• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK

MELALUI PENDEKATAN

COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Ekspor

Jahe BubukMelaluiPendekatan

Cooperative Entrepreneur

Di Bogoradalah benar

karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Ricko Kurniawan Marpaung

(4)

ii

ABSTRAK

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur Di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA.

Jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki prospek menjanjikan untuk dikembangkan. Banyak industri fitofarmaka yang membutuhkan jahe dalam bentuk segar untuk kebutuhan produk kesehatan mereka, kondisi ini telah mendorong permintaan komoditas jahe pada pasar local dan luar negeri. Permintaan jahe ini belum tercukupi secara kontinu. Kondisi yang demikian diakibatkan oleh keterbatasan informasi pasar dan skala produksi petani. Pendekatan cooperative entrepreneur dapat menjadi senjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan posisi tawar petani sehingga dapat harga jual produk yang diterima petani dapat meningkat. Penelitian ini mengunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan pada analisis non finansial, sementara itu metode kuantitatif digunakan pada analisis finansial pengoperasian bisnis. Bentuk usaha yang dipilih adalah koperasi. Target pasar adalah Jepang dan Bangladesh sebagai tujuan utama ekpor jahe Indonesia

Kata kunci: biofarmaka, jahe, perencanaan bisnis, wirakoperasi

ABSTRACT

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Ginger Powder Export Business Plan Based On Cooperative Entrepreneur Approach In Bogor. Supervised by LUKMAN M. BAGA.

Ginger as a biopharmaceutical commodity has a good prospect. Its increasing demand due to the development of phytopahrmaceutical industries was not followed by the supply side. It is attributed to the lack of market information that farmers have and their small scale of production. Cooperative entrepreneur based business development can be adopted as a solution through which farmers’ bargaining power is strengthened and in turn the accepted price of their product increases. This research uses quantitative and non-quantitative (qualitative) analysis method to data collected. Non-quantitative method is used in preparing non-financial planning, meanwhile quantitative analysis method is used in developing financial planning in the business operation. The type is more appropriate of business plan chosen is cooperative. The targeted markets are Japan and Bangladesh as the main export destination of Indonesia ginger.

.

(5)

PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK

MELALUI PENDEKATAN

COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah perencanaan bisnis, dengan judul Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe BubukMelalui Pendekatan Cooperative EntrepreneurDi Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis samaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesias serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 8

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Operasional 17

METODE PENELITIAN 19

Waktu dan Tempat Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Analisis Data 19

GAMBARAN UMUM 23

RENCANA BISNIS 24

Rencana Pemasaran 24

Rencana Produk 27

Rencana Operasional 28

Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia 37

Rencana Kerjasama Kooperatif 41

Rencana Keuangan 44

SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

(10)

ii

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(11)

DAFTAR TABEL

1. Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012 2

2. Daerah sentra produksi jahe 2

3. Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011 3 4. Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011 4 5. Rekapitulasi rencana strategi pemasaran perusahaan vs pesaing 26

6. Kebutuhan bahan baku per bulan 28

7. Standar mutu simplisia jahe 36

8. Upah dan gaji karyawan 40

9. Perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi 43

10. Biaya investasi 44

11. Biaya penyusutan per tahun 45

12. Harga pokok produksi pada tahun pertama 46

13. Break even pointper bulan tahun pertama 47

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran operasional penelitian 18

2. Bubuk jahe 27

3. Desain label kemasan 27

4. Mesin perajang jahe 29

5. Mesin vacuum cabinet dryer 30

6. Mesin diskmill 31

7. Mesin vacuum packaging 32

8. Plastik kemasan vakum 32

9. Alat conveyor pendeteksi logam 33

10. Tata letak bangunan usaha 33

11. Diagram alir pengolahan jahe bubuk 35

12. Struktur organisasi koperasi 37

13. Matriks hubungan antara stakeholders 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rincian investasi komponen alat produksi 52

2. Rincian investasi komponen alat dan furniture kantor 52

3. Asumsi komponen biaya investasi 52

4. Rincian biaya tetap 53

5. Asumsi komponen biaya tetap 53

6. Rincian biaya variabel 54

7. Asumsi komponen biaya variabel 54

8. Proyeksi arus kas selama lima tahun 55

9. Proyeksi laba rugi selama lima tahun 56

10. Rincian laporan laba rugi per bulan tahun pertama 56

11. Kegiatan produksi dalam satu bulan 59

(12)

iv

13. Penerimaan petani per kg jahe segar 59

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam sangat besar terutama dalam hal keanekaragaman hayati. Tanaman yang tumbuh di Indonesia sekitar 30 000 jenisdari total 40 000 jenis tanaman yang ada di dunia. Dari jumlah tersebut, 960 jenis tanaman memiliki khasiat obat dan baru sekitar 4% yang dibudidayakan di Indonesia(Rini 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat biofarmaka dunia.

Komoditas biofarmaka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golongan obat dengan bahan alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat produknya.Jamu (empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional (Lestari 2007).Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5 hingga 10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Obat herbal terstandar (standarized based herbal medicine) merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari 2007).Obat herbal ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Fitofarmaka (clinical based herbal medicine) merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit (Lestari 2007). Fitofarmaka ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis dan uji klinis pada manusia.

Kenyataannya, tanaman obat atau tanaman biofarmaka di Indonesia belum mampu berkembang secara luas. Tanaman obat cenderung kalah bersaing dibanding tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Petani umumnya hanya menjadikan tanaman biofarmaka sebagai tanaman sela atau tumpang sari dan belum menjadikannya sebagai tanaman utama untuk budidaya.

(14)

2

Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012

No Komoditi Produksi (Kg)

Keterangan: * AngkaTetap ** AngkaPrognosa

Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131

Salah satu tanaman biofarmaka Indonesia yang memiliki tingkat produksi paling tinggi adalah jahe. Jahe dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Sukabumi. Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu sentra produksi jahe di Jawa Barat mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengembangan jahe. Hal ini dapat dilihat dari potensi daerah, penyediaan sarana pertanian, dan banyaknya petani yang secara rutin menanam jahe. Daerah sentra produksi jahe di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daerah sentra produksi jahe

No Provinsi Kabupaten

1 Sumatera Utara Simalungun

2 Sumatera Selatan OKU Selatan

3 Bengkulu Kepahiang, RejangLebong

4 Lampung Tanggamus

5 Jawa Barat Sukabumi

6 Jawa Tengah Semarang, Boyolali, Wonogiri, Magelang dan Purworejo

7 D.I Yogyakarta KulonProgo, Karanganyar

8 JawaTimur Pacitan, Mojokerto, danPonorogo

9 NTT ManggaraiTimur

10 Kalimantan Selatan Tanah Laut

11 Sulawesi Tenggara Konawe Selatan

Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131

1

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Basis Data Statistik Pertanian [Internet]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp.

