• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban Kajian Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 dan Surat Al-Kautsar Ayat 1-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban Kajian Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 dan Surat Al-Kautsar Ayat 1-3"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)

Oleh

Achmad Widadi

1111011000097

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Nama : Achmad widadi

NIM : 1111011000097

Judul : “Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban Kajian Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 Dan Surat Al-Kautsar Ayat 1-3.”

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 serta mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung didalamnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research (penelitian kepustakaan) dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan dengan data primer diantaranya Fiqh Sunnah, Khifayattul Akhyar, Fiqih Dazibah, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Al-Misbah dan Al-Qur’an dan Tafsirnya. Selanjutnya dianalisis dengan metode tahlilî, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.

(7)

ii

Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh

Kiranya tiada kalimat yang pantas diucapkan selain Alhamdulillâh, yang merupakan kalimat terindah yang dapat penulis sampaikan. Segala puji hanya bagi Allah, merupakan manifestasi rasa syukur terhadap kehadirat Ilâhi Rabbi dengan rahmat dan hidâyahnya telah menghadiahkan anugerah yan begitu mahal nilainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Şalawat dan

salâm semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw,

orang yang begitu mencintai kita sehingga diakhir hayatnya yang beliau sebut dan kenang hanyalah kita umatnya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

bukan semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik batuan moril ataupun materil. Oleh karena itu sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

(8)

3. Abdul Ghafur, MA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Dr. Jejen Musfah, M.A selaku dosen pebimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi bagi penulis.

5. Orang tua penulis, yaitu: Bapak Hasbialloh dan Ibunda Maryam yang telah merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan

mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing, memotivasi dan mendo’akan penulis dalam menempuh kehidupan ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai materi perkuliahan.

7. Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Umum Islam Iman Jama, Perpustakaan Pusat Studi Qur’an yang telah menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan skripsi ini.

8. Untuk adik-adik penulis yaitu Rohmatul Aulia dan Isti’anah yang selalu memberikan semangat kepada penulis, semoga kita selalu menjadi anak-anak yang bisa membanggakan kedua orang tua kita. 9. Kepada sahabat tercinta Resti Wahyu Susanti, Fathurrohmah

Aviciena, Anisya Ulfah, Rif’ah Awaliyah, Muta’aliyah, Ali Zuhdan, Bang Ade, Abdul Hamid, Firmansyah, Jaka Perdana Putra. Tanpa jasa-jasa kalian semua penulis bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa.

10.Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat

(9)

11.Kepada Teman-teman seperjuangan dan teman-teman PAI C yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan, serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Faisal Zami, Aggung, Hilman Sodri, Lukman,Rahman, Abdau, Syifa, Desni, Uswah, Weni, Ima, Atik, Ade firda, Ana, nining, Lina, Afifah, Anggun, Azkaa, Syifa fauziah, Neha, Topik Muarip, Akbar, Syahrul, rohmat, Uswah, Rena, Azizah, yang sama-sama menepuh studi pada jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

12.Untuk Brakers Brother yaitu: Eros, Arief, Fakhri, Bagus, An rian, Tompi, Tresna, Ano, Ipin, dan kawan-kawan lainya yang selalu memberikan hiburan disela-sela kepenatan penulis.

13.Untuk sahabat penulis, Yana, Yogi Shubahan, Qana Istiqoma, Fani Esyaranti, Hadad Adnan yang selalu memberikan dukungan dan hiburan dalam segala hal.

14.Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Robbal `Âlâmîn.

Jakarta, 05 Oktober 2016

(10)

v

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Konsonan Tunggal

No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin

1 ا Tidak

dilambangkan

16 ط ţ

2 b 17 ظ ť

3 t 18 ع ‘

4 ś 19 غ ġ

5 ج j 20 ف f

6 ح h 21 ق q

7 kh 22 k

8 د d 23 l

9 ż 24 م m

10 ر r 25 n

11 ز z 26 و w

12 س s 27 h

13 ش sy 28 ء `

14 ص ş 29 ي y

15 ض đ 30 ة h

2. Vokal Tunggal

Tanda Huruf Latin

َـ a

ـ i

(11)

3. Vokal Rangkap

Tanda dan Huruf Huruf Latin

ْيـ ai

ْوــ Au

4. Mâdd

Harakat dan Huruf Huruf Latin

اــ â

ْيــ î

ْوــ ȗ

5. Tâ’ Marbuţah

Tâ’ Marbuţahhidup translitrasiya adalah /t/.

Tâ’ Marbuţahmati transliterasinya adalah /h/.

Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh: َح َي ة َحلا َي َو َنا

ا = hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât

َ لا َْر َس ة ْلا ْبإ تَ ئا

ةي = al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul

ibtidâ`iyyâh

6. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

yang diberi tanda syaddah (digandakan).

َمََّع Ditulis ‘allama

رِرَكي Ditulis yukarriru

7. Kata Sandang

(12)

Contoh:

ةَاَّلا= aş-şalâtu

b. Kata sadang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

ََّلا= al-falaqu

8. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia

seperti alif, contoh:

تَّْكأ= akaltu َي ْوأ = ȗtiya

b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh: وّكأَ= ta’kulȗna ٌئْيَش = syai`un

9. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya. Contoh:

آر لا = al-Qur`ân

(13)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

UJI REFENSI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Acuan Teori ... 8

1. Pengertian Nilai Pendidikan ... 8

2. Pengertian Ibadah Kurban ... 11

3. Hukum dan Syarat Orang yang Boleh Berkurban ... 13

a. Hukum Berkurban ... 13

b. Syarat Orang yang Boleh Berkurban ... 14

4. Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban ... 16

5. Syarat Hewan Yang Boleh Dikurbankan ... 17

6. Tata Cara Melaksanakan Ibadah Kurban ... 20

7. Hikmah Berkurban ... 25

(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian ... 28

C. Fokus Penelitian ... 30

D. Prosedur Penelitian ... 31

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 dan Surat al-Kautsar Ayat 1-3 .... 34

1. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 a. Teks Ayat dan Terjemahnya ... 34

b. Kosa Kata Inti ... 34

c. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 ... 36

2. Tafsir Surat al-Kautsar Ayat 1-3 a. Teks Ayat dan Terjemahnya ... 44

b. Kosa Kata Inti ... 44

c. Tafsir Surat al-Kautsar Ayat 1-3 ... 45

B. Analisis Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban dalam Surat al-Hajj Ayat 34 dan Surat al-Kautsar Ayat 1-3 ... 52

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Implikasi ... 61

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(15)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Al-Qur`ân adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir melalui perantara malaikat Jibril, bagi yang membacanya mendapatkan pahala dan mendapatkan syafa‟at (pertolongan) di hari akhir. Secara etimologis pengertian al-Qur`ân adalah masdar dari kata qa-ra-a (– َق

َر –

َأ ). Ada dua pengertian al-Qur`ân dalam bahasa Arab, yaitu Qur‟ân ( ٌناْرق ) berarti bacaan dan apa yang tertulis padanya, maqru (ٌءْو رْقم), serta ismu

al-fa‟il (subjek) dariqara‟a (َأَرَق).1

Menurut Abdul Wahab Khallaf, “al-Qur`ân adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantara malaikat Jibril kedalam hati Nabi Muhammad dengan lafalzh yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, serta menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya”.2 Al-Qur`ân sebagaimana diketahui, diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafalzh maupun uslubnya. Bahasa Arab adalah suatu bahasa yang kaya akan kosa kata dan sarat akan kandungannya. Kendati al-Qur`ân berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-Qur`ân secara rinci.3

Al-Qur`ân diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang ingin mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Al-Qur`ân tidak diturunkan untuk satu umat atau suatu masa, akan tetapi untuk seluruh umat manusia dan sepanjang masa (universal).4 Dalam kehidupan kaum Muslimin, al-Qur`ân

1Burhanudin, Fiqih Ibadah: Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), Cet. 1, h. 37.

