• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang Di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang Di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA

PERIKANAN CAKALANG DI KABUPATEN PARIGI

MOUTONG, SULAWESI TENGAH

HASRUDIN USMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 04 Agustus 2016

Hasrudin Usman

(4)
(5)

RINGKASAN

HASRUDIN USMAN. Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan ACHMAD FAHRUDIN.

Kabupaten Parigi Moutong secara secara geografis berbatasan langsung dengan perairan Teluk Tomini. Kabupaten Parigi Moutong dapat mengelola sumberdaya perikanan lautnya secara maksimum sebesar 35.000 ton per tahun. Pada tahun 2013 jumlah total produksi perikanan tangkap Kabupaten Parigi Moutong sebesar 24.004,6 ton yang berarti pemanfaatan saat ini telah mencapai 68,57% dari jumlah tangkapan maksimum yang ditentukan. Salah satu jenis ikan pelagis yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap produksi perikanan tangkap di Kabupaten Parigi Moutong adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Produksi ikan cakalang pada tahun 2013 mencapai 4.940,9 ton (20,58% dari total produksi) dengan total nilai produksi sebesar Rp. 82.539.204 juta dan produksi ikan cakalang pada tahun 2012 sebesar 5.117,85 ton (21,81% dari total produksi) dengan total nilai produksi Rp. 51.326.075 juta. Adapun jenis alat tangkap yang dominan digunakan untuk menangkap ikan cakalang adalah pancing tonda dan purse seine.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi; 2) Menganalisis kelayakan usaha penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong; 3) menyusun model pengelolaan sumberdaya ikan cakalang; 4) Merumuskan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang secara berkelanjutan di Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan (April - Juli 2015) di Kabupaten Parigi Moutong dengan menggunakan metode survei dan pengambilan contoh dilakukan dengan metode purposive sampling. Sedangkan metode analisis data yang digunakan meliputi analisis produktivitas alat tangkap, analisis nilai tukar nelayan, analisis bioekonomi, analisis usaha dan kalayakan investasi, analisis sistem dinamik, dan analisis hirarki proses.

Berdasarkan hasil penelitian produktivitas alat tangkap purse seine lebih tinggi dibandingkan alat tangkap pancing tonda. Rata-rata produktivitas per trip alat tangkap purse seine sebesar 1.3130 ton per tahun dan pancing tonda sebesar 0.0070 ton per tahun, sedangkan rata-rata produktivitas per unit pada alat tangkap

purse seine mecapai 297.23 ton per tahun dan pancing tonda mencapai 2.51 ton per tahun. Analisis nilai tukar petani dan nelayan menunjukkan indeks NTP dan NTN berdasarkan jenis usaha selama periode musim panen dan musim panceklik pada tahun 2014 di atas 100. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan daya beli masyarakat lebih baik daripada tahun dasar. Pada musim panen indeks nilai tukar petani dengan nilai rata-rata sebesar 126.15 dan pada musim panceklik sebesar 107.56, secara keseluruhan pada tahun 2014 rata-rata indeks nilai tukar petani sebesar 116.86. Sedangkan rata-rata indeks nilai tukar nelayan pada musim panen sebesar 120,56 dan musim panceklik sebesar 110.57, sehingga secara keseluruhan rata-rata indeks nilai tukar nelayan pada tahun 2014 sebesar 115.56.

(6)

bioekonmi terjadi pada effort 21.251 trip (jumlah upaya pada keseimbangan opes access) yang memberikan keuntungan sama dengan nol. Pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya ikan cakalang dari sisi biologi dan ekonomi terjadi pada kondisi MEY dengan jumlah produksi 4.513 ton per tahun dan effort sebesar 10.625 trip per tahun. Jumlah effort aktual mencapai 14.229 trip dan jumlah effort

lestari sebesar 12.679 trip per tahun, sedangkan effort optimal secara ekonomi sebesar 10.625 trip per tahun. Hal ini menunjukkan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong telah mengalami overfishing secara biologi namun secara ekonomi belum mengalami overfishing. Adapun rata-rata besaran laju degradasi dan depresasi suberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong masing-masing sebesar 0.267 ton dan Rp. 0.264 juta.

Pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong menggunakan alat tangkap purse seine diperoleh tingkat keuntungan sebesar Rp. 221.487.056 juta. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha selama 10 tahun diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 289.406.471 juta dengan discount factor pada tingkat suku bunga 12% per tahun. Sedangkan nilai BCR dan IRR masing-masing diperoleh sebesar 1,26 dan 17,19 persen. Sehingga dapat disimpulkan usaha perikanan cakalang menggunakan alat tangkap alat tangkap purse seine layak untuk dilaksanakan.

Hasil analisis sistem dinamik pengelolaan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, diperoleh jumlah effort tertinggi dicapai pada tahun ke 9 sebesar 27.189 trip dengan jumlah stok sebesar 4.151,21 ton dan hasil tangkapan mencapai 3.296,50 ton. Hal ini mengakibatkan keuntungan yang dierima oleh nelayan semakin kecil sedangkan jumlah biaya yang keluarkan semakin besar. Kondisi ini menyebabkan nelayan akan mengurangi jumlah effort

atau berhenti menjadi nelayan. Hasil analisis sistem dinamik menunjukkan tangkapan maksimum terjadi pada tahun kedua dimana jumlah effort mencapai 19.157 trip dengan jumlah stok sebesar 12.709,00 ton. Keseimbangan secara biologi terjadi pada tahun ketiga dengan jumlah effort 23.398 trip dan stok sebesar 9.349 ton, sedangkan keseimbangan secara ekonomi terjadi pada tahun keempat dimana jumlah effort mencapai 24.958 dan hasil tangkapan sebesar 5.629 ton.

Selanjutnya, hasil analis kebijakan dengan menggunakan AHP diperoleh kesimpulan prioritas untama pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong yaitu perbaikan teknologi penangkapan dengan taraf kepetingan sebesar 0.307. Berdasarkan hasil rangkaian analisis yang dilakukan dapat disimpulkan implementasi kebijakan yang perlu diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagan yaitu kebijakan pengaturan upaya tangkap (effort), kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap, kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan perikanan, kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan, kebijakan keterpaduan antar sektor, dan kebijakan pembangunan manusia (human development).

(7)

SUMMARY

HASRUDIN USMAN. Management Economic Policy of Skipjack Tuna Fisheries Resources in Parigi Moutong District, Central Sulawesi. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and ACHMAD FAHRUDIN.

Parigi Moutong district is geographically bordered by the waters of the Gulf of Tomini. Parigi Moutong district can manage marine fisheries resources are a maximum of 35,000 tons per year. In 2013 the number of total fisheries production Parigi Moutong district of 24004.6 tons, which means the current utilization has reached 68.57% of the total catch specified maximum. One type of pelagic fish which make a significant contribution to fisheries production in the district of Parigi Moutong is tuna (Katsuwonus pelamis). Production of tuna in 2013 reached 4940.9 tons (20.58% of total production) with a total production value of Rp. 82,539,204 million and production of tuna in 2012 amounted to 5117.85 tons (21.81% of total production) with a total production value of Rp. 51,326,075 million. The dominant type of fishing gear used to catch tuna is trolling and purse seine.

