• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi produksi usaha peternakan sapi perah di kelurahan pondok ranggon kecamatan cipayung jakarta timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi produksi usaha peternakan sapi perah di kelurahan pondok ranggon kecamatan cipayung jakarta timur"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN

SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON

KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

NUR AISYAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur adalah benar karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nur Aisyah

(4)
(5)

ABSTRAK

NUR AISYAH. Analisis efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGAdan HASTUTI.

Permintaan susu sapi perah di Indonesia meningkat setiap tahunnya, namun produksinya belum memenuhi kebutuhan nasional. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan tempat penyedia susu sapi untuk warga DKI Jakarta. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi susu di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, (2) menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah, (3) menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon. Faktor produksi susu sapi perah dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan parameter diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS), analisis efisiensi produksi dilakukan dengan menggunakan Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan harga faktor produksi, dan pendapatan usaha peternakan dilakukan dengan analisis pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah adalah pakan hijauan, ampas tahu, dan tenaga kerja. Nilai efisiensi masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu, berarti bahwa penggunanaan faktor produksi belum efisien. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu, sehingga analisis pendapatan menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah menguntungkan.

(6)

ABSTRACT

NUR AISYAH. Production Efficiency Analysis of Dairy Farm in Pondok Ranggon Cipayung Sub-District East Jakarta. Supervised by BONAR M. SINAGAand HASTUTI.

The demand for milk of dairy cattle in Indonesia increasing every year, but the production has not fulfill the national needs. Pondok Ranggon dairy farm is a supplier milk to DKI Jakarta people. Pondok Ranggon dairy farm has an important role in improvement milk production in Indonesia. The purposes of the study were to: (1) analyze the affecting factors for the production milk of dairy cattle, (2) analyze the production efficiency of milk of dairy cattle, (3) analyze the income of Pondok Ranggon dairy farm. The production factor of milk of dairy cattle was using the production function of Cobb-Douglas analysis and estimated parameter was using Ordinary Least Squares (OLS) method, analysis production efficiency was using Value of Marginal Product (VMP) equal to production factor prices, and income of dairy farm analyze using income analysis. The affecting factors of production milk of dairy cattle is grass, tofu waste, and labors. The value of efficiency of each production factor is not equal to one, means that the use of production function have not been efficient. The value of R/C ratio is greater than one, so that the income analysis shows for dairy farm is profitable. Key words: dairy farm, income analysis, milk of dairy cattle, Pondok Ranggon,

(7)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN

SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON

KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

NUR AISYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku dosen penguji utama dan Fitria Dewi Raswatie, SP, MSi sebagai dosen penguji wakil program studi. Ucapan terimakasih disampaikan kepada orang tua (Syaiful Amri dan Hj. Sa’diyah) dan kakak penulis (Siti Juleha, SE.) yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi serta seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mba Yani, Mas Johan, Mba Ina, Bu Kokom, Bu Odah, Pak Husen, dan Pak Erwin) yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Swaesti, Astryani, Najmi, Ikoh, Reni, Ulfah, Tanti, Chatrina, teman-teman ESL 46, dan teman sebimbingan (Aulia, Anindyah, Apriliana, Sari dan Citra) yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah ... 7

2.2. Efisiensi ... 9

2.3. Analisis Pendapatan Usahatani ... 9

2.4. Penelitian Terdahulu ... 10

2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ... 10

2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi ... 11

2.5. Kebaruan Penelitian ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis ... 17

3.1.1. Fungsi Produksi ... 17

3.1.2. Efisiensi Input ... 20

3.1.3. Pendapatan Usahatani ... 22

3.2. Kerangka Operasional ... 24

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.2. Jenis dan Sumber Data... 27

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 27

4.4. Metode Analisis Data ... 27

(12)

4.4.2. Kriteria Uji Statistik ... 29

4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika ... 30

4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ... 31

4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ... 32

4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST) ... 34

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum ... 35

5.2. Keadaan Demografi ... 36

5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah ... 36

5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah ... 36

5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah ... 37

5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah ... 38

5.3.4. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah ... 38

5.4. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Perah ... 39

5.4.1. Luas Lahan dan Luas Kandang ... 39

5.4.2. Jumlah Sapi Laktasi ... 40

5.4.3. Jenis Usaha ... 41

5.4.4. Input dan Sistem Pembelian Input ... 41

5.4.5. Output dan Sistem Penjualan Output ... 42

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI, EFISIENSI INPUT, DAN PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH 6.1. Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah ... 45

6.1.1. Pakan Hijauan ... 47

6.1.2. Pakan Konsentrat ... 48

6.1.3. Pakan Ampas Tahu ... 48

6.1.4. Pakan Ampas Tempe ... 48

6.1.5. Tenaga Kerja ... 49

6.2. Analisis Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ... 49

6.3. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ... 52

VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1.Simpulan ... 55

7.2.Saran ... 55

(13)

LAMPIRAN ... 61

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Sapi Perah Nasional Tahun 2011 ... 1 2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012 ... 2 3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di

Indonesia Tahun 2010-2020 ... 3 4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ... 12 5. Penelitian Tedahulu Terkait Analisis Efisiensi ... 13 6. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan

Metode Analisis Data ... 28 7. Daftar Konversi Satuan Ternak (ST) ... 34 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung

Tahun 2010 ... 36 9. Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 37 10. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 37 11. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon

Tahun 2013 ... 38 12. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon

Tahun 2013 ... 39 13. Luas Lahan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 39 14. Luas Kandang Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon

Tahun 2013 ... 39 15. Jumlah Sapi Perah Laktasi di Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 40 16. Jenis Usaha Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 41 17. Penggunaan Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah

Pondok Ranggon ... 41 18. Jumlah Penjualan Susu dan Harga Susu di Peternakan Pondok

Ranggon Tahun 2013 ... 43 19. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan

di Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 45 20. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 50 21. Input Optimal di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ... 51 22. Rata-rata Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ... 62 2. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 .. 68 3. Luas Lahan Peternakan dan Kandang Peternakan di Pondok Ranggon

Tahun 2013 ... 70 4. Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon ... 71 5. Harga Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok

Ranggon Tahun 2013 ... 73 6. Jumlah Penjualan Susu di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 ... 75 7. Hasil Olahan Minitab Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di

Pondok Ranggon Tahun 2013 ... 78 8. Uji Normalitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon

Tahun 2013 ... 79 9. Uji Heterokedastisitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok

Ranggon Tahun 2013 ... 80 10. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 81 11. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah per Hari di Pondok

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Badan Pusat Statistik (2011a) menyatakan bahwa total PDB subsektor peternakan sebesar Rp 39 929.9 Milyar. Permintaan komoditi peternakan meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan masyarakat yang sadar gizi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2012b).