2

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, ( Semarang, Toha Putra Group, tnp.thn), Cet. 1, h. 18.

3Abdul Halim, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 3.

4Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian

(16)

menempati kedudukan yang sangat penting, pentingnya al-Qur`ân berkaitan dengan keberadaan dan fungsinya sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Selain itu juga didalam al-Qur`ân terdapat bermacam-macam ilmu yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, bagi umat Islam membaca al-Qur`ân dengan baik dan benar serta memahami isi kandungannya merupakan hal yang penting, selain mendapatkan pahala dan ilmu, mereka juga akan mendapatkan petunjuk kehidupan dari Allah untuk menuju jalan yang benar.

Sedangkan menurut Muhammad Alim, beliau menjelaskan bahwa al-Qur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka besar, yaitu : pertama, tentang akidah. Kedua tentang syariat. Ini terbagi menjadi dua pokok, yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah, dan muamalah, hubungan manusia dengan sesama manusia. Ketiga, tentang akhlak yaitu etika, moralitas, budi pekerti dan segala sesuatu yang termasuk didalamnya.5 Hal yang pertama kali diwajibkan Allah kepada hamba-Nya adalah beriman kepada-Nya, yakni mengucapkan dengan lisan dan meyakininya dengan hati.6 Setelah beriman maka manusia haruslah beribadah kepada Allah, pada kodratnya manusia harus beribadah kepada Allah sebagaimana yang terdapat didalam al-Qur`ân surat adz-Dzariyat/51 ayat 56 :





“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”.7

Didalam al-Qur`ân telah terdapat berbagai macam perintah ibadah dari wajib sampai sunah, yang harus dilakukan manusia seperti : sholat, zakat, puasa, haji, kurban dan ibadah-ibadah lainnya. Namun di dalam al-Qur`ân terkadang hanya terdapat perintah dan hukumnya saja, tetapi didalam tata cara pelaksanaannya harus mengambil dari hadist-hadist dan contoh yang

5Ibid., h.180.

6Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman Al-Bukhari, Keagungan Dan Keindahan Syarat

Islam, Terj. Rosihon Anwar, M. Ag., (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 11.

(17)

dilakukan oleh Nabi Muhammad. Tetapi didalam kenyataannya masih ada orang yang belum memahami tata cara beribadah sesuai dengan al-Qur`ân dan hadis, salah satunya dalam melaksanakan ibadah kurban, masih ada orang yang belum memahami bagaimana melaksanakanya sesuai dengan al-Qur`ân dan hadist.

Ibadah kurban (udhhiyah) adalah suatu yang disembelih pada hari raya kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.8 Kurban yang kita ketahui selama ini sebagai penyembelihan hewan ternak

seperti kambing, sapi, unta dan biri-biri sebagai bentuk ibadah pada bulan Dzulhijjah (Hari Raya Haji). Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menggembirakan fakir miskin sebagaimana di hari Raya Idul Fitri tiba mereka digembirakan dengan zakat fitrah.9 Kurban merupakan Sunnah

mu‟akkadah, sebagai syiar yang nyata, dimana orang yang mampu

seharusnya senantiasa melaksanakanya.

Pada awalnya ibadah kurban ialah menjalani syariat yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Landasan sejarah ibadah kurban yaitu peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim AS melalui sebuah mimpi, Allah telah memerintahkan Nabi Ibarahim AS melaului mimpi untuk menyembelih anaknya dari Siti Hajar yaitu Nabi Ismail AS. Ketika Nabi Ibrahim ingin menyembelih anaknya, seketika itu juga Allah menggantinya dengan seekor domba yang menggantikan nabi Ismail AS. Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus dan ikhlas serta ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Tuhannya. Setelah itu pun Nabi Muhammad melaksanakan ibadah kurban dan mensyariatkannya kepada umatnya sebagaimana yang diperintahkan didalam al-Qur`ân dan hadist.

Didalam Islam, kurban bukan sekedar penyembelihan binatang dan

aktifitas membagikan daging hewan kurban pada mereka yang menerimanya. Lebih dari itu kurban memiliki akar sejarah yang kuat dan memiliki posisi vital ditengah-tengah masyarakat. Selain memiliki dimensi sosial ibadah

8Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman Al-Bukhari, op. cit, h. 222.

(18)

kurban juga memiliki dimensi religi yang menghubungkan antara makhluk dan Al-Khaliq, pencipta alam semesta. Dengan begitu kurban memiliki dapat mempererat tali ikatan vertical dan horizontal sekaligus. Kurban dapat menjadi cermin yang memberikan informasi sejauh mana seorang muslim mau berkurban untuk sesama.10 Selain itu ibadah kurban ini sesungguhnya adalah ibadah yang menguji ketakwaan dan keikhlasan manusia didalam menjalankannya.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasbi Ash Shiddieqy syarat-syarat

diterimanya ibadah seseorang, yaitu :

1. Ikhlas, yakni : ibadah kita itu, dilaksanakan atas dasar ikhlas.

2. Ibadah kita itu, dilakukan secara yang sah : sesuai dengan petunjuk syariat.11

Namun pada penerapannya, masih adanya orang yang salah paham atau belum mengerti bagaimana hakikat ibadah kurban itu sendiri. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi, artikel-artikel yang dikaji, bahwa terdapat kekeliruan didalam melaksanakan ibadah kurban, dari segi waktu pelaksanaannya masih adanya segolongan masyarakat yang lebih awal merayakan Idul adha dan melaksanakan ibadah kurban lebih awal dari ketetapan pemerintah dalam menentukan hari 10 dzulhijjah, belum lagi dengan masalah lainnya, yaitu adanya penjual hewan kurban yang menjual hewan yang sakit kepada konsumen seperti, sakit mata, cacat, stres dan lain-lain.12

Selain itu ditemukan juga pedagang yang menjual hewan kurban pemakan sampah,13 serta umur hewan kurban yang tidak memenuhi syarat,

10M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah Kurban, Aqiqah, Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 25.

11Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah : Ibadah ditinjau dari segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), h. 12-13.

12Erwan Hermawan, Lembaga: Koran Tempo, 258 Hewan Kurban di Jakarta Tak Layak

Potong, diakses pada 20 Januari 2016, pukul: 10.15,dari

(http://metro.tempo.co/read/news/2015/09/23/214703257/258-hewan-kurban-di-jakarta-tak-layak-potong).

13Wow Keren.com, Asal Sehat, Sapi dan Kambing Pemakan Sampah Boleh Jadi Hewan

(19)

karena sesungguhnya tidak diperkenankan seseorang berkurban dengan binatang yang masih kecil karena binatang yang kecil belum masuk kedalam beban untuk dikurbankan.14

Jika kita melihat permasalahan tersebut, ibadah kurban yang telah dilakukan hanya sekedar rutinitas ritual tahunan semata, tampa mengambil nilai pendidikan serta makna dan tujuan dari ibadah kurban itu sendiri. Aktivitas berkurban bukanlah sesuatu yang bebas nilai, sejalan dengan konsep tauhid, ibadah ritual memilliki nilai-nilai kebaikan yang luhur, jika

kita berangkat mengharap keridhaan illahi. Begitupun dengan Ibadah kurban memiliki makna dan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan teladan dan perinsip hidup didalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam al-Qur`ân terdapat ayat-ayat yang membahas tentang ibadah kurban, diantaranya yaitu firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3. Ayat tersebut menerangkan tentang melaksanakan ibadah kurban. Jika ibadah ini dilakukan sesuai dengan al-Qur`ân dan syariat Islam, mudah-mudahan apa yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT. Tetapi jika ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan semua itu maka apa yang kita kerjakan hanyalah suatu tindakan yang sia-sia.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengkaji serta menganalisa konsep ibadah kurban yang ada dalam al-Qur`ân, untuk itu penulis mengambil judul, “NILAI PENDIDIKAN PADA SYARIAT KURBAN KAJIAN TAFSIR SURAT AL-HAJJ AYAT 34 DAN SURAT

AL-KAUTSAR AYAT 1-3”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasikan beberapa persoalan yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas didalam skripsi ini, yaitu :

1. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan ibadah kurban yang sesuai dengan al-Qur`ân dan syariat Islam.

(20)

2. Masih adanya orang yang melaksanakan kurban sebagai ritual tahunan saja, tanpa mengetahui maksud dan tujuan dari kurban tersebut.

3. Kurangya pengetahuan masyarakat tentang nilai pendidikan yang terdapat pada ibadah kurban.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak terjadi perluasan masalah didalam pembahasanya, maka penulis membatasi permasalahan yang ada. Adapun masalah yang dibatasi, yaitu :

1. Isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

2. Kajian tentang nilai pendidikan pada syariat ibadah kurban yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

D.

Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang sudah penulis paparkan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan, ialah :

“Apa isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 serta apa saja nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung didalam surat tersebut ?”

E.

Tujuan Penelitian

(21)

C.

Manfaat Hasil Penelitian

1. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur`ân sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia agar ajaran-ajarannya dapat direalisasikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.

2. Memberikan sumbangsih pemikiran melalui tulisan ini agar bisa dimanfaatkan oleh peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian tentang ibadah kurban.

3. Mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada pensyariatan kurban yang terkandung didalam al-Qur`ân.

(22)

8

A.

Acuan Teori

1.

Pengertian Nilai Pendidikan

Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “harga atau sifat-sifat hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”.1 Sedangkan menurut Moh. Toriquddin “nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi positif”.2 Nilai sendiri berasal dari bahasa inggris value termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology Theory of Value). Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai berupa tindakan moral dan estetika dalam kehidupan manusia, selanjutnya nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.3 Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai.

Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang

melekat pada sesuatu itu. Nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik

memang berharga. Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah memperbandingkannya dengan fakta.4 Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Dari uraian-uraian

1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi

Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. 4, h. 963.

2Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2008), cet. 1, h. 3.

3Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2012), cet. 2, h. 125-126.

(23)

pengertian nilai diatas, maka Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan, menyebutkan adanya 3 macam nilai, yaitu sebagai berikut :

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna untuk rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi sebagai berikut:

1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia).

2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia.

3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.

4) Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.5

Sesuai dengan penjelasan di atas maka penulis dapat memahami bahwa nilai ialah suatu hal yang menjadi ukuran atas suatu tindakan. Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah.

Selanjutnya pengertian pendidikan, menurut Yatimin Abdullah “pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam arti luas pendidikan baik

formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup”.6

Menurut Sudirman sebagaimana di kutip oleh Hasbullah menjelaskan bahwa:

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha

5Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), cet. 9, h. 89.

(24)

yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.7

Menurut Ahmad Tafsir pendidikan ialah “pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati”.8

Menurut Mortiner J. adler sebagaimana dikutip oleh Arifin, mengatakan bahwa pendidikan adalah “proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik”.9

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.10

Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat memahami bahwa nilai pendidikan adalah suatu yang diyakini kebenaranya yang didapat dari berbagai macam cara dan mendorong seseorang untuk berbuat positif didalam kehidupannya sendiri atau bermasyarakat.

7Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 11, h. 1. 8Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7, h. 26.

9M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1987), cet. 1, h. 11.

10Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: (UU RI

(25)

2.

Pengertian Ibadah Kurban

Pada kodratnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dan sudah seharusnya kita sebagai makhuk untuk beribadah kepada-Nya. sebagaimana yang terdapat di dalam al-Qur`ân surat adz-Dzariyat/51 ayat

56 :





“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.11

Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha‟ah), tunduk

(al-khudu). Ubudiyah artinya tunduk (al-khudlu) dan merendahkan diri

(al-tazallul).12

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bukti kepada Allah SWT., yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”.13 Menurut Yusuf Qardhawi yang dikutip oleh Zurinal dan Aminuddin menyatakan bahwa, “ibadah adalah ketaatan terhadap sesuatu yang maha besar, yang objeknya tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Maka ketaatan pada objek yang kongkrit, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, seperti kepada penguasa tidak termasuk ibadah”.14

Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, mengartikan ibadah secara bahasa yaitu taat, menurut, mengikut, tunduk. Tunduk yang dimaksud di sini adalah tunduk yang setinggi-tingginya dan dengan do`a.15

Sementara menurut sebagian ulama tauhid dan hadist, “ibadah adalah mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya, serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya”.16

11Kementrian Agama RI, Al-Qur`an Dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 756.

12Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1995), h. 2.

13Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi

Keempat, op.cit, h. 515.

14Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 26-27.

15Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), Cet. 6, h. 1.