The purpose of this study is 1) to analyze the level of optimum utilization of the fishery resources of tuna in biology and economics; 2) to analyze the feasibility of catching skipjack in the district of Parigi Moutong; 3) create a model for the management of tuna resources; 4) to formulate policy directives skipjack fisheries resource management in a sustainable manner in the district of Parigi Moutong. This study was conducted over four months (April-July 2015) in the district of Parigi Moutong using survey methods and sampling conducted by purposive sampling method. While the data analysis methods used include fishing equipment productivity analysis, analysis of exchange fishermen, bioeconomic analysis, business analysis and investment kalayakan, dynamic systems analysis, and analytical hierarchy process.

Productivity of purse seine fishing gear was higher than trolling. The average productivity per trip of purse seine was 1.3130 tons per year and trolling was 0.0070 tons per year, while the average productivity per unit on purse seine reached up to 297.23 tons per year and trolling reached 2.51 tons per year. Analysis of the exchange rate farmers and fishermen demonstrated NTP and NTN index based on the type of business during periods of peak and low seasons famine in 2014 in the top 100. It indicated that the purchasing power of the people was better than the base year. Average exchange rate farmers index at harvest was 126.15 and 107.56 in famine, and overall in year 2014 was 116.86. Average farmer exchange rate index of harvest season was 120.56 and famine season was 110.57, so the overall average farmer exchange rate index in 2014 was to 115.56.

(8)

was 10.625 trips per year. It showed that the resource utilization of skipjack tuna in the district of Parigi Moutong has undergone overfishing biologically but not economically yet. The average magnitude of the degradation rate and depreciation of skipjack tuna resources in the district of Parigi Moutong were 0.267 tonnes and 0.264 million, respectively.

Utilization of skipjack tuna resources in the district of Parigi Moutong using purse seine obtained the profit IDR 221 487 056 million. Based on the feasibility analysis for 5 years, NPV value was IDR 289 406 471 million with a discount factor on the interest rate was 12% per year. Value of BCR and IRR wast 1.26 and 17.19 percent, respectively. It can be concluded that skipjack tuna fishery using gear purse seine was feasible and proper to be developed.

Highest effort achieved in the 9th year by 27.189 trips by the number of stocks 4151.21 tonnes and catches reached 3296.50 tons. This resulted in profits fishermen get getting smaller while the cost they spend getting bigger. This condition caused fishermen will reduce the amount of effort or ceases to be a fisherman. The results of the analysis of dynamic system showed the maximum catches in the second year in which the amount of effort reached 19.157 trip with a number of stocks amounting to 12.709,00 tons. Biological balance occured in the third year with the effort was 23.398 trips and the stock was 9.349 tons, while the balance of economic occur in fourth year, when the number reached 24 958 effort and catches was 5,629 tonnes.

Furthermore, the policy analyst using AHP get untama priority conclusion of skipjack fisheries resource management in the district of Parigi Moutong was improving capture technology with a level of interest was 0.307. Based on the results of a series of analyzes, it can be concluded that implementation of policies that need to be applied in the management of the fishery resources of tuna in the district of Parigi Moutong was taking into account the ecological, economic, social, and institutional i.e. regulatory policy efforts to catch, policy development to fishing, measures to enhance the institutional capacity of the fisheries, the fishermen community empowerment policy, policy integration between sectors, and the policy of human development.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

KEBIJAKAN EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA

PERIKANAN CAKALANG DI KABUPATEN PARIGI

MOUTONG, SULAWESI TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(11)
(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini yang berjudul “Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah” dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada:

1. Prof Dr Ir Tridoyo Kusumastanto, MS dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, ilmu, dukungan dan semangat dalam penyusunan tesis.

2. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ir Sahat Simanjuntak, MSc dan Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc dan seluruh dosen pengasuh mata kuliah atas yang telah memberikan ilmu pengetahuannya sehingga dapat memperkaya pengetahuan penulis.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas bantuan Beasiswa Unggulan (BU) Calon Dosen selama mengikuti studi.

4. Rektor Universitas Alkhairaat Palu dan Dekan Fakultas Perikanan berserta seluruh civitas akademika atas dukungan dan bantuan dalam melaksanakan pendidikan Magister di Institut Pertanian Bogor (IPB).

5. Kedua orang tua dan istri tercinta yang selalu memberikan dorongan dan do’a agar dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman mahasiswa PS ESK dan PS ESL yang telah memberikan dukungan dan motivasinya.

7. Ucapan terima kasih pula penulis ucapkan kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah (HIMPAST) yang senasib, seperjuangan dan sepenanggungan.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi civitas akademika, peneliti, pemerintah dan juga bagi berbagai pihak dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

Bogor, 04 Agustus 2016

(15)
(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xx

DAFTAR GAMBAR xxii

DAFTAR LAMPIRAN xxiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Potensi Sumberdaya Perikanan Tangkap 7

Potensi Sumberdaya Perikanan Cakalang 9

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap 11

Pengembangan Perikanan Tangkap 14

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir 17

Bioekonomi Sumberdaya Perikanan 20

Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Perikanan 25

Pemodelan Sistem Dinamik 27

Analisis Kebijakan 30

KERANGKA PEMIKIRAN 34

Kerangka Teori 34

Kerangka Penetian 35

METODOLOGI PENELITIAN 38

Metode Penelitian 38

Jenis dan Sumber Data 39

Metode Pengambilan Data 39

Metode Pengambilan Sampel 40

Metode Analisis Data 41

Analisis Teknis Alat Tangkap 41

Analisis Nilai Tukar Petani dan Nelayan 41

Analisis Bioekonomi 43

Analsisi Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Perikanan 48

Analisis Finansial 49

Analisis Sistem Dinamik 52

Analytical Hierarchy Process (AHP) 52

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 54

Letak Geografis, Administrasi Wilayah, dan Iklim 54

Kondisi Perekonomian 55

Kondsi Perikanan Tangkap 56

KERAGAAN PRODUKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DAN

PANCING TONDA 60

(17)

Produktivitas Per Unit 62

NILAI TUKAN PETANI DAN NELAYAN 64

Pendapatan dan Pengeluaran Petani dan Nelayan 64

Kemampuan Nilai Tukar Petani dan Nelayan 65

Indeks Nilai Tukar petani dan Nelayan 66

BIOEKONOMI PERIKANAN CAKALANG 68

Standarisasi Alat Tangkap 68

Pendugaan Parameter Biologi 70

Estimasi Parameter Ekonomi 71

Pendugaan Produksi Lestari Ikan Cakalang 72

Keseimbangan Bioekonomi Pemanfaatan Perikanan Cakalang 73 Optimasi Dinamik Sumberdaya Perikanan Cakalang 75 Analisis Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Cakalang 78

KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN CAKALANG 80

Sistem Bagi Hasil Usaha Perikanan Purse Seine 80

Komponen Biaya Usaha Perikanan Purse Seine 81

Analisis Usaha Perikanan Purse Seine 84

Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Purse Seine 86

MODEL SISTEM DINAMIK PERIKANAN CAKALANG 88

Pendekatan Sistem 88

Analisis Sistem 88

Ruang Laingkup dan Asumsi Model 93

Model Dinamik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang 93 Simulasi Model Dinamik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang 94 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

CAKALANG 101

Alternatif Kebijakan 101

Implementasi Kebijakan 103

KESIMPULAN DAN SARAN 107

Kesimpulan 107

Saran 108

DAFTAR PUSTAKA 109

(18)

