• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

AKSES PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN

EKS HAK GUNA USAHA PASIR MADANG

KABUPATEN BOGOR

AHMAD ARIEF HILMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ahmad Arief Hilman

(4)
(5)

ABSTRAK

AHMAD ARIEF HILMAN. Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh Hariadi Kartodihardjo.

Hutan Rakyat di Pasir Madang sudah berkembang, namun kejelasan status lahan hingga saat ini tidak dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi : i) sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna usaha. ii) bagaimana cara akses dapat diperoleh masyarakat. iii) apa saja penggunaan akses yang ada pada lahan eks Hak Guna Usaha. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode pendekatan sejarah (Historical aproach) dan pendekatan teori akses (Teory of access).

Sejarah pemanfaatan lahan di Desa Pasir Madang diawali dari masa pra kemerdekaan hingga saat ini. Pasca kemerdekaan ditandai dengan adanya kebijakan penguasaan lahan oleh swasta, yang melahirkan bentuk kepemilikan korporasi. Lahan perkebunan di Desa Pasir Madang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki izin hak guna usaha dari pemerintah. Menjelang berlangsungnya era reformasi, semua lahan perkebunan diambil alih oleh masyarakat meskipun mereka mengetahui bahwa lahan itu bukan miliknya. Budidaya tanaman kayu diawali oleh salah satu pemilik HGU di tahun 1990-an dengan memanfaatkan lahan miring atau “girang”. Untuk masyarakat, budidaya tanaman keras mulai populer dibudidayakan di tahun 2007-an.

Kekuatan masyarakat Pasir Madang untuk mengambil manfaat dari lahan sangat besar. Mereka melakukan berbagai cara untuk melanjutkan hidup, mulai dari bekerja menjadi buruh tani hingga bekerja secara mandiri sesuai kemampuannya. Menjelang aset-aset perkebunan ditinggalkan oleh pemiliknya disertai dengan pasca runtuhnya Orde Baru, masyarakat mulai dengan leluasa melakukan penggarapan secara besar-besaran. Sekitar tahun 2007, banyak masyarakat yang menjual lahan garapannya ke investor. Masuknya investor ini, merubah jenis tanaman komoditas yang dibudidayakan oleh masyarakat. Seluruh lahan yang digarap oleh masyarakat, berubah menjadi tanaman kayu yang menjadi komoditas utama. Budidaya tanaman kehutanan ini begitu berkembang, sehingga mendorong pemerintah beserta organisasi mahasiswa melakukan program pembangunan kehutanan.

Pada masa izin HGU berlangsung, masyarakat dapat mengakses lahan dibantu oleh oknum perusahaan yang peduli terhadap mereka dengan sifat saling menguntungkan. Pada era reformasi, pemerintah desa mulai melakukan pendataan lahan yang digarap oleh masyarakat hingga terjadi instruksi bupati di tahun 2013 yang menyatakan agar setiap warga diberikan surat keterangan garapan. Hal ini sebenarnya tidak menguntungkan masyarakat, karena surat keterangan tersebut menandakan masyarakat hanya mengolah lahan sebagai penggarap dan apabila dikemudian hari Pemerintah/Negara/Pemilik sertifikat HGU yang sah memerlukan kembali maka lahan garapan harus siap dikembalikan. Saat ini status lahan di Desa Pasir Madang menjadi tidak jelas.

(6)

ABSTRACT

AHMAD ARIEF HILMAN. Access For Community Forest Development in Rights for Land Use Pasir Madang Bogor Regency. Guided by Hariadi Kartodihardjo.

Pasir Madang’s Community Forest has developed, but the clarity of the land status until now is unknown. This study ain are to determine: i) the history of rights of land use (HGU). ii) how does each access be obtained by the people iii) The utilization of the access . This research is a qualitative study, using historical approach and access theory approach.

The history of land use in Pasir Madang village begun from the pre-independence period until this day. Post-pre-independence was marked by a private land tenure policy, which gave birth to the form of corporate ownership. The plantation land is owned by private companies through land use right given by government. Around reform era, all the estates were taken over by the community even though they knew that the land was not theirs. Wood cultivation was started by one of the owners of the concession in the 1990s, which utilized slope land or "girang". Wood cultivation is became popular in the 2007' among the community.

Community in Pasir Madang has great power to utilize the land. They had done various way to continue living, ranging from working as farm laborers to work independently within its capabilities. Towards the leaving of assets by the owner, along with the collapse of the New Order, the communit began to freely do large scale cultivation. Around 2007, a lot of people sell their lands to investors. The entry of these investors, changing the type of commodity crops cultivated by the community. The whole land is tilled by the community, turned into timber as major commodity. Forestry is developed, so as to encourage student organizations and their governments do forestry programs.

During the land use right period, comunity can access the land aided by unscrupulous from companies who care for them with mutually beneficial nature. In the reform era, the village government began to collect data on land farmed by the community until the governor decree instruction was made which states that every citizen need to given by certificate of claim. However this is actually doesnt benefit the community, because the claim letter indicates that they only cultivate state owned land so when someday government or land use right holder need that land then community need to return the land. Nowadays, the state of land ownership in Pasir Madang village still unclear.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

AKSES PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN

EKS HAK GUNA USAHA PASIR MADANG

KABUPATEN BOGOR

AHMAD ARIEF HILMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor.

Nama : Ahmad Arief Hilman NRP : E14090106

Disetujui Dosen Pembimbing

Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS NIP. 19580424 198303 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop NIP. 19651010 199002 1 001

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pasir Madang Kabupaten Bogor. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini, terutama kepada Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pandangan dan arahan, bimbingan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini. Tak lupa juga penulis berterima kasih disertai salam bakti kepada ayah Drs. Baban Sobandi (Alm), ibu Iis Sari Hayati, Anggun R. Melyanti beserta keluarga yang telah setia mencurahkan kasih sayangnya, sahabat Rinjani, Fahutan angkatan 46, keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan motivasi dan segala bantuannya, serta sahabat KPM FEMA IPB dan Sylva Indonesia yang bersedia menjadi teman diskusi dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, masukan, kritik, serta saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan karya tulis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODELOGI PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu 2

Jenis Penelitian 2

Teknik Pengumpulan Data 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5

Sejarah Pemanfaatan Lahan Pasir Madang 8

Analisis Hak dan Cara Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak

Guna Usaha Pada Periode 1998-2014 12

Analisis Penggunaan Akses pada Lahan Eks Hak Guna Usaha 14

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan

hasil dalam penelitian 3

2 Luas Wilayah Desa 5

3 Jenis Pekerjaan 7

4 Data Pendidikan 7

5 Peristiwa yang terjadi di Desa Pasir Madang 9

6 Perbandingan kekuasaan dan cara mendapatkan akses di Pasir

Madang 13

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Alir Analisis Data 4

2 Sketsa Peta Desa Pasir Madang 6

3 Pola Hutan Rakyat di Pasir Madang 8

4 Sketsa Peta Lokasi Perkebunan 11

5 Batas-batas lahan 18

6 Senjata milik Jawara Pasir Madang 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Keterangan Garapan 24

2 Data Responden 25

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat dapat dikatakan sejak lama telah memberikan sumbangan ekonomi maupun ekologis baik pada pemiliknya maupun kepada masyarakat sekitar. Namun demikian pada awalnya perhatian para birokrat, pelaku bisnis, pemerhati lingkungan maupun peniliti sangat terbatas. Berbeda halnya dengan sekarang, dimana kalangan birokrat di pemerintahan, pengusaha, ataupun lembaga lainnya kerap memasukkan agenda pengelolaan berbasis masyarakat sebagai program untuk menjamin kelestarian lingkungan. Menurut Suharjito (2005) di Pulau Jawa hutan rakyat sudah tersebar luas dan berhasil mensuplai bahan baku lokal maupun ekspor pada industri hasil hutan skala kecil dan besar. Hutan rakyat dan industri hasil hutan telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi pedesaan.

