• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulation of Papaya Bangkok Puree for Baby with One Fruit Combination Based Sensory Quality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulation of Papaya Bangkok Puree for Baby with One Fruit Combination Based Sensory Quality"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI

PUREE

BUAH PEPAYA BANGKOK

UNTUK BAYI DENGAN SATU BUAH PENCAMPUR

BERDASARKAN MUTU SENSORINYA

LITA SAHRAWANI HASIBUAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: FORMULASI PUREE BUAH PEPAYA BANGKOK UNTUK BAYI DENGAN SATU BUAH PENCAMPUR BERDASARKAN MUTU SENSORINYA adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2010

(3)

ABSTRACT

LITA SAHRAWANI HASIBUAN. Formulation of Papaya Bangkok Puree for Baby with One Fruit Combination Based Sensory Quality. Supervised by C. HANNY WIJAYA as Chairman and FERI KUSNANDAR as a Member.

The quality of fruit’s puree sensorically can be improved by using fruits combination which is suitable for babiess such as papaya, banana, tomatos and avocado. The aim of this research was to obtain a formula of papaya fruit puree in combination of a fruit (banana, tomatos or avocado) with optimal sensory based on its sensory test, physico-chemical and microbiological qualities. The potential combination was chosen based on its hedonic acceptance. Papaya fruit puree combined with banana was selected. The optimation step was conducted based on the sweet, sour and viscosity analysed by the mixture design upon the data of scoring test. The optimal formula of the fruit puree consisted of 82,86% papaya and 17,14% banana. The microbiological quality of the puree was suitable to SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI. The sensory of the puree was almost equal to the comercial one for their sweetness, sourness and viscosity attibutes. The physical characteristics of the obtained fruit puree was also similar to the commercial one. The obtained fruit puree also contained higher vitamin A and Ca than the commercial product.

(4)

RINGKASAN

LITA SAHRAWANI HASIBUAN. Formulasi Puree Buah Pepaya Bangkok untuk Bayi dengan Satu Buah Pencampur Berdasarkan Mutu Sensorinya. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan FERI KUSNANDAR selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Produksi buah pepaya, pisang, tomat dan alpukat mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2002. Ketersediaan buah-buahan tersebut, maka produksi puree untuk bayi berpotensi untuk dikembangkan. Buah-buahan tersebut juga memenuhi persyaratan bahan baku yaitu bersifat lunak yang sesuai untuk makanan bayi. Puree adalah hancuran daging buah dengan konsistensi seperti bubur.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula puree buah pepaya dengan satu buah pencampur (pisang, tomat dan alpukat) yang optimal berdasarkan uji sensori dan mengevaluasi mutu fisiko kimia, mikrobiologi dan sensori puree buah optimal. Produk awal yang dibuat ada sebanyak 3 jenis formula dan terpilih satu jenis formula berdasarkan uji hedonik rasa yaitu puree buah pepaya dengan buah pencampur buah pisang. Puree buah yang disukai selanjutnya diformulasi. Formulasi yang dibuat ada sebanyak 4 jenis formula yang diuji menggunakan uji hedonik dari segi rasa (manis dan asam), warna, aroma dan kekentalan. Keempat jenis formula yang dibuat disukai oleh konsumen dalam hal ini panelis dari segi warna, aroma, rasa manis, rasa asam dan kekentalan.

Optimasi yang dilakukan berdasarkan respon rasa manis, rasa asam dan kekentalan dengan menggunakan bantuan mixture design dari piranti lunak Minitab 15. Batas atas dan batas bawah diperoleh berdasarkan uji hedonik overall, diperoleh formula 90:10 dan 80:20 (rasio buah pepaya:pisang) sebagai batas atas dan batas bawah. Rancangan percobaan berdasarkan mixture design menghasilkan 5 jenis formula yang selanjutnya dibuat dan diuji skoring maka diperolehlan formula puree buah optimal dengan komposisi buah pepaya 82.86% dan buah pisang 17.14%. Formula puree buah optimal selanjutnya dibandingkan dengan puree buah komersil, dengan membandingkan analisa total mikroba, sensori, fisik dan kimia.

Berdasarkan hasil analisis, formula puree buah memenuhi persyaratan total mikroba sesuai dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI yaitu angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104

Kandungan protein (1.51 g/100 kkal) dan lemak (0.49 g/100 kkal) produk puree buah hasil optimasi menyerupai dengan kandungan protein (1.12 g/100 kkal) dan lemak (0.50 g/ 100 kkal) produk komersil, sedangkan kandungan vitamin A (55.91 ppm) dan kadar Ca (18.72 mg/ 100g) puree buah hasil optimasi lebih tinggi dibandingkan kandungan vitamin A (15.84 ppm) dan kadar Ca (6.70 mg) produk puree buah komersil. Kadar gula produk puree komersial (14.56 g) lebih tinggi dibandingkan puree buah hasil optimasi (6.28 g).

(5)

Penerimaan sensori akan masing-masing atribut rasa manis, asam dan kekentalan puree buah hasil optimasi menyerupai produk puree komersial, namun secara keseluruhan penerimaan sensori produk komersial masih lebih unggul.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

FORMULASI

PUREE

BUAH PEPAYA BANGKOK

UNTUK BAYI DENGAN SATU BUAH PENCAMPUR

BERDASARKAN MUTU SENSORINYA

LITA SAHRAWANI HASIBUAN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Formulasi Puree Buah Pepaya Bangkok untuk Bayi dengan Satu Buah Pencampur Berdasarkan Mutu Sensorinya

Nama : Lita Sahrawani Hasibuan NRP : F 251050221

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr

Ketua Anggota

Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Ratih Dewanti, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul : Formulasi Puree Buah Pepaya Bangkok untuk Bayi dengan Satu Buah Pencampur Berdasarkan Mutu Sensorinya. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains dalam program studi Ilmu Pangan pada program pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan dan masukan sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Prof. Dr.Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr selaku pembimbing utama dan Bapak Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan pengetahuan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini. Kepada Ibu Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si selaku dosen penguji atas masukannya untuk perbaikan Tugas Akhir ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayah, mamak, suami, anak (zahra dan rizky) serta seluruh keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Agustus 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 4 November 1982 sebagai anak kedua dari 5 bersaudara dari Ayah Drs. Ahmad Sayuti Hasibuan, M.A (Alm) dan Ibu Nurlin Nasution. Pada tahun 2007 penulis menikah dengan Ahmad Gozali Harahap, M.Si dan sekarang telah dikaruniai 2 orang anak, yaitu Zahratus Syita Harahap dan Ahmad Rizky Mubarok Harahap.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Makanan Tambahan Bayi ... 3

Penggunaan Buah-buahan untuk Makanan Bayi ... 4

Pembuatan Puree ... 9

Optimasi dengan Mixture Experiment (ME) ... 11

Analisis Sensori ... 12

BAHAN DAN METODE ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode ... 15

Penentuan Kombinasi Puree Buah ... 15

Penentuan Formula Puree Buah Optimal ... 17

Metode Analisis ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Produk Puree Buah ... 33

Kombinasi dan formula Awal Puree Buah yang Disukai ... 34

Puree Buah Optimal ... 48

Mutu Mikrobiologi Formula Terpilih ... 51

Mutu Fisiko-Kimia dan Sensori Puree Buah Terpilih ... 52

Perbandingan Produk Puree Buah Optimal dan Komersil Secara Sensori ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Komposisi Kimia Buah Pepaya ... 5

2 Komposisi Kimia Buah Pisang ... 6

3 Komposisi Kimia Buah Tomat ... 8

4 Komposisi Kimia Buah Alpukat ... 9

5 Nutrisi yang terkandung pada produk puree buah ... 10

6 Bentuk Formulasi Puree per 100 g bahan ... 17

7 Formula Produk Puree Buah yang Disukai ... 19

8 Rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 ... 20

9 Identifikasi E.coli ... 32

10 Rataan total mikroba puree buah (koloni/g) ... 34

11 Rataan total mikroba formula puree buah (koloni/g) ... 37

12 Kisaran formula masing-masing peubah uji ... 43

13 Rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 ... 43

14 Rancangan percobaan 5 formula puree buah dengan peubah responnya (rasa manis, rasa asam dan kekentalan)... 44

15 Analisa total mikroba ... 51

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Diagram Alir penelitian ... 16