(26)

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai ibadah penulis memahami bahwa ibadah adalah mengabdikan diri serta tunduk kepada Allah Yang Maha Esa dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Beralih ke definisi kurban, kata kurban disebut juga udhhiyah yaitu sesuatu yang disembelih pada hari raya kurban guna mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.17 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqih sunnah menjelaskan kurban (Al-Hadyu) ialah

hewan ternak yang diberikan kepada Tanah Suci dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.18

Selanjutnya pengertian kurban secara etimologi dan terminologi

syara, yaitu hewan yang khusus disembelih pada saat hari raya kurban (`Id

al-adha) dan hari tasyriq (hari tanggal 10, 11, dan 13 bulan Dzul Hijjah)

beserta malamnya, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.19 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kurban adalah persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran Haji) sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya”.20

Menurut Muhammad Bagir Al-Habsyi di dalam bukunya fiqih praktis menjelaskan “udh-hiyah atau adh-ha adalah hewan (unta, sapi atau domba) yang disembelih pada hari raya Idul-Adh-ha sampai tiga hari sesudahnya”.21

Penulis sendiri mencoba menyimpulkan bahwa ibadah kurban ialah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan dengan syarat dan cara yang sesuai dengan syariat Islam pada hari raya Idul Adha sampai

17Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fiqih Sunah, Terj. dari Shahih Fiqh

As-Sunnah Wa Adillatuhu wa Taudbib Madzabib Al A‟immah oleh Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 611.

18Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2,Terj. dari Fiqhus Sunnah oleh Nor Hasanuddin, Dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 439.

19M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 25-26.

20Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi

Keempat, op.cit, h. 762.

21Muhammad Bagir Al-Habsy, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur`ân, As-Sunnah, dan Pendapat

(27)

dengan tanggal 11-12-13 Dzulhujjah atau yang disebut dengan hari

tasyriq.

3.

Hukum dan Syarat Orang yang Boleh Berkurban

a. Hukum Berkurban

Adapun hukum kurban menurut jumhur ulama adalah sunnat

muakad, yaitu sunnat‟ain muakkad dimana yang melakukanya

mendapat pahala dan meninggalkanya tidak mendapat siksa.22 Tetapi ada beberapa pendapat ulama yang menyatakan wajib, mereka mengatakan kurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu. Ini adalah pendapat Rabi’ah, Al Auza’I, Abu Hanifah, Al-Laits dan sebagian ulama madzhab Maliki.23

Para sahabat pun sepakat bahwa kurban bukan wajib. Dan tidak seorang pun dari mereka yang mengatakan wajib. Imam al mawardi mengatakan bahwa sejumlah riwayat yang dilansir daripada sahabat menunjukan adanya ijma‟ dikalangan mereka bahwa kurban itu tidak wajib.24 Kecuali apabila seseorang bernazar untuk berkurban, maka hal itu menjadikannya wajib dilaksanakannya.25

Ulama Ibn Qasim mengatakan, lalu dikutip di dalam buku fiqih dzabihah bahwa hukum berkurban adalah sunat kifayah bagi tiap-tiap muslim yang sudah baligh, berakal, memiliki kemampuan untuk berkurban dan hidup dalam suatu keluarga. Sedangkan bagi mereka

yang hidup seorang diri hukumnya adalah sunat `ain.26

Menurut beberapa pendapat para ulama diatas, penulis lebih setuju

dengan pendapat yang pertama dan jumhur ulama. Karena tidak ada dalil yang menyatakan dengan tegas bahwa kurban itu wajib

22Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat MadzhabBagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji, Kurban), Terj. dari Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah oleh Chatibul Umum Abu Hurairah, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 352.

23Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 612.

24Ibid.,

h. 615.

(28)

hukumnya bagi setiap orang dan jika dilihat dari sisi lain, ketika hukum berkurban diwajibkan maka tidak semua orang mampu melaksanakan ibadah kurban tersebut. Semua itu terbentur dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam melaksanakanya.

b. Syarat Orang yang Boleh Berkurban

Syarat-syarat kurban ini sangatlah perlu diketahui untuk kita. Adapun syarat orang yang berkurban antara lain :

1) Islam. Kurban ini ditunjukan bagi mereka yang beragama Islam. 2) Berakal. Orang yang tdiak sehat akalnya tidak dianjurkan untuk

berkurban.27

3) Merdeka. Bagi hamba sahaya tidak disunnatkan berkurban.

4) Mampu. Bagi yang tidak mampu tidak disunatkan untuk berkurban. Ada beberapa pendapat tentang batas mampu atau tidaknya seseorang dalam berkurban.28

Sementara ada berbagai macam pendapat dari beberapa kalangan madzhab mengenai syarat-syarat orang yang berkurban, diantaranya sebagai berikut :

1) Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa yang disebut orang yang mampu berkurban adalah orang yeng memiliki harta sebanyak dua ratus dirham, atau mempunyai harta seratus dirham tetapi tidak termasuk tempat tinggal, pakaian, dan perabot yang ia butuhkan.29 Menurut madzhab ini jika harta seseorang belum mencukupi batasan maka belum dibolehkan berkurban.

2) Madzhab Hanabilah: Mereka berpendapat bahwa yang disebut orang yang mampu berkurban adalah orang yang mampu membeli

hewan kurban sekalipun dengan cara berhutang sekiranya dia yakin

27Mansyur, dkk., Bina Fikih Untuk Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah, ( Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2009), h. 46.

(29)

mampu membayar hutangnya itu.30 Pendapat ini lebih membolehkan seseorang walapun dengan cara berhutang, jika dia yakin mampu membayarnya maka dibolehkan berkurban.

3) Madzhab Malikiyah: Mereka berpendapat bahwa yang disebut mampu ialah mereka yang memiliki kemampuan membeli hewan kurban pada tahun ia berkurban, tetapi apabila ada kebutuhan yang sangat penting pada tahun yang sama dan mengharuskan memakai dana yang banyak sehingga tidak mampu lagi membeli hewan

kurban maka orang tersebut tidak disunatkan berkurban.31 Pendapat madzhab ini lebih berhati-hati dalam membolehkan seseorang berkurban, jika pada pada tahun yang sama terjadi suatu musibah yang memakan biaya banyak, sehingga menyebabkan dia belum bisa berkurban maka orang tersebut tidak dibolehkan berkurban pada tahun yang sama.

4) Syafi’iyah: Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud orang yang mampu berkurban adalah orang yang memiliki harta untuk membeli hewan kurban lalu hartanya tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang yang dalam tanggungannya seperti, kebutuhan makanan, lauk, kue, buah-buahan, dan lain sebagainya pada hari Idul Adha serta hari-hari

tasyriq.32 Pendapat madzhab ini mengatakan haruslah memenuhi

kebutuhan orang-orang yang berada didalam tanggunganya jika semua terpenuhi barulah ia boleh berkurban.

Ketika seseorang ingin berkurban maka mereka perlu mengetahui apa saja yang harus diperhatikan. Jika seseorang mempunyai hutang maka lunasilah hutangnya, jika keluarganya ada yang mendapat

musibah lalu membutuhkan uang maka tolonglah mereka, baru dibolehkan untuk berkurban. Jika seseorang mempunyai tanggungan keluarga yang banyak tetapi ia ingin berkurban serta berimbas kepada

(30)

keluarga yang ditanggungnya maka orang tersebut tidak diharuskan berkurban sebagaimana pendapat yang diutarakan imam Syafi’i.

