015 Karsan Simaremare Selama sebelas tahun 7 2015-sekarang Welseng Simaremare -

(21)

Gambar 1.Peta letak desa Hutaginjang

4.1.2. Letak dan Luas Desa Hutaginjang

Desa Hutaginjang adalah salah satu dari Sebelas desa di Kecamatan Muara, Tapanuli Utara yang terdiri dari empat Dusun.Luas desa Hutaginjang 970 Ha berdasarkan pemamfatan lahannya. Jarak dari pusat Kabupaten Tapanuli Utara yakni 52 km dan jarak dari pusat Kecamatan yaitu 10 km. Desa Hutaginjang bukan teramasuk dalam ketegori desa terpencil karena terdapat jalan lintas baik jalan beasr maupun jalan kecil yang menghubungkan ke desa-desa lainnya, serta desa Hutaginjang juga merupakan daerah pariwisata Bukit Doa dan Gantole. Berikut adalah letak Desa Hutaginjang berdasarkan dengan desa lainnya.

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sitanggor 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Silando 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tangga Batu 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dolok Martumbur

(22)

Martumbur dan jika berjalan kaki kira-kira 60 menit dengan kondisi jalan secara keseluruhan baik.

Tabel 4.2

Luas desa berdasarkan Pemamfaatan lahan (Ha) tahun 2014-2015

No Pemamfaatan Lahan Luas (Ha)

1 Persawahan 200

2 Pemukiman 350

3 Perladangan/lahan tidur 350

4 Hutan Milik Negara 70

5 Pendidikan 6

6 Lapangan 2

7 Pemakaman 1

8 Tempat Ibadah 2

Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021

(23)

4.1.3. Keadaan Penduduk Desa Hutaginjang

Jumlah penduduk desa Hutaginjang pada tahun 2012-2016 sebanyak 354 KK dengan jumlah 1722 Jiwa, yang terdiri dari laki-laki 871 Jiwa, Perempuan 901 Jiwa. Penduduk desa Hutaginjang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduk secara keseluruhan adalah Batak Toba sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan local yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Desa Hutaginjang dan hal tersebut secara efektif dapat menghindari adanya benturan-benturan antar kelompok masyrakat. Desa Hutaginjang diklarifikasikan berdasarkan Mata Pencaharian, Pendidikan, Jenis Kelamin dan Agama. Untuk lebih jelasnya berikut peneliti paparkan dalam bentuk-bentuk tabel..

4.1.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Table 4.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2014-2015

No JENIS KELAMIN JUMLAH (%)

1 LAKI-LAKI 871 49, 15

2 PEREMPUAN 901 50,84

TOTAL 1772 100

Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021

(24)

perempuan.Persentase jumlah laki-laki dari table diatas yaitu 49. 15 %, sedangkan persentase jumlah penduduk perempuan yaitu 50,84 %.

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Berdasarkan Agama

Table 4.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama tahun 2014-1015

No Agama Jumlah %

1 Kristen Protestan 1752 98,87

2 Islam 20 01, 12

Total 1772 100

Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021

(25)

4.1.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Table 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan tahun 2014-2015

No Jenis Pekerjaan Jumlah %

1 Petani 300 KK 84,74

2 Pedagang 15 KK 04,23

3 PNS 29 KK 08,19

4 Buruh 10 KK 02,82

TOTAL 354 100

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 (sesuai Permendagri Nomor

114 Tahun 2014)

(26)

persediaan dan perlengkapan rumah tangga sehingga warung tidak banyak yang mau berdagang. Selain itu, karena warga masih berkerabatdalam berdagang pun berlaku sistem kekeluargaan seperti membeli barang dengan belakangan dibayar namun pada akhirnya tidak bayar karena segan meminta perkara hanya sepuluh ribu saja keluarga rusak atau kurang baik nanti hubungan kekeluargaan. Untuk PNS 08,19 % termasuk didalamnya guru SD dan SMP serta 02,82 % adalah buruh yakni buruh bangunan.

4.1.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Penggolongan penduduk dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan untuk dapat mengindikasikan kedudukan social penduduk dimana dapat mencerminkan bagaiman tingkat kualitas penduduk sehingga mengetahui potensi penduduk secara umum.

Table 4.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan 2014-2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1 Pra Sekolah 23 13,64

2 SD 500 29,03

3 SLTP 300 17,42

4 SLTA 600 34,84

5 Sarjana 87 05,05

TOTAL 1722 100

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 (sesuai Permendagri Nomor

(27)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat lebih banyak lulus SLTA yang artinya secara keseluruhan masyarakat sudah mengecap pendidikan dengan baik.

4.1.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk per Dusun

Menurut data kelurahan tahun 2014-2015 bahwa jumlah penduduk di desa ini adalah 1722 jiwa dengan 770 jumlah laki-laki dan 952 jumlah perempuan pada keseluruhan dusun. Untuk lebih memahami aspek kependudukan desa Hutaginjang, berikut ini disajikan gambaran kependudukan yakni:

Table 4.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan jumlah penduduk per Dusun

Tahun2014-2015

No Dusun Jumlah %

1 I 347 20,15

2 II 400 23,22

3 III 410 23,80

4 IV 565 32,81

TOTAL 1722 100

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 (sesuai Permendagri Nomor

114 Tahun 2014)

(28)

Simare-mare yang terdiri dari Tapian Nauli, Tano Ponggol, dusun II dipimpin oleh Jonner Rajaguk-guk yang terdiri dari Simpang Muara, dusun III dipimpin oleh Suhunan Siregar yang terdiri dari Siregar Dolok, Lumban Dolok, Hutabagasan dan yang terakhir dusun IV dipimpin oleh Horas Simare-mare yang terdiri dari Lumban Silintong, Lumban Pea dan Lumban Hutaginjang. Pusat pemerintahan desa berada di dusun IV dan tempat kediaman kepala desa berada di Dusun I.Sarana dan prasarana yang terdapat di setiap dusun yaitu :

1. Dusun I yakni bagian dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Tapian Nauli dan Tano Ponggol yang berada sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dolok Martumbur dengan jumlah penduduk 347 jiwa atau sekitar 20,15 % dari total jumlah penduduk desa Hutaginjang. Sarana dan prasarana yang terdapat di dusun I adalah gedung PAUD, SD, Gereja GpdI dan Gereja HKBP, serta kantor seperti balai desa khusus untuk Usaha Kelompok Tani Sehat

2. Dusun II merupakan bagian dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Simpang Muara yang berada di sebelah Selatan berbatasan dengan desa Silando dengan jumlah penduduk 400 jiwa atau sekitar 23,22 % dari total keseluruhan jumlah penduduk desa Hutaginjang. Dusun II merupakan pintu utama masuk ke daerah Hutaginjang. Sarana dan prasarana satu buah Gedung SLTP dan satu buah Gedung Posyandu.

(29)

Bambang Yudhoyono dan Presiden sekarang Bapak Jokowi serta kunjungan menteri pariwisata dan DPRD Pusat nama tempat pariwisata tersebut adalah “Gantole dan Bukit Doa” dan telah diresmikan sebagai tempat pariwisata.

