• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014)."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN EXCESS RETURN JAKARTA

ISLAMIC INDEX DAN INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN

(Periode: Januari 2005

Februari 2014)

GALISHIA PUTRY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan

Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Galishia Putry

(4)
(5)

ABSTRAK

GALISHIA PUTRY. Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014). Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan DENI LUBIS.

Data statistik Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa perdagangan saham syariah mencapai nilai sekitar 59 triliun rupiah. Indeks Jakarta Islamic Index (JII) yang terus meningkat tidak diikuti oleh peningkatan kapitalisasi pasar saham-saham yang terdaftar pada JII. Hal ini menjadi pertanyaan bagi para investor yang ingin mengetahui bagaimana perbandingan kinerja indeks JII dan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Penelitian ini menganalisis excess return

yang merepresentasikan return yang diharapkan oleh seorang investor setelah menanamkan modal pada aset tertentu yang dengan analisis deskriptif dan regresi

Ordinary least Square (OLS)pada model Capital Asset Pricing Model (CAPM). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pada tingkat bebas risiko yang sama, investor yang menanamkan modal pada saham-saham yang terdaftar dalam JII dapat mengekspetasi return yang lebih tinggi dibandingkan return IHSG, sementara hasil regresi OLS menunjukkan bahwa investor pada JII tidak mengharapkan excess return yang berbeda dari IHSG. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria seleksi yang digunakan oleh BAPEPAM LK (sekarang OJK) dan BEI tidak mempengaruhi performa return JII.

Kata kunci: CAPM, excess return, IHSG, JII,OLS.

ABSTRACT

GALISHIA PUTRY. A Comparative Analysis of Jakarta Islamic Index’s and Indonesia Composite Index’s Excess Return (Period: January 2005 – February 2014). Supervised by IMAN SUGEMA and DENI LUBIS.

Indonesia Stock Exchange statistics show that Islamic stock trading reached a value of around 59 trillion rupiahs. The excalation index of Jakarta Islamic Index (JII) is not followed by an increase in market capitalization of stocks listed on the JII. This is the question for investors who want to know how it compares to the performance of Jakarta Composite Index (JCI). This study analyzes the excess return that represents the return expected by an investor after investing in certain assets using descriptive analysis and Ordinary least square (OLS) regresion of Capital Asset Pricing Model (CAPM). The descriptive analysis showed that in the same risk-free rate, investors who invest in stocks listed in JII can expect a higher return than the return JCI, while regression analysis shows investors do not expect the JII’s excess return to be different from JCI’s. This suggests that the selection criteria used by Bapepam LK (now OJK) and Indonesia Stock exchange does not affect the performance of return JII.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PERBANDINGAN EXCESS RETURN JAKARTA

ISLAMIC INDEX DAN INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN

(Periode: Januari 2005

Februari 2014)

GALISHIA PUTRY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014)

Nama : Galishia Putry NIM : H54100001

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing I

Deni Lubis, MA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah pasar modal syariah, dengan judul Analisis Perbandingan Excess Return Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan (Periode: Januari 2005 – Februari 2014).

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga yakni Bapak Sutrisno dan Ibu Yenida, serta adik penulis Gibral Previan Jodin atas kasih saying, dukungan, semangat, motivasi dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Iman Sugema dan Bapak Deni Lubis selaku dosen pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Kak Farhana Zahrotunnisa selaku asisten Bapak Iman Sugema yang selalu memberikan saran dan kritik terhadap hasil penelitian ini.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan yang bermanfaat kepada penulis.

4. Teman-teman satu bimbingan Erma Fatima, Penny Septina, Yohannes Putra Abadi, Meliana Sirait, Rifky Maulana, dan Yunus Djamaluddin atas bantuan, saran, dan motivasi kepada penulis.

5. Sahabat penulis Nadilla Ambarfauziyah Rulian, Lieke Khairina Mukti, dan Putri Monicha yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

6. Seluruh keluarga ekonomi syariah 47 atas doa, kebersamaan dan bantuan kepada penulis.

7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

Landasan Teori 4

Penelitian Terdahulu 9

Kerangka Pemikiran 10

METODE 11

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Deskripsi Data 13

Uji Stasioneritas Data 15

Uji Autokorelasi LM 15

Uji Heteroskedastisitas White 16

Hasil Estimasi Model CAPM dengan Menggunakan Regreso OLS 16

Uji Koefisien Restriksi Wald 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kapitalisasi Pasar pada BEI dan JII serta Persentasse Kapitalisasi Pasar

JII terhadap Keseluruhan Saham pada BEI 2

2 Rata-rata, standar deviasi, dan Rasio Sharpe JII dan IHSG 13 3 Statistika Deskriptif Data Excess Return JII dan IHSG 14

4 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller 15

5 Hasil estimasi model CAPM dengan regresi OLS 17

6 Hasil regresi OLS terhadap persamaan tunggal CAPM dan Spanning

Test dengan Uji Koefisien Restriksi Wald 17

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik Nilai Indeks IHSG dan JII periode 2000 – Februari 2014 1

2 Kerangka Pemikiran Penelitian 10

3 Excess return indeks JII (JII_ER) dan IHSG (IHSG_ER) periode Januari

2005 – Februari 2014 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data yang digunakan 29

2 Statistik Deskriptif Excess Return JII dan IHSG 22

3 Hasil Uji Akar Unit Excess Return JII 23

4 Hasil Uji Akar Unit Excess Return IHSG 23

5 Hasil Uji Autokorelasi

6 Hasil Uji Heteroskedastisitas 25

7 Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: α=0) 25

8 Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: β=1) 26

9 Hasil Uji Koefisien Restriksi Wald (H0: α=0 & H0: β=1) 26 10 Daftar Saham yang Masuk dalam Perhitungan Jakarta Islamic Index

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penerbitan Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997 mengawali sejarah pasar modal syariah di Indonesia. Achsien (2000) menyebutkan bahwa pengembang pertama indeks syariah dan equity fund seperti reksa dana adalah Amerika Serikat, setelah The Amana Fund diluncurkan oleh The North American Islamic Trust sebagai equity fund pertama di dunia pada tahun 1986.

Keberadaan reksa dana syariah ini muncul sebagai jawaban atas kekhawatiran para investor beragama Islam mengenai bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan pada investasi di reksa dana (Forte dan Miglietta 2007). Hal ini tertera pada QS. Al-Baqarah ayat 275 yang mengharamkan riba atau bunga. Tiga tahun semenjak kemunculan Reksa Dana Syariah pertama di Indonesia, pada tanggal yang sama, Jakarta Islamic Index (JII) pertama kali diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management. Sampai Februari 2014, data statistik BEI menunjukkan bahwa perdagangan saham syariah yang terdaftar dalam Daftar Efek Syariah mencapai nilai sekitar 68 milyar rupiah.

Soemitra (2009) menyebutkan bahwa JII menjadi tolak ukur kinerja pasar modal syariah di Indonesia. Sebagai satu-satunya indeks syariah di Indonesia, JII mengacu pada satu-satunya indeks saham yang merangkum seluruh aktivitas pasar modal di Indonesia yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Jakarta Composite Index (JCI). Hal ini menjadi solusi bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya pada saham-saham dari perusahaan yang terjamin kehalalan aktivitasnya.