Di Jawa Barat, lahan-lahan terlantar eks perkebunan banyak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyambung hidup, salah satunya di Desa Pasir Madang Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor yang penulis teliti. Bentuk pengelolaan hutan rakyat Pasir Madang berada di atas lahan negara yang sejatinya tidak boleh digarap bahkan dimiliki tanpa melalui proses perizinan. Menurut Hanna et all (1996) dalam Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) diketahui bahwa, kepemilikan sumberdaya alam bersifat kompleks. Disatu pihak, ada bagian dari suatu ekosistem yang dapat memberi manfaat atau mendatangkan kerugian bagi masyarakat banyak (public benefit/cost), dipihak lain sumberdaya alam dapat berupa komoditi (private goods) yang manfaatnya hanya dinikmati oleh perorangan. Oleh karena itu, tersedia pilihan-pilihan bentuk hak-hak (right) lazim disebut rejim hak (regimes of property right) terhadap sumberdaya alam, berkisar dari yang dikuasai negara (state property), diatur bersama didalam suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu (common property). Lebih lanjut Bromley (1991) dalam Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) mengatakan bahwa rejim hak merupakan alat untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya alam dan menentukan keterkaitan serta ketergantungan antara kelompok masyarakat tertentu dengan lainnya. Kemudian yang terjadi di desa yang diteliti ini adalah akses masyarakat untuk menduduki lahan negara sudah marak sejak periode 1995. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti terkait perkembangan pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha tersebut, dilihat berdasarkan pendekatan sejarahnya. Masyarakat Pasir Madang sangat bergantung pada pemanfaatan sumberdaya lahan, baik dengan menanam padi, palawija, bahkan tanaman keras (pohon) yang populer disebut dengan hutan rakyat.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, pertanyaan yang kemudian muncul dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha di Desa Pasir Madang?

2. Bagaimana akses-akses tersebut dapat diperoleh dan siapa saja pihak-pihaknya?

(14)

2

3. Bagaimana penggunaan akses yang ada pada lahan eks Hak Guna Usaha di Desa Pasir Madang? Untuk apa lahan tersebut dimanfaatkan?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam pemanfaatan yang ada dilahan eks hak guna usaha yang dijabarkan menjadi 3 sub-tujuan, yaitu :

1. Identifikasi sejarah pemanfaatan lahan eks Hak Guna Usaha,

2. Identifikasi hak dan cara akses diperoleh oleh masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat

3. Identifikasi penggunaan akses yang terjadi di lahan eks Hak Guna Usaha.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lainnya terkait sejarah pemanfaatan, bentuk-bentuk akses dan cara setiap akses diperoleh di lahan eks hak guna usaha Desa Pasir Madang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait tipe hak kepemilikan lahan yang akan diterapkan pemerintah di lahan eks hak guna usaha di Desa Pasir Madang.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada bulan Mei hingga Juni 2014. Sedangkan untuk pengolahan dan analisis data dilakukan di Lab. Kebijakan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Juni hingga Agustus 2014.

Jenis Penelitian

(15)

3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data mengunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui teknik observasi ; yaitu data dikumpulkan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dan teknik wawancara mendalam (in-dept interview) untuk mendapatkan sebuah deskripsi penelitian yang bertemu secara langsung dengan narasumber, dengan atau tanpa menggunakan panduan. Data sekunder didapatkan dari instansi-instansi terkait seperti Pemerintah Desa, Kecamatan, dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor terkait konfirmasi status kawasan yang diteliti. Data sekunder ini berupa ; jurnal, laporan akademik, catatan, foto, atau artikel.

Peneliti merupakan mahasiswa tingkat akhir di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah (historical approach), yang bertujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh masyarakat berdasar urutan tahun kejadian. Proses analisis peneliti fokuskan pada era transisi Orde Baru ke era Reformasi hingga saat ini antara tahun 1998-2014. Karena keterbatasan sumber-sumber tulisan, maka pendekatan sejarah lisan (oral history) dijadikan sebagai salah satu pilihan penting dalam upaya pengumpulan data. Peneliti mendapatkan data dengan mengikuti kehidupan sosial narasumber selama tiga minggu yang diawali dengan bertemu salah satu informan yang sudah peneliti kenal sebelumnya. Informan pertama merupakan salah satu anggota kelompok tani yang dibentuk oleh organisasi peneliti dan pada saat penelitian peneliti tinggal dirumah informan tersebut. Kemudian narasumber selanjutnya ditentukan melalui metode snowball, narasumber pertama menentukan narasumber-narasumber selanjutnya. Informasi yang didapat peneliti merupakan informasi yang dikemukakan langsung oleh para informan melalui forum diskusi kecil. Setiap informan menerima kedatangan peneliti dengan terbuka, dikarenakan sebelumnya peneliti pernah melaksanakan program pembangunan di Pasir Madang serta mengenali beberapa penduduk yang tergabung dalam kelompok tani binaan. Data para informan dapat dilihat dalam Lampiran 1.

(16)

4

Rekomendasi tipe hak kepemilikan yang akan diterapkan

Teknik analisis data terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut. Pertama,

data dikumpulkan dengan cara observasi langsung, interview, dan mengumpulkan data dari kepustakaan, arsip, ataupun berita pers. Kedua, melakukan penilaian dan pengamatan terhadap data primer dan sekunder yang selanjutnya disesuaikan dengan keadaan lapangan. Ketiga, melakukan interpretasi data untuk dikaji berdasar kerangka dasar teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian. (Surakhmad 1994). Bagan alir analisis data sebagai berikut.

(17)

5 Pada teknik ketiga, pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan dalam penyusunan data dengan tujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh masyarakat berdasarkan urutan tahun kejadian yang disajikan berdasar periode waktu (Kartodirdjo 1992). Teori akses digunakan untuk mengetahui bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut. Kemudian untuk mendefinisikannya, dilihat dengan cara menganalisis siapa yang berbuat apa, dengan cara apa, kapan, dan dalam situasi seperti apa. Analisis akses ini dilakukan untuk proses mengidentifikasi dan memetakan mekanisme bagaimana akses didapatkan, dipertahankan dan dikontrol. Teori akses sendiri yaitu kemampuan untuk mengambil manfaat dari sesuatu (materi, orang, lembaga atau symbol) konsep ini berkaitan dengan web of power (Ribot dan Peluso 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Letak dan Luas

Desa Pasir Madang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1 651.264 ha.

Tabel 2 Luas Wilayah Desa Pasir Madang Tahun 2014

Luas wilayah Luas (ha)

Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang, 2014.

Batas wilayah Desa Pasir Madang secara administratif dapat dirinci sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangradin Kecamatan Jasinga.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukamulih, Desa Jaya Raharja, dan Desa Kiara Pandak Kecamatan Sukajaya.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cisarua Kecamatan Sukajaya. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cileuksa Kecamatan Sukajaya.

