STRATEGI PENGELOLAAN LANSKAP PERTANIAN
DESA WANGUNJAYA, KECAMATAN CAMPAKA,
KABUPATEN CIANJUR, UNTUK WISATA PERTANIAN
TERPADU
ALAM SETIA RAHMAN
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Strategi Pengelolaan Lanskap Pertanian Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, untuk Wisata Pertanian Terpadu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Alam Setia Rahman
ABSTRAK
ALAM SETIA RAHMAN. Strategi Pengelolaan Lanskap Pertanian Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, untuk Wisata Pertanian Terpadu. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH.
Desa Wangunjaya memiliki lanskap pertanian terpadu yang terdiri dari lahan persawahan, perkebunan, agroforestri, pekarangan, perikanan, dan peternakan. Lanskap pertanian terpadu di Desa Wangunjaya merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk wisata pertanian terpadu. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakter lanskap pertanian di Desa Wangunjaya, menganalisis potensi dan kendala kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata pertanian terpadu, dan menyusun strategi pengelolaan lanskap untuk wisata pertanian terpadu pada lanskap pertanian di Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Metode penelitian yang dilakukan adalah survei lapang, wawancara kepada berbagai stakeholder, metode deskriptif dan kuantitatif, dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga kawasan di Desa Wangunjaya, yaitu Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3 yang memiliki karakter lanskap pertanian terpadu secara horizontal seperti persawahan, perkebunan, pekarangan, agroforestri, perikanan, dan peternakan dengan pola tumpang sari dan karakter lanskap pertanian terpadu secara vertikal dari aktivitas pertanian hulu sampai hilir seperti kebun teh dan pengelolaan daun the menjadi teh hijau. Potensi utama Desa Wangunjaya sebagai kawasan wisata pertanian terpadu dengan atraksi berupa tatanan lanskap pertanian, kualitas lingkungan, pemandangan alami, kerajinan dan kesenian lokal, serta kesiapan dan partisipasi masyarakat yang tinggi. Kendala utamanya adalah aksesibilitas dan fasilitas wisata yang belum memadai, belum adanya sistem pengelolaan, kurangnya pengetahuan masyarakat, dan teknologi pertanian yang kurang memadai. Hasil dari analisis SWOT menunjukkan bahwa kawasan berada pada kuadran lima yang memiliki strategi hold and maintain dengan hasil berupa delapan strategi pengelolaan wisata pertanian terpadu.
Kata kunci: analisis SWOT, lanskap pertanian terpadu, strategi pengelolaan, wisata pertanian
ABSTRACT
ALAM SETIA RAHMAN. Agricultural Landscape Management Strategies in Wangunjaya Village, Campaka District of Cianjur City for Integrated Agrotourism. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH.
descriptive methods, and SWOT analysis. The study found that three regions, namely Hamlet 1, Hamlet 2, and Hamlet 3, in Wangunjaya village possess characteristics of integrated agricultural landscape horizontally like farming, pekarangan, agroforestry, fishery, and livestock based on mixed farming and vertically from upper to downstream activities. Main potencies of Wangunjaya village as the integrated agrotourism site include the attractiveness of agricultural landscapes, environmental quality, natural view, local handycraft, and high community readiness and participation. Some of the constraints are inappropriate accessibility, infrastructures, and facilities, lack of tourism management system, insufficent community knowledge and low agricultural technology. The result of SWOT analysis showed that the area lies on fifth quadrant, i.e. hold and maintain strategy with eight recommendation for integrated agroturism.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
STRATEGI PENGELOLAAN LANSKAP PERTANIAN
DESA WANGUNJAYA, KECAMATAN CAMPAKA,
KABUPATEN CIANJUR UNTUK WISATA PERTANIAN
TERPADU
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2015
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah pengelolaan lanskap pertanian, dengan judul “Strategi Pengelolaan Lanskap Pertanian Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur untuk Wisata Pertanian Terpadu”.
Skripsi ini sebagai salh satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan baik dukungan dan bantuan moral serta material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1) keluarga tersayang, Bapak Maman Rahman, Mamah Sunarsih, Dedek Billah Fitrah Ramadan, serta keluarga besar atas do’a, dukungan, dan perhatiannya sampai saat ini,
2) Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M. Agr selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, bantuan, dan nasehatnya selama penyusunan skripsi ini, 3) Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr selaku pembimbing akademik atas bimbingan,
nasehat, dan saran selama penulis belajar di Departemen Arsitektur Lanskap, 4) Dr. Ir. Tati Budiarti, MS dan Pingkan Nuryanti, ST, M. Eng selaku dosen
penguji atas saran dan masukannya untuk kebaikan skripsi ini,
5) seluruh dosen dan staf Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu, bimbingan, dan bantuan selama penulis belajar di Departemen Arsitektur Lanskap,
6) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Cianjur, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura dan Pangan, Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta aparat Kecamatan Campaka Kabupaten Cianjur atas bantuan informasi dalam penyusunan skripsi ini,
7) kepala desa, seluruh aparat, dan masyarakat khususnya keluarga Bapak Dede di Desa Wangunjaya atas bantuan dan partisipasinya dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini,
8) Beasiswa Bidik Misi IPB atas bantuannya selama ini,
9) teman-teman kosan Ibu Enap (Kak Frans, Surya, Mas Gigih, Kak Wawan, Kak Aldi) atas dukungannya,
10) Asputri dan Yuki selaku teman satu bimbingan skripsi atas dukungannya, 11) Bu Lusi, Amel, Neo, dan Reza selaku teman satu bimbingan akdemik atas
dukungannya,
12) Mas Gigih, Bagus, Aliifah, Neng Jana, Remiya, Teh Anis dan Bang Bhre untuk bantuannya dalam pengambilan data dan pengolahan data, dan
13) teman-teman ARL 48 atas dukungan, keceriaan, dan masukannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Kerangka Pikir Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4
Lanskap Pertanian 4 Wisata Pertanian dan Lanskap Wisata Pertanian 4 Pertanian Terpadu sebagai Pertanian Berkelanjutan 5 Pengelolaan Lanskap 6 METODE 6
Lokasi dan Waktu 6 Alat dan Bahan 7 Metode Penelitian 7 Tahap Persiapan 8 Tahap Inventarisasi data 8 Tahap Analisis 9 Penyusunan Strategi Pengelolaan Kawasan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Aspek Fisik 18
Letak Geografis dan Administrasi 18
Aksesibilitas 18
Iklim 19
Jenis Tanah 21
Topografi 23
Hidrologi, Drainase, dan Tingkat Bahaya Erosi 23
Apek Biologis 26
Aspek Sosial Budaya 29
Analisis 31
Analisis Karakter Lanskap Pertanian Terpadu 31
Pertanian terpadu secara horizontal dengan tumpang sari 31
Pertanian terpadu secara horizontal berbasis wilayah desa 32
Pertanian terpadu secara vertikal dengan usaha tani hulu-tengah-hilir 37 Analisis Kualitas Lingkungan 43
Keaslian ekosistem pendukung kawasan 43
Penutupan lahan 43
Potensi banjir 44
Topografi 44
Mutu air 45
Analisis Daya Tarik Wisata 47
Keragaman lanskap alami 47
Kualitas view 47
Komoditas pertanian dan pola tanam 48
Aktivitas pertanian 49
Permukiman penduduk 50
Kesenian dan kerajinan 50
Analisis Pendukung Wisata 53
Aksesibilitas 53
Potensi pasar 53
Pengelolaan dan pelayanan wisata 54
Iklim (suhu, kelembaban udara, dan angin 54
Fasilitas wisata 55
Ketersediaan air bersih 56
Jarak menuju objek wisata lain dan kebijakan pemerintah 57 Analisis Kesiapan Masyarakat 59