Gambar 2. Tempat Pariwisata Gantole di dusun III desa Hutaginjang Kecamatan Muara

Gambar 3.Tempat Pariwisata Bukit Doa di dusun III Desa Hutaginjang Kecamatan Muara

(30)

satu buah gedung SD, PAUD dan dua buag gedung Gereja HKBP dan GpdI, terdapat satu buah MCK

4.1.4. Sarana Dan Prasarana Desa Hutaginjang

Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat mendukung pencapaian tujuan suatu program serta kegiatan pembangunan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik tentunya akan segala perencanaan dalam program maupun kegiatan pembangunan akan dapat berjalan baik sehingga memudahkan tercapainya tujuan yang diinginkan.

Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap kesejahteraan masyarakat dalam usaha peningkatan merupakan program pendukung kegiatan yang ada di Desa Hutaginjang. Apabila sarana dan prasarana di Desa Hutaginjang tidak memadai maka program atau rencana yang telah disusun dengan baik akan tidak dapat berjalan dengan lancar. Maka, di Desa hutaginjang tersedia sarana dan prasarana seperti sarana pemerintahan, sarana pendidikan, sarana ibadaha, sarana kesehatan, sarana ekonomi.

4.1.4.1. Sarana Pemerintahan Desa Hutaginjang

(31)

4.1.4.2. Sarana dan Prasarana Ibadah

Sarana dan prasarana tempat ibadah masyarakat Desa Hutaginjang ada lima gedung gereja yang terletak di dusun I, III dan dusun IV. Di dusun I ada dua buah gedung gereja yakni Gereja HKBP ( Huria Kristen Batak Protestan) dan Gereja GPdI (Gereja Pentakosta di Indonesia), di dusun III ada satu gedung gereja yaitu GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia) dan di dusun IV ada 2 gedung yaitu Gereja HKBP ( Huria Kristen Batak Protestan) dan GPdI (Gereja Pentakosta di Indonesia). Hal ini dapat melihat bagaimana bagaimana hubungan social masyarakat di Desa Hutaginjang melalui hubungan kerja sama dan gotong royong dengan pertemuan ibadah dan berbagai arisan sekalipun banyak gereja namun tidak mengurangi hubungan sosialnya.

4.1.4.3. Sarana dan Prasarana Pendidikan

(32)
[image:32.595.87.419.170.315.2]

Table 4.7

Sarana dan Prasarana Pendidikan tahun 2014-2015

No Kategori Jumlah

1 PAUD 2

2 SD 2

3 SLTP 1

TOTAL 5

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021

(33)
[image:33.595.135.443.209.382.2]

4.1.4.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Table 4.8

Sarana dan Prasarana Kesehatan tahun 2014-2015

No Kategori Jumlah

1 Posyandu 1

2 Polindes 2

3 MCK 1

4 Sarana Air Bersih 2

TOTAL 6

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-1021

(34)
[image:34.595.149.455.210.323.2]

4.1.4.5. Sarana dan Prasarana Ekonomi

Table 4.9

Sarana dan Prasarana Ekonomi tahun 2014-2015

No Kategori Jumlah

1 Kelompok Usaha Tani 3 2 Kelompok Usaha Sehat (SPP) 3

TOTAL 6

Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021

Dari table diatas dapat dilihat bahwa Kelompok usaha Tani ada 3 terdapat di dusun I, III dan dusun IV sementara Kelompok Usaha Sehat ada tiga terletak di dusun II, III, Dan IV.

4.1.4. 6. Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang

Desa Hutaginjang merupakan desa yang warganya secara keseluruhan warga Batak Toba. Desa Hutaginjang dipimpin oleh seorang Kepala Desa dalam memimpin atau menyelenggarakan pemerintahan desa yang mempunyai kedudukan dan fungsi bertanggung jawab kepada Camat Muara Kabupaten Muara, diman desa Hutaginjang dibagi kedalam empat dusun dan dikepalai empat dusun untuk mengatur serta mengawasi tiap dusun.

(35)

masyarakat, melaksanakan tugas dari pemerintah atasannya, melaksanakan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan desa atau kelurahan, melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dibidang pembangunan dan masyarakat, dan melaksanakan tugas dalam rangka pembinaan ketentraman dan ketertiban.

Untuk kelancaran dan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, desa Hutaginjang memepunyai struktur pemerintahan yang baku seperti tertera dalam Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara sebagai berikut:

1. Perangkat Desa terdiri dari :

• Plt . Kepala Desa : Welseng Simaremare • Sekretaris Desa : Polma Rajagukguk • Kepala Urusan Umum : Oloan Rajagukguk • Kepala Urusan Pembangunan : Mifcon Rajagukguk • Kepala Urusan Pemerintahan : Sobin Simaremare • Kepala Dusun I : Jonni Simaremare • Kepala Dusun II : Jonner Rajagukguk • Kepala Dusun III : Suhunan Siregar • Kepala Dusun IV : Horas Simaremare

Badan Perwakilan Desa sebanyak lima orang terdiri dari :

• Ketua : Manat Simaremare • Wakil ketua : Matondang Simaremare • Sekretaris :Halasson Simaremare

(36)
[image:36.595.46.463.133.611.2]

Bagan Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara

Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara

Badan Perwakilan Desa

(37)

4.2. Karakteristik Responden

Informan merupakan salah satu kunci dalam penelitian untuk menggali sumber data, informasi yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti mengambil data dengan teknik Purposive Sampling denganmembagi informan menjadi empat bagian dalam ini yaitu Camat, Perangkat Desa Hutaginjang, Gerakan Kehutanan Desa Hutaginjang, dan Kelompok Tani (termasuk Tokoh Masyrakat). Tujuanya adalah untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran Pola Perlawanan Masyarakat Desa Hutaginjang Terhadap Perluasan Hutan Lindung. Untuk lebih jelasnya, maka peneliti akan mendeskripsikan karakteristik beberapa Informan Primer sebagai berikut:

4.2.1. Camat

Nama : Richand P. Situmorang SSTP

Umur : 41 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Camat Kecmatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

(38)

dibantu pendidikan anak-anak dan kepada anak-anak yang berpendidikan Richand berusaha memberikan beasiswa dengan usulan kepada pemerintah. Saat ini responden sedang fokus kepada kesejahteraan masyarakat melihat dari aspek leluasanya masyarakat menggunakan jalan raya, pendidikan yang ditingkatkan, menyelesaiakan segala urusan permaslahan masyarakat mulai dari surat menyurat, persengketaan dan sebagainya.

Pandanganrespondenterhadap perluasan kawasan hutan lindung menekankan bahwa Hutan lindung merupakan hutan yang dilindungi keberadaannya karena berperan penting menjaga ekosistem, agar terhindar dari kerusakan maka keberadaan hutan tersebut harus dilindungi. Kawasan hutan ditetapkan sebagai hutan lindung karena berfungsi sebagai penyedia cadangan air bersih, penahan erosi, paru-paru kota atau fungsi-fungsi lainnya. Hak masyarakat adat dalam bidang pertanahan yang dikenal denga istilah hak ulayat dimana secara umum hak ulayat berkenaan dengan hubungan hukum masyarakat adat.. Semua orang berhak melakukan dan menuntut apa yang menjadi hak, apakah itu besar ataupun kecil namun esensinya tersebut tetap berdiri atas kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi dimana mengutamakan kesejahteraan rakyat.

(39)

hutan menjadi hutan lindung berdasarkan usulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Penetapannya diatur secara teknis dalam Keputusan Menteri. Peraturan tersebut mengatur metode skoring dalam menentukan kawasan hutan. Terdapat 3 faktor utama dalam menentukan skoring, diantaranya kemiringan lahan, kepekaan terhadap erosi dan intensitas curah hujan (mm/hari hujan) di daerah terkait.