2

(15)

3 Luasan panen komoditas jahe pada tahun 2011 yang mencapai 54.9 ribu ha (BPS 2011) terdistribusi di seluruh wilayah Indonesia. Produksi jahe terbesar di Pulau Jawa berada di Provinsi Jawa Tengah, namun Provinsi Jawa Barat memiliki produktivitas yang paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu mencapai 2.21 kg/m2. Kondisi ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi besar pengembangan komoditas jahe salah satunya sentra pengembangan jahe di Jawa Barat adalah Sukabumi, namun demikian salah satu daerah yang berpotensi untuk mengembangkan komoditas jahe adalah Bogor.

Bogor adalah salah satu kabupaten yang terletak di daerah Jawa Barat. Bogor terletak pada ketinggian 190 meter sampai 350 meter dari permukaan laut (mdpl). Bogor diapit oleh beberapa gunung besar antara lain Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede.Kota Bogor memiliki udara rata - rata setiap bulannya adalah 26º C dan suhu udara terendah 21,8º C, dan memiliki kelembaban udara kurang lebih 70%.Bogor memiki curah hujan cukup besar setiap tahunnya yaitu berkisar antara 3 500 hingga 4 000 mm per tahun (terutama pada bulan Desember sampai Januari). Kondisi geografi ini merupakan sangat cocok dengan syarat tumbuh jahe. Jahe merupakan tanaman yang membutuhkan curah hujan tinggi untuk tumbuh yaitu 2 500 hingga4000 mm per tahun. Jahe juga dapat tumbuh optimum pada suhu 20º sampai 25ºC. Oleh sebab itu Bogor dapat menjadi pusat pengembangan komodias jahe. Data luas panen, produksi, dan produktivitas jahe disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011

Provinsi Luas Panen Produksi Produktivitas

(m2) (kg) (kg/m2)

(16)

4

Sebagai salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang sangat baik untuk dikembangkan. Dewasa ini, jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang permintaannya cukup besar dengan harga jual yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan biaya produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir adalah pasokan jahe dari sentra-sentra produksi tidak mencukupi bila dibandingkan dengan pesanan yang diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Bangladesh, Jepang, Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, dll.

Jepang, Bangladesh, dan Singapura merupakan pasar luar negeri untuk komoditas jahe yang sangat besar bahkan belakangan ini Hongkong menjadi salah satu negara pengimpor jahe untuk dijadikan produk permen jahe. Negara ini memiliki pasar namun tidak memiliki sumber bahan baku, sedangkan Indonesia memiliki bahan baku yang dibutuhkan yaitu jahe itu sendiri. Jumlah permintaan jahe untuk Negara Jepang sendiri mencapai kurang lebih 35 ton/bulan dan semakin meningkat setiap tahunnya. Data ini menunjukkan potensi jahe yang besar dan harus dikelola dengan baik. Pengembangan komoditas jahe diperlukan untuk dapat memenuhi permintaan domestik dan pasar luar negeri. Besaran volume dan nilai ekspor jahe disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011

No Negara

Terdapat beberapa negara yang menjadi importir komoditas jahe antara lain Amerika, Jepang, Spanyol, Inggris, dan Jerman4. Untuk memenuhi kebutuhan jahe tersebut, China dan India masih menjadi produsen utama memasok jahe ke negara-negara importir tersebut. Berdasarkan data impor produk jahe segar tahun 2009 menunjukkan bahwa Inggris mengimpor 21.69 ton jahe dengan nilai sebesar 24.21 juta USD, Kanada mengimpor 10.15 ton jahe dengan nilai sebesar 9.95 juta

3

[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Jahe Nasional [terhubung berkala]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada : http://bps.go.id

4

(17)

5 USD, dan Singapura mengimpor 8.52 ton jahe dengan nilai sebesar 7.97 juta USD (BPS 2010).

Tingginya permintaan jahe domestik dan pasar luar negeri baik dalam bentuk bahan baku (raw material) maupun produk jahe olahan menjadikannya sebagai salah satu komoditas primadona. Pengembangan komoditas jahe dapat dilakukan pada tingkat usahatani, pengolahan pasca panen, dan pemasaran yang terintegrasi melalui sistem agribisnis. Sistem agribisnis akan meningkatkan nilai tambah komoditas jahe pada berbagai tingkatan subsistem sehingga sangat cocok diterapkan untuk menembangkan komoditas jahe.

Bisnis biofarmaka jahe dapat dikembangkan dengan pendekatan cooperative entrepreneur. Cooperative entrepreneur atau yang lebih dikenal dengan wirakoperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatifatau bersama dengan mengambil prakarsa inovatif yang secara berani mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsipatau identitas koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama (Hendar&Kusnadi1990). Wirakoperasi dapat diartikan sebagai seorang penggerak dalam bidang bisnis yang menerapkan prinsip-prinsip koperasi dalam menjalankan usahanya.Dengan hadirnya seorang wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, memotivasi, dan memperbaiki etos kerja petani.

Perumusan Masalah

Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku obat- obatan, makanan, dan minuman. Namun pada kenyataannya, bisnis jahe belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Berdasarkan informasi yang didapat ketika melakukan wawancara ke berbagai petani di Kabupaten Bogor ada beberapa kendala yang dihadapi petani maupun pedagang pengumpul antara lain, pasokan bahan baku tidak kontinyu yang disebabkan oleh proses budidaya yang cukup lama (9-12 bulan) dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, harga di tingkat petani yang rendah dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir, keterbatasan petani mengenai indormasi pasar, dan masalah keterbatasan lahan kepemilikan petani. Akibatnya, bisnis jahe yang prospektif untuk dikembangkanmenjadi kurang diminati oleh para pelaku usaha. Pembudidayaan jahe masih terbatas pada perseorangan dengan penguasaan lahan kecil.

(18)

6

000 sampai Rp5 000 per kilogram. Sedangkan harga jahe segar di tingkat internasional berkisar 1,5 USD sampai 2 USD (Comtrade 2013).

Masalah tersebut dapat diatasi melalui pengembangan bisnis dengan basiscooperative entreupreneur. Wirakoperasi berperandalam meningkatkan bargaining power petani sehingga harga jual produk yang diterima petani dapat meningkat. Para petani yang tergabung dalam sebuah sistem koperasi yang dijalankan oleh seorang wirakoperasi akan mendapat informasi pasar yang lengkap untuk setiap produk yang mereka hasilkan sehingga penerimaan yang diterima petani akan meningkat akibat harga jual yang lebih baik. Wirakoperasi menjalankan bisnis dengan berpegang pada prinsip-prinsip dasar koperasi secara konsisten.