kesejahteraan 59
Partisipasi masyarakat dalam wisata pertanian terpadu 59
Organisasi yang dimiliki masyarakat 60
Tingkat pendidikan 61
Penentuan Zona Kesesuaian Wisata Pertanian Terpadu 62
Analisis SWOT 62
Identifikasi dan penilaian faktor internal 64
Identifikasi dan penilaian faktor eksternal 65 Matriks IFE dan EFE 65 Matriks SWOT 70 Peringkat (ranking) alternatif strategi pengelolaan 72 Rekomendasi Strategi Pengelolaan 72 SIMPULAN DAN SARAN 93
Simpulan 93 Saran 94 DAFTAR PUSTAKA 94
LAMPIRAN 97
RIWAYAT HIDUP 105
DAFTAR TABEL
1 Alat yang digunakan dalam penelitian 8
2 Jenis data yang diperlukan 9
3 Kriteria karakter lanskap pertanian terpadu 11
4 Kriteria kualitas lingkungan kawasan 12
5 Kriteria daya tarik wisata 13
6 Kriteria potensi pendukung wisata 14
7 Kriteria potensi kesiapan masyarakat 15
8 Penentuan nilai rating 17
9 Persentase kemiringan lereng di Desa Wangunjaya 23 10 Persentase luas penggunaan lahan di Desa Wangunjaya 26 11 Vegatasi dominan yang terdapat di Desa Wangunjaya 27
12 Satwa yang terdapat di Desa Wangunjaya 29
13 Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Wangunjaya 30 14 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Wangunjaya 30 15 Jenis usaha tani dan sistem tumpang sari di Desa Wangunjaya 34
16 Produksi pertanian di Desa Wangunjaya 36
17 Data usaha tani hulu-tengah-hilir di Desa Wangunjaya 38
18 Penilaian karakter lanskap pertanian terpadu 41
19 Penilaian kualitas lingkungan 45
20 Contoh pola tanam komoditas lahan pertanian di Desa Wangunjaya 49 21 Penilaian potensi daya tarik wisata di Desa Wangunjaya 51 22 Penilaian potensi pendukung wisata di Desa Wangunjaya 57 23 Penilaian potensi kesiapan masyarakat di Desa Wangunjaya 62
24 Tingkat kepentingan faktor strategi internal 67
25 Penilaian faktor strategis internal 67
26 Tingkat kepentingan faktor strategi eksternal 68
27 Penilaian faktor strategis eksternal 68
28 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) 69
29 Matriks External Factor Evaluation (EFE) 70
30 Matriks SWOT 71
31 Peringkat alternatif strategi pengelolaan lanskap pertanian
Desa Wangunjaya untuk wisata pertanian terpadu 73 32 Penetapan area potensi wisata dengan rekomendasi penambahan fasilitas
wisata 82
33 Paket I (Sehari) wisata pertanian terpadu 83
34 Paket II (Menginap) wisata pertanian terpadu 86
35 Program pengelolaan pengembangan wisata pertanian terpadu 91
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 3
2 Lokasi penelitian 7
3 Tahap penelitian 10
5 Sarana transportasi 19
6 Curah hujan kawasan 20
7 Suhu udara kawasan 21
8 Kelembaban udara kawasan 22
9 Jenis tanah kawasan 22
10 Peta topografi kawasan 23
11 Peta hidrologi Desa Wangunjaya 24
12 Saluran sungai (a) anak sungai dan (b) Sungai Cikondang 24 13 Saluran air (a) tidak terbangun dan (b) terbangun 25
14 Peta penggunaan lahan kawasan 27
15 Tumpang sari di Dusun 1 (a) padi-ayam-ikan dan (b) toga-tanaman
buah-tanaman sayuran-ternak kambing 31
16 Tumpang sari di Dusun 2 (a) tanaman hortikultura-ayam-ikan dan
(b) padi-ayam 32
17 Tumpang sari di Dusun 3 (a) tanaman hortikultura-tanaman obat-tanaman industri -ayam boiler dan (b) obat-tanaman buah-ternak
kambing-ikan-ternak ayam 33
18 Tumpang sari the-sayuran-tanaman buah-tanaman industri 33
19 Teknik budidaya di Dusun 1 35
20 (a) Tumpang sari berbagai jenis sayuran dan (b) pengolahan limbah
menjadi pupuk 36
21 (a) Pabrik pengolahan gabah padi menjadi beras dan (b) limbah padi
untuk pakan ayam 39
22 (a) Hasil panen sereh dan (b) pengolahan limbah sereh menjadi pupuk 39 23 (a) Tempat penampungan teh dan (b) Koperasi Mekar Wangi 40 24 Peta potensi karakter lanskap pertanian terpadu di Desa Wangunjaya 42 25 Peta potensi kualias lingkungan di Desa Wangunjaya 46 26 Kualitas view (a) Dusun 1, (b) Dusun 2, dan (c) Dusun 3 48 27 Kerajinan (a) alat masak dan pertanian dan (b) gula aren 51 28 Peta potensi daya tarik wisata di Desa Wangunjaya 52 29 Kondisi jaringan jalan (a) Dusun 1, (b) Dusun 2, (c) Dusun 3 53 30 Vegetasi wind breaker (a) Dusun 2 dan (b) Dusun 3 55
31 Peta daerah wisata di Kabupaten Cianjur 57
32 Peta potensi pendukung wisata di Desa Wangunjaya 58
33 Kandang besar kambing etawa 61
34 Peta potensi kesiapan masyarakat di Desa Wangunjaya 63 35 Peta total skor keseluruhan wista pertanian terpadu di Desa Wangunjaya 64 36 Peta zona kesuaian wisata pertanian terpadu di Desa Wangunjaya 66
37 Matriks IFE-EFE 68
38 Fasilitas wisata (a) penanda masuk, (b) area parkir, (c) kolam pemancingan, (d) kios oleh-oleh (sumber: Franjaya (2013)), I rumah pengolahan,
(f) gudang peralatan, (g) ruang display, dan (h) ruang pasca panen 78 39 Peta area potensi wisata pertanian terpadu di Desa Wangunjaya 81
40 Peta jalur program wisata Paket Sehari 85
41 Peta jalur program wisata Paket Menginap 89
DAFTAR LAMPIRAN
1 Media promosi leaflet 98
2 Kuisioner penelitian 99
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan sumber daya alam yang tinggi dengan iklim tropis merupakan ladang potensi Negara Indonesia yang dapat dimanfaatkan terutama dalam sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selain menyerap tenaga kerja dan sebagai penopang pangan nasional, juga berperan penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun, keberadaan sektor pertanian di Indonesia terutama dilihat dari pemanfaatan lahannya masih belum dimanfaatkan secara optimal dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan perekonomian nasional. Menurut Isa (2012), luas lahan di Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk pertanian sebesar 37,1% atau 70,8 juta ha dari luas total keseluruhan luas lahan 190,9 juta ha. Hal tersebut menyebabkan kesenjangan produktivitas lahan pertanian dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan nasional yang belum terpenuhi dengan baik oleh sektor pertanian. Apalagi dengan peningkatan jumlah penduduk, konversi lahan pertanian untuk pemukiman terus meningkat.
Dewasa ini, peningkatan pemanfaatan lahan pertanian terus dilakukan oleh berbagai pihak, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Salah satu pemanfaatan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi nasional adalah wisata pertanian dengan sistem pertanian terpadu. Wisata pertanian menurut Nurisjah (2001) merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian secara luas. Rangkaian aktivitas dalam wisata pertanian memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi dalam bidang pertanian ini. Sistem pertanian terpadu didefinisikan oleh Sulaeman (2007) sebagai sistem yang di dalamnya berjalan berbagai aspek dalam pertanian (pertanian, peternakan, dan perikanan), yang menggunakan kembali limbah yang dihasilkan oleh ketiga aspek tersebut, serta menciptakan suatu ekositem yang meniru cara alam bekerja.
Wisata pertanian dengan sistem pertanian terpadu ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan energi dengan cara mengintegrasikan berbagai kegiatan bertani dalam satu lahan pertanian. Sistem wisata pertanian ini jika dilihat dari sisi ekonomi juga dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani. Hal ini dikarenakan wisata pertanian terpadu menerapkan integrasi antarkomoditi pertanian sehingga hasil dan pendapatan yang diperoleh petani meningkat. Integrasi antarkomoditi pertanian dan efisiensi dalam penggunaan energi merupakan karakteristik utama dari sistem pertanian terpadu. Penerapan sistem simbiosis yang saling menguntungkan tersebut dapat meningkatkan produktivitas pertanian di masa depan.
2
(RTRW) Kabupaten Cianjur 2011-2031, salah satu wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tempat wisata pertanian adalah Desa Wangunjaya yang terdapat di Kecamatan Campaka.