4.

Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban

Ibadah kurban adalah ibadah yang terkait dengan pelaksanaan Ibadah

Haji, yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah. Tetapi di dalam pelaksanaan ibadah kurban boleh dilaksanakan juga pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah atau yang disebut dengan hari tasyriq. Lebih tepatnya ialah waktu penyembelihan hewan kurban sejak tibanya shalat hari raya Idul Adha sampai tenggelamnya matahari diakhir hari tasriq.33

Sebagaimana sabda Nabi SAW, sebagai berikut:

Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami dari Ghundar,

dari Syu‟bah, dari Zubaid al-Iyami, dari asy-Sya‟bi, dari al-Bara` bahwa

Nabi Muhammad s.a.w bersabda: Pertama kali yang harus kita lakukan pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang, lalu kita menyembelih hewan kurban. Orang yang melaksanakannya, dia telah melakukan sunah kita; orang yang menyembelih sebelum shalat (Id), daging hewan itu hanyalah seperti daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan bukan daging kurban.” (H.R. Bukhari)34

Didalam kitab Ar-Raudhah yang dikutip dibuku Kifayatul Akhyar tibanya waktu penyembelihan kurban adalah apabila matahari sudah terbit pada hari raya kurban dan telah lewat sedikit sekiranya cukup untuk sholat

dua rakaat dan dua khotbah dengan singkat.35

33Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar Jilid 3, Terj. dari Kifayatul

Akhyaroleh Achmad Zaidun dan A. Ma’ruf Asrori, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset: 1997), Cet. 1,

h. 248.

34Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2, Penerjemah Subhan Abdullah, dkk., (Jakarta: Almahira, 2012), h. 439.

35

(31)

Dan juga didalam buku Bidayatul Mujtahid menurut Imam Maliki menyembelih pada malam hari tidak boleh. Tetapi menurut Imam Syafi’I dibolehkan menyembelih pada malam hari.36 Lalu ada pendapat yang mengatakan bahwa menyembelih pada malam hari adalah makruh hukumnya, karena dikhawatirkan penyembelihanya salah, atau pisaunya mengenaidiri penyembelih sendiri.37

Dari penjabaran di atas penulis dapat memahami bahwa pelaksanaan ibadah kurban dapat dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah

melaksanakan sholat Idul Adha dan mendengarkan dua khotbah sampai dengan sebelum terbenamnya matahari ditanggal 13 Dzulhijjah. Adapun waktu penyembelihan sebaiknya dilaksanakan pada pagi, siang dan sore hari. Jika tidak memungkinkan lalu melaksanakannya pada malam hari tidaklah mengapa.

5.

Syarat Hewan Yang Boleh Dikurbankan

Dalam pelaksanaan ibadah kurban, tidak semua hewan dapat dijadikan kurban. Ada beberapa jenis hewan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi yang boleh dikurbankan. Para ulama telah bersepakat bahwa hewan kurban itu dapat diambil dari hewan ternak yang gemuk dan besar yaitu kambing, domba, unta, sapi dan kerbau.38 Tetapi hewan-hewan tersebut harus memenuhi syarat tertentu, adapun ketentuan yang harus dipenuhi : a. Kambing dan Domba

Untuk satu ekor kambing ketentuannya hanyalah untuk satu orang.

Kambing yang boleh dijadikan untuk kurban yaitu yang sudah berumur satu tahun dan menginjak umur dua tahun, atau gigi depannya

sudah ada yang tanggal dan berganti dengan gigi baru.39 Sementara untuk kambing kacang yaitu harus yang sudah berumur dua tahun atau

36Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, Terj. dari Bidayatul Mujtahid

wa Nihayatul Muqtashid oleh Imam Ghazali Said dan Acmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Imani, 2007), Jilid. 2, h. 285.

37Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 249. 38Ibnu Rusyd, op.cit., h. 268.

(32)

menginjak umur tiga tahun. Lalu untuk domba ukuranya ialah yang sudah musinnah yang telah berumur satu tahun dan masuk tahun kedua. Akan tetapi apabila sulit mendapatkan domba yang musinnah maka boleh jadza`ah yang masih berumur enam bulan.40

b. Unta

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, Rasullullah bersabda:

“Muhammad bin Hatim menyampaikan kepadaku dari Waki`, dari

Azrah bin Tsabit, dari Abu az-Zubair bahwa Jabir bin Abdullah berkata: Kami menunaikan haji bersama Rasulullah s.a.w. Kemudian kami menyembelih seekor unta untuk kurban tujuh orang, dan seekor sapi untuk kurban tujuh orang”. (H.R. Muslim).41

Dari hadis di atas dapat kita ketahui bahwa satu ekor unta dapat diperuntukan untuk tujuh orang. Tetapi mengenai unta ada pendapat laian, Abu Ishaq mengatakan yang terdadapat dalam buku kifayatul

al-Akhyar “unta cukup untuk sepuluh orang”.42 Untuk unta umur yang

bisa dijadikan untuk kurban ialah sudah sempurna berumur lima tahun dan menginjak enam tahun.43 Kurang dari lima tahun tidak boleh digunakan untuk berkurban.

c. Sapi dan Kerbau

Untuk sapi dan kerbau sebagaimana hadis di atas bahwa sapi dan kerbau diperuntukan untuk tujuh orang. Sapi dan kerbau disyaratkan

harus sudah berumur dua tahun dan menginjak umur tiga tahun.44 Apabila kurang dari dua tahun maka tidak bisa dijadikan untuk kurban.

40Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 620.

41Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits 3: Shahih Muslim 1, Penerjemah Ferdinand Hasmand, dkk., (Jakarta: Almahira, 2012), h. 623.

42Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 242.

43Talimiyah Pondok Pesantren Sidogiri, Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan Praktek, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri), h. 111.

(33)

Dari penjabaran di atas penulis memahami bahwa hewan yang dijadikan untuk berkurban adalah dari jenis hewan ternak seperti kambing, domba, unta, sapi, dan kerbau. Hewan tersebut harus memenuhi syarat tertentu yaitu harus cukup umur sesuai ketentuannya masing-masing, berbadan besar dan gemuk serta sehat.

