• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI PERSEPSI DAN ELIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEORI PERSEPSI DAN ELIT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERSEPSI DAN ELIT

Pada bab dua ini penulis akan menjelaskan tentang teori persepsi dan teori elit. Dalam teori persepsi penulis menjelaskan pengertian persepsi, proses terbentuknya persepsi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Di teori elit penulis akan menjelaskan tentang pengertian elit, macam-macam elit, dan peran elit. Dua teori tersebut merupakan landasan teori dalam penelitian ini.

2.1. Teori Persepsi

Secara bahasa kata persepsi atau di dalam bahasa Inggris perseption yang berasal dari bahasa latin perceptio, dan percepire, yang artinya menerima atau mengambil. Menurut Kamus Lengkap Psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. (2) Kesadaran dari proses-proses organis. (3) Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu. (4) Variabel yang mengalami atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan di antara rangsangan-rangsangan. (5) Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan mengenai sesuatu (Chaplin 2006, 358).

Secara istilah beberapa pengertian persepsi yang dikemukakan para ahli, yakni oleh Robert Fieldman (1999, 126) dalam Understanding Psicology: Perception a contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us and attempt to construct a meaningful situation. Artinya persepsi adalah proses konstruktif melalui rangsangan yang disajikan kepada kita dan mencoba untuk memaknai situasi.

Menurut Branca, Woodworth, dan Marquis sebagaimana yang dikutip oleh Agus Abdul Rahman (2013, 4) bahwa persepsi merupakan proses penerimaan rangsangan oleh individu melalui alat indera; yaitu melalui mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit dari luar individu. Alat indera tersebut

(2)

merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya sendiri. Persepsi merupakan aktivitas yang menyatukan rangsangan dengan alat indera dalam diri individu. Apa yang ada dalam diri individu akan aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman-pengalaman. Dalam mempersepsikan sesuatu rangsangan akan berbeda antara individu satu dengan individu lain (Rahman 2013, 4) .

Menurut Branca yang dikemukakan oleh Bimo Wallogi Umugito (2010, 99) bahwa persepsi adalah proses yang terpadu dalam diri individu terhadap rangsangan yang diterimanya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa persepsi itu merupakan penyusunan dan penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh alat indera sehingga merupakan sesuatu yang berarti. Dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan rangsangan, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkannya dengan objek.

Dalam persepsi rangsangan dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu sendiri. Akan tetapi sebagian terbesar rangsangan datang dari luar individu yang bersangkutan. Persepsi dapat datang dari macam-macam alat indera yang ada pada diri manusia, tetapi sebagian besar persepsi datang melalui alat indera penglihatan. Karena itulah banyak penelitian mengenai persepsi adalah persepsi yang berkaitan dengan alat penglihatan (Umugito 2010, 100).

(3)

Agus Abdul Rahman (2013, 74) mengemukakan pendapat Heider yang mengatakan bahwa persepsi sosial bersumber dari dua kebutuhan yaitu, untuk memahami dan untuk mengendalikan lingkungan. Kita mempunyai kebutuhan untuk memahami lingkungan, termasuk untuk memahami orang-orang yang ada di sekitar kita. Contohnya saja ada orang-orang yang tidak nyaman jika berbicara dengan orang yang namanya tidak diketahui. Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan untuk memahami. Pemahaman mengenai karakteristik dan motivasi orang lain, akan membuat kita lebih mudah dalam memprediksi dan menentukan apa yang sebaiknya kita lakukan.

Selanjutnya Bimo Wallogi Umugito (2010) mengemukakan pendapat ahli yaitu Baron dan Byrney bahwa persepsi adalah proses pemaknaan terhadap rangsangan. rangsangan yang berupa benda disebut objek persepsi, sedangkan berupa manusia disebut sosial persepsi. Persepsi sosial adalah suatu usaha untuk memahami orang lain dan diri kita sendiri.

Manusia merupakan objek dalam persepsi, ada empat aspek dari manusia yang bisa dipersepsikan oleh manusia lainnya. Aspek-aspek tersebut berupa:

1. Aspek fisik. Seperti daya tahan fisik, daya tarik fisik, kecepatan, kekuatan, tinggi badan, berat badan, kesehatan, kebugaran, kelenturan, warna kulit, kualitas suara, warna rambut, bentuk muka, bentuk hidung, dan lain-lain.