Indonesia memiliki potensi peternakan sapi perah berdasarkan peningkatan populasi sapi perah dari tahun 2008-2012 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2012b). Perkembangan populasi sapi perah terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan susu segar dipasaran. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang kegunaan mengkonsumsi susu segar dapat mempengaruhi permintaan susu segar dipasaran. Populasi sapi perah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2008-2012

(000 Ekor)

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012b)

Pada tahun 2012, produksi susu di Indonesia rata-rata 10-12 liter per ekor sapi per hari. Rendahnya produksi susu disebabkan oleh faktor-faktor penentu dalam usaha peternakan, seperti pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian pakan, pemeliharaan ternak, suhu, penyediaan sarana dan prasarana, serta pencegahan penyakit dan pengobatan1. Produksi susu sapi perah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi. Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi susu sapi perah adalah daya produksi atau

1

http://regional.kompas.com, “Kebutuhan Susu Dalam Negeri Masih Impor”, diakses tanggal 22

(18)

mutu genetik, pemberian pakan, dan suhu lingkungan. Produksi susu sapi di Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012

(000 ton)

Tahun Produksi Susu

2008 647.000

2009 827.200

2010 909.500

2011 974.700

2012 1 017.900 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012a)

Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar bagi peternak sapi perah untuk mengembangkan usaha peternakan. Kegiatan dan kinerja usaha sapi perah melalui peningkatan produksi susu perlu terus ditingkatkan agar usaha lebih menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan peternak, karena sebagian besar pendapatan peternak tergantung pada produkti-vitas ternak yang disini adalah susu, sedangkan disisi lain pengeluaran peternak yang terdiri dari upah tenaga kerja, pembelian pakan hijauan, konsentrat, dan obat-obatan serta biaya lain terus meningkat dari tahun ke tahun.

Susu salah satu hasil komoditi peternakan, merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Berdasarkan Tabel 2, tingkat produksi susu di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tingkat produksi susu pada tahun 2008 sebesar 647 ribu ton terus mengalami peningkatan hingga mencapai 1 017.9 ribu ton pada tahun 2012. Peningkatan produksi susu ini seiring dengan peningkatan populasi sapi perah di Indonesia setiap tahun, namun belum dapat memenuhi kebutuhan susu masyarakat Indonesia.

(19)

Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2013)

Proyeksi kebutuhan dan penyediaan susu merupakan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan dari rencana pemerintah adalah untuk meningkatkan produksi susu dan mengurangi impor susu hingga 50 persen. Pada tahun 2020, pemerintah akan melakukan program swasembada susu sapi perah yang bertujuan untuk meningkatkatkan produksi susu hingga tidak ada lagi impor susu (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013).

Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia yang menjadi tempat kegiatan pemerintahan dengan jumlah penduduk yang padat. Tahun 2011 jumlah penduduk DKI Jakarta berjumlah 9 809 857 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2011b). Penduduk Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi sehingga tingkat kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan gizi pun meningkat. Kandungan gizi yang tinggi adalah pada bahan pangan yang berasal dari hewan contohnya susu dan daging. Besarnya jumlah konsumen susu dapat mempengaruhi tingkat permintaan dan produksi susu di DKI Jakarta2.

Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) menetapkan beberapa kawasan sesuai fungsinya, salah satunya kawasan khusus dan campuran. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kota/kabupaten administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus. Kawasan campuran adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan

2

(20)

kegiatan campuran bangunan umum dan pemukiman beserta fasilitasnya yang dirancang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masyarakat, dimana bangunan tersebut dibangun dan dikelola serta dipelihara dengan baik.

Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan kawasan relokasi peternakan sapi perah di DKI Jakarta sejak tahun 1992 melalui SK Gubernur No. 300/1986. Populasi sapi perah di DKI Jakarta pada tahun 2011 sebanyak 2 728 ekor dengan produksi susu 26 429 liter per hari (Direktorat Jendral Peternakan, 2012b), sedangkan populasi sapi perah di peternakan Pondok Ranggon sebanyak 1 200 ekor dan jumlah peternak 30 orang, dengan rataan produksi susu per hari mencapai 8-11 liter per ekor3. Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dan efisiensi produksi pada usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon penting dilakukan.

1.2. Masalah Penelitian

DKI Jakarta merupakan Ibukota negara yang menjadi pusat perekonomian, pusat hiburan, dan pusat industri. Kondisi lingkungan DKI Jakarta semakin memburuk. Asap-asap kendaraan bermotor menjadi penyebab polusi udara di DKI Jakarta. Lahan-lahan yang dikhususkan untuk pertanian dikonversi menjadi bangunan komersil4. Peternakan sapi perah di DKI Jakarta awalnya berada di Jakarta Selatan dan pada tahun 1992 pindah ke Kelurahan Pondok Ranggon. Perpindahan daerah peternakan disebabkan oleh konversi lahan dan lingkungan yang sudah tidak cocok untuk peternakan.

Peningkatan produksi susu sapi perah memerlukan peningkatan jumlah penggunaan input produksi seperti pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, dan tenaga kerja. Pakan hijauan tidak dapat diproduksi di pabrik seperti konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe. Pakan hijauan merupakan rumput yang tumbuh secara alami atau ditanam. Lahan-lahan di DKI Jakarta yang seharusnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan budidaya, dan kawasan resapan air sudah beralih fungsi menjadi gedung-gedung perkantoran, pertokoan, tempat tinggal, dan lain-lain. Beralih fungsinya lahan-lahan tersebut dapat

3

http://timur.jakarta-tourism.go.id. “Budidaya Sapi Perah Pondok Ranggon”, diakses tanggal 18

Maret 2013.

4

(21)

menghambat pertumbuhan rumput yang digunakan untuk pakan ternak. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon masih ada sampai saat ini, namun ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi susu sapi perah?

Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi sangat diperlukan dalam meningkatkan produksi. Kombinasi penggunaan faktor produksi dengan jumlah yang sesuai dapat mencapai tingkat efisiensi dan meningkatkan produksi. Kombinasi penggunaan pakan di peternakan Pondok Ranggon tidak sempurna karena kurangnya ketersediaan pakan hijauan, sehingga produksi susu cenderung sedikit. Produksi susu di peternakan Pondok Ranggon masih tergolong rendah yaitu sekitar 8-10 liter per ST per hari. Rendahnya produksi susu di peternakan Pondok Ranggon disebabkan oleh jumlah pemberian pakan rendah, ketersediaan pakan yang rendah, dan kombinasi penggunaan input tidak benar. Harga susu di peternakan Pondok Ranggon sekitar Rp 3 000-6 500 per liter masih tergolong rendah. Tinggi rendahnya harga susu mempengaruhi pendapatan usaha peternakan susu sapi perah. Bagaimana efisiensi produksi susu sapi perah? dan Bagaimana pendapatan usaha peternakan susu sapi perah di Pondok

Ranggon, Jakarta Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah. 2. Menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah.

3. Menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji efisiensi faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah dalam peningkatan hasil produksi.

(22)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dari bulan April-Agustus 2013.

2. Penelitian ini terbatas pada sapi perah di peternakan Pondok Ranggon yang sedang dalam masa laktasi atau masa menghasilkan susu.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah

Proses produksi pertanian merupakan sesuatu yang secara terus menerus berubah sebagai teknologi baru dalam pengembangan varietas baru, keturunan, kualitas, dan kombinasi penggunaan input (Doll dan Orazem, 1984). Pelaksanaan proses produksi memerlukan sarana faktor produksi berupa modal, lahan, dan tenaga kerja (Muzdalifah, 2011). Faktor produksi adalah semua korbanan yang digunakan dalam memproduksi susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor biologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologi seperti bibit, varietas, gulma dan sebagainya. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendapatan, dan lain-lain (Puspito, 2004). Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi peternakan sapi perah adalah mutu genetik, pemberian makanan, dan suhu lingkungan.

Biologi ternak merupakan riwayat hidup dari ternak. Biologi ternak yang mempengaruhi produksi susu antara lain:

1. Bibit sapi yang baik adalah dari jenis Friesian Holstein. Sapi perah Friesian Holstein berasal dari Belanda yang dapat memproduksi susu sebanyak 4 500-5 500 liter dalam satu masa laktasi (Puspito, 2004).

2. Sapi mencapai tingkat produksi susu maksimum pada umur 6-8 tahun, setelah itu tingkat produksinya menurun setiap tahun (Blakely dan Bade, 1991).

3. Masa produktif sapi perah sekitar 10 tahun (Sutardi, 1981).

4. Masa laktasi merupakan masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama kurang lebih 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sutardi, 1981).

(24)

akan berpengaruh terhadap pendapatan peternak sehingga efisiensi pakan merupakan hal yang penting dilakukan (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Pola pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Pemberian pakan berupa kombinasi berbagai jenis hijauan akan mempunyai pengaruh lebih baik dibandingkan pemberian satu macam pakan. Hal ini disebabkan berbagai jenis hijauan mempunyai nilai gizi yang beragam, sehingga kombinasi berbagai hijauan akan memiliki nilai gizi yang saling melengkapi (Yulistiani et al., 2003).

Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Makanan yang diberikan kepada seekor sapi perah harus melebihi dari kebutuhan hidup pokoknya agar kelebihan makanannya dapat diubah menjadi bentuk-bentuk produksi, namun pemberian makanan tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Beberapa pedoman dalam pemberian pakan ternak sapi menurut Sutardi (1981), antara lain:

1. Pemberian bahan kering sapi laktasi sebesar 3 persen dari bobotnya. 2. 50 persen dari bahan kering yang dibutuhkan berasal dari hijauan.

3. Pemberian konsentrat kurang lebih 50 persen dari jumlah susu yang dihasilkan.

Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Jumlah penggunaan tenaga kerja perlu dipisahkan sesuai skala usaha untuk men capai kondisi optimal. Jumlah tenaga kerja juga dipengaruhi oleh kualitas kerja, jenis kelamin, musim, dan upah tenaga kerja. Penentuan upah disesuaikan dengan umur tenaga kerja sehingga perhitungan upah tergantung pada Hari Orang Kerja (HOK) atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP) (Soekartawi, 2003).

(25)

2.2. Efisiensi

Pengelolaan usahatani antara lain bertujuan meningkatkan efisiensi produksi dan pendapatan petani dalam hal ini peternak sapi perah. Petani sebagai pelaksana sekaligus pengelola usahatani harus mampu mengalokasikan penggunaan berbagai faktor produksi secara tepat sehingga dapat mencapai hasil yang optimum (Ramadhani, 2011). Efisiensi diperlukan dalam usahatani agar petani mendapatkan kombinasi faktor-faktor produksi tertentu untuk keuntungan maksimum (Aisyah, 2012).

Menurut Lipsey et al. (1998), efisiensi dibagi menjadi tiga, yaitu

enginering, technical, dan economic efficiency. Enginering efficiency

menunjukkan perbandingan antara input dengan output. Technical efficiency

menyatakan hubungan antara semua faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi beberapa output. Dikatakan efisiensi secara teknik bila tidak ada lagi cara lain untuk menggunakan lebih sedikit faktor-faktor produksi (Lipsey et al., 1998). Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan harga. Efisiensi teknis adalah kemampuan untuk memperoleh output yang maksimum melalui penggunaan suatu tingkat input atau sumber daya tertentu (Yotopulus dan Nugent, 1976). Menurut Soekartawi (1990), efisiensi harga atau efisiensi alokatif diartikan sebagai suatu kondisi Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk satu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi teknis dan efisiensi harga akan memberikan petunjuk bagi petani untuk mengalokasikan sumber daya atau faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan (Astuti et al., 2010).

2.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Penerimaan usahatani didapatkan petani dari penjualan produk usahatani. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual output tersebut (Rahim dan Hastuti, 2008).

(26)

input usahatani. Menurut Rahim dan Hastuti (2008), biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan harus dikeluarkan walaupun belum berproduksi. Contoh biaya tetap adalah biaya sewa lahan, pajak, dan alat-alat pertanian. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah biaya benih, pupuk, upah tenga kerja, dan lain-lain. Selisih antara penerimaan yang didapatkan dengan biaya usahatani disebut pendapatan usahatani.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait peternakan sapi perah yang dapat dijadikan referensi adalah penelitian Putra (2004), Widodo (2009), Mandaka dan Hutagaol (2005), dan Heriyatno (2009) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitian terdahulu terkait analisis efisiensi adalah Yunus (2009), Ramadhani (2011), Puspito (2004), dan Vidiayanti (2004) yang dapat dilihat pada Tabel 5.

2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah

Putra (2004) melakukan penelitan mengenai kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah survey lapangan dengan cara wawancara dengan peternak. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi peternakan sapi perah Pondok Ranggon secara teknis. Hasil penelitian adalah peternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dalam menjalankan usahanya bersifat tradisional dan perhatian terhadap masalah pemberian pakan masih kurang.