2 Diagram Alir Pembuatan Produk Puree Buah ... 18

3 Skor kesukaan terhadap rasa dari puree buah ... 35

4 Formula awal produk puree buah yang disukai ... 36

5 Skor kesukaan terhadap warna dari puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 38

6 Skor kesukaan terhadap aroma dari puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 39

7 Skor kesukaan terhadap kekentalan puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 40

8 Skor kesukaan terhadap rasa manis puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 41

9 Skor kesukaan terhadap rasa asam puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 41

10 Skor hedonik overall puree buah pepaya yang dicampur dengan buah pisang ... 42

11 Formula puree buah yang dibuat dari formula hasil olahan Minitab 15 ... 44

12 Total gula formula puree buah ... 45

13 Total asam tertitrasi formula puree buah ... 46

14 pH formula puree buah ... 47

15 Kekentalan formula puree buah ... 48

16 Plot dari respon kental terhadap puree buah ... 49

17 Plot dari respon rasa asam terhadap puree buah ... 50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Formulir biodata calon panelis peserta uji sensori puree buah ... 61

2 Format untuk uji hedonik produk puree ... 62

3 Format Uji Hedonik pada Formula Puree Buah ... 63

4 Format Uji Hedonik pada Formula Puree Buah ... 64

5 Format Seleksi Panelis untuk Intensitas Rasa Manis ... 65

6 Format Seleksi Panelis untuk Intensitas Rasa Asam ... 66

7 Format Seleksi Panelis untuk Intensitas Kekentalan ... 67

8 Format Kuisioner Uji Skoring Produk Puree Buah ... 68

9 Format isian uji hedonik puree buah dan komersil ... 69

10 Data uji hedonik rasa puree buah ... 70

11 Analisis Statistik Uji Hedonik Rasa Produk Puree Buah ... 71

12 Data Uji Hedonik Formula puree buah terhadap rasa manis dan asam ... 72

13 Analisis Statistik Uji Hedonik Rasa Manis Produk Puree Buah ... 74

14 Analisis Statistik Uji Hedonik Rasa Asam Produk Puree Buah ... 75

15 Data Uji Hedonik terhadap viskositas dan kesukaan overall ... 76

16 Analisis Statistik Uji Hedonik Viskositas Produk Puree Buah ... 78

17 Analisis Statistik Uji Hedonik Overall Produk Puree Buah ... 79

18 Data Uji Hedonik Formula puree buah terhadap warna dan aroma ... 80

19 Analisis Statistik Uji Hedonik Warna Produk Puree Buah ... 81

20 Analisis Statistik Uji Hedonik Aroma Produk Puree Buah ... 81

21 Data Uji skoring formula puree buah terhadap rasa (manis dan asam) ... 82

22 Analisis sidik ragam uji skoring rasa manis formula puree buah ... 82

23 Analisis sidik ragam uji skoring rasa asam formula puree buah ... 83

24 Data uji skoring formula puree buah terhadap kekentalan ... 83

25 Analisis sidik ragam uji skoring kekentalan formula puree buah ... 84

26 Prediksi respon rasa (manis dan asam) dan kekentalan untuk desaign ... 84

(16)

28 Data uji hedonik formula puree buah optimal dan komersil... 88

29 Analisis sidik ragam uji hedonik rasa manis antara puree buah dengan produk komersil ... 89

30 Analisis sidik ragam uji hedonik rasa asam antara puree buah dengan produk komersil ... 89

31 Analisis sidik ragam uji hedonik kekentalan antara puree buah dengan produk komersil ... 89

32 Analisis sidik ragam uji hedonik overall antara puree buah dengan produk komersil ... 89

33 Analisis sidik ragam total gula puree buah ... 90

34 Analisis sidik ragam total asam tertitrasi puree buah ... 91

35 Analisis sidik ragam pH akhir puree buah ... 92

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bayi dapat mengkonsumsi buah pada usia 6 bulan, karena pada usia tersebut pencernaan dan kemampuan metabolisme bayi sudah siap untuk menerima makanan lain selain ASI. Buah-buahan banyak mengandung vitamin dan mineral tetapi tidak semua buah dapat dikonsumsi oleh bayi. Beberapa buah yang baik dikonsumsi oleh bayi adalah buah pepaya, pisang, tomat dan alpukat. Pemilihan buah ini karena buah pepaya memiliki tekstur daging yang lunak yang mudah untuk ditelan oleh bayi dan baik untuk pencernaan bayi. Daging buah pisang sangat mudah dicerna maka baik sekali digunakan sebagai makanan bayi atau makanan orang sakit (Soedirdjoatmodjo, 1985), Menurut Winarno (1990), buah pisang mengandung gula alami, pati berkadar serat rendah dan bebas gluten sehingga buah pisang berfungsi menetralisir gangguan daya serap pada usus kecil bayi/balita maupun orang dewasa. Menurut (Anonim 2007) keistimewaan buah tomat, kaya akan kandungan vitamin A yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh atau imunitas bayi dan sangat baik untuk kesehatan mata, sehingga terhindar dari kemungkinan terjadi penyakit buta senja pada anak dan buah alpukat kaya akan lemak, sehingga dapat menjadi sumber energi.

Produksi buah pepaya, pisang, tomat dan alpukat cukup tinggi di Indonesia. Pada tahun 2001 produksi tanaman pepaya adalah 500.571 ton dan meningkat menjadi pada tahun 2002 menjadi 605.194 ton. Produksi pisang sekitar 4.300.422 ton tahun 2001 dan menjadi 4.384.384 ton tahun 2002. Tanaman tomat juga mengalami peningkatan dari 1.213.713 ton pada tahun 2001 menjadi 1.299.162 ton pada tahun 2002. Demikian juga produksi tanaman buah alpukat meningkat dari tahun 2001 sekitar 141.703 ton menjadi 238.182 ton pada tahun 2002 (BPS dan Ditjen BPH)

(18)

pembuatan puree buah-buahan bervariasi tergantung jenis buah yang digunakan dan hampir semua buah dapat dijadikan puree. Penentuan formula puree yang optimum dari puree buah pepaya dengan satu buah pencampur (pisang, tomat dan alpukat) dilakukan berdasarkan parameter mutu sensori dengan bantuan mixture experimental design.

Tujuan Penelitian

1. Menentukan formula puree buah pepaya dengan satu buah pencampur (pisang, tomat dan alpukat) yang optimal berdasarkan uji sensori.

2. Mengevaluasi mutu fisiko kimia, mikrobiologi dan sensori puree buah optimal.

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Makanan Tambahan Bayi

Makanan tambahan bayi adalah makanan yang cocok digunakan selama masa penyapihan dan diberikan kepada bayi sebagai tambahan untuk pendamping air susu ibu atau makanan lain yang tersedia disuatu daerah dimana produk itu dijual. Makanan ini memberikan zat-zat gizi untuk melengkapi kekurangan dari jumlah yang tidak cukup pada makanan pokok (CAC, 1994). Dikenal beberapa jenis makanan bayi, misalnya makanan bayi dengan bahan dasar susu, bahan dasar serealia, bahan dasar serealia dan kacang-kacangan, serta bahan dasar sayur atau buah.

Makanan tambahan biasanya diberikan pada bayi yang telah berusia diatas enam bulan. Makanan ini diberikan untuk mencukupi kebutuhan akan zat gizi, juga untuk memperluas jangkauan cecap dari bayi (Sunaryo, 1985). Menurut Husaini (1983), bayi yang berusia diatas enam bulan kelenjar alat perasanya (lidah) berkembang sangat pesat, dengan demikian penganeka ragaman makanan dibentuk dan dimulai sejak bayi. Makanan tambahan yang diberikan dapat beraneka ragam yaitu dapat terdiri dari makanan dalam bentuk cair, setengah padat, dan padat. Makanan tambahan dalam bentuk padat selalu diberikan setelah pemberian makanan cair atau setengah padat, dan biasanya diberikan pada bayi berusia lebih dari enam bulan (Sunaryo, 1985).

Makanan tambahan bayi sebaiknya setengah padat dan mempunyai densitas kalori tidak kurang dari 50 Kal/100 g, memberikan paling sedikit 10 % kalori dari protein dan sekitar 20-30 % kalori dari lemak. Makanan tersebut sebaiknya enak bagi bayi dan tidak berkadar serat tinggi (Anonim, 1984).

(20)

Makanan tambahan bayi dapat dibedakan menjadi makanan bayi (infant food) untuk anak berusia di bawah 6 bulan dan makanan sapihan (weaning food) untuk anak berusia di atas 6 bulan sampai 36 bulan (Winarno, 1987). Istilah “weaning” digunakan untuk menyebut proses dimana pemberian makanan bayi berubah dari hanya diberi ASI dan/atau PASI, menjadi makanan campuran antara ASI dan/atau PASI dengan makanan tambahan yang biasanya berbentuk lebih padat (Cameron and Hofvander, 1983). Menurut Winarno (1987), ada tiga jenis makanan sapihan yang perlu dikembangkan, yaitu : (1) makanan sapihan yang dapat dipersiapkan secara mudah di rumah setiap hari, (2) makanan sapihan yang juga dapat dipersiapkan di rumah, tetapi siap campur dan siap makan, dan (3) makanan sapihan yang teknologi pengolahannya dapat dikembangkan pada tingkat skala industri di daerah pedesaan.