2. Aspek psikologi. Seperti kepribadian, sikap, motivasi, stabilitas emosi, kecerdasan, minat, kesabaran, dan lain-lain.

3. Aspek sosial kultural. Seperti keterampilan sosial, keberanian, integritas sosial, kepekaan sosial, kemandirian, dan lain-lain.

4. Aspek spiritual seperti orientasi beragama, integritas moral, perilaku beribadah, dan lain-lain (Umugito 2010, 103).

(4)

bersifat selektif, di sini hukum atensi berlalu, biasanya seseorang tertarik pada aspek-aspek yang dibutuhkan atau disukai (motivasi, emosi, sikap, dan kepribadian), aspek-aspek yang sama dengan seseorang miliki (kesamaan), aspek yang sama sekali beda dengan yang seseorang miliki, aspek-aspek yang karakter rangsangan mudah dipersepsikan (kontras, frekuensi, ukuran, jumlah), dan aspek-aspek yang konteksnya menarik (Umugito 2010, 79-81).

Menurut Osgood, Suci dan Tannenbaum dalam penelitiannya yang dikemukakan oleh Agus Abdul Rahman (2013, 79-81), terdapat tiga dimensi dasar di dalam persepsi sosial; yaitu dimensi evaluasi (baik-buruk), dimensi potensi (lemah-kuat), dan dimensi aktivitas (aktif-pasif). Jadi pemahaman kita mengenai diri kita sendiri atau orang lain tersebut bisa bersifat baik-buruk, kuat-lemah, atau aktif-pasif.

Ada 3 faktor yang berperan dalam persepsi, faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

1. Objek

Objek menimbulkan rangsangan yang mengenai alat indera. rangsangan dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan, tetapi juga datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf. Seperti otak sebagai pusat kesadaran dan sebagai alat untuk mengadakan respons. Objek persepsi yaitu; manusia dan lingkungan sekitar, kejadian, dan benda.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf.

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima rangsangan. di samping itu juga ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan rangsangan yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu; otak sebagai pusat kesadaran dan sebagi alat untuk mengadakan respons.

(5)

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian. Hal ini merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu atau sekumpulan objek. Tanpa perhatian individu tidak akan mampu mempersepsikan rangsangan yang datang (Umugito 2010, 101).

Fattah Hanurahwan (2010, 37-41) mengemukakan pendapat Robbins, seorang ahli di dalam bukunya yang berjudul Psikologi Suatu Pengantar Sosial, terdapat tiga faktor utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi sosial seseorang. faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:

1. Faktor penerima

Seseorang yang mengamati orang lain sebagai objek sasaran persepsi, dan mencoba untuk memahaminya. Pemahaman proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian utama, yaitu; konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lalu dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.

(6)

Contohnya pengalaman masa lalu seseorang yang pernah dikecewakan oleh orang lain, biasanya akan berdampak dalam mempersepsikannya.

2. Faktor situasi

Faktor situasi dalam proses persepsi sosial ada tiga, yaitu: a. Seleksi

Secara alamiah seseorang akan lebih memusatkan perhatian pada objek-objek yang dianggap lebih disukai, ketimbang objek-objek yang tidak disukainya. Proses kognitif semacam ini lazim disebut dengan seleksi informasi tentang keberadaan suatu objek, baik yang bersifat fisik maupun sosial. Contohnya, Jika laki-laki dihadapkan dengan beberapa wanita, maka laki-laki itu akan memilih wanita yang lebih cantik.

b. Kesamaan

Kesamaan adalah kecenderungan dalam proses peresepsi sosial untuk mengklasifikasikan seseorang dalam suatu kategori yang kurang lebih sama. Dalam hal ini terdapat kecenderungan dalam diri manusia untuk menyesuaikan orang-orang lain atau objek-objek fisik ke dalam skema struktural yang telah ada dalam dirinya. Pada konteks relasi sosial dengan orang lain, sering kali individu mengelompokkan orang lain ke dalam stereotip tertentu, seperti berdasar pada latar belakang jenis kelamin, status sosial, dan etnik.

c. Situasi

(7)