DAFTAR TABEL

1 Kontribusi perikanan cakalang terhadap produksi perikanan tangkap di

Kab. Parigi Moutong periode 2007-2013 2

2 Produksi ikan cakalang berdasarkan jenis alat tangkap dan jumlah unit alat tangkap di Kab. Parigi Moutong periode 20107-2013 2 3 Produksi perikanan tangkap di laut berdasarkan WPP-RI (Ton/Tahun) 7 4 Indeks komposit agregat indikator EAFM Indonesia WPP-RI 7 5 Puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan 10

6 Penilaian setiap level hierarki dalam AHP 33

7 Jenis data yang digunakan dalam penelitian 39

8 Jumlah responden menurut jenis usaha atau pekerjaan 40 9 Klasifikasi respoden penelitian berdasarkan pekerjaan 40 10 PDRB Kab. Parigi Moutong atas dasar harga berlaku menurut lapangan

usaha (Jutaan Rupiah) Periode 2009 – 2013 55

11 Peranan sektor dan sub sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Parigi Moutong periode 2009-2013 56 12 Perkembangan jumlah nelayan berdasarkan klasifikasi nelayan di

Kabupaten Parigi Moutong tahun 2009-2013 57

13 Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) laut menurut jenis/kapal di

Kabupaten Parigi Moutong tahun 2009-2013 56

14 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten

Parigi Moutong tahun 2007-2013 59

15 Perkembangan jumlah effort, unit, dan produksi alat tangkap purse seine

dan Pancing Tonda di Kab. Parigi Moutong 60

16 Perkembangan produksi ikan cakalang dan kontribusinya terhadap total produksi berdasarkan alat tangkap di Kab. Parigi Moutong periode

2007-2013 61

17 Perkembangan jumlah trip per unit, produktivitas per trip, dan produktivitas per unit alat tangkap purse seine dan Pancing Tonda di

Kabupaten Parigi Moutong 61

18 Kriteria pemilihan sampel petani dan nelayan di Kab. Parigi Moutong 64 19 Rataan pendapatan, pengeluaran dan keuntungan responden penelitian

berdasarkan musim dan jenis usaha di Kabupaten Parigi Moutong 65 20 Keragaan produktivitas ikan cakalang berdasarkan alat tangkap puseseine

dan pancing tonda di Kab. Parimo periode 2007-2013 68 21 Koefisien regresi model bioekonomi yang digunakan untuk menghitung

parameter biologi ikan cakalang 70

22 Estimasi parameter biologi ikan cakalang di Kab. Parigi Moutong

berdasarkan model Schaefer dan Algoritma Fox 71

23 Data series biaya riilinput danharga riiloutput sumberdaya ikan cakalang

di Kab. Parigi Moutong periode 2007-2013 71

24 Produksi aktual dan lestari sumberdaya perikanan Cakalang di Kabupaten

Parigi Moutong periode 2007-2013 73

(19)

26 Hasil analisis bioekonomi dinamik sumberdaya ikan cakalang di Kab.

Parigi Moutong 76

27 Laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan cakalang 78 28 Besarnya biaya investasi kapal purse seine di Kabupaten Parigi Moutong 82 29 Rata-rata biaya tetap usaha perikanan purse seine di Kabupaten Parigi

Moutong 82

30 Rata-rata biaya variabel usaha perikanan purse seine di Kabupaten Parigi

Moutong 83

31 Rata-rata total penerimaan, biaya dan keuntungan setahun kapal purse

seine di Kabupaten Parigi Moutong 84

32 Hasil analisis kelayakan investasi usaha perikanan purse seine selama tahun proyek di Kabupaten Parigi Moutong, tahun 2013 86 33 Kebutuhan pelaku perikanan cakalang di Kabupaen Parigi Moutong 89 34 Parameter model dinamik pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di

(20)

DAFTAR GAMBAR

1 Distribusi geografis ikan cakalang 10

2 Produksi perikanan cakalang di WPP 11

3 Sistem perikanan 12

4 Kondisi perkembangan NTN Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2012 19 5 Tingkat konsumsi ikan di Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012 19 6 Kurva hubungan antara biomassa dengan waktu dalam pertumbuhan

populasi ikan 21

7 Kurva hubungan antara biomass dengan pertumbuhan populasi ikan 21 8 Kurva produksi lestari-upaya (Yield Effort Curve) 22

9 Kurva model bioekonomi Gordon-Schaefer 23

10 Kurva Gordon-Schaefer dalam biomass 25

11 Tahapan analisis sistem 30

12 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan 35

13 Kerangka penelitian kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah 37 14 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Parigi Moutong 38 15 Model analisis pencapaian nilai tukar petani dan nelayan di Kab. Parigi

Moutong 42

16 Hierarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong 53 17 Grafik perkembangan armada penangkapan ikan berdasarkan jenis

perahu/kapal di Kabupaten Parigi Moutong tahun 2009-2013 58 18 Perkembangan alat tangkap perikanan laut di Kabupaten Parigi Moutong

tahun 2009-2013 58

19 Produktivitas per trip alat tangkap purse seine dan pancing tonda tahun

2007-2013 62

20 Produktivitas per unit alat tangkap purse seine dan pancing tonda tahun

2007-2013 63

21 Rataan NTN dan NTP berdasarkan musim dan jenis usaha di Kab. Parigi

Moutong 66

22 Rataan nilai indeks NTP dan NTN berdasarkan jenis usaha di Kabupaten

Parigi Moutong 67

23 Hubungan antara jumlah produksi, effort dan CPUE ikan cakalang di Kab.

Parigi Moutong periode 2007-2013 69

24 Hubungan antara effort dan CPUE ikan cakalang di Kab. Parigi Moutong

periode 2007-2013 69

25 Sebaran produksi aktual terhadap produksi lestari sumberdaya perikanan cakalang di Kab. Parigi Moutong periode 2007-2013 72 26 Hubungan total penerimaan dan biaya operasi penangkapan ikan cakalang

di Kabupaten Parigi Moutong dengan Model Gordon-Schaefer 75 27 Hubungan tingkat discount rate dan rente ekonomi optimal dinamik

sumberdaya ikan cakalang 77

28 Laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan di Kabupaten Parigi

(21)

29 Perbandingan antara upah ABK, biaya tetap dan biaya variabel terhadap

total biaya 83

30 Diagram sebab akibat (causal loop) keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong 91 31 Diagram input-output sistem keberlanjutan pengelolaan sumberdaya

perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong 92

32 Sistem dinamik model keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan

cakalang di Kab. Parigi Moutong 94

33 Sistem dinamik sub model ekologi 95

34 Sistem dinamik sub model ekonomi 95

35 Sistem dinamik sub model sosial 96

36 Simulasi keterkaitan jumlah stok, effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kab. Parigi

Moutong 97

37 Simulasi keterkaitan jumlah effort, hasil tangkapan, CPUE, dan degradasi pemanfaatan SDP cakalang di Kab. Parigi Moutong 98 38 Simulasi keterkaitan pendapatan, pengeluaran, rente ekonomi, net benefit,

dan NPV pemanfaatan SDP Cakalang di Kab. Parigi Moutong 99 39 Simulasi keterkaitan hasil tangkapan, keuntungan, pendapatan nelayan