(18)

6

Aksesibilitas

Desa Pasir Madang terletak di Kecamatan Sukajaya. Kecamatan ini berjarak ± 51 km dari Kota Bogor, sedangkan jarak antara Desa Pasir Madang ke Kecamatan ± 9 Km dengan lama jarak tempuh 20 menit menggunakan kendaraan bermotor dan 2,5 jam berjalan kaki. Kendaraan untuk menuju Desa Pasir Madang dari Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau lebih, seperti angkutan kota/desa dan ojeg. Angkutan desa yang melayani rute ini tersedia dalam jumlah yang minim dan waktu yang terbatas yakni hanya 3 unit mobil dengan rute Pasar Cigudeg-Pasirmadang. Kondisi jalan menuju Desa Pasirmadang pada saat ini relatif cukup bagus setelah ada program pembangunan jalan oleh pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun 2013 sehingga semuanya sudah beraspal, sedangkan ketika sebelum tahun 2013 kondisi jalannya hampir sebagian besar jalan berbatu/sirtu. Sketsa peta Pasir Madang dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang 2014.

Gambar 2 Sketsa Peta Desa Pasir Madang.

Sosial, Ekonomi dan Budaya

Penduduk Pasir Madang berjumlah 4.167 jiwa dengan perincian 2.142 penduduk laki-laki dan 2.025 penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga tercatat sebanyak 1.149 kepala keluarga dengan klasifikasi keluarga pra sejahtera 649 kk, keluarga sejahtera I 450 kk dan keluarga sejahtera II sebanyak 50 kk, dengan rata-rata satu keluarga beranggotakan 3 - 4 orang. (Data Pokok Desa Pasir Madang 2014)

(19)

7 Desa Pasir Madang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Profesi masyarakat di Desa Pasir Madang cukup beragam, mulai dari petani, buruh tani, pegawai, karyawan, pedagang, sopir, pengrajin, dan lain-lain dengan klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Pasir Madang Tahun 2014

Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian Jumlah/Orang

a. Karyawan 230

b. Pegawai Negeri Sipil 7

c. Wiraswasta/pedagang 503

d. Petani 481

e. Buruh Tani 1.100

f. Tidak bekerja 200

Total angkatan kerja 2172

Sumber : Data Pokok Desa Pasir Madang 2014.

Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pasir Madang bervariasi mulai dari tidak pernah sekolah, pernah sekolah rakyat, sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi. Berdasarkan data Potensi Desa Pasir Madang tahun 2010, hampir 30% penduduk Desa Pasir Madang belum pernah bersekolah bahkan masih terdapat beberapa penduduk yang buta huruf yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Data Pendidikan Masyarakat Desa Pasir Madang Tahun 2014

Tingkat Pendidikan Laki-laki (org) Perempuan (org)

Usia 3-6 thn yg masuk TK 260 351

Usia 3-6 thn yg sedang TK/paud 38 30

Usia 7-18 thn yg tidak pernah sekolah 20 22

Usia 7-8 Thn yang sedang sekolah 442 418

Usia 18-56 thn yg tidak pernah sekolah 290 308 Usia 18-56 thn pernah SD tapi tidak tamat 18 22

Tamat SD Sederajat 860 727

Jumlah Usia 12-56 thn tidak tamat SMP 25 15

Jumlah Usia 18-56 thn tidak tamat SMA 6 4

Tamat SMP/Sederajat 86 53

Tamat SMA/Sederajat 50 39

Tamat D1 4 0

Tamat D2 4 4

Tamat D3 0 0

Tamat S-1 2 2

Jumlah Total 2105 1995

(20)

8

Kondisi Umum Hutan Rakyat

Hutan Rakyat di wilayah penelitian pada umumnya didominasi oleh tanaman dari jenis sengon (Falcataria mollucana) dan kayu afrika (Maesopsis eminii). Pada saat ini kayu afrika ditanam lebih banyak dibandingkan sengon karena hama sengon sulit dihindari1. Tanaman ini dipilih karena memiliki waktu

panen yang relatif singkat dan murah dalam pemeliharannya. Jenis-jenis tanaman lainnya yang sering dibudidayakan oleh masyarakat antara lain jabon (Anthocephalus cadamba), akasia (Acaccia Mangium), puspa (Schima wallichii) dan baru-baru ini mulai ujicoba menanam Jati (Tectona grandis), dan tanaman buah seperti durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera indica), alpukat (Persea americana), dan pisang (Musa acuminata)2.

Secara umum, bentuk pengolahan lahan di Pasir Madang terdiri dari dua model seperti yang terlihat pada Gambar 3. Model pertama adalah dengan pengolahan hutan rakyat campuran atau agroforestry berupa menanam tanaman palawija seperti jagung, ubi, singkong dan lainnya disaat tajuk pohon belum menutupi lahan. Kedua, hanya dengan melakukan penanaman palawija, tanaman kayu-kayuan hanya dijadikan sebagai tanaman pembatas lahan.

Gambar 3 Pola Hutan Rakyat di Pasir Madang.

Sejarah Pemanfaatan Lahan Pasir Madang3

Desa Pasir Madang

Pasir Madang sebelum kemerdekaan adalah kampung yang subur sehingga

Meneer Belanda tergiur untuk tinggal dan membuka lahan perkebunan dengan komoditas tanaman teh. Meneer Belanda tersebut di kenal dengan VOC, mereka adalah pengusaha yang tergabung dalam VOC yang kemudian mendirikan perkebunan. Lapisan atas struktur organisasi perusahaan perkebunan terdapat seorang administratuer dan beberapa opzichter yang diisi oleh orang – orang Eropa. Administratuer ialah pimpinan umum yang merupakan suatu jabatan

1 Menurut penuturan kang Yusuf saat diskusi pada tanggal 12 Juni 2014.

2 Hasil petikan diskusi pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 10.00 wib bersama para petani :

Pak Asmin, Pak Jain, Kang Yusuf dan Kang Pulung di kebun milik Pak Sasmita (Investor).

3 Berdasarkan hasil diskusi dengan tokoh tetua desa, Bapak Darip (72 thn) pada hari Rabu

(21)

9 puncak yang ada di perusahaan perkebunan. Opzicher merupakan pembantu pemimpin umum yang mengepalai beberapa mandor dan bertugas mengawasi kinerja perkebunan. Pada lapisan bawah, terdapat buruh – buruh yang dikelompokan ke dalam beberapa regu (ploeg) dan dipimpin oleh seorang kepala regu (ploeg baas) (Kartodirdjo 1991). Kepala Desa/kampung yang dibentuk Belanda dijadikan salah satu mandor di perkebunan.

Agar dapat memudahkan pengelolaan dan pengawasan, ditunjuk seorang warga pribumi untuk menjadi kepala kampung. Abah Salamah tercatat sebagai kepala kampung pertama dilanjutkan dengan Abah Unus, lalu Abah Ci’ing, kemudian Abah Moehi yang meliputi wilayah kampung Ciberani, Gunung Kembang, dan Babakan Handarusa. Hingga saat ini, tercatat Pasir Madang telah berganti pemimpin kampung/desa sebanyak delapan kali.

Periode Kemerdekaan hingga Reformasi

Nasionalisasi aset perkebunan Belanda oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1949 menjadikan lahan perkebunan dibebankan hak izin guna usaha kepada perusahaan dalam negeri. Sebelum nasionalisasi aset dijalankan, status perkebunan adalah akses terbuka dimana masyarakat Pasir Madang dengan leluasa memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam dan mendirikan rumah tinggal. Nasionalisasi dan privatisasi lahan perkebunan hingga berbagai bentuk pemanfaatan lahan di Pasir Madang berjalan hingga saat ini dengan beragam aktor di dalamnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pasir Madang yang disajikan dalam periode waktu dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 5 Peristiwa yang terjadi di Desa Pasir Madang berdasar periode waktu

Waktu Peristiwa

<1945 Sebagian besar kawasan Kampung Pasir Madang merupakan areal perkebunan

teh Belanda.

1945 Aset bangunan perkebunan hancur, diduduki oleh gerilyawan perang

kemerdekaan.