(14)

2

Berdasarkan Gambar 1, baik IHSG maupun JII mengalami kenaikan dari tahun 2000 hingga tahun 2007. Kemudian penurunan terjadi pada indeks IHSG dan JII pada tahun 2008. Amerika Serikat mengalami krisis hipotek subprime mortgage, dimana para pemilik rumah tidak mampu membayar cicilan kredit perumahan. Hal ini menunjukkan bahwa krisis di Amerika Serikat mempunyai pengaruh sampai ke Indonesia melalui mekanisme transmisi pada beberapa sektor seperti perdagangan, investasi, dan perbankan (Sani dan Wahyudi 2013). Selanjutnya, kedua indeks kembali meningkat pada tahun 2009 pasca krisis.

Berbeda halnya dengan perkembangan kapitalisasi pasar saham-saham yang terdapat pada JII. Walau secara nominal, jumlah kapitalisasi pasar Jakarta Islamic Index mengalami perkembangan yang serupa dengan indeks-nya dimana terjadi peningkatan dari tahun 2000 – Februari 2014, kecuali pada tahun 2008, persentase kapitalisasi saham-saham yang terdaftar pada JII terhadap keseluruhan saham yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia mengalami pergerakan yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kapitalisasi Pasar pada BEI dan JII serta Persentase Kapitalisasi Pasar JII terhadap Keseluruhan Saham pada BEI

Periode BEI JII Persentase JII terhadap BEI (%)

2000 259,621.00 74,268.92 28.61

2001 239,271.20 87,731.59 36.67

2002 268,776.60 92,070.49 34.26

2003 460,336.00 177,781.89 38.62

2004 679,949.10 263,863.34 38.81

2005 801,252.70 395,649.84 49.38

2006 1,249,074.50 620,165.31 49.65

2007 1,988,326.20 1,105,897.25 55.62

2008 1,076,490.53 428,525.74 39.81

2009 2,019,375.13 937,919.08 46.45

2010 3,247,096.78 1,134,632.00 34.94 2011 3,537,294.21 1,414,983.81 40.00 2012 4,126,994.93 1,671,004.24 40.49 2013 4,219,020.24 1,672,099.91 39.63 Jan-14 4,382,396.37 1,722,863.16 39.31 Feb-14 4,576,075.51 1,791,423.41 39.15 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2014

Porsi kapitalisasi pasar saham-saham dalam daftar Jakarta Islamic Index

(15)

3 berperforma lebih baik dari pasar modal konvensional baik sebelum atau di saat krisis sedang terjadi. Beik dan Wardhana (2011) juga meneliti tentang pengaruh guncangan yang terjadi pada indeks-indeks konvensional dan syariah di Amerika Serikat dan Malaysia pada tahun 2006 - 2008 terhadap indeks-indeks di Indonesia yaitu IHSG dan JII. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan jangka panjang antara pasar modal di Indonesia dengan di Amerika Serikat dan Malaysia. Selain itu, walau JII pada pendek secara signifikan terpengaruh oleh guncangan tersebut, hasil penelitian juga menyebutkan bahwa JII adalah yang yang paling kecil volatilitasnya dan lebih stabil.

Analisis performa suatu indeks direpresentasikan pada elemen risiko dan

return (Hosen, Rahman, dan Dutta 2013). Sharpe (1992) menjelaskan bahwa informasi mengenai return dapat membantu investor untuk menentukan efektifitas keseluruhan aset. Ukuran performa dari suatu indeks dapat ditentukan dengan membandingkan return yang diharapkan oleh seorang investor dengan return

yang sebenarnya. Return ini disebut sebagai excess return atau abnormal return. Langkah berikutnya dari seorang investor ialah menganalisis perbandingan antara aset-asetnya dengan melihat bagaimana excess return yang didapat untuk kelebihan volatilitas yang ditahan oleh seorang investor untuk menanamkan modal pada aset yang lebih berisiko. Tingkat excess return ini dikalkulasikan dengan menggunakan Rasio Sharpe. Selain Rasio Sharpe, seorang investor juga dapat membandingkan risiko investasi dan return yang diharapkan antara JII dan IHSG dengan Capital Asset Pricing Model.

Perumusan Masalah

Perbandingan antara performa JII dan IHSG dapat dianalisis berdasarkan

excess return dari masing-masing indeks dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM) pada persamaan tunggal (Ashraf 2013). Selain itu, perbandingan excess return juga dapat diukur dengan rasio Sharpe. Rasio Sharpe dapat menunjukkan tradeoff dari risiko dan return kedua indeks. Rasio Sharpe pertama kali diperkenalkan oleh Sharpe (1966) sebagai alat pengukuran untuk perbandingan performa portfolio atau indeks. Rasio Sharpe memberikan perhitungan yang mudah untuk menunjukkan portfolio atau indeks mana yang akan memberikan return yang lebih besar tanpa harus menambahkan data selain

return dan risk-free rate atau dalam penelitian ini tingkat kupon Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana keadaan JII dan IHSG sebelum, selama, dan sesudah krisis subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis ada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana performa tradeoff dari risiko dan return Jakarta Islamic Index

(JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan selama periode Januari 2005-Februari 2014?

(16)

4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis performa tradeoff dari risiko dan return Jakarta Islamic Index

(JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan selama periode Januari 2005-Februari 2014

2. Menganalisis perbandingan performa excess return Jakarta Islamic Index

dan excess return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian dapat memberikan manfaat dalam bentuk wawasan baru mengenai performa Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga saham Gabungan.

2. Bagi investor, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para investor dalam menganalisis ekspetasi return pada JII dan IHSG. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi jawaban bagi para investor yang masih menjadikan saham-saham pada JII dan IHSG sebagai pilihan investasi.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan rujukan untuk mengembangkan dukungan pemerintah terhadap investasi syariah di Indonesia.

4. Bagi akademisi, penelitian dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menyajikan analisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan ekonometrika. Selain itu analisis pada penelitian ini sebatas pada analisis perbandingan excess return JII dan IHSG pada periode Januari 2005 hingga Februari 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Investasi Menurut Pandangan Islam

(17)

5 perushaannya dan memberikan berbagai variasi jenis investasi guna menarik perhatian para investor.

Kriteria yang digunakan oleh para investor untuk memilih jenis investasi dan jenis aset produktif tidak dengan mudah dapat dikategorikan. Kriteria ini kembali kepada kepercayaan dan perhitungan investor itu sendiri. Investasi yang berdasarkan pada kepercayaan atau agama memiliki keunikan dimana para investor memilih dan mengatur portfolio investasi yang mengikuti dan tidak bertolak belakang dari prinsip agama dan kepercayaan yang dianut oleh para investor. Secara global, investasi berdasarkan kepercayaan sudah berkembang pesat dan menjadi isu yang selalu dibahas pada beragam diskusi bersakala internasional. Salah satu jenis investasi ini adalah investasi berdasarkan prinsip Islam yang mengundang populasi besar masyarakat Muslim untuk dapat berinvestasi sesuai syariat Islam (Ashraf 2013).

Secara prinsip, Agama Islam mengajarkan manusia untuk menjalankan hidup di dunia berlandaskan tauhid dan sesuai dengan petunjuk Allah SWT (Forte dan Miglietta 2007). Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT dan As-Sunnah yang merupakann ucapan serta perilaku Nabi Muhammad SAW berisi segala petunjuk bagi manusia untuk mendapatkan ridha Allah SWT yang merupakann tujuan manusia hidup di dunia. Segala aspek kehidupan manusia diatur dalam Al-Qur’an, baik dalam hal beribadah kepada Allah maupun aktivitas muamalah, salah satunya adalah aktivitas ekonomi yang merupakann aktivitas pengelolaan dan kepemilikan harta serta pemenuhan kebutuhan seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.

Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah adalah pemilik mutlak harta. Manusia sebagai hamba Allah tidak dapat menyembunyikan apapun dari Allah. Oleh karena itu segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia harus diperhitungkan halal dan haramnya agar kelak manusia tidak mendapat azab dari Allah SWT. Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an beberapa hal terkait ekonomi yang haram bagi manusia. Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 dan 173, serta Al-Maidah ayat 90.

Pemeluk Agama Islam mempercayai bahwa dengan menjauhi perbuatan-perbuatan di atas maka mereka dapat terhindar dari berbagai mudharat. Begitu pula dengan aktivitas investasi, investor yang beragama Islam selalu berusaha untuk menjauhi investasi-investasi yang mengandung unsur-unsur haram (Huda dan Nasution 2007). Oleh karena itu, pasar modal syariah menjadi jawaban bagi para investor Muslim yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariat Islam. Selain tidak adanya perbutan-perbuatan dan unsur-unsur di atas, aktivitas investasi juga harus bersih dari segala unsur riba atau bunga. Hal ini dikemukakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 275.

(18)

6

under management (AUM) pasar modal syariah secara global meningkat dari US$ 39.5 triliun pada tahun 2003 menjadi US$ 58 triliun pada tahun 2010. Secara internasional, Ernst dan Young (2011) juga memprediksi bahwa terdapat lebih dari 800 mutual funds yang berinvestasi pada sekuritas berbasis syariah. Pasar modal syariah juga sudah tidak lagi hanya menjadi konsumsi masyarakat muslim, masyarakat non-muslim dari berbagai penjuru dunia juga sudah ikut andil dalam industri yang dianggap lebih stabil terutama dalam menghadapi krisis ekonomi. Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah

Pasar modal menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 Ayat (12) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan yang dimaksud dengan efek pada Pasal 1 ayat (5) adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolekstif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek. Pasar modal dikenal juga dengan nama bursa efek. Bursa efek menurut Pasal 1 Ayat (4) No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah pihak yang menyelenggaraka dan meyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Sebelum tahun 2007, bursa efek yang terdapat di Indonesia dikenal dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pada tanggal 30 Oktober 2007, BEJ dan BES merger dengan nama Bursa Efek Indonesia.

Sedangkan, pasar modal syariah dapat didefinisikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain (Soemitra, 2009). Di Indonesia, munculnya pasar modal syariah diawali dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index sebagai panduan bagi para investor yang ingin berinvestasi tanpa terlepas dari kaidah-kaidah syariah Islam. Setelah kehadiran Obligasi Syariah PT Indosat Tbk pada September 2002 yang terus berkembang dengan berbagai pilihan akad, tahun 2006, insturmen baru dimunculkan yaitu reksa dana indeks dengan indeks Jakarta Islamic Index sebagai underlying.

Sesuai yang tertera pada website BEI, selain landasan hukum, baik berupa peraturan maupun undang-undang, perlu terdapat landasan fatwa yang dapat dijadikan rujukan untuk ditetapkannya efek syariah. Terdapat 14 fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia yang berhubungan dengan pasar modal syariah di Indonesia sejak tahun 2001, antara lain:

1. Fatwa No.20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.

2. Fatwa No.31/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.

3. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. 4. Fatwa No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum

Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.

(19)

7 6. Fatwa No. 59/DSN-MUI/III/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah

Konversi.

7. Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah.

8. Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.

9. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

10. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN. 11. Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back.

12. Fatwa No. 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back.

13. Fatwa No. 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased. 14. Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam

Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Bursa Efek.

Pada fatwa No. 80/DSN/MUI/III/2011 terdapat empat belas jenis transaksi yang tergabung dalam delapan kategori yang dilarang dalam mekanisme perdagangan Efek karena ketidaksesuaiannya dengan prinsip syariah. Tindakan – tindakan tersebut dilakukan agar dapat mengubah harga pasar atau harga efek untuk memperoleh keuntungan atau mengurangi kerugian. Tindakan-tindakan tersebut antara lain:

1. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Tadlis (tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad), yaitu:

a. Front Running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek (Perantara Pedagang Efek) yang melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu Efek terntentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas efek tersebut.

b. Misleading Information yaitu membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan.

2. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Taghrir (upaya mempengaruhi orang lain yang mengandung kebohongan agar melakukan transaksi), yaitu:

c. Wash Sale yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan pejual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya atas transaksi saham tersebut, sehingga memberi kesan bahwa seolah-olah efek tersebut aktif diperdagangkan.

d. Pre-arrange Trade yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjan pembeli dan penjual sebelumnya.

3. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najsy (tindakan menawar barang dengan harga yang lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya), yaitu:

(20)

8

transaki inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga.

f. Hype and Dump yaitu pola transaksi yang hampir serupa dengan Pump and Down namun transaksi tersebut tidak hanya diawali oleh pergerakan harga uptrend, tetapi juga disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, dan/atau misleading.

g. Creating Fake Demand/Supply yaitu adanya satu atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order yang dipasang sudah best price maka order tersebut di-delete atau di-amend

4. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori ikhtikar (membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan menjualnya kembali pada saat harganya lebih mahal), yaitu:

h. Pooling Interest yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan liquid pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu. Volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun waktu tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melinjak drastis. i. Cornering yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan

kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor oublik melakukan short selling. Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan memegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.

5. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghisysy (salah satu bentuk

tadlis dimana penjual menjelaskan keunggulan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya), yaitu:

j. Marking at the Close yaitu penempatan order jual/beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan menciptakan harga penutupan yang sesuai dengan yang diinginkan.

k. Alternate Trade yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif diperdagangkan.

6. Tindakan yang termasuk dalam kategori Ghabn Fahisy. Ghabn adalah ketidakseimbangan antara dua obyek yang dipertukarkan dalam suatu akad, sedangkan Ghabn Fahisy adalah Ghabn tingkat berat. Tindakan ini antara lain Insider Trading yang adalah kegiatan illegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi internal, misalnya keputusan-keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan.

(21)

9 yaitu penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.

8. Tindakan yang termasuk dalam kategori Riba (tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak), yaitu Margin Trading yaitu melakukan transaksiatas Efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaisn pembelian efek. Indeks Syariah di Indonesia

Terdapat tujuh jenis indeks di bursa efek Indonesia antara lain Indeks Individual, Indeks Harga Saham Sektoral, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks LQ45, Indeks Papan Utama dan Papan pengembangan, Indeks KOMPAS 100, dan Indeks syariah. Indeks syariah terdiri dari ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia) dan JII (Jakarta Islamic Index). Kedua indeks ini mengacu pada Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh OJK. Menurut website OJK, DES adalah kumpulan Efek yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal, yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau Pihak yang disetujui Bapepam-LK. DES merupakan panduan investasi bagi reksadana syariah dalam menempatkan dana kelolaannya serta juga dapat dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada profolio syariah.

