• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Seismik Refleksi Untuk Pengukuran Temperatur Di Perairan Timur Waigeo, Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Metode Seismik Refleksi Untuk Pengukuran Temperatur Di Perairan Timur Waigeo, Papua"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE SEISMIK REFLEKSI UNTUK

PENGUKURAN TEMPERATUR DI PERAIRAN TIMUR

WAIGEO, PAPUA

ASIA WIRDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Metode Seismik Refleksi Untuk Pengukuran Temperatur di Perairan Timur Waigeo, Papua dalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ASIA WIRDA. Penerapan Metode Seismik Refleksi Untuk Pengukuran Temperatur di Perairan Timur Waigeo, Papua. Dibimbing oleh HENRY MUNANDAR MANIK.

Seismik oseanografi adalah disiplin ilmu baru yang menggabungkan antara seismik dan oseanografi fisik yang dapat digunakan untuk mempelajari fenomena di laut seperti struktur termohalin. Seismik oseanografi menampilkan struktur kolom perairan dalam penampang seismik yang mampu memberikan gambaran struktur rinci. Resolusi vertikal dan horizontal dari data seismik yang dimiliki sekitar 7.5 m dan 94.87 m. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan deteksi dan pemetaaan temperatur Perairan Timur Waigeo, Papua dengan memanfaatkan data seismik dan CTD. Data seismik dan CTD yang digunakan dari Line 30 hasil survey PPPGL pada bulan Juni 2015 di Perairan Timur Waigeo. Pengolahan data dikelompokkan ke dalam tiga tahapan yaitu pengolahan data seismik dengan Promax 2D, pengolahan seismogram sintetik dengan Hampson-Russell, dan pengolahan sebaran suhu dengan Ocean Data View. Impedansi akustik di Perairan Waigeo banyak dipengaruhi oleh kecepatan suara dibandingkan densitas air dimana nilai kecepatan ini banyak dipengaruhi oleh suhu. Korelasi antara seismik hasil pengukuran di lapang dengan seismik sintetik menggunakan data CTD sebesar 0.7.

Kata kunci: densitas air, Hampson-Russell, kecepatan suara, Ocean Data View. Promax 2D, seismik oseanografi, suhu

ABSTRACT

ASIA WIRDA. Application of Seismic Reflection Method to Temperature Measurement in East Waigeo Waters, Papua. Supervised by HENRY MUNANDAR MANIK.

Seismic oceanography is a new cross discipline between seismology and physical oceanography to investigation phenomenon in the ocean such as thermohaline fine structure. Seismic oceanography displays fine structure of water column in seismically. Vertical resolution and horizontal of seismic data that use in this research are 7.5 m and 94.87 m. The aim of this study is to detection and temperature mapping in East Waigeo, Papua with utilize CTD and seismic data. The data from Line 30 as result PPPGL survey on June 2015 in East Waigeo. The data processing different into three stages are processing seismic data using Promax 2D, processing synthetic seismogram using Hampson-Russell application, and mapping temperature using Ocean Data View. Main contribution of acoustic impedance in Waigeo is sound velocity than water density. Then main contribution of sound velocity is temperature. Correlation between seismik field with synthetic seismogram that using CTD data is 0.7.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PENERAPAN METODE SEISMIK REFLEKSI UNTUK

PENGUKURAN TEMPERATUR DI PERAIRAN TIMUR

WAIGEO, PAPUA

ASIA WIRDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah akustik, dengan judul Penerapan Metode Seismik Refleksi Untuk Pengukuran Temperatur di Perairan Timur Waigeo, P apua.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi., M.T. selaku pembimbing dan Dr. Ir. Udrekh S.E., M.Sc.. selaku pembimbing lapang. Terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) dan Bapak Subarsyah S.Si., M.T. atas data survey yang digunakan dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang telah memberikan akses pengolahan data penelitian dan Ibu Sumirah S.Si., MSc. yang telah mengajarkan pengolahan data seismik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan doa, moral, dan materiil, seluruh staf pengajar dan administrasi Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), serta teman-teman baik di ITK maupun di luar ITK.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR ISTILAH ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Alat 2

Bahan 3

Pengolahan Data 3

Pengolahan Data Seismik 5

Pengolahan Seismogram Sintetik 10

Pengolahan Sebaran Suhu 14

Analisis Data 16

Kecepatan Suara di Laut 16

Resolusi Seismik 16

Korelasi Seismik Lapang dan Seismik Sintetik 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

1 Peralatan yang digunakan 3

2 Parameter akuisisi data seismik 5

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Diagram alir pengolahan data 4

3 Hasil geometri dalam shot gather yang memperlihatkan adanya direct arrival, source reverberations, swell noise, dan seafloor reflector seperti yang ditunjukkan oleh garis berwana orange 6 4 Spectral analysis dari hasil geometri 6 5 Hasil bandpass filter yang menampilkan bottom mute di atas seafloor

reflector (kurva berwarna biru dan hijau) dan top mute di atas direct arrival (kurva berwarna merah dan hijau) 7 6 Tampilan FK analysis dari hasil mute dimana poligon dengn kurva

berwarna hitam pada kolom F-K untuk menyaring sinyal yang

diinginkan 8

7 Hasil FK Filter yang memperlihatkan adanya penampakan reflektor di kolom air yang ditandai seperti kurva berbentuk hiperbolik di bawah

direct arrival 8

8 Jendela analisis kecepatan semblance yang terdiri dari 5 panel mulai dari kiri ke kanan adalah semblance, gather yang diaktifkan NMO, dynamic, flip, dan function. Pada panel semblance terdapat velocity guide (kurva berwarna hitam) dan lokasi picking kecepatan suara (kurva berwarna putih). Kurva merah pada panel function menunjukkan

sampel kecepatan suara. 9

9 Hasil sintetik trace data CTD yaitu densitas (Track3) dan P-wave (Track4) menggunakan GeoView dengan wavelet ricker sepanjang 200 ms (*ricker2) dan zero wavelet sepanjang 400 ms (wave0). Masing-masing sintetik dari wavelet ricker maupun zero wavelet memperlihatkan polaritas negatif (kiri) dan positif (kanan) 11 10Seismogram sintetik (biru) yang belum dikorelasikan dengan composite

trace (merah) dari data stack (hitam) 13 11Jendela associate untuk mencocokkan source variable dengan meta

variabel 14

12Peta stasiun CTD yang diplot oleh ODV yang ditandai dengan titik berwarna biru. Poligon merah merupakan batasan lokasi yang akan

dibuat sebaran suhunya 15

13Sebaran melintang suhu CTD 15

14Profil kecepatan suara hasil analisis kecepatan semblance 17 15Penampang stack hasil NMO dengan kecepatan suara analisis

(11)

16Penampang stack dengan NMO kecepatan CTD yang ditampilkan menyeluruh (a) dan diperbesar pada bagian reflektor yang tegas hingga