<1950 Lahan-lahan perkebunan menjadi akses terbuka dan dikuasai oleh masyarakat.

1950-an Aset perkebunan Belanda di nasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia

yang menjadikan lahan-lahan perkebunan bekas Belanda dikuasai Negara. Hal ini mempengaruhi status perkebunan di Pasir Madang.

1951  Pengesahan Desa Pasir Madang oleh Pemerintah Republik Indonesia serta

asal mula pembentukan struktur desa.

 Pemberian izin Hak Guna Usaha oleh Pemerintah kepada PT. Firma

Tawakal.

 Proses ganti rugi garapan masyarakat oleh perusahaan

1960-an  Penggantian tanaman dari teh ke cengkeh

 Tukar guling kepemilikan dari PT. Firma Tawakal ke PT. Gentong Gotri,

lalu ke PT. Djarum Cokelat , beralih lagi ke PT. Gudang Garam dan terakhir ke PT. Yayasan Cengkeh Indonesia (YCI)

1965  Kepemilikan perkebunan beralih ke PT. Sancibar milik Prof. Toyib

Hadiwidjaya.

 Penanaman cengkeh di perluas berdasar hasil penelitian

 Pemberian lahan perkebunan sebesar 75 ha untuk perluasan 3 kampung ;

Pasir Madang, Cileuksa dan Cisarua

1970-an  Kepemilikan HGU kembali beralih ke PT. YPPT anak perusahaan dari PT.

YCI. Namun tidak lama dialihkan lagi ke PT. PC

 Pembuatan pabrik penyulingan cengkeh

(22)

10

Waktu Peristiwa

diketahui mandor perusahaan dengan sifat bagi hasil

1972 dan

1977

 Puncak kejayaan panen cengkeh di PT. PC

1979  PT. PC mengalihkan kepemilikan HGU nya ke PT. Intan Hepta

 Penambahan lapangan pekerjaan untuk pabrik serbuk minuman Nutrisari

1985, 1987

dan 1989

 Puncak kejayaan panen cengkeh di PT. Intan Hepta

1992  Kepemilikan perkebunan dialihkan ke PT. Winu Kencana dan tidak lama ke

PT. Suryalaya Buana

 Pengembangan kembali tanaman teh

 Penanaman tanaman keras (pohon) di pinggiran lahan.

1993 Perusahaan mengalami kemunduran pendapatan

1994 Aset-aset perusahaan mulai ditinggalkan

1995 Masyarakat mengolah lahan secara tertutup

1999  Masyarakat mengolah lahan secara terbuka, melakukan reklaiming lahan di

masing-masing garapan.

 Sekitar tahun ini, informasi izin HGU PT. Suryalaya Buana diagunkan ke

ASABRI/Oknum TNI.

2000 Pemekaran Kecamatan Jasinga menjadi Jasinga, Cigudeg dan Sukajaya,

sehingga Desa Pasir Madang masuk wilayah administratif Kecamatan Sukajaya.

2005 Informasi izin HGU berakhir di 31 Desember 2005

2006 Investor mulai masuk ke Pasir Madang membeli lahan garapan masyarakat dan

melakukan budidaya tanaman keras

2012 dan

2013

 Pembentukan Kelompok Tani Hutan

 Program Kebun Bibit Rakyat

 Program Rehabilitasi Lahan berbasis Pengembangan Masyarakat

 Pelatihan Budidaya

 Pemetaan lahan kelompok tani secara partisipatif

 Instruksi pemerintah Kabupaten Bogor untuk pendataan lahan garapan

masyarakat

Pada tahun 1950-an, terdapat dua kejadian penting ditingkat nasional yang cukup mempengaruhi kondisi perkebunan di Kabupaten Bogor menurut Fajrin (2011). Pertama, yaitu pasca Perundingan Meja Bundar di tahun 1949, seluruh perkebunan milik asing harus dikembalikan sedangkan perkebunan milik Pemerintah Kolonial diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kedua, yaitu nasionalisasi seluruh aset terutama aset perkebunan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perkebunan – perkebunan yang ada pada saat itu akan berdiri di bawah Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN – Baru) dan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang semuanya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. kemudian pada tahun 1951 PT. Firma Tawakal mendapatkan izin pengelolaan perkebunan dari pemerintah melalui pemberian izin hak guna usaha dengan teh sebagai komoditasnya. Petak-petak perkebunan peninggalan Belanda dapat dilihat pada Gambar 4.

Pada tahun yang sama Desa Pasir Madang mulai melakukan pemilihan kepala desa yang dipilih langsung oleh warga Desa Pasir Madang. Bapak Soekari terpilih menjadi kepala desa dan disahkan oleh Negara Republik Indonesia. Pada masa ini, Desa Pasir Madang mulai menata pemerintahan desa dari dusun, RT/RW, Linmas, dan perangkat desa lainnya. Pasca izin HGU ditelantarkan pada tahun 1994, konflik pun belum mengemuka di lahan perkebunan karena

(23)

11 masyarakat belum merasakan adanya kerugian ketika pihak-pihak yang lain datang seperti investor, TNI, ataupun pemerintah

Kehadiran investor lebih menguntungkan masyarakat dengan adanya proses jual beli lahan garapan, kemudian masyarakat juga mengetahui lebih banyak ragam budidaya yang dapat dilakukan. Sebelum datangnya investor, masyarakat Pasir Madang hanya menanam pohon sebagai pembatas antar lahan bukan sebagai tanaman yang dibudidayakan. Budidaya tanaman hutan ini berkembang pesat sehingga pemerintah menyalurkan program Kebun Bibit Rakyat ke Desa Pasir Madang yang diawali dengan pembentukan dua kelompok tani hutan pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, salah satu organisasi mahasiswa kehutanan melakukan hal yang serupa dengan membentuk dua kelompok hutan untuk melakukan program rehabilitasi lahan berbasis pengembangan masyarakat dengan menanam 30.000 bibit pohon serta inventarisasi luas lahan dari masing-masing kelompok tani. Berikut sketsa peta perkebunan Pasir Madang.

Sumber : Data Pokok Desa 2014

(24)

12

Kepemilikan izin HGU di Pasir Madang sering berpindah-pindah, namun selama perjalanannya belum pernah menimbulkan konflik yang merugikan masyarakat. Dari awal proses nasionalisasi hingga bentuk privatisasi sebagian masyarakat selalu dilibatkan dalam kegiatan perkebunan, terlebih sebagian masyarakat yang dituakan dijadikan orang kepercayaan perusahaan. Hal ini sudah terjadi dari jaman pra kemerdekaan, dimana jawara Pasir Madang selalu dijadikan kepala desa oleh pihak Belanda dan pada saat periode HGU dijadikan mandor.

Informasi yang diketahui masyarakat, bahwa ASABRI/TNI memiliki keseluruhan lahan perkebunan namun pada saat ini belum menyebabkan tergusurnya lahan yang digarap masyarakat. Hal ini dikarenakan informasi yang belum jelas dan oknum TNI yang menggarap hanya 2 orang serta tercatat di kantor desa sama seperti masyarakat lainnya. Kondisi ini berbeda dengan Desa Cisarua dan Cileuksa, dimana Oknum TNI penggarap lebih dari 2 orang. Pihak pemerintah desa tidak melarang penggunaan lahan Pasir Madang justru mengeluarkan surat keterangan garapan yang memudahkan proses jual beli garapan dengan memperjelas luas kepemilikan lahan garapan. Surat keterangan ini sebenarnya hanya bersifat tercatat dalam pemerintahan desa dan hanya berlaku dikalangan desa saja, tidak berlaku seperti sertifikat hak milik sesuai aturan perundangan.