Peran seorang wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi tidak berusaha sendiri melainkan bersama dengan puluhan dan bahkan ribuan anggotanya. Wirakoperasi adalah seorang pemimpin yang mengembangkan sumberdaya manusia dan juga sumberdaya yang dimiliki anggotanya. Seorang wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan sistem agribisnis komoditas jahe.

Wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk menjembatani antara petani-petani yang memiliki produksi jahe yang kecil menjadi kelompok dan dikelola untuk mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif. .Wirakoperasi juga menjadi alat pembuka pasarsehingga komoditas ini dapat menembus pasar ekspor melalui tata cara dan alur bisnis yang benar dan menguntungkan.Hal ini akan memicu percepatan pertumbuhan ekonomi pedesaan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani.

Wirakoperasi dan petani dapat bekerja sama untuk menciptakan simbiosis mutualisme dimana akan menutupi kelemahan satu sama lain. Wirakoperasi memiliki kemampuan manajerial, informasi pasar, dan informasi permodalan, sedangkan petani memiliki lahan dan kemampuan teknis budidaya jahe yang tidak dimiliki wirakoperasi. Kerjasama ini akan membantu menutupi kelemahan satu sama lain.

Kerjasama antara wirakoperasi dan petani dapat dibentuk melalui sebuah perencanaan bisnis pengolahan rimpang jahe menjadi jahe bubuk yang dapat meningkatkan nilai tambah komoditas jahe. Wirakoperasi akan menjadi motor dalam mendirikan suatu badan usaha berbentuk koperasi, petani-petani mitra akan berperan sebagai anggota dalam menyuplai bahan baku ke koperasi. Wirakoperasi akan menjadi penggantara untuk mempersiapkan modal usaha pendirian koperasi, membuat perencanaan investasi, mencari tujuan pasar, dan aspek-aspek teknis lain dalam pendirian koperasi. Petani yang bertindak sebagai anggota akan menjual jahe melalui koperasi setelah melakukan pengolahan paska panen untuk meningkatkan nilai tambah.

(19)

7 Namun demikian, wirakoperasi hingga kini berlum berjalan dengan baik. Konsep ini masih muncul secara alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design, inilah yang menjadi permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di Indonesia.Lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan intelektual yang baik dan diharapkan dapat menjadi motor pembangunan daerah (salah satunya sebagai wirakoperasi) belum melihat wirakoperasi sebagai sebuah pekerjaan yang menanjikan. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya memfokuskan diri untuk bekerja di perusahaan swasta maupun sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS). Kendala ini yang menjadikan koperasi tidak berkembang karena tidak diisi oleh sumberdaya manusia yang kompeten.

Melihat kondisi tersebut, terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian kali ini, yaitu:

1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi biofarmaka yang belum tergali secara optimal?

2. Bagaimana peran wirakoperasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas biofarmaka?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan pendekatan cooperative entrepreneur.

2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan mengingkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas biofarmaka.

Manfaat Penelitian

1. Bagi petani

Dengan adanya penelitian ini diharapkan petani dapat terbantu dari segi peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan dari komoditas jahe.

2. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi sekaligus pengalaman untuk dapat mengembangkan kreatifitas dalam bisnis di bidang tanaman biofarmaka.

3. Bagi akademis

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau rujukan suatu metode yang dapat dibandingkan dengan penelitian berikutnya.

4. Bagi investor

(20)

8

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang jahe yang berbasis cooperative entrepreneur atau wirakoperasi. Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu pengeringan, penggilingan, dan pengemasan. Bentuk usaha yang dipilih pada perencanaan bisnis ini adalah koperasi. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek finansial menganalisis tentang kriteria investasi dan proyeksi laba rugi. Aspek non finansial terdiri dari rencana produk, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana organisasi, rencana sumberdaya manusia, analisis risiko.

Keterbatasan data permintaan dan penawaran di berbagai negara membatasi penelitian pada aspek pemasaran. Informasi pasar yang didapat hanya berupa data volume dan nilai ekpor jahe segar ke berbagai negara. Data tersebut menunjukkan bahwa jahe memiliki peluang untuk diekspor ke berbagai negara di dunia. Data perusahaan pengolahan jahe bubuk nasional juga membatasi analisis persaingan.

TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan koperasi maupun jiwa wirakoperasi telah banyak dilakukan, salah satu kajian yang telah dilakukan oleh Baga (2003) ialah mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Koperasi Susu. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa wirakoperasi (cooperative entrepreneur) berperan menemukan peluang dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya. Awalnya koperasi susu ini memiliki posisi tawar yang lemah serta produksi berjalan lambat sehingga banyak timbulnya permasalahan dalam pemasaran susu kepada industri pengolah susu. Danan Danuwidjaja sebagai ketua KPBS berusaha memajukan koperasinya dan mendorong agar koperasi susu dapat meningkatkan kerjasama. Danan Danuwidjaja inilah yang berperan sebagai wirakoperasi yang memiliki tujuan mengembangkan koperasi susu di pedesaan. Penelitian tersebut dikaji dan menunjukan bahwa dengan adanya wirakoperasi terdapat manfaat yang dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS salah satunya ialah berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi peternakan modern.

(21)

9 besar terhadap peningkatan kesejahteraan petani skala kecil di Kabupaten Sukabumi. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan beberapa petani kecil disana yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan pendapatan yang meningkat. Dapat dilihat bahwa selain berorientasi pada keuntungan, perusahaan ini juga berorientasi pada kesejahteraan para petani yang bermitra serta kesejahteraan masyarakat lingkungan sekitar usaha. Manfaat lainnya bagi para petani ialah berupa terjaminnya pasar, keuntungan yang diperoleh lebih tinggi serta kemudahan dalam mendapatkan bantuan permodalan.

Kajian lainnya dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB Sundawati dkk (2011) yang membahas mengenai Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengemukakan bahwa perlu diadakan pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran biofarmaka khususnya komoditas rimpang. Hal ini dikarenakan pemasaran komoditas tanaman obat (biofarmaka) belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara petani dengan indsutri karena terdapat banyak kendala serta hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaannya di lapang. Sehingga diperlukan ikatan kemitraan yang efektif yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran karena komoditas biofarmaka jenis rimpang banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri.