Salah satu efek syariah dari DES adalah saham syariah. Pada prinsipnya, berdasarkan praktik yang berlaku di dunia internasional, terdapat dua kriteria utamuntuk menentukan suatu saham layak disebut sebagai saham syariah atau tidak, yatu kriteria bisnis dan kriteria keuangan. Yang dimaksud kriteria bisnis adalah kriteria yang disusun berdasarkan jenis usaha dari setiap emiten. Kategori jenis usaha yang dijadikan indikator adalah berdasarkan kehalalan dari bisnis tersebut, baik halal karena zatnya (produknya) maupun prosesnya. Berdasarkan arahan Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bapepam-LK no. IX.A.13 berikut adalah kriteria usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah:

1. Perjudian dan permainan yang tergolong judi

2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah yaitu perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa atau penawaran/permintaan pasu. 3. Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga dan perusahaan

pembiayaan berbasis bunga.

4. Jual bei risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maysir).

5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang/jasa yang haram zatnya (hara li-dzaitihi), yang haram bukan karena zatnya (haramli-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI, dan/atau yang merusak moral dan bersifat mudarat.

6. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap.

(22)

10

Seleksi kedua adalah berdasarkan komposisi sumber pendapatan yang berasal dari non halal dibandingkan dengan total pendapatan termasuk pendapatan lain-lain. Persentase yang berlaku di Indonesia saat ini untuk perbandingan antara pendapatan non halal terhadap total pendapatan adalah tidak lebih dari 10%

ISSI merupakan indeks saham yang mencerimnkan keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI dan mulai diluncurkan pada tanggal 12 Mei 2011. Konstituen ISSI adalah keseluruhan saham syariah tercatat di BEI dan terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES). Konstituen ISSI di-review setiap enam bulan sekali dan dipublikasikan pada awal bulan berikutnya. Metode perhitungan indeks ISSI menggunakan rata-rata tertimbang dan pitalisasi pasar. Di sisi lain, JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi investasi syariah dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariah Islam (Soemitra 2009). Investasi dalam pasar modal memiliki risiko yang berbeda dengan investasi keuangan lainnya. Karena itu, investor perlu memahami apakah investasinya telah memberikan hasil yang lebih baik dari rata-rata pasar untuk itu diperlukan adanya tolak ukur berupa suatu indeks harga.

Soemitra (2009) menyatakan bahwa di samping sebagai tolak ukur, indeks syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan untuk mengembangkan reksa dana syariah. Indeks syariah diharapkan mampu memberikan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh para praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan Syairah Nasional serta accountability dari pihak bursa efek yang melakukan monitoring.

Menurut website Bursa Efek Indonesia (BEI), saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari tiga puluh saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar seperti yang terdapat pada Lampiran 10. BEI melakukan review JII setiap enam bulan yang disesuaikan dengan periode penerbitan DES oleh Bapepam LK (sekarang OJK). Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh OJK yang dituangkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES), BEI melakukan proses seleksi lanjutan yang didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapaun proses seleksi JII berdasarkan kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut: 1. Saham-saham yang dipilih adalah saham-saham syariah yang termasuk ke

dalam DES yang diterbitkan oleh OJK.

2. Saham-saham terpilih kemudian diambil enam puluh saham berdasarkan urutan kapitalisasi terbesar selama satu tahun terakhir.

3. Dari enam puluh saham tersebut, kemudian dipilih tiga puluh saham berdasarkan tingkat lukuiditas yang urutan nilai transaksi terbesar di pasar regular selama satu tahun terakhir.

Indeks Harga Saham Gabungan

(23)

11 untuk mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa perusahaan tercatat dari perhitungan IHSG. Hal ini dilakukan karena di saat jumlah saham suatu Perusahaan Tercatat yang dimiliki publik relatif kecil, sedangkan kapitalisasi pasarnya cukup besar, terdapat potensi dimana perubahan harga saham tersebut dapat mepengaruhi kewajaran pergerakan IHSG.

Excess Return dan Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Excess return atau abnormal return adalah perbedaan antara return yang diharapkan oleh seorang investor (expected return) dengan return yang sebenarnya didapatkan (normal return). Excess return juga merupakan return

yang relatif terhadap tingkat return yang didapat ketika seorang investor menginvestasikan modalnya pada investasi yang bebas risiko (Perold 2004). Investasi bebas risiko adalah instrumen yang memberikan return tetap, sehingga tidak termasuk ke dalam risiko yang menjadi trade-off dari return. Investasi bebas risiko ini direfleksikan oleh Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Bank Indonesia telah menjamin tingkat return yang akan didapat dari SBI dan SBIS, oleh karena itu tidak ada risiko pada SBI dan SBIS.

Capital Asset Pricing Model dikembangkan pada masa-masa ketika teori pokok penentuan keputusan dalam menentukan portofolio melalui informasi empiris tnetang risiko dan return masih belum jelas dan belum berkembang yakni sekitar tahun 1940-an dan 1950-an (Perold 2004). Seorang investor dalam memilih jenis dan atau jumlah investasi yang akan ia salurkan dihadapkan pada dua pilihan yakni risiko dan return. Risiko investasi yang tinggi juga mendatangkan return yang tinggi, sementara investasi dengan risiko rendah cenderung mengundang return yang rendah pula. Hal ini yang disebut sebagai

trade-off.

Perold (2004) menyebutkan bahwa tujuan untuk menentukan return yang dikehendaki, risiko investasi perlu ditinjau dalam konteks perbandingan dengan risiko lain. CAPM menjadi jawaban pada permasalahan ini. CAPM akan menjelaskan kepada investor bagaimana cara menentukan return yang diharapkan yaitu berupa harga aset sebagai fungsi dari risiko. Untuk dapat melakukan penghitungan pada return yang diharapkan, investor harus mengetahui dua hal,

excess return dari keseluruhan pasar modal dan beta saham terhadap pasar. Pada penelitian ini excess return masing-masing indeks dihitung dengan:

dengan: Pt = harga indeks saham periode t

Pt-1 = harga indeks saham periode t-1

Rf = tingkat return bebas risiko (tingkat kupon SBI) Rasio Sharpe

(24)

12

digunakan untuk menentukan berapa return yang didapat dari suatu efek atau indeks dengan risiko yang terdapat pada efek atau indeks tersebut. Mayoritas pengukuran kinerja indeks dan pasar modal dikomputasi dengan menggunakan data masa lalu, tapi disesuaikan pada dasar hubungan-hubungan yang diprediksi (Sharpe 1992). Rasio Sharpe dapat dirumuskan seperti formula berikut ini:

dimana: X = indeks/investasi rx = rata-rata return X

Rf = tingkat bebas risiko (contoh: tingkat kupon SBI) StdDev(X) = standar deviasi rx

Return dapat dikur dengan berbagai frekuensi baik harian, bulanan, ataupun tahunan dengan syarat bahwa return tersebut tersebar normal dan dapat dibuat data tahunan. Tingkat bebas risiko digunakan untuk memperlihatkan apakah seorang investor sudah terkompensasi dengan baik atas risiko tambahan yang diambil pada aset yang berisiko (Sharpe 1992). Standar deviasi melambangkan risiko dari efek atau indeks tersebut. Semakin tinggi nilai S(X), maka semakin baik pula investasi terlihat dari perspektif risiko dan return (Sharpe 1994). Rasio Sharpe juga dapat memberikan informasi kinerja dari suatu indeks atau saham yang dapat dibandingkan dengan kinerja indeks atau saham lain.