ABK per tahun, per bulan, dan per trip di Kab. Parigi Moutong 100 40 Taraf Kepentingan berdasarkan inconsistency ratio setiap kriteria level

kedua pada pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kab. Parigi

Moutong 101

41 Hasil analisis AHP pemilihan setiap alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas lahan petani 115

2 Jumlah sampel dalam penelitian 115

3 Koefisien regresi model Schaefer 116

4 Koefisien regresi model Algoritma Fox 116

5 Analisis Bioekonomi Perikanan Cakalang Dengan Model Gordon-

Scheafer 117

6 Analisis usaha perikanan cakalang dengan alat tangkap purse seine di

Kabupaten Parigi Moutong tahun 2014 121

7 Perkiraan cash flow unit penangkapan purse seine di Kabupaten Parigi

Moutong tahun 2014 122

8 Persamaan Model Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang di

Kabupaten Parigi Moutong 123

9 Hasil simulasi model pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di

(23)

Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 31/2004 tentang Perikanan yang ditegaskan kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 45/2009. Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

FAO (1995) diacu oleh Himelda (2013), menyatakan dalam menentukan kebijakan yang tepat dan komprehensif, maka prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan antara lain: (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh lingkungan perairan; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan lingkungannya harus dijaga; (3) memiliki perangkat pengelolaan yang

compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) melakukan prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia itu sendiri.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting, yaitu: ekologi, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ekologi salah satu faktor menjadi prasyarat bagi keberlanjutan faktor dimensi lain. Tanpa keberlanjutan ekologi maka kegiatan ekonomi akan terhenti sehingga akan berdampak pula pada kehidupan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Tanpa keberlanjutan ekonomi, (misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional) maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan dan terjadinya konflik. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial mengakibatkan proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonomi tidak dapat berlangsung optimal.

Kabupaten Parigi Moutong secara secara geografis berbatasan langsung dengan perairan Teluk Tomini. Kawasan perairan Teluk Tomini merupakan wilayah populasi ikan pelagis, demersal, dan ikan karang, serta merupakan salah satu daerah ruaya ikan pelagis besar. Kabupaten Parigi Moutong memiliki luas wilayah sebesar 6.231,85 Km2 dengan luas perairan 12.716 Km2 dan memiliki panjag garis pantai 472 Km, sementara luas areal penangkapan sebesar 28.208 Km2. Data statistik DKP Kabupaten Parigi Moutong menunjukkan jumlah produksi perikanan tangkap terus mengalami peningkatan (Tabel 1).

(24)

5.117,85 ton (21,81% dari total produksi) dengan total nilai produksi Rp. 51.326.075 juta. Berdasarkan data tersebut, produksi ikan cakalang mengalami penurunan sebesar 1,23 % atau sebesar 176,95 ton dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan rata-rata kontribusi produksi ikan cakalang selama tujuh tahun terakhir sebesar 20,60% terhadap total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Parigi Moutong (Tabel 1).

Tabel 1. Kontribusi perikanan cakalang terhadap produksi perikanan tangkap di Kab. Parigi Moutong periode 2007-2013

Tahun Produksi Ikan

Cakalang

Total Produksi

Perikanan Tangkap Kontribusi (%)

2007 4.617,93 18.448,30 25,03

2008 4.030,63 20.370,70 19,79

2009 3.780,80 22.026,00 17,17

2010 5.008,41 22.683,98 22,08

2011 4.046,23 22.821,05 17,73

2012 5.117,85 23.460,40 21,81

2013 4.940,90 24.004,60 20,58

Rataan 4.506,11 21.973,58 20,60

Sumber: Data diolah 2015

Berdasarkan Tabel 1 di atas, kontribusi produksi ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong dinilai cukup besar terhadap jumlah total produksi perikanan tangkap. Hal ini diduga sumberdaya ikan cakalang akan mengalami

overfishing apabila tidak dikelola secara baik. Menurut KKP (2013a) saat ini populasi ikan cakalang cenderung semakin menurun di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong sehingga pemanfaatannya tidak mengalami overfishing.

Pada dasarnya ikan cakalang dapat ditangkap dengan menggunakan beberapa jenis alat tangkap. Adapun jenis alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Parigi Moutong dalam menangkap ikan cakalang yaitu dengan alat tangkap purse seine dan pancing tonda. Namun dari kedua alat tangkap tersebut alat tangkap yang paling banyak memberikan kontribusi besar terhadap produksi ikan cakalang adalah jenis alat tangkap purse seine (Tabel 2).

Tabel 2. Produksi ikan cakalang berdasarkan jenis alat tangkap dan jumlah unit alat tangkap di Kab. Parigi Moutong periode 20107-2013

Tahun Produksi Ikan Cakalang (Ton) Jumlah Alat Tangkap (Unit)

Purse Seine Pancing Tonda Purse Seine Pancing Tonda

2007 2.368,66 1.639,20 37 1.617

2008 2.495,93 1.219,20 38 1.621

2009 2.012,32 1.534,24 39 1.741

2010 2.803,36 1.652,94 39 1.741

2011 2.663,58 1.089,71 41 1.741

2012 2.956,57 1.786,53 44 1.752

2013 3.072,81 1.681,09 38 1.963

Rataan 2.624,75 1.514,70 39 1.739

(25)

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi ikan cakalang diduga diakibatkan tingginya permintaan pasar terhadap ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, dikarenakan ikan cakalang merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan jenis ikan ekspor. Peningkatan permintaan pasar terhadap ikan cakalang akan memicu terjadinya peningkatan eksploitasi yang diikuti dengan peningkatan produksi. Dengan demikian akan menyebabkan terjadinya permasalahan eksploitasi melebihi daya dukung sumberdaya tersebut yang nantinya akan menyebabkan overfishing. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diketahui efisiensi alat tangkap yang digunakan serta kondisi sumberdaya ikan cakalang di perairan Kabupaten Parigi Moutong, sehingga dapat diketahui kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan optimal terhadap sumberdaya ikan cakalang.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sumberdaya perikanan pada umumnya bersifat open access, sehingga menyebabkan setiap orang dapat berpartisipasi dan tidak ada batasan mengenai besarnya upaya penangkapan yang dikerahkan atau sumberdaya ikan yang boleh ditangkap. Sumberdaya perikanan termasuk sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources), tetapi penangkapan yang terus meningkat tanpa adanya pembatasan akan menyebabkan terkurasnya sumberdaya tersebut. Naamin (1984) diacu dalam Suman (2004) menyatakan bahwa penambahan jumlah upaya penangkapan pada batas tertentu akan menyebabkan peningkatan produksi, tetapi apabila terus terjadi penambahan upaya, maka pada suatu saat akan terjadi penurunan stok. Dengan demikian, apabila kondisi pola pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang yang ada saat ini tetap berjalan, maka diduga dalam jangka panjang dapat menyebabkan sumberdaya ikan cakalang di perairan Kabupaten Parigi Moutong terancam dan akan mengalami kepunahan.

Melihat fenomena tersebut di atas, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang yang lebih baik, sehingga sumberdaya ikan cakalang yang ada masih dapat menjadi modal bagi perbaikan (recovery) stok dalam kaitan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Menurut Monintja (2000) yang dimaksud dengan pengelolaan sumberdaya keberlanjutan antara lain dengan cara (1) hasil tangkapan tidak boleh melebihi jumlah yang boleh dimanfaatkan, (2) menggunakan bahan bakar lebih sedikit, (3) secara hukum alat tangkap legal, (4) investasi yang dibutuhkan rendah, dan (5) produk mempunyai pasar yang baik.