3. Ciri-ciri objek

Proses pembentukan persepsi sosial dapat dipengaruhi oleh faktor objek. Dalam persepsi sosial secara khusus objek yang diamati itu adalah orang lain. Ada empat ciri-ciri yang terdapat dalam diri objek sangat memungkinkan untuk dapat memberi pengaruh yang menentukan terhadap persepsi sosial, yaitu:

a. Keunikan. Dalam hal ini ciri-ciri unik yang terdapat dalam diri seseorang adalah salah satu unsur penting yang menyebabkan orang lain merasa tertarik untuk memusatkan perhatiannya. Orang memilik ciri-ciri relatif berbeda dari orang lain pada umumnya lebih mudah dipersepsikan keberadaannya.

b. Kekontrasan. Seseorang akan lebih mudah dipersepsikan oleh orang lain terutama apabila ia miliki karakteristik berbeda dibanding lingkungan sosialnya.

c. Ukuran dan intensitas. Dalam konteks ini, seorang yang bertubuh besar dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya akan lebih mudah menimbulkan kesan pada orang lain.

d. Kedekatan. Orang-orang dalam suatu departemen tertentu akan cenderung untuk diklasifikasikan sebagai memilik ciri-ciri yang sama karena hubungan yang dekat di antara mereka (Hanurahman 2010, 37-41).

(8)

ditemukan bila objek yang dipersepsikan itu bukan manusia. Hal ini berarti bahwa orang yang dipersepsikan dapat memberikan pengaruh kepada orang yang mepersespikan (Umugito 2003, 57).

Dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah, pemahaman seseorang terhadap rangsangan yang datang, melalui proses penginderaan yang dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam diri orang yang mempersepsikan. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda. Perbedaan itu terkadang dipengaruhi oleh objek yang dipersepsikan. Ketika mempersepsikan suatu benda tentu akan berbeda dengan mempersepsikan manusia. Jika manusia yang menjadi objek persepsi, maka orang yang mempersepsikan itu harus menyeleksi persepsi yang akan diutarakan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

2.2. Teori Elit

Kata elit berasal dari bahasa latin eligere yang berarti memilih. Di dalam bahasa Indonesia kata elit berarti orang-orang terbaik, atau orang pilihan dalam suatu kelompok, atau kelompok kecil orang yang terpandang (Kemendikbud, 2016).

Teori elit ini lahir dari diskusi para ilmuan Amerika pada tahun 1950-an 1950-antara Schumpeter, Lasswel d1950-an C. Wright Mills, y1950-ang melacak tulis1950-an- tulisan-tulisan dari para pemikir Eropa masa awal munculnya fasisme, khususnya Pareto, Gaetan Mosca, Roberto Michael dan Jose Ortega. Mereka percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas terbaik yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang sepenuhnya dan mampu menjangkau pusat kekuasaan, merekalah yang disebut elit. Elit adalah orang-orang yang mampu menduduki jabatan tinggi pada lapisan masyarakat seperti pengacara, mekanik, orang-orang kaya dan juga pandai dalam bidang tertentu (Varma 2007, 200).

(9)

1. Kelas yang menguasai

Kelas yang menguasai biasanya berjumlah lebih kecil. Mereka menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu. Seperti Presiden dan jajarannya yang menduduki jabatan di pemerintahan. 2. Kelas yang dikuasai

Kelas yang dikuasai jumlahnya lebih besar dan dikendalikan oleh kelas penguasa. Seperti Rakyat biasa yang ada di setiap negara dan pegawai di lembaga pemerintahan.

Elit Politik merupakan kelompok kecil dari warga negara yang berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Kadang-kadang penentuan kebijakan ditentukan oleh kelompok elit politik. Elit politik terdiri dari dua tingkatan yaitu:

1. Elit politik tingkat tinggi dalam suatu sistem politik atau negara meliputi presiden, perdana menteri dan para menteri.

2. Elit politik tingkat menegah yaitu para penguasa di bawah menteri dan para pemimpin daerah yang bertugas untuk mengimplementasikan program dan kebijakan yang dibuat oleh elit politik tingkat tinggi.

Untuk mengkaji elit politik ada tiga hal yang harus diperhitungkan, yaitu sebagai berikut:

1. Ruang lingkup kekuasaan

(10)

2. Kualitas pengaruh

Berdasarkan kualitas pengaruhnya. Seseorang dikatakan elit dapat dilihat dari pengaruh orang tersebut terhadap orang lain. Pengaruh seorang ada yang langsung dan tidak langsung. Seorang aktor akan dikatakan mempunyai pengaruh langsung jika ia ikut menentukan keputusan final.