Penggunaan Buah-buahan untuk Makanan Bayi

Pepaya Bangkok (Carica papaya L.)

Pepaya (Carica papaya L.) termasuk famili Caricaceae, ordo Parietales dan klas Dicotyledoneae. Tanaman pepaya bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat (Tohir, 1978).

Buah pepaya termasuk tipe buah buni dengan ciri-ciri kulit luar tipis, daging buah tebal dengan rongga besar di tengah dan berasal dari bakal buah yang menumpang (Pantastico, 1986). Buahnya tumbuh di dekat puncak pohon pada tangkai yang pendek. Pepaya lebih menyukai iklim yang hangat dan tumbuh pada tanah gembur, subur dan tidak becek (Considene dan Considene, 1982).

(21)

besar. Buah ini juga mengandung vitamin D, E dan K (Kadans, 1973). Komposisi buah pepaya masak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia buah pepaya per 100 g buah Komponen

Jumlah

Kalori 45.0 Kal

Protein 0.5 gram

Lemak 0.1 gram

Karbohidrat 11.8 gram Kalsium (Ca) 24.0 mg Besi (Fe) 0.7 mg Fosfor (P) 22.0 mg Natrium (Na) 4.0 mg Kalium (K) 221.0 mg Vitamin A 710.0 SI Vitamin C 73.0 mg

Air 87.1 %

Serat 0.5 mg

Abu 0.5 mg

Food Composition Used in East Asia FAO 1972 yang dikutip oleh Soedirdjoatmodjo (1985)

Perubahan biokimia yang paling penting terjadi selama pematangan adalah meningkatnya kadar gula. Peningkatan tersebut disebabkan oleh metabolisme polisakarida di dalam dinding sel (Arriola et al., 1980). Menurut Chan dan Kwok (1975) yang dikutip oleh Arriola et al., (1980), di dalam pepaya matang gula yang dominan adalah sukrosa (48, 3 %), diikuti dengan glukosa (29,0 %), dan fruktosa (21,0 %).

Selama pematangan buah juga terjadi penurunan kadar air buah. Penurunan kadar air terjadi karena transpirasi dan akumulasi karbohidrat serta komponen-komponen lain yang disintesa di dalam daun (Biale dan Young 1962 yang dikutip oleh Arriola et al., 1980).

Pisang Kepok (Musa Paradisiacal)

(22)

Pisang kepok enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Bentuk buahnya agak pipih sehingga kadang disebut pisang gepeng. Berat per tandan dapat mencapai 14-22 kg dengan jumlah sisir 10-16, setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bila matang warna kulit buahnya kuning penuh (Simmonds, 1982).

Buah pisang kepok masak mengandung pati 1-2% dan gula terlarut dalam air sebanyak hampir 20%. Pada setiap tingkat kemasakan, terjadi rasio glukosa : fruktosa : sukrosa = 20 : 15 : 65 (Poland et al., 1938 yang dikutip oleh Forsyth, 1980). Komposisi kimia buah pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia buah pisang kepok untuk setiap 100 g bagian yang dapat dimakan

Komponen Jumlah

Air Protein

70% 1.00 gram

Lemak 0.30 gram

Karbohidrat 32.00 gram

Kalori 57.30 Kal

Besi 0.05 mg

Karoten 30.00 µg

Vitamin B1 0.05 mg Vitamin B2 0.05 mg Asam nikotinat 0.70 mg Vitamin C 20.00 mg

Bender (1982)

Buah pisang yang telah dikupas dapat menimbulkan pencoklatan harus dicegah dengan menambahkan sejumlah bisulfit (100 – 200 ppm) atau zat kimia lain yang diizinkan (asam sitrat atau asam askorbat) atau inaktivasi memakai panas (Johnson dan Peterson, 1974)

Menurut Woodroof dan Luh (1976), puree buah pisang distabilkan dengan antioksidan untuk mencegah oksidasi, yang sering menimbulkan perubahan warna. Antioksidan yang disukai ialah asam askorbat sebanyak 0,15 – 0,50 %, biasanya ditambahkan asam askorbat sejumlah 0,3 % (berat kering) terhadap puree pisang.

Tomat Buah (Lycopersicum esculemtumMill.)

(23)

Penyebarannya ke benua Asia dimulai dari Filipina melewati jalur Amerika Selatan. Sekitar tahun 1650 tanaman ini muncul di Malaysia (Anonim, 1999).

Terdapat dua jenis tanaman tomat yaitu tomat buah dan tomat sayur. Perbedaan antara tomat buah dan tomat sayur antara lain pada bentuk dan ketebalan kulitnya. Tomat buah berbentuk lonjong daan berkulit tebal sedangkan tomat sayur berbentuk bulat dan berkulit tipis. Tomat buah dapat dikonsumsi langsung tanpa dimasak terlebih dahulu dan memiliki daya tahan lebih lama. Tomat sayur biasanya dikonsumsi sebagai bahan campuran pada sayuran yang dimasak dan lebih cepat membusuk (Anonim, 1999).

Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yaitu umur tanaman hanya untuk satu kali periode panen dan kemudian mati. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan tinggi dapat mencapai 2 m (Anonim, 1999). Kadar air dan selulosa tomat relatif tinggi, tetapi rendah kandungan protein dan kalori. Tomat juga mengandung sejumlah vitamin dan mineral tertentu. Buah tomat merupakan salah satu sumber vitamin C dan thiamin yang penting (Meyer, 1960).

Buah tomat mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Buah tomat segar dan produk-produk olahan buah tomat memiliki komposisi zat gizi yang berbeda. Buah tomat banyak mengandung vitamin A dan C sehingga dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan penyakit sariawan gusi dan rabun senja (Anonim, 1999).

Menurut Soewito (1987), kebutuhan vitamin A pada anak-anak sebesar 1.000 - 1.500 IU, orang dewasa 5.000 – 8.000 IU dan wanita hamil 8.000 – 10.000 IU. Kebutuhan vitamin C pada bayi sebesar 30 mg, anak-anak 60 mg, orang dewasa 75 mg, wanita hamil 100 mg. Komposisi dan kandungan nutrisi buah tomat dapat dilihat pada Tabel 3.

(24)

Tabel 3. Komposisi dan kandungan nutrisi tomat per 100 g

Komponen Jumlah

Air 93.5 gram

Protein 1.1 gram

Lemak 0.2 gram

Karbohidrat 4.7 gram

Serat 0.5 gram

Abu 0.5 gram

Kalsium 13 mg

Fosfor 27 mg

Zat besi 0.5 mg

Natrium 3 mg

Potasium 244 mg

Vitamin A 900 I. U

Thiamin 0.06 mg

Riboflavin 0.04 mg

Niacin 0.7 mg

Energi 20.00 Kal

Sumber: Anonim, 2007 Alpukat Mentega (Persea americana)

Alpukat (Persea americana) termasuk famili Lauraceae, genus Persea (Hulme, 1971). Pohon alpukat bukan merupakan pohon asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Tengah (Tohir, 1981). Pohon alpukat mulai masuk ke Indonesia sekitar abad ke-18. Pohon Alpukat tumbuh hampir di semua negara tropis atau subtropis yaitu berkisar pada 40 0LU dan 40 0LS (Samson, 1986). Buah alpukat berbentuk bulat lonjong. Berat buah alpukat berkisar antara 300-1000 gram, mempunyai ukuran panjang berkisar antara 9-16 cm, lebar berkisar antara 7-9 cm, dan diameter berkisar antara 6.5-11.5 cm (Miller, 1937).

Alpukat adalah buah bergizi tinggi yang banyak mengandung protein, vitamin dan tidak mengandung kolesterol. Alpukat yang paling enak dan gurih adalah alpukat mentega, dagingnya tebal dan berwarna kuning. Alpukat mentega memiliki kadar lemak yang tinggi, tetapi total kalorinya tidaklah tinggi karena kandungan karbohidratnya terbatas. Lemak alpukat termasuk lemak sehat karena didominasi asam lemak tak jenuh tunggal oleat yang bersifat antioksidan kuat (Ahmed dan Barmore, 1980).