Penelitian Terdahulu

Ashraf (2013) menganalisis perbandingan excess return dari dua puluh sembilan indeks syariah di dunia seperti Dow Jones, S&P, MSCI, dan FTSE dengan masing-masing indeks acuannya pada periode Desember 2000 sampai Mei 2012. Dengan menggunakan metode regresi linear persamaan tunggal dan jamak (Ordinary Least Square dan Seemingly Unrelated Regression), Ashraf menyimpulkan bahwa investor tidak mengharapkan return yang berbeda antara saham-saham yang terdaftar pada indeks-indeks syariah dan indeks-indeks konvensionalnya. Selain itu, kriteria penyeleksian pada indeks saham syariah memberikan pengukuran kinerja dan informasi yang lebih relevan mengenai skill

manajemen dari manajer investasi.

Hussein (2004) menguji hipotesis bahwa kinerja FTSE indeks global Islam secara signifikan berbeda dari FTSE indeks All-world selama periode 1996-2003 yang dijadikan sebagai sampel dengan menggunakan analisis deskriptif. Perbandingan kinerja dari data mentah dan risiko yang telah disesuaikan ( risk-adjusted) menunjukkan bahwa kinerja indeks Islam sama baiknya dengan indeks FTSE All-world selama keseluruhan periode. Ada bukti yang menunjukkan bahwa secara statistik indeks Islam menghasilkan return abnormal yang positif selama periode pasar yang naik, meskipun hal tersebut di bawah kinerja FTSE All-world

pada periode pasar. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan penyaringan berdasarkan syariah tidak memiliki dampak yang berlawanan (negatif) pada kinerja indeks Islam Global FTSE.

(25)

13 berada pada nilai di bawah satu yang berarti mempunyai risiko di bawah risiko pasar, sebaliknya terjadi pada saham pada kelompok LQ45. Selain itu dalam penelitian ini juga terlihat bahwa lebih dari setengah emiten yang termasuk dalam kelompok JII memberikan return negatif sehingga secara rata-rata return

kelompok JII memberikan nilai negatif.

Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran kepada investor yang menanamkan modalnya pada saham-saham yang terdaftar di JII dan IHSG. Listing saham-saham yang terdapat pada JII didasarkan pada kriteria syariah yang telah dikeluarkan oleh Daftar Efek Syariah dan kriteria keuangan. Untuk melihat apakah kriteria tersebut dapat memperlihatkan perbedaan pada performa JII dan IHSG baik sebelum, selama, dan setelah krisis. Hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa performa indeks syariah tidak berbeda dari performa indeks konvensionalnya. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menganalisis excess return yang menunjukkan performa suatu indeks secara deskriptif dan dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model

(26)

14

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series bulanan (monthly closing data) dari Januari 2005 hingga Februari 2014. Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah indeks harga saham Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tingkat kupon SBI berjangka 3 bulan untuk data bulan Januari 2005 hingga Oktober 2010 dan tingkat kupon Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka 9 bulan untuk data bulan November 2010 hingga Februari 2014. Perbedaan jangka waktu SBI ini dikarenakan pada pengumuman hasil lelang SBI, Bank Indonesia tidak

Investor yang ingin menanamkan modal

Saham pada indeks syariah Saham pada indeks keseluruhan

Indeks Harga Saham Gabungan

Jakarta Islamic

Index Di Indonesia

Bagaimana perbandingan performa JII dan IHSG?

Analisis excess return dengan regresi linear Ordinary Least Square (OLS) dengan model Capital Asset Pricing

Model (CAPM) Analisis deskriptif dan Rasio Sharpe

Trade-off risiko Excess return

(27)

15 mengumumkan adanya SBI berjangka waktu tiga bulan sejak bulan November 2010. Tingkat kupon SBI pada jangka waktu tersebut sama dengan nisbah bagi hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mencari excess return kedua indeks. Data diolah menggunakan Ms. Excel 2013 dan E-views 6.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan dengan melihat mean, standar deviasi, dan

tradeoff risiko dan return dari masing-masing excess return JII (Jakarta Islamic Index) dan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Trade-off ini disebut sebagai rasio Sharpe.

Uji Akar Unit (Augmented Dickey Fuller Test)

Data time series pada umumnya bersifat stokastik atau memiliki tren. Tren melambangkan bahwa data tidak stasioner. Untuk dapat menjalankan regresi pada model, data harus bersifat stasioner atau tidak memiliki akar unit. Pengujian stasioneritas dilakukan dengan Uji Akar Unit yang dikemukakan oleh Dickey dan Fuller yaitu Uji Augrmented Dickey-Fuller. Data yang stasioner memiliki kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata-nya (Gujarati 2004). Jika terdapat akar unit pada level data, maka perlu dilakukan pembeda atau differencing sampai data tersebut tidak memiliki akar unit. Hipotesis nol menyatakan bahwa data memiliki akar unit dan untuk menolak hipotesis nol, hasil t-ADF harus lebih besar daripada nilai kritis McKinnon pada taraf nyata 5% atau p-value < 5%.

Uji Normalitas Jarque-Bera

Residual yang terdistribusi normal merupakan salah satu syarat atau asumsi yang harus dipenuhi pada regresi berganda dengan Ordinary Least Square.

Normal atau tidaknya residual suatu data dapat ditunjukkan dengan Uji Jarque-Bera pada histogram-normality test. Hipotesis nol menyatakan bahwa residual data menyebar normal, sehingga untuk tidak dapat menolak hipotesis nol, p-value

dari Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata 5%. Gujarati (2006) menyatakan jika observasi berjumlah lebih dari 100, maka uji normalitas dapat diabaikan.

Uji Autokorelasi LM

Autokorelasi berakibat pada nilai statistik t yang overestimate, sehingga tidak dapat disimpulkan apakah hasil regresi bersifat valid (Firdaus, 2011). Jika pada grafik plot residual terhadap waktu terdapat pola yang teratur maka terdapat indikasi adanya autokorelasi. Uji autokorelasi juga memperlihatkan Uji Durbin-Watson (d). Hasil d yang mendekati 0 menandakan adanya korelasi positif, d yang mendekati 4 menandakan adanya korelasi negatif, sedangkan d yang mendekati 2 menandakan tidak adanya autokorelasi. Selain dengan uji Durbin-Wason, autokorelasi juga dapat diidentifikasi keberadaanya dengan Uji Breusch-Godfrey

(28)

16

tidak memiliki autokorelasi. Untuk tidak dapat menolak hipotesis nol, maka p-value dari statistik F lebih besar dari taraf nyata 5%.

Uji Heteroskedastisitas White

Heteroskedastisitas adalah ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Terdapatnya heteroskedastisitas pada model regresi merupakann penyimpangn terhadap asumsi klasik heteroskedastisitas. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk uji heteroskedastisitas, salah satunya adalah Uji White. Uji White meregresi residual kuadrat pada variable dependen ditambah kuadrat variable independen, kemudian ditambahkan lagi dengan perkalian dua variable independen. Hipotesisi nol pada Uji white adalah tidak terdapat heteroskedastisitas pada model. Untuk tidak menolak hipotesis nol, maka p-value dari residual kuadrat lebih besar dari taraf nyata 5%.