4.2.2. Informan dari Perangkat Desa

1. Nama : Welseng Simaremare Umur : 62 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Guru

(40)

Pandangan responden terhadap adanya perluasan kawasan hutan lindung ialah adanya perluasan kawasan hutan lindung menyebabkan dampak yang besar bagi masyarakat. Batas yang ditetapkan mencakup lahan pertanian warga, imbasnya atas perluasan kawasan hutan adalah berkurangnya aksesibilitas masyarakat terhadap penggunaan lahan berpengaruh pada pendapatan masyarakat di bidang pertanian.

2. Nama : Polma Rajagukguk Umur : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Polma Rajagukguk adalah kelahiran desa Hutaginjang Dusun I Hutaginjang, 15 Juni 1973 yang berprofesi sebagai petani lulusan S1 Ekonomi.Responden ini sudah berada di desa Hutaginjang sejak ia lahir dan sudah mengetahui kejadian di masyarakat serta sIstem sosial dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa Hutaginjang dan tinggal di IV.Sebagai sekrretaris desa yakni mengurusi pendataan penduduk pada saat pembagian raskin, pupuk dan bantuan lainnya yang diterima warga desa. Biasanya yang berkaitan dengan berkas-berkas warga, respondenjuga yang mengurusi kepala desa jika punya waktu atau sedang sibuk dengan urusan lain. Responden juga sebagai komite masyarakat sebelum diangkat menjadi sekretaris desa Hutaginjang yang memerhatikan masyarakat dan usulan masyarakat yang akan disampaikan kepada Badan Perwakilan Rakyat.

(41)

menghilangkan nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat.Lahan pertanian yang dimiliki sekitar 5 Ha dimana sekitar 4 Ha dikelola sebagai lahan pertanian dan 1 Ha belum dikelola.Disamping sebagai petani, Polma juga beternak babi sebagai penghasilan tambahan.

Responden mengatakan bahwa sering terjadi pergesekan ditengah-tengah mayarakat bukan juga karena unsur perluasan hutan lindung. Warga yang melapor karena penggelembungan beras raskin merupakan suatu taktik untuk saling menjatuhkan.Responden bercerita bahwa sering terjadi gesekan antar warga adalah hal yang wajar karena merupakan ada kepentingan masing-masing dimana yang menjadi tidak wajar adalah pergesekan yang berkepanjangan dan tidak adanya jalan keluarnya. Pergesekan karena beras raskin adalah karena adanya yang tidak dapat beras raskin da nada yang tidak dapat beras raskin, karena dari puat sendiri pembagian tersebut sering kali tidak permanen artinya terkadang sesuai dengan jumlah yang miskin dan terkadang sangat kurang. Hal tersebut respondensiasati dengan mengurangi jumlah beras setiap kepala keluarga dimana apabila masyarakat yang per kepala aturan 10 kg dikurani menjadi 8 atau 9 kg jika hal itu memungkinkan.

Disamping sebagi sekretaris desa pekerjaan responden sehari-hari adalah petani atau pekebun yang menanam kopi, bawang dan jenis sayuran lainnya.Menurut responden menanam kopi dan jenis sayuran itu sangant menguntungkan selain menggunakan dan memanfaatkan lahan juga menambah pendapatan Rumah Tangga. Setiap pagi istriny bersama dengan beliau akan pergi keladang jika responden tidak ada urusan desa. Mereka pergi keladang dgan jalan kaki, dengan jaraka lahan pertanian dari rumah lumayan jauh kira-kira 2-3 km jauhnya dan tidak keladang kecuali hari Minggu.

(42)

2000 sampai sekarang. Hak untuk berpolitik dan memimpin walaupn terkadang harus menghadapi pendangan-pandangan negative harus diterima dari agama lain. respondenjuga menyadari bahwa sebagai sekretaris desa gesekan antar warga itu wajar dan memang harus ada gesekan supaya ada peningkatan untuk saling memperjuangkan dan mempertahankan solidaritas antar warga. Yang menjadi salah adalah pergesekan itu menimbulkan dua kubu atau kelompok dalam masyarakat.

3. Nama : Manat Simare-mare Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Manat Simaremare berumur 56 tahun yang adalah kelahiran desa Hutaginjang dusun III Lumban Dolok, 30 Oktober 1960.Pendidikan terakhir S1 Hukum dengan profesi petani dan menjabat sebagai Ketua Badan Perwakilan Desa Hutaginjang.Didesa Hutaginjang sejakia lahir sampai sekarang. Menetap di dusun IV dimana lahan bapak ini ada sekita 15 Ha dan 3 Ha dikelola sebagai lahan pertanian dan 12 Ha dijadikan sebagai hutan rakyat namun yang saat ini statusnya bukan lagi hutan rakyat karena Manat sudah menjualnya kepada salah seaorang pengusaha dari luar daerah. Selain bertani Manat juga mempunyai ternak kerbau dan ayam.Manat juga sebagai penatua atau sintua di Gereja dusun IV sejak tahun 2014 sampai sekarang.Manat sebelum KetuaBPR sudah menjadi anggota BPRdan komite masyarakat sejak tahun 2000.

(43)

longsor maka pemerintah perlu melindunginya sehingga sesuai dengan fungsi dan defenisi hutan lindung yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Lahan pertanian yang dijadikan sebagai perluasan kawasan hutan lindung seharusnya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga masyarakat tetap mempunyai penghasilan dari berebasis pertanian menjadi berbasis ekonomi yaitu mendukung uasha baru warga seperti pengembangan ketrampilan yang berkelanjutan. Responden berpendapat bahwa pemerintah tidak akan membuat warga susah dan pstinya pemerintah mencari jalan terbaik supaya masyarakat tidak dirugikan.

4.2.3.1. Informan dari Gerakan Kehutanan Desa Hutaginjang 1. Nama : Jogianto Siregar

Umur : 51 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Jogianto Siregar adalah kelahiran desa Hutaginjang dusun IV Lumban Pea, 12 September 1965 yang sekarang berumur 51 tahun. Pendidikan terakhir SLTA (SMA) dan menetap di dusun IV, pada tahun 2006- 2011 pernah sebagai Badan Perwakilan Desa Hutaginjang dan pada tahun 2014 sampai sekarang menjadi Ketua Gerakan Kehutanan di desa Hutaginjang. Responden adalah seorang petani yang mempunyai lahan 7 Ha dan 5 Ha diantaranya dikelola sebagai lahan pertanian baik perkebunan kopi maupun persawahan. Sementara 2 Ha adalah lahan kosong yang ditanami pohon.Selain petani, bapak Jogianto juga sebagai pemelihara kerbau, ayam dan babi.

(44)

namun harus berawal dari masyarakat itu sendiri untuk mengawali pemecahan masalah yang menyebabkan tanah sengketa tersebut menjadi perluasan kawasan hutan lindung, tanah adat itu sendiri dahulunya dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

4.2.4. Informan dari Kelompok Tani dan Tokoh Masyarakat 1. Nama : Mangatur Ompusunggu

Umur : 54 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

Mangatur kelahiran desa Hutaginjang dusun III Lumban Dolok, 18 Agustus 1962 yang sekarang berumur 54 tahun dengan profesi seorang petani. Pendidikan terakhir SLTA dan seorang tokoh masyarakat di desa hutaginjang dimana sejak tahun 1999-2014 adalah komite masyarakat setempat dan juga sebagai raja adat di desa Hutaginjang.Mangatur terkenal sosok yang lemah lembut dan banyak membantu masyarakat dan juga jiwa kepemimpinannya terhadap masyarakat sangat baik dilihat dari hal pengetahuan kondisi masyarakat.