TWT 900 ms (d) 20

17Penampang seismik terhadap kedalaman yang ditampilkan menyeluruh (a) dan diperbesar hingga kedalaman 900 m (b) 21 18Penampang stack Perairan Timur Waigeo yang memperlihatkan adanya

fenomena internal wave di dalam area kotak kuning dan water mass front di dalam area ellips merah, simbol bulat merah pada header CDP 9929 merupakan lokasi CTD 06 dan simbol bulat hijau pada CDP 14220 merupakan lokasi CTD 02 (a) dan profil menegak suhu - salinitas terhadap kedalaman dari CTD 06 yang diwakili dengan warna

merah dan CTD 02 warna hijau (b) 23

19Sebaran melintang suhu dari data CTD di Perairan Timur Waigeo 24 20Diagram T-S karakteristik massa air di Perairan Raja Ampat yang

diperoleh dari P2O-LIPI pada tahun 2009 (a) dan Perairan Timur

Waigeo tahun 2015 dari data CTD (b) 25

21Seismogram sintetik (grafik berwarna merah) yang di-overlay di atas data seismik hasil stack dan data log Perairan Timur Waigeo (densitas, suhu, salinitas, dan kecepatan) dari data CTD 02 (a) dan CTD 06 (b) 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konfigurasi akuisisi data seismik 31

DAFTAR ISTILAH

Air gun : salah satu sumber seismik aktif yang digunakan untuk survey di laut

Bandpass filter : filter lolos tapis dengan disain berbentuk trapesium Bottom mute : membuang sinyal di bagian bawah

Bubble pulse gelombang gelembung yang terbentuk dari pengaruh sumber seismik

Common Depth Point (CDP)

: pengelompokkan sinyal yang datang dari berbagai source yang terkumpul pada satu titik yang sama atau konduktivitas yang digunakan untuk mengambil parameter kedalaman, suhu, dan salinitas di perairan Constant phase : sinyal dengan fase yang stabil dari awal hingga akhir Data inspection

and frequency filtering

(12)

Data merging and geometry

assignment

: proses menggabungkan data-data yang terpisah menjadi satu kesatuan data dan mencocokkan data dengan geometri di lapangan

Densitas : massa jenis air laut yang dinyatakan dalam kg/m3 (mks) dan g/cm3 (cgs). Densitas bergantung pada salinitas,

temperatur, dan tekanan.

Direct arrival : gelombang yang langsung merambat dari sumber ke penerima tanpa pemantulan

Eddies : Pusaran

eLogprogram : program yang memilki kemampuan untuk memanipulasi log seperti editing, smoothing, dan korelasi log

Far offset : offset terjauh atau jarak terjauh antara sumber dan penerima

Fk filter : salah satu jenis filter yang bekerja dengan mengubah domain waktu-jarak (T-X) menjadi frekuensi-bilangan gelombang (F-K) untuk memudahkan pemisahan noise dari sinyal yang tidak dapat dilihat secara periodik Gather : kumpulan dari trace-trace seismik

Geometry : pengondisian data lapang dengan data yang digunakan sesuai dengan parameter saat akuisisi data agar data yang diolah sesuai dengan geometri di lapang

Geophone response

: watak geophone dalam merespon suatu gelombang seismik. Suatu geophone mampu merekam gelombang seismik sampai batas frekuensi rendah tertentu yang umunya berkisar 7 sampai 28 Hz untuk refleksi dan frekuensi tinggi hingga lebih dari 200 Hz. Responsibilitas geophone disebabkan oleh adanya faktor peredaman (dumping) dari gerakan massa terhadap coil di dalam geophone

Geophysicist : orang yang menekuni bidang geofisika

GeoView : sebuah program dengan dua tujuan yaitu GeoView bertindak sebagai database sebuah log sumur dimana semua program Hampson-Russell menggunakan log yang diakses dari GeoView database dan GeoView bertindak sebagai launch pad untuk program Hampson-Russell lainnya seperti STRATA dan EMERGE

Hampson-Russell (HRS)

: sebuah aplikasi yang terdiri dari berbagai program yaitu GeoView, Well Explorer, Seis Loader, eLog, View3D, AVO, EMERGE, ISMap, Pro4D, Pro MC, dan STRATA untuk pengolahan data log

Hydrophone : sejenis geophone di darat yang diterapkan untuk di laut sebagai penerima sinyal. Geophone peka terhadap kecepatan gerak medium sedangkan hydrophone peka terhadap tekanan

Input : proses memasukkan data ke dalam database Internal wave : gelombang laut dalam

(13)

bentuk akar kuatrat pukul rata

Koefisien refleksi : perbandingan amplitudo pulsa terpantul terhadap amplitudo pulsa datang

Korelasi : mengukur ketergantungan linear antara dua variabel LAS : format log sumur yang tersusun atas version information

(~V) berisi keterangan versi LAS yang digunakan dan keterangan wrap mode (No/Yes, dimana No untuk one line for dan Yes untuk multiple lines), well information (~W) berisi identifikasi sumur, curve information (~C) berisi parameter-parameter yang dimasukkan dalam log, dan ASCII log data (~A) berisi nilai-nilai dari parameter yang terdapat dalam log

Lateral sampling : banyaknya sampel yang diambil secara lateral Lateral spacing jarak antar sampel yang diambil

Migration : tahapan mengembalikan posisi reflektor yang bergeser ke posisi yang sebenarnya sesuai dengan posisi di lingkungan

Multichannel seismic reflection

: seismik refleksi yang menggunakan multi channel sebagai penerima

Mute : membuang sinyal yang tidak diinginkan

Near offset : offset terdekat atau jarak terdekat antara sumber dan penerima

Noise : gangguan yang sering ditemui pada rekaman data seismik atau sinyal yang tidak diinginkan

Normal moveout correction

: proses menghilangkan faktor jarak (offset) dalam penjalaran reflector sehingga reflektor yang awalnya berbentuk hiperbolik menjadi datar.

Ocean imaging : suatu upaya menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan, kondisi, dan fenomena di laut

Oceanographer : orang yang pekerjaannya meneliti fenomena di laut Picking : pemilihan atau penyeleksian pada sinyal, trace, dan

kecepatan

Promax 2D : sebuah perangkat lunak pengolahan data seismik

P-wave : gelombang primer (P) atau gelombang longitudinal yang pergerakan partikel mediumnya searah dengan arah penjalarannya

Recording filter : filter yang diterapkan saat perekaman

Salinitas : kadar garam dalam gram yang terkandung dalam satu liter air

Sample rate : sampling interval atau laju pencuplikan sinyal seismik yang kontinyu (analog) tiap waktu tertentu dalam proses perekaman digital

Semblance : spektrum kecepatan

(14)

Signal to noise yang dibuat dari data log kecepatan dan densitas

Sorting : pemilahan dan pengelompokkan data seismik menurut beberapa parameter antara lain nomor CDP, nomor sumber, nomor penerima, posisi CDP, posisi sumber, posisi penerima, dan sebagainya

Source reverberation

: reverberasi yang dihasilkan oleh sumber seismik Source signature : sinyal yang membawa jejak dari sumber seismik

Spectral analysis : jendela yang digunakan untuk identifikasi sinyal dengan mengamati dari gather, frekuensi, kekuatan sinyal dalam decibel, dan fase

Stack : proses menjumlahkan trace seismik dari beberapa CDP yang berdekatan untuk meningkatkan SNR

Statistical wavelet : wavelet yang diekstrak dari data seismik Surface reflection : refleksi di permukaan

Sweel : gelombang yang dibangkitkan di suatu tempat dan berjalan jauh dari tempat asalnya

Taper length : ukuran panjang dari batas dalam satuan mili sekon (ms) Termohalin : struktur atau profil suhu-salinitas perairan