Regresi Ordinary Least Square Model CAPM (Capital Asset Pricing Model) Metode OLS paling sering digunakan (Gujarati 2006). Selain karena kemudahan, OLS juga memiliki beberapa sifat teoritis yang kokoh seperti yang diringkaskan di dalam teorema Gauss-Markov. Teorema Gauss-Markov menyatakan, “berdasarkan asumsi-asumsi dari model regresi linear klasik, penaksir OLS memiiki varians yang terendah di antara penaksir-penaksir linear lainnya; dalam hal ini, penaksir OLS disebut sebagai penaksir tak bias linear terbaik (best liner unbiased estimators/BLUE).

Penelitian ini menggunakan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) standar yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rit = excess return pada waktu t untuk indeks JII Rjt = excess return pada waktu t untuk indeks IHSG α = konstanta alpha Jensen

βij = risiko yang tidak bisa didiversifikasi

Rit dan Rjt menggambarkan excess return yang sudah dikurangi oleh return

tingkat bebas risiko yang dalam kasus ini adalah tingkat kupon SBI. Konstanta alpha Jensen i menggambarkan keadaan excess return indeks JII setelah disesuaikan dengan excess return indeks acuan IHSG atau intersep ketika excess return indeks berada pada posisi 0. βij melambangkan bagaimana pergerakan excess return indeks JII terhadap perubahan pada excess return indeks acuan IHSG. Ketika βij > 1, maka excess return indeks JII relatif lebih agresif daripada

excess return indeks acuan IHSG. Ketika βij < 1 atau βij = 1 maka risiko pada

excess return indeks JII relatif lebih kecil atau bergerak sejalan dengan excess return indeks acuan IHSG.

Model CAPM di atas diestimasi dengan regresi Ordinary Least Square

(29)

17 menunjukkan adanya heteroskedastisitas, Uji Heteroskedastisitas White (1980) dilakukan terhadap residual. Sementara distribusi residual dilakukan dengan Uji Normalitas Jarque-Bera. Ashraf (2013) menggunakan Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk mengestimasi CAPM. Judge et al (1985) dalam Ashraf (2013) menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan OLS dianggap tidak efisien dan mengabaikan informasi mengenai residu dari korelasi persamaan silang yang serentak. Namun, penelitian yang dilakukan Ahsraf (2013) dilakukan pada data panel dimana satu indeks menjadi acuan bagi beberapa indeks lainnya, sementara penelitian ini hanya menganalisis perbandingan excess return dari satu indeks dengan indeks acuannya, sehingga SUR menjadi tidak tepat digunakan dalam penelitian ini.

Hipotesis nol pada model CAPM di atas adalah bahwa excess return JII tidak berbeda dengan excess return IHSG. Hal ini melambangkan αi secara

statistik tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang dari 0, sementara βij tidak berbeda dari 1 secara signifikan. Untuk menguji hipotesis nol tersebut Schroder (2007) dalam Ashraf (2013) menyarankan untuk menggunakan uji koefisien Wald atau spanning test. Hasil uji koefisien Wald akan menunjukkan apakah excess return indeks dapat mereplikasi excess return saham.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Penelitian ini menganalisis pengaruh excess return Indeks Harga Saham Gabungan terhadap excess return Jakarta Islamic Index (JII). Hasil deskripsi didapatkan dari olahan data mentah yang terdapat pada Lampiran 1. Rata-rata

excess return JII sebesar -0.0626185 dengan standar deviasi 0.0745329, sedangkan rata-rata excess return IHSG adalah sebesar -0.0611657 dengan standar deviasi 0.0711913. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata excess return JII lebih kecil dari excess return IHSG.

Rata-rata Excess return yang negatif mengindikasikan bahwa tingkat return

(30)

18

Tabel 2 Rata-rata, standar deviasi, dan Rasio Sharpe JII dan IHSG

Index Mean Excess

Return

Standar Deviasi Rasio Sharpe

Jakarta Islamic Index -0.0626185 0.0745329 -0.8401458

Indeks Harga Saham Gabungan -0.0611657 0.0711913 -0.8590477

Sumber: olahan data pada Ms. Excel

Hasil dari Rasio Sharpe kedua indeks tersebut menghasilkan angka yang negatif. Hal ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu terjadi penurunan pada harga indeks yang menyebabkan return menjadi negatif atau return kedua indeks lebih kecil dari tingkat bebas risiko yang dalam penelitian ini adalah tingkat kupon SBI, sehingga ketika return dikurangi tingkat kupon SBI hasilnya menjadi negatif (McLeod dan van Vuuren 2004).

Secara nominal, terlihat bahwa Rasio Sharpe JII lebih besar daripada Rasio Sharpe IHSG. Rasio Sharpe JII yang lebih besar dari IHSG menunjukkan bahwa pada tingkat risiko yang sama, seorang investor yang menanamkan modal pada saham-saham yang terdaftar dalam JII dapat mengekspetasi return yang lebih tinggi dibandingkan return IHSG. Hal ini dikarenakan saham-saham yang terdaftar dalam JII, setelah melalui kriteria baik kriteria bisnis dan kriteria keuangan, dilanjutkan dengan penyeleksian saham dengan kapitalisasi terbesar dan tingkat likuiditas terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa saham-saham di JII selain sudah sesuai dengan prinsip syariah, juga merupakan saham-saham terbaik. Amihud dan Mendelson (1986) dalam Xin-yuan dan Liu-liu (2012) menjelaskan bahwa aset dengan likuiditas rendah dan biaya dagang yang tinggi seringkali mempunyai dividen yang lebih tinggi.

-.5 -.4 -.3 -.2 -.1 .0 .1 .2

05 06 07 08 09 10 11 12 13

JII_ER IHSG_ER

Gambar 3 Excess return indeks JII (JII_ER) dan IHSG (IHSG_ER) periode Januari 2005 – Februari 2014

(31)

19 Hal yang penting untuk diamati dalam penelitian ini adalah menjawab pertanyaan mengenai excess return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempengaruhi excess return Jakarta Islamic Indeks (JII). Gambar 2 menggambarkan fluktuasi excess return JII dan IHSG. Berdasarkan plot data bulanan excess return IHSG dan JII periode Januari 2005 – Februari 2014 terlihat bahwa data excess return berfluktuasi setiap bulannya. Periode sebelum krisis yaitu periode Januari 2005 hingga Mei 2008 terlihat baik excess return JII maupun IHSG cenderung stabil. Penurunan tajam terjadi pada periode Juni 2008 hingga Oktober 2008 di masa-masa krisis. Kedua indeks kembali meningkat sampai kepada excess return tertinggi pada Juni 2009. Pasca krisis yakni Juli 2009 hingga Februari 2014 menunjukkan pergerakkan yang fluktuatif seperti pada saat sebelum krisis. Berikut statistik deskriptif return indeks saham ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Statistika Deskriptif Data Excess Return JII dan IHSG

Indeks Saham Skewness Kurtosis Jarque-Bera Test Prob.

JII -1.3016 8.2231 156.0927 0.000000

IHSG -1.3680 8.4466 170.2777 0.000000

Sumber: olahan data pada E-views

Tabel 3 mengilustrasikan nilai Skewness dan Kurtosis dari kedua variabel seperti yang terdapat pada Lampiran 2. Skewness menunjukkan kemenjuluran yang merupakann ukuran kemiringan. Nilai Skewness yang kurang dari nol menunjukkan bahwa data memiliki distribusi yang miring ke kiri artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang tinggi. Di sisi lain, Kurtosis memberikan informasi mengenai keruncingan dan digunakan untuk mengukut tingkat kepadatan sebaran. Keruncingan ini menggambarkan fluktuasi dan stabilitas pada masing-masing indeks. Semakin tinggi nilai Kurtosis semakin tingginya keruncingan yang mengindikasikan semakin tingginya fluktuasi indeks dan semakin tidak stabilnya indeks tersebut. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai

Kurtosis IHSG lebih besar daripada nilai Kurtosis JII yang menandakan bahwa

excess return IHSG lebih berfluktuasi daripada excess return JII atau JII lebih stabil daripada excess return IHSG.