(45)

moyang singga jika terjadi permasalahan tanah antar warga, responden bisa mengendalikan yang berkonflik. Responden juga dikenal sebagai orang yang rendah hati yang sudah benyak menolong warga termasuk dari luar dan memberikan lahannya di kerjakan untuk menghidupi kebetuhan mereka.

Pandangan responden terhadap perluasan kawasan hutan lindung bahwa hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

2. Nama : Derlina Rajagukguk Umur : 62 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta

(46)

dalam masyarakat majemuk khususnya desa Hutaginjang. Salah satunya perbedaan pendapat yang sangat mencolok di tengah-tengah warga yang aling mempertahankan pendapat yang akhirnya pergesekan selalu terjadi dan masyarakat memperuncing permasalahan sehingga antar warga saling menjatuhkan termasuk dalam masalah perluasan kawasan hutan llindung.Setiap sore sekitar Pukul. 17.30 responden akan nongkrong ke warung kopi yang hanya beberapa meter dari tempat kediaman dan sambal main catur dan itu dilakukan setiap hati dan pulang Pukul. 19.00 Wib dan tidak pulang terlalu larut malam karena ke warung hanya ingin mengetahui informasi dan keadaan masyarkat.

Menurut responden terhadap perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang Kecamatan Muara Harapan sangatlah mengganggu masyarakat termasuk warga desa Hutaginjang. Selain lahan pertanian warga yang dijadikan sebagi perluasan hutan llindung, warga juga merasa bahwa mereka akan segera berpindah ke daerah dimana hal itu akan membuat warga membuka lahan baru.Pak Derlina terhadap kondisi desa yaitu pemerintah selalu mengawasi dan tetap membantu masyarakat termasuk hal ulayat sehingga kesejahteraan warga lebih baik.

3. Nama : Porman Rajagukguk Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

(47)

pertanian kurang lebih 6 Ha dan juga sebagai pemelihara kerbau dan babi terbanyak di desa Hutaginjang.Responden seorang tokoh masyarakat dan juga sebagai juga sebagai ketua kelompok tani dan sangat mendukung kinerja masyarakat dalam bertani. Responden berharap supaya perluasan kawasan hutan lindung lebih diperhatikan dengan tidak merugikan hak-hak ulayat dimana pemerintah melakukan pemetaan yang jelas supaya lahan dan pekarangan rumah tidak dijadikan sebagai perluasan hutan lindung.

(48)

4.3. Interpretasi Data Penelitian

4.3.1. Perluasan Kawasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang

Hutan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah beserta kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar tetap terjaga fungsi-fungsi ekologinya, terutama yang menyangkut tata air serta kesuburan tanah sehinngga dapat tetap berjalan dan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat banyak. Kawasan desa Hutaginjang terletak di Kecamatan

Muara di desa Hutaginjang. Desa Hutaginjang sebelum menjadi objek perluasan hutan lindung merupakan kawasan hutan produksi terbatas dari tahun 1997 sampai tahun 2012. Secara keseluruhan penduduk yangberada di sekitar Hutaginjang menggantungkanhidupnya dari bertani. Perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang merupakan salah satu penunjang konflik.Menurut Bapak Welseng Simaremare selaku kepala desa Hutaginjang mengatakan bahwa desa Hutaginjang memang sudah dicatat sebagai perluasan hutan lindung.Hal ini terlihat ketika dari dusun II sampai dusun IV, yang anehnya mmang dusun I tidak ada yang menjadi perluasan hutan lindung.Berdasarkan wawancara dengan responden Manat Simaremare selaku Badan Perwakilan desa Hutaginjnag;

“Menurut saya, “saya tidak keberatan dengan perluasan hutan lindung selagi tanahnya kosong. Dan apabila ada tanah warga yang terkena untuk perluasan hutan lindung maka diganti rugi oleh pemerintah sebesar-besarnya berupa hasil pertanian dikali deposito pertahun sehingga hasilnya sama dengan hasil pertanian warga(hasil wawancara tanggal 14 Mei 2016).”

(49)

geram akan adanya perluasan hutan lindung karena disamping lahan pertanian yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung bahkan areal pekarangan rumah juga dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Derlina Rajagukguk selaku tokoh masyarakat,

“Desa hutaginjang sejarahnya tidak pernah longsor dan tetap aman, kalau pemerintah mau membuat perluasan hutan lindung aturannya turun ke masyarakat untuk memberitahukan bahwa adanya perluasan hutan lindung serta kami diarahkan bukan malah turun ke masyarakat langsung mematok tanah-tanah warga dan dijadikan sebagai perluasan hutan lindung dan sebagian sudah ditanami kayu pinus. Saya sendiri tidak terima dengan hal itu karena tanah kami adalah tanah warisan ang sudah lama kami kerjakan di desa ini.hasil wawancara tanggal 20 Mei 2016).””

Pasal 11 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menentukan bahwa “Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif,

terpadu, serta memeperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah”. Perluasan hutan lindung di

(50)

menuntut karena penggunaan lahan sebagai perluasan hutan lindung.Berdasarkan hasil wawancara dengan kata Bapak Jogianto Siregar selaku Badan Kegerakan Kehutannan di Desa Hutaginjang ialah;

“Saya sebagai ketua kegerakan kehutanan bahwa ada yang menyerahkan atau menjual lahan di desa Hutaginjang ini kepihak pemerintah dengan menambahkan luas lahan, misalnya, lahan yang kosong itu sebenarnya 10 Ha namun yang dibicarakan kepemerintah 100 Ha itu kenapa perluasan hutan lindung hampir secara keseluruhan termasuk 100 Ha dari permukaan danau toba dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Dan samapai saat ini masyarakat masih mencari tahu siapa oknum-oknmu yang menjual tanah tersebut(hasil wawancara tanggal 16 Mei 2016).”

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor : p. 44/menhut-ii/2012 tentang Pengukuhan Kehutanan Pasal 1 bahwa,

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan.

(51)

5. Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi pembuatan peta trayek batas, pemancangan batas sementara, pengumuman hasil pemancangan batas sementara, inventarisasi, identifikasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga, pembuatan dan penandatanganan berita acara tata batas sementara dan peta lampiran tata batas, pemasangan tanda batas dan pengukuran batas, pemetaan hasil penataan batas, pembuatan dan penandatanganan berita acara tata batas dan peta tata batas. 6. Penetapan kawasan hutan adalah penetapan kawasan hutan temu gelang yang

memuat letak, batas, luas, fungsi tertentu dan titik-titik koordinat batas kawasan hutan yang dituangkan dalam bentuk peta kawasan hutan skala tertentu atau minimal skala 1 : 100.000.

7. Pemetaan kawasan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan tahapannya.

8. Peta proyeksi batas kawasan hutan adalah peta yang disusun melalui kegiatan ploting batas kawasan dari peta penunjukan kawasan hutan ke dalam peta dasar dengan skala lebih besar.

(52)

silintong. Itulah yang menjadi perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk,

“Yang kami tahu bahwa sebagian tanah di Desa Hutaginjang pernah dijual salah satu oknum itu pun lahan mereka yang dijadikan hutan rakyat. Tapi kenapa tiba-tiba bahwa desa Hutaginjang secara kesluruhan dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, untuk itu kami tetap mengadakan tuntutan akan adanya perluasan hutan lindung hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016)”.