Desa Wangunjaya memiliki suasana lanskap pertanian dan perdesaan yang dominan di dataran tinggi Kecamatan Campaka. Sebagian besar lahan pada tapak digunakan sebagai lahan pertanian terutama untuk komoditas pangan dan hortikultura. Di sekitar area pertanian, terdapat permukiman penduduk yang bernuansa pedesaan. Karakteristik utama dari desa ini adalah adanya pertanian yang merujuk pada keterpaduan pertanian baik secara horizontal maupun vertical, yaitu yang mengusahakan komoditi tanaman, ikan, ternak, dan agroforestry secara on farm sekaligus mencakup kegiatan agroindustri secara off farm (Mugnisjah 2007). Desa ini memiliki potensi wisata pertanian yang belum dikelola baik oleh masyarakat sekitar maupun pemerintah. Padahal, kawasan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata alam dan budaya karena berdekatan dengan lokasi wisata budaya Situs Megalitikum Gunung Padang dan wisata alam Curug Cikondang.
Keberadaan potensi lanskap pertanian dan aktivitas pertanian dengan sistem pertanian terpadu di Desa Wangunjaya perlu dikelola dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai destinasi wisata pertanian terpadu. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengelolaan lanskap pertanian di Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur untuk wisata pertanian terpadu dapat menjadi rekomendasi pengelolaan dengan melihat aspek karakteristik lanskap pertanian terpadu, kualitas lingkungan, sosial dan budaya masyarakat, dan potensi wisata kawasan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
a. menganalisis karakter lanskap pertanian di Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur;
b. menganalisis potensi dan kendala kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata pertanian terpadu;
c. menyusun strategi pengelolaan lanskap untuk wisata pertanian terpadu pada lanskap pertanian di Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
a. sebagai alternatif pengelolaan lanskap skala pedesaan yang berbasis wisata pertanian;
3 Kerangka Pikir Penelitian
Studi dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa kondisi awal Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, yang berupa lanskap pertanian dataran tinggi merupakan suatu potensi lanskap yang berorientasi pada kegiatan pertanian terpadu dan belum terdapat pengelolaan wisata untuk dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata pertanian terpadu. Penelitian ini dimulai dengan mengkaji potensi yang dimiliki kawasan seperti aspek karakteristik lanskap pertanian, sosial budaya masyarakat, dan aspek wisata. Pendalaman ketiga aspek tersebut dikaji dalam aspek lanskap pertanian terpadu, kualitas lingkungan, potensi daya tarik wisata, dan kesiapan masyarakat untuk menghasilkan suatu pengelolaan lanskap wisata pertanian terpadu (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Aspek Lanskap Lanskap Pertanian Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka,
Kabupaten Cianjur
Potensi dan Kendala pada Kawasan yang terkait
4
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Pertanian
Lanskap pertanian merupakan objek bentang alam yang dalam penggunaannya dimanfaatkan untuk kegiatan yang berpola pertanian. Sistem pemanfaatan lahan pada lanskap skala tersebut menggunakan batas-batas ekologis. Kegiatan pertanian dalam skala lanskap secara umum meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, bahkan hingga kehutanan, peternakan, perikanan, permukiman, dan jasa wisata serta sistem kombinasinya yang terintegrasi atau yang tersegresi (Arifin et al. 2009).
Budiarti et al. (2009) menyatakan bahwa lanskap pertanian adalah bentang alam yang mencakup areal pertanian berupa sawah, tegalan, kebun campuran, kolam, kandang ternak, padang gembalaan, dan kawasan sekitarnya yang berperan sebagai pendukung atau penyangga sistem pertanian seperti kawasan lindung (hutan), sumber air/badan air, juga termasuk permukiman dan pekarangan. Lanskap pertanian, menurut Husein (2006) dalam Budiarti et al. (2009), mempunyai fungsi menyerap bahan organik, memberi kenyamanan, nilai-nilai tradisi, sosial budaya perdesaan, dan agrowisata perdesaan, menyerap tenaga kerja, serta menjadi pilar ketahanan pangan dan sarana pendidikan lingkungan hidup.
Menurut Glisseman (2000), lanskap pertanian terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut: area produksi tanaman, area pertanian dengan tingkat gangguan sedang, dan area alami. Area produksi tanaman memiliki karakteristik seperti pengelolaan secara intensif, gangguan lahan terjadi secara rutin, dan terjadinya domestikasi spesies alami. Area pertanian dengan tingkat gangguan sedang memiliki karakteristik seperti adanya area campuran jenis native dan
non-native yang menjadi habitat bagi beberapa jenis hewan. Contohnya padang penggembalaan, hutan tanaman untuk produksi kayu, dan sistem agroforestri. Area alami memiliki karakteristik berupa area yang masih memiliki flora dan fauna alami (asli) daerah tersebut, memiliki luasan yang lebih kecil, terdapat pula spesies
non-native, dan juga sering mengalami gangguan manusia.
Penataan lanskap pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai komponen pemeliharaan dan perlindungan sumber daya hayati lanskap tersebut, seperti pagar, shelterbelt, vegetasi riparian, dan kolam kecil (Ryszkowski 2000). Upaya konservasi lanskap pertanian dilakukan dalam upaya mengurangi perubahan lahan pertanian menjadi areal nonpertanian yang masih berlangsung. Keberadaan lanskap pertanian juga dapat mengatasi berbagai komponen kesenjangan struktur lanskap, di antaranya, penurunan penyimpanan air tanah, peningkatan polusi dari sumber nonpertanian, laju tanah yang tererosi, dan pemekaran komunitas flora dan fauna.
Wisata Pertanian dan Lanskap Wisata Pertanian
5 memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian.
Ginanjar (2008) menambahkan bahwa wisata pertanian merupakan suatu kegiatan wisata yang terintegrasi dengan keseluruhan sistem pertanian dan pemanfaatan obyek-obyek pertanian yang berupa teknologi pertanian dan komoditi pertanian. Dalam setiap kegiatannya wisatawan diajak untuk menikmati dan mengapresiasi kegiatan pertanian dan kekhasan serta keindahan sumber daya alam ataupun binaan sehingga dapat meningkatkan daya apresiasi dan kesadaran untuk mencintai dan melestarikannya.
Manfaat wisata pertanian secara umum adalah sebagai berikut (Tirtawinata dan Fachrudin 1999):
a. meningkatkan konservasi lingkungan,
b. meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, c. memberikan nilai rekreasi,
d. meningkatkan kegiatan alamiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan e. mendapatkan keuntungan ekonomi.
Lanskap agrowisata merupakan suatu kawasan rekreasi umum yang menyajikan pemandangan pertanian berupa lahan pertanian, fasilitas penunjang produksi pertanian, dan pengolahan hasil pertanian. Pemandangan pertanian tersebut berupa sawah, perkebunan, palawija, taman bunga, tanaman koleksi, pembibitan dan pekarangan, peternakan, dan perikanan. Pemandangan yang biasa terlihat pada lanskap pertanian pada umumnya terdiri dari tanaman hias, tanaman hortikultur, hutan, bangunan pertanian, rumah kaca, kandang ternak, dan kolam budi daya ikan (Ginanjar 2008).
Pertanian Terpadu sebagai Pertanian Berkelanjutan
Pertanian terpadu merupakan salah satu sistem pertanian yang menggabungkan minimal dua kegiatan di lahan pertanian yang sama. Kondisi penting dari pertanian terpadu adalah kegiatan pertanian dan peternakan yang mampu mendukung atau menguntungkan satu sama lain. Sistem ini mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya, untuk (i) mengurangi risiko perubahan iklim, (ii) mengurangi risiko produk yang tidak stabil dari segi harga, (iii) menolak kerusakan dari serangga atau hama, (iv) meningkatkan pendapatan serta laba yang didistribusikan untuk seluruh tahun, (v) mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja di pertanian dan peternakan, (vi) menyediakan makanan yang cukup (Changkid 2013).
Berdasarkan Tim Fakultas Pertanian IPB (2004) dalam laporan analisis pengembangan usaha tani tanaman pangan terpadu Cianjur Selatan, pertanian terpadu dapat dibatasi sebagai kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup tanaman, hewan ternak, atau ikan di lapang produksi. Keterpaduan pertanian demikian merujuk pada pengertian keterpaduan agribisnis secara
6
Pada hakikatnya, sistem pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Sistem ini mengarah pada gerakan back to nature yang tidak merusak, tidak mengubah, melainkan serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Sistem pertanian berkelanjutan berisi ajakan moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan sumber daya alam dengan mempertimbangkan aspek kesadaran lingkungan (ecologically sound), bernilai ekonomis (economic valuable), dan berwatak sosial atau kemasyarakatan (socially just) (Salikin 2003).