(25)

pencoklatan yang dikatalisa oleh enzim polifenol oksidase (Meyer, 1973). Pemanasan daging buah alpukat pada suhu 1000C selama 15 menit menyebabkan terbentuknya senyawa 1-acetoxy-2,4-dihydroxy-n-heptadeca-16-en yang menimbulkan rasa pahit (Dolev dan Tatarsky, 1973).

Penyimpanan buah alpukat pada suhu chilling akan menyebabkan timbulnya bercak coklat pada daging buah. Aktifitas enzim polifenol oksidase mencapai optimum pada pH 4.7 hingga 6.5 (Knapp, 1965) dan masih dapat bekerja stabil pada suhu 580C. (Kahn, 1977). Buah alpukat telah dikenal sebagai buah yang memiliki kandungan lemak yang tinggi dan dapat diekstrak. Kandungan lemak alpukat berkisar antara 4 hingga 25 %. (Guillinta, 1979; Kawano et al., 1976; Jacobsberg, 1988). Komposisi kimia buah alpukat dapat dilihat pada Table 4.

Tabel 4. Komposisi kimia buah alpukat per 100 gram buah

Komponen Jumlah

Kadar air 74,27 gram Protein

Karbohidrat Serat Ampas Vitamin C Vitamin B6 Vitamin A Kalsium

1.98 gram 7.39 gram 5 gram 1,04 gram 7,9 mg 0,28 mg 612 IU 11 mg

Lemak 15.1 gram

Energi 674 kj

Sumber: Anonim, 2007 Pembuatan Puree

(26)

Secara komersial proses pembuatan puree adalah sebagai berikut: sortasi, pencucian, pemisahan biji dari daging buah, penghancuran (pulper) untuk memisahkan kulit dengan daging buah, dan penyaringan untuk menghilangkan serat buah. Puree yang diperoleh kemudian diberi perlakuan pasteurisasi. Proses pembuatan puree buah-buahan bervariasi, tergantung pada jenis buah yang digunakan (Luh, 1980). Puree buah mengandung nutrisi penting yang berasal dari buah segar (Anonim, 2010). Nutrisi yang terkandung pada produk puree buah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nutrisi yang terkandung pada produk puree buah Komponen Komposisi Puree

Sifat Kimia Protein

Lemak Serat Pangan - larut

- tidak larut Gula Energi Pro-vit A Vitamin C Kadar Na Kadar Ca Kadar Fe Kadar Zn

0 - 1 g

Protein: Bukan merupakan sumber protein

0 g 1 g

12 g 40 - 70 kal 0 - 6% 0 - 45% 0 - 10 mg 0 - 2% 0% 0 - 2%

Sumber: http://www.gerber.com/SupportedSitter/Products/

(27)

Optimasi dengan Mixture Experiment (ME)

Optimasi adalah bagian dari kegiatan penelitian dan pengembangan proses maupun produk, baik yang telah ada maupun penemuan baru dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk menghasilkan produk maupun proses dengan biaya minimal. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teknik optimasi seperti ukuran masalah, tujuan, biaya, waktu, kriteria (maksimum atau minimum) dan penetapan peubah (bebas atau tidak bebas). Penelitian yang menggunakan teknik optimasi memiliki peubah tidak bebas (respon) dan peubah bebas (komponen) keduanya merupakan hal-hal yang mempengaruhi proses (Hubeis, 1997). Tujuan dari pengembangan produk adalah optimasi seluruh aspek dari produk. Salah satu cara untuk menentukan apakah suatu produk optimum atau belum, yaitu dengan menggunakan evaluasi sensori, diantaranya dengan menggunakan teknik optimasi Mixture Experiment (ME).

Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode rancangan percobaan, kumpulan dari teknik matematika dan statistik dimana peubah respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif bahan penyusunnya, bukan dari jumlah total campuran bahan tersebut. Tujuan penggunaan rancangan percobaan ini salah satunya adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan. Peubah respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell, 1990).

Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih bahan penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap peubah respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi relatif masng-masing bahan penyusun campuran, menentukan peubah respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon dan memilih desaign percobaan yang sesuai.

(28)

Menurut Cornell (1990), persamaan polynomial ME dapat memiliki berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik. Model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua peubah uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua peubah uji digambarkan pada persamaan (2).

Y = b0 + b1X1 + b2X2……….(1) Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2……..(2)

Persamaan dengan model ordo linier seringkali memberikan deskripsi benrtuk geometri (3-D) permukaan respon yang kurang memadai. Formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial ordo kuadratik karena lebih memadai (Cornell, 1990.)

Analisis Sensori

Analisis sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai instrumen, dimana kemungkinan terjadi penyimpangan sangat besar. Penyimpangan atau penilaian yang berubah-ubah dapat diminimalisasi dengan memahami dasar-dasar dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori (Meilgaard et al. 1999). Analisis sensori hampir menyerupai dengan analisis menggunakan instrumen, yaitu menggunakan standar yang baku dan dalam kondisi yang terkontrol. Semua faktor eksternal yang dapat membiaskan penilaian harus disingkirkan. Tes harus difasilitasi sebaik mungkin agar dapat mencegah gangguan (Nobel, 2002). Respon secara obyektif terhadap sifat makanan diperoleh dengan penilaian sensori melalui penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan dan pendengaran (Piggott, 1998). Penilaian sensori tersebut antara lain dapat dilakukan dengan uji hedonik, uji skoring, dll.

(29)

Mutu hedonik suatu komoditas sangat penting untuk mengetahui potensi penerimaan masyarakat konsumen yang kemudian dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai potensi kebutuhan (demand) atau potensi pasar. Sifat hedonik disamping penting untuk penerimaan produk pangan, juga berguna dalam rangka uji konsumen (consumers test) dan uji pasar (marketing test). (Soekarto & Hubeis, 1991). Uji hedonik dari suatu produk dapat dilakukan dengan cara pilihan binomial seperti suka-tidak suka, enak-tidak enak. Uji hedonik dapat juga dilakukan dengan pilihan jamak berupa”hedonik rating” 3 pilihan yaitu: suka-netral-tidak suka. Suka dan tidak suka berhubungan dengan diterima atau ditolak, sedangkan kategori netral dapat diartikan panelis tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk menyatakan atau memilih suka atau tidak suka. (Meilgaard et al. 1999). Panelis untuk uji hedonik tidak memerlukan latihan, karena diinginkan kesan langsung yang tidak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Panelis pada uji hedonik hanya menilai tingkat penerimaan (acceptability) komoditi yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, sehingga orang yang digunakan merupakan orang umum dengan jumlah panelis sebanyak 70 orang. (Soekarto & Hubeis, 1991).

Pada uji skor (scoring test) panelis menyatakan respon tentang suatu sifat indrawi dari suatu contoh yang disajikan dalam bentuk nilai numerik dengan bilangan asli. Skor yang diberikan mengekspresikan intensitas penerimaan atribut sensori (rasa, warna, aroma, kekentalan, dll). Peneliti harus memberi lambang untuk menyatakan tingkat mutu atribut sensori (Soekarto & Hubeis, 1991).

Operasi pengendalian mutu terkadang tidak menggunakan nilai awal 0, melainkan suatu nilai positif tertentu, karena produk dengan nilai 0 atau nilai sangat rendah sudah ditolak atau tidak dipakai. Mereka misalnya menggunakan selang angka 50-100, 30-75, dst. (Soekarto & Hubeis, 1991)

(30)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus – Desember 2008, Januari, Februari dan Agustus 2009. di Laboratorium Pengolahan Pangan untuk pembuatan produk puree buah. Analisa mutu dan gizi produk puree buah di Laboratorium Kimia Pangan dan Biokimia Pangan, analisa mikrobiologi di Laboratorium mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Pengujian sensori dilakukan di desa Cihideng, Bogor.

Bahan dan Alat

1. Bahan dasar

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pepaya bangkok dengan tingkat kematangan penuh ditandai dengan adanya warna kuning pada ujung buah. Tomat buah yang berwarna merah merupakan tomat buah yang matang. Pisang kepok yang kulit buahnya berwarna kuning dan apabila ditekan dibagian daging buah sudah lunak merupakan pisang kepok yang matang. Alpukat mentega apabila buahnya diguncang dan terdengar bunyi, maka buah alpukat tersebut sudah matang. Buah-buahan yang dipilih adalah buah yang matang dan sehat serta tidak busuk yang diperoleh dari Pasar Bogor serta produk puree buah komersil. 2. Bahan kimia

Bahan kimia yang dibutuhkan untuk melakukan analisis adalah H2SO4, NaOH, aseton, amonium oksalat jenuh, indikator metil merah, amonia encer, asam asetat, KMnO4, larutan molibdat aminonaftol-sulfonat, potasium fosfat, bromofenol biru, natrium asetat, hidrokuinon, 1.10-fenantrolin, phenolptalein, indikator kanji, iod, heksana, MgCO3

3. Alat-alat

, air destilata, media PCA, larutan pengencer NaCl 85%, alkohol dan lain-lain.