(27)

Mandaka dan Hutagaol (2005) melakukan penelitian mengenai analisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi, dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Metode yang digunakan kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui keuntungan, efisiensi ekonomi, dan skema kredit di peternakan Kebon Pedes.

Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif deskriptif digunakan untuk mengkaji proses produksi susu sapi perah. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor produksi dan pendapatan peternak sapi perah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah pakan konsentrat, pakan hijauan, dan masa laktasi. Nilai R/C ratio sebesar 1.11 menunjukkan bahwa peternakan sapi perah menguntungkan.

2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi

Yunus (2009) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan pendapatan rata-rata dan menganalisis tingkat efisiensi. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dalam penelitian ini adalah bibit, pakan, vaksin, tenaga kerja, dan bahan bakar. Usaha ternak ayam ras pedaging belum mencapai tingkat efisiensi. Peternak ayam ras pedaging mandiri memiliki tingkat pendapatan rata-rata yang berbeda dengan peternak pola kemitraan.

(28)

Tabel 4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Putra (2004)/ Kondisi Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan

Analisis Deskriptif Presentase sapi laktasi yaitu 72.71%. Masa laktasi 11.5 bulan, masa kering 2 bulan, interval beranak 13.5 bulan, masa kosong 4.5 bulan dan nilai S/C berdasarkan hasil kuesioner dan perhitungan sebesar 2.8. Usaha peternakan tradisional perhatian terhadap masalah tatalaksana dan pemberian pakan masih kurang. Seleksi belum dilakukan dengan baik dan peternak kurang memperhatikan masalah reproduksi ternak.

2. Widodo (2009)/

Karakteristik dan Analisis Keungtungan pada Usaha Peternakan Sapi Perah DKI Jakarta.

Mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah berdasarkan input dan output yang diperlukan sapi perah di wilayah Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Anggaran Usahatani Keuntungan per bulan pada peternak kelompok pertama sebesar Rp5.815.121 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp21.861.559.

3. Heriyatno (2009)/ Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi

2.Menganalisis peran KSU Karya Nugraha terhadap keuntungan usaha peternak anggotanya.

1. Skala usaha rakyat memperoleh pendapatan sebesar Rp 11 298.7/hari, usaha skala kecil memperoleh pendapatan sebesar Rp 50 530.44/hari, dan usaha skala menengah memperoleh pendapatan sebesar Rp 56 216.24/hari. Nilai R/C ratio usaha skala rakyat sebesar 1.10, usaha skala kecil sebesar 1.31, dan usaha skala menengah sebesar 1.09.

2. Uji Mann-Whitney menunjukan tingkat keuntungan peternak yang mendapatkan pelayanan memiliki tingkat keuntungan 1.08 dan peternak yang tidak mendapatkan pelayanan sebesar 1.29.

(29)

Tabel 4. Lanjutan

No. Peneliti/ Judul Tujuan Metode Hasil

susu di tingkat peternak anggota KSU Karya Nugraha

3.Faktor-faktor produksi susu yaitu jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan, dan masa laktasi.

4. Mandaka dan Hutagaol (2005)/ Analisis Fungsi Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan

Skema Kredit bagi

pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor.

Menganalisis

keuntungan,efisiensi dan skema kredit skala usaha peternakan sapi perah kebon pedes.

Analisis Fungsi Keuntungan

Peternakan sapi perah Kebon Pedes belum mencapai efisiensi ekonomi, namun ada kecenderungan skala usaha menengah dari besar relative lebih menguntungkan daripada skala usaha kecil. Nilai pinjaman yang paling sesua bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar Rp 6 000 000-12 000 000 atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif.

Tabel 5. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Ramadhani (2011)/ Analisis Efisiensi, Skala dan Elastisitas Produksi dengan Pendekatan Cobb-Douglas dan Regresi Berganda.

Dalam JURNAL

TEKONOLOGI

OLS (Ordinary Least Square)

dari fungsi produksi Cobb-Douglas

Berdasarkan perhitungan didapat bahwa proporsi input yang berpengaruh terhadap proses produksi adalah Indeks Efisiensi untuk tahun 2007 adalah 5,57 , sedangkan untuk tahun 2008 adalah 1094.44. Return to Scale yang diperoleh pada tahun 2007 adalah 1,031 sedangkan pada tahun 2008 adalah 0,793. Penggunaan elastisitas input adalah untuk tahun 2007 penggunaan bahan baku sebesar 0,39 , untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 0,22 dan untuk penggunaan biaya overhead sebesar 0,42.

(30)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

2. Puspito (2004)/ Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah Masa Laktasi (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)

Menganalisis

besarnya pendapatan dan tingkat efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten

Banymas, jawa Tengah.

Analisis statistik dan analisis usaha peternakan sapi perah.

1. Hasil efisiensi terhadap rata-rata tingkat efisiensi teknis (ET), harga (EH), ekonomi (EE) adalah (a) Kelompok ternak I, ET sebesar 69.36%, EH -6.19%, dan EE 4.14%. (b) Kelompok ternak II, ET sebesar 70.58 %, EH -16.79%, dan EE 20.72%. (c) Kelompok ternak III, ET sebesar 71.04 %, EH -69.62%, dan EE -18.01%.

2. Biaya produksi pada tingkat efisiensi ekonomis 100% untuk setiap kelompok ternak adalah: (a) Kelompok ternak I Rp 598.09/liter, (b) Kelompok ternak II Rp 485.93/liter, (c) Kelompok ternak III 887.25/liter.

3. Yunus (2009)/ Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola

Analisis efisiensi dan analisis pendapatan.

Nilai R/C ratio peternak mandiri sebesar 1.26 lebih tinggi dari pola kemitraan sebesar 1.06. Analisis efisensi sebesar 0.868.

4. Vidiayanti (2004)/ Analisi Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah

Analisis efisiensi dan analisis pendapatan.

Nilai R/C ratio atas biaya tunai sebesar 1.56 dan atas biaya total 1.13. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 7 690 979.61.

(31)

Puspito (2004) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usaha peternakan sapi perah masa laktasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis besarnya pendapatan dan tingkat efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hasil penelitian ini adalah nilai efisiensi yang lebih dari satu atau dikatakan belum efisien. Tingkat pendapatan antara kelompok tani satu dan dua berbeda.

Vidiayanti (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efisiensi, menentukan skala ekonomi, dan menganalisis pendapatan peternak. Hasil penelitian ini adalah usaha peternakan sapi perah menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih dari satu.