Pengelolaan Lanskap
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2008), pengelolaan sama dengan manajemen yang berarti aktivitas yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, serta evaluasi dan monitoring termasuk di dalamnya pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, pengawasan, penganggaran, dan keuangan. Fase utama dan fungsi manajemen secara umum meliputi (i) perencanaan (planning), (ii) pengorganisasian (organizing), (iii) kepemimpinan (directing), (iv) pengkoordinasian (coordinating), (v) pengendalian (controlling), (vi) pengawasan (supervising), (vii) penganggaran (budgeting), dan (viii) keuangan (financing).
Menurut Parker dan Bryan (1989), pengelolaan atau manajemen lanskap adalah kegiatan yang bertujuan memulihkan, melindungi, dan memelihara segala elemen dalam lanskap yang lebih terfokus dengan perencanaan jangka panjang dengan membuat konsep dasar pengelolaan, peraturan atau kebijakan, organiasasi tenaga kerja, fasilitas dan peralatan, serta rencana anggaran biaya untuk mencapai pemeliharaan yang efektif. Pengelolaan lanskap merupakan sebuah proses yang terdiri dari penetapan konsep dan tujuan pengelolaan, penyusunan rencana operasional pengelolaan/pemeliharaan, pelaksanaan program pengelolaan, pemantauan program pekerjaan pengelolaan, evaluasi, dan penyusunan ulang perencanaan pengelolaan jika diperlukan. Dalam mempersiapkan suatu rencana pengelolaan lanskap, diperlukan proses survei dan perekaman data mengenai kondisi lanskap saat ini kemudian merumuskan kebutuhan lanskap (Parker dan Bryan 1989).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berlokasi di Desa Wangunjaya, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa Wangunjaya memiliki batas administratif sebelah utara dengan Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, sebelah selatan dengan Desa Sukajembar, Kecamatan Sukanagara, sebelah timur dengan Desa Campaka, Kecamatan Campaka, dan sebelah barat dengan Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka. Desa Wangunjaya memiliki 3 dusun, yaitu Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3 (Gambar 2).
7 prasurvei, perizinan lokasi, pengumpulan data dan survei, analisis dan pengolahan data, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan laporan.
Gambar 2 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Alat yang digunakan adalah kamera digital, laptop, dan beberapa software desain grafis, sedangkan bahan yang digunakan berupa data biofisik, peta dasar, visual tapak, data sosial, administrasi, dan aspek sosial (Tabel 1).
Metode Penelitian
Penelitian meliputi tahapan kegiatan persiapan, inventarisasi data, analisis data, serta penyusunan strategi pengelolaan lanskap. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu penilaian (scoring), kuantifikasi (pembobotan), dan penentuan peringkat pada tiap kriteria dan kategori yang dinilai seperti karakteristik lanskap pertanian terpadu, kualitas lingkungan, potensi daya tarik wisata, dan kesiapan masyarakat. Penilaian kuantitatif tersebut juga dilakukan
Kabupaten Cianjur Kecamatan Campaka
8
secara spasial untuk menentukan zona kesesuaian dalam rangka penyusunan strategi pengelolaan.
Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian
Alat dan Bahan Fungsi
Alat
Kamera Digital Melakukan survei pengambilan gambar Komputer Mengoperasikan berbagai software
Bahan
Peta tutupan lahan Menunjang data spasial Peta tata guna lahan Menunjang data spasial Kuesioner Mendapatkan data responden
Software pendukung Microsoft Office Word Microsoft Office Excel Google Sketchup Adobe Photoshop ArcGIS 9.3
Membuat laporan
Membuat tabel, pengolahan angka, data statistik Membuat model 3D
Pengolahan grafis Mengolah data sapasial
Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan dipusatkan pada penelusuran pustaka, deliniasi peta, dan penentuan lokasi penelitian berupa batas wilayah penelitian dan batas seluruh dusun di Desa Wangunjaya. Penelusuran pustaka dilakukan untuk mengetahui hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian dan rencana pengelolaan yang telah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah desa setempat. Deliniasi dan penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan batas administrasi kawasan dan peta rupa bumi Kabupaten Cianjur. Tahap Inventarisasi Data
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data kondisi kawasan pada saat ini. Data yang dikumpulkan sebagaimana dirinci pada Tabel 3 adalah sebagai berikut.
a. Aspek fisik lanskap meliputi jenis tanah, vegetasi, iklim, topografi dan kemiringan lereng, hidrologi/darinase, kualitas air, dan tata guna lahan wilayah. b. Aspek sosial budaya meliputi demografi penduduk (jumlah, kepadatan, tingkat pendidikan, perekonomian), pola pikir dan organisasi masyarakat, status kepemilikan lahan, aktivitas penduduk, dan pola permukiman.
c. Aspek wisata meliputi daya tarik wisata seperti aksesibilitas, fasilitas, kualitas
view, kebijakan pemerintah, produksi pertanian dan pola tanam.
9 Tabel 2 Jenis data yang diperlukan
Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Kegunaan Analisis
Aspek fisik lanskap
Lokasi (letak dan luas) dan kondisi geografis
Deskriptif dan spasial
Bappeda Posisi wilayah
Jenis tanah Deskriptif dan tabular
Bappeda Kualitas lingkungan
Vegetasi Tabular Survei Kualitas lingkungan Iklim
BMKG Kualitas lingkungan dan pendukung wisata
Topografi dan kemiringan lahan
Deskriptif Bappeda Kualitas lingkungan
Hidrologi/drainase Spasial Survei Kualitas lingkungan Tata guna lahan Deskriptif dan
spasial
Deskriptif Kelurahan Kesiapan masyarakat
Pola pikir masyarakat Deskriptif Survei dan wawancara
Kesiapan masyarakat
Organisasi masyarakat Deskriptif Survei dan wawancara
Kesiapan masyarakat
Status kepemilikan lahan Deskriptif Survei Kesiapan masyarakat Aktivitas penduduk dan
pola permukiman
Deskriptif Survei dan wawancara
Daya tarik wisata; karakter lanskap
Aspek wisata
Aksesibilitas Tabular Survei dan kecamatan
Pendukung wisata
Fasilitas Pendukung Deskriptif Survei dan wawancara
Pendukung wisata
Pengelolaan dan pelayanan wisata
Deskriptif Survei Pendukung wisata
Kebijakan pemerintah Deskriptif Deparbud dan Bappeda
Pendukung wisata
Kualitas view Deskriptif Survei Daya tarik wisata
Produksi pertanian, komoditas, dan pola tanam
Deskriptif Survei dan wawancara
Daya tarik wisata
Kesenian dan kerajinan Deskriptif Survei dan wawancara
Daya tarik wisata
Tahap Analisis
10
berjumlah 1 orang, petani pemilik lahan, anggota kelompok tani, dan distributor pertanian yang berjumlah 30 orang.
Tahap analisis dilakukan untuk mengetahui potensi sumber daya biofisik lanskap pertanian dan sosial budaya masyarakat, serta permasalahan yang dihadapi dalam kawasan terkait dengan wisata pertanian yang akan dikembangkan. Analisis dilakukan pada lima aspek, yaitu analisis karakter lanskap terpadu, analisis kualitas lingkungan, analisis daya tarik, analisis pendukung wisata, dan analisis kesiapan masyarakat.