Agar pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong dapat dilakukan secara berkelanjutan, maka pengelolaannya harus didasarkan pada pengetahuan tentang keadaan stok, aspek biologi, aspek ekonomi dan teknologi penangkapannya, sehingga potensi lestari dan optimasi pemanfaatan dapat ditentukan. Dengan demikian diperlukan suatu kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong yang menjamin kelestarian sumberdaya ikan cakalang dalam jangka panjang.

Perumusan Masalah

(26)

satu individu atau satu satuan ekonomi (open access) (Christy dan Scott 1986; Suryana 2003). Sifat dasar inilah yang memudahkan keluar masuknya individu/pelaku usaha dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting dan banyak disukai oleh masyarakat dunia. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan komoditas ini dan semakin bertambahnya angkatan kerja di sektor penangkapan mengakibatkan semakin meningkatnya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ikan cakalang. Dalam jangka panjang kondisi ini akan mengakibatkan penurunan stok sumberdaya dan bahkan dapat punah apabila tidak dikelola dan dimanfaatkan secara baik.

Secara ekonomis, penurunan hasil tangkapan ini akan mengurangi pula keuntungan usaha nelayan secara keseluruhan, karena penerimaan yang diperoleh tidak lagi sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Hilangnya keuntungan yang diperoleh pada pemanfaatan sumberdaya ikan ekor kuning juga dapat disebabkan oleh besarnya biaya penangkapan per satuan upaya penangkapan. Dengan biaya penangkapan yang tinggi, maka otomatis keuntungan akan berkurang walaupun hasil tangkapan yang diperoleh belum melebihi tingkat MSY (Maximum Sustainable Yield). Disisi lain, sumberdaya perikanan yang menjadi tujuan pemanfaatan meski pun tergolong sumberdaya dapat pulih, namun apabila pemanfaatannya melebihi kemampuan pulih dari sumberdaya tersebut secara alamiah, maka hal tersebut dapat mengancam kelestariannya. Oleh karena itu agar pemanfaatannya secara optimal diperlukan penentuan tingkat upaya penangkapan optimum.

Kompleksitasnya permasalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, sehingga memerlukan pengkajian secara menyeluruh dan terintegrasi, dengan mempertimbangkan aspek-aspek biologi, teknik, dan sosial-ekonomi. Aspek biologi berkaitan dengan sumberdaya ikan ekor kuning yang menjadi target penangkapan dan aspek teknik yang berhubungan dengan keberhasilan dalam operasi penangkapan ikan serta aspek sosial-ekonomi menyangkut efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada keuntungan usaha dan kesejhteraan masyarakat.

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dipandang perlu melakukan sebuah kajian terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Dengan demikian, dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan kaji dalam betuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat optimum pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi di Kabupaten Parigi Moutong?

2. Apakah secara ekonomi usaha penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong layak untuk dilaksanakan?

3. Bagaimana model pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong?

(27)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang diuraikan di atas, yaitu:

1. Menganalisis tingkat optimum pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi di Kabupaten Parigi Moutong.

2. Menganalisis kelayakan usaha penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong.

3. Menyusun model pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong.

4. Merumuskan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang secara berkelanjutan di Kabupaten Parigi Moutong.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kegiatan usaha perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong. Adapun wilayah perairan tempat menangkap ikan cakalang adalah kawasan perairan Teluk Tomini yang merupakan wilayah pengelolaan perikanan (WPP 715) serta wilayah pengelolaan perikanan claster II di Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan daerah penelitian, jumlah hasil tangkapan ikan cakalang didasarkan pada nelayan yang menangkap di wilayah perairan Kabupaten Parigi Moutong.

Untuk melakukan kajian tentang kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, dilakukan kajian melalui empat aspek yaitu: (1) aspek potensi sumberdaya ikan cakalang; (2) aspek teknis (produktifitas alat tangkap); (3) aspek ekonomi; dan (4) aspek sosial. Dari keempat aspek tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemanafaatan sumberdaya perikanan cakalang dan dampaknya terhadap usaha perikanan serta kesejahteraan masyarakat nelayan.

Penelitian dilakukan menggunakan metode survei dan metode pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling. Adapun pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan peneltian di atas sebagai berikut:

1. Analisis teknis alat tangkap digunakan untuk mengetahui tingkat produktifitas alat tangkap yaitu alat tangkap purse seine dan pancing tonda.

2. Analisis bioekonomi digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan optimal sumberdaya ikan cakalang.

3. Analisis degradasi dan depresiasi bertujuan mengetahui laju ekstraksi sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong.

4. Analisis nilai tukar nelayan (NTN) digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan.

5. Analisis finansial dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan kelayakan usaha penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong. 6. Analisis sistem dinamik digunakan untuk mengetahui keberlanjutan

pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang, dan

(28)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya,

2. Pemerintah, baik pusat maupun daerah yaitu sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong,

(29)

Potensi Sumberdaya Perikanan Tangkap

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) yang ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nation Convention on the Law of the Sea, UNCLOS, 1982). Indonesia memiliki luas laut 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai sekitar 81.791 km. Potensi lestari (Maximum Sustainable Yield, MSY) sumberdaya ikan laut yang diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch, TAC) adalah 80% dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (Dahuri 2003). Mengingat perairan pesisir merupakan perairan yang sangat produktif, maka panjang pantai Indonesia merupakan potensi yang cukup besar untuk pembangunan bangsa.

Sesuai dengan UU No 31/2004 yang disempurnakan oleh UU No 45/2009 tentang Perikanan, wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan, dan atau pembudidayaan ikan meliputi 3 (tiga) karakteristik perairan yaitu (1) perairan Indonesia; (2) Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; dan (3) sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Dalam konteks ini, satuan wilayah pengelolaan perikanan diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan. Secara spasial, WPP di Indonesia dibagi menjadi 11 wilayah yang terbentang dari perairan Selat Malaka hingga Laut Arafura (EAFM Indonesia 2010).

Total produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 11,06 juta ton dengan total nilai sebesar 126 trilyun. Angka ini disumbang oleh sub sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya masing-masing sebesar 5,86 juta ton dan 5,20 juta ton. Pertumbuhan produksi budidaya meningkat cukup signifikan dalam kurun 5 tahun terakhir yaitu sebesar 8,83%, dimana pertumbuhan jenis budidaya tertinggi terjadi pada budidaya kolam yaitu sebesar 17,82%. Sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap sampai dengan tahun 2013 sebesar 3,53% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pertumbuhan yang cukup signifikan terjadi pada perikanan tangkap di perairan umum yakni sebesar 8,27%. Meningkatnya data produksi perikanan tangkap, pada dasarnya didorong oleh semakin tertib dan berkualitasnya pendataan statistik perikanan, disamping beberapa kegiatan dalam rangka pemulihan sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui pemacuan stok dan rumah ikan serta program lain yang mendukung peningkatan upaya penangkapan seperti pengembangan sarana dan prasarana penangkapan ikan (KKP 2013a).

(30)

ikannya masi dapat dikembangkan, baik dilihat dari aspek kuantitas ketersediaan sumberdaya ikannya, maupun dari kelompok sumberdaya ikannya (DEKIN 2011).