2.5. Kebaruan Penelitian

(32)
(33)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Teoritis

3.1.1. Fungsi Produksi

Proses produksi adalah kegiatan mengkombinasikan input untuk menghasilkan output. Fungsi produksi menurut Soekartawi (2002) merupakan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y= f (X) ... (3.1) Keterangan :

Y = Output

X = Input produksi

Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independen (X). Bentuk matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002):

Y = f (X1,X2) = β0 X1β1X2β2 ... (3.2)

Jika diubah ke dalam bentuk linear:

Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 ... (3.3)

Berdasarkan fungsi persamaan 3.3 dapat diketahui bahwa output (Y), tenaga kerja (X1), dan modal (X2). Konstanta β1 merupakan elastisitas dalam

kaitannya dengan input tenaga kerja, sementara β2 adalah elastisitas dalam

kaitannya dengan input modal. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, yaitu (Soekartawi, 2002):

1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi lainnya.

(34)

3. Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.

4. Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.

5. Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. 6. Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale.

Input yang digunakan dalam proses produksi dapat digunakan untuk menduga output yang dihasilkan. Fungsi produksi tersebut dapat digunakan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik dalam suatu proses produksi. Menurut Soekartawi (1984) persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah:

1. Terjadi hubungan yang logik dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan.

2. Parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi.

Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output dalam fungsi produksi, yaitu:

1. Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal, yaitu tambahan output yang bisa diperoleh dengan menambah input satu unit, sedangkan input-input lain dianggap konstan (Nicholson, 2001). Hubungan Y dan X bisa terjadi dalam tiga kemungkinan, yaitu bila produk marginal konstan, bila produk marginal menaik, dan bila produk marginal menurun. Produk marjinal konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu satuan unit input X dapat menyebabkan tambahan satu satuan unit output Y secara proporsional. Bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu satuan unit output Y yang semakin menaik secara tidak proposional disebut dengan produk marginal yang menaik atau increasing productivity. Bila tambahan satu-satuan unit input X yang menyebabkan satu-satuan unit output Y menurun disebut produk marginal menurun atau

(35)

MPP = dY/dX ... (3.4)

2. Average Physical Product (APP) atau produk rata-rata, yaitu perbandingan antara produksi total dengan input produksi. Produksi total (TP = Y) adalah jumlah seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi.

APP = Y/X ... (3.5)

Hubungan antara MPP, APP, dan TP dapat digunakan untuk menentukan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output

sebagai akibat perubahan persentase dari input produksi yang digunakan (Rahim dan Hastuti, 2008).

Elastisitas produksi (Ep) = dY/dX . X/Y = MPP/APP... (3.6)

Menurut Rahim dan Hastuti (2008), fungsi produksi terdiri dari tiga daerah produksi yaitu daerah I, daerah II, dan daerah III (Gambar 2). Daerah produksi I disebut daerah irrasional karena pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai dan produksi ditingkatkan dengan penambahan input produksi. Nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale) yang berarti bahwa setiap penambahan input sebesar satu persen akan meningkatkan produksi lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini kurva MPP berada di atas kurva APP (Gambar 1).

Daerah II disebut daerah rasional karena pada daerah ini keuntungan maksimum dan output maksimum dapat tercapai. Nilai elastisitas produksi pada daerah II yaitu nol sampai dengan satu. Pada daerah ini penambahan input dengan jumlah tertentu akan menghasilkan output dengan jumlah optimum. Pada daerah ini kurva MPP = APP sampai MPP bernilai nol (Gambar 1).

(36)

pada daerah II lebih kecil dari nol. Pada daerah ini MPP bernilai negatif (Gambar 1).

Y (output)

TP I II III

Y X (output) (input)

APP

X

(input) MPP

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 1. Grafik Fungsi Produksi

3.1.2. Efisiensi Input

(37)

produk marjinal sama dengan harga faktor produksi. Pada akhirnya, efisiensi ekonomi terjadi apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai (Soekartawi, 1993).

Efisiensi input merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi dan keuntungan yang maksimal. Penggunaan input yang efisien dijelaskan dengan Value of Marginal Product (VMP) atau biasa disebut Nilai Produk Marginal (NPM). VMP atau NPM didefinisikan sebagai nilai yang meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi terjadi jika nilai produk marjinal sama dengan harga input tersebut sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

NPMX = PX atau NPMX/PX = 1 ... (3.7)

1. (NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk

mencapai efisiensi input X perlu ditambah.

2. (NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk

mencapai efisiensi input X perlu dikurangi.

Efisiensi ekonomi menunjukkan kombinasi input yang memaksimalkan tujuan individu atau sosial. Efisiensi ekonomi didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu keharusan (necessary) dan kecukupan (sufficient). Syarat keharusan

(necessary condition) terjadi ketika slope fungsi keuntungan harus sama dengan nol atau seperti yang dijabarkan pada persamaan (3.8). Turunan pertama pada fungsi keuntungan disebut dengan the first-order conditions. Syarat kecukupan (sufficient condition) terjadi pada turunan kedua dari fungsi keuntungan atau disebut dengan the second-order conditions. The second-order conditions terjadi ketika fungsi keuntungan bernilai negatif yang dijabarkan pada persamaan (3.9) (Doll dan Orazem, 1984).

Turunan pertama fungsi keuntungan adalah: π = TR – TC

dπ/dX = dTR/dX – dTC/dX = 0 ... (3.8) dTR/dX = dTC/dX

(38)

MR = MC

d2π/dX2 = d2TR/dX – d2TC/dX < 0 ... (3.9) d2TR/dX < d2TC/dX

dMR < dTMC

3.1.3. Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani. Oleh karena itu, untuk menghitung pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual output. Secara matematis pendapatan dan penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y . PY ... (3.10)

Keterangan:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh suatu usahatani PY = Harga output

Beberapa definisi berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, yaitu (Soekartawi, 1984):

1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran usahatani (farm payment) merupakan jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Penerimaan kotor usahatani (gross return) merupakan total penerimaan usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan.

(39)

Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam setiap penggunaan faktor-faktor produksi. Biaya digolongkan menjadi dua jenis, yaitu fixed cost dan variable cost (Debertin, 1986).Fixed cost atau biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tersebut harus dikeluarkan walaupun perusahaan belum beroperasi. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Rumus biaya total usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC ... (3.11) TVC = Px. X ... (3.12)

Keterangan:

TC = Biaya Total TFC = Biaya Tetap TVC = Biaya Variabel PX = Harga input

X = Jumlah input yang digunakan

Jadi pendapatan yang diterima petani merupakan pengurangan antara penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut:

π = TR – TC ... (3.13) Keterangan:

π = Pendapatan TR = Total penerimaan TC = Total Biaya

(40)

dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan atau usahatani tidak menguntungkan. Jika R/C

ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (Rahim dan Hastuti, 2008).