Gambar 3 Tahapan penelitian
Analisis Karakter Lanskap Pertanian Terpadu
Analisis karakter lanskap pertanian terpadu dilakukan berdasarkan pada keterpaduan pertanian baik secara horizontal maupun vertical. Karakter pertanian terpadu secara horizontal dianalisis berdasarkan tanaman, ikan, ternak, dan agroforestry yang dilakukan secara on farm. Karakter pertanian terpadu secara
vertical dianalisis berdasarkan keterpaduan antara pertanian on farm di hulu yang Lanskap Pertanian di Desa Wangunjaya,
Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur
Aspek
Zona Kesesuaian Wisata Pertanian Terpadu Analisis SWOT
Strategi Pengelolaan Lanskap Wisata Pertanian Terpadu di Desa Wangunjaya
11 diteruskan dengan pertanian off farm di hilir. Data dianalisis secara deskriptif melalui pembobotan berdasarkan hasil survei kawasan dan wawancara dengan cara
purposive sampling terhadap responden. Analisis karakter lanskap pertanian terpadu dirumuskan merujuk pada Adjam, Mugnisjah, dan Arifin (2013) (Tabel 3). Tabel 3 Kriteria karakter lanskap pertanian terpadu
Kriteria Sub kriteria Skor Pertanian terpadu secara
horizontal dengan tumpang sari
a. Jenis usaha tani tanaman-ternak-ikan b. Jenis usaha tani tanaman-ternak c. Jenis usaha tani tanaman- ikan d. Jenis usaha tani ternak-ikan
4 3 2 1 Pertanian terpadu secara
horizontal yang berbasis wilayah desa
a. Memiliki 3 komoditas (tanaman-ternak-ikan) + tumpang sari
b. Memiliki 2 komoditas + tumpang sari c. Memiliki 3 komoditas
(tanaman-ternak-ikan) tanpa tumpang sari
d. Memiliki 2 komoditas tanpa tumpang sari
4
3 2
1 Pertanian terpadu secara
vertical hulu-tengah-hilir
a. Memiliki 3 komoditas dengan pengolahan limbah
b. Memiliki 2 komoditas dengan pengolahan limbah
c. Memiliki 1 komoditas dengan pengolahan limbah
d. Memiliki 3 komoditas tanpa pengolahan limbah
(Sumber: Dirumuskan dari Ajam, Mugnisjah, Arifin 2013)
Perhitungan nilai karakter lanskap pertanian terpadu adalah sebagai berikut: Plpp = [(∑3�=1Fh) + ∑3�=1Fhd) + ∑3�=1Fv)]
dengan
Plpp = nilai karakter pertanian terpadu;
Fh = faktor pertanian terpadu secara horizontal;
Fhd = faktor pertanian terpadu secara horizontal berbasis wilayah desa; Fv = faktor pertanian terpadu secara vertikal;
∑3
�=1 = jumlah skor keseluruhan Analisis Kualitas Lingkungan
Analisis kualitas lingkungan ekologis dilakukan untuk melihat keseuaian lingkungan ditinjau dari aspek ekologis dan fisik lanskap pertanian menurut USDA (1968) dalam Adjam (2013) dan PP No 82 Tahun 2001 yang telah dimodifikasi (Tabel 4). Aspek ekologis dan fisik yang dianalisis di antaranya keaslian ekosistem, penutupan lahan, potensi banjir, topografi, dan kualitas air. Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan pembobotan dan dilaksanakan pada saat survei kawasan, wawancara dan pengisian kuisioner dengan responden, dan penelaahan data sekunder.
Perhitungan nilai karakter lanskap pertanian terpadu adalah sebagai berikut: Pkl = [(∑3�=1Feko) + ∑3�=1Fpl) + ∑�=13 Fban) + ∑3�=1Ftop) + ∑3�=1Fka)] dengan
12
Feko = faktor keaslian ekosistem; Fpl = faktor penutupan lahan; Fban = faktor potensi banjir; Ftop = faktor topografi;
Fka = faktor kualitas visual air ∑3
�=1 = jumlah skor keseluruhan
Tabel 4 Kriteria kualitas lingkungan kawasan
Kriteria Sub kriteria Skor Keaslian
ekosistem pendukung kawasan
a. Keaslian ekosistem utuh b. Keaslian ekosistem rusak <15% c. Keaslian ekosistem rusak 15-50% d. Keaslian ekosistem rusak >50%
4
a. Sesuai peruntukan lahan, tertata baik, dominan hijau b. Sesuai peruntukan lahan, kurang tertata, dominan hijau c. Tidak sesuai peruntukan, tidak tertata, lahan hijau=lahan
terbangun
d. Tidak sesuai peruntukan, tidak tertata, dominan lahan terbangun
4 3 2
1
Potensi banjir a. Tidak pernah b. Banjir 1x setahun
c. Banjir >1x dalam 5 tahun sampai <1x per tahun d. Banjir > 1x per tahun
lainnya yang menyaratkan mutu air sama
b. Perntukan air dapat sebagai sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, menyiram tanaman lainnya yang menyaratkan mutu air sama
c. Peruntukan air dapat sebagai pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, menyiram tanaman lainnya yang menyaratkan mutu air sama
d. Perntukan air dapat sebagai pengairan tanaman dan lainnya yang menyaratkan mutu air sama
4
Analisis Potensi Daya Tarik Wisata
13 Perhitungan nilai potensi daya tarik wisata adalah sebagai berikut:
Pdt =[(∑3�=1Fla)+ ∑�=13 Fv)+ ∑3�=1Fko) + ∑3�=1Fakt) + ∑3�=1Fpp + ∑3�=1Fkes)] dengan
Pdt = nilai daya tarik wisata;
Fla = faktor keragaman lanskap alami; Fv = faktor kualitas view;
Fko = faktor komoditas pertanian dan pola tanam; Fakt = faktor aktivitas pertanian;
Fpp = faktor permukiman penduduk;
Fkes = faktor kesenian dan kerajinan budaya;
∑3
�=1 = jumlah skor keseluruhan Tabel 5 Kriteria daya tarik wisata
Kriteria Sub kriteria Skor Keragaman
lanskap alami
a. Ada ≥ 2 elemen mayor dan keragaman elemen minor b. Ada 1 elemen mayor dan keragaman minor
c. Ada keragaman namun hanya elemen minor d. Hanya ada satu jenis (homogen dan datar)
4 3 2 1 Kualitas view a. Keaslian dan keunikan obyek sangat menarik, laju degradasi
nilai visual sangat lambat
b. Keaslian dan keunikan obyek agak menarik, laju degradasi nilai visual sangat lambat
c. Keaslian dan keunikan obyek kurang menarik, laju degradasi nilai visual agak cepat
d. Keaslian dan keunikan obyek tidak menarik, laju degradasi nilai visual sangat cepat
4
a. Jenis komoditas tanaman-ternak-ikan dengan tumpang sari b. Jenis usaha tani tanaman-ternak-ikan tanpa tumpang sari c. 2 jenis komoditas tanpa tumpang sari
d. 1 jenis komoditas tanpa tumpang sari
4
a. Ada, kontinyu (/hari atau /minggu) b. Ada, kontinyu (/musim tanam) c. Ada, tidak kontinyu
d. Tidak ada aktivitas
4
a. Unik/berpola, banyak pada kawasan b. Unik/berpola, sedikit pada kawasan c. Tidak unik/berpola, sedikit pada kawasan d. Tidak ada
a. Ada (>3), dikembangkan dengan baik b. Ada (>3), kurang dikembangkan c. Ada (<3), kurang dikembangkan d. Tidak ada
(Sumber: Dimodifikasi dari Soemarno 2008)
Analisis Potensi Pendukung Wisata
14
wisata saat ini, iklim yang terdapat di kawasan, fasilitas wisata yang sudah tersedia, ketersediaan air bersih, dan jarak kawasan terhadap objek wisata lain. Analisis dilakukan dengan penelaahan data sekunder, survei kawasan dan wawancara dengan kuisioner terhadap responden terkait.
Tabel 6 Kriteria potensi pendukung wisata
Kriteria Sub kriteria Skor Aksesibilitas a. Jalan aspal, mudah dicapai, kondisi baik, banyak kendaraan
bermotor
b. Jalan berbatu, kondisi baik, ada kendaraan bermotor c. Jalan berbatu, kondisi sedang, tanpa kendaraan bermotor d. Tidak ada akses, tidak ada kendaraan bermotor
4
3 2 1 Potensi pasar a. Berdekatan dengan permukiman, dan objek wisata lain; ada
citra positif
b. Berdekatan dengan permukiman, dan objek wisata lain; namun kurang dikenal
c. Berdekatan dengan permukiman, namun jauh dari objek wisata lain;
d. Jauh dari pintu gerbang transportasi dan kota
4
a. Ada pengelolaan dan perawatan yang layak, kemudahan informasi, keramahan
b. Ada pengelolaan dan perawatan layak, kemudahan informasi
c. Ada pengelolaan dan perawatan layak, kesulitan informasi d. Tidak ada pengelolaan
4
a. Suhu udara 20-220C, kelembaban 85-90%, banyak vegetasi wind breaker dan filter
b. Suhu udara 22-240C, kelembaban 80-85%, cukup banyak
vegetasi wind breaker dan filter
c. Suhu udara 24-260C, kelembaban 75-80%, ada vegetasi wind breaker dan filter
d. Suhu udara 26-280C, kelembaban 70-75%, tidak ada
vegetasi
4
3
2
1
Fasilitas wisata a. Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawatt b. Ada, cukup terawatt
c. Ada, kurang terawatt d. Tidak tersedia
(Sumber: Diadaptasi dari Soemarno 2008)
Perhitungan nilai pendukung wisata adalah sebagai berikut: Pdw=[(∑3�=1Faks)+ ∑3�=1Fpp)+ ∑3�=1Fpw)+ ∑3�=1Fik)
+ ∑3�=1Ffw + ∑3 Fair
�=1 ) + ∑3�=1Fjol)] dengan
15 Fpp = faktor potensi pasar;
Fpw = faktor pengelolaan dan pelayanan wisata; Fik = faktor iklim;
Ffw = faktor fasilitas wisata; Fair = faktor ketersediaan air;
Fjol = faktor jarak menuju objek wisata lain;
∑3
�=1 = jumlah skor keseluruhan Analisis Kesiapan Masyarakat
Analisis kesiapan masyarakat dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan kemampuan masyarakat dalam mendukung wisata pertanian yang diadaptasi dari Yusiana (2007) (Tabel 7). Analisis ini dilakukan melalui analisis deskriptif dan pembobotan terhadap kriteria persetujuan masyarakat terhadap pengembangan kawasan sebagai wisata pertanian terpadu, keyakinan masyarakat terhadap wisata pertanian terpadu yang dapat menyejahterakan masyarakat, ketersediaan masyarakat dalam berpartisipasi dalam wisata pertanian, keberadaan organisasi masyarakat, dan tingkat pendidikan masyarakat.