Selain ketentuan yang telah dijelaskan, hewan kurban pun perlu sehat dan terbebas dari cacat. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW yaitu:

“Ismail bin Mas‟ud mengabarkan kepada kami dari Khalid yang

menyampaikan dari Syu‟bah, dari Sulaiman bin Abdurrahman maulabani

Asad bahwa Abu adh-Dhahak Ubaid bin Fairuz maulana bani Syaiban

berkata, “Aku berkata kepada al-Bara‟,`Sampaikanlah kepadaku hadits

tentang hewan yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w berdiri (sambil memberi isyarat tangan yang berarti empat)-tanganku lebih pendek dari tangan beliau-dan berkata,`Empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: hewan yang buta sebelah matanya, hewan yang sakit yang nyata

sakitnya, hewan pincang yang nyata Aku berkata, „Aku tidak suka jika ada

cacat pada tanduk atau gigi hewan kurban.‟ Beliau

menjawab,`Tinggalkan hal yang tidak engkau sukai, tetapi jangan mengharamkannya kepada orang lain‟.” (H.R. An-Nasa’i)45

Cacat seperti ini ada empat macam yang dinyatakan tidak sah oleh Sunnah untuk dijadikan sebagai hewan kurban, yaitu :

45

(34)

a. Buta. Seandainya warna putih matanya menutupi sebagian besar pandanganya dan hanya tersisa sedikit, maka hewan tersebut tidak mencukupi untuk dijadikan kurban. Apalagi jika hewan itu buta. b. Hewan yang sakit parah. Jika sakitnya tidak parah, maka boleh

dijadikan kurban.

c. Hewan yang pincang. Apabila kakinya patah maka tidak boleh dijadikan hewan kurban.

d. Hewan yang kurus yang tidak bersumsum. Yakni hewan yang tidak

memiliki sumsum karena terlalu kurus.46

Lalu didalam hadis lain dari Ali bin Abu Thalib, mengatakan :

“Muslim bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Hisyam bin Abu Abdullah ad-Dastawa`i, dari Hisyam bin Sanbar, dari Qatadah, dari Jurai bin Kualib, dari Ali bahwa Nabi s.a.w melarang umat Islam

berkurban dengan „adhbâ`, yaitu hewan yang telinga dan tanduknya

terpotong.

Abu Dawud berkata, Jurai Sadusi adalah seorang dar Bashrah, dan hanya

Qatadah yang meriwayatkan darinya.” (H.R. Abu Daud)47

Dari hadis di atas, dapat ditambahkan bahwa hewan yang dikurbankan yang mata dan telinganya baik, tidak sobek ataupun berlubang serta ekornya tidak boleh terputus.

6.

Tata Cara Melaksanakan Ibadah Kurban

46Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 622.

47Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5: Sunan Abu

(35)

Sebagaimana yang sudah dibahas terdahulu tentang waktu pelaksanaan kurban, yaitu setelah melaksanakan sholat Idul Adha dan mendengarkan dua khutbah sampai dengan sebelum terbenamnya matahari ditanggal 13 Dzulhijjah.

Para ulama sepakat bahwa kurban tidak boleh diambil sebelum salat Idul Adha berdasarkan hadis berikut ini:

Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami dari Ghundar,

dari Syu‟bah, dari Zubaid al-Iyami, dari asy-Sya‟bi, dari al-Bara` bahwa

Nabi Muhammad s.a.w bersabda: Pertama kali yang harus kita lakukan pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang, lalu kita menyembelih hewan kurban. Orang yang melaksanakannya, dia telah melakukan sunah kita; orang yang menyembelih sebelum shalat (Id), daging hewan itu hanyalah seperti daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan

bukan daging kurban.” (H.R. Bukhari)48

Seseorang yang berkurban, sebaiknya menyembelih dengan tangannya sendiri, tidak mewakilkannya kepada orang lain.49 Apabila orang tersebut merasa ragu atau tidak mampu, boleh diwakilkan dengan orang lain yang mengerti tentang persyaratan-persyaratan yang ada. Walaupun seseorang diwakilkan orang lain untuk menyembelih, namun dianjurkan untuk menyaksikannya sendiri.

Dalam Ibadah kurban, pelaksanaan penyembelihannya harus memenuhi rukun-rukun, yaitu:

a. Penyembelih

Penyembelih disini ialah orang yang boleh (sah) menyembelih meliputi semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan,

(36)

merdeka atau budak, fasik atau ta`at, dalam keadaan suci dari hadats besar, ahlul kitab.

Adapun urutan orang yang paling utama untuk menyembelih adalah sebagai berikut :

1) Laki-laki muslim yang berakal dan paham untuk menyembelih. (tamyiz)

2) Laki-laki muslim yang berakal.

3) Perempuan muslimah yang berakal dan paham untuk menyembelih.

(tamyiz)

4) Perempuan muslimah yang berakal. 5) Ahlul kitab.50

Penjabaran di atas menunjukan bahwa setiap orang berhak untuk menyembelih tetapi diutamakan lelaki muslim yang paham dalam menyembelih. Serta Islam mengesahkan sembelihan ahli kitab.

b. Hewan yang disembelih

Hewan yang boleh disembelih adalah meliputi semua hewan kurban yang halal dikonsumsi (dimakan).51 Artinya seluruh hewan kurban yang sehat dan tidak dalam keadaan cacat dan sekarat.

c. Alat untuk menyembelih

Alat penyembelihan, adalah meliputi setiap benda tajam yang dapat melukai. Seperti : besi, batu, kaca, bambu runcing dan yang lainya asalakan yang bukan dari tulang, gigi dan juga kuku.52

Penyembelihan dapat dianggap sah apabila dilakukan dengan cara memotong seluruh kerongkongan dan tenggorokan yang dimiliki oleh hewan, yang merupakan jalan nafasnya serta makanan.53 Biasa saluran pernafasan disebut juga dengan mari` (urat nadi) dan saluran makanan dan

minuman disebut juga dengan hulqum (tenggorokan) maka keduanya itu

50M. Husain Nashir, op.cit., h. 4-5. 51Ibid., h. 6.

52Ibid., h. 7.

(37)

harus terpotong.54 Jika didalam penyembelihan tidak terputus dua saluran tersebut maka dipastikan hewan tersebut tidak akan mati.

Dalam penyembelihan, orang yang menyembelih wajib bersegera ketika menyembelih, dan jangan berlambat-lambat sehingga menyebabkan hewan menjadi bangkai sebelum pemotongan pada bagian yang mematikan.55 Hal ini maksudnya jika si penyembelih lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga ketika hewan selesai disembelih, hewan tersebut masih hidup dan mampu bertahan lama, lalu untuk membuatnya

mati maka disembelih kembali maka haram hukumya. Dalam penyembelihan, tenggorokan dan urat nadi haruslah terpotong sekaligus. Apabila tidak bisa, boleh melakukan dua kali tetapi dengan catatan pemotongan yang pertama dan yang kedua tidak dipisahkan oleh renggang waktu.56

Ada beberapa tanda-tanda yang harus diperhatikan jika hewan tersebut sudah disembelih yaitu :

1) Bergerak dengan keras (menggelepar) 2) Darahnya mengucur deras

3) Tenggorokanyan berbunyi/mengorok

Apabila salah satu tanda-tanda tersebut ditemukan pada hewan yang telah disembelih, maka sembelihanya sudah dianggap cukup (sah). 57 Jika di dalam penyembelihan tidak terdapat tiga dari salah satu ciri-ciri di atas maka dipastikan hewan tersebut tidak akan mati.