3.2. Kerangka Operasional

Lahan-lahan di DKI Jakarta yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya rumput dan pepohonan sudah beralih menjadi gedung-gedung perkatoran, tempat tinggal, pertokoan, dan lain-lain. Ketersediaan rumput untuk pakan ternak berkurang seiring dengan perubahan fungsi lahan. Rumput merupakan pakan ternak yang jumlah pemberiannya dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya produksi susu sapi perah. Selain pakan hijauan terdapat faktor produksi lain yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, diantaranya konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, tenga kerja, obat-obatan, dan lain-lain. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi dapat mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah (Gambar 2).

DKI Jakarta memiliki daerah yang dikhususkan untuk peternakan yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Penggunaan faktor-faktor produksi merupakan salah satu proses produksi dalam peternakan yang bisa meningkatkan produksi susu. Faktor-faktor produksi digunakan secara efisien agar produksi susu meningkat dan pendapatan usaha peternakan juga meningkat. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu, tingkat efisien, dan pendapatan usaha peternakan susu sapi perah di Pondok Ranggon (Gambar 2).

Estimasi parameter pada fungsi produksi susu sapi perah menggunakan metode estimasi Ordinary Least Squares (OLS). Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi adalah menggunakan efisiensi input nilai produk marjinal (NPM). Sedangkan tingkat pendapatan menggunakan analisis pendapatan dan R/C

(41)

produksi dan pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon (Gambar 2).

Gambar 2. Alur Kerangka Operasional Faktor-Faktor yang

mempegaruhi Produksi Susu Sapi Perah

(Metode Estimasi OLS)

Efisiensi Faktor Produksi

(Nilai Produk Marjinal)

Pendapatan Usaha Peternakan Susu Sapi Perah

(Analisis Pendapatan Usahatani)

Rekomendasi Kebijakan

1. Kurangnya ketersediaan pakan hijauan untuk ternak.

2. Produksi susu DKI Jakarta masih rendah.

3. Kebutuhan susu meningkat. 4. Penggunaan faktor-faktor

produksi tidak seimbang.

(42)
(43)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa peternakan tersebut merupakan salah satu peternakan yang masih ada di DKI Jakarta. Lokasi penelitian dipilih karena lokasi ini merupakan kawasan relokasi peternakan di DKI Jakarta. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan peternak di Kelurahan Pondok Ranggon dengan menggunakan daftar pertanyaan kuesioner (Lampiran 1) yang telah disediakan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jendral Peternakan Republik Indonesia, dan Dinas Pariwisata Jakarta Timur.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode sensus yaitu sampel yang digunakan secara keseluruhan atau populasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Jumlah peternak di peternakan Pondok Ranggon ada 25 orang peternak. Seluruh peternak yang memiliki sapi laktasi dijadikan responden dalam penelitian ini. Peternak yang memiliki sapi laktasi berjumlah 24 orang.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(44)

Minitab Versi 14. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode analisis data disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Metode Analisis Data

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah.

OLS (Ordinary Least Square) dari fungsi produksi Cobb-Douglas

2. Menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah.

Analisis efisiensi input dengan NPM

3. Menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon.

Analisis pendapatan dan R/C

ratio

4.4.1. Menganalisis Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan regresi berganda. Faktor yang mempengaruhi produksi susu pada sapi dijabarkan dalam Model di bawah ini:

Ln Y = Ln β0 + β1 Ln HIJ+ β2 Ln KON+ β3 Ln ATM + β4 Ln ATH +

β5 Ln TK ... (4.1)

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: β1, β2, β3, β4, β5 > 0;

0 < ei < 1

Keterangan:

Y = Produksi susu (Liter/ST/Hari) HIJ = Pakan hijauan (Kg/ST/Hari) KON = Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari) ATH = Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari) ATM = Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari) TK = Tenaga kerja (Orang)

(45)

Produksi susu sapi perah merupakan hasil sekresi kelenjar susu sapi perah betina. Jumlah produksi susu sapi perah dilihat per ekor dan per hari. Pada penelitian ini satu ekor sapi dewasa sama dengan satu ST, sehingga satuan dari produksi susu adalah liter per ST per hari.

Pakan yang diberikan kepada sapi perah antara lain hijauan, ampas tempe, ampas tahu, dan konsentrat. Pakan hijauan berupa daun-daunan, rumput, dan tanaman hijau lainnya. Pakan hijauan diberikan kepada sapi perah beberapa kg per ST per hari. Pemberian pakan hijauan untuk setiap sapi perah jumlahnya berbeda-beda.

Pakan konsentrat, ampas tempe, dan ampas tahu merupakan pakan tambahan yang diberikan kepada sapi perah selain pakan hijauan. Jumlah yang diberikan kepada sapi perah berbeda-beda pada setiap sapi. Satuan dari pakan konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe adalah kg per ST per hari.

4.4.2. Kriteria Uji Statistik

1. Uji Statistik-F

Uji F-hitung digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hipotesis:

H0 : β1, β2, β3, β4, ..., βi = 0

H1 : minimal ada satu βi ≠ 0

i : 1, 2, 3,…, n

Uji statistik yang digunakan adalah uji-F dengan ketentuan sebagai berikut: P-value uji F > α ……. terima H0

P-value uji F < α ……. tolak H0

Apabila P-value uji statistik F < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0.

Tolak H0 berarti seluruh variabel bebas dalam satu persamaan secara

bersama-sama mampu menjelaskan variabel tidak bebas dengan baik (Gujarati, 2007). 2. Uji Statistik-t

Uji t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel pada faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

(46)

H0 : βi = 0

H1 : βi > 0

i : 1, 2, 3, …, n

Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan ketentuan sebagai berikut: P-value < α…….tolak H0

P-value > α…….terima H0

Apabila tolak H0, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh secara

nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, apabila terima H0 maka variabel

bebas yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel tidak bebas (Gujarati, 2007).