Uji Stasioneritas Data

Sebelum menganalisis hasil regresi dari model CAPM, dilakukan beberapa uji agar asumsi data OLS menjadi Best, Linear, Unbiased Estimator atau yang biasa disingkat BLUE (Firdaus 2011). Uji stasioneritas data dalam penelitian ini menggunakan uji akar unit atau Uji Augmented Dickey-Fuller dengan menggunakan taraf nyata 5% untuk data excess return JII dan IHSG. Pengujian akar unit dilakukan pada level dengan memasukkan intersep. Panjang lag

(32)

20

Tabel 4 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller

Variabel Nilai t-ADF pada

level*

Nilai McKinnon pada level*

p-value

Excess return JII -7.472196 -2.888157 0.0000

Excess return IHSG -7.385432 -2.888157 0.0000

*taraf nyata 5%

Sumber: olahan data pada E-views

Data excess return JII dan IHSG stasioner pada level dengan taraf nyata 5% dengan hasil lebih lengkap yang terdapat pada Lampiran 3 dan 4. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai absolut t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis McKinnon pada taraf nyata 5%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa data penelitian ini terintegrasi dan tidak memiliki akar unit pada level. Oleh karena itu untuk menganalisis pengaruh excess return IHSG terhadap excess return JII dapat diestimasi dengan Ordinary Least Square (OLS).

Uji Autokorelasi LM

Autokorelasi menggambarkan adanya pola yang teratur pada plot residual terhadap waktu. Asumsi dari model regresi yang terbaik adalah tidak adanya autokorelasi pada residual. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi pada sebuah regresi dilakukan Uji LM Autokorelasi Breusch-Godfrey. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada residual. Oleh karena itu, untuk mendapatkan model regresi terbaik, maka p-value untuk R2 pada hasil Uji Autokorelasi lebih besar dari taraf nyata 5% agar hipotesis nol tidak ditolak. Berdasarkan hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5, p-value dari R2 adalah sebesar 15.22%. P-value yang lebih besar dari taraf nyata 5% menunjukkan hipotesis nol tidak ditolak dan mengindikasikan bahwa tidak ada autokorelasi pada residual, sehingga model memenuhi asumsi ini.

Uji Heteroskedastisitas White

Asumsi model regresi terbaik selanjutnya adalah bahwa residualnya bersifat homoskedastis atau dapat dikatakan juga bahwa residual tidak bersifat heteroskedastis. Untuk memenuhi asumsi tersebut, maka Uji Heteroskedastisitas White dilakukan pada residual. Hipotesis nol menyatakan bahwa residual bersifat homoskedastis. P-value dari R2 hasil Uji Heteroskedastisitas White yang didapatkan hasilnya seperti pada Lampiran 6 adalah 77.60%. P-value yang lebih besar dari taraf nyata 5% menyatakan bahwa hipotesis nol tidak dapat ditolak, sehingga residual bersifat homoskedastis sesuai dengan asumsi model regresi terbaik.

Hasil estimasi model CAPM dengan menggunakan regresi OLS

(33)

21 model dengan baik. Signifikansi variabel dapat dilihat pada t-statistik dan F-statistik. Koefisien suatu variabel dapat dinyatakan signifikan jika p-value kurang dari 5%. P-value untuk konstanta (α) adalah 69.43%. Hal ini menunjukkan bahwa konstanta (α) tidak signifikan, karena p-value dari t-statistik α lebih dari 5%. P-value untuk t-statistik dari excess return IHSG (β) adalah 00.00%. Hal ini

menunjukkan bahwa koefisien dari excess return IHSG (β) signifikan, karena p-value kurang dari 5%. F-statistik mempunyai p-value sebesar 0.00 yang mengindikasikan bahwa F-statistik signifikan terhadap model karena p-value lebih kecil dari taraf nyata 5%. F-statistik menggambarkan signifikansi dari gabungan α dan β terhadap model.

Tabel 5 Hasil estimasi model CAPM dengan regresi OLS Dependent Variable: JII_ER

Method: Least Squares Date: 08/25/14 Time: 11:00 Sample: 2005M01 2014M02 Included observations: 110

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.001012 0.002569 -0.394038 0.6943

IHSG_ER 1.007353 0.027440 36.71059 0.0000

R-squared 0.925807 Mean dependent var -0.062619

Adjusted R-squared 0.925120 S.D. dependent var 0.074533

S.E. of regression 0.020395 Akaike info criterion -4.929009

Sum squared resid 0.044925 Schwarz criterion -4.879910

Log likelihood 273.0955 Hannan-Quinn criter. -4.909094

F-statistic 1347.668 Durbin-Watson stat 1.987890

Prob(F-statistic) 0.000000

sumber: olahan data pada E-views 6

Uji Koefisien Restriksi Wald

(34)

22

Tabel 6 Hasil regresi OLS terhadap persamaan tunggal CAPM dan Spanning Test

dengan Uji Koefisien Restriksi Wald

-0.001012 1.007353 0.925807 0.6943 0.7892 0.7280 Sumber: olahan data pada E-views 6

Tabel 5 menunjukkan hasil regresi OLS terhadap model persamaan tunggal CAPM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa alpha bernilai negatif dan mendekati nol. Koefisien β yang menunjukkan risiko sistematis signifikan pada taraf nyata 5% mengindikasikan bahwa excess return JII dapat dijelaskan secara relative terhadap IHSG. Hipotesis nol pada Spanning Test akan ditolak ketika p-value

(prob) dari hasil Uji Wald lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hipotesis nol pertama menyatakan bahwa α sama dengan nol, hipotesis nol kedua menyatakan bahwa β sama dengan 1, dan hipotesis nol ketiga merupakann gabungan dari hipotesis nol pertama dan kedua yakni α sama dengan nol dan β sama dengan 1. Hasil Uji Wald yang ditunjukkan pada lampiran 7, 8, dan 9 membuktikan bahwa semua p-value

untuk ketiga hipotesis nol lebih besar dari taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa Uji Wald tidak dapat menolak ketiga hipotesis nol.

Hasil regresi OLS dari CAPM persamaan tunggal dan spanning test dengan Uji Koefisien Wald menunjukkan bahwa JII tidak menunjukkan performa yang berbeda dari IHSG yang merupakann indeks acuannya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai alpha yang mendekati nol dan koefisien β yang mendekati 1 dengan probablitas spanning test pada tiga hipotesis nol dimana alpha sama dengan 0, koefisien β sama dengan 1 dan gabungan kedua hipotesis yang ketiganya signifikan pada taraf nyata 5%.