Time shift : pergeseran atau penyimpangan waktu terhadap waktu yang sebenarnya

Time/depth conversion

: tahapan mengubah penyajian penampang seismik dari TWT menjadi kedalaman atau sebaliknya

Top mute : membuang sinyal di bagian atas

Trace seismik : merupakan konvolusi antara wavelet dengan stikogram (fungsi koefisien refleksi)

Two way travel time (TWT)

: waktu penjalaran gelombang dari sumber hingga dipantulkan kembali ke penerima

Velocity analysis : analisis kecepatan untuk mendapatkan kecepatan yang cukup akurat guna menentukan kedalaman, ketebalan, kemiringan (dip) dari suatu reflector

Wavelet : gelombang mini atau ’pulsa’ yang memiliki komponen amplitudo, panjang gelombang, frekuensi dan fasa tertentu

Wavelet ricker : wavelet sintetik yang dibuat simetri (zero phase) dan skala waktunya dapat digeser-geser sehingga pusat wavelet dapat mengindikasikan waktu tiba walaupun tidak selalu benar

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seismik adalah ilmu yang mempelajari perambatan gelombang seismik dalam medium yang akan memberikan respon terhadap perubahan impedansi dari medium yang dirambati tersebut. Terda pat tiga prinsip aplikasi metode seismik yaitu engineering seismology, exploration seismology, dan earthquake seismology. Engineering seismology merupakan penerapan seismik untuk mempelajari struktur geologi, batubara dan eksplorasi mineral di kedalaman hingga 1 km (near-surface). Exploration seismology merupakan penerapan seismik untuk pencarian hidrokarbon (minyak dan gas) di kedalaman hingga 10 km. Earthquake seismology merupakan investigasi struktur kerak bumi dan gempa di kedalaman hingga 100 km (Yilmaz 2001). Seismik biasanya diterapkan untuk survey bawah permukaan. Perkembangan terbaru, seismik mulai digunakan untuk investigasi di kolom perairan yang kemudian dikenal seismik oseanografi.

Seismik oseanografi adalah disiplin ilmu baru yang menggabungkan antara seismik dan oseanografi fisik. Seismik oseanografi merupakan aplikasi dari metode seismik refleksi multichannel yang umumnya digunakan dalam industri minyak untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan sehingga dapat juga digunakan untuk investigasi struktur rinci termohalin di lautan (Song et al. 2012). Gonella dan Michon (1988) yang melaporkan metode seismik refleksi untuk tujuan tersebut belum banyak yang mengetahuinya. Pekerjaan di bidang ini barulah meluas ketika Holbrook et al. (2003) mempublikasikan hasilnya.

Seismik oseanografi menggunakan gelombang suara dengan frekuensi rendah (1-200 Hz) yang dipancarkan air gun menuju kolom perairan lalu dipantulkan oleh struktur dari laut dan diterima kembali oleh hydrophones untuk menggambarkan kolom perairan dengan resolusi sekitar 10 m (Ruddick et al. 2009). Pengambilan data secara konvensional dengan menggunakan Conductivity, Temperature Depth (CTD) dengan cara menurunkan sensor ke perairan lalu mengangkatnya kembali ke permukaan menghasilkan profil menegak suhu, salinitas, dan kedalaman. Data CTD dapat ditampilkan lebih informatif dengan membuat kontur dari interpolasi sejumlah data CTD yang diambil. Adanya seismik oseanografi sangat membantu dalam mempelajari fenomena di laut. Seismik oseanografi menyajikan struktur kolom perairan dalam penampang seismik. Seismik oseanografi mampu memberikan gambaran struktur rinci untuk cakupan yang luas. Penampang seismik memliki resolusi vertikal sekitar 10 m bahkan lebih kecil dan resolusi horizontal sekitar 100 m (Ruddick et al. 2009). Seismik oseanografi dapat digunakan untuk mempelajari fenomena di laut meliputi struktur termohalin, internal wave, dan eddies (Holbrook et al. 2003).

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan melakukan deteksi dan pengukuran temperatur di Perairan Timur Waigeo, Papua dengan memanfaatkan data seismik dan CTD.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengolahan data penelitian dilakukan pada bulan November hingga Desember 2015 di Laboratorium Geostech, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Lokasi kajian penelitian ini berada di Perairan Timur Waigeo, Papua. Akuisisi data dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) pada bulan Juni 2015 menggunakan kapal Geomarine III. Lokasi kajian penelitian ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Alat

(17)

3 Tabel 1 Peralatan yang digunakan

Alat Fungsi

Promax 2D Version 5000.0.0 ©Landmark Graphic s Corporation 1989-2008. All Right Reserved

Pengolahan data seismik

Hampson-Russell (HRS) Pengolahan seismogram sintetik ArcGis 10 Pengolahan peta

Microsoft Excel Pengolahan data yang berbentuk tabel, grafik, dan perhitungan matematis Notepad Pembuatan file yang berformat ascii,

ukoaa maupun las

Matlab Penyelesaian persamaan kecepatan suara

Ocean Data View (ODV) Pengolahan sebaran suhu

Bahan

Penelitian ini menggunakan kombinasi antara data seismik dan CTD yang ada pada lintasan 30. Data seismik pada lintasan tersebut pada kedalaman streamer 7 m dengan format SEG-D. Sedangkan data CTD yang terdapat pada lintasan 30 ini adalah CTD 02 dan CTD 06 yang lokasinya ditampilkan pada Gambar 1.

Pengolahan Data

(18)

4

(19)

5 Pengolahan Data Seismik

Pengolahan data seismik dalam penelitian ini berpedoman pada Christianson (2015) yang membaginya dalam beberapa tahapan yaitu data merging and geometry assignment, data inspection and frequency filtering, velocity analysis, dan migration. Banyak hasil penelitian dalam seismik oseanografi yang menyajikan penampang seismik dalam bentuk stack seperti yang dilakukan oleh Holbrook (2003), Nakamura (2006), Fer (2008), Biescas (2010), dan Huang (2012). Pengolahan data seismik yang dilakukan meliputi input, geometry, bandpass filter, mute, FK filter, sorting CMP, velocity analysis, normal moveout (NMO), stack, dan time/depth conversion. Pengolahan data seismik tersebut semuanya dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Promax 2D (Gambar 2).

Pengolahan data seismik dimulai dengan memasukkan rekaman data seismik ke dalam database Promax dengan bantuan input SEG-D atau SEG-Y tergantung data yang dimiliki. Data yang dimasukkan ke dalam proses pengolahan ini masih berupa data rekaman sekali tembakan dengan format SEG-D, format perekaman demultiplexed atau pengurutan berdasarkan kanal. Setelah data dimasukkan ke dalam database, tahapan selanjutnya adalah mendefinisikan geometri. Geometri merupakan proses mencocokan parameter di lapangan dengan data yang digunakan sesuai dengan parameter saat akuisisi agar data yang diolah memiliki geometri yang benar. Parameter akuisisi dari data yang digunakan ditampilkan dalam Tabel 2. Pada proses geometri ini juga dimasukkan koordinat tembakan sebenarnya di lapangan yang dicatat saat akuisisi. Koordinat tembakan ini dimasukkan sebagai file ukoaa.