4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika

Kriteria ekonometrika dilihat berdasarkan hasil uji statistik terhadap model apakah memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model regresi linear berganda atau tidak. Adapun uji statistik yang digunakan untuk melihat apakah terjadi pelanggaran asumsi atau tidak, adalah sebagai berikut:

1. Uji Multikolinearitas

Kolinearitas ganda (multicolinierity) merupakan hubungan linear “sempurna” atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan

dari model regresi (Gujarati, 2007). Adanya multikolinear ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF relatif kecil, artinya persamaan regresi tidak mengalami multikolinear. Sebaliknya, jika nilai VIF relatif besar (lebih dari 10) artinya persamaan regresi mengalami multikolinearitas.

VIF = 1/ (1-R2)

2. Uji Heteroskedastisitas

(47)

dengan melihat penyebaran data (titik) pada gambar Residual Versus the Fitted Values. Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila data (titik) pada gambar menyebar diatas dan dibawah garis tanpa membentuk suatu plot tertentu, maka model regresi tidak mengalami masalah heterokedastisitas (Heriyatno, 2009)

3. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah uji untuk melihat apakah residual dapat menyebar normal, sehingga dapat diasumsikan pula Y menyebar normal. Penelitian ini melihat titik pada plot probabilitas. Dasar pengambilan keputusan (Heriyatno, 2009):

1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.

4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah

Penggunaan input yang efisien dijelaskan dengan value of marginal product (VMP) atau nilai produk marginal (NPM). NPM merupakan nilai yang meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi produksi terjadi jika keuntungan maksimum. Syarat mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Efisiensi terjadi saat nilai produk marjinal sama dengan harga input, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

π = TR – TC

π = PY.Y – PX.X

dπ/dY = PY. dY/dX

PX

PX = PY . dY/dX

PX = PY . MPP

PX = NPM

NPM/PX

= 1 ... (4.2) 1. (NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga

(48)

2. (NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X tidak efisien, sehingga untuk

mencapai efisiensi input X perlu dikurangi. Elastisitas produksi dirumuskan sebagai berikut: Ep = dY/dX . X/Y

= MPP . 1/APP

Ep = MPP/APP ... (4.3) 4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah

Pendapatan usaha peternakan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Penerimaan usaha peternakan adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual output. Secara matematis pendapatan dan penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y . PY ... (4.4)

Keterangan:

TR = Total penerimaan (Rp) Y = Produksi susu (Liter) PY = Harga susu (Rp/Liter)

Menurut Soekartawi (1995) biaya tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu biaya tetapatau fixed cost dan biaya variabel atau variable cost. Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh dari biaya tetap dalam penelitian ini, yaitu sewa lahan, pajak, alat-alat peternakan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh dari biaya variabel adalah biaya bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga kerja, dan lain-lain.

Jadi pendapatan yang diterima peternak merupakan pengurangan antara penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut:

π = TR – TC

= PY.Y – (PHIJ.HIJ + PKON.KON + PATH.ATH + PATM.ATM

+ PTK.TK + PVIT.VIT + POBT.OBT + BTRANS + BLIS

(49)

Keterangan:

π = Pendapatan (Rp/Hari) TR = Total penerimaan (Rp/Hari) TCi = Total Biaya (Rp/Hari) Yi = Produksi susu (Liter/Hari)

Pyi = Harga susu (Rp/Liter)

PHIJ = Harga pakan hijauan (Rp/Kg)

HIJ = Pakan hiajuan (Kg/ST/Hari) PKON = Harga pakan konsentrat (Rp/Kg)

KON = Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari) PATH = Harga pakan ampas tahu (Rp/Kg)

ATH = Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari) PATM = Harga pakan ampas tempe (Rp/Kg)

ATM = Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari) PTK = Upah tenaga kerja (Rp/Hari)

TK = Jumlah tenaga kerja (Orang) PVIT = Harga vitamin (Rp/5ml/Hari)

VIT = Vitamin (5ml/ST/Hari)

POBT = Harga obat-obatan (Rp/5ml/Hari)

OBT = Obat-obatan (5ml/ST/Hari) BTRANS = Biaya transportasi (Rp/Hari) BLIS = Biaya listrik (Rp/Hari) BLIM = Biaya limbah (Rp/Hari)

Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk mengetahui efisiensi dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 1995). Rumus perhitungan R/C ratio adalah sebagai berikut:

R/C ratio = TR/TC ... (4.6)

(50)

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau dapat dikatakan usaha peternakan tersebut menguntungkan. Jika nilai R/C

ratio < 1, maka usaha peternakan tersebut tidak menguntungkan karena setiap tambahan biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil, sedangkan jika R/C ratio = 1, maka usaha peternakan dikatakan impas atau tambahan biaya yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan.

4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST)

Satuan ternak merupakan ukuran yang digunakan untuk ternak yang konsumsi pakannya setara dengan seekor sapi betina dewasa. Mula-mula ST digunakan untuk ternak ruminansia untuk mengetahui daya tampung suatu padang rumput terhadap jumlah ternak yg dipelihara, namun saat ini ST juga digunakan untuk ternak lainnya. Satuan ternak memiliki kegunaan seperti: menghitung daya tamping padangan, menghitung luas kandang, menghitung hasil pupuk, estimasi harga ternak, biaya pengobatan, tenaga kerja, biaya breeding, dan menghitung potensi daerah (Firman, 2014). Daftar Satuan Ternak disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Daftar Satuan Ternak

Jenis ternak Kelompok umur Umur Satuan Ternak

Sapi Dewasa 1.00

Muda 1 - 2 tahun 0.50

Anak < 1 tahun 0.25

Kerbau Dewasa 1.00

Muda 1 - 2 tahun 0.50

Anak < 1 tahun 0.25

Kambing/Domba Dewasa 0.14

Muda 0,5 – 1 tahun 0.07

Anak < 0,5 tahun 0.04

Babi Dewasa 0.40

Muda 0,5 – 1 tahun 0.20

Anak < 0,5 tahun 0.10

Ayam/Itik Dewasa (100 ekor) 1.00

Muda (100 ekor) 2 – 6 bulan 0.50 Anak (100 ekor) < 2 bulan 0.25

(51)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum

Kecamatan Cipayung merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Timur. Kecamatan Cipayung terletak antara 1 060 49‟ 35‟‟ Bujur Timur dan 060 10‟ 37‟‟ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 27.36 Km2. Adapun batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Makasar – Jakarta Timur Sebelah Selatan : Kecamatan Cibinong – Kabupaten Bogor Sebelah Timur : Kecamatan Pondok Gede – Jakarta Timur Sebelah Barat : Kecamatan Ciracas – Jakarta Timur

Secara administratif Kecamatan Cipayung terdiri atas delapan kelurahan yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kelurahan Cilangkap, Kelurahan Munjul, Kelurahan Cipayung, Kelurahan Setu, Kelurahan Bambu Apus, Kelurahan Ceger, dan Kelurahan Lubang Buaya. Masing-masing kelurahan mempunyai luas yang sangat bervariasi. Lahan di Kecamatan Cipayung didominasi oleh kegiatan perumahan besar 73.32 persen, 1.07 persen untuk industri, dan 25.61 persen untuk kegiatan lainnya5. Penelitian dilakukan di Kecamatan Cipayung dengan Kelurahan Pondok Ranggon.