Sebagian besar WPP apabila dilihat dari konteks pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan masih tergolong sedang (nilai indeks 150-200). Secara agregat, terdapat 4 WPP yang masuk dalam kategori baik yaitu WPP 711, WPP 716, WPP 717 dan WPP 718. Sedangkan WPP 712 dalam kondisi kurang baik (EAFM Indonesia 2010). Sementara produksi perikanan tangkap menurut WWP terus mengalami peningkatan yang signifikan, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi Perikanan Tangkap di Laut Berdasarkan WPP-RI (Ton/Tahun)

WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN

TAHUN KENAIKAN

RATA-RATA (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013*) 2008-2013 2012-2013 Jumlah 4.701.933 4.811.235 5.039.446 5.345.729 5.435.633 5.503.620 3.22 1.25 1.Selat Malaka dan Laut Andaman 384.276 350.130 316.833 461.848 509.171 475.489 6.20 -6.62 2.Samuda Hindia Sebelah Barat

Sumatera dan Selat Sunda 510.215 545.108 541.476 558.592 576.632 575.091 2.46 -0.27 3.Samudra Hindia Sebelah Selatan Jawa

Hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat

404.192 481.361 436.613 506.882 406.224 521.853 6.90 28.46

4.Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut

Cina Selatan 581.037 572.617 572.209 588.711 638.190 606.099 0.95 -5.03

Pulau Halmahera 179.900 197.252 214.272 213.294 196.502 219.594 4.34 11.75 10.Teluk Cendrawasih dan Samudra

Pasifik 122.993 142.753 142.835 148.942 151.661 153.341 4.67 1.11 11.Teluk Aru, Laut Arafuru dan Laut

Timor Bagian Timur 298.535 324.566 537.964 449.186 286.392 462.453 16.64 61.48 Keterangan: *) Angka Sementara

Sumber: KKP 2013b

Tabel 4 Indeks komposit agregat indikator EAFM Indonesia WPP-RI

WPP

Sosial Ekonomi Kelembagaan

(31)

asumsi tidak ada perbedaan bobot masing-masing aspek. Dengan kata lain, dalam analisis agregat seluruh aspek dianggap penting (EAFM Indonesia 2010).

Kontribusi dari produksi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012 sebesar 197.203 ton. Trend produksi perikanan tangkap mengalami kenaikan yang signifikan sejak tahun 2003 dengan kenaikan rata-rata tahun 2003-2012 sebesar 14% dan tahun 2011-2012 sebesar 35%. Komoditi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Tengah yang terbesar tahun 2012 adalah cakalang (33.364 ton), layang (27.661 ton), banyar (22.792 ton) dan madidihang (16.559 ton). Pada tahun 2012, PDB subsektor perikanan berdasar harga berlaku Provinsi Sulawesi Tengah mengalami peningkatan sebesar 15% menjadi sebesar 3.116 milliar rupiah. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan nilai tambah yang mencerminkan kenaikan pendapatan para pelaku sektor kelautan dan perikanan secara rata-rata. Untuk PDB subsektor perikanan berdasarkan harga konstan tahun 2000 menunjukkan bahwa subsektor perikanan mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 8% dengan nilai rata-rata 1.271 milliar rupiah. Hal ini menunjukkan adanya pertambahan daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor perikanan (KKP 2013b).

Potensi Sumberdaya Perikanan Cakalang

Penyebaran cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis, penyebaran cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar pantai Bombay, diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur dan selatan Afrika. Penyebaran cakalang di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Fasifik (perairan Utara Irian Jaya) (Wibawa et al. 2012).

Lebih lanjut, Wibawa et al. (2012) menyatakan daerah penyebaran ikan cakalang membentang disekitar 40º LU - 30º LS. Sebagian dari perairan Indonesia merupakan lintasan ikan cakalang yang bergerak menuju kepulauan Philipina dan Jepang. Itulah sebabnya ikan cakalang dijumpai hampir sepanjang tahun di perairan kita, kelompok padat disekitar Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Kepulauan Maluku dan sekitar perairan Irian Jaya. Di Indonesia daerah penyebaran dari ikan yang menjadi tujuan penangkapan Pole and Line, meliputi seluruh daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia terutama peredaran Indonesia Timur, Selatan Jawa dan Sumatra barat. Cakalang adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu mencari makan. kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Pengetahuan mengenai penyebaran tuna dan cakalang sangat penting artinya bagi usaha penangkapannya.

(32)

penyebaran vertikal atau penyebaran menurut ke dalaman perairan (Nakamura 1969; Monintja et al. 2001). Selanjutnya Uktolseja (1987) diacu oleh Monintja et al. (2001) mengemukakan bahwa sediaan cakalang di wilayah perairan Kawasan Indonesia Timur (KTI) tersedia sepanjang tahun terutama di Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi. Populasi cakalang yang dijumpai di perairan Indonesia bagian Timur sebagian besar berasal dari Samudera Pasifik yang memasuki perairan ini mengikuti arus. Perairan Indonesia secara geografis, terletak antara Samudera Pasifik dan Samudra Hindia, oleh karena itu sebagian besar jenis ikan di kedua samudera itu juga terdapat di Indonesia. Adapun penyebaran ikan cakalang di peraian Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Distribusi Geografis Ikan Cakalang (Sumber: Manalu 2013) Stok yang terdapat di perairan KTI diduga berasal dari Samudera Pasifik bagian barat yang beruaya dari sebelah timur Philiphina dan sebelah utara Papua Nugini. Ikan tersebut selanjutnya beruaya ke perairan KTI dari Samudera Pasifik bagian barat yaitu ke Perairan Zamboanga dan sebelah utara Papua Nugini (Suhendrata 1987; Simbolon 2003).

Musim penangkapan cakalang di perairan Indonesia bervariasi dan belum tentu sama diantara satu perairan dengan perairan yang lain. Nikujuluw (1986), menyatakan bahwa penangkapan cakalang dan tuna di perairan Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Selanjutnya Monintja et al. (2001) membagi puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Puncak musim penangkapan cakalang menurut wilayah perairan

Wilayah Perairan Musim Puncak

Sulawesi Utara – Tengah Bulan Maret s/d Mei; Agustus s/d Nopember; April s/d Juni.

Halmahera Bulan September s/d Oktober; Pebruari s/d April.

Maluku Bulan September s/d Desember

Irian Jaya Bulan Pebruari s/d Juni; Agustus s/d Desember

Pelabuhan Ratu Bulan Agustus s/d September

Padang Bulan Maret s/d Mei

Aceh Belum diperoleh informasi

(33)

Produksi perikanan cakalang berdasarkan WWP-RI 715 sangat fluktuatif. Dimana tahun 2006 sebesar 277.388,00 ton, tahun 2007 sebesar 300.328,00 ton, tahun 2008 mengalami penurunan dengan jumlah produksi sebesar 296.139,00 ton, tahun 2009 naik menjadi 338.034,00 ton dan tahun 2010 turun menjadi 326.140,00 ton. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 372.030,00 ton). Produksi ikan cakalang tersebut diharapkan akan terus mengalami peningkatan, hal ini didasarkan di WPP-RI 715 belum mengalami tangkap lebih (overfishing) sehingga peningkatan produksi perikanan tangkap masih layak untuk dikembangkan. Tren produksi perikanan cakalang tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Produksi Perikanan Cakalang di WPP-RI 715 (DJPT 2014)

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berisi tentang ketentuan-ketentuan hukum administrasi pemerintahan, memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam menjalankan roda pemerintahan. Desentralisasi memberi peluang dan tanggung jawab pengelolaan sumberdaya alam kepada daerah. Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa daerah yang memiliki laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut. Sementara pasal 18 ayat (3) menyebutkan bahwa kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya laut meliputi; eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan dan pertahanan kedaulatan negara. Selain itu pasal 18 ayat (4) mengatur tentang batas wilayah laut 12 mil untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupaten/Kota.

Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Berdasarkan UU Perikanan No. 45 tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,

277.388 300.328

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(34)

alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Dalam kaitan dengan pengelolaan perikanan tangkap perlu adanya pengelolaan secara arif, bijaksana dan terintegrasi karena kompleksitasnya permasalahan.

Charles (2001) dalam bukunya “Sustainable Fisheries Sistem” menguraikan bahwa pentingnya pendekatan sistem bagi pengelolaan perikanan dan menegaskan bahwa sistem perikanan merupakan sebuah kesatuan dari 3 (tiga) kompnen utama yaitu sistem alam (natural system), sistem manusia (human system) dan sistem pengelolaan perikanan (fishery management system). Sistem alam terdiri dari 3 subsistem, yaitu ikan (fish), ekosistem biota (ecosystem) dan lingkungan biofisik (biophysical environment). Sistem manusia terdiri dari 4 subsistem yaitu nelayan (fishers), bidang pasca panen dan konsumen (post harvest sector and consumers), rumah tangga dan komunitas masyarakat perikanan (fishing households and communities) dan lingkungan sosial ekonomi budaya (social economic/cultural environment). Sistem manajemen dikelompokkan menjadi 4 subsistem, yaitu perencanaan dan kebijakan perikanan (fishery policy and planning), manajemen perikanan (fishery management), pembangunan perikanan (fishery development) dan riset perikanan (fishery research). Sistem perikanan berkelajutan dapat dilihat pada Gambar 3.

(35)

Tingginya kompleksitas dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan saat ini menyebabkan penilaian terhadap keberlanjutan perikanan tangkap bukanlah hal yang sederhana dan mudah karena mencakup berbagai aspek yang sifatnya saling terkait dan dinamis (Purnomo 2012). Untuk mengantisipasi terjadinya degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan, maka perlu dilakukan sebuah kajian tentang perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan agar kegiatan usaha penangkapan dapat berkelanjutan. Kajian pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan upaya untuk memperkirakan keberlanjutan perikanan pada masa mendatang berdasarkan parameter biologi dan ekonomi. Untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumberdaya perikanan pada masa mendatang sekaligus mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pencapaian keberlanjutan perikanan tangkap tersebut, sehingga dapat dijadikan dasar dalam memilih kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap.

Pitcher (1999) menyatakan sistem keberlanjutan perikanan merupakan sistem yang bersifat kompleks dan multidimensi, artinya keberlanjutannya tidak hanya dipandang dari salah satu dimensi akan tetapi harus menyeluruh dan integratif. Dengan perspektif tersebut diharapkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan dapat diwujudkan sehingga secara ekonomis menguntungkan, secara ekologi sesuai dengan ketersediaan sumberdaya alamnya, ramah lingkungan serta secara sosial dapat mensejahterakan.

FAO (1995) diacu oleh Monintja (2001) menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap haruslah menunjukkan karakteristik penangkapan yang berkelanjutan, yaitu:

1. Proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : (a) selektivitas tinggi; (b) hasil tangkapan yang terbuang minim; (c) tidak membahayakan keanekaragaman hayati; (d) tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; (e) tidak membahayakan habitat; (f) tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target; (g) tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan (h) memenuhi ketentuan yang berlaku;

2. Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap) 3. Pasar tetap atau terjamin

4. Usaha penangkapan masih menguntungkan 5. Tidak menimbulkan friksi sosial dan 6. Memenuhi persyaratan legal.

Menurut Cochrane (2002) tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu:

1. Untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas (tujuan biologi);

2. Untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait (tujuan ekologi);

3. Untuk memaksimalkan pendapatan nelayan (tujuan ekonomi);

4. Untuk memaksimalkan peluang kerja/mata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat (tujuan sosial).

(36)

dinamika populasi di alam, yaitu proses reproduksi dan kematian. Armada perikanan bervariasi dalam dinamika modal, misalnya investasi pembelian kapal, dan alat tangkap baru (modal secara fisik) yang mengalami depresiasi sepanjang waktu. Penangkapan secara langsung akan mengurangi jumlah stok ikan, hasil tangkapan ini akan dipasarkan sehingga nelayan akan mendapat keuntungan. Keuntungan dapat digunakan untuk menambah modal (capital dynamic) sebagai variasi keuntungan (tergantung kondisi produk dan pasar).

Pengembangan Perikanan Tangkap

Pembangunan perikanan tangkap, bertujuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya ikan yang menjamin ketersediaan protein hewani. Pembangunan perikanan tangkap hendaknya dilakukan dengan memperhatikan ekosistem perairan menuju konservasi dalam rangka mempertahankan sumberdaya untuk generasi mendatang. Untuk itu perlu dilakukan proteksi terhadap keberlanjutan sumberdaya, dengan ditunjang oleh peraturan tentang pengelolaan sumberdaya.

Tujuan pengembangan perikanan tangkap adalah: (1) meningkatkan pendapatan nelayan; (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya; dan (3) meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sasaran pengembangan perikanan tangkap meliputi: (1) peningkatan produksi perikanan tangkap; (2) volume dan nilai ekspor hasil perikanan tangkap; (3) pengembangan armada penangkapan ikan; (4) penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri; (5) penyediaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja/nelayan; dan (6) peningkatan PNBP (DJPT 2004).

(37)

keterlibatan berbagai pihak, yaitu nelayan, pemerintah, dan stakeholder lainnya dalam pengembangan perikanan tangkap. Oleh karena itu, pengelolaan perikanan diperlukan untuk menjamin agar sektor perikanan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para stakeholder baik sekarang atau masa yang akan datang, serta terciptanya perikanan yang bertanggung jawab.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah (kabupaten dan kota), guna mengoptimalkan pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara sinergis, mengatur memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi sumberdaya alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjamin fungsi keseimbangan lingkungan. Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh daerah memang terdapat keuntungan, tetapi juga sekaligus menjadi beban dan tanggungjawab daerah dalam pengendalian dan pengelolaannya. Pembatasan tekonologi alat tangkap, pembatasan jumlah effort dan pengendalian daerah penangkapan ikan merupakan pengendalian secara biologi. Pengendalian secara ekonomi menggunakan peubah ekonomi sebagai instrumen pengendalian upaya penangkapan ikan. Peubah ekonomi yang relevan dalam menunjang pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal meliputi: harga ikan, subsidi BBM, pajak dan biaya izin penangkapan ikan, pengembangan alternatif lapangan kerja nelayan, pemberian kredit, pengembangan prasarana pelabuhan perikanan, peningkatan keterampilan nelayan dan pengembangan agribisnis perikanan (Nikijuluw 2002). Jentoft (1989) diacu oleh Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa pemerintah ikut mengelola sumberdaya perikanan karena alasan efisiensi, keadilan dan administrasi. Disisi lain partisipasi masyarakat dapat mempengaruhi seluruh proses kebijakan mulai dari perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan.

Menurut DEKIN (2011) sektor perikanan dan kelautan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi karena beberapa alasan, yakni:

1. Kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat;

2. Pada umumnya output dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumberdaya lokal;

3. Dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak;

4. Umumnya berlangsung di daerah-daerah;

Kusumastanto (2007) mengatakan ada beberapa kebijakan yang saat ini urgen untuk dilakukan guna menyelamatkan dan mengembangkan sektor perikanan tangkap di Indonesia, adalah:

1. Subsidi BBM untuk nelayan.

2. Regulasi terhadap permasalahan-permasalahan mendasar seperti Illegal,

Unreported and Unregulated Fishing, serta persoalan yang menyangkut perijinan terhadap operasi penangkapan ikan.