Penelitian tersebut menunjukan berbagai permasalahan yang dihadapi Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya diantaranya ialah budidaya yang belum sepenuhnya mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya. Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan budidaya belum menggunakan bibit ataubenih unggul sehingga menghasilkan angka produksi yang rendah dan harga jual yang berfluktuatif. Sebagian besar petani yang membudidayakan biofarmaka rimpang merupakan petani skala kecil, kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri karena komoditas yang dihasilkan oleh petani belum bisa memenuhi standar mutu industri. Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang telah dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga pengembangan dan pendampingan melibatkan relasi antara sektor industri, sektor kelembagaan pemerintah, dan sektor kelembagaan petani. Manfaat dari adanya pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha, meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Kegiatan kemitraan ini menghasilkan beberapa kegiatan pelatihan dan pendampingan seperti bimbingan Good Agricultural Practices (GAP) budidaya biofarmaka, pelatihan manajemen produksi dan proses pengolahan rimpang menjadi simplisia dengan Good Manufacturing Practices (GMP), pelatihan entrepreneurship dan manajemen pemasaran bagi para petani.

(22)

10

Kendala pemasaran yang paling dirasakan oleh petani jahe adalah fluktuasi harga jual produk yang sangat tinggi, dimana petani berada pada posisi price taker, dan harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani, perlu dibentuk 157 Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe perhimpunan atau koperasi, yang dapat melakukan kerjasama kemitraan hubungan dagang dengan pengusaha Industri Tanaman Obat.

Dari sisi pihak industri tanaman obat, upaya untuk melakukan pembinaan dan kemitraan hubungan dagang dengan petani jahe dihadapkan kepada kendala volume transaksi yang relatif kecil serta kendala mutu produk yang tidak memenuhi persyaratan, seperti tingkat kadar air, kemurnian bahan (benda asing) dan kebersihan. Volume transaksi yang kecil tersebut antara lain disebabkan sempitnya luas areal penanaman yang terbatas pada lahan pekarangan dan kebun, serta terbatasnya tenaga untuk melakukan pembinaan dan kemitraan langsung dengan individu petani.

Penjualan hasil produksi dilakukan kepada pedagang pengumpul tingkat desa dan sampai ke pihak pengguna yaitu industri obat tradisional melalui rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga persentase kehilangan hasil selama proses pemasaran sangat tinggi. Selain itu, skim kredit yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia belum sepenuhnya terinformasikan kepada petani. Dengan demikian bentuk-bentuk kemitraan dengan pengusaha Industri Obat Tradisional perlu dikembangkan atau lebih diintensifkan dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, keterbukaan, dan kesetaraan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur)

Cooperative entrepreneur atau dapat disebut wirakoperasi merupakan bentuk khusus konsep wirausaha. Pada dasarnya cooperative entrepreneuradalah pengembangan organisasi petani dan bersama petani mengembangkan potensi yang ada. Setiap wirakoperasi merupakan seorang wirausaha. Wirakoperasi tidak memerlukan lahan, modal, maupun tenaga kerja karena usaha akan bergerak dengan sendirinya. Seorang wirakoperasi merupakan seorang penggerak, dan katalis perubahan yang berpihak pada petani. Konsep ini masih muncul secara alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design, inilah yang menjadi permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di Indonesia.

(23)

11 entrepreneur yakin bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui gerakan koperasi yang hasilnya nyata dapat diwujudkan (Baga 2003).

Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut. Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi serta kebebasan dalam bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013). Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila mampu untuk mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani.

Konsep wirakoperasi ini dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku yang akan digunakan. Efek lain yang muncul akibat konsep wirakoperasi adalah terjaminnya supply chain management. Penerapan konsep ini juga akan menciptakan suatu multiplier effect bagi usaha yang dijalankanjuga meningkatkan efisiensi rantai pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari subsistem hulu ke hilir.

Rencana Produk

Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh product, intermediate product, atau final product.

Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi bagi pelakunya karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah produk yang telah diproses namun memerlukan proses selanjutnya untuk kemudian dijual kepada industri atau manufaktur yang membutuhkan produk setengah jadi. Intermediate productatau produk setengah jadiumumnya dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir.

Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate product yaitu berupa bubuk jahe. Bubuk jahe dihasilkan dengan mesin penggilingan. Adanya proses pengolahan pasca panen akan meningkatkan nilai jual komoditas jahe dibandingkan dengan menjual dalam bentuk fresh product. Selain proses pengolahan, produk bubuk jahe akan dikemas dengan menggunakan sistem pengemasan vakum untuk meningkatkan umur simpan produk olahan jahe.

(24)

12

Rencana Pemasaran

Pasar

Pasar merupakan tempat pertemuan penjual dan pembeli atau saling bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga (Umar 2001). Definisi lain mengatakan bahwa pasar merupakan sekelompok orang yang diorganisasi untuk melakukan tawar-menawar sehingga terbentuk harga. Semakin berkembangnya informasi dan teknologi, pengertian pasar menjadi lebih luas. Pasar tidak hanya dapat diartikan dalam bentuk fisik berupa pertemuan penjual dan pembeli secara langsung, tetapi pengertian pasar secara luas merupakan terjadinya kesepakatan harga antar dua pihak atau lebih.

Dalam membuat perencanaan bisnis, aspek pertama yang harus dikaji adalah aspek pasar. Analisis pasar membahas tentang pasar potensi yang akan dimasuki oleh produk yang akan dibuat oleh perusahaanatau bisnis akan mencoba menciptakan pasar potensialnya sendiri sehingga dapat menjadi market leader. Analisis Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Strategi pemasaran modern secara umum terdiri dari tiga tahap, yaitu segmentasi pasar (segmenting), penetapan pasar sasaran (targeting), dan penetapan posisi pasar (positioning) (Kotler 2001). Setelah mengetahui segmen pasar, target pasar, dan posisi pasar maka dapat disusun strategi bauran pemasaran (marketingmix) yang terdiri dari strategi produk, harga, penyaluran atau distribusi dan promosi (Assauri 1999).

Segmentation yaitu membagi pasar kedalam kelompok pembeli yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang mungkin membutuhkan bauran produk dan bauran pemasaran. Dalam prosesnya, aspek utama yang menjadi variabel adalah sebagai berikut: aspek geografis (lokasi pasar tujuan), aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kewarganegaraan pasar tujuan), aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen sebagai pasar tujuan), dan aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merek, tingkat penggunaan, maupun sikap terhadap produk). Targeting yaitu proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan pemilihan satu atau lebih segmen yang akan dimasuki. Positioning yaitu pengaturan agar suatu produk menempati tempat yang jelas, terbedakan, dan diinginkan dalam benak konsumen sasaran dibandingkan dengan produk pesaing(Assauri 1999).

(25)

13 Rencana Operasional

Rencana Jumlah Produksi

Hal-hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana jumlah produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam kegatan produksi, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat permintaan terhadap produk 2. Kapasitas mesin

3. Pasokan bahan baku 4. Modal kerja

5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam proses produksi adalah teknologi pengeringan buatan serta teknologi pengemasan vakum. Alat yang digunakan dalam teknologi pengeringan buatan ini adalah vacuum cabinet dryer serta diskmill sebagai alat penggiling kering dengan output jahe bubuk. Sedangkan alat yang digunakan dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging untuk mengemas produk rimpang jahe dalam bentuk bubuk jahe. Teknologi pengeringan buatan dengan bantuan alat tersebut dipilih karena dapat meningkatkan efisiensi proses produksi jika dibandingkan dengan menggunakan teknologi pengeringan alami.