Saat ini Desa Pasir Madang dipimpin oleh Bapak Encep Sunarya sebagai Kepala Desa. Kegiatan pemangunan infrastruktur di Desa Pasir Madang tercatat dimulai pada tahun 1982 hingga saat ini (Data Pokok Desa Pasir Madang 2014). Pembangunan kehutanan dalam hal ini hutan rakyat diawali sekitar tahun 2006.

Analisis Hak dan Cara Akses Pembangunan Hutan Rakyat Pada Lahan Eks Hak Guna Usaha Pada Periode 1998-2014

Aktor yang terlibat dalam penggunan lahan perkebunan

Menurut Ribot dan Peluso (2003), akses diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengambil manfaat dari sesuatu (materi, orang, lembaga atau simbol). Lahan eks pasir madang dapat diakses oleh beragam aktor diantaranya : Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa Pasir Madang, Kementerian Kehutanan, Perusahaan pemegang izin HGU, masyarakat Pasir Madang, warga luar/investor, serta organisasi mahasiswa.

(25)

1

Tabel 6 Perbandingan kekuasaan dan cara mendapatkan akses di Pasir Madang

Aktor Kedalaman Kekuasaan dan cara mendapatkan akses

<1945 1945 1950 1951 1994 1999 2005 2006 2012 2013

Pemerintah Pusat Belum ada

karena masih

4 Informasi dari wawancara pada tanggal 9 juni 2014 bersama pak Sofian staff Desa Pasir Madang, serta salah satu staf BPN Kabupaten Bogor pada tanggal 16

Juni 2014.

(26)

14

Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap aktor memiliki kekuasaan yang berbeda ditiap periodenya.. Berikut penjabaran menurut masing-masing aktor. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pemerintah Pusat berperan dalam pemberian izin Hak Guna Usaha kepada pihak swasta, perusahaan pemegang izin terakhir adalah PT. Suryalaya Buana. Izin HGU berakhir tahun 2005, kemudian kepala Desa Pasir Madang mengeluarkan kebijakan pendataan segenap masyarakat yang menggarap lahan eks perkebunan. Pada tahun 2012, Kementerian Kehutanan melalui BPDAS Citarum-Ciliwung melaksanakan program yang diawali dengan pembentukan dua kelompok tani hutan untuk pertama kalinya.

Pada tahun 2013, pemerintah Kabupaten Bogor melalui Bupati menginstruksikan Pemerintah Desa Pasir Madang untuk mengeluarkan surat keterangan garapan bagi setiap masyarakat yang menggarap, dengan penekanan bahwa masyarakat tersebut hanya sebagai penggarap tanah negara dan apabila dikemudian hari diperlukan oleh Pemerintah/Negara/Pemilik sertifikat HGU yang sah maka siap dikembalikan. Pemerintahan Desa sendiri melakukan pembangunan di lahan perkebunan dimulai sejak tahun 1951.

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor memiliki data terkait kawasan-kawasan Kabupaten Bogor yang menjadi Hak Guna Usaha atau lainnya. Namun pada saat ini, terkait informasi seputar perkebunan di Pasir Madang pihak BPN Kabupaten Bogor tidak mengatahui. Berkas-berkas terkait perkebunan Pasir Madang tidak ada di BPN Kabupaten Bogor.

Perusahaan

Perusahaan terakhir yang memegang izin hak guna usaha perkebunan Pasir Madang adalah PT. Suryalaya Buana. Perusahaan ini mendapatkan izin HGU beserta pekerjanya dari PT. Winu Kencana di tahun 1992 yang berakhir di tahun 2005. Pada tahun 1994 perkebunan mengalami kemunduran sehingga aset-aset berangsur ditinggalkan sebelum izin HGU berakhir. Menurut informasi yang didapat, pihak perusahaan menjaminkan izin HGU nya ke pihak ASABRI/TNI. Namun informasi ini belum dapat dipastikan kebenarannya dikarenakan keterbatasan sumber data dan informasi.

Masyarakat Desa Pasir Madang

Masyarakat Pasir Madang sudah menggarap lahan sejak 1994 tanpa diketahui pihak perusahaan, mereka mendapatkan akses dari mandor dengan sifat bagi hasil. Penggarapan meluas pasca jatuhnya Orde Baru, mereka melakukan proses reklaiming setiap lahan yang kosong dengan cara menanam tanaman kayu keras sebagai pembatas atau dengan tanaman lainnya. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 2006-an, karena desakan ekonomi serta kebutuhan lainnya sebagian masyarakat menjual lahan garapannya ke pihak investor dan lebih memilih menjadi buruh tani dilahan garapan tersebut. Pada tahun yang sama masyarakat lainnya mulai menjadikan tanaman kayu keras sebagai komoditas yang di budidayakan.

(27)

15 bantuan pembibitan, penanaman serta pemeliharaan dari salah satu organisasi mahasiswa kehutanan di tahun 2012 hingga tahun 2013.

Oknum TNI

Berdasarkan informasi yang didapat, oknum TNI mulai mengolah lahan pada awal tahun 2000-an5 dan tersebar di 3 desa yang mencakup wilayah eks perkebunan yaitu Cisarua, Cileuksa, dan Pasir Madang. Namun untuk Pasir Madang sendiri jumlah oknum TNI yang mengolah lahan hanya tinggal 1 orang dengan luasan 2 ha dan telah mendapatkan surat keterangan garapan dari desa, selebihnya banyak mengolah lahan di Desa Cisarua dan Desa Cileuksa.

Investor

Investor dalam hal ini adalah masyarakat pendatang. Mereka membeli lahan garapan masyarakat kemudian ditanami dengan tanaman kayu keras dan pertanian. Penanaman kayu keras ini membuat masyarakat Pasir Madang yang tidak menjual lahan melakukan hal yang sama, menjadikan tanaman kayu keras sebagai komoditas budidaya yang disertai tanaman sela lainnya. Proses pembelian lahan garapan ini tidak terlalu sulit, dimana asal mempunyai uang dan terjadi proses negosiasi jual beli dengan petani yang ingin menjual lahan garapan maka investor sudah dapat mengakses lahan. Kemudian investor melaporkan luas lahan garapannnya ke pihak desa untuk dicatat dan diberikan surat keterangan garapan dari desa. Adanya surat keterangan garapan ini, memudahkan proses jual beli dikemudian hari dan membuat kegiatan investasi menjadi lebih aman.

Organisasi Mahasiswa

Organisasi mahasiswa berperan dalam pembentukan kelompok tani hutan di Desa Pasir Madang serta berperan dalam penyediaan bibit pohon, penanaman dan pemeliharaan dalam rangka program rehabilitasi lahan berbasis pengembangan masyarakat. Mereka bermaksud untuk melakukan pelatihan pembibitan, kelembagaan dan kapasitas kerja petani kepada masyarakat. Selanjutnya organisasi ini berperan dalam pengadaan bibit, penanaman serta kebutuhan dalam pemeliharannya.

Kegiatan ini memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bibit dari persemaiannya sendiri tanpa harus membeli. Terbentuknya kelembagaan petani, yakni dua kelompok tani hutan yang beranggotakan 30 orang. Masyarakat yang bergabung dalam kelompok tani dapat mengetahui luas lahan garapannya karena sebelumnya dilakukan proses pemetaan lahan secara partisipatif.

Analisis Penggunaan Akses pada Lahan Eks Hak Guna Usaha

Penggunaan akses yang terjadi di lahan Pasir Madang sangat beragam. Permulaan pengelolaan ditandai dengan hadirnya VOC atau Hindia Belanda kemuadian era pasca kemerdekaan yang diakhiri masa Orde Baru menuju era Reformasi. Bentuk dari penggunaan lahan tersebut berupa perkebunan, bercocok tanam padi, palawija, kayu keras hingga mendirikan bangunan yang dijabarkan dengan periodisasi sebagai berikut.