3. Reaksi dari aktor lain

Seseorang yang berkuasa dalam membuat keputusan, harus memperhitungkan kemungkinan reaksi dari aktor lain, terhadap keputusan yang dibuatnya. Reaksi yang diperhitungkan ini merupakan kekuatan agar tidak ada yang menentang keputusannya (Philipus, Aini 2009, 108-110).

Ranald H Chilcote (2007,476) mengutip pendapat Pareto bahwa perbedaan antara elit dan non-elit lebih ditekankan kepada kekuatan ekonomi menurut Marx. sedangkan Mosca melihat dari kemampuan organisasional. Pareto merujuk pada gagasan sirkulasi kelompok elit yang memiliki dua makna dasar. Disatu sisi sekelompok elit dapat digantikan dengan elit yang lainnya, misalnya aristrokrasi menyeluruh atau bergenerasi. Disisi lain, individu bersirkulasi diantara dua tingkatan strata elit yang tinggi dan strata non-elit yang rendah.

(11)

kebijakan daerah, para staf ahli kepala daerah, asisten bidang administrasi pemerintahan, kepala bagian tata pemerintahan, kepala bagian hukum dan konsultasi. Selanjutnya kaum yang berpengaruh yaitu individu yang memiliki pengaruh langsung atau implikasi yang kuat seperti partai politik, LSM, pemimpin agama, tokoh masyarakat, pengusaha, dan akademisi yang mampu mempengaruhi kebijakan (Budiardjo 2008, 62).

Pareto juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian elit, yaitu: di antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri, dan kedua antara elit dan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir ini bisa berupa pemasukan individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam suatu kancah perebutan kekuasaan elit yang sudah ada, atau individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.

SP. Varma (2007) mengutip pendapat Huky yang membagi elit ke dalam tiga kategori:

1. Elit karena kekayaan. Kekayaan menjadi suatu sumber kekuasaan, orang-orang kaya bergabung dalam grup tertentu baik bersifat konkret maupun abstrak, dan mengontrol masyarakat sekitarnya. Seperti majikan dengan posisi elit dalam mengontrol bawahannya. 2. Elit karena eksekutif. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang

mempunyai posisi strategis dalam bidang tertentu. Dengan posisi yang strategis ini, elit memperoleh kekuasaan mengontrol dan mempengaruhi orang lain. Misalnya penjabat-penjabat yang mempunyai kedudukan di lembaga pemerintahan.

3. Elit komunitas. Orang-orang tertentu dalam komunitas yang dapat mempengaruhi kelompok lain (Varma 2007, 7).

(12)

1. Kekuasaan politik. Seperti barang-barang sosial lainnya didistribusikan dengan tidak merata. Gagasan Pareto tentang peringkat orang berdasarkan kepemilikan barang, yang berwujud kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik merupakan golongan yang menunjukan prinsip itu.

2. Hakekatnya orang hanya dikelompokan dalam dua kelompok, Mereka yang memiliki kekuasaan politik penting dan mereka yang tidak memilikinya. Kaum elit klasik umumnya berpendapat bahwa distribusi kekukuasaan hampir dalam segala hal dapat dipandang dalam arti dikotomi.

3. Secara internal, elit bersifat homogen, bersatu dan memiliki kesadaran kelompok. Elit itu tidak suatu kumpulan individu yang saling terpisah-pisah atau sekedar merupakan penjumlahan orang-orang saja. Tetapi sebaliknya individu-individu yang berada dalam elit saling mengenal baik, memiliki latar belakang yang mirip, memiliki nilai-nilai, kesetiaan dan kepentingan yang sama.

4. Elit itu mengatur diri sendiri kelangsungan hidupnya, dan anggotanya berasal dari suatu lapisan masyarakat yang sangat terbatas. Pemimpin-pemimpin biasanya memilih penggatinya dari kalangan istimewa yang hanya terdiri dari beberapa orang.

5. Kelompok elit itu hakekatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar kelompoknya terhadap keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik biasanya diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok ini (Sastroatmodjo 1995, 144-145).