Setelah kita mengatahui rukun-rukun penyembelihan, selanjutnya yang perlu kita perhatikan bagaimana tatacara pelaksanaan penyembelihan hewan tersebut. Adapun tata cara penyembelihan hewan kurban adalah sebagai berikut :

a. Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan kesebelah rusuknya yang kiri dengan posisi hewan tersebut menghadap kearah kiblat, diiringi

54M. Husain Nashir, op.cit., h. 9.

55Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi dan Imam Abu Zakariyya Yahya, op.cit. h.672 56M. Husain Nashir, op.cit., h. 11.

(38)

dengan membaca doa “Rabbana taqabbal minna innaka antas

sami‟ul „alim.” (“Ya Tuhan kami, terimalah kiranya kurban kami ini,

sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.”).58 Untuk penyembelihan kambing cukup dengan mengmeganginya saja sudah cukup, sedangkan untuk sapi dan kerbau dengan membaringkanya lalu mengikat kaki-kainya. Berbeda dengan unta, unta disunahkan menyembelihnya dalam keadaan berdiri.

b. Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca:

Bismillahi Allahu akbar.” (Artinya: “Dengan nama Allah, Allah

Maha Besar”). Setelah itu disunahkan untuk membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW.59 Untuk hewan kambing,sapi dan kerbau penyembelihan dilakukan di ujung leher dekat dengan kepala. Tetapi untuk unta penyembelihan dilakukan di leher dekat dengan dada. c. Kemudian penyembelih membaca doa, agar apa yang diniatkakan dan

kurbanya diterima Allah SWT. Sebagaimana doa yang dibaca Nabi Muhammad yaitu :

“Ya Allah, ini pemberian-Mu dan aku kembalikan kepada-Mu

maka terimalah ini dariku”.60

Agama Islam sebenarnya tidak mewajibkan untuk menyebut nama

Tuhanya didalam penyembelihan. Karena itulah seorang muslim dibolehkan memakan daging dari hasil sembelihan orang ahlul kitab yang memang mereka didalam penyembelihan tidak menyebut nama Allah. Tetapi beda halnya dengan kurban, di dalam pelaksanaanya diharuskan untuk menyebut nama Allah dan berdo’a serta menyembelih sendiri, jika diwakili haruslah dia yang beragama Islam serta pandai didalam penyembelihan.

58Mansyur, dkk., op.cit.,h. 52. 59Ibid.

(39)

Selain itu ada beberapa sunnah yang harus diperhatikan, Syekh Abu Syuja’ mengatakan di dalam buku Kifayatul Akhyar yaitu :

“Pada waktu menyembelih disunahkan lima hal: 1) Membaca basmalah, 2) Membaca selawat atas Nabi SAW, 3) Menghadapkan binatang yang disembelih ke kiblat, 4) Membaca takbir, 5) Berdoa agar

diterima oleh Allah.”61

Perkataan Syekh Abu Syuja’ di atas menjelaskan beberapa sunah yang perlu diperhatikan yaitu membaca basmalah (menyebut nama Allah), membaca sholawat nabi Muhammad SAW, mengahadapkan binatang yang disembelih kearah kiblat, mambaca takbir dan berdoa kepada Allah agar kurbanya diterima.

7.

Hikmah Berkurban

Setelah kita tahu apa itu ibadah kurban, kapan waktu pelaksanaannya, syarat-syarat pelaksanaannya dan tatacara melakukannya, tentulah sampai pada hikmah didalam melaksanakan ibadah kurban. Adapun hikmah berkurban sebagai berikut :

a. Untuk meneladani perintah-perintah berkurban pada nabi-nabi terdahulu seperti perintah berkurban yang dijalankan oleh nabi Ibrahim A.S dan putranya nabi Ismail A.S. dan juga menjalankan syariat nabi Muhammad SAW.

b. Hikmah lain dari berkurban adalah membangun mentallitas kepedulian sosial yang tinggi, utamanya bagi mereka yang mampu, Dengan tujuan untuk memperkokoh ikatan persaudaraan antar sesama muslim dalam satu ikatan yang kuat.62

61Ibid., h. 250.

(40)

c. Agar menyamai tarhadap apa yang dilakukan oleh umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji pada hari itu (tanggal 10 Dzul Hijjah) dengan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikan dagingnya pada fakir-miskin, sekaligius sebagai isyarat akan besarnya dambaan terhadap perkumpulan agung di tanah haram.63

Dari hikmah di atas, sebagai umat muslim seharusnya kita mengetahui jika memiliki harta yang cukup, maka tidak ada salahnya untuk melaksanakan ibadah kurban. Selain cara untuk menjalankan syariat nabi Muhammad serta menjalankan ibadah, kurban juga merupakan salah satu cara untuk mempersatukan umat tanpa memandang status sosial dan ekonomi seseorang dengan yang lainnya.

B.

Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan paparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Dengan tinjauan pustaka ini penelitian seseorang dapat diketahui keasliannya dengan cara mempertegas perbedaan dan persamaan diantara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas oleh penulis. Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. “Peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI’UL HUDA

PASONO KLAKAHSIHAN GEMBONG PATI TAHUN

PELAJARAN 2010\2011”. Skripsi ini dibuat oleh Darwati mahasiswi Fakultas Tarbiyah jurusan PAI di UIN Semarang pada tahun 2011. Adapun yang dibahas didalam skripsi tersebut tentang bagaimana belajar dengan melihat langsung serta berpartisipasi pada pelaksanan ibadah kurban. Persamaanya dengan pada penelitian ini ialah

(41)

mengkaji ibadah kurban. Sedangkan perbedaanya ialah dari segi tujuan penelitian yang ingin dicapai serta metode penulisan.64

2. “Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaattannya bagi Pribadi dan Masyarakat, Telaah Ayat-ayat Suci al-Qur’an dan as -Sunnah sebagai dasar hukum”. Skipsi ini dibuat oleh Suhaimi mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Jakarta pada tahun 2014. Adapun yang dibahas didalam skripsi ini yaitu suatu permasalahan mengenai bagaimana kedudukan kurban dalam syari’at Islam, manfaat serta tujuan berkurban bagi pribadi dan masyarakat, sejauh mana penerapan ayat al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar hukum mengenai kurban, dan bagaimana hukum pemanfaatan daging kurban. Dalam skripsi ini juga menjelaskan bahwa ibadah kurban bukan hanya sebagai ibadah saja namun juga mengajarkan kerja sama dalam tolong menolong.65

64Darwati, Peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI‟UL HUDA PASONO KLAKAHSIHAN GEMBONG

PATI TAHUN PELAJARAN 2010\2011, (Semarang : IAIN Walisongo, 2011)

65Suhaimi, Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaattannya bagi Pribadi

(42)

28

A.