5 Informasi dari wawancara pada tanggal 9 juni 2014 bersama pak Sofian staff Desa Pasir

(28)

16

Periode tahun 1940-1950 sebelum HGU

Pada periode ini, perkebunan bekas Belanda tidak dimiliki oleh perusahaan manapun sehingga bersifat akses terbuka. Warga menggunakan dengan bebas untuk bercocok tanam, bahkan tempat ini digunakan oleh gerilyawan pejuang kemerdekaan sebagai markas perbekalan perang. Pasir Madang sempat dijadikan markas perbekalan untuk para gerilyawan pejuang kemerdekaan diwilayah Bogor bagian barat.

Periode tahun 1950-1960-an awal HGU

Pada periode ini PT. Firma Tawakal merupakan pengguna lahan resmi atas izin hak guna usaha yang diberikan oleh pemerintah dan kemudian menanam cengkeh sebagai komoditas. PT. Firma Tawakal memberi ganti rugi kepada warga atas garapan yang masuk kedalam izin hak guna usaha sebelum memulai kegiatan perkebunan, karena masyarakat telah lebih dulu menduduki lahan pada masa transisi kemerdekaan. Kepemilikan izin HGU dan para pekerjanya berpindah-pindah dengan cara jual beli izin HGU, para pemilik izin secara berurutan adalah PT. Firma Tawakal ke PT. Gentong Gotri lalu ke PT. Djarum dan kemudian dijual lagi ke PT. Gudang Garam.

Penggunaan akses yang terjadi pada lahan di periode ini ditentukan oleh PT. Firma Tawakal bersama warga. PT. Firma Tawakal memberi ganti rugi kepada masyarakat karena sebelumnya masyarakat sudah mengelola lahan tersebut. Akhirnya warga kehilangan hak untuk bercocok tanam lagi di lahan perkebunan, namun sebagian warga ada yang menjadi bagian dari PT. Firma Tawakal sebagai pekerja.

Periode tahun 1960-1990

Pada tahun 1965 diketahui bahwa lahan perkebunan di Pasir Madang dimiliki oleh PT. Sancibar pimpinan Prof. Toyib Hadiwidjaya mantan Rektor IPB. Berdasarkan penelitian IPB, tanah di Pasir Madang sangat cocok untuk tanaman jenis cengkeh yang kemudian lahan perkebunan dibuka lebih luas untuk menanam cengkeh. Bentuk akses pada masa itu ditentukan oleh PT. Sancibar, warga mendapat lahan seluas 25 Ha dari perusahaan untuk masing-masing Desa yakni Cisarua, Pasir Madang dan Cileuksa sebagai bahan perluasan kampung. Hal ini dilakukan karena areal pemukiman warga sudah sempit, sehingga pihak perusahaan menghibahkan 75 Ha kawasan perkebunan untuk dijadikan pemukiman warga. Semua perusahaan setelah PT. Sancibar cenderung memakai pola-pola yang sudah dijalankan oleh PT. Sancibar sebelumnya, namun bedanya mereka tidak memberikan lahan perkebunan untuk perluasan kampung.

Periode tahun 1990-1998

(29)

17 Bentuk akses dimiliki oleh staf pegawai perkebunan. Beberapa pegawai ada yang mengolah lahan perkebunan untuk ditanami padi. Proses masyarakat mendapatkan lahan garapan didapatkan melalui mandor perkebunan diawal tahun 1995-an. Masyarakat yang tidak berinteraksi dengan pegawai perkebunan menggarap lahan secara sembunyi-sembunyi dimana letak lahannya jauh dari pos pemantauan keamanan. Hal ini sesuai dengan penuturan pak Asmin yang menyatakan bahwa, “saya menggarap lahan perkebunan sejak 1995, tapi ada izin dulu ke mandor namun tidak boleh diketahui pimpinan. Banyak masyarakat hampir satu desa pun menggarap lahan-lahan yang didalam perkebunan, jaraknya jauh dari pos. Menggarap sebelum tahun 1995 itu dilarang, diusir-usir, tetapi setelah tahun 1995 hampir dibiarkan. Begitulah awal mula masyarakat

banyak yang “akuan” atau proses reklaiming lahan6.

Periode tahun 1998-2014

Kejatuhan rezim Orde Baru menciptakan momentum yang memudahkan lahirnya gerakan-gerakan petani di seluruh Indonesia tidak terkecuali Desa Pasir Madang. Perbedaannya berada pada bentuk perlawanan masih dilakukan secara individual belum terorganisir. Perlawanan petani ini merupakan reaksi terhadap perampasan tanah oleh kapital swasta yang didukung negara melalui pemberian izin hak kelola tanah.

Sebelum jatuhnya era Orde Baru di tahun 1998, perlawanan petani Desa Pasir Madang dilakukan dengan penanaman di kawasan perkebunan tanpa diketahui pihak pimpinan perusahaan. Namun tidak sedikit pula para pekerja dan warga masyarakat yang melakukan perlawanan dengan cara kerjasama dengan mandor perkebunan agar warga bisa melakukan kegiatan bercocok tanam dengan sifat saling menguntungkan, dimana para petani harus menyetor sebagian hasil panen kepada mandor perusahaan7.

Perlawanan ini terjadi disebabkan kehidupan petani yang semakin terpuruk karena menghadapi krisis subsistensi. Akhir dari kekuasaan rezim Orde Baru memunculkan terbukanya kesempatan bagi para petani untuk melakukan proses “akuan tanah” atau lebih dikenal dengan proses reklaiming lahan. Hal ini terjadi

karena sifat lahan perkebunan seolah menjadi akses terbuka, karena aset perusahaan beserta pemiliknya sudah berangsur pergi sebelum 1998. Warga dengan leluasa melakukan kegiatan bercocok tanam untuk menyambung hidup. Kegiatan reklaiming ini menyebar diseluruh areal perkebunan. Ketika individu warga menemukan lahan kosong yang tidak ada tanamannya maka dengan segera setiap individu ini melakukan penanaman untuk membatasi lahan satu dengan lainnya. Lahan itu sendiri biasanya dibatasi dengan jalan setapak, tanaman kayu, hanjuang, patok, atau tanaman singkong dan pisang yang dapat dilihat pada Gambar 5.

6 Diskusi dengan Pak Asmin (48 thn) mantan petugas keamanan perkebunan pada hari selasa 10

Juni 2014 dirumahnya, beliau menceritakan terkait asal muasal masyarakat menggarap lahan perkebunan.

7sekitar tahun 1994-1997 sempat ada pungutan dari perkebunan terhadap hasil panen warga

yang menggarap lahan perkebunan. Pungutan padi sebesar 4 pocong ± 7,5 kg/pocong. Satu

pocong untuk 1 patok, 1 patok sawah ± 500 m”. Diskusi bersama Pak Jain (60 thn) di lahan

(30)

18

Gambar 5 Batas-batas lahan garapan di Pasir Madang

Pasca reklaiming lahan, kehidupan di Desa Pasir Madang menjadi lebih kompleks. Kegiatan pertanian warga tidak hanya dengan menanam tanaman pangan seperti padi dan singkong, melainkan juga tanaman holtikultura seperti; jagung, caisim/sawi hijau, dan cabe, serta tanaman buah-buahan seperti durian, alpukat dan rambutan. Selain itu ada tanaman kayu keras seperti sengon, kayu afrika, mindi, dan jabon. Pembangunan infrastuktur dilaksanakan di Pasir Madang seperti; jalan, saluran irigasi, tempat ibadah, puskesmas pembantu, posyandu, sekolah, madrasah, sarana olahraga, kantor desa, bahkan pemukiman warga pun semakin bertambah di lahan eks hak guna usaha tersebut.