(13)

terdapat di dalam sebuah komunitas-komunitas yang dibentuk oleh sekelompok kecil masyarakat. Dimanapun posisi mereka, elit memegang peranan yang menentukan dalam masyarakat dan keputusan yang diambil oleh kelompok elit akan berpengaruh terhadap kehidupan banyak orang.

Dalam menyelenggarakan pemerintah, idealnya terdapat beberapa tuntutan yang harus dipenuhi, yaitu kewajiban melaksanakan tugas-tugas negara dan pemenuhan aspirasi rakyat. Kedua tuntutan itu harus seimbang dan adil, karena sesungguhnya itulah yang diinginkan oleh masyarakat (Shamad 2001, 111).

Integrasi elit dan masyarakat tidak berarti melenyapkan perbedaan di antara mereka. Jika integrasi ini dilihat sebagai proses maka integrasi elit dengan masyarakat merupakan proses pelembagaan pola hubungan kemenangan antara pemerintah dan rakyat. Pola kewenangan yang dimaksud bersifat dua arah, yakni kewenangan pemerintah harus ditaati oleh rakyat, tetapi bentuk-bentuk dan cara-cara pelaksanaan kewenangan harus mendapat persetujuan rakyat (Surbakti 1999, 54).

Dalam demokratisasi di tingkat lokal peranan elit cukup besar. Hal ini karena peran sosial yang mereka miliki mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat lokal. Untuk melihat peran elit di dalam demokrasi melalui pemilu, ada tiga indikator sebagai berikut:

1. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan mekanisme utama membangun pendidikan politik, dan keberhasilan pemilu ditentukan oleh bagaimana proses sosialisasi dilakukan. Contohnya saja sosialisasi pelaksanaan pemilu ke masyarakat.

2. Partisipasi

(14)

pemahaman kognitif terlibatnya elit lokal dalam proses sosialisasi. Keaktifan elit lokal dalam mengartikulasikan kepentingan melalui berbagai kegiatan dan aksi sosial merupakan manifestasi dari singkatan partisipasi yang lebih tinggi.

3. Kontrol sosial

Kontrol sosial diperlukan dalam mengawali pemilu agar berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi. Elit lokal sebagai simbol kekuatan informal di daerah sangat efektif dalam usaha untuk mengawali proses tersebut. Kontrol sosial yang dilakukan elit dapat berupa aksi-aksi solidaritas pemilu damai, dan juga melalui berbagai kegiatan dengan memberikan masukan calon konstituen politik untuk melakukan tindakan yang wajar dalam kampanye dan kegiatan-kegiatan lainnya (Blog UNSRI, 2014).

Elit politik dalam komunikasi politik mempunyai peran dominan, terutama yang menyangkut propaganda politik. Fungsi elit politik dalam komunikasi politik dalam masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan pemerintah dan masyarakat.

2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program dan tujuan lembaga politik.

3. Memberikan motivasi kepada politisi, fungsionaris dan para pendukung partai.

4. Menjadi platform yang bisa menampung ide-ide masyarakat, sehingga menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik. 5. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialisasi

(15)

6. Menjadikan pesta demokrasi sebagai hiburan bagi masyarakat dengan menampilkan juru kampanye, artis dan para komentator atau pengamat politik.

7. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatuan nasional.

8. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan msyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokratisasi.

9. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda setting maupun komentar-komentar politik.

10. Menjadi penjaga untuk membantu terciptanya good govermence yang transparansi dan akuintabilitas (Cangara 2010, 33-34).

Referensi

Dokumen terkait

Maka di dapat nilai rata-rata indeks kepuasan konsumen di rumah makan Tantene sebesar 1,56 atau nilai rata-rata indeks kepuasan konsumen per item dari setiap responden

Hal ini terbukti dari pernyataan informan Dayak yang mengatakan bahwa budaya masyarakat Tionghoa yang tingkat kepedulian antar sesama etnis sendiri yang begitu

Variabel debt to equity ratio, earning per share, sales growth ratio, current ratio dan acid test ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel lingkungan kerja dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan Wisata Alam

Hasil dari deskripsi observasi yang dilakukan di siklus I, dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa permasalahan seperti berikut: a). Kemahiran Guru: 1) Kemampuan

6erdasarkan hasil sesuai tabel & didapatkan ibu hamil dengan anemia tertinggi pada multigravida yakni /2,!# hal ini sesuai dengan teori$aritas adalah banyaknya bayi yang

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dan penyusunan laporan yang