3. Kebijakan yang terkait dengan dukungan (supporting) pendanaan dan investasi.

4. Advokasi dan diplomasi perikanan; seperti peningkatan partisipasi Indonesia dalam perikanan regional, utamanya sebagai anggota (contracting party) dari

(38)

internasional (high seas), dan membuat Indonesia memiliki kuota produksi dan kuota pasar internasional serta menghindari Indonesia dari kemungkinan embargo produk perikanan-nya.

5. Kebijakan pengembangan perikanan terpadu lintas sektoral yang sustainable, hulu-hilir. Dimulai dari fishing ground-Pelabuhan Perikanan-Pasar. Terkait dengan dukungan infrastruktur dan kebijakan.

Kusumastanto (2003) berpendapat bahwa konsep pembangunan berkelanjutan memuat dua unsur pokok, yaitu: (1) Konsep kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok untuk mensejahterakan kaum miskin dan generasi mendatang; (2) Gagasan tentang keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan.

Konsep pemikiran Kusumastanto (2003) menurut Sadelie (2012) sesungguhnya dilandasi dua aliran pemikiran yaitu aliran ekonomi neoklasik (prinsip efisiensi) serta aliran ekonomi kelembagaan (prinsip kesejahteraan sosial). Basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi neoklasik terletak pada alokasi sumberdaya alam yang didasarkan pada prinsip alokasi ekonomi terbaik (the best economic allocation). Sementara itu basis pengambilan kebijakan pada regim ekonomi kelembagaan didasarkan kepada pendekatan secara komprehensif (holistic) dan multidisiplin. Dalam hal ini kepentingan individu dan publik tidak dapat saling terpisah serta hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik merupakan bagian dari pemikiran tentang kesejahteraan individu dan sosial.

Stiglitz (1988) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada tiga faktor: (1) pertumbuhan investasi; (2) kemajuan tehnik penelitian dan pengembangan; (3) pengembangan dan penggunaan sumberdaya alam (natural resources). Oleh sebab itu diperlukan kebijakan-kebijakan dalam investasi seperti kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter menyangkut dua aspek yaitu: (1) tingkat suku bunga yang wajar dan (2) alokasi kredit untuk industri yang proporsional.

Investasi merupakan suatu komponen yang terbesar dalam membangun suatu negara pada tahun tertentu, dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Salah satu bentuk untuk mengetahui kelayakan investasi suatu usaha berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap usaha tersebut. Kadariah (1986) diacu oleh Isnaini (2008) menyebutkan bahwa untuk mengevaluasi kelayakan suatu usaha dapat dilakukan dengan analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah suatu analisis terhadap biaya dan manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orangorang yang menanamkan modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Sedangkan analisis ekonomi, yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu :

(39)

2. Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat serta keseluruhan. Dalam hal ini, kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat.

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atau pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan invesment criteria atau kriteria investasi. Kriteria investasi yang sering digunakan dalam menilai kelayakan proyek diantaranya analisis pendapatan, analisis R/C, dan analisis payback period (PBP) (Choliq et al. 1994; Isnaini 2008).

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir

Kusumastanto (2006) mengemukakan bahwa masyarakat pesisir secara harafiah diartikan sebagai masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir. Namun pemahaman dalam konteks pengembangan masyarakat (community development), “nomenklatur” masyarakat pesisir dipadankan dengan kelompok masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir yang hidupnya masih “tertinggal” (nelayan, pembudidaya ikan, buruh pelabuhan dan sebagainya) dibandingkan dengan kelompok masyarakat pesisir lainnya (pengusaha, profesional dan sebagainya) yang lebih sejahtera. Kebijakan sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, kelembagaan) dalam pengembangan masyarakat pesisir yang “tertinggal” tersebut perlu ditinjau kembali (revisited) dan direkayasa ulang ( re-engineering) mengingat perbaikan kehidupannya sangat lambat khususnya nelayan yang sebagian besar masuk kategori miskin dari kelompok yang paling miskin (poor of the poorest) serta memiliki kerentanan (vulnerable) terhadap kebijakan maupun kondisi alam.

Greetz (1963) dalam Elfindri (2002) menyatakan bahwa kemiskinan adalah salah satu produk dari interdependensi yang kental antara buruh dan pemilik modal yang dikenal dengan hubungan “patron client” dimana hubungan ini secara signifikan menjelaskan langgengnya proses kemiskinan dalam bentuk ketergantungan kaum buruh kepada pemilik modal secara terus menerus. Hal ini sulit dihilangkan yang menyebabkan keuntungan berada pada juragan atau pemilik modal yang jauh dari keadilan.

Salah satu tujuan pembangunan di hampir seluruh negara di dunia pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan (welfare) mengacu pada kesejahteraan ekonomi (economic wellbeing) dari individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Behnke dan Macdermid (2004) kesejahteraan didefinisikan sebagai kualitas hidup seseorang atau unit sosial lain. Kualitas hidup individu terdiri dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun psikologisnya. Bryant dan Zick (2006) memberikan satu parameter kualitas hidup yang lebih universal, yaitu besarnya pilihan. Semakin lapangnya kebebasan untuk menentukan pilihan, maka kualitas kehidupan semakin tinggi. Besarnya pilihan ditentukan oleh kepemilikan dan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya finansial, materi, alam, maupun sumberdaya manusia.

Gambar

Tabel 3  Produksi Perikanan Tangkap di Laut Berdasarkan WPP-RI (Ton/Tahun)
Gambar 1 Distribusi Geografis Ikan Cakalang (Sumber: Manalu 2013)
Gambar 3 Sistem perikanan (Charles 2001) dimodifikasi Kusumastanto (2012)
Gambar 4 Kondisi perkembangan NTN Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan dalam jangka pendek, faktor internal yang diwakilkan CAR dan BOPO, serta faktor eksternal diwakilkan Kurs dan Inflasi tidak

Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan KPO pada tahun 2016 telah menyelenggarakan rehabilitasi sosial kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial

Sesuai pengamatan peneliti tentang kurangnya respon siswa terhadap materi yang diajarkan dan motivasi belajar siswa di kelas yang tidak dapat dimaksimalkan oleh

masih berorientasi (konvensional) guru lebih banyak menggunakan metode ceramah, hafalan rumus dan penjelasan ringkas berupa coret-coretan di papan tulis. Faktor ini

Meskipun ahli sosiolinguistik (juga ahli linguistik antropologi) secara rutin menggunakan terma ‘bahasa’, secara umum,banyak penelitian sosiolinguistik pada empat dekade

Komisi Sekolah Minggu PGIS Depok mengundang Pengurus Pelkat PA GPIB Jemaat “Immanuel” Depok untuk hadir dalam Persekutuan Guru Sekolah Minggu PGIS Depok yang

Berdasarkan brainstorming dengan pihak perusahaan maka diperoleh pembagian insentif sebesar 30:70 dimana pembagian nantinya akan diberikan kepada Perusahaan dan karyawan,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa etanol dengan kadar 80% lebih efektif digunakan sebagai bahan bakar karena lebih ekonomis dan