4.3.1.1. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perluasan Hutan Lindung

Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut dimiliki oleh warganya, di mana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.Namun, tidak adanya penghormatan hak ulayat terhadap adanya perluasan hutan lindung masyarkat desa Hutaginjang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok yang pro dan konflik.Berdasarkan hasil wawancara dengan Polma Rajagukguk selaku sekretaris desa,

“Saya sebagai Sekretaris Desa untuk perluasan hutan lindung, saya merasa bahwa secara umum memaklumi karena ada juga lahan kosong tetapi bagi masyarakat hal tersebut menjadi kegaduhan karena lahan masyarakat dimasukkan ke areal perluasan hutan lindung (hasil wawancara tanggal 13 Mei 2016)”.

(53)

mematok lahan desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung pada tahun 2013) untuk tidak menanam lagi karena dilindungi pemerintah, berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk bahwa,

“Sebenarnya desa Hutaginjang tidak perlu lagi dibuat perluasan hutan lindung, karena memang hutaginjang tidak pernah longsor sekalipu typographi daerah berbukit-bukit, tidak pernah banji maupun erosi kalau dilihat dari defenisi hutan lindung. Saya tidak akan setuju dengan perluasan hutan lindung, karena ladang serta pekarangan rumah saya dijadikan sebagai areal perluasan hutan lindung. Hal itu jelas saya tidak setuju (hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016)”.

Di desa Hutaginjanng juga terdapat hutan rakyat yang dikelola masyyarakat itu sendiri dan sampai saat ini masih dijaga kelestarianny dengan tidan adanya penebangan hutan secara illegal kecuali pohon tua untuk dijadikan sebagai bahan kayu bakar.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,

“Desa Hutaginjang juga tidak perlu ada perluasan hutan hutan llindung, karena adanya hutan rakyat yang masih hijau dan kita juga pernah melakukan reboisasi hutan bekerja sama dengan Militer dari Kabupaten.Kami rebosasi sekitar than 2013. Dan memang hutan itu sangan dilindungi warga, selain itu pohon akan ditebang hanya untuk keperluan pribadi semata warga seperti untuk pembanguna rumah tidak lebih. Jadi desa Hutaginjang tetap hijau dan alamnya nyaman (hasil wawancara dengan responden Mangatur tanggal 18 Mei 2016)”.

(54)

4.3.1.2. Perluasan Hutan menyebabkan munculnya konflik

Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.Konflik juga merupakan situasi dan kondisi dimana terjadi pertentangan dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah antar sesama anggota masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah maupun antara masyarakat dengan organisasi di suatu wilayah.”

Hak Tanah Ulayat di desa Hutaginjang terdapat masalah yang sangat kompleks mengenai tanah, karena terjadinya perluasan kawasan hutan lindung atas kepemilikan tanah yang selama ini digunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat desa Hutaginjang. Masyarakat desa Hutaginjang yang sistem kepemilikan tanah adalah tanah warisan dari nenek moyang ini tak bisa menunjukkan sertifikat kepemilikannya, yang menjadi masalah masyrakat desa adalah salah satu keluarga besar terpecah dan desa Hutaginjang terbagi menjadi dua kelompok.

(55)

perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang maka tidak secara keseluruhan dijadikan sebagai areal hutan llindung.

Masyarakat yang bermukim di desa Hutaginjang sudah sejak sebelummasa kolonial Belanda memiliki akses pada kawasan hutan.Pada masa itu, masyarakat sekitar masih leluasa melaksanakan kegiatan pertanian huma (lahan kering) di kawasan hutan, karena lahan yang tersedia masih luas. Masyarakat desa Hutaginjang yang sudah sejak lama tinggal dan mendiami desa Hutaginjang tidak akan pernah mau daerah mereka dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Selain merugikan hak ulayat juga membuat mereka akan berpindah daerah. Sesama warga desa Hutagainjang juga berkonflik dilihat dari pemilihan kepala desa bulan maret tahun 2016 yang saling menyalahkan dan menuduh akan perizinan perluasan hutan lindung, hingga pilkades didesa hutaginjang bermasalah dengan tidak dilantiknya kepala desa. Masyarakat tahu bahwa di desa Hutaginjang sudah dijadikan sebagai perluasan hutan lindung sejak adanya kampanye pilkades.Selama ini masyarkat tahu bahwa desa Hutaginjang dengan system kepemilikan tanah warisan.Hal inilah yang membuat pilkades di desa Hutaginjang berantakan.Selain itu ada yang mencoba saling menyudutkan dengan adanya laporan kepada aparat, mencoba pembunuhan, mencoba melapor salah satu warga penebangan hutan illegal loging. Hal tersebut terjadi dikalangan warga masyarakat desa Hutaginjang.berdasarkan hasil wawancara dengan responden Polma Rajagukguk selaku Sekretaris Desa,

(56)

Warga setempat mengatakan bahwa desa Hutaginjang, bahwa hampir seluruh desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung dan dilingkaran tutorial hutan lindung ada terlepas dari hutan lindung seperti area bangunan Sekolah Dasar, SMP, TK, dan sebagian dusun I. Berdasarkan hasil wawancara dengan Mangatur Ompusunggu selaku tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani,

“Dari daerah huta gurgur sampai huta dolok siregar (dusun II sampai dusun III) semuadijadikan hutan lindung oleh pemerintah. Kami masih mencari tahu siapa yang memberi ijin hal tersebut untuk dijadikan sebagai perluasan hutan lindung karena tidak mungkin pemerintah mau menjadikan desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung tanpa ada iin dari kepala Desa(hasil wawancara tanggal 18 Mei 2016)”..”

Pengelolaan Hutan Lindung dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah atau komunitas, seperti masyarakat adat. Hutan lindung yang dikelola masyarakat adat biasanya berwujud sebagai hutan larangan atau hutan tutupan.Namun, masyarakat tahu bahwa hutan yang ada di desa Hutaginjang adalah hutan rakyat.Hal ini membuat masyarakat tidak nyaman karena selain hutan rakyat yang dijadikan sebagai hutan lindung daerah pertanian maupunpersawahan telah dijadikan sebagai perluasan hutan lindung sehingga memunculkan konflik di tengah-tengah masyarakat desa Hutaginjang.

(57)

yang terjadi, sudah mulai bernegosiasi, atau menghadapi kebuntuan. Akses atas sumber daya hutan baik berupa penggarapan kawasan hutan untuk budi daya pertanian maupun untuk permukiman diperoleh warga masyarakat melalui hubungan hubungan sosial antara masyarakat dengan petugas. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Manat Simaremare selaku BPD,

“Di tahun 2013 juga pernah digalakkan program penghijauan di desa Hutaginjang. Tujuannya pada waktu itu ingin meningkatkan produktivitas lahan kritis, mengelola tata air dan menyediakan bahan baku kayu bagi masyarakat. Dan pada saat itu belum ada konflik sama sekali antar warga dan memang perluasan hutan lining sudah ada pada saat itu namun warga tidak mengetahui nya. Pada tahun 2014 mulai sesama warga tahu sedikit keadaan desa yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Pada saat itu hanya ada sungut-sungut sesama warga(hasil wawancara tanggal 14 Mei 2016)”..”