Tabel 7 Kriteria potensi kesiapan masyarakat
Kriteria Sub kriteria Skor Pengembangan
a. Ada, berjalan, kerjasama dengan pemerintah b. Ada, berjalan internal
c. Ada, tidak berjalan d. Tidak ada organisasi
4 3 2 1 Tingkat pendidikan a. > 50% lulusan SMA-S1
b. < 50% lulusan SMA-S1 c. > 50% maksimal lulusan SMP d. > 50% lulusan SD atau tidak sekolah
4 3 2 1 Bobot 20
(Sumber: Diadaptasi dari Yusiana 2007)
Perhitungan nilai kesiapan masyarakat adalah sebagai berikut:
Pkm = [(∑3�=1Fpm)+ ∑3�=1Fkm)+ ∑�=13 Fp)+ ∑3�=1Fom)+ ∑3�=1Ftp)] dengan
16
Ftp = faktor tingkat pendidikan; ∑3
�=1 = jumlah skor keseluruhan
Analisis Penentuan Zona Kesesuaian Wisata Pertanian Terpadu Penentuan zonasi ini dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografis software ArcGIS 9.3 I untuk memetakan kelima analisis, yaitu analisis karakter lanskap pertanian terpadu, analisis kualitas lingkungan, analysis daya tarik wisata, analisis pendukung wisata, dan analisis kesiapan masyarakat.
Pada masing-masing analisis tersebut, ditentukan selang nilai skor dengan menggunakan rumus
Selang nilai skor = S a −S a a
3 a
.
Selang nilai skor ini akan menghasilkan tiga kelas skor, yaitu
a. lahan sangat sesuai dan tidak mempunyai faktor pembatas yang nyata terhadap penggunaan agrowisata secara berkelanjutan (T);
b. lahan cukup sesuai, tetapi mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap penggunaan agrowisata secara berkelanjutan (S), dan c. lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang berat dan sulit
diatasi (R).
Selanjutnya, kelima analisis tersebut yaitu analisis karakter lanskap pertanian terpadu dengan bobot 30, analisis kualitas lingkungan dengan bobot 20, analisis daya tarik wisata dengan bobot 20, analisis pendukung wisata dengan bobot 10, dan analisis kesiapan masyarakat dengan bobot 20 dioverlay dengan metode
weighted overlay dengan ArcGIS 9.3 untuk mendapatkan zona integratif kesesuaian wisata pertanian terpadu yang dibagi ke dalam 3 kelas sebagai berikut.
a. Zona berpotensi tinggi (T), sangat sesuai untuk pengembangan wisata pertanian, seluruh aspek bernilai sangat potensial (SP) atau paling tidak minimal terdapat satu aspek yang termasuk dalam klasifikasi potensial (P).
b. Zona berpotensi sedang (S), cukup potensial untuk pengembangan wisata pertanian, minimal terdapat satu aspek yang termasuk dalam kategori tidak potensial (TP)
c. Zona berpotensi rendah (R), tidak potensial untuk pengembangan wisata pertanian, seluruh aspek termasuk dalam klasifikasi tidak potensial (TP).
Penyusunan Strategi Pengelolaan Kawasan
Hasil analisis penentuan zona kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan dijadikan unsur penyusun dalam analisis SWOT untuk mendapatkan alternatif-alternatif rencana pengelolaan lanskap wisata pertanian terpadu yang sesuai dengan karakteristik lanskap kawasan. Rangkuti (1997) menyatakan bahwa analisis SWOT dilakukan berdasarkan logika yang memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), tetapi secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
1) Analisis penilaian faktor internal dan faktor eksternal
17 didaftarkan sebagai dasar dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antarfaktor.
2) Penentuan bobot setiap variabel
Penentuan bobot tingkat kepentingan dilakukan dengan bantuan petani, masyarakat lokal, dan aparat desa yang berjumlah masing-masing 1 orang yang mengetahui keadaan Desa Wangunjaya. Penentuan bobot ini disesuaikan dengan skala kepentingan dalam pengelolaan kawasan wisata pertanian terpadu.
3) Penentuan peringkat (ranking)
Pemberian peringkat pada masing-masing faktor berdasarkan tingkat kepentingannya dengan nilai 1–4. Nilai peringkat faktor positif (kekuatan dan peluang) tersebut berbanding terbalik dengan faktor negatif (kelemahan dan ancaman) yang tertera pada Tabel 8. Kemudian setiap peringkat dari faktor-faktor tersebut dikalikan dengan bobot untuk memperoleh skor pembobotan.
Tabel 8 Penentuan nilai rating (Kinnear dan Taylor 1991) Nilai peringkat Kekuatan (sthrenghts) dan
peluang (opportunities)
Kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) 4 Sangat penting Tidak penting 3 Penting Cukup penting 2 Cukup penting Penting 1 Tidak penting Sangat penting
4) Penyusunan alternatif strategi
Setelah selesai menyusun matriks IFE dan EFE, langkah selanjutnya adalah membuat Matriks SWOT. Setiap unsur SWOT yang ada dihubungkan untuk memperoleh alternatif strategi. Empat golongan dari unsur SWOT yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi alternatif strategi adalah sebagai berikut;
a) SO (strength-opportunity), yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada;
b) ST (strength-threat), yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi;
c) WO (weakness-opportunity), yaitu berusaha mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan;
d) WT (weakness-threat), yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada.
5) Pembuatan tabel ranking alternatif strategi pengelolaan
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik
Letak Geografis dan Administrasi
Secara geografis, Desa Wangunjaya terletak pada 107o3’0” BT-107o6’0” BT dan 7o3’0” LS-7o1’30” LS, dengan letak desa berada di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Secara administrative, Desa Wangunjaya berbatasan di sebelah utara dengan Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, sebelah selatan dengan Desa Sukajembar, Kecamatan Sukanagara, sebelah timur dengan Desa Campaka, Kecamatan Campaka, dan sebelah barat dengan Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka. Berdasarkan data dari profil desa, Desa Wangunjaya memiliki luas 1.417,455 ha. Desa Wangunjaya terdiri dari 35 RT dengan 15 RW yang dibagi atas 3 wilayah dusun, di antaranya Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3.
Aksesibilitas
Lokasi Desa Wangunjaya dapat dicapai dari ibukota Kabupaten Cianjur menuju pusat alun-alun Kecamatan Campaka melewati jalan arteri primer (jalan kewenangan nasional) dengan jarak tempuh 13 km. Dari pusat alun-alun Kecamatan Campaka lalu mengarah ke arah kanan mengikuti jalan kolektor primer (jalan kewenangan provinsi) melewati Desa Sukadana dan langsung mengarah ke tapak. Peta aksesibilitas menuju tapak dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Peta aksesibilitas
19 primer yang juga akan direncanakan dibangun jalan tol Cianjur-Sukabumi, lalu belok kiri mengikuti jalan kolektor primer mengarah ke destinasi wisata sejarah Situs Megalitikum Gunung Padang dan langsung menuju ke tapak. Beberapa jalur transportasi darat yang dapat ditempuh menuju ke tapak sebagai berikut.
a. Ibukota Kabupaten Cianjur - Terminal Pasir Hayam - Alun-alun Kecamatan Campaka – Desa Sukadana – Desa Wangunjaya, dengan jarak 32 km dan waktu tempuh 2,5 jam.
b. Ibukota Kabupaten Cianjur – Pertigaan Gekbrong – Situs Megalitikum Gunung Padang (Desa Karyamukti) – Desa Wangunjaya, dengan jarak 27 km dan waktu tempuh 2 jam.
c. Terminal B Sukanagara – Desa Campaka – Desa Wangunjaya, dengan jarak 16 km dan waktu tempuh 1,25 jam.
d. Stasiun Cianjur - Stasiun Lampegan – Situs Megalitikum Gunung Padang (Desa Karyamukti) – Desa Wangunjaya, dengan jarak 31 km dan waktu tempuh 1,5 jam.