Tenaga Kerja (Tenaga Teknis)

Salah satu modal utama dalam menjalankan sebuah bisnis adalah tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja harus direncanakan secara baik dari sisi jumlah, deskripsi kerja, dan penetapan upah atau gaji. Perencanaan tenaga kerja harus diidentifikasi berdasarkan kuantitas dan kualitas. Kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan ditentukan oleh ukuran perusahaan serta kemampuan untuk mengakses tenaga kerja, sementara kualitas tenaga kerja menunjukkan keahlian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang didukung dengan tingkat pendidikan dan keahlian seseorang.

Perencanaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif didalam kegiatan usaha yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual kembali.Perencaaan bahan baku meliputi:

a. Jenis bahan baku b. Kuantitas bahan baku c. Kualitas bahan baku d. Persediaan bahan baku

e. Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain

Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan bahan baku meliputi : a. Persediaan bahan baku

(26)

14

f. Faktor-faktor non ekonomis Perencanaan Lokasi dan Tata Letak

Perencanaan lokasi, dan tata letak usaha harus dipersiapkan secara matang dalam sebuah perencanaan bisnis. Modal yang ditanamkan untuk membangun pabrik atau fasilitas penunjang usaha sangatlah besar, untuk itu pemilihan lokasi dan tata letak harus dipersiapkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian di masa yang akan datang.Tata letak sebuah bangunan usaha diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan.

Perencanaan lokasi usaha dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Petama, lokasi usaha yang dekat dengan bahan baku. Kedua, lokasi usaha dekat dengan lokasi pemasaran atau konsumen. Perancangan tata letak bangunan usaha yang terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan, ruang administrasi, dan ruangan lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dilakukan.

Rencana Organisasidan Sumber Daya Manusia

Perencanaan organisasi adalah proses menentukan bagaimanan organisasi bisa mencapai tujuannya. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam istilah resmi perencanaan didefinisikan sebagai perkembangan sistematis dari pogram tindakan yang ditunjukan pada pencapaian tujuan bisnis yang telah disepakati dengan proses analisa, evaluasi, seleksi diantara peluang-peluang yang diprediksi terlebih dahulu. Perencanaan organisasi mempunyai dua maksud: perlindungan dan kesepakatan (protective dan affirmative).

Pada hakikatnya, tiap sumber daya organisasional mewakili suatu investasi darimana sistem manajemen harus dapat pengembaliannya. Pengorganisasian yang sesuai dari sumber daya-sumber daya tersebut akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari penggunaanya.

Terdapat 16 garis pedoman umum yang bisa digunakakn ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya (Fayol 1949), yaitu :

1. Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana.

2. Mengorganisasi faset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan, sumber daya, dan kebutuhan dari per soalan tersebut.

3. Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun. 4. Mengkoordinasi semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha.

5. Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat.

6. Menyusun seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik, dan tiap-tiap karyawan ditempatkan pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal. 7. Mendefinisikan tugas-tugas.

8. Mendorong inisiatif dan tanggung jawab.

9. Menberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan. 10.Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan.

11.Mempertahankan disiplin.

(27)

15 13.Mengakui adanya satu komando.

14.Mempromosikan koordinasi dahan dan kemusiaan. 15.Melembagakan dan memberlakukan pengawsan.

16.Menghindari adanya pengaturan, birokrasi, dan kertas kerja. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di harapkan dan diinginkan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan membatasi aktivitas dan fungsi masing-masing individu. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa, jadi ada satu pertanggung jawaban mengenai apa yang akan di kerjakan.

Deskripsi Kerja

Deskripsi pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pemegang jabatan, bagaimana melakukannya, dan dalam kondisi seperti apa jabatan tersebut dilaksanakan. Informasi ini pada gilirannya akan digunakan untuk menulis spesifikasi jabatan, yaitu daftar pengetahuan, kemampuan, dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan secara memuaskan. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar kegiatan usaha menjadi lebih efektif.

Upah dan gaji

Gaji dan Upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masing-masing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan. Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat disesuaikan dengan UMR (Upah Minimum Regional) yang berlaku dengan ketetapan yang dibuat oleh perusahaan.

Rencana Keuangan

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Aspek finansial yang perlu dianalisis untuk menyusun suatu perencanaan bisnis terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009).

(28)

16 menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada kerugian yang dialami.

4.Payback Period

Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Metode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat pengembalian modal maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut.

1. Break Even Point

Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan dimana harga sama dengan total cost rata-rata (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama dengan nol. 2. Cash Flow

Cash Flow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan atau pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan keuangan ini berupa ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas ini memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dari suatu periode tertentu dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Cash Flow terdiri dari dua aliran arus yaitu sebagai berikut:

1. Cash inflow

Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari:

a) Hasil penjualan produk atau jasa perusahaan b) Penagihan piutang dari penjualan kredit c) Penjualan aktiva tetap yang ada

(29)

17 e) Pinjaman atau hutang dari pihak lain

f) Penerimaan sewa dan pendapatan lain 2. Cash outflow

Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri dari: a) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya pabrik

lain-lain

b) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan c) Pembelian aktiva tetap

d) Pembayaran hutang-hutang perusahaan

e) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan

f) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga, dan pengeluaran lain-lain

Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran operasional merupakan pedoman dalam melakukan kegiatan penelitian. Kerangka operasional mencakup tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian kali ini yang disusun dalam bentuk bagan.Kerangka pemikiran operasional dimulai dengan mengidentifikasi masalah ketidakmampuan Indonesia mencukupi permintaan jahe domestik maupun luar negeri. Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memproduksi jahe dalam jumlah besar mengingat jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki produksi nasional terbesar dibandingkan komoditas lainnya.

Masalah ini menimbulkan gap antara pemintaan dan penawaran dimana petani tidak memiliki informasi pasar. Disamping itu, harga jahe yang diterima petani cenderung kecil karena tidak ada nilai tambah produk dari proses pasca panen. Skala usaha yang kecil juga menjadi alasan rendahnya penerimaan petani jahe dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Dilihat dari potensi dan kondisi aktual yang ada diperlukan sebuah pendekatan bisnis berbasis koperasiyang dapat membantu petani mengembangkan usahanya.

Wirakoperasi atau cooperative entrepreneur dapat menjadi media pengembangan ekonomi sosial yang cocok diterapkan di Indonesia. Keterbatasan-keterbatasan para petani akan dapat ditutupi oleh seorang wirakoperasi. Seorang wirakoperasi akan menjadi penggerak yang membantu petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi komoditas jahe.