Tabel 2 Parameter akuisisi data seismik

Parameter akuisisi Keterangan

(20)

6

Gambar 3 Hasil geometri dalam shot gather yang memperlihatkan adanya direct arrival, source reverberations, swell noise, dan seafloor reflector seperti yang ditunjukkan oleh garis berwana orange

(21)

7 Tahapan berikutnya adalah memisahkan sinyal yang diinginkan dari noise yang dapat mengacaukan dengan menggunakan bandpass filter, mute, dan FK filter. Ketiga proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan signal to noise ratio. Bandpass filter yang terbaik didapatkan pada frekuensi 60-100 Hz setelah dilakukan pengamatan melalui spectral analysis dan uji berbagai rentang frekuensi. Mengingat pengolahan data seismik yang dilakukan adalah pengamatan struktur di kolom perairan sehingga bottom mute perlu dilakukan. Menurut Fer dan Holbrook (2008), penampakan reflektor di laut 100-1000 kali lebih lemah dari reflektor dasar. Selain mute dasar perairan juga dilakukan mute di atas direct arrival (Gambar 5). Selanjutnya untuk mendapatkan penampakan reflektor di kolom perairan maka harus dihilangkan terlebih dahulu pengaruh dari direct arrival. Direct arrival adalah gelombang yang langsung merambat dari sumber ke penerima tanpa pemantulan (Yilmaz 2001). Pemisahan sinyal yang diinginkan dari direct arrival dengan menggunakan FK filter dengan mode operasi berdasarkan sinyal yang diinginkan (Gambar 6). Bedanya FK filter dengan bandpass filter sebelumnya adalah FK filter mengubah domain dari waktu - jarak (T-X) menjadi frekuensi - bilangan gelombang (F-K) sehingga dengan FK lebih mudah memisahkan noise dari sinyal yang tidak dapat dilihat secara periodik pada shot gather.

(22)

8

Gambar 6 Tampilan FK analysis dari hasil mute dimana poligon dengn kurva berwarna hitam pada kolom F-K untuk menyaring sinyal yang diinginkan

(23)

9 Hasil FK filter yang memperlihatkan adanya penampakan reflektor di kolom air (Gambar 7) siap dilakukan analisis kecepatan. Analisis kecepatan dilakukan pada data seismik dalam bentuk common mid point (CMP) atau common depth point (CDP) sehingga data seismik yang sebelumnya dalam shot gather perlu dilakukan pengelompokkan ke dalam CMP. Analisis kecepatan dilakukan menggunakan velocity analysis dengan metode semblance. Metode semblance dilakukan dengan cara picking pada semblance yang dianggap mengandung sinyal tinggi, ditandai dengan kontur yang berwarna merah. Picking dilakukan tiap 100 CDP. Pada saat proses picking ini dapat diaktifkan NMO sebagai pedoman bahwa picking yang dilakukan benar. NMO yang aktif akan memperbarui penampakan reflektor pada gather. Pemilihan kecepatan yang benar akan membuat penampakan reflektor yang berbentuk hiperbolik menjadi datar (Gambar 8). Hasil velocity analysis adalah diperolehnya kecepatan root mean square (RMS) yang akan digunakan untuk normal moveout.

(24)

10

Normal moveout adalah koreksi waktu dari reflektor yang kembali pada keadaan zero offset. Data kecepatan untuk normal moveout selain diperoleh dari analisis kecepatan semblance juga dapat diperoleh dari database, dan sebagainya. Pada pengolahan data seismik ini terdapat dua jenis data kecepatan yang tersedia yaitu data kecepatan analisis semblance dan perhitungan CTD. Proses normal moveout ini dilanjutkan dengan tahapan terakhir yaitu stack. Prinsip stack adalah meningkatkan signal to noise ratio dengan menjumlahkan beberapa CDP yang berdekatan. Hasil stack ini sebenarnya sudah dapat menggambarkan struktur dalam penampang seismik dari kolom perairan tetapi masih dalam domain waktu. Oleh karena itu, interpretasi akan lebih mudah dilakukan dengan mengubah domain waktu tersebut menjadi kedalaman menggunakan time/depth conversion. Time/depth conversion dilakukan dengan menggunakan kecepatan interval dari perhitungan CTD.

Pengolahan Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik diolah menggunakan aplikasi Hampson-Russell (HRS). HRS merupakan sebuah aplikasi yang terdiri dari berbagai program yaitu GeoView, Well Explorer, Seis Loader, eLog, View 3D, AVO, EMERGE, ISMap, Pro4D, Pro MC, dan STRATA untuk pengolahan data log. Pengolahan data log dalam penelitian ini menggunakan program GeoView dan eLog. GeoView bertindak sebagai database sebuah log dan launch pad untuk program HRS lainnya. Program eLog memiliki kemampuan untuk memanipulasi log seperti editing, smoothing dan korelasi log. Alur pengolahan seismogram sintetik dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengolahan sintetik dimulai dengan mempersiapkan data log dari data CTD yang berformat LAS. Parameter yang digunakan dalam data log adalah densitas, temperatur, salinitas, dan kecepatan suara hasil perhitungan sebagai P-wave. Data log yang telah siap digunakan untuk membuat database sebuah log pada GeoView. Pembuatan database GeoView merupakan hal paling mendasar dalam pengolahan seismogram sintetik dengan aplikasi HRS karena semua program HRS mengakses log dari database GeoView termasuk eLog. Program GeoView sebenarnya sudah bisa menghasilkan seismogram sintetik dengan menggunakan data log densitas dan P-wave yang dikonvolusikan dengan zero wavelet maupun ricker (Gambar 9). Sintetik yang dihasilkan belum dikorelasikan dengan data seismik.

(25)

11

(26)

12

Korelasi dilakukan dengan menggunakan program eLog. Tahapan pada eLog dimulai dengan membuka data log CTD yang terdapat dalam database GeoView. Kemudian pembacaan data seismik 2D Line melalui Import Data. Data seismik tersebut merupakan hasil stack dari pengolahan data seismik yang sudah diubah ke dalam format SEG-Y. Setelah itu dilanjutkan dengan mencocokkan lokasi CTD pada data seismik. CTD 02 dan CTD 06 masing-masing terdapat pada trace CDP 14220 dan 9929. Selanjutnya korelasikan sintetik dari data CTD yang dihasilkan GeoView dengan zero wavelet terhadap data seismik. Data seismik yang digunakan dalam korelasi merupakan composite trace dari rata-rata sembilan trace seismik yang berada di sekitar lokasi CTD (Gambar 10).

Gambar 10 merupakan contoh jendela eLog yang menampilkan data log CTD 06, seismogram sintetik, trace dari data seismik, dan wavelet. Seismogram sintetik yang ditampilkan dibuat menggunakan data CTD 06 dan belum dikorelasikan dengan trace dari data seismik. Sintetik trace dari data CTD digambarkan dalam trace berwarna biru. Trace dari data seismik yang berada di sekitar lokasi CTD 06 yaitu trace 9989 hingga trace 9997 ditampilkan dalam trace berwarna hitam. Trace yang berwarna merah pada trace data seismik menunjukkan lokasi CTD 06. Sementara trace berwarna merah yang berada diantara trace sintetik dari data CTD dengan trace dari data seismik adalah composite trace.