(31)

alat-alat lainnya. Sedangkan untuk keperluan analisa parameter meliputi: timbangan analitik, oven, cawan aluminium, desikator, gelas-gelas ukur, erlenmeyer, saringan, kertas saring, cawan porselen, gelas piala, biuret, spektrofotometer absorpsi atom, labu ukur, labu pemisah, pH meter, tabung reaksi, cawan petri, mikro pipet, oven inkubasi, termometer, labu soxhlet, Brookfield viscometer, alat kjeldahl, hot plate dan lain-lain.

Metode

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama untuk menentukan kombinasi puree buah yang disukai dan untuk identifikasi pemenuhan standar komersil guna memperoleh formulasi awal puree buah yang akan dikembangkan. Tahap kedua untuk menentukan formula puree buah yang optimal dilihat dari segi sensori. Formula puree buah yang terpilih selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia dan mikrobiologi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Penentuan Kombinasi Puree Buah

Penentuan kombinasi puree buah dilakukan dengan menguji secara hedonik rasa dari produk puree buah yang telah diformulasi dan telah sesuai dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI. Tahapan penentuan kombinasi yang dilakukan adalah formulasi produk puree buah dan pembuatan produk puree buah. 1. Formulasi Produk Puree Buah

(32)
[image:32.595.131.452.61.753.2]

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Kombinasi Puree buah yang disukai

Puree buah

FormulasiPuree Buah (90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40)

Analisis sensori

(uji hedonik rasa)

Formula puree buah optimal Optimasi puree buah

secara sensori

Mixture Design (Minitab 15)

Formula Puree Buah Disukai

Mixture design (Minitab 15)

Formulasi puree buah

(90:10 ; 82,5:17,5 ; 85:15 ; 87,5:12,5 ; 80:20)

Uji TPC

Uji TPC

Uji hedonik (rasa manis, asam, warna, aroma dan viskositas

Analisa Sensori: 1. Seleksi panelis 2. Uji skoring (atribut

sensori yang terpilih) 3. Uji Hedonik Overall Uji objektif

sesuai dengan analisa sensori yang terpilih

verifikasi

- Analisis sensori (uji hedonik)

Analisis - fisiko kimia - total mikroba

Formula Puree

(33)

2. Pembuatan Produk Puree Buah

Buah pepaya dan buah pencampur (tomat, pisang dan alpukat) yang matang penuh dan sehat masing-masing sebanyak 1,5 kg dibersihkan dan dikupas kemudian dipotong-potong dan dipisahkan bijinya, diperoleh bagian yang dapat dimakan (bdd). Bahan tersebut selanjutnya diblansir dengan cara pengukusan untuk menginaktivasi enzim dan untuk mendapatkan tekstur yang lunak (±1000

Komposisi (%)

C, 2 menit), lalu dihancurkan sampai menjadi bubur dengan menggunakan blender. Formulasi puree buah yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bentuk Formulasi Puree buah per 100 g bahan Formula

F1 F2 F3 Buah Pepaya 50% 50% 50% Buah Tomat 50%

Buah Pisang 50%

Buah Alpukat 50%

Jumlah (%) 100 100 100 Keterangan:

F1 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah tomat F2 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah pisang F3 = Formula puree 50% buah pepaya dan 50% buah alpukat

Pengaturan pH puree buah dilakukan dengan menambahkan asam sitrat sampai pH 4. Homogenisasi partikel puree buah dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan dengan ukuran mesh 60. Puree buah yang diperoleh selanjutnya dipanaskan untuk menginaktif bakteri patogen. Produk puree buah selanjutnya dikemas dalam kemasan botol gelas bening yang telah disterilisasi, selanjutnya produk puree buah terkemas didinginkan dengan air pada suhu kamar untuk menjaga kualitas gizi produk puree buah. Diagram alir pembuatan produk puree buah dapat diamati pada Gambar 2.

Penentuan Formula Puree Buah yang Optimal

(34)
[image:34.595.131.471.70.745.2]

Gambar 2. Diagram alir pembuatan produk puree buah Pengupasan

Pepaya

Pemotongan

Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)

Blansir

Penimbangan sesuai formula yang ditentukan

Pengaturan pH dengan penambahan asam sitrat sampai pH 4

Penyaringan dengan saringan ber-mesh 60

Hot Filling (70oC-80oC, 2 menit)

Pengemasan ke dalam Botol jar Steril

Puree buah

Buah campuran (pisang, tomat, alpukat

(35)

Kedua, penentuan formula puree buah berdasarkan mixture design. Ketiga, penentuan formula puree buah yang optimal. Formula puree buah yang optimal diperoleh dengan menggunakan bantuan piranti lunak Minitab 15.

1. Penentuan Peubah Respon

Penentuan peubah respon dilakukan dengan mengkombinasi puree buah yang disukai dalam beberapa variasi formula seperti yang terlihat pada Tabel 7, tujuannya agar mendapatkan formula yang tepat dari aroma, penampakan (warna), kekentalan, rasa (manis dan asam)

Tabel 7. Formula Puree Buah yang Disukai Formula Buah Pepaya

(%)

Buah Pencampur

(%)

1 90 10

2 80 20

3 70 30

4 60 40

Penentuan peubah respon warna, aroma, kekentalan dan rasa (manis dan asam) dilakukan secara sensori dengan menggunakan uji hedonik, format untuk uji hedonik formula puree buah dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji hedonik dilakukan setelah uji mikrobiologi untuk mengetahui angka total mikroba pada produk puree buah dan disesuaikan dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI, untuk menjamin keamanan produk. Peubah respon yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya diperoleh berdasarkan uji hedonik formula puree buah yang disukai dari segi rasa (manis dan asam), warna, aroma dan kekentalan. Formula-formula yang diperoleh berdasarkan uji hedonik overall selanjutnya digunakan sebagai proporsi relatif minimum dan maksimum masing-masing peubah uji. 2. Penentuan Formula Puree Buah Berdasarkan Mixture Design

Hasil keluaran dari piranti lunak Minitab 15 berupa model rancangan percobaan (Lihat Tabel 8). Pembuatan formula puree buah selanjutnya dilakukan berdasarkan model rancangan untuk mengukur respon masing-masing model rancangan percobaan tersebut.

(36)

atribut sensori yang terpilih dari pengukuran uji hedonik formula puree buah yang disukai. Tujuan dilakukannya uji hedonik untuk mengukur kesukaan panelis terhadap formula dari olahan Minitab 15, untuk format uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 8. Rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 Formula Buah Pepaya

(%)

Buah Pencampur

(%)

1 90.0 10.0

2 85.0 15.0

3 87.5 12.5

4 5

80.0 82.5

20.0 17.5

Formula-formula puree buah yang dibuat berdasarkan rancangan percobaan hasil olahan program Minitab 15 selanjutnya dianalisa secara sensori menggunakan uji skoring dengan atribut sensori dari pengujian formula puree buah yang disukai.

3. Penentuan Puree Buah Optimal

(37)

mendekati skala 4, dengan harapan makanan bayi tidak terlalu kental sehingga mudah ditelan oleh bayi

Uji skoring digunakan untuk memperoleh data peubah respon (atribut sensori) dari puree buah dengan menggunakan panelis terlatih. Contoh format uji skoring dapat diamati pada lampiran 8. Uji objektif (diperoleh berdasarkan uji sensori yang terseleksi dari uji sensori formula puree buah yang disukai) dilakukan juga untuk memperkuat data yang diperoleh dari uji skoring. Uji objektif dilakukan berdasarkan dari uji sensori yang terseleksi dari uji sensori formula puree buah yang disukai.

Data peubah respon yang diperoleh dari uji skoring masing-masing model dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak sebagai data masukan untuk mendapatkan formula puree buah yang optimal berdasarkan nilai target yang sudah ditetapkan. Formula puree buah yang optimal selanjutnya dianalisa secara sensori dengan menggunakan uji hedonik, bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk puree buah optimal dan dibandingkan dengan tingkat kesukaan panelis terhadap produk puree buah komersil, format uji hedonik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9.