Rencana bisnis ini bergerak di bidang pengolahan pasca panen berupa pengeringan dan pengemasan jahe. Proses pengolahan dan pengemasan ini ditujukan untuk memenuhi pasar ekspor yang bernilai tambah cukup tinggi yaitu berupa jahe bubuk (powder). Adanya proses pengolahan pasca panen akan meningkatkan nilai tambah dan umur simpan jahe.

(30)

18

pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian Permintaan yang besar baik domestik maupun

internasional

- Kurangnya pengetahuan petani akan kebutuhan pasar jahe

- Harga ditingkat petani yang rendah karena tidak adanya nilai tambah

- Skala usaha yang kecil dan lokasi tersebar

Skala usaha petani yang masih kecil

Tidak terpenuhinya permintaan pasar

Perlu adanya pengolahan pasca panen & melakukan

terobosan pasar

Membuat kerjasama & melakukan usaha kolektif dengan petani

skala kecil

Meningkatkan nilai tambah produk

Rencana Bisnis Pengeringan dan Pengemasan Rimpang jahe berbasis Cooperative Entrepreneur di Bogor

(31)

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (Balitro) Cimanggu, Bogor / lahan Unit Konservasi Biofarmaka Bogor serta dirujuk ke berbagai petani binaan Balitro yang mengembangkan tanaman jahe di wilayah Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja atau purposive, pemilihan lokasi dilatarbelakangi kondisi geografi Kabupaten Bogor yang memenuhi syarat tumbuh komoditas biofarmaka terutama jahe. serta kegiatan penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama empat bulan yaitu pada Desember 2013 sampai Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait, pengamatan langsungatau observasi lapang ke petani pembudidaya jahe. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, jurnal, laporan hasil penelitian, laporan hasil seminar, buku-buku, internet serta data dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi lapang. Wawancara dan observasi lapang dilakukan ke petani pembudidaya jahe di beberapa desa di Kabupaten Bogor antara lain Cipaku, Cihideung, Gunung Leutik, dan Cimanggu untuk memperoleh informasi seputar produktifitas jahe, luas kepemilikan lahan, dan harga jual jahe segar di tingkat petani. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, jurnal, laporan hasil penelitian, laporan hasil seminar, buku-buku, internet serta data dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.

Metode Analisis Data

Data maupun informasi-informasi pendukung lainnya yang diperoleh dari penelitian diolah secara manual dan dianalisis dengan menggunakan dua jenis analisis yaitu analisis non finansial dan analisis finansial. Pendekatan kuantitatif mengunakan analisis finansial untuk mengetahui NPV, IRR, Net B/C dan PP (Nurmalina et al 2009) adalah sebagai berikut :

A. Analisis Non Finansial 1.Rencana Pemasaran

(32)

20

Selection terdiri dari pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan pemilihan pasar sasaran. Sedangkan dalam strategi Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi. Menurut Kotler (1997), analisis target pasar terdiri dari segmentasi pasar, penentuan target, dan posisi pasar.

a. Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen ke dalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam prosesnya aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.

b. Pasar Sasaran

Setelah menganalisis segmentasi pasar, selanjutnya dilakukan pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan pasar sasaran. Dalam penentuan pasar sasaran, kriteria yang harus diperhatikan adalah bahwa pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dikembangkan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan yang memadai serta pasar sasaran dapat dijangkau oleh media pemasaran.

c. Posisi Pasar

Penetapan posisi pasar merupakan langkah terakhir dalam melakukan analisis target pasar. Dalam penetapan posisi pasar langkah yang harus dilakukan untuk membuat konsumen sebagai pasar tujuan dapat membedakan produk yang ditawarkan dengan produk pesaing adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan.

Keunggulan ini dapat berupa diferensiasi melalui inovasi yang dilakukan pada bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan produk pesaing.

2) Pilih keunggulan kompetitif yang dimiliki untuk kemudian dikomunikasikan dalam benak konsumen. Kriteria yang harus dipenuhi adalah dengan menawarkan barang atau jasa yang memiliki ciri khas atau dengan menggunakan strategi harga bersaing.

2. Rencana produk

Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan pasca panen pada rimpang jahe sehingga menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product). Pengolahan tersebut berupa pengeringan rimpang dan penggilingan pada simplisia jahe yang akan menghasilkan produk berupa jahe bubuk. Setelah dilakukan pengolahan pasca panen, produk tersebut akan dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum.

3. Aspek Teknik dan Teknologi

(33)

21 4. Rencana Operasional dan Produksi

Aspek ini terdiri dari rencana pendirian lokasi bisnis, skala produksi, pemilihan teknologi yang akan digunakan, proses produksi, perencanaan tata letak ruang pengolahan, tenaga teknis produksi, dan perumusan standar mutu input dan output.

5. Rencana Organisasi

Aspek ini mengkaji mengenai bentuk badan usaha, struktur organisasi, perizinan usaha, dan kepemilikan usaha. Rencana organisasi juga mengkaji spesifikasi dan deskripsi keahlian dan tanggung jawab pekerja, jumlah tenaga kerja, serta penetapan gaji.

6. Kerjasama Kooperatif

Aspek ini akan mengkaji peran seorang wirakoperasi sebagai fasilitator dan katalis perubahan sosial. Dalam menjalankan bisnisnya, wirakoperasi tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan, melainkan lebih berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, munculnya kemandirian para petani dalam bidang permodalan dan akses pasar menjadi efek sosial yang muncul dari keberhasilan seorang wirakoperasi.

Dalam menjalankan bisnisnya, seorang wirakoperasi tidak dapat berdiri sendiri. Seorang wirakoperasi membentuk kerjasama dengan banyak petani agar usaha dapat dijalankan. Kerjasama yang terbentuk akan menimbulkan efek positif bagi masing-masing pihak. Bagi wirakoperasi, kerjasama yang dibangun dengan petani ditujukan untuk mencukupi bahan baku jahe secara kontinyu. Bagi petani, kerjasama yang terbentuk akan meningkatkan pendapatan petani yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani.

B. AnalisisFinansial

Analisis aspek keuangan adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan untuk membayar kembali modal tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha tersebut dapat terus berkembang. Menurut Umar (2001) dalam bukunya yang berjudul Studi Kelayakan Bisnis, ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk mengkaji kelayakan investasi, antara lain sebagai berikut.

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Valuedigunakan untuk melihat nilai uang berdasarkan perubahan waktu. Selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang.

Keterangan :

Bt = Manfaatpadatahun t Ct = Biayapadatahun t

t = Tahunkegiatanbisnist( t = 0,1,2,3,..., n), tahunawalbisatahun nol atautahun satu tergantungkarakteristikbisnisnya

(34)

22

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Returndigunaka untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan mengeluarkan investasi awal.