(27)

13

(28)

14

Pengolahan Sebaran Suhu

Suhu Perairan Timur Waigeo diperoleh dari data CTD dan data seismik. Suhu perairan dapat diperoleh langsung dari data CTD 02 dan CTD 06. Pada data seismik terdapat pengolahan terlebih dahulu untuk mendapatkan data suhu. Suhu perairan dari data seismik didapatkan dengan pengolahan data kecepatan suara dari data seismik. Parameter kecepatan suara, kedalaman, dan salinitas dibutuhkan untuk menghitung suhu perairan dengan Persamaan 1 yaitu persamaan kecepatan suara Wilson (1960). Kecepatan suara di laut adalah fungsi dari suhu, salinitas, dan kedalaman. Kecepatan suara dari data seismik merupakan kecepatan suara tiap 100 CDP yang diekstrak tiap kedalaman 10 m mulai dari kedalaman 0-1200 m. Salinitas perairan diabaikan, salinitas konstan sebesar 34.66 psu.

Sebaran melintang suhu diperoleh dengan memplotkan nilai suhu terhadap kedalaman. Sebaran dibuat dengan Ocean Data View (ODV). Pengolahan sebaran suhu ditampilkan dalam Gambar 2. Pengolahan sebaran suhu pada ODV terdiri dari beberapa tahapan yaitu mempersiapkan file spreadsheet berekstensi *.bln, membuat lembar kerja baru di ODV, import spreadsheet, define station, dan membuat sebaran.

Setelah membuka ODV buat lembar kerja baru yang berjenis variabel spesifik dicocokkan secara manual. Spreadsheet selanjutnya dimasukkan ke dalam ODV dengan perintah Import ODV Spreadsheet. Spreadsheet tersebut beriskan informasi stasiun, lintang, bujur, kedalaman, suhu, dan salinitas. Ketika proses import tersebut perlu dicocokkan variabel dalam spreadsheet dengan meta variabel ODV. Proses pencocokan ini ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Jendela associate untuk mencocokkan source variable dengan meta variabel

Gambar 11 merupakan jendela Associate untuk mencocokkan variabel yang di sebelah kiri (source variable) dengan variabel di sebelah kanan (meta variable). Variabel yang dicocokkan antara lain stasiun-station, bujur-longitude, lintang-latitude, kedalaman-depth, salinitas–salnty, dan suhu–temperature. Variabel yang telah dicocokkan bertanda bintang.

(29)

15

Gambar 12 Peta stasiun CTD yang diplot oleh ODV yang ditandai dengan titik berwarna biru. Poligon merah merupakan batasan lokasi yang akan dibuat sebaran suhunya

Pada Gambar 12 ditampilkan stasiun data yang disimbolkan dengan titik berwarna biru. Poligon merah yang mengeliling lokasi di sekitar stasiun merupakan lokasi yang akan dibuat sebaran suhunya. Menandakan lokasi yang akan dibuat sebarannya dengan cara klik kanan pada peta stasiun, pilih Manage Section lalu Define Section. Klik dari pangkal stasiun ke ujung stasiun sehingga muncul poligon merah. Setelah menandai lokasi dilanjutkan dengan membuat sebaran melintang suhu. Pada menu View, terdapat beberapa pilihan Layout Templates yaitu station, scatter, section, dan surface. Pilih section untuk membuat sebaran melintang yaitu 3 SECTION Windows. Sebaran melintang suhu ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13 Sebaran melintang suhu CTD

(30)

16

Analisis Data Kecepatan Suara di Laut

Pengolahan data seismik menghasilkan dua macam hasil stack berdasarkan data kecepatan yang digunakan dalam proses normal moveout correction (NMO). Data kecepatan tersebut adalah data kecepatan dari analisis kecepatan semblance dan perhitungan data CTD. Kecepatan suara di laut merupakan fungsi dari suhu, salinitas, dan kedalaman. Hubungan empiris dari variabel-variabel tersebut di laut digambarkan oleh formula Wilson (1960) seperti berikut ini.

� = . + − − � − − � +

. − − − + �/ (1)

dimana Vp adalah kecepatan suara di laut (m/s), T adalah temperatur (°C), S adalah salinitas (psu), dan Z adalah kedalaman (m).

Persamaan Wilson ini berlaku untuk perairan yang memenuhi kriteria sebagai berikut. Suhu perairan berkisar antara -4°C sampai 30°C, salinitas 0-37 psu, tekanan 1-1000 kg/cm2. Tekanan 1000 kg/cm2 setara dengan kedalaman 10000 m (Paul 2003).

Resolusi Seismik

Resolusi seismik adalah daya pisah atau kemampuan untuk melihat dua obyek yang terpisah agar tampak benar-benar terpisah. Resolusi seismik ada dua yaitu resolusi vertikal dan horizontal. Resolusi vertikal adalah daya pisah pada arah kedalaman (tebal) yang dipresentasikan oleh sumbu waktu. Resolusi horizontal merupakan kemampuan untuk melihat dua objek yang terpisah secara lateral. Sheriff dan Geldart (1955) merumuskan besarnya resolusi vertikal dan horizontal dari data seismik seperti berikut ini.

� = � (2)

dimana � adalah resolusi vertical (m), � adalah kecepatan suara di laut (m/s), dan

�0 adalah frekuensi dominan dari data seismik (Hz).

= √�ℎ⁄ (3)

dimana adalah resolusi horizontal (m), ℎ kedalaman reflektor (m), dan � adalah panjang gelombang (m).

Korelasi Seismik Lapang dan Seismik Sintetik

(31)

17

� =

���

� �

=

∑��= �− ̅ �− ̅

√∑��= �− ̅ ∑��= �− ̅

(4)

dimana � adalah standar deviasi dari x, � adalah standar deviasi dari y, dan

� � adalah kovarian dari x dan y.

Koefisien korelasi juga dinyatakan sebagai “r” atau “R” yang nilainya antara -1 hingga +1. Koefisien korelasi yang bernilai negatif berarti peningkatan nilai pada salah satu variabel menyebabkan penurunan nilai pada variabel pasangannya. Koefisien korelasi yang bernilai nol berarti kedua variabel tersebut tidak memiliki hubungan atau berdiri sendiri satu sama lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ocean imaging sangat bergantung dari data kecepatan suara yang digunakan dalam memproses data seismik. Tanpa data kecepatan suara yang akurat, interpretasi kuantitatif dari penampang seismik menjadi kurang akurat. Seismik oseanografi yang optimal dapat diperoleh dari data kecepatan suara yang mendukung, mendekati kondisi yang sebenarnya di laut.

Pada pengolahan data seismik, kecepatan suara diperoleh dari analisis kecepatan semblance. Analisis kecepatan dilakukan tiap 100 CDP mulai dari CDP 9929 hingga 17029. Tiap semblance terdapat 7 titik picking kecepatan pada time sekitar 300, 400, 500, 800, 1000, 1300, dan 1600 ms. Data kecepatan suara yang diperoleh adalah kecepatan root mean square (RMS) pada Gambar 14.

(32)

18

Berdasarkan analisis kecepatan suara tersebut, kecepatan suara di Perairan Timur Waigeo berkisar 1480-1505 m/s. Kolom Perairan Timur Waigeo digambarkan menjadi 3 lapisan. Lapisan paling atas berwarna merah mulai dari permukaan hingga kedalaman sekitar 400 ms memiliki kecepatan suara paling besar berkisar 1500-1505 m/s, lapisan tengah berwarna hijau mulai dari kedalaman 400-700 ms dengan kecepatan berkisar 1490-1498 m/s, dan lapisan paling bawah berwarna biru mulai dari kedalaman 700-1600 ms memiliki kecepatan paling rendah berkisar 1480-1485 m/s. Data kecepatan suara tersebut digunakan untuk normal moveout sehingga diperoleh penampang stack pada Gambar 15.

(a)

(b)

(33)

19 Penampang stack pada Gambar 15a menggambarkan stratifikasi di perairan Timur Waigeo hingga dasar perairan yang berwarna putih. Kedalaman perairan bervariasi dimana yang terdalam terdapat pada CDP terkecil sedangkan ke arah CDP terbesar semakin dangkal. Stratifikasi di kolom perairan terbentuk karena adanya gelombang seismik yang dipantulkan oleh lapisan yang ada di kolom. Lapisan sendiri terbentuk karena adanya perbedaan impedansi antara bagian atas lapisan dengan bawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terekam sebagai reflektor yang digambarkan dalam penampang stack berwarna merah dan biru. Reflektor yang berwarna merah memiliki amplitudo negatif sedangkan reflektor yang berwarna biru memiliki amplitudo positif. Semakin besar amplitudo reflektor maka semakin terang warnanya.

Stratifikasi di kolom perairan memperlihatkan reflektor-reflektor di kolom perairan terbentuk mulai dari kedalaman 100-900 ms. Reflektor di bagian atas yaitu kedalaman 100-550 ms terlihat lebih terang dan kontinyu sepanjang 44.38 km. Semakin dalam reflektor semakin berkurang terangnya hingga kedalaman lebih dari 900 ms tidak terlihat lagi adanya reflektor. Terbentuknya reflektor mengindikasikan adanya perubahan impedansi yang kuat antar lapisan. Perubahan impedansi ini berkaitan dengan perubahan suhu yang mendadak.

Penampang stack juga dapat diperoleh dari data kecepatan suara lainnya. Fortin et al. (2009) membuat penampang stack daerah kajiannya dari kecepatan suara konstan (1500 m/s), kecepatan suara dari data CTD yang diambil ketika survey seismik, kecepatan suara dari stasiun terdekat dengan database Levitus, dan kecepatan suara analisis. Pada penelitian ini, penampang stack juga diperoleh dari data kecepatan suara yang dihitung dari data CTD 02 dan CTD 06. Kecepatan suara CTD diperoleh dengan pendekatan persamaan kecepatan suara Wilson (1960) seperti pada Persamaan 1. Kecepatan suara di laut digambarkan sebagai fungsi dari suhu, salinitas, dan kedalaman. Hasil stack dari data kecepatan suara CTD ditampilkan pada Gambar 16.

(34)

20

(a)

(b)

Gambar 16 Penampang stack dengan NMO kecepatan CTD yang ditampilkan menyeluruh (a) dan diperbesar pada bagian reflektor yang tegas hingga TWT 900 ms (d)

(35)

21 Kedalaman penampang seismik sebelumnya yang ditampilkan dalam TWT dikonversi menjadi kedalaman demi kemudahkan interpretasi. Proses konversi menggunakan kecepatan suara hasil perhitungan dari data CTD. Nakamura et al. (2006) mengadopsi kecepatan suara yang diperoleh dari XCTD untuk normal moveout correction dan konversi penampang stack ke kedalaman. Penampang stack yang sudah dikonversi ditampilkan pada Gambar 17. Daerah kajian memiliki kedalaman yang bervariasi mulai dari 1200-2600 m. Pada Gambar 17a dapat diamati struktur kolom perairan dari kedalaman 100 m hingga dasar perairan sedangkan struktur yang lebih jelasnya pada kedalaman hingga 900 m ditampilkan dalam Gambar 17b.

(a)

(b)

(36)

22

Penampang stack yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki resolusi horizontal sekitar 94.87 m dan resolusi vertikal sekitar 7.5 m berdasarkan perhitungan dengan persamaan 2 dan 3. Frekuensi dominan dari data seismik adalah 50 Hz dan kedalaman reflektor yang masih jelas hingga kedalaman 650 m. Struktur kolom perairan memperlihatkan reflektor-reflektor di kolom perairan terbentuk mulai dari kedalaman 100-650 m. Reflektor pada kedalaman 100-400 m lebih terang. Semakin dalam reflektor semakin kabur hingga kedalaman lebih dari 650 m tidak terlihat lagi adanya reflektor.

Nakamura et al. (2006) menyatakan stratifikasi dalam penampang seismik berhubungan dengan profil suhu di kolom perairan. Perubahan suhu dan kecepatan yang mendadak (spike) berkorelasi dengan lapisan yang terbentuk di kolom. Holbrook (2003) telah membuktikan pada lokasi kajiannya bahwa spike yang terdapat pada profil kecepatan bertanggungjawab terhadap reflektor di atas 0.5 s atau kedalaman 375 m. Menurut Nandi (2004), reflektor muncul dimana rentang suhu diantara 4-8 °C. Pada Perairan Timur Waigeo dapat dilihat hubungan spike yang terdapat pada profil menegak suhu dengan reflektor yang terbentuk di penampang stack pada Gambar 18. Salah satu contoh ketika spike ditemukan pada profil menegak suhu di kedalaman 100-200 m maka reflektor juga terbentuk pada kedalaman yang sama di penampang stack.

Berdasarkan penampang stack pada Gambar 18a diduga terdapat fenomena internal wave di kedalaman 300-550 m di Perairan Timur Waigeo. Fenomena internal wave tersebut dapat diamati di dalam area yang ditandai dengan kotak kuning pada penampang stack. Menurut Holbrook et al. (2005), internal wave memiliki ciri reflektor yang berubah pola dari halus dan kontinyu menjadi lebih berombak dengan pemindahan vertikal yang tinggi. Internal wave dibangkitkan ketika interface antara layer dari densitas air yang berbeda terganggu, biasanya disebabkan karena perbedaan suhu tapi juga dapat disebabkan oleh perbedaan salinitas.

Pada penampang stack Gambar 18a terlihat adanya reflektor yang miring di kedalaman 500-750 m pada area yang ditandai dengan ellips merah. Reflektor yang miring dapat dihasilkan dari water mass front, eddy front, upwelling, downwelling, current front dan lain sebagainya. Reflektor miring yang ditemukan di Perairan Timur Waigeo diduga merupakan water mass front. Water mass front di perairan menandakan terdapat dua massa air dengan perbedaan suhu dan salinitas yang jelas.

(37)

23

(a) (b)

(38)

24

Suhu di Perairan Timur Waigeo yang diperoleh dari data CTD bervariasi secara vertikal dengan suhu berkisar antara 3.9-30.7 °C. Suhu di permukaan sekitar 30 °C sedangkan perairan dalam hingga kedalaman 1200 m suhunya sekitar 3.9 °C. Semakin dalam perairan maka suhunya semakin menurun. Lapisan atas diduga merupakan lapisan tercampur dengan kedalaman sekitar 0-50 m. Lapisan tercampur merupakan lapisan yang homogen karena terjadi percampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus, dan pasang surut. Bagian bawah lapisan tercampur merupakan lapisan termoklin dengan kedalaman sekitar 50-325 m. Lapisan termoklin dicirikan dengan gradien suhu lebih dari 5 °C per 100 m atau 0.05 °C per meter (Harvey 1982). Lapisan termoklin merupakan lapisan antara massa air permukaan yang lebih hangat dengan massa air yang lebih dingin di bawahnya. Pada bagian bawah lapisan termoklin suhu terus menurun dengan penurunan relatif lambat sehingga massa air di bawah lapisan termoklin relatif seragam hingga dasar perairan. Sebaran menegak suhu ditampilkan pada Gambar 18b sedangkan sebaran melintang suhu ditampilkan pada Gambar 19.