Produk puree buah optimal dan komersil selanjutnya dianalisa sifat fisik (kekentalan), kimia (kadar air, kadar protein, kadar lemak, serat pangan, total gula, Vitamin C, Vitamin A, kadar (Na, Ca, Fe dan Zn) dan mikrobiogi (total plate count, uji staphylococcus, uji koliform, uji E. coli dan uji salmonella). Metode Analisis

1. Analisis Sensori

a. Uji Hedonik (Meilgaard et al, 1999)

(38)

ketidaksukaan. Pada penelitian ini digunakan 7 skala hedonik dengan urutan skala 1 menyatakan sangat tidak suka, skala 2 menyatakan tidak suka, skala 3 menyatakan agak tidak suka, skala 4 menyatakan netral, skala 5 menyatakan agak suka, skala 6 menyatakan suka dan skala 7 menyatakan sangat suka. Lokasi pengujian dilakukan di rumah para panelis (Home Use Test).

Atribut sensori yang dinilai pada uji hedonik, yaitu rasa, aroma, warna, kekentalan dan overall. Sampel puree buah disajikan didalam wadah plastik berwarna dan berukuran sama. Sampel disajikan secara bersamaan dan disediakan pula air mineral untuk menetralkan indra pengecap panelis agar tidak terjadi bias saat penilaian.

b. Uji Rating Atribut (Meilgaard et al, 1999)

Uji rating atribut dilakukan menggunakan 18 orang panelis terlatih. Panelis yang mengikuti uji rating atribut adalah ibu-ibu yang memiliki bayi. Panelis terlatih diperoleh dari hasil seleksi panelis pada uji hedonik. Uji rating atribut dilakukan terhadap intensitas rasa manis, rasa asam dan kekentalan dari produk puree buah. Panelis diminta menyatakan respon rasa (manis dan asam) dan kekentalan dari produk puree buah yang disajikan dalam bentuk bilangan asli. Tiap skor melambangkan tingkat nilai. Pada penelitian ini menggunakan selang angka antara 1-7. Lokasi yang digunakan adalah rumah dari masing-masing panelis, tujuannya agar mempermudah pengambilan data dari panelis.

Hasil dari uji rating atribut kemudian dimasukkan sebagai data masukan untuk masing-masing respon dengan menggunakan bantuan piranti lunak Minitab 15.

Seleksi Panelis dan Pelatihan Panelis

(39)

penyaringan calon panelis dari hasil wawancara. Ketiga, seleksi panelis dari hasil penyaringan dilakukan dengan cara menguji kemampuan inderawi, dalam hal ini yang diuji parameter sensori dari pengujian sebelumnya. Keempat, melakukan persiapan kegiatan pengolahan uji sensori yang diperlukan. Kelima, melakukan pelatihan kepada calon panelis terlatih. Pelatihan panelis meliputi alat indera pengecap, untuk merasakan rasa manis, rasa asam dan viskositas (berhubungan dengan kemudahan ditelan). Untuk rasa manis menggunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 2.0%, 5.0% dan 10.0% (Meilgaard,1999), untuk rasa asam menggunakan konsentrasi 0.05%, 0.08% dan 0.15% (Meilgaard,1999), dan untuk viskositas menggunakan air, heavy cream (yogurt) dan susu (condensed milk) (Meilgaard,1999). Terakhir melakukan penilaian sifat-sifat sensori secara tepat. Penseleksian dilakukan sebanyak tiga kali dengan dua ulangan, format untuk pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 5-7.

2. Analisis Sifat Kimia

a. Kadar Air (Metode Gravimetri AOAC, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g (B), kemudian cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105o

Kadar air (%) = B – (C – A) x 100% (C – A)

C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

b. Kadar Protein (Metode Kjeldal AOAC, 1995)

(40)

dalam 5 ml larutan H3BO3

Total Nitrogen (%) = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100% Bobot contoh (mg)

Kadar protein (%) = Total nitrogen (%) x 6.25

dan 2-4 tetes indicator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol). Kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 50 ml destilat dalam erlenmeyer, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui, kadar protein contoh dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi:

c. Kadar Lemak (Metode Ekstraksi Soxhlet AOAC, 1995)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet dikeringkan dalam oven (1100C selama 1 jam). Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondenser diatasnya dan labu lemak dibawahnya.

Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050

d. Energi (AOAC, 1995)

C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap lalu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan labu beserta lemaknya hingga diperoleh bobot yang tetap.

Kadar Lemak (%) = berat lemak (g)/ berat sampel (g) x 100%

(41)

e. Serat Pangan (Metode Enzimatik, AOAC, 1995)

Sampel kering homogen diekstraksi lemaknya dengan petroleum eter selama 15 menit pada suhu kamar. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0.1M buffer Natrium fosfat pH 6.0 serta dicampur secara menyeluruh. Setelah itu ditambahkan 0.1 ml alfa amilase (Termamyl 120 L) dan labu ditutup dengan aluminium foil, kemudian diinkubasi selama 15 menit dalam penangas air panas (800C) bergoyang. Selanjutnya didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata, pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl 0.1N dan elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air. Kemudian ditambahkan pepsin 0.1g, ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam, lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pHnya menjadi 6 – 8 dengan NaOH, elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air. Selanjutnya ditambahkan 0.1g pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 1 jam dan pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl 0.1N. Kemudian disaring dengan crucible lalu dicuci dengan 2x10 ml air destilata.

Residu/serat pangan tidak larut (IDF)

Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Crucibel dikeringkan pada suhu 1050C sampai bobot tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (DI) kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 5500

Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60

C minimal 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).

Filtrat/serat pangan larut (SDF)

0

(42)

didinginkan dalam desikator (D2), dan diabukan pada tanur 5500

% Serat pangan tidak larut (IDF) = D1 – I1 – B1 x 100% W

C minimal 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I2).

Dilakukan pula perhitungan serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel. Kadar serat pangan total dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

% Serat pangan yang larut (SDF) = D2 – I2 – B2 x 100% W

f. Penetapan Kadar Na, Ca, Fe dan Zn menggunakan AAS

Timbang sejumlah sampel yang mengandung 5-10 gram padatan dan masukkan kedalam labu Kjeldahl, lalu tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml (atau lebih) HNO3 dan beberapa buah batu didih. Selanjutnya panaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, hindari pembentukan buih yang berlebihan. Kemudian tambahkan 1 – 2 ml HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Lanjutkan penambahan HNO3

g. Analisis Total Asam (AOAC, 1995)

dan pemanasan selama 5 – 10 menit sampai larutan tidak gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi), kemudian dinginkan. Tambahkan 10 ml aquades (larutan akan menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap. Diamkan larutan sampai dingin kembali kemudian tambahkan 5 ml aquades, didihkan sampai berasap. Selanjutnya dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu.

Pindahkan larutan abu yang berasal dari pengabuan basah ke dalam labu takar. (pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya). Tepatkan sampai tanda tera dengan aquades, campur merata, saring dengan Whatman 4,2. Filtrat yang diperoleh siap dibaca dengan AAS.

(43)

250 ml, diencerkan sampai tanda tera dengan aquades yang digunakan sebagai pembilas mortal. Contoh disaring, ambil 100 ml filtrat yang diperoleh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Contoh tersebut ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu.

Perhitungan total asam dilakukan dengan rumus : Total asam =

b a

Keterangan :

a = jumlah NaOH 0.1 N untuk titrasi (ml) b = 100 gram bahan

h. Analisis Kadar Vitamin C (AOAC, 1995)

Kadar vitamin C ditentukan secara titrasi. Sebanyak 10 gram contoh dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan diencerkan sampai tepat tanda tera. Campuran dikocok dan kemudian disaring.

Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan dengan 1 ml tetes indikator kanji, lalu dititrasi dengan iod 0.01 N sampai timbul warna biru. Kandungan vitamin C dapat dihitung sebagai berikut :

A = V x 0.88 x P x 100 gram bobot contoh

Keterangan :

A = kadar vitamin C (mg/100 gram bahan) V = jumlah iod 0,01 N untuk titrasi (ml) P = Jumlah pengenceran

0.88 = miligram asam askorbat untuk 1 ml iod 0.01 N i. Analisis Kadar Vitamin A (AOAC, 1995)

(44)

eter tidak berwarna orange lagi. Fraksi eter (atas) yang diperoleh digabungkan kemudian dicuci dengan air sampai klorofil habis (fraksi air tidak berwarna hijau lagi) maka diperolehlah fraksi air dan fraksi eter. Fraksi eter selanjutnya dicuci dengan methanol 92% maka diperolehlan fraksi eter dan fraksi metanol (dibuang). Fraksi eter selanjutnya disaring dengan Whatman 42 melewati Na2SO4

Total karoten (ppm) = (x) x volume akhir sampel berat sampel (gram)

anhidrat. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditera dengan petroleum eter dan siap dibaca pada λ 450 nm. Dibandingkan dengan larutan standar.