Pasca izin HGU berakhir, sekitar tahun 2006 pemerintah desa mengeluarkan kebijakan pendataan lahan garapan yang dimiliki masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari penertiban aset sumberdaya yang ada di Desa Pasir Madang. Surat keterangan garapan diberikan kepada para petani penggarap yang hanya bersifat tercatat di desa, di dalamnya terdapat keterangan luasan, batas-batas tanah, serta penjelasan penekanan bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara. Bahkan di tahun 2013, Bupati Kabupaten Bogor pernah menginstruksikan pendataan lahan garapan warga. Hal ini mengindikasikan apabila dikemudian hari negara menginginkan lahan tersebut, maka pemilik surat garapan harus mengembalikan lahan garapannya. Kejadian tersebut terlihat sebagai indikasi bentuk intervensi pemerintah kabupaten melalui pemerintahan desa untuk menyalamatkan aset negara.

Status lahan eks hak guna usaha menjadi semakin tidak jelas, karena BPN Kabupaten Bogor tidak mengetahui keberadaan berkas-berkas lahan perkebunan. Informasi awal dari desa, izin HGU perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember 2005 sama seperti yang diungkapkan salah satu staf BPN yang tidak bisa disebutkan namanya. Kemudian semua berkas-berkasnya tidak ada di BPN Bogor, dan kemungkinan berkas ada di Kantor wilayah BPN di Bandung8.

Seharusnya pemberian ataupun pencabutan izin hak guna usaha itu wajib tercatat di kantor pertanahan seperti yang tercantum dalam PP No. 40 tahun 1996. Dalam pasal 7 dikatakan “Pemberian HGU wajib di daftar dalam buku tanah pada

8 Wawancara dengan salah satu staf BPN Kab. Bogor pada tanggal 16 Juni 2014 di Kantor BPN

Bogor. Beliau pun sempat mengatakan bahwa “dulu pemilik Perkebunan menjaminkan Izin Hak

(31)

19

kantor pertanahan” sedangkan dipasal 16 terkait “peralihan HGU baik itu jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan harus didaftarkan di kantor pertanahan”. Artinya, sekalipun pada saat sebelum izin

HGU habis diketahui bahwa Izin HGU dijaminkan ke pihak ASABRI/TNI seharusnya tercatat dalam buku tanah di BPN Kabupaten Bogor karena berada diareal Kabupaten Bogor.

Masyarakat membuat surat keterangan garapan hanya untuk keperluan jual beli tanah garapan kepihak luar. Hal ini terjadi karena kebutuhan dasar faktor ekonomi yang mengharuskan sebagian masyarakat menjual lahan garapannya dan lebih memilih menjadi buruh tani di lahan tersebut. Hingga saat ini, sudah tercatat ada 30 orang warga luar/investor yang membeli tanah garapan masyarakat dengan total luasan ± 350 ha dari total luas keseluruhan. Seperti masyarakat Pasir Madang lainnya dengan bermotif ekonomi, investor mulai berdatangan ke Desa Pasir Madang sekitar tahun 2006 untuk berinvestasi. Mereka melakukan kegiatan pengolahan lahan dengan sistem agroforestry dimana tanaman kayu digabungkan dengan tanaman palawija. Kegiatan masyarakat dalam mengolah lahan dengan menanam tanaman kayu ini dikenal dengan sebutan hutan rakyat.

Kegiatan pengolahan lahan yang dilakukan masyarakat petani Pasir Madang selaras dengan apa yang gencar dilakukan oleh pemerintah. Salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan adalah pembangunan dan pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat untuk penyediaan bahan baku kayu dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat domestik dan global. Rencana kerja kementerian kehutanan (2014) mengatakan bahwa selama periode 2010-2012, pengembangan HR kemitraan mencapai 158.492 ha. Salah satu Program Kebun Bibit Rakyat dari Kementerian Kehutanan pernah dilaksanakan di Pasir Madang. Hal serupa juga dilakukan oleh Organisasi Mahasiswa Kehutanan yang melakukan program pembibitan dan penanaman dilahan tersebut.

Legalitas penggunaan lahan

Perkebunan Pasir Madang secara faktual telah ditelantarkan oleh pemegang izin hak guna usaha dari tahun 1994, hal ini menyebabkan hapusnya hak guna usaha dan menjadikannya kembali menjadi tanah negara sesuai peraturan perundangan dalam pasal 27 UUPA no 5 1960 dan pasal 17 PP no. 40 1996. Sekalipun sempat diketahui bahwa perusahaan menjaminkan hak nya kepada salah satu oknum TNI, namun prosesnya tidak sesuai dengan peraturan perundangan maka dikatakan tidak sah seperti yang termaktub dalam Pasal 16 ayat 3 PP no.40 1996 yang menyatakan “peralihan hak guna usaha harus didaftarkan di kantor pertanahan”. Namun yang terjadi, berkas HGU perkebunan

Pasir Madang sudah tidak terdaftar di BPN Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kelalaian dari pemerintah dan kecurangan dari oknum perusahaan, serta ada kekuatan politik besar yang belum dapat terungkap.

Kembalinya tanah menjadi milik negara tentunya melekat aturan secara hukum terhadap tanah dan dalam bentuk pemanfaatannya harus diketahui secara hukum. Oleh karena itu, meskipun secara de facto antara tahun 1999 hingga sekarang lahan perkebunan merupakan akses terbuka, namun secara de jure

(32)

20

menyatakan bahwa “peraturan pemerintah dan peraturan perundangan yang

dimaksud pasal 19, 22, 24, 26, ayat 1, 46,47, 49 ayat 3 dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10 000,-“. Namun yang terjadi masyarakat dapat mengelola dengan leluasa, melakukan proses reklaiming lahan dari tahun 1999 hingga sebagian masyarakat dapat menjual lahan (garapan) tersebut kepada pihak luar (investor). Hal ini tidak lepas dari faktor pengaruh sesepuh yang dihormati dan faktor dari kepala desa, dimana setiap kepala desa yang memimpin Pasir Madang didukung oleh sesepuh tersebut salah satunya adalah Abah Darip yang merupakan cucu Abah Moehi pemimpin terakhir Pasir Madang.

Gambar 6 Senjata milik Jawara Pasir Madang

(33)

21 mengakses lahan. Adapun di tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Bogor menginstruksikan agar pendataan lahan garapan tercatat dan dilaporkan ke kabupaten dapat diartikan sebagai upaya pengamanan pemerintah terhadap sumberdaya tersebut melalui kepala daerah. Ketenangan investor dalam melakukan usaha budidaya di lahan perkebunan dapat diamankan oleh pihak desa, karena pengusahaan tersebut tercatat di kantor desa dan diketahui oleh Kepala Desa. Kepala Desa dalam hal ini memiliki peranan dengan kekuasaannya untuk mengatur bentuk-bentuk kepemilikan dengan sifat hak garapan dengan waktu yang tidak ditentukan. Namun apabila sesepuh telah tiada, akan terjadi ketidakpastian terhadap kekuatan jaringan kekuasaan yang membuat kenyamanan dan ketentraman dalam pengolahan lahan. Masyarakat Pasir Madang dalam hal ini sebenarnya dapat memohonkan hak nya kepada pemerintah seperti yang tercantum dalam PP No. 24 tahun 1997 dimana objek dalam pendaftaran tanah dapat berupa tanah negara seperti yang telah dikuasi masyarakat saat ini. Kemudian dalam pasal 24 di Peraturan Pemerintah yang sama dikatakan mengenai pembuktian hak lama bahwa pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah selama dua puluh tahun. Apabila dalam hitungan penilitian ini masyarakat telah menguasai lahan sejak tahun 1994 pasca mulai ditelantarkannya aset perkebunan maka tahun 2014 ini telah dapat dimohonkan hak nya, namun apabila berdasar perhitungan habis masa iin HGU di 2005 maka baru dapat didaftarkan hak nya pada tahun 2025.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lahan perkebunan Pasir Madang yang saat ini menjadi Desa Pasir Madang telah digunakan sejak jaman pra kemerdekaan hingga sekarang. Lahan ini menjadi izin HGU pada tahun 1951 dan berakhir menjadi eks HGU pada tanggal 31 Desember 2005. Menjelang berlangsungnya era reformasi, semua lahan perkebunan diambil alih oleh masyarakat meskipun mereka mengetahui bahwa lahan itu bukan miliknya. Budidaya tanaman kayu sendiri diawali oleh salah satu pemilik HGU di tahun 1990-an, dengan memanfaatkan lahan miring atau “girang”