Jalur transportasi a, b, dan c dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum berupa minibus elf yang berhenti tepat di depan Kantor Desa Wangunjaya di Dusun 2. Minibus tersebut merupakan satu-satunya kendaraan umum yang digunakan masyarakat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar. Alternatif transportasi menuju dusun lainnya yaitu dengan ojek atau menumpang angkutan bak terbuka yang digunakan untuk mengangkut hasil panen (Gambar 5).
Gambar 5 Sarana transportasi di kawasan (a) transportasi elf dan (b) bak terbuka
Iklim
Data iklim curah hujan bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga pada periode tahun 2014 yang mendapatkan data dari pos hujan Perkebunan Ciwangi Kecamatan Sukanagara dengan kondisi iklim yang sama dengan tapak. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan tapak adalah 3806 mm dengan rata-rata hujan bulanan sebesar 317,17 mm. Kadar curah hujan tertinggi terjadi di bulan Desember dengan 617 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi di bulan September dengan 3 mm (Gambar 6).
Berdasarkan data iklim Schmidt-Ferguson, tapak memiliki tipe iklim A yang sesuai untuk daerah perkebunan dan kehutanan dengan vegetasi utama adalah tanaman hutan hujan tropik. Sedangkan berdasarkan data iklim Oldeman, tapak memiliki tipe iklim C2 yakni daerah cukup basah dengan bulan basah (>200
20
mm/bulan) berlangsung selama 6 bulan (Maret-Juni, dan November-Desember) dan bulan kering (<100 mm/bulan) berlangsung selama 2 bulan (September-Oktober). Berdasarkan tipe iklim tersebut, tapak sesuai untuk tanaman padi sekali dalam setahun dan palawija dua kali dalam setahun yang dapat ditanam pada bulan November-Agustus. Tanaman padi sawah umumnya memerlukan curah hujan sebanyak ± 200 mm per bulan, sedangkan palawija umumnya memerlukan curah hujan sebanyak ± 100 mm per bulan (Handoko 1995).
Gambar 6 Curah Hujan kawasan
Curah hujan yang tinggi di daerah pertanian dapat menjamin kebutuhan air untuk tanaman dan kolam ikan. Namun, hal ini juga menyebabkan gulma tumbuh subur, termasuk di saluran drainase yang masih berdinding tanah, yang menyebabkan saluran sering tertutup. Untuk area wisata, curah hujan yang tinggi dapat mengganggu kenyamanan pengunjung ketika berwisata karena jalan menjadi licin dan becek. Selain itu struktur jalan yang rusak di area permukiman yang jarang dilalui mobil menunjukkan material atau struktur yang digunakan masih kurang baik sehingga air hujan tergenang di jalan dan tidak mengalir ke saluran drainase.
Data mengenai suhu udara dan kelembaban udara di kawasan bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga pada periode tahun 2014 yang mendapatkan data dari pos hujan SMPK Pacet yang memiliki zona iklim yang sama dengan kawasan. Berdasarkan data tersebut, suhu udara rata-rata kawasan sebesar 21 0C, dengan suhu maksimum sebesar 26,2 0C terdapat pada bulan Oktober dan suhu minimum sebesar 15 0C pada bulan September (Gambar 7). Kelembaban udara rata-rata kawasan sebesar 82,75% dengan kelembaban udara tertinggi terdapat pada bulan Januari sebesar 89% dan kelembaban udara terendah pada bulan Oktober sebesar 70% (Gambar 8).
Berdasarkan data di atas, kondisi suhu udara dan kelembaban udara terlebih dahulu harus dianalisis untuk mengetahui tingkat kenyamanan kawasan untuk aktivitas manusia dengan menggunakan indeks kelembaban panas (THI/temperature humidity index). Berdasarkan perhitungan THI, kondisi lanskap di Desa Wangunjaya memiliki indeks kelembaban panas (THI) rata-rata sebesar 20,28. Kondisi THI pada kawasan sebesar 20,28 menunjukkan kawasan masih
183 118
525 469
556
328
164 180
3 95
568 617
21 dikategorikan sebagai kawasan yang tergolong nyaman karena pada daerah tropis ketidaknyamanan terjadi pada THI lebih dari 27. Analisis kenyamanan pengguna untuk beraktivitas di kawasan sesuai dengan persamaan berikut.
THI = , T + RH5 xT
THI = , +( , 55 x ) = ,
dengan
THI = temperature humadity index (indeks kelembaban panas); T = suhu rata-rata (oC); dan
RH = kelembaban nisbi rata-rata (%).
Gambar 7 Suhu udara kawasan
Jenis Tanah
Data jenis tanah bersumber dari BAPPEDA Cianjur yang termuat dalam RTRW Kabupaten Cianjur tahun 2011-2031 diketahui bahwa jenis tanah pada tapak adalah latosol (Gambar 9). Menurut Hardjowigeno (1993), tanah latosol merupakan tanah dengan kadar liat lebih tinggi dari 60 %, memiliki struktur yang remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, dan umumnya memiliki epipedon umbrik dan horizon kambik. Tanah ini berasal dari berbagai batuan, abu vulkan, vulkanik basa, dan terdapat di daerah berbukit.
Jenis tanah latosol sesuai untuk tanaman yang mempunyai perakaran dalam seperti tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain itu, tanah jenis ini juga sesuai untuk tanaman palawija, sayuran, dan padi karena memiliki solum yang dalam.
0 5 10 15 20 25 30
22
Tanah ini juga cukup subur dan memiliki produktivitas yang baik, tetapi karena memiliki KTK rendah, masih perlu pengolahan lebih lanjut berupa pemberian pupuk untuk meningkatkan produksi. Cara memperbaiki sifat fisik tanah latosol adalah dengan penambahan bahan organik dan mulsa serta perbaikan sistem drainase dan kadar asam. Bahan organik yang dapat digunakan antara lain jerami, pupuk kandang, kompos, dan pupuk kimia (Haryandhes 2013).
Gambar 8 Kelembaban udara kawasan
Gambar 9 Jenis tanah kawasan 89 88 87
86 84 84 86 83
74 70
78 84
23 Topografi
Menurut Data Profil Desa (Tabel 9), Desa Wangunjaya Kecamatan Campaka memiliki ketinggian 1050 m dpl dengan kemiringan lereng berada pada kisaran rata-rata 15%-25% walaupun pada kawasan juga terdapat kemiringan lereng yang datar yang dimanfaatkan untuk permukiman dan curam untuk penggunaan lahan berupa area hutan (Gambar 10).
Tabel 9 Persentase kemiringan lereng di Desa Wangunjaya
Kelas kemiringan lereng Luas
Ha %
0-8% 8-15% 15-25% 25-40% >40%
222,30 527,85 1017,63 632,79 150,39
8,71 20,69 39,89 24,81 5,86
Total 2550,96 100
Gambar 10 Peta topografi kawasan
Hidrologi, Drainase, dan Tingkat Bahaya Erosi
24
dimanfaatkan oleh masyarakat di Dusun 2 untuk budi daya perikanan di pekarangan rumah (Gambar 11).
Gambar 11 Peta hidrologi Desa Wangunjaya
Mata air tanah berupa sumur dipergunakan oleh masyarakat Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3 di Desa Wangunjaya untuk keperluan sehari-hari sebagai air minum dan kebutuhan penting lainnya. Karena dominansi relief tanah yang berbukit-bukit, mata air tanah di Desa Wangunjaya memiliki kedalaman yang menengah ke dalam sehingga apabila musim kemarau panjang tidak sedikit terdapat beberapa area yang mengalami kekeringan.
Saluran sungai yang melewati Desa Wangunjaya dilihat dari sistem hidrologi di Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam anak derah aliran sungai (DAS) Cikondang. Tetapi saat ini menurut masyarakat Desa Wangunjaya, kondisi Sungai Cikondang mulai mengalami kerusakan akibat adanya erosi dan penambangan emas liar di hulu yang ditandai dengan warna fisik air yang keruh (Gambar 12).