Objek dan Waktu Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah mengenai nilai pendidikan pada syariat kurban kajian tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu selama dua semester terhitung dari tanggal 6 Oktober 2015 sampai dengan selesai. Tempat penelitian dilakukan di beberapa perpustakaan yang ada yaitu di PSQ (Pusat Studi Qur`ân), PU UIN (Perpustakaan Utama ), PT UIN (Perpustakaan Tarbiyah) dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama.

B.

Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library

Research).

2. Sumber Data

Penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.1

(43)

Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer, yaitu kitab suci al-Qur`ân, dan kitab-kitab tafsir al-Qur`ân yang menjelaskan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, diantaranya: Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir Al-Qurthubi. Dan data sekunder, yaitu buku-buku yang membahas tentang nilai pendidikan akhlak adil, tafsir-tafsir penjelas al-Qur`ân, kamus-kamus yang relevan dengan pembahasan dan literatur lain yang dianggap relevan

dengan pembahasan. 3. Analisis Data

Mengenai analisis data, menurut Imam Gunawan, “analisis data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab fokus penelitian”.2

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun formal.3

Karena penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayat-ayat al-Qur`ân dengan mengacu pada pandangan al-Farmawi yang dikutip oleh Abudin Nata bahwa metode tafsir yang bercorak penalaran (bukan jalur riwayat) ini terbagi menjadi empat macam metode, yaitu: tahlilî,

ijmalî, muqârin, danmauđu’î.4

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlilî. Metode

tafsir tahlilî adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha

menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân secara berurutan ditinjau dari berbagai seginya dengan memperhatikan urutan-urutan ayat-ayat dalam

muşhaf.5 Tafsir tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud

2Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 209.

3Ibid.

(44)

menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dan seluruh isinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafadz yang terdapat di dalamnya, menjelaskan munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat dan kemudian dikaitkan dengan pendekatan pendidikan.

Ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir, metode tahlilî ini

dapat berupa: tafsir bi al-ma`śur dan tafsir bi al-ra`yi, tafsir al-Şufî, tafsir

al-fiqhi, tafsir al-Falsafî, tafsir al-‘Ilmi, dan tafsir al-adab al-ijtimâ’i.

Tafsir bi al-ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan pada ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur`ân al-Karim ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau dengan riwayat dari Nabi Saw, para sahabat dan juga dari tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang bersandar pada pikiran-pikiran rasional. Tafsir al-Shufi yaitu suatu metode penafsiran al-Qur`ân yang lebih menitik beratkan kajiannya pada makna batin. Tafsir al-fiqhi yaitu corak tafsir yang pembahasannya berorientasikan pada persoalan-persoalan hukum Islam. Tafsir al-ilmi yaitu penafsiran yang berkaitan dengan ayat-ayat kawniyah yang terdapat dalam al-Qur`ân. Tafsir al-adab

al-ijtima’i yaitu penafsiran al-Qur`ân yang cenderung kepada persoalan

sosial kemasyarakatan. 6

Dengan demikian, tafsîr tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud menguraikan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari seluruh isinya, sesuai dengan urutan yang ada dalam al-Qur`ân.

C.

Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.7

(45)

Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus penelitian ini adalah mengenai tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam al-Qur`ân surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, dengan mencari data-data dan sumber yang membahas mengenai surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

D.

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian tafsir yang menggunakan metode tafsîr tahlilî, ada beberapa prosedur atau langkah yang harus diperhatikan. Mengacu pada penjelasan dalam buku al-Qur`ân dan Tafsirnya, maka prosedur penelitian tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 adalah sebagai berikut:

1. Menerangkan makkî dan madanî di awal surat.8 Ayat-ayat al-Qur`ân yang turun saat Nabi Muhammad SAW masih berdiam diri di Mekkah disebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui masa dan tempat turunnya ayat al-Qur`ân serta situasi yang terjadi pada saat turunnya ayat al-al-Qur`ân, serta memberi pemahaman lebih jelas tentang latar belakang turunnya ayat tersebut sehingga dapat memahami dan dapat menafsirkannya secara lebih

tepat.

2. Menerangkan munâsabah, munâsabah adalah keterkaitan dan keterpaduan

antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam al-Qur`ân.9 Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui kejelasan makna ayat yang terdapat dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

8Kementrian Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 69.

(46)

3. Menjelaskan asbabun-nuzûl (jika ada). Asbabun-nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, atau pertanyaan dari sahabat kepada Nabi SAW mengenai suatu persoalan.10 Menjelaskan asbabun-nuzul diperlukan untuk memperdalam pengertian tentang ayat-ayat suci al-Qur`ân karena dengan dengan asbabun-nuzul dapat mengenalkan dan menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu diturunkan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terkandung di balik teks-teks ayat yang akan ditafsirkan.

4. Menerangkan arti kosakata11, pada tahap ini penulis menjelaskan kosa kata yang terdapat pada surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, dengan mengacu pada kamus.

5. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.12 Menjelaskan nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 dengan dibantu dari penjelasan dari ayat lain, kemudian hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, atau ilmu pendidikan yang berkaitan dengan ayat tersebut. Dalam tahap ini penulis akan mencoba menjelaskan nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam pada Surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 dengan menggunakan literatur dari kitab tafsir, kemudian hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, dan juga buku-buku penunjang seperti buku-buku pendidikan yang membicarakan seputar makna ayat tersebut. Selain itu, pada tahap ini juga penulis menganalisis kajian tentang nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung di dalam ayat tersebut.

6. Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas.13 Dalam penelitian ini hukum yang akan digali mengenai nilai pendidikan pada

syariat kurban dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.

(47)

Referensi

Dokumen terkait

Kendala eksternal, pemohon informasi seringkali tidak jelas dalam memberikan alasan dalam memohon informasi, serta memaksakan diri untuk memperoleh informasi dan

Menurut hasil penelitian Yanuarisman (2012), pemberian pupuk bookashi eceng gondok pada tanaman sawi terhadap variabel tinggi tanaman menunjukan not signifikan

Prevention involves frequent hand-washing, coughing into the bend of your elbow, staying home when you are sick and wearing a cloth face covering if you can't

Final results showed that in all nature reserves, the top three were the Lushan Nature Reserve, the Jinggangshan Nature Reserve, the Taohongling National Nature Reserve of Sikas

Sektor bisnis juga menentukan jumlah aset berwujud yang dimiliki perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan, sebagai contoh, perusahaan manufaktur memiliki

Untuk pernyataan X2.4 (Pantai Padang merupakan salah satu destinasi wisata syariah) sebelum Pantai Padang direnovasi pada umumnya responden menyatakan tidak setuju yaitu

Uji korelasi yang dalam formula/rumus dilambangkan dengan huruf ³ r ´ digunakan untuk mengukur besarnya hubungan variabel bebas X (manajemen keselamatan dan

6 Hadiwijono, Harun, Imam Kristen, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995, hlm.. karena Adam dan Hawa sebagai manusia pertama telah membuat dosa. Semua manusia diciptakan