Gambar 19 Sebaran melintang suhu dari data CTD di Perairan Timur Waigeo Pada sebaran melintang suhu dari data CTD dapat dilihat bahwa stratifikasi suhu terjadi hingga kedalaman 650 m sedangkan pada kedalaman lebih dari 650 m sebaran suhu mulai seragam. Oleh karena itu reflektor pada penampang seismik dapat diamati hingga kedalaman 650 m sedangkan pada kedalaman lebih dari 650 m tidak terlihat. Perubahan suhu yang sangat kecil atau mulai seragam pada kedalaman lebih dari 650 m menyebabkan tidak dapat diamatinya reflektor.

(39)

25 massa air antara lain adalah diagram suhu-salinitas (diagram T-S). Karakteristik massa air di perairan Timur Waigeo dapat dilihat pada Gambar 20.

(a) (b)

Gambar 20 Diagram T-S karakteristik massa air di Perairan Raja Ampat yang diperoleh dari P2O-LIPI pada tahun 2009 (a) dan Perairan Timur Waigeo tahun 2015 dari data CTD (b)

(40)

26

600-800 m. Massa air di Perairan Timur Waigeo berasal dari Samudra Pasifik Selatan. Massa air Samudra Pasifik Selatan mengisi sebagian lapisan termoklin bawah yaitu Tirta Upa Subtropik Pasifik Selatan (South Pasific Subtropical Water) dan lapisan Tirta Upa Ugahari Pasifik Selatan (South Pasific Intermediate Water).

Arus yang membawa massa air Pasifik Selatan masuk ke perairan Indonesia adalah percabangan dari Arus Khatulistiwa Selatan atau Arus Bawah Papua (New Guinea Under Current) yang terjadi di Perairan Utara Papua. Arus ini mengangkut SPSW yang dicirikan dengan nilai S-maks. Pada lapisan bawahnya, terangkut pula SPIW yang dicirikan dengan nilai S-min yang berada pada kedalaman 600-800 m (Wyrtki 1961).

Perairan Timur Waigeo menjadi salah satu pintu masuk bagi massa air dari Samudra Pasifik yang menuju Samudra Hindia. Massa air Samudra Pasifik memiliki ciri suhu dan salinitas tertentu. Massa air dari Samudra Pasifik dikenal dengan Tirta Subtropik Bawah dan Tirta Pertengahan. Massa air ini dibawa oleh Arus Khatulistiwa Selatan.

Menurut Wyrtki (1961) pada bulan Juni sampai Agustus di Perairan Utara Papua mengalir Tirta Subtropik Bawah (Arus Bawah Pantai Papua) yang merupakan bagian dari Arus Khatulistiwa Selatan dan Arus Sakal Ekuator Utara. Arus Bawah Pantai Papua mengalir dengan kuat dari arah timur ke barat sepanjang Pantai Papua. Pada Kedalaman 100-200 m di Perairan Utara Papua, Arus Khatulistiwa Selatan bercabang dua. Cabang pertama masuk ke perairan Indonesia bagian timur melalui Laut Halmahera dan cabang kedua berbelok ke arah timur menuju Samudra Pasifik. Tirta Subtropik Bawah dari Samudra Pasifik Selatan dinamakan Tirta Subtropik Bawah Selatan memiliki karakter suhu dan salinitas tinggi. Menurut Kashino et al. (1996) Tirta Subtropik Bawah Selatan berada pada kisaran 23 σөsampai26.5 σө.

Massa air Tirta Pertengahan dari Samudra Pasifik Selatan dinamakan juga Tirta Pertengahan Selatan mempunyai suhu sekitar 5-7 °C dan salinitas sekitar 34.45-34.6 psu di kedalaman 700-900 m. Massa air tersebut mempunyai salinitas yang membentuk salinitas minimum pada kedalaman tesebut maka massa air ini lebih dikenal dengan nama Tirta Pertengahan Selatan karakter salinitas minimum. Massa air tersebut mengalir dari Samudra Pasifik Selatan ke Perairan Utara Papua dan masuk ke perairan Indonesia bagian timur melalui Laut Maluku (Wyrtki 1961).

Suhu Perairan Timur Waigeo dapat diperoleh juga dari data kecepatan suara seismik dengan menggunakan persaman kecepatan suara Wilson (1960). Kecepatan suara digambarkan sebagai fungsi dari suhu, salinitas, dan kedalaman. Data kecepatan suara seismik tiap kedalaman diperoleh dari hasil analisis kecepatan semblance. Nilai salinitas diabaikan atau dianggap konstan sekitar 34.66 psu. Suhu Perairan Timur Waigeo dari data seismik didapatkan berkisar antara 2.6-14 °C. Suhu permukaan sekitar 14 °C sedangkan kedalaman sekitar 1200 m suhunya sekitar 2.6°C.

(41)

27 kecepatan suara rata-rata tetapi amplitudo refleksi sensitif terhadap perubahan vertikal.

Pengolahan seismogram sintetik menggunakan informasi yang didapatkan dari data CTD yaitu suhu, salinitas, densitas, dan kecepatan suara hasil perhitungan. Seismogram sintetik dibuat dari data log kecepatan suara dan densitas perairan. Densitas air di Perairan Timur Waigeo berkisar antara 0.95-1.1 g/cc. Data kecepatan dan densitas membentuk fungsi koefisien refleksi yang akan dikonvolusikan dengan wavelet. Seismogram sintetik berfungsi untuk mengkorelasikan antara informasi sumur (lithologi, umur, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap penampang seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap (Sismanto 2006). Pada penelitian ini yang ingin dikorelasikan adalah data CTD dengan data seismik.

Pada penelitian ini data CTD dianggap sebagai data log yang menyediakan informasi densitas, suhu, salinitas, dan kecepatan suara. Data kecepatan suara dan densitas dari CTD digunakan untuk membentuk fungsi koefisien refleksi dari kolom perairan. Densitas di Perairan Timur Waigeo tidak banyak bervariasi terhadap kedalaman seperti kecepatan suara. Perubahan densitas yang didapatkan sangat kecil. Impedansi di perairan lebih dipengaruhi oleh kecepatan suara. Sementara profil kecepatan yang diperoleh dari perhitungan data CTD diketahui bahwa suhu lebih berpengaruh dibandingkan salinitas. Gambar 19 menampilkan profil kecepatan suara yang mirip profil suhu. Sallares et al. (2009), mengestimasi refleksi seismik terdiri dari 90-95% berasal dari kecepatan suara dan 5-10% densitas. Kontribusi suhu terhadap refleksi di kolom perairan mencapai 80% dan salinitas 20%. Ruddick et al. (2009) juga menyebutkan kontribusi suhu 83% dan salinitas 17%.