Pembuatan Kurva Standar

Sebanyak 10 mg karoten murni ditera dalam 100 ml dengan menggunakan petroleum eter (100 ppm). Selanjutnya pipet 0.5 ml, 1.0 ml, 1.5 ml, 2.0 ml dan 2.5 ml larutan. Masing-masing larutan dicampur dengan petroleum eter maka diperolehlah 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. Setelah itu dibaca pada λ 450 nm dan dikoreksi dengan blanko (petroleum eter).

Perhitungan:

Persamaan regresi kurva = Y = a + bx, maka (x) = (Y – a )/b

j. Pengukuran pH (pH meter)

(45)

k. Analisis Total Gula (Luff-Schoorl)

Menimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5 - 25 g tergantung kadar gula reduksinya, lalu pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquadest. Selanjutnya tambahkan larutan Pb-asetat sebagai bahan penjernih tetes demi tetes sampai tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Setelah itu, tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.

Filtratnya ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb tambahkan Na-oksalat anhidrat secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda tera, digojog dan disaring. Selanjutnya diambil 25 ml filtrat bebas Pb yang diperkirakan mengandung 15 – 60 mg gula reduksi dan tambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl dalam erlenmeyer. Dibuat juga perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl dengan 25 ml aquades.

Selanjutnya ditambahkan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 25 ml H2SO4

3. Analisis Sifat Fisik

26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.

a. Pengukuran Kekentalan (Brookfield viscometer)

(46)

gelas ukur 100 ml lalu diukur kekentalannya. Hasil pengukuran diperoleh dalam satuan sentipois dan suhu pada pengukuran suhu ruang. 4. Analisis Mikrobiologi

a. Uji Total Plate Count (Fardiaz, 1992)

Jumlah mikroba dihitung dengan metode tuang, menggunakan media Plate Count Agar (PCA). Puree buah ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan dengan 90 ml larutan pengencer NaCl 85 % sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10-1. Sebanyak 1 ml larutan sampel hasil pengenceran tersebut diambil dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer lain sehingga diperoleh larutan sampel dengan pengenceran 10-2 demikian seterusnya hingga pengenceran 10-4.

Media PCA yang telah didinginkan sampai suhu 45 – 47oC dituangkan ke cawan-cawan yang telah berisi 1 ml larutan sampel dengan berbagai pengenceran, lalu cawan digerakkan membentuk angka 8. Setelah agar membeku, lalu diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0

b. Uji Staphylococcus (AOAC, 1995)

C selama 1- 2 hari. Koloni yang tumbuh dihitung jumlahnya dan untuk memperoleh total mikroba dihitung dengan cara mengalikan total koloni dengan faktor pengenceran (FP).

Total mikroba (CFU/g) = Jumlah mikroba yang memenuhi syarat x FP.

(47)

c. Uji Koliform (AOAC, 1995)

Persiapan contoh Dua contoh yang akan diuji, terdiri dari produk puree buah dan produk komersilnya. Contoh berbentuk semi padat dibuat pengenceran 10-1, dengan membuat suspense 1:10 dengan cara menimbang 10 gr dan dicampurkan dengan 90 ml larutan pengencer. Selanjutnya dibuat pengenceran 1:100 menggunakan larutan pengencer 9 ml.

Uji Penduga Terhadap masing-masing contoh dilakukan uji koliform menggunakan 4 seri tabung/pengenceran. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 2 hari. Hitung jumlah positif dari setiap pengenceran dan cocokkan dengan Tabel MPN 3seri, kemudian dinyatakan dalam MPN koliform penduga/ml contoh.

Uji Penguat Pilihlah dua tabung positif dari uji penduga dan digoreskan masing-masing pada agar cawan EMB, kemudian diinkubasi pada suhu 37o

d. Uji Escherichia coli (AOAC, 1995)

C selama 24-48 jam. Pada agar EMB dapat dibedakan antara koloni fekal (E.coli) dan non-fekal. Koliform fekal berwarna gelap dengan sinar hijau metalik dan diameter kira-kira 0.5-1.5 mm, sedangkan koloni non-fekal berwarna merah muda dengan diameter 1.0-3.0 mm dan bagian tengahnya berwarna gelap seperti mata ikan.

Biasanya menghasilkan uji IMViC ++--, sedangkan bakteri koliform lainnya seperti Enterobacter aerogenes menghasilkan uji --++ atau --+. Sebagai kontrol goreskan kultur E.coli yang disediakan pada agar EMB dan lakukan uji IMViC terhadap kultur tersebut. Untuk mengidentifikasi E.coli dapat menggunakan Tabel 9.

e. Uji Salmonella (AOAC, 1995)

(48)
[image:48.595.178.498.194.422.2]

Uji penduga dilakukan dengan cara mengambil satu loop dari kultur persiapan contoh dan digoreskan pada SSA. Setelah inkubasi selama 24-48 jam, tidak ditemukan adanya koloni salmonella yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna.

Tabel 9. Identifikasi E.coli

Uji Medium Produk

Akhir Reaksi Positif

Indol Tryptone

Broth Indol

Warna merah pada penambahan pereaksi Kovacs Merah

Metil MR-VP

Asam Organik

Warna merah pada penambahan

merah metil

Voges-Proskauer MR-VP

Asetil-metil karbinol

Warna merah tua pada penambahan 5% alfa-naftol dan

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk Puree Buah

Dalam tahap pembuatan produk puree buah, salah satu proses penting yang berperan dalam menentukan mutu produk puree buah adalah proses pemilihan buah, dimana buah yang terpilih adalah buah yang sehat dan benar-benar matang tetapi tidak busuk. Masalah utama yang dihadapi dalam pembuatan produk puree buah ini adalah tingginya angka total mikroba yang tidak sesuai dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI.

Proses blansir pada suhu 1000

Penggunaan blender untuk menghancurkan daging buah sehingga menjadi bubur agar menyerupai konsistensi dari puree buah. Puree adalah hancuran daging buah yang mengandung pulp dengan konsistensi seperti bubur (Luh 1986). Penyaringan dilakukan untuk menghomegenkan partikel-partikel dari buah pepaya dan buah pencampur (pisang, tomat dan alpukat). Kombinasi buah dilakukan untuk memperkaya rasa dari puree buah, selanjutnya pengaturan pH produk puree buah dengan menggunakan asam sitrat diperbolehkan berdasarkan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI, asam sitrat tidak lebih dari 2,5 gram per seratus gram produk, penambahan asam sitrat berfungsi untuk mengatur keasaman puree buah sampai pH 4 dan mengawetkan produk puree sehingga tahan dalam jangka beberapa bulan. Puree buah kemudian dipanaskan untuk membunuh bakteri pembusuk yang ada selama proses pembuatan produk puree buah sehingga sesuai dengan persyaratan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI. Pengemasan menggunakan botol Jar steril untuk meminimalkan bakteri pembusuk yang ada didalam botol, sehingga produk puree higienis. Produk puree buah pepaya dengan tomat berwarna merah, produk puree buah pepaya dengan pisang berwarna merah kekuningan dan produk puree buah pepaya dengan alpukat berwarna hijau. Rata-rata kandungan air pada buah-buahan sekitar 85% dan kandungan karbohidrat

(50)

13%, kandungan protein 0.9% dan lemak 0.5%. Nutrisi yang terkandung pada produk buah-buahan dapat menyebabkan bertumbuhnya mikroba meskipun pH buah-buahan rendah (Jay, 1997). Produk yang bersih sangat penting untuk bayi karena sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna. Makanan bayi sangat perlu diperhatikan kehigienisannya, karena makanan bayi termasuk golongan makanan berisiko tinggi. Kebersihan produk puree buah penting untuk diketahui maka dilakukan analisa mikroba dengan menggunakan metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC). Analisa kuantitatif mikrobiologi ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan yang dihasilkan. Hasil analisa total mikroba menunjukkan bahwa jumlah mikroba pada masing-masing produk puree buah ini dapat dilihat pada Tabel 10. Ketiga jenis puree buah yang dibuat memenuhi persyaratan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI, yaitu angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104

Tabel 10. Rataan total mikroba puree buah (koloni/g)

koloni per gram.