untuk menanam pohon. Budidaya tanaman keras oleh masyarakat populer di tahun 2007-an. Secara de jure status lahan kembali menjadi milik negara, namun secara

de facto status lahan adalah akses terbuka hingga saat ini.

(34)

22

dari masyarakat dan pemerintah desa berupa berdirinya bangunan tempat tinggal, tempat ibadah, kantor pemerintahan, sekolah, puskesmas hingga sarana olahraga.

Semua kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi, karena manakala ada HGU yang belum habis seharusnya perusahaan dan pemerintah dapat menjaga dan menjalankan peraturan yang melekat pada izin HGU tersebut. Tetapi pada kenyataannya pemerintah dan pemegang izin hak guna usaha lalai dalam menaati UUPA no 5 tahun 1960 dan PP No. 40 tahun 1996 yang seharusnya segala bentuk pemanfaatan lahan tercatat dalam buku tanah.

Saran

(35)

23

DAFTAR PUSTAKA

Data Pokok Desa. 2014. Data Pokok Desa Pasir Madang. Bogor: Pemerintah Desa Pasir Madang

Data Potensi Desa. 2010. Data Potensi Desa Pasir Madang. Bogor: Badan Pemberdayaan Desa dan Masyarakat Kabupaten Bogor

Fajrin M. 2011. [skripsi]. Dinamika Gerakan Petani : Kemunculan dan Kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis). Bogor. [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB

Kartodihardjo H. dan Jhamtani H. (2006) Politik Lingkungan dan Kekuasaan Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing

Kartodirdjo S. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media

---. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Kementerian Kehutanan. 2013. Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Tahun 2014 dalam Permenhut No. 44/Menhut/2013. Jakarta: Kementerian Kehutanan. [diunduh 20 Jun 2014]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/uploads/files/117a26769777eef1a99d8f97b1c9d f51.pdf

Ribot dan Peluso. 2003. A Theory of Access. Rural Sociology 68(2): 153˗˗181. [Research paper]. dalam kuliah Kajian Agraria 2013. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB

Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suharjito D. 2005. Paradigma Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia di Masa Mendatang. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB

(36)

24

LAMPIRAN

(37)

25 Lampiran 2 Data Responden pada saat wawancara pada bulan Mei s.d Juni 2014

(38)

26

Lampiran 3 Dokumentasi Lapang pada bulan Mei s.d Juni 2014

Jalan menuju lokasi penelitian Topografi Desa Pasir Madang

Lokasi Perkampungan

(39)

27

Bentuk pengelolaan agroforestry

Hutan rakyat masyarakat

(40)

28

Pemanenan hasil kayu yang dikenal dengan sistem tebang butuh

Pembibitan warga hasil program

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 05 Juni 1990 dari ayah Drs. Baban Sobandi (Alm) dan ibu Iis Sari Hayati. Penulis adalah putra ke-empat dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 2003 di SDN Sukarasa I Sumedang, dan lulus SMP Negeri 1 Tomo Sumedang tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sumedang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan serta mendapatkan Beasiswa Satu Siklus Provinsi Jawa Barat 2009-2014.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi internal dan eksternal kampus yakni, UKM Bola Voli IPB tahun 2009-2011, Wakil Ketua OMDA Wapemala Sumedang 2009-2010, Wakil Ketua Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB 2010-2011, Anggota Forest Managemen Sudent Club (FMSC) 2010-2011, Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kehutanan IPB 2011, Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB 2011-2012, Koordinator Forum Regional III Sylva Indonesia wilayah Jawa Barat dan Kalimantan Barat 2012, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Sylva Indonesia 2012-2014. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitian kegiatan mahasiswa diantaranya : panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) 2011,2012, dan 2013 sebagai anggota divisi acara, kepala divisi Sponshorship, dan Steering Commite Sponsorship. Kegiatan Temu Manager FMSC 2012 sebagai kepala divisi Humas, juri dalam lomba Karya Ilmiah Tingkat Nasional dalam rangka Semarak Dunia Kehutanan IPB 2013. Kepala divisi Acara Semiloka Nasional Sylva Indonesia 2011, Penanggungjawab Riset Aksi Sylva Indonesia regional III Jabar dan Kalbar bersama PT. Antam Tbk, pada tahun 2012. Aktif menjadi Penanggung Jawab dan penasehat kegiatan Nasional Sylva Indonesia diantaranya, Rapat Kerja Nasional di IPB 2012, Latihan Kepemimpinan Nasional Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Tanjungpura 2013, Lokakarya Nasional Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Negeri Papua 2013, Seminar Nasional Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Haluleo 2013, dan Pelatihan Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia di Univ. Riau 2014. Penulis juga menjadi asisten Ekologi Hutan Departemen Silvikulur Fakultas Kehutanan IPB tahun ajaran 2011/2012. Dalam bidang olahraga beberapa prestasi pernah diraih oleh penulis antara lain ialah Juara I Bola Voli Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2010 dan 2014, Juara 2 Olimpiade Atletik IPB Cabang Lari Gawang 100 m, Juara 4 Bola Voli Putri sebagai pelatih pada OMI 2014.

Gambar

Tabel 1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil
Gambar 1 Bagan Alir Analisis Data.
Gambar 2.
Tabel 4 Data Pendidikan Masyarakat Desa Pasir Madang Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

pemasaran yang lebih agresif. Secara umum, penetrasi pasar dapat dibedakan atas tiga bentukyaitu: 1) Perusahaan dapat mencoba untuk merangsang konsumen agar mereka meningkatkan

b) Sasaran akhir rancangan pembelajaran berupa target behavior tertentu yang akan selalu dievaluasi selama proses kegiatan belajar mengajar (Formulir yang dipakai

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan lain yang berkaitan dengan Retribusi Tanda Daftar Perusahaan di Kabupaten Kuantan Singingi yang bertentangan dengan

Dengan kondisi tersebut Blibli.com harus merencakan strategi untuk mengatasi permasalahan ini tentunya adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan yang

Untuk meningkatkan penguasaan kosakata anak ditandai dengan aktivitas guru yang terampil mengelola proses pembelajaran yang menggunakan metode bernyanyi dalam

High rope (Flying fox, jarring laba-laba, elvis bridge ), Rafting equipment, Guide rafting, rescue rafting, medis, local transport, 1x makan &amp; snack.

Kementerian Kesehatan, 2009, Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Desember 2009, Sumber : Ditjen PP &amp; PL Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan, 2010, Statistik

Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya mencari makna yang terdapat pada sebuah teks, melainkan menggali lebih dalam wacana apa yang terdapat di balik naskah