Pada tahun 2004 di desa Hutaginjang yang terjadi masih konflik laten dan pada tahun 2015 mulai konflik terbuka (manifest) dan pada tahun 2015 sampai sekarang itu konflik mencuat yakni diantaranya terjadi pembabatan hutan, pembakaran hutan, penikaman sesama warga, penudingan atau penuduhan antar warga.

(58)

desa Hutaginjang tiga per empat milik kehutanan, satu per empat di kelola masyarakat. Dalam proses hubungan sosial tersebut terjadi negosiasi-negosiasi dan konsensus, maupun terjadi pemaksaan atau tekanan (pressure). berdasarkan hasil wawancara dengan responden Polma Rajagukguk selaku Sekretaris Desa,

“Masyarakat berusaha mencari siapa yang menjadikan atau memberi lahan tersebut ke kawasan hutan lindung dan menurut saya inilah yang menjadikan polemic atau masalah di desa Hutaginjang(hasil wawancara tanggal 13 Mei 2016)”..”

Sepengetahuan masyarakat lahan yang ada di desa Hutaginjang itu tetap milik rakyat ulayat. Masyarkat pernah membakar sebagian hutan rakyat yang ada di desa Hutaginjang dengan sengaja dan mereka mengambil ranting pohon untuk dijadikan sebagai kayu bakar, namun saat itu tim aparat kepolisian datang melarang warga setempat untuk tidak mengganggu hutan.Di dusun II juga warga setempat dengan sengaja membakar hutan rakyat yang mana telah dijadikan sebagi perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk selaku tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani,,

“Jika demikian semua dilindungi pemerintah dan kami tidak lagi bisa mengelola lahan kami sendiri bagaimana kehidupan kami sebagai warga di desa Hutaginjanghasil wawancara tanggal 24 Mei 2016).”.”

(59)

Keterangan:

= Bentuk yang menolak adanya perluasan kawasan hutan lindung

[image:59.595.102.437.103.226.2]

= Bentuk yang mendukung perluasan kawasan hutan lindung

Gambar 5.Skema konflik yang terjadi di desa Hutaginjang Kecamatan Muara

4.3.2. Makna Pola Perlawanan bagi Masyarakat desa Hutaginjang

Mengenai ekstensi masyarakat adat merupakan hal yang menarik dimana keberadaan masyarakat adat sangat kuat. Hak msyarakat adat dalam bidang pertahanan dikenal dengan hak ulayat. Secara umum hak ulayat berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya, dimana hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban terkait tanah dengan segala isinya, yakni perairan, tumbuhan dan binatang yang menjadi sumber kehiupan mata pencaharian diwilayahnya. Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat masyarakat hkum adat telah disemai melalui pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yakni“ Dengan mengingat ketentuan-ketentual pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat

hukum adat, sepanjang menurut kenyatannya masih ada, harus sedemikian ruap sehingga

sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa Masyarakat

Masyarakat

(60)

serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang

lebih tinggi”.

Hak masyarakat adat didalam bidang pertanahan atau hak ulayat yang berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Dimana hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban terkait tanah. Eksistensi hak ulayat dapat diketahui dari kenyataan mengenai:

1. Masih adanya suatu kelompok orang-orang yang merupakan warga suatu masyarakat hokum adat tertentu

2. Masih adanya tanah yang merupakan wilayah masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat

3. Masih adanya kepala adat dan para tetua adat yang kenyataannya dan diakui para warganya, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pengemban tugas kewenangan masyarakat hukum adatnya, mengelola, mengatur peruntukan, penguasaan dan penggunaan tanah bersama tersebut.

(61)

tidak mendukung perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga desa Hutaginjang,

“Masyarakat desa Hutaginjang mengatakan bahwa ketika yang menjadi hak kita dirampas oleh pemerintah kita harus lawan meskipun belum kelihatan bentuk perlawanan yang kita buat berhubung karena ketidakjelasan pihak yang mensahkan daerah kita menjadi perluasan hutan lindung (hasil wawancara dengan Kepala Desa Welseng Simare-mare tanggal 12Mei 2016)”.

[image:61.595.73.470.337.635.2]

“Bagaimana pun kami tidak akan pernah mau memberikan apa yang menjadi hak kamu diklaim pemerintah menjadi perluasan hutan lindung, karena ini ini adalah tanah warisan dari nenek moyang kami (hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Mangatur Ompusunggu tanggal 18 Mei 2016)”.

(62)

Resistensi bisa berupa wujud dua gerakan strategis yang kontradiktif, yaitu melakukan pemberontakan, sedangkan yang lain malah mengisolasi diri. Karena manusia sebagai subjek kekuasaan, maka setiap manusia akan melakukan resistensi terhadap kekuasaan lain, tidak mesti berhadapan langsung. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gosip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras energi melakukan konflik secara terbuka. Scott (2000) misalnya mencatat pola gerakan sosial sebagai sebuah perlawanan dipandang tidak mampu mewadahi bagian terpenting dari perlawanan kaum tani yang diekspresi melalui kerja seenaknya, mengelabui, taat yang dibuat-buat, mencuri kecil-kecilan, pura-pura bodoh, memfitnah, membakar rumah, menyabot dan seterusnya.

Bentuk perlawanan bagi masyarakat desa Hutaginjang yaitu dengan mempertahankan lahan mereka, membakar hutan di dusun II dan memfitnah.Hubungan antara pemikiran dan aksi, untuk mengatakannya dengan halus adalah suatu isu yang kompleks. Dua hal yang jelasdan tegas adalah pertama, baik invensi maupun aksi bukanlah “penggerak yang tidak digerakkan”. Aksi yang dilahirkan dari intensi berputar kembali, sebagaimana adanya untuk mempengaruhi kesadaran dan dari sinilah timbul intensi dan aksi selanjutnya. Makna aksi perlawanan di desa Hutaginjang adalah selalu berkomunikasi, selalu dalam dialog. Masyarakat desa Hutaginjang selalu melakukan komunikasi dengan jalannya perluasan hutan lindung. Selain komunikasi yang dijalankan masyarakat desa Hutaginjang ialah;

(63)

adalah salah seorang yang nenolak adanya perluasan hutan lindung, sehingga disaat Karsan terpilih jadi kepala desa tidak dilantik selama satu tahun karena masyarakat pro dan kontra.Berdasarkan wawancara dengan Camat Richand P. Simamora sebagai berikut:

"Ketika Karsan Simare-mare menjabat kepala desa juga tidak pernah mengadakan rapat sebelum memberikan kepada warga, yang bersangkutan selalu sewenang-wenang menentukan harga,” kata warga yang pro terhadap perluasan hutan lindung dengan membuat laporan ke Mapolres Taput. Warga mendesak, setelah adanya laporan itu agar pihak Polres Taput segera memroses mantan Kepdes dan Plh Kepdes Hutaginjang, karena mereka sangat keberatan dan dirugikan."warga meminta Polres Taput agar segera memrosesnya, supaya membuat efek jera mereka, (hasil wawancara tanggal 14 Juni 2016).”

[image:63.595.144.470.441.656.2]

2. Adanya pembakaran hutan rakyat dengan sengaja di dusun II dengan alasan mau mengambil kayu bakar.

(64)

3. Adanya penebangan pohon dengan sengaja karena warga merasa bahwa wargalah yang menanam pohon tersebut.Berdasarkan wawancara dengan responden Camat Richand P. Simamora sebagai berikut:

“Di saat Pemkab Tapanuli Utara (Taput) sedang giat-giatnya mengajak masyarakat melestarikan hutan. Namun Hutan lindung yang luasnya diperkirakan puluhan hektare di Desa Huta Ginjang Kecamatan Muara telah dibabat habis. hutan lindung tersebut telah mengalami kerusakan dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga dapat mengganggu pasokan atau ketersediaan air sebab di pinggiran hutan terlihat cekdam sungai(hasil wawancara tanggal 14 Juni 2016).