Hasil uji koefisien Wald tersebut mengindikasikan bahwa performa JII tidak berbeda dengan performa IHSG. Seorang investor yang menanamkan modal pada saham-saham yang terdaftar pada JII dapat mengekspetasi untuk mendapatkan

(35)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis perbandingan performa excess return Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Januari 2005 – Februari 2014 dengan analisis deskritptif, Rasio Sharpe, dan regresi persamaan tunggal Capital Asset Pricing Model (CAPM), diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara rata-rata, excess return JII lebih besar dari excess return IHSG dan Rasio Sharpe menunjukkan pada tingkat bebas risiko yang sama, seorang investor yang menanamkan modal pada saham-saham yang terdaftar dalam JII dapat mengekspetasi return yang lebih tinggi dibandingkan return

IHSG.

2. Melalui regresi CAPM pada excess return JII dan IHSG disimpulkan bahwa investor pada JII tidak mengharapkan excess return yang berbeda dari IHSG dan kriteria seleksi yang digunakan oleh BAPEPAM LK (sekarang OJK) dan BEI tidak mempengaruhi performa return JII.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Untuk dapat meningkatkan performa JII, emiten dari konsekuen saham yang

tergabung dalam JII sebaiknya terus berupaya untuk memberikan inovasi-inovasi terhadap jenis investasi yang mereka tawarkan agar dapat menarik lebih banyak investor.

2. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini terbatas pada perbandingan performa dengan menggunakan regresi CAPM excess return JII dan IHSG pada data bulanan sebanyak 110 bulan, oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih melihat adanya hubungan atau kointegrasi antara JII dan IHSG baik short-term period ataupun long-term period dengan menggunakan data dengan periode yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Achsien I. 2000. Investasi Syariah di Pasar Modal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Amihud Y, Mendelson H. 1989. The effects if beta bid-ask spread, residual risk, and size on stock returns. Journal of finance. 44: 479-486.

(36)

24

[BEI] Bursa Efek Indonesia. Januari 2005 – Februari 2014. IDX Monthly Statistics. [internet] Tersedia pada http://www.idx.co.id/id-id/beranda/publikasi/statistik.aspx

________________________. Fatwa dan landasan hukum pasar modal syariah. [internet] tersedia pada: http://www.idx.co.id/id-id/beranda/produkdanlayanan/pasarsyariah/fatwadanlandasanhukum.aspx ________________________. Indeks saham syariah. [internet] tersedia pada

http://www.idx.co.id/id-id/beranda/produkdanlayanan/pasarsyariah/indeks sahamsyariah.aspx

Beik IS, Wardhana W. 2011. The relationship between Jakarta Islamic Index and other selected markets: evidence from impulse response function. Majalah Ekonomi. 21(2): 100-109.

[BI] Bank Indonesia. Januari 2005 – Februari 2014. Pengumuman Hasil Lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). [internet] Tersedia pada http://www.bi.go.id/id/moneter/lelang-sbi/Default.aspx

Departemen Agama RI. 2007. Al-qur’an dan Terjemahannya.

Ernst. Young. 2011. The Islamic Funds and Investment Report 2011, Achieving Growth in Challenging Times.

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB Press.

_________ 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta: Bumi Aksara.

Forte G, Miglietta F. 2007. Islamic mutual funds as faith-based funds in a socially responsible context [skripsi]. Milan(IT): Universitas Bocconi.

Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. Boston: The McGrraw-Hill Compnies.

__________. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hosen MZ, Rahman MT, Dutta KD. 2013. Risk adjusted performance analysis of NBFIs in Dhaka Stock Exchange.

Huda N. 2004. Pasar modal syariah dan faktor-faktor yang memengaruhi beta saham kasus JII dan LQ45 [tesis]. Jakarta(ID): Universitass Indonesia. _______, Nasution ME. 2008. Investasi pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:

Kencana.

Hussein K. 2005 Islamic Investment: Evidence from Dow Jones and FTSE Indices. Internatioanl Conference on Islamic Economics and Finance, Jakarta [internet]. [waktu dan tempat tidak diketahui]. Jakarta(ID).

Judge GG, Griffiths WE., Hill RC, L¨utkepohl H, Lee TC. 1985. The Theory and Practice of Econometrics. 2nd ed. New York: Wiley.

Lenny B, Handoyo SE. 2008. Oengaruh harga minyak dunia, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Kurs Rp/USD terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia [internet]. Jurnal Ekonomi. 13(3): 295-304.

(37)

25 Makaryanawati, Ulum M. 2009. Pengaruh tingkat suku bunga dan tingkat luiditas perusahaan terhadap risiko investasi saham yang terdafta pada Jakarta Islamic Index [internet]. Jurnal Ekonomi Bisnis. 14(1): 49-60.

McLeod W, van Vuuren G. 2004. Interpreting the Sharpe Ratio when excess returns are negative. Investment Analysis Journal.59: 15-20.

[OJK] Otoritas Jasa Keuangan. Pengantar daftar efek syariah [internet]. Tersedia pada: http://syariah.ojk.go.id/daftar_efek_syariah/index.html

Perold AF. 2004. The capital asset pricing model [internet]. Journal of Economic Perspectives. 18(3): 3-24.

Sani GA, Wahyudi I. 2013. Interdependence between Islamic capital market and money market: Evidence from Indonesia [internet]. The Ninth International Conference on Islamic Economics and Finance (ICIEF); 2013 September 9-10; Istanbul, Turkey. Doha (QA): QFIS, hlm 4-5; [diunduh 2014 Agustus 2014]. Tersedia pada:

conference.qfis.edu.qa/app/media/7117

Schroder M. 2007. Is there a difference? The performance characteristics of SRI equity indices [internet]. Journal of Business Finance & Accounting. 34(1 - 2): 331-348.

Sharpe WF. 1966. Mutual fund performance [internet]. Journal of Business. 39(1): 119-138.

_________. 1992. Asset allocation: management style and performance measurement [internet]. Journal of Portfolio Management, Winter 1992. 18(2): 7-19.

_________. 1994. The Sharpe ratio [internet]. Journal of Portfolio Management. 21(1): 49-59.

Soemitra A. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Gambar

Gambar 1 Grafik Nilai Indeks IHSG dan JII Periode 2000 – Februari 2014
Tabel 1 Kapitalisasi Pasar pada BEI dan JII serta Persentase Kapitalisasi Pasar JII
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3 Excess return indeks JII (JII_ER) dan IHSG (IHSG_ER) periode
+2

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Variabel Makroekonomi Internal dan Eksternal Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun

kemungkinan besar return yang akan diterima dapat lebih besar dan risiko yang muncul juga dapat diperkecil karena saham-saham yang terdapat dalam Jakarta Islamic index (JII)

Lampiran 7 Daftar Return Saham Bulanan Shanghai Stock Exchange Composite Lampiran 8 Statistik Deskriptif Return Harian Indeks Harga Saham Gabungan Lampiran 9 Statistik

Jika seorang investor membeli jumlah saham yang sama dari masing-masing saham di atas pada periode T, misalkan 1000 saham masing-masingnya, indeks mana yang mencerminkan

Risiko sistematis saham adalah ukuran risiko pasar yang dapat mempengaruhi harga suatu saham JII. Berdasarkan perhitungan penelitian, terdapat 25 saham yang bernilai positif

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui saham- saham yang efisien yang terdaftar pada Jakarta Islamic Index (JII), yang nantinya hasil

Terdapat juga penelitian yang mengungkap bagaimana tingkat kointegrasi yang terjadi pada indeks saham syariah maupun konvensional di Indonesia, salah satunya merupakan

Hal ini membuktikan selama periode penelitian pergerakan indek Dow Jones akan selalu dipantau oleh investor dalam menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia, dikarenakan indek Dow