Fungsi koefisien refleksi tersebut dikonvolusikan dengan wavelet sehingga terbentuk seismogram sintetik. Menurut Yilmaz (2001), wavelet terdiri dari banyak komponen meliputi source signature, recording filter, surface reflection, dan geophone response. Pada penelitian ini, wavelet dibentuk dari zero phase wavelet yang dikoreksi amplitudonya terhadap data seismik. Wavelet yang dihasilkan memiliki panjang 200 ms, taper length 25 ms, sample rate 2 ms, phase rotation 00 dan constant phase. Seismogram sintetik awal ini lalu dicocokkan dengan data seismik atau composite trace sehingga mendapatkan korelasi yang cukup baik. Seismogram sintetik hasil korelasi memiliki panjang wavelet 150 ms, taper length 20 ms, dan sample rate 2 ms. Seismogram sintetik yang dihasilkan untuk masing-masing data CTD 02 dan CTD 06 ditampilkan pada Gambar 21.

(42)

28

(a)

(b)

(43)

29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Metode seismik dapat menunjukkan stratifikasi temperatur perairan, walaupun nilai temperatur yang didapatkan dari data seismik masih lebih kecil dari data CTD. Hasil stratifikasi penampang stack menujukkan adanya fenomena yang diduga merupakan internal wave dan water mass front yang disebabkan oleh dua massa air yang berbeda salinitas dan suhu. Korelasi antara seismik hasil pengukuran langsung di lapang dengan seismik sintetik menggunakan data CTD cukup baik yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi sekitar 0.7.

Saran

Pengolahahan data seismik sebaiknya dilakukan pada sejumlah lintasan sehingga dapat dilihat pola secara tiga dimensi dan menjelaskan fenomena yang terjadi. Nilai suhu yang diperoleh dari data seismik lebih kecil sehingga perlu penelitian lebih lanjut dalam menduga suhu perairan dari data kecepatan suara dengan menerapkan iterasi dan menggunakan hubungan suhu-salinitas (T-S). Memproses data kecepatan suara CTD sebagai kecepatan iniasiasi untuk data seismik sebelum analisis kecepatan lanjut dengan kecepatan residual atau picking horizon untuk mendapatkan kecepatan suara yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Biescas B, Armi L, Sallares V, Gracia E. 2010. Seismic imaging of staircase layers below the Mediterranean Undercurrent. Deep-Sea Research Part I-Oceanographic Research Papers. 57:1345-1353. doi:10.1016/j.dsr.2010.07.001.

Christianson R. 2015. Seismic reflection imaging of thermohaline fine structures in The Southeast Caribbean Sea: implication for short-term ocean circulation dynamics [Disertasi]. Louisiana (US): Centenary College of Louisiana.

Etter PC. 2003. Underwater Acoustic Modelling and Simulation. 3rd ed. London (UK): Spon Press.

Fer I, Holbrook WS. 2008. Seismic reflection methods for study of the water column. Encyclopedia of Ocean Sciences. 00799:1-11.

Fortin FJW, Holbrook WS. 2009. Sound speed requirements for optimal imaging of seismic oceanography data. Geophysical Research Letters. 36:1-6. doi:10.1029/2009GL038991.

Harvey JG. 1982. Atmosphere and Ocean. London (UK): The Artermis Press Vision Press.

(44)

30

Holbrook WS, Fer I. 2005. Ocean internal wave spectra inferred from seismic reflection transects. Geophysical Research Letters. 32., doi:10.1029/2005GL023733.

Huang XH, Song HB, Bai Y, Chen J, Liu B. 2012. Estimation of seawater movement based on reflectors from a seismic profile. Acta Oceanol Sin. 31(5):46-53. doi: 10.1007/s13131-012-0235-7.

Liss PS, Slinn WGN. 1983. Air Sea Exchange of Gases and Particles. Dordrecht (NL): D. Reidel Publishing Company.

Nakamura Y, Noguchi T, Tsuji T, Itoh S, Niino H, Matsuoka T. 2006. Simultaneous seismic reflection and physical oceanographic observation of oceanic fine structure in the Kuroshio extension front. Geophysical Research Letters. 33. doi:10.1029/2006GL027437.

Nandi P, Holbrook WS, Pearse S, Paramo P, Schmitt RW. 2004. Seismic reflection imaging of water mass boundaries in the Norwegian Sea. Geophysical Research Letters. 31. doi:10.1029/2004GL021325.

[P2O-LIPI]. 2007. Laporan Studi Dinamika ARLINDO dan Pengaruhnya Terhadap Massa Air dan Biomassa di Perairan Raja Ampat dan Sekitarnya. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Ruddick B, Song HB, Dong CZ, Pinheiro L. 2009. Water column seismic image as maps of temperature gradien. Oceanography. 22(1):192-205.

Sallares V, Biescas B, Buffet G, Carbonel R, Danobeitia JJ, Pelegri JL. 2009. Relative contribution of temperature and salinity to ocean acoustic reflectivity. Geophysical Research Letters. 36. doi:10.1029/2009GL040187. Sheriff RE, Geldart LP. 1995. Exploration Seismology, 2nd ed. Massachusetts

(US): Cambridge University.

Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Song H, Pinheiro LM, Ruddick B, Huang X. 2012. Seismic oceanography: a new geophysical tool to investigate the thermohaline structure of the oceans, Di dalam: Marcelli M, editor. Oceanography; 2012 Maret 23; Rijeka, Croatia. Rijeka (HR): Intech. Hlm 113-128. ISBN: 978-953-51-0301-1.

Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asian Waters. Naga Report. Vol. 2. La Jolla (US): University of California.

(45)

31

LAMPIRAN

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Asia Wirda yang dilahirkan di Bengkulu, 28 Januari 1993 dari ayah bernama Muhammad Nehru dan ibu Mardiana. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bengkulu. Tahun 2011 juga penulis meneruskan pendidikannya sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Peralatan yang digunakan
Gambar 2 Diagram alir pengolahan data
Gambar 3 Hasil geometri dalam shot gather yang memperlihatkan adanya direct
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum dilakukan Radon Filter , maka dijalankan terlebih dahulu proses Interactive Radon/Tau-P Analysis, untuk mendapatkan parameter muting yang akan digunakan dalam

Gambar 3 memiliki kualitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan Gambar 2. Akan tetapi, kualitas penampang Precon Line AB (Gambar 4) lebih baik bila dibandingkan

METOD E KIRCHHOFF PRE-STACK TIME MIGRATION UNTUK MENGATASI EFEK D IFRAKSI HASIL STACKING D ATA SEISMIK REFLEKSI MULTICHANNEL 2D D I LAUT FLORESNUSA TENGGARA TIMUR..

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPLE PADA DATA SEISMIK REFLEKSI MULTICHANNEL di PERAIRAN PULAU MISOOL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sub-model ini menggambarkan bagaimana pembagian pembangkit untuk men supply area-area. Pada sub-model ini menampilkan hubungan antara jumlah hari dalam setahun, waktu

Oleh karena itu noise pada data tersebut dapat diupayakan untuk dihilangkan dengan menggunakan beberapa aplikasi dalam metode seismik, seperti dekonvolusi, stacking dan

Evaluasi terhadap nilai tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan semua parameter Kualitas air yang diukur dibandingkan dengan kriteria kesesuaian,

Hasil pengamatan sebaran sedimen dengan menggunakan citra satelit SeaWIFS memperlihatkan sebaran konsentrasi sedimen tersuspensi yang tinggi dijumpai di perairan