4. Adanya konflik berupa kekerasan antar warga yang pro dan kontra yakni adanya salah seorang warga yang pro terhadap perluasan hutan lindung menikam seorang warga yang menolak perluasan hutan lindung. Berdasarkan wawancara dengan tokoh Masyarakat Derlina Rajagukguk sebagai berikkut: “gabe marsitikkaman do jolma di hutanamion holan alani hutan lindung asa adong alasan mandabuhon laos mangalului akka hasalaon dungi gabe dang dilantik be kepala desa laos boi ma attong baenonna huta on gabe hutan lindung. penikaman itu terjadi sepertinya supaya kepala desa yang terpilih itu tidak dilantik lagi sebagai kepala desa untuk memperpanjang masalah(hasil wawancara tanggal 20 Mei 2016).”

“penikaman itu terjadi sepertinya supaya kepala desa yang terpilih itu tidak dilantik lagi sebagai kepala desa untuk memperpanjang masalah”.

5. Tertundanya pelantikan Kepala Desa Hutaginjang karena sesama warga terbagi dalam dua kelompok. Dimana diantaranya yang meneolak adanya perluasan hutan lindung adalah yang mendukung calon kepala desa dan dan yang pro terhadap perluasan hutan lindung adalahyang tidak mendukung calon Kepdes. Sehingga ada usaha untuk saling menjatuhkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Mangatur Ompusunggu selaku tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani,

(65)

Pemilihan Kepala Desa tahun 2015 di Kabupaten Taput pada 18 Desember 2015. Warga pun menggugat keputusan Bupati Taput ke PTUN di Medan. "Kami sebagai warga sangat resah saat ini, setahu kami tidak ada persoalan dalam Pilkades. Tapi Bupati Nikson justru mengeluarkan keputusan yang menyatakan pemungutan suara ulang di desa kami. Kami minta agar bupati segera melantik pemenang Pilkades sesuai penetapan PPKD lindung (hasil wawancara anggal 18 Mei 2016)”.

Kasus-kasus kekerasan dan konflik di desa Hutaginjanng yang di latarbelakangi oleh perluasan kawasan hutan lindung dimana tanah warisan warga yang termasuk kedalam cakupan perluasan hutan lindung. Karena tanah adalah sebuah konsep yang utuh dan sangat di hargai masyarakat Batak Toba sebagai warisan yang harus dijaga, sehingga konflik yang terjadi berkepanjangan. Tentunya penyelesaian lewat jalur hukum pun harus ditempuh agar masyarakat mengerti bahwa kekerasan bukan jalan keluar dalam menyelesaikan perbedaan. Sebuah pemahaman juga harus ditanamkan kepada masyarakat, bahwa jalur hukum yang ditempuh sebenarnya menggunakan hukum adat sebagai dasar pembentuknya. Jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dapat menjadi salah satu jalan keluar dalam penyelesaian konflik akibat sengketa tanah. Karena itu tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten sangat diperlukan, juga sebuah peyelenggaraan pendaftaran tanah secara efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan respondenPorman Rajagukguk selaku tokoh masyarakat,

“Saya sangat heran kenapa desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, padahal kami sudah punya hutan rakyat yang kami kelola dan itupu kami tetap jaga kelestariannya. Selain itu kenapa ikut lahan pertanian dan pekarangan rumah sebagai perluasan hutan lindung?Kami juga sebagai masyarakat ulayat berhak melindungi lahan di desa kami (hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016).”

(66)

1) Melakukan pengurusan hak pemilikan lahan,

2) Melakukan pertemuan kepada Bupati untuk usulan pemilikan lahan,

3) Memungkinkan rakyat mengadukan tanahnya yang dijadikan sebagai pasca perluasan hutan lindung,

4) Menguatkan posisi rakyat dalam pemilikan tanah 4.4. Tipologi Konflik

Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti pengelompokan dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang keilmuan. Jadi Tipologi adalah ilmuyang mempelajari pengelompokan suatu benda dan makhluk secara umum. Tipologi berfungsi mengidentifikasikan jenis-jenis konflik agar memudahkan kitadalam menganalisis konflik tersebut. Masalah konflik tidak dapat dihindari, itu dapat terjadi dalam kehidupan organisasi atau dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik terjadi karena adanya perbedaan yang ada dalam diri atau karakter, perbedaan kepentingan, perbedaan tujuan yang kemudian tidak dapat mengendalikan diri dan merasa diri yang paling benar.

Pada pemikiran klasik, konflik adalah aspek yang tidak terhindarkan dari dalam perubahan sosial. Hal tersebut terjadi karena perubahan sosial memunculan heterogenitas kepentingan, nilai dan kepercayaan yang kemudian membentuk formasi baru melawan kekangan yang telah ada. Pihak-pihak yang terkait dalam suatu konflik akan cenderung memertahankan kepentingan pribadi dengan mengabaikan kepentingan lawan atau bahkan secara aktif merugikan pihak lawan (Miall et. al., 1999: 5).

(67)
[image:67.595.67.520.251.748.2]

tanah atas perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara;

Tabel 5.0

Dinamika konflik tanah perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang Kecamatan Muara

Uraian Keterangan

1. Sumber Daya Konflik 1. Ditunjuk dan/atau ditetapkannya sebuah wilayah adat sebagai kawasan perluasan hutan lindung

2. Kawasan hutan memasuki wilayah desa gtermasuk lahan pertanianbaik lahan kering dan basah termasuk perkebunan kopi yang menjadi penghasilan utama warga dan pekarangan rumah juga termasuk perluasan kawasan hutan lindung

3. Penerbitan bukti hak atas tanah pada wilayah yang diklasifikasikan sebagai kawasan hutan 4. Karena adanya gelombang petani yang

memasuki kawasan hutan dan melakukan sebagian pembakaran hutan rakyat di dusun II.

2. Posisi Pelaku yang Berkonflik

1. Konflik vertical adalah konflik antar komponen masyarakat yg di dalam struktur yg memiliki tingkatan, yakni Konflik antara masyarakat desa vs Kemenhut

(68)

kedudukan yg relative sama.Konflik masyarakat (adat/lokal) vs Badan Kegerakan Kehutanan serta Badan Perwakilan Daerah

3. Tipologi Konflik 1. Klaim masyarakat atas hak milik tanah warisan

2. Permohonan pelepasan tanah warisan dan hak-hak lama pada kawasan hutan

3. Tanah Ulayat di dalam kawasan hutan

4. Pembebasan tanah atau lahan pertanian bebas dari perluasan kawasan hutan lindung

4. Tahapan Konflik 1. Laten yakni Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik di dalam organisasi. Bentuk –bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, konflik peran, dan perbedaan tujuan diantara anggota kelompok. Misalnya, dalam warga desa Hutaginjang adanya perluasan kawasan hutan lindung yang mencakup hak tanah ulayat warga yang tterjadi pada tahun 2004-2014.