Gambar 12 Saluran sungai (a) anak sungai dan (b) Sungai Cikondang
25 Kondisi saluran drainase di tapak terbagi menjadi 2 saluran, yaitu kondisi tidak terbangun dan terbangun. Kondisi aliran drainase yang tidak terbangun berada di dekat area pertanian yang dimanfaatkan dengan pembuatan cabang-cabang aliran untuk irigasi sawah di dekatnya. Saat ini kondisi aliran dengan lebar 40-50 cm mengalami sedikit kerusakan akibat penyumbatan aliran oleh rumput dan vegetasi liar. Sedangkan kondisi aliran drainase terbangun yang memiliki lebar bervariasi antara 50-150 cm juga mengalami gangguan penyumbatan aliran akibat terdapatnya banyak sampah dan pendangkalan akibat erosi di sekitarnya (Gambar 13).
Gambar 13 Saluran air (a) tidak terbangun dan (b) terbangun
Tingkat bahaya erosi yang terdapat di Desa Wangunjaya diakibatkan oleh aktivitas manusia dan faktor alam sendiri. Tingkat erosi oleh aktivitas manusia diakibatkan adanya penjarangan hutan yang dilakukan tanpa adanya reboisasi. Sedangkan faktor alam yang mengakibatkan erosi di tapak adalah adanya aliran permukaan yang tinggi ditambah dengan kondisi iklim yang memiliki curah hujan yang tinggi di area yang miring. Pada tapak yang memiliki kemiringan >15%, aliran air di permukaan tanah (run-off) berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil yang meresap ke dalam profil tanah. Kondisi seperti ini memiliki bahaya erosi yang cukup besar. Dalam pengelolaan tapak untuk wisata pertanian diperlukan pemanfaatan hidrologi dan drainase yang berkelanjutan antara budidaya pertanian di tapak dengan aktivitas wisata yang akan dilakukan juga perlu penataan dengan analisis yang sesuai untuk tidak menempatkan aktivitas wisata pada area yang memiliki tingkat erosi yang berisiko.
Pola Penggunaan Lahan
Dilihat dari penggunaan lahannya, hampir 80% lahan di Desa Wangunjaya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian berupa persawahan, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Persentase penggunaan lahan paling besar digunakan untuk perkebunan dan kehutanan sebanyak 68,17%, sedangkan persawahan, peternakan, dan perikanan sebanyak 8,71 % (Tabel 10). Jenis pemanfaatan lahan pertanian di Desa Wangunjaya beragam disesuaikan dengan ekosistem pertanian, diantaranya agroekosistem persawahan dan perikanan terdapat di Dusun 2, sedangkan agroekosistem peternakan dan perkebunan terdapat di Dusun 1 dan Dusun 3. Lahan yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas pertanian merupakan potensi utama dalam pengembangan tapak sebagai kawasan wisata pertanian terpadu (Gambar 14).
26
Untuk penggunaan lahan non pertanian, persentase terbesar digunakan untuk permukiman sebanyak 22,79%, sedangkan perkantoran dan prasarana lainnya memiliki persentase yang terkecil. Permukiman di Desa Wangunjaya baik Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3 berpadu dengan kawasan pertanian di sekitarnya sehingga membentuk pola linear yang sesuai dengan kondisi aksesibilitas di tapak. Pertanian yang paling banyak dilakukan di dekat permukiman adalah pekarangan di Dusun 1 dan perikanan di Dusun 2. Lahan non pertanian berupa permukiman dapat dikelola dengan baik sebagai daya tarik untuk kawasan wisata pertanian terpadu.
Tabel 10 Persentase luas penggunaan lahan di Desa Wangunjaya
Jenis Penggunaan Luas
Ha %
27 menjadi objek dan atraksi menarik dalam pengembangan kawasan wisata pertanian terpadu di kawasan ini.
Gambar 14 Peta penggunaan lahan kawasan Tabel 11 Vegatasi dominan yang terdapat di Desa Wangunjaya
No Nama lokal Nama ilmiah Tanaman pangan
1. Padi Oryza sativa
2. Singkong Manihot esculenta
3. Talas Celocasia esculenta L. 4. Ubi jalar Ipomoea batatas L. 5. Jagung Zea mays
Tanaman hortikultura (sayuran)
1. Kacang buncis Phaseolus vulgaris L. 2. Terung Solanum melongenae
3. Labu siam Shecium edule
4. Labu gede Cucurbita moschata Durch.
5. Kol Brassica oleracea
6. Sawi Brassica juncea
7. Mentimun Cucumis sativus
8. Cabai Capsicum annum L. Tanaman hortikultura (buah)
1. Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. 2. Jambu air Syzigium aqueum
3. Jambu biji Psidium guajava
4. Alpukat Persea gratissima
5. Tomat Lycopersicum sculentum
6. Pisang Musa paradisiaca
28
Tabel 11 Vegatasi dominan yang terdapat di Desa Wangunjaya (lanjutan) No Nama lokal Nama ilmiah
Tanaman obat
1. Lengkuas Alpinia galanga
2. Kencur Kaempferia galangal L. 3. Kunyit Curcuma domestica L. 4. Jahe Zingiber officinalis
5. Temulawak Curcuma xanthorriza
6. Pandan Pandanus amaryliforius
Tanaman perkebunan
1. Teh Camellia sinensis
2. Kopi Coffea sp. Tanaman perkebunan
3. Kapulaga Amommum cardamommum
4. Sereh Cymbopogon nardus
5. Cengkeh Syzigium aromaticum
Tanaman kayu industri
1. Albasia Albizia chinensis
2. Mene’e Maesopsis eminii
3. Rasamala Altingia excels
4. Bambu Gigantochloa pseudoarundinacea
5. Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. 6. Puspa Schima wallichii
7. Mahoni Switenia mahogani
Tanaman hias
1. Hanjuang Cordyline terminalis
2. Drasena Dracaena laureiri
3. Puring Codiaeum variegatum
4. Lili Paris Chlorophytum commosum
5. Pangkas kuning Duranta erecta
6. Widelia Widelia biflora
7. Coleus Coleus blumei
8. Kenikir Cosmos caudatus Kunth. 9. Pedang-pedangan Sansevieria sp.
10. Taiwan beauty Cuphe sp.
11. Bunga matahari Heliantus annus
12. Keladi hias Calladium bicolor
13. Lantana Lantana camara
29 Tabel 12 Satwa yang terdapat di Desa Wangunjaya
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Hewan ternak darat
1. Ayam broiler Gallus gallus domesticus
2. Ayam kampung Gallus bankiva
3. Kambing Capra aegagrus
4. Domba Bubalus bubalis
5. Anjing Canis lupus
Hewan ternak air tawar 1. Ikan mas Cypinus carpio
2. Ikan lele Clasrias batracus
3. Ikan nila Oreochomis niloticus
Satwa liar
1. Elang bido Spilornis cheela
2. Babi hutan Sus scrofa
3. Ular Bungarus fasciaticus
4. Owa Jawa Hylobates moloch
5. Surili Prsbytis comata
6. Lutung Trachypitehcus auratus
Aspek Sosial Budaya
Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Desa, pada tahun 2014 jumlah 2728 jiwa penduduk laki-laki dan 2.649 jiwa perempuan. Jumlah keseluruhan kepala keluarga (KK) di Desa Wangunjaya adalah 1.881 KK dengan KK laki-laki sejumlah 1.605 KK dan KK perempuan sejumlah 95 KK. Keseluruhan penduduk 3 dusun di Desa Wangunjaya merupakan penduduk asli Suku Sunda dengan bahasa sehari-hari menggunakan bahasa sunda. Berdasarkan Profil Desa tahun 2014, penduduk Desa Wangunjaya memiliki persentase keseluruhan beragama Islam (100%).
Dilihat dari jenis pekerjaannya, terdapat 30 jenis mata pencaharian yang dikerjakan oleh masyarakat Desa Wangunjaya (Tabel 13). Sebagian besar masyarakat di Desa Wangunjaya memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani. Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama yang menjadi pusat aktivitas sehari-hari di Desa Wangunjaya karena mendukungnya kondisi lahan yang sesuai untuk pertanian. Mata pencaharian yang masih sedikit dikerjakan oleh masyarakat adalah sektor perdagangan. Sektor perdagangan memiliki jumlah terkecil disebabkan oleh aksesibilitas dan distribusi barang yang terbilang jauh. Saat ini, sektor perdagangan hasil bumi masyarakat hanya dikerjakan oleh pemiliki modal seperti tengkulak tanaman sayuran dan buah-buahan.