Keterangan :

i1 = Nilaipercobaanpertamauntuk discount rate positif

i2 = Nilaipercobaankeduauntuk discount rate negatif

NPV1 = Nilaipercobaanpertamauntuk NPV

NPV2 = Nilaipercobaankeduauntuk NPV

3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit) yang diperoleh dari biaya (cost) yang dikeluarkan

Keterangan :

Bt = Manfaatpadatahun t Ct = Biayapadatahun t i = Discount Rate (%)

t = Tahun

4. Payback Period (PP)

Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investai dengan menggunakan aliran kas

Keterangan :

I = besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya 5. Break Event Poin

(35)

23

(36)

24

membutuhkan curah hujan tinggi untuk tumbuh yaitu 2 500 4000 mm per tahun. Jahe juga dapat tumbuh optimum pada suhu 20sampai25ºC.

Dengan karakteristik topografi dan iklim yang dimiliki oleh Bogor menjadikan wilayah ini berpotensi untuk mengembangkan komoditas jahe di bidang budidaya. Pemerintah melalui dinas perhutanan memiliki berbagai program yang mendukung pengembangan tanaman biofarmaka termasuk jahe. Potensi komoditas jahe tersebut juga didukung oleh keberadaan produsen jamu maupun obat herbal yang terletak di wilayah Bogor. Produsen jamu atau obat herbal tersebut merupakan pelaku usaha yang menggunakan rimpang jahe sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada produk yang dihasilkan. Produsen obat herbal maupun jamu khususnya yang terletak di wilayah Bogor antara lain ialah:

1. Kelompok tani ‘Tanaman Obat Keluarga’ Gunung Leutik (Jahe Merah Instan)

2. PT. Biofarindo (Minuman Instan Jahe) 3. CV. Raja Wali Emas (Kapsul Jahe Merah)

4. CV. Mitra Niaga Sejahtera (Produk Minuman Instan Jaherbal) 5. Taman Sringganis (Instan Jahe Sereh)

RENCANA BISNIS

Rencana Pemasaran

Strategi Pemasaran

1. Segmenting

Sasaran dari pemasaran produk berdasarkan tingkat penggunaan. Sasaran pasar berdasarkan tingkat penggunaan lebih ditujukan pada sektor perindustrian seperti industri pangan dan industri biofarmaka di luar negeri yang membutuhkan jahe kering dan bubuk sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksinya. Sasaran pasar berdasarkan aspek geografis, lokasi pasar tujuan adalah negara tujuan ekspor jahe dari Indonesia seperti Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura, dan Negara–negara Eropa.

2. Targeting

Target pasar dari kelompok pasar yang telah dipilih berdasarkan aspek geografis adalah industri biofarmaka yang menggunakan rimpang jahe dalam bentuk kering dan bubuk sebagai bahan baku produknya. Berdasarkan ukuran segmen, target pasar yang dituju adalah Jepang karena dalam beberapa tahun terakhir terjadi trend peningkatan permintaan jahe. Permintaan Jepang yang selalu meningkat dari tahun 2009 hingga 20115menjadi sasaran pasar bisnis ini. Negara Eropa seperti Jerman juga menjadi sasaran pasar mengingat Jerman merupakan Negara yang mempunyai banyak industri obat, selain itu jahe merupakan komoditas eksotis untuk Negara-negara beriklim sub-tropis.

5

(37)

25 3. Positioning

Berdasarkan keunggulan kompetitif, seperti bahan baku jahe dengan kualitas tinggi, ditanam secara organik, dan memiliki kadar air yang rendah. Usaha pengolahan rimpang jahe ini akan menawarkan produk yang dikemas dengan menggunakan teknologi pengemasan vakum. Teknologi tersebut menjadikan kelebihan dari produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan didirikan. Kemasan tersebut dapat meningkatkan umur simpan produk dan mempertahankan kualitas produk di dalamnya, berbeda dengan pesaing yang hanya mengemas produk rimpang kunyit keringnya dengan kemasan plastik biasa. Oleh karena itu, produk ini diposisikan sebagai produk jahe bubuk yang berkualitas dan bermutu tinggi.

Bauran Pemasaran

1. Product (produk)

Produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan didirikan berupa intermediate product dalam bentuk jahe bubuk. Produk tersebut akan dikemas dengan mengunakan sistem pengemasan kedap udara/ vakum dan akan dikemas dengan ukuran 10kg/ kemasan. Pada kemasan akan dicantumkan spesifikasi jahe bubuk, tempat produksi, tanggal produksi, tangkal kadaluarsa, dan informasi lain yang berhubungan dengan produk. Peouk jahe bubuk akan di kemas dalam kemasan sekunder berupa kardus dengan ukuran 50kg/ kardus.

2. Price (harga)

Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar USD 20.6 atau sebesar Rp227 000 per kilogram untuk produk jahe bubuk. Harga ditetapkan berdasarkan rata-rata harga jual produk di pasar internasional6. Harga ini merupakan harga rata-rata penjualan jahe bubuk tahun 2013 di pasar internasional mengingat jahe merupakan komoditas global yang tidak memiliki basis penentuan harga seperti CPO (crude palm oil) dan kopi.

3. Place (tempat)

Penjualan dari produk yang dihasilkan ditujukan untuk pasar luar negeri yaitu perusahaan-perusahaan biofarmaka pengimpor jahe di berbagai negara terutama Jepang dan Bangladesh yang membutuhkan jahe bubuk. Saluran distribusi dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang juga mengekspor jahe dalam bentuk bubuk jahe dengan sistem join container. Cara tersebut dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Pendistribusian produk dilakukan melalui pelabuhan peti kemas Tanjung Priok, Jakarta. Tempat usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan didirikan di daerah Bogor.

4. Promotion (promosi)

Promosi produk dilakukan menggunakan media internet melalui berbagai website/ portal perdagangan internasional serta melakukan kerjasama dengan industri yang terkait dengan biofarmaka. Selain itu bantuan dari kementrian perdagangan untuk mempromosikan produk ini akan membantu dalam proses

6

(38)

26

pemasaran dan pengenalan produk pada berbagai industri manufaktur di berbagai negara.

Analisa Pesaing

Pesaing dari usaha pengolahan yang akan didirikan adalah perusahaan dalam negeri yang memproduksi produk sejenis, yaitu jahe bubuk dengan target pasar nasional/ lokal. Salah satu perusahaan yang menjadi produsen jahe bubuk adalah PT Aulia Prima Alami yang terletak di daerah Depok, dibawah ini disajikan rekapitulasi sederhana stategi pemasaran antara usaha yang akan dibangun dengan pesaing.