2. Manifest yakni tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukkan sebagai pertanda adanya konflik, misalnya di desa Hutaginjang adanya pembakaran hutan di dusun II konflik manifest sudah terjadi pada tahun 2015. 3. Konflik Mencuat yakni Tahap dimana konflik

(69)

dari usaha menghindari sampai pada menghadap konflik itu dalam usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat mencapai tujuannya, misalnya di desa Hutaginjang adanya warga yang menjadi dua kubu dan saling berlawanan, pilakdes yang gagal oleh ulah dua kelompok warga pada bulan oktober 2015 sampai sekarang.

4.5. Tanggapan Camat

(70)

Masyarakat yang tidak setuju dengan perluasan hutan lindung mencari tahu kebenarannya siapa yang menginjinkan adanya perluasan hutan lindung. Namun, karena status tanah adalah tanah warisan ada baiknya bahwa pemerintah turun ke masyarakat dan mengadakan penjelasan dengan adanya perluasan hutan lindung dan tanah di desa Hutaginjang yang merupakan lahan kosong yang tidak digunakan masyarakat bisa dijadikan jadi areal perluasan hutan lindung dengan syarat bahwa pemerintah turun langsung ke masyarakat berhubung tanah dan lahan kosong dilindungi oleh hak masyarakat ulayat. Karena apabila desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, maka masyarakat tentu harus pindah daerah sementara masyarakat desa Hutaginjang sudah berdiri sejak ribuan tahun.

(71)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Desa Hutaginjang yang sudah ada sejak tahun 1200-an dan berdiri sejak tahun 1945 yang dipimpin oleh Kepala Nagari dimana sistem kepemilikan lahannya secara adat istiadat telah turun temurun atau disebut tanah warisan. Luas wilayah desa Hutaginjang adalah 970 Ha dimana persawahan 200 Ha, pemukiman 350 Ha, perladangan/lahan tidur 350 Ha, Hutan milik Negara 70 Ha. Jumlah penduduk desa hutaginjang 1722 jiwa dengan jumlah pria 770 jiwa, perempuan 952 jiwa atau sebanyak 354 KK. Masyarakat mengetahui bahwa lahan yang ada di desa Hutaginjang itu tetap milik rakyat ulayat. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut tertentu yang merupakan lingkungan warganya, di mana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.

(72)

pemilihan kepala desa pada bulan September tahun 2015 yang saling menyalahkan dan menuduh akan perizinan perluasan hutan lindung, hingga pilkades didesa hutaginjang bermasalah dengan tidak dilantiknya kepala desa tahun 2016 serta yang menjadi kepala desa Hutaginjang saat ini adalah kepala desa sementara yaitu bapak Welseng.

Konflik di dalam warga desa Hutaginjang mempunyai tahapan dari konflik laten yang terjadi sekitar tahun 2004-2014, konflik manifest pada awal bulan Januari tahun 2014 dan konflik mencuat pada bulan Oktober tahun 2015 sampai dengan sekarang. Posisi pelaku konflik adalah konflik vertikal dan konflik horizontal, sedangkan tipologi konflik yang terjadi dalam warga desa Hutaginjang ialah klaim masyarakat atas hak milik tanah warisan, permohonan pelepasan tanah warisan dan hak-hak lama pada kawasan hutan dimana tanah ulayat yang merupakan warisan dari nenek moyang secara turun temurun, serta pembebasan tanah atau lahan pertanian bebas dari perluasan kawasan hutan lindung

5.2. Saran

(73)

Jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dapat menjadi salah satu jalan keluar dalam penyelesaian konflik akibat sengketa tanah. Karena itu tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten sangat diperlukan, juga sebuah peyelenggaraan pendaftaran tanah secara efektif.Adapun saran yang diberikan peneliti yaitu:

1. Kepada Pemerintah yaitu karena status tanah adalah tanah warisan ada baiknya bahwa pemerintah turun ke masyarakat dan mengadakan penjelasan dengan adanya perluasan hutan lindung dimana tanah di desa Hutaginjang yang merupakan lahan kosong atau lahan tidur yang tidak digunakan masyarakat bisa dijadikan jadi areal perluasan hutan lindung dengan syarat bahwa pemerintah turun langsung ke masyarakat berhubung tanah dan lahan kosong dilindungi oleh hak masyarakat ulayat. Karena apabila desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, maka masyarakat tentu harus pindah daerah sementara masyarakat desa Hutaginjang sudah berdiri sejak ribuan tahun.

(74)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada negara-negara agraris seperti Indonesia, tanah merupakan faktor produksi sangat pentinng karena menentukan kesejahteraan hidup penduduk negara bersangkutan dimana tanah sebagai sumber ekonomi guna menunjang kehidupan (Boedi, 1994). Tanah dan pola pemilikannya bagi masyarakat pedesaan merupakan faktor penting bagi perkembangan kehidupan sosial, ekonomi dan politik.

2.1. Masyarakat Petani

(75)

2.2. Hutan Lindung

Hutan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan lindung adalah hutan yang keberadaannya dilindungi untuk memelihara fungsinya sebagai penyangga system kehidupan.Melindungi suatu wilayah dari bahaya banjir, kekeringan, tanah longsor, dan bencana ekologis lainnya.

(76)

persoalan tata batas dan pemanfaatanya secara langsung untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 terus berkelanjutan.

2.3. Pola Perlawanan Rakyat

Konflik pada pasca perluasan hutan lindung tidak lepas dari komponen masyarakat yang mempunyai andil besar dalam perubahannya. Masyarakat dan pemerintah berdiri pada posisi yang berlawanan akibatnya muncul perbedaan kepentingan pendayagunaan, penguasaan lahan dan pengelolaannya. Proses konflik diawali ketika lahan pertanian oleh masyarakat adat masuk sebagai pasca perluasan hutan lindung. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan dan melindungi lahan pertanian yang sudah lama diwarisi dari nenek moyang. Peningkatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sangat penting untuk menghindari terjadinya konflik

Gambar

Gambar 1.KantorCamatKecamatanMuaraKabupatenTapanuli Utara
Gambar 3. KantorkelompoktanidesaHutaginjang
Gambar 5.Daerah lahandesaHutaginjangyangdijadikansebagaiperluasanhutanlindung
Gambar  7. WawancaradenganKepalaDesaHutaginjang, BapakWelsengSimaremare
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan Judul: KONFLIK AGRARIA (Studi Konflik Agraria Dalam Proses Sertifikasi Lahan Warga Oleh Pihak Badan Pertanahan Nasional Lombok Utara

Nilai rata – rata aspek ekonomi adalah sebesar 225 yang diperoleh dari uraian pendapat petani penggarap, pemilik lahan, dan investor sebagai pelaku kerjasama terhadap empat faktor

Namun, permasalahan utama dalam konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terletak pada Perbedaan dalam akuan hak kepemilikan, terjadi ketika pihak taman nasional

Komposisi jens-jenis vegetasi yang ditemukan pada semua plot dan jalur pengamatan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Ensa Kecamatan Mori Atas Kabupaten Morowali

Langkah-langkah yang harus ditempuh warga masyarakat untuk memperoleh kepastian hak atas tanah terkait kepemilikan tanah di pemukiman adat yang termasuk dalam

Sesuai dengan keputusan menteri kehutanan nomor 101/KPR-V/1996 hutan rakyat adalah hutan yang tumuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan

Komposisi jens-jenis vegetasi yang ditemukan pada semua plot dan jalur pengamatan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Ensa Kecamatan Mori Atas Kabupaten Morowali