Kelurahan Pondok Ranggon berbatasan dengan Malko Hankam di sebelah utara, Kelurahan Harjamukti (Bogor) di sebelah selatan, kelurahan Munjul di sebelah barat, dan Kecamatan Pondok Gede (Bekasi) di sebelah timur6. Kelurahan Pondok Ranggon berada di ketinggian 15 Meter dari permukaan laut, temperatur udara 20-35oC, dan curah hujan 1 000-2 000 Milimeter per Tahun. Keadaan permukaan tanah bergelombang. Lahan untuk kawasan relokasi sapi perah Pondok Ranggon sesuai dengan SK Gubernur No. 300 tahun 1986 adalah seluas 30 Hektar, namun baru terealisasi 11 Ha. Lahan yang digunakan untuk peternakan sapi perah seluas sembilan Ha, termasuk kolam penampungan limbah cair seluas 400 m2 dan sisanya adalah kebun rumput gajah dan rumput raja serta sarana umum seperti mushola dan jalan. Sumber air yang digunakan untuk keperluan

5

http://timur.jakarta.go.id, “Kecamatan Cipayung”, diakses tanggal 2 November 2013

6

(52)

rumah tangga dan peternakan berasal dari air tanah yang dibor dengan kedalaman 60 m dari permukaan tanah.

5.2. Keadaan Demografi

Penduduk di Kecamatan Cipayung berjumlah 228 536 Jiwa yang terdiri dari 116 576 Jiwa laki-laki dan 111 960 Jiwa perempuan. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kecamatan Cipayung disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung Tahun 2010

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011b)

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa Kelurahan Lubang Buaya merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 64 531 Jiwa, sedangkan Kelurahan Setu memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 20 038 Jiwa. Jumlah penduduk Kelurahan Pondok Ranggon berjumlah 23 579 Jiwa. Kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kelurahan Lubang Buaya, karena Kelurahan Lubang Buaya merupakan kelurahan yang kehidupannya dekat dengan pusat perkotaan.

5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah

5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah

Penduduk Indonesia tergolong tenaga kerja jika sudah memasuki usia kerja. Usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah 15-64 tahun7. Hal ini dikarenakan penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun

(53)

dianggap tidak produktif dalam melakukan pekerjaan. Persebaran umur peternak di Kelurahan Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. Kategori Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 20-40 tahun 9 37.500

2. 41-60 tahun 12 50.000

3. >61 tahun 3 12.500

Jumlah 24 100.000

Sumber: Data Primer Diolah (2013)

Data yang didapat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon berumur antara 41-60 tahun yaitu sebanyak 50.000 persen. Peternak pada usia tersebut beranggapan bahwa pengalaman merupakan sumber utama dalam mengelola suatu peternakan. Peternak yang berumur 20-40 sebanyak 37.500 persen. Peternak berumur 20-40 tahun di Pondok Ranggon merupakan peternak yang usahanya merupakan turun menurun dari leluhurnya.

5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah

Tingkat kesulitan suatu pekerjaan berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaan itu sendiri. Ada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan otot, tetapi ada juga pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan otak. Setiap pekerjaan dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jenis kelamin peternak sapi perah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 21 87.500

2. Perempuan 3 12.500

Jumlah 24 100.000

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

(54)

5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah

Pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas, karena dengan pendidikan peternak mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara-cara baru dalam melakukan kegiatannya. Tingkat pendidikan dapat dijadikan suatu indikator untuk mengukur produktivitas dan kreativitas kerja seorang petani (Mashud et al., 2007). Tingkat pendidikan peternak sapi perah di Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. SD 3 12.500

2. SMP 5 20.800

3. SMA 12 50.000

4. PT 4 16.700

Jumlah 24 100.000

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Mayoritas tingkat pendidikan petenak sapi perah di Pondok Ranggon berdasarkan Tabel 11 adalah SMA sebanyak 50.000 persen. Peternak yang tingkat pendidikannya mencapai perguruan tinggi sebanyak 16.700 persen. Diindikasikan bahwa tingginya tingkat pendidikan peternak responden di Pondok Ranggon. Tingginya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap keputusan usaha peternakan dan kemampuan peternak dalam menyerap informasi dan teknologi untuk mengembangkan usaha yang dijalani, sehingga berdampak pada produktivitas output dan pendapatan.

5.3.4. Pengalaman Beternak

Lamanya waktu dalam melaksanakan usaha peternakan menunjukkan tingkat pengalaman beternak. Pengalaman beternak menjadi tolak ukur kemampuan peternak dalam melaksanakan usaha peternakannya (Puspito, 2004). Distribusi pengalaman beternak peternak sapi perah Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 12.

Gambar

Tabel 1. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2008-2012
Tabel 2.  Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012
Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia    Tahun 2011-2020
Tabel 4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data kemdikbud (2019) menjelaskan bahwa universitas pamulang menduduki peringkat pertama dengan jumlah mahasiswa terbanyak setiap tahunnya. Jenis penelitian ini

Hasil kalibrasi model antara indeks dari citra spasial dengan data nilai lengas tanah pada 40 titik pengamatan BRG selama periode 2018-2019 menunjukkan performa

Sebagian besar masyarakat Purwakarta berada di pinggiran kota atau di pedesaan. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di pinggiran kota atau di pedesaan kurang banyak

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang:.. Kemampuan matematika peserta didik di SMA Negeri 1 Tayu dalam menyelesaikan soal matematika bertipe PISA ditinjau dari

Persamaan dasar fluida dua lapisan diturunkan berdasarkan asumsi fluida tak mampat dan tak kental yang tak berotasi.Persamaan dasar yang diperoleh berupa persamaan

Dari hasil nilai pre tes dapat dilihat pada tabel 4.3, nilai pre tes siswa kelas III SD Al Fatah Surabaya dapat disimpulkan bahwa pemakaian metode ceramah dalam

Analisis Univariat yang dilakukan pada variabel Kemampuan toilet training pada anak todler menunjukkan bahwa kemampuan toilet training pada anak usia todler sebagian