Tabel 5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran perusahaan vs pesaing

Komponen

Segmentasi : Industri pangan dan biofarmaka yang berbasis di negara-negara

Target Pasar Industri biofarmaka yang membutuhkan jahe bubuk di negara negara tujuan utama ekspor jahe seperti Jepang dan Bangladesh.

Jahe bubuk kemas vakum dengan berat bersih 10 kg per kemasan.

Price

Bubuk jahe dijual dengan harga USD 20.6 per kg atau sebesar Rp227 000

Place

Gudang dan kantor usaha terletak di daerah Bogor, Jawa Barat.

Promotion

Promosi dilakukan menggunakan

website berbasis internet untuk melakukan penawaran produk kepada importir maupun distributor pasar luar negeri.

Product

Jahe bubuk kemas plastik dengan berat bersih 1 kg per kemasan.

Price Rp50 000/ kg

Place

Gudang dan kantor usaha teretak di daerah Depok, Jawa Barat

Promotion

Promosi dilakukan

(39)

27 PT. Aulia Prima Abadi merupakan perusahaan yang terletak di daerah Depok, Jawa Barat yang menyediakan bahan baku pembuatan jamu dan obat herbal dalam bentuk rimpang kering dan bubuk. Produk yang ditawarkan adalah kunyit kering dan bubuk, jahe kering dan bubuk, temulawak rajang kering, dan komoditas biofarmaka lain dalam bentuk kering dan bubuk. Pasar tujuan dari perusahaan ini adalah industri jamu dalam negeri yang membutuhkan komoditas biofarmaka dalam bentuk kering dan bubuk sebagai bahan baku pembuatan produknya.

Rencana Produk

Bisnis pengeringan rimpang jahe ini akan menghasikan intermediate product yang berupa rimpang kering maupun jahe bubuk. Bubuk jahe dipilih karena akan meningkatkan nilai tambah jahe dibandingkan hanya menjual dalam bentuk segar. Teknologi yang digunakan adalah dengan pengeringan buatan dengan produk yang dihasilkan berbentuk rimpang kering, sedangkan untuk produk jahe bubuk teknologi yang digunakan adalah penggilingan kering. Selain dilakukan pengeringan dan penggilingan, teknologi kemas vakum dipilih karena dapat memperpanjang umur simpan produk serta menghemat ruang pada saat penyimpanan maupun pendistribusian.

Gambar 2 Bubuk jahe

(40)

28

Rencana Operasional

Rencana Jumlah Produksi

Kegiatan usaha pengolahan rimpang jahe terdiri dari proses pengeringan, penggilingan kering, serta pengemasan. Produk yang dihasilkan berupa rimpang jahe segar dan jahe bubuk ditujukan untuk memasok kebutuhan industri biofarmaka yang berbasis di luar negeri. Rencana jumlah produksi yang dihasilkan dari usaha ini adalah satu setengah ton per bulan untuk tahun pertama dan dua ton per bulan untuk tahun kedua dan seterusnya. Penetapan jumlah produksi diasumsikan berdasarkan kapasitas bahan baku.

Bahan Baku

Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang jahe ini berupa rimpang jahe segar yang diperoleh dari petani-petani skala kecil yang berada di wilayah Bogor. Petani-petani tersebut merupakan petani yang bermitra dengan usaha ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Produksi jahe per hektar berkisar 10-15 ton dengan masa panen 9-12 bulan. Untuk menghasilkan satu kilogaram jahe kering dibutuhkan sepuluh kg jahe segar (rendemen 10-15%).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang besar tersebut, dilakukan kerjasama dengan banyak petani. Kerjasama ini dilakukan dengan pendekatan luasan panen. Berdasarkan observasi lapang yang telah dilakukan petani biofarmaka khususnya jahe, rata-rata petani hanya memiliki luasan panen sebesar 5000 m2, dengan waktu panen 10 bulan artinya setiap bulan petani hanya memanen 500 kg (sistem rotasi tanam), dengan demikian dalam satu hari petani dapat menyuplai 17 kg jahe segar. Berdasarkan asumsi kemampuan suplai petani, untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar 20 ton jahe segar per bulan, perlu dilakukan kerjasama dengan 62 petani jahe.

Tabel 6 Kebutuhan bahan baku per bulan

Komponen Jumlah Satuan

Input

(41)

29 1. Mesin Perajang Jahe

Rimpang jahe segar yang telah dicuci, ditiriskan, dan disortasi kemudian dirajang menggunakan mesin perajang dengan ketebalan tiga hingga lima mm untuk mempercepat proses pengeringan.

Perajangan rimpang jahe basah dilakukan menggunakan mesin perajang otomatis dengan kapasitas 150 kg per jam. Untuk merajang 1 000 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan mesin perajang sebanyak dua unit yang masing-masing beroperasi selama 3.5 jam setiap harinya.

Spesifikasi Mesin Perajang: a) Dimensi : 40cm x 50cm x 125cm b) Penggerak : Motor bensin 5.5 PK c) Bahan frame : Besi profil siku 40 x 40 d) Transmisi : Pulley dan v belt

e) Inlet dan out let : Steinless steel f) Kelengkapan : Roda 2 in

g) Kegunaan : Merajang menjadi bentuk tipis, kunyit,jahe,temulawak,dll. 2. Vacuum Cabinet Dryer

Rimpang jahe yang telah dirajang kemudian diletakkan di atas loyang sebelum dimasukkan ke dalam alat pengering. Prinsip kerja dari alat vacuum cabinet dryer tersebut adalah dengan cara mengalirkan udara panas ke dalam bahan sekaligus dilakukan penyedotan uap air yang keluar dari bahan yang dipanaskan. Sumber panas yang digunakan untuk mengeringkan bahan berasal dari istrik maupun gas.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan rimpang jahe basah dengan menggunakan alat vacuum cabinet dryer adalah delapan jam dengan suhu 50

Gambar

Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012
Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011
Tabel 4 Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011
Gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada PTPN-II dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman tembakau deli yang keberadaannya semakin terancam dengan

Ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, fraksi metanol dan isolat relatif murni dilakukan uji sitotoksik menggunakan metode MTT Assay

Surat Setoran Pajak Daerah secara Elektronik yang selanjutnya disingkat e - SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan

Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain kepada 13

Tes akhir (post-test) dilakukan pada akhir penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan mengukur berpikir siswa tentang kebutuhan setelah dilaksanakan eksperimen dengan

Penyebab dari penyakit lambung dibedakan menjadi dua macam yaitu dikarenakan faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah faktor dari luar tubuh yang

Penurunan nafsu makan pada pasien gagal ginjal kronik salah satunya berkaitan dengan tingginya kadar ureum akibat tidak memadainya terapi hemodialisis yang