Jenis Puree Buah (koloni/g) Puree pepaya dengan tomat

Puree pepaya dengan pisang Puree pepaya dengan alpukat

1,0 x 102 0,5 x 10

1,0 x 10

2 2

Kombinasi dan Formula Awal Puree Buah yang disukai

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari formulir biodata panelis. Panelis yang mengikuti uji sensori adalah ibu rumah tangga, pegawai negeri, pegawai swasta dan karyawan, dengan usia berkisar antara 20 sampai 35 tahun, dengan pendapatan berkisar antara 500 ribu sampai 5 juta rupiah. Kebanyakan dari panelis tamatan dari SLTP, SLTA, S1 dan S2.

Penilaian terhadap rasa terbentuk apabila ada tanggapan atau respon rangsangan kimiawi oleh indera pencicip lidah. Penilaian sensasi rasa adalah merupakan uji hedonik yang penting terhadap bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun memiliki penampakan visual aroma, warna dan tekstur yang disukai oleh konsumen/panelis boleh jadi daya penerimaan bahan pangan tersebut menjadi berkurang apabila rasanya kurang disukai. Oleh karena itu, sifat indrawi produk pangan (aroma, rasa, warna) merupakan uji kesukaan yang penting.

(51)

sidik ragam uji hedonik rasa puree buah (Lampiran 11) menunjukkan nilai sampel berbeda nyata pada taraf 0.05.

Uji lanjut Duncan membagi ketiga jenis puree buah ke dalam tiga subset. Skor kesukaan rasa pada ketiga jenis puree buah saling berbeda nyata. Gambar 3 menunjukkan nilai kesukaan terhadap rasa produk puree buah berkisar antara 3.3 -5.2 yaitu (agak tidak suka sampai agak suka), artinya secara umum panelis memberi tanggapan cukup baik terhadap rasanya sehingga dapat dinyatakan bahwa produk tersebut relatif disukai oleh konsumen dalam hal ini panelis.

Keterangan: skor kesukaan rasa 1= sangat tidak suka sampai 7 = sangat suka Gambar 3. Skor kesukaan terhadap rasa dari puree buah

Penilaian terhadap rasa dari masing-masing produk puree buah ini agak berbeda. Hal ini berarti produk puree buah yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki rasa yang berbeda. Puree pepaya dengan tomat memiliki rasa kurang manis karena buah tomat memiliki kandungan air yang tinggi tetapi rendah kadar karbohidrat (Meyer, 1960). Puree buah pepaya dengan alpukat memiliki rasa agak pahit karena buah alpukat mengandung senyawa 1-acetoxy-2,4-dihydroxy-n-heptadeca-16-en. Senyawa tersebut timbul karena pemanasan daging buah alpukat (Dolev dan Tatarsky, 1973). Puree buah pepaya dengan pisang memiliki rasa manis karena kadar karbohidrat pada buah pisang tinggi sekitar 32 gram (Bender, 1982).

4a

3.3b

5.2c

0 1 2 3 4 5 6 7

pepaya dan tomat

pepaya dan alpukat

pepaya dan pisang

S

k

o

r k

e

suk

a

a

n

ra

sa

(52)

1. Formula Puree Buah yang Optimal

Formulasi adalah merupakan suatu kegiatan mencampurkan beberapa bahan dasar beserta bahan pelengkap lainnya dengan perbandingan dan komposisi tertentu yang sesuai untuk tujuan memperoleh suatu produk formula dengan rasa, aroma, warna dan kekentalan yang disukai. Produk formulasi puree buah pada penelitian ini berbentuk semi padat yang terdiri atas bahan dasar buah pepaya dan buah pisang. Selain itu ke dalam produk formulasi puree buah ditambahkan juga asam sitrat sebagai bahan pengatur keasaman.

[image:52.595.143.488.515.702.2]

Tahapan pembuatan formula puree buah ini didahului dengan menimbang buah pepaya dan buah pisang sesuai dengan komposisi masing-masing formula. Produk yang dibuat ada sebanyak 4 macam formula dengan perbandingan buah pepaya dan buah pisang seperti yang terdapat pada Tabel 8. Perbandingan jumlah buah pepaya dan buah pisang yang dicampurkan pada masing-masing formula puree buah diupayakan agar sesuai dengan maksud untuk mendapatkan komposisi rasa manis, rasa asam, warna, aroma dan kekentalan yang disukai. Selain itu diharapkan kandungan zat gizi produk mencapai pemenuhan komposisi puree. Vitamin dan mineral yang terkandung pada produk puree buah sangat dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan periode awal kelangsungan hidupnya. Hasil formulasi masing-masing produk puree buah dapat dilihat pada Gambar 4.

(53)

Mutu Mikrobiologi

Analisa mutu mikrobiologi yang kedua sesuai dengan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI dengan angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104. Rataan total mikroba formula puree buah dapat dilihat pada Tabel 11. Mikroba yang mencemari produk puree buah ini dapat berasal dari beberapa hal, yaitu dari bahan mentah atau bahan dasar, kontaminasi alat-alat pengolahan sebelum dan selama pengeringan, serta sesudah pengeringan (Buckle dkk, 1987). Hasil analisa mikroba menunjukkan bahwa jumlah total mikroba produk puree buah berkisar antara 102 sampai 1,0 x 102. Kandungan mikroba yang diperbolehkan berdasarkan SNI 01-7111.2-2005 MP-ASI adalah tidak lebih dari 1,0 x 104

Tabel 11. Rataan total mikroba formula puree buah (koloni/g)

koloni per gram. Kandungan mikroba produk puree buah yang dihasilkan masih dibawah standar dan jumlah ini dianggap layak untuk produk makanan bayi.

Jenis Formula Puree Buah (koloni/g) Formula 90 : 10

Formula 80 : 20 Formula 70 : 30 Formula 60 : 40

0,5 x 10 10

2

0,5 x 10 2

0,5 x 10 2 2

Mutu Sensori

1. Kesukaan Warna

Penilaian awal seorang konsumen terhadap suatu bahan pangan adalah dengan melihat warnanya. Daya penerimaan suka tidaknya atau timbulnya ketertarikan konsumen terhadap bahan pangan dimulai dengan melihat warnanya. Uji hedonik warna produk puree buah dapat diamati pada Gambar 5, data lengkap pada Lampiran 18. Hasil analisa sidik ragam uji hedonik warna pada produk puree buah (Lampiran 19) menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Nilai kesukaan warna pada produk puree buah adalah 4 (netral), yaitu dengan rata-rata skor kesukaan 4.2 – 4.3, artinya panelis masih menerima warna produk puree buah tersebut.

(54)

sebaliknya bila semakin tinggi komposisi buah pisang maka warnanya akan semakin kekuningan.

[image:54.595.170.443.130.297.2]

Keterangan: skor kesukaan warna 1= sangat tidak suka sampai 7 = sangat suka Gambar 5. Skor kesukaan terhadap warna dari puree buah

pepaya yang dicampur dengan buah pisang.

Keempat formula puree buah dapat diterima oleh panelis dari segi warna, tetapi keempat formula puree buah ini memiliki warna yang sama menurut panelis sehingga atribut sensori warna tidak dipakai untuk uji skoring karena tidak adanya perbedaan warna dari masing-masing formula puree buah.

2. Kesukaan Aroma

Meskipun suatu produk pangan memiliki warna yang menarik dan rasa yang disukai, boleh jadi produk tersebut ditolak oleh konsumen apabila terjadi penyimpangan aromanya. Oleh karena itu, aroma merupakan salah satu kriteria yan

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia buah pepaya per 100 g buah
Tabel 3. Komposisi dan kandungan nutrisi tomat per 100 g
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Diagram alir pembuatan produk puree buah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan uji korelasi Spearman antara kekuatan genggaman tangan dan sindrom metabolik menunjukkan adanya korelasi negatif yang bermakna dengan kategori korelasi

Dari data hasil Susenas tahun 2005, penduduk usia sekolah yang berumur 7 – 24 tahun yang masih sekolah ada sebanyak 17.263 orang; juga dapat dilihat jumlah penduduk usia sekolah 7

Canright tentang Sanctuary yang mengajarkan bahwa tidak ada Bait Suci di Surga karena Allah tidak dibatasi oleh ruang dan Allah ada hadir di mana.Alkitab mengajarkan

Kegiatan Usaha Bergerak dalam bidang industri spare parts kendaraan bermotor khususnya pegas Jumlah Saham yang ditawarkan 210.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai Nominal

Skor yang akan diperoleh dari masing-masing instrumen yang mewakili gaya belajar tersebut kemudian dibandingkan. Skor instrumen yang paling tinggi menunjukan

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah, dan hasilnya lebih baik, dalam

The inding indicated that bullying was in a high category and students have some ad- justment problems related to interpersonal relationship, in school and family, and

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi.