Oleh
GARDA ARIAN GUNAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
1. Tim Penguji
Ketua :Diah Gustiniati, S.H., M.H. .………...
Sekretaris/Anggota :Maya Shafira, S.H., M.H. ..……….
Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H. ……….
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP 196211091987031003
Hidup adalah perjuangan dan jangan pernah sekalipun menunda segala sesuatu yang bisa dikerjakan sekarang, karena waktu yang terbuang
sia-sia hanya menghasilkan sebuah penyesalan
(Garda Arian Gunawan)
Gagasan-gagasan baik saja tidak cukup
Gagasan sederhana yang diwujudkan, dilaksanakan dan di
perkembangkan adalah 100% lebih baik dari pada gagasan cemerlang, yang mati karena tak dilaksanakan
Sujud syukurku sebagai hamba yang lemah kepada Allah SWT
atas semua nikmat dan karunia-Nya.
Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang serta bakti yang tulus,
kupersembahkan karya kecil ini
teruntuk :
Kedua orang tuaku tercinta yang terus berjuang tanpa kenal lelah, menyayangi
dengan tulus ikhlas tanpa mengharap balasan dan senantiasa berdoa untuk
kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya.
Kakak dan adik-adikku tersayang yang memberi motivasi dan semangat dalam
hidupku.
Temen serta Sahabat yang telah memberi semangat serta dukungan moril, doa,
perhatian dan kesabaran selama ini.
Resort Kota Bandar)
Nama Mahasiswa :Garda Arian Gunawan
No. Pokok Mahasiswa : 0912011030
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Diah Gustiniati, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.
NIP. 196208171987032003 NIP. 197706012005012002
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
Diah Gustiniati, S.H., M.H.
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada Tanggal 16
Agustus 1991, anak keempat dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Ir. H.Bambang G. Sumady. MS dan Ibu Hj.
Maznah Bambang Gunawan Penulis memulai jenjang
pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Satria Bandar Lampung diselesaikan
Tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Sukarame Bandar
Lampung pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Mts Negeri 2
Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) di MAN 1 Model Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2009.
Pada Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur PKAB . Pada Tahun 2012 penulis mengikuti
program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kab. Waykanan Kec. Kasui, Desa Datar
Bancong Periode Januari-Februari 2012 selama 40 hari. Penulis melakukan
penelitian skripsi pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dan Pengadilan
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul“Tinjauan Kriminologis Peredaran Senjata Api Ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)” Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus
memperoleh ilmu dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya dan
diharapkan ilmu dan pengalaman tersebut kelak dapat bermanfaat di masa yang
akan datang.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam penulisan skripsi ini jauh
dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan Penulis. Pada kesempatan ini,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana, dan juga selaku
Pembimbing I yang senantiasa memberikan saran dan masukan, serta atas
membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.
4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Dosen Pembahas I yang senantiasa memberikan
waktu, masukan, saran dan kebaikannya selama penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., Pembahas II yang telah
memberikan waktu, masukan dan saran untuk kebaikan penulisan skripsi ini;
6. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Sekretaris Jurusan Hukum Pidana.
7. Bapak Erwin Arifin, S.H., M.Hum. Pembimbing Akademik yang telah
memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan.
8. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan
dan saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak Bapak Tri Andrisman S.H., M.H. yang telah banyak memberikan
masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak Gunawan Jatmiko S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan
dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Ibu Rini Fathonah S.H, M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan skrpsi ini.
12. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung,
terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama proses pendidikan dan atas
bantuannya selama ini.
skripsi ini.
15. Bripka Iwan Setiyanto selaku anggota penyidik satuan reserse Polresta Bandar
lampung yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ayah Ir. H. Bambang G. Sumady, M.S
dan mamaku Hj. Mazna Bambang Gunawan senantiasa mendoakanku,
memberi dukungan, kesabaran dan motivasi dan pengorbanan baik moril
maupun materil yang tidak ada habisnya demi keberhasilanku..
17. Kakak-kakakku Eka Widayanthy Gunawan S.I.Kom, M.M, Teddy Prayudhy
Gunawan S.P, Hutama Wiranegara Gunawan S.E serta adikku : Rendy
Maulana Gunawan atas dukungan dan semangat yang diberikan.
18. Seluruh sahabat-sahabatku argo, fadil, Sandy, Rido, bayu, Novan, M. Fajri,
iwan, okky, Ilham, Lionda, Winni, Diki Nambella, andre, indah, neny,
reni,lala, widya, Okta Murtilastina terima kasih atas motivasi, semangat, serta
dorongan buat menjadi manusia yang berhasil.
19. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Lampung 2009, Hidayat
Fadillah, Resky, Rendy, Alan, Saputro, Harun, Riki, Sopian, Baldi, Arga,
april, fitri, andika, verdy, acep, tomi, yudho, danar, helda, maria, vika, anisa
prima, yenni, zemi, zepi, amri, adit, ade, hendra, hernadi, hermawan, hari,
puja, bahry, marta, rizky, lazuardi, ardo, anes, Irma, marta, amin putra, gigih,
ita, hindu, arnand, pimal, rifky, rio tajudin, yoga, roni, rafli, yuni, anderia,
semangat kawan.
20. Teman-teman KKN Tematik 2012 daerah kabupaten waykanan, kec, Kasui
desa Datar Bancong periode Januari-Februari selama 40 hari , kelompok 1
diantaranya: rizky, sopian, bukit, sofa, iramanda, elfrida, wira, made, gandy.
Serta kelompok 2 yakni, nina, wiini, evi, apri, topan, saddam, rian
oktora,rendy, simanjuntak, terimakasih telah bersama-sama berjuang dalam
melakukan misi dan visi yang dilakukan selama disana serta pengorbanan
yang tak akan terlupakan disana, semoga sukses untuk kalian semua.
21. Dan yang terakhir untuk Okta Murtilastina, terima kasih buat bantuan,
dukungan, doa, semangat, pengertian, perhatian dan kesabaran tiada henti
yang diberikan, dari awal hingga akhir.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Amien.
Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)
Oleh
GARDA ARIAN GUNAWAN
Kejahatan menggunakan senjata api ilegal kerap terjadi dilingkup masyarakat. Dengan alasan pengaman diri dan berpindah kepemilikan senjata api resmi ketangan orang yang tidak bertanggung jawab dalam membuat suasana tidak aman dan kekhawatiran masyrakat terganggu serta resiko yang sangat berbahaya dan pengawasan yang masih kurang terhadap peredaran senjata api ilegal ini baik dari aparat pengegak hukum beserta masyrakat. Permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Kriminologis Peredaran Senjata Api Ilegal (Studi Kasus Di POLRESTA Bandar Lampung), dengan mengajukan tiga permasalahan yaitu: (1) Apakah faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal? (2) Bagaimanakah upaya penanggulanagan peredaran senjata api ilegal? dan (3) Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal?
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap anggota Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dan Dosen Fakultas Hukum pidana Unila. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ini di sebabkan oleh faktor ekonomi yang berdampak dalam kehidupan masyarakat sehingga terjadi kejahatan yang diakibatkan oleh pengangguran seseorang dalam melakukan kejahatan ini, namun hal ini bukanlah satu-satunya penyebab kejahatan dan peredaran senjata api ilegal di dapat sesama rekan profesi kejahatan serta kemajuan teknologi dan informasi yang maju dan sisa –sisa konflik bersenjata dan adanya pasar gelap
yang berupa tindakan secara pre-emtif, preventif serta tindakan secara represif. Tindakan pre-emtif misalnya dengan pemberian penyuluhan-penyuluhan dan pemasangan spanduk-spanduk yang berisi himbauan-himbauan agar tidak menggunakan senjata api secara melawan hukum, selanjutnya tindakan preventif yang dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan spanduk-spanduk serta penyebaran pamflet-pamflet. sehingga mempersempit gerak peredaran senjata api ilegal dan adanya pendekatan dengan masyarakat dengan memberi informasi seperti pamlet, brosur dan spanduk agar masyarakat mudah untuk memahaminya. Tindakan represif yaitu: tindakan yang dimaksud dengan pengusutan, penyidikan, penghukuman dan rehabilitasi diantaranya melakukan operasi-operasi terbuka serta melakukan tindakan hukum melalui proses terlebih dahulu di pengadilan dan melakukan penyidikan pada sasaran tertentu. Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan terletak pada isi yaitu: Faktor penegak hukum yaitu: kepolisian masih memiliki keterbatasan informasi dari masyarakat, karena kurang sadarnya masyarakat dalam hal peredaran senjata api ilegal serta sangat jarang melakukan sosialisasi terhadap kejahatan senjata api. Faktor sarana dan fasilitas yaitu: kurangnya tenaga manusia terhadap personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Faktor masyarakat yaitu: Faktor masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam hal pemberian informasi. Dalam hal ini pola perilaku masyarakat di Indonesia masih bersifat kekeluargaan dalam melindungi sanak saudara yang membuat, melakukan dan mengedarkan senjata api secara ilegal.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari
berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat
menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda
satu dengan yang lain. Belakangan senjata api bisa dimiliki orang-orang yang
tidak berhak. Kepemilikannya pun secara ilegal dan banyak disalahgunakan.
Pemerintah didesak untuk segera menertibkan peredaran senjata api baik yang
legal maupun ilegal di masyarakat.1 Kriminologi berasal dari kata Crimen yang
berarti ilmu/pengetahuan tentang kejahatan2.
Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan sosial
masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat disatu
tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang diluar kebiasaan
daerah tersebut, maka akan segera diketahui dan mudah menanggulangi kejahatan
di wilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat merasa lebih aman dan
merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya. Disamping itu
kita juga menyadari dan mengakui bahwa masyarakat juga harus turut berperan
serta aktif untuk menciptakan keamanan dan ketentraman ditengan-tengah
1
Suriyanto/Nofri http://www.jurnas.com/halaman/1/2012-05-05 20.00 wib
2
masyarakat. Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan
dengan menggunakan senjata api. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya
tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan,
pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia.
Prilaku kejahatan mengunakan senjata api telah banyak terjadi yang akan
mengancam ketentraman seseorang. Bermacam bentuk penyalahgunaan senjata
api ilegal ini terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang menyebabkan
adanya rasa takut dan tidak nyaman dalam aktifitas sehari-hari. Untuk mengurangi
kejahatan menggunakan senjata api memang memerlukan waktu, tenaga, dan
kesadaran seluruh masyarakat dalam memecahkan masalah yang terjadi. Terdapat
sebagian masyarakat menganggap bahwa senjata api adalah hak miliknya dalam
menjaga perlindungan dirinya sendiri sehingga cenderung diabaikan. Namun, di
sisi lain senjata api ini mempunyai syarat dan prosedur yang mengatur dalam
pemilikan yang wajib di penuhi.3
Peredaran senjata api di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak
tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata api baik legal maupun illegal
yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan
salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaan
senjata api di Indonesia. Banyaknya korban tewas adalah warga sipil.
3
Di Indonesia, angka tentang perdagangan senjata api, legal maupun illegal sulit
diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam.
Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib diawasi, maka
aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata api yang beredar di
masyarakat, karena kepemilikan senjata api illegal sulit sekali untuk dilacak.
Senjata api ilegal yang beredar di Bandar Lampung ini banyak terjadi dengan
kejahatan seperti perampokan, pencurian handphone, kurir senjata api ilegal dan
pembegalan sepeda motor di beberapa wilayah di Bandar Lampung sehingga
membuat kekhawatiran masyarakat dalam keamanan aktifitas sehari-hari, rentan
terjadinya pemilikan senjata api tanpa melalui mekanisme prosedur yang benar
sehingga terdapat penyalahgunaan senjata api tersebut. Terjadinya kasus-kasus
kejahatan dengan menggunakan senjata api akibat rendahnya pengawasan aparat
penegak hukum, pendidikan, faktor ekonomi, serta pergaulan di lingkungan
sekitar yang merupakan tindakan yang harus dicegah.4
Senjata api illegal yaitu senjata api rakitan yang tidak memiliki izin resmi pihak
kepolisian atau dibuat sendiri, serta senjata organik yang dimiliki oleh instansi
berwenang yang disalahgunakan. Dari beberapa peristiwa kejahatan dengan
menggunakan senjata api tersebut, terdapat juga beberapa kejahatan dimana para
pelaku menggunakan senjata api mainan dalam melakukan aksi kejahatannya.
Masyarakat umum ataupun si korban otomatis akan merasa kaget dan takut ketika
melihat senjata api yang ada pada pelaku kejahatan meskipun itu senjata mainan.
Takutnya masyarakat terhadap kejahatan tersebut, dapat mempermudah aksi
4
pelaku melakukan kejahatan, sehingga menyebabkan meningkatnya tingkat
kriminalitas di masyarakat.
Alasan utama penggunaan senjata api adalah karena benda tersebut mudah dibawa
dan digunakan, serta mempunyai kemampuan melukai lawan secara cepat.
Terlebih lagi sekarang ini senjata api dapat dibeli secara bebas, legal, dan terbuka.
Maka karena kemudahan tersebut, justru menyebabkan beberapa oknum
menyalahgunakan kepemilikan senjata api. Apakah itu dengan menggunakan
senjata api tanpa ijin atau mengedarkan senjata api di masyarakat secara ilegal.
Bermacam bentuk kejahatan terhadap penggunaan senjata api serta peredaran
senjata api yang mudah di dapat yang dapat menyebabkan tidak terkontrolnya
peredaran senjata api baik dari segi formal dan informal sehingga menyebabkan
kekhawatiran masyarakat dari segi keamanan. Salah satu penyalahgunaan
penggunaan senjata api ilegal yaitu terjadinya perampokan di minimarket dan
pembegalan motor yang dapat mengancam nyawa seseorang yang biasa terjadi
pada hari-hari besar seperti menjelang lebaran tiba. Menurut data Mabes Polri
merilis ada 18.030 pucuk senjata api yang hingga kini memiliki izin untuk
digunakan warga sipil. Dari jumlah tersebut, Polri mengklaim tak banyak senjata
yang disalahgunakan para pemiliknya.5
Menurut Boy Rafli Amar yaitu terdapat 59 kasus penyalahgunaan senjata api
berizin dalam kurun 2001 hingga 2012. Boy merinci, penyalahgunaan senjata api
berupa overacting (gagah-gagahan) 30 kasus, pengancaman 12 kasus,
5
penganiayaan ringan 7 kasus, penembakan udara 4 kasus, jaringan narkoba 3
kasus, kelalalaian penyimpanan, dan modifikasi 1 kasus. Mabes Polri menyatakan
jika ada warga sipil yang masing menyimpan atau memiliki senjata api dipastikan
ilegal. Sejak tahun 2005 Polri tidak lagi mengeluarkan izin kepemilikan senjata
api atau memperpanjang izinnya.6
Upaya penangulangan peredaran senjata api ilegal yang terjadi sudah menjadi
agenda nasional yang diterapkan oleh aparat penegak hukum beserta pemerintah
yang memiliki peran menjaga keamanan masyarakat dan perlindungan dalam
akifitas sehari-hari. Peranan Polri dalam upaya penanggulangannya diantaranya:
1. melakukan pendataan kepemilikan senjata api;
2. melakukan pengecekan secara periodik setiap setahun sekali kepada pemilik senjata api baik senjata api maupun surat dokumen kepemilikan/penggunaan senjata api;
3. melakukan penarikan/penggudangan senjata api yang surat dokumenya sudah mati atau masa berlakunya sudah habis;
4. penerbitan izin kepemilikan dan penggunaan senjata api maupun senapan angin dan senjata replika/mainan dalam rangka pengawasan dan pengendalian(Skep Kapolri No.Pol 82 Tahun 2004);
5. melakukan tindakan/upaya hukum sesuai dengan ketentuan undang yang berlaku dalam hal ini penyidik menggunakan Undang Darurat No.51 tahun 1951 tentang senjata api dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Menurut Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang senjata api
Pasal 1 ayat (1) dan (2) medefinisikan pengertian senjata api yaitu:
1. Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan munisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat (1) dari Peraturan Senjata Api (vuurwaapenregeling: in, uit, door, voer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata
6
yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.
2. Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No.168), semua jenis mesiu, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnem), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak, baik yang merupakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindingen) maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieven mengsels) atau bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian amunisi.
Data kepolisian menyebutkan sepanjang 2009-2011, terdapat 453 kasus yang
menggunakan senjata api ilegal. Sedangkan data Imparsial yang dikumpulkan dari
berbagai sumber menyebutkan selama 2004-2012 terjadi 46 kasus
penyalahgunaan senjata api baik oleh aparat maupun masyarakat sipil. Menurut
koalisi ada beberapa pola terkait penyalahgunaan senjata api. Pertama,
penyalahgunaan senjata api oleh aparat di luar tugas demi tujuan tertentu. Kedua,
penyalahgunaan oleh aparat secara berlebihan saat bertugas. Kemudian
penyalahgunaan yang kepemilikannya legal namun untuk tujuan tertentu seperti
kriminalitas, dan penyalahgunaan senjata api yang kepemilikannya ilegal demi
tujuan tertentu seperti kriminalitas.7
Warga sipil hanya dibolehkan untuk kepentingan olahraga dan tidak boleh dibawa
pulang. Penggunaan oleh aparat keamanan ketika menjakankan tugas. parlemen
dan pemerintah harus segera membentuk undang-undang yang mengatur tentang
kontrol senjata api dan bahan peledak yang lebih lengkap dan memadai.
Pengendalian dan pengendalian perizinan senjata api harus melalui satu pintu
7
yaitu kepolisian. Sehingga tidak ada tumpang tindih mengenai perizinan. Juga
harus dilakukan penegakan hukum yang tegas pada pelaku yang
menyalahgunakan.8
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Peredaran Senjata Api Ilegal
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan
dibahas dan dikemukakan dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Apakah faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ?
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal ?
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)
3. Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan peredaran
senjata api ilegal ?
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)
8
2. Ruang Lingkup
Agar dalam penelitian tidak meluas, maka penelitian dibatasi dengan ruang
lingkup materi dan ruang lingkup lokasi penelitian: Ruang lingkup Substansinya
penelitian terbatas pada undang-undang Senjata Api dan bidang ilmu adalah
bidang hukum pidana. Ruang lingkup lokasi penelitian terbatas pada Kepolisian
Resort Kota Bandar Lampung yang menangani kasus kejahatan mengunakan
senjata api ilegal tahun 2012 Di wilayah Kota Bandar Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian dari skripsi
ini antara lain:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pereredaran senjata api ilegal
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).
b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal
(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).
c. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penanggulangan peredaran
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini mecakup kegunaan teoritis dan kegunaan konsep praktis,
yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut ketentuan
pidana terhadap peredaran senjata api ilegal menurut Undang-Undang Darurat
Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api terhadap tinjauan kriminologis di
Indonesia.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi
Hukum dan masyarakat mengenai faktor-faktor senjata ilegal, faktor-faktor
penghambat penanggulangan peredaran senjata api ilegal di Indonesia dan upaya
penanggulangan peredaran senjata api ilegal.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.9
9
Ada beberapa pendapat yang lain dalam mengemukakan faktor-faktor kejahatan
yakni beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana,
Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan
(khususnya dalam masalah "urban crime"), antara lain:10
a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan(kebodohan)ketiadaan atau kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang tidak cocok atau serasi
b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial
c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga
d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain
e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan
f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yanng mendorong peningkatankejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga
g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempatkerjanya atau lingkungan sekolahnya
h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas
i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian
j. Dorongan-dorongan (khususnya mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak), atau sikap-sikap tidak toleransi.
10
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang
pada hakikatnya menjadi bagian integral dari kebijakan sosial (social policy,
kemudian kebijakan ini diimplementasikan ke dalam sistem peradilan pidana
(criminal justice system). Kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik
kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Dari pendapat tersebut di
atas, bahwa kebijakan kriminal secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
a. Ada keterpaduan (intergralitas) antara politik kriminal dan politik sosial
b. Ada keterpaduan (intergralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan
dengan penal dan nonpenal.11
Kedua sarana ini penal dan nonpenal merupakan suatu pasangan satu sama lain
tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan keduanya saling melengkapi
dalam usaha penanggulangan kejahatan di masyarakat. Upaya penanggulangan
kejahatan merupakan politik kriminal dengan tindakan yang logis dan rasional
yaitu dengan sarana penal dan non penal. Sarana penal adalah upaya represif yaitu
kebijakan dalam menanggulangi kejahatan dengan menggunakan hukum pidana
dengan sanksinya berupa pidana yang menitikberatkan pada penindasan,
pemberantasan setelah terjadinya kejahatan seperti: penyelidikan, penyelidikan
lanjutan, penuntutan, dll. Sedangkan non penal menitikberatkan pada sifat
preventif, pencegahan, penangkapan, pengendalian yang diutamakan pada faktor
penyebab terjadinya kejahatan atau kondisi sosial yang secara langsung dapat
meningkatkan jumlah kejahatan.
11
Menjawab permasalah mengenai faktor penghambat upaya penegakan hukum
dapat menggunakan teori mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penegakan hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
sebagai berikut:12
a) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
e) Faktor kebudayaan.
Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat dengan peredaran senajata api
ilegal dan juga merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dengan
demikian, maka kelima faktor tersebut diatas sangat tepat digunakan sebagai
faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Perkembangan teknologi dibidang
komputer dengan jaringan yang telah diaplikasikan kedalam berbagai faktor
kehidupan manusia.
Pengertian senjata secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai,
membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk
menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan
melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan
tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan
atau kompleks seperti peluru kendali balistik.13
12
Op,Cit, Soerjono Soekanto, hal 124
13
2. Konseptual
Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah suatu kerangka
konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan anti-anti yang berkaitan dengan istilah yang ingin
diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris.14
Hal ini dilakukan, dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang
dijadikan konsep dalam peelitian, sehingga akan memberikam batasan yang tetap
dalam penafsiran terhadap beberapa istilah.
Istilah-istilah yang dimaksud adalah:
1. Tinjauan adalah berisikan tentang pandangan, kritik, catatan serta apresiasi
dalam mempelajari dan mendalaminya.15
2. Kriminologis adalah Ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu
pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan
mencoba menyelidiki sebab-sebab arti gejala tersebut dengan cara-cara
yang apa adanya.16
3. Peredaran adalah gerakan dan berkeliling (berputar) serta keadaan beredar
peralihan atau pergantian dari keadaan yg satu ke keadaan yg lain yang
berulang- ulang.17
14
Soekanto, Soerjono, 1984,Pengantar Penelitian Hukum. hal, 124 UI Press: Jakarta
15
http://www.artikata.com diakses 15 september 2012 19:10
16
Bonger,W. A. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta
17
4. Senjata api yaitu yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan
amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam
Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in uit
doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan
Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk
dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan
sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan
bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin
sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.18
5. Ilegal adalah tidak legal, tidak sah menurut hukum19.
E. Sistematika Penulisan
Mempermudah para pembaca dalam memahami dari penulisan ini, maka penulis
membuat sistematika penulisan yang dimulai dari pendahuluan sampai dengan
penutup dengan tujuan agar pembaca dapat memahami isi dari penulisan ini.
I. PENDAHULUAN.
Bab ini berisi tentang latar belakang, permasalahan yaitu untuk mengetahui
tinjauan kriminologis peredaran senjata api ilegal, akibat hukum apakah yang
timbul, serta sanksi apakah yang diberikan para pelaku. Selanjutnya ruang
lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka penelitian dan sistematika
penulisan.
18
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api.
19
II. TINJAUN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang pengertian dari tinjaun kriminologis senjata api ilegal,
dasar hukum, tujuan dilarangnya penyalahgunaan senjata api ilegal, pihak yang
berhak melakukan proses hukum jika terjadi pelanggaran pada peredaran senjata
api ilegal, serta masyarakat beserta pemerintah dan pengaturan senjata api.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan
populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang jawaban semua yang ada dalam permasalahan, Yaitu
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pereredaran senjata api ilegal (Studi
Kasus Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung). Untuk mengetahui upaya
penanggulangan peredaran senjata api ilegal (Studi Kasus Di Kepolisian Resort
Kota Bandar Lampung). Untuk mengetahui faktor penghambat penanggulangan
peredaran senjata api ilegal (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Bandar
Lampung
V. PENUTUP
Bab ini berisikan tentang jawaban dari kesimpulan dan saran terhadap penulisan
skripsi ini untuk kepentingan kebersamaan kita semua dalam membangun negara
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologis
1. Kejahatan ditinjau dari Segi Kriminologi
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari
berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap
komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain.
Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu
sendiri. Usaha untuk memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad lalu
dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal. Plato misalnya menyatakan bahwa emas
merupakan sumber dari kejahatan manusia. Aristoteles menyebutkan bahwa
kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk
kemewahan. Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas
More. Penulis buku Utopia ini menceritakan bahwa hukuman berat yang
dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk
menghapuskan kejahatan yang terjadi. Untuk itu katanya harus dicari
sebab-musabab kejahatan dan menghapuskan kejahatan tersebut.20
20
Pendapat para sarjana tersebut diatas kemudian tertampung dalam suatu ilmu
pengetahuan yang disebut Kriminologi. Kriminologi merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang muncul pada abad ke-19 yang pada intinya merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari sebab musabab dari kejahatan. Dalam arti lain,
dilihat dari segi kriminologinya, Kejahatan merupakan setiap tindakan atau
perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai
kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu
dalam suatu peraturan hukum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti sosial,
merugikan serta menjengkelkan masyarakat, secara kriminologi dapat dikatakan
sebagai kejahatan.21
2. Kejahatan ditinjau dari Segi Hukum
Menurut pandangan hukum, yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan
manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang telah ditentukan
dalam kaidah hukum, atau lebih tegasnya bahwa perbuatan yang melanggar
larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum, dan tidak memenuhi atau
melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang
berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup dalam suatu
kelompok masyarakat.
Kejahatan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (doleus) dan
dilakukan dengan sadar dengan maksud tertentu untuk menguntungkan diri
sendiri yang merugikan orang lain atau masyarakat.
21
Sistem Hukum Pidana Indonesia yang berpangkal pada hukum yang sudah
dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kejahatan
dirumuskan dalam Pasal-pasal dengan menyebutkan barang siapa, atau mereka
yang melakukan sesuatu yang disebut dalam pasal yang bersangkutan diancam
dengan ancaman hukuman tertentu. Perbedaan yang termasuk kejahatan
(pelanggaran) menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana, mutlak harus
dirumuskan terlebih dahulu dalam undang-undang.
Ketentuan ini merupakan asas legalitas, yang merupakan upaya menjamin
kepastian hukum. Lengkapnya pada Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana yang menyatakan sebagai berikut “Tiada suatu perbuatanyang
dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang
yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”.Sutherland juga menambahkan bahwa
Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan
dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Kejahatan merupakan
suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang
berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain.22
Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang
mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses
pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan reaksi terhadap
pelanggaran undang-undang.23
22
Op,Cit, Santoso Topo, hal 1.
23
Kriminologis adalah Ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu pengetahuan
lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki
sebab-sebab arti gejala tersebut dengan cara-cara yang apa adanya.24
Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya, ragam-ragam pembagian kriminologi Bonger yaitu:25
1. Antropologi kriminal ialah suatu ilmu pengetahuan tentang manusia jahat dimana ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat. Misalnya, di dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa? ;
2. Sosiologi kriminal ialah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Intinya ingin mengetahui dan menjawab sampai mana letak sebab musabab kejahatan dalam masyarakat;
3. Psychology kriminal ialah pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan yang dilihat dari sudut jiwanya;
4. Psycho dan Neuro kriminal ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf;
5. Penologi ialah ilmu yang mempelajari tentang tumbuh dan perkembangan hukum
Sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat,
artinya hasil-hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam
menangani masalah kejahatan, tertutama melalui hasil-hasil studi di bidang
etiologi kriminal dan penologi. Di samping itu, dengan penelitian kriminologi
dapat dipakai untuk membantu pembuatan undang-undang pidana (kejahatan) atau
pencabutan undang-undang ( dekriminalisasi), sehingga kriminologi sering
disebut sebagai “signal-wetenschap”.
24
Op,cit, W.A. Bonger, hal 4.
25
Kriminologi khususnya sebagai pengaruh pemikiran kritis yang mengarahkan
studinya pada proses-proses (kriminalisasi), baik proses pembuatan maupun
bekerjanya undang-undang, dapat memberikan sumbangan besar di bidang sistem
peradilan pidana, khususnya berupa penelitian tentang penegakan hukum, akan
dapat digunakan untuk memperbaiki bekerjanya aparat penegak hukum, seperti
untuk memberikan perhatian terhadap hak-hak terdakwa maupun korban
kejahatan, organisasi (birokrasi) penegakan hukum seperti perbaikan terhadap
perundang-undangan itu sendiri.26
Teori-teori kriminologi ini dapat digunakan untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kajahatan atau penyebab kejahatan. Teori-teori
tersebut antara lain:27
1. Teori Asosiasi Deferensial, intinya yaitu pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat.
2. Teori Anomi, Pencetus teori ini yaitu Durkheim mendefinisikan sebagai keadaan tanpa norma di dalam masyarakat. Keadaan tanpa norma tersebut kemudian menimbulkan perilaku deviasi. Kata anomie telah sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama.
3. Teori konflik adalah teori yang mempertanyakan hubungan antara kekuasaan dalam pembuatan undang-undang pidana dengan kejahatan, terutama sebagai akibat tersebarnya dan banyaknya pola dari perbuatan konflik serta fenomena masyarakat yang bersifat plural. Teori konflik menganggap bahwa orang-orang memiliki perbedaan tingkatan kekuasaan dalam mempengaruhi pembuatan dan bekerjanya undang-undang. Mereka yang memiliki tingkat kekuasaan yang lebih besar, memiliki kesempatan
26
Op,Cit, Susanto I.S, Hal 21-22.
27
yang lebih besar dalam menunjuk perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dan kepentingannya sebagai kejahatan. Menurut teori konflik, suatu masyarakat lebih tepat bercirikan konflik daripada konsensus.
4. Teori Subkultur
Teori Subkultur ini di bagi menjadi dua yaitu:
a) Teori delinquent subculture, yaitu teori yang dikemukakan oleh A.K. Cohen yang dalam penelitiannya dijelaskan bahwa perilaku delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah dan mereka lebih banyak membentuk gang. Tingkah laku gang subkultur bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Terdapat alasan yang rasional bagi delinkuen subkultur untuk mencuri (selain mencari status kebersamaan) mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka juga mencoba untuk meremehkan nilai-nilai kelas menengah.
b) Teori differential opportunity, yaitu teori yang dikemukakan oleh R.A. Cloward pada tahun 1959. Menurut Cloward tidak hanya terdapat cara-cara yang sah dalam mencapai tujuan budaya tetapi terdapat pula kesempatan-kesempatan yang tidak sah.Ada tiga bentuk subkultur delinkuen, yaitu a. criminal sub culture, b. conflict sub culture, c. retreatis sub cukture. Ketiga bentuk sub kultur dilinkuen tersebut tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan dalam gaya hidup diantara anggotanya, tetapi juga karena adanya masalah-masalah yang berbeda bagi kepentingan kontrol sosial dan pencegahannya. Dalam teorinya Cloward dan Ohlin menyatakan bahwa timbulnya kenakalan remaja lebih ditentukan oleh perbedaan-perbedaan kelas yang dapat menimbulkan hambatan-hambatan bagi anggotanya, misalnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan sehingga mengakibatkan terbatasnya kesempatan bagi anggotanya untuk mencapai aspirasinya.
5. Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan. Konsep teori label menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.
6. Teori Control Social
terhadap hukum?. Teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan makhluk yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap orang memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia akan berbuat menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang berlaku. Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial yang telah dibentuk.
B. Faktor-Faktot Penyebab Terjadinya Kejahatan
Seberapa jauh faktor-faktor kondusif yang diindentifikasikan oleh kongres PBB
ke 8 di atas sesuai dengan keadaan di Indonesia kiranya masih perlu didukung
oleh hasil-hasil penelitian. Hal-hal ini penting dilihat dari sudut politik kriminal
yang rasional. Demikian pula menurut G.P. Hoefnagels, suatu politik kriminal
harus rasional karena kalu tidak demikian tidak sesuai dengan definisinya sebagai
“a rational total of the responses to crime” . Dalam kongres ke 8 tahun 1990 di
Havana, Cuba, antara lain masih disoroti dimensi kejahatan yang dibicarakan pada
kongres-kongres sebelumnya dengan beberapa penekanan antara lain:
Masalah“urban crime”
1. Crime against the nature and the environment
2. “Corruption” keterkaitannya dengan economic crime, arganized crime,
illicit trafficking in narcotic drugs and psichotropic substance, termasuk
juga masalah“money laundering”.
3. Crime against movable cultural propety (cultural heitage)
4. Computer related crime
5. Terrorism
6. Domestic violence
Khususnya mengenai masalah korupsi, kongres ke 8 menyatakan sangat perlunya
hal ini diperhatikan mengingat “corrupt activities of public official” itu:
a) Dapat menghancurkan efektifitas potensial dari semua jenis program
pemerintah
b) Dapat mengganggu/menghambat pembangunan
c) Menimbulkan korban bagi individual maupun kelompok
Serta pokok-pokok ajaran Lombroso yaitu:28
1. menurut Lombroso, penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat 2. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari
nenek moyang (borne criminal)
3. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek dan lain-lain.
4. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi.
C. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan
Teori penanggulanagan kejahatan menurut G.P. Hoefnagelf. Upaya
penanggulanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:29
1. Penerapan hukum pidana (criminal law application) 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melewati media massa.
Penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu
dengan jalur penal dan jalur non penal. Dalam pembagian GP. Hoefnagelf diatas,
upaya-upaya yang disebut dalam butir (2) dan butir (3) dapat dimasukan kedalam
kelompok upaya non penal, sedangkan butir (1) adalah upaya penal.
28
Op,Cit, Susanto I.S, Hal 48-49.
29
Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan
kepada sifat represif (penindakan, pemberantasan dan penumpasan) setelah
kejahatan terjadi. Maknanya yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum setelah terjadinya kejahatan dengan cara menindak pelaku tindak
pidana yang menggunakan senjata api ilegal dalam aksi kriminal atau
kejahatannya diajukan kepengadilan dan dijatuhkan sanksi pidana yang berat
sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya, dengan dasar hukum pasal 10
KUHP yang mengatur jenis-jenis hukuman, hukuman pidana formal maupun
hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut dalam jangka
pendek adalah resosialisasi (memasyarakatkan kembali) pelaku tindak pidana,
jangka menengah adalah mencegah kejahatan dan jangka panjang adalah tujuan
akhir untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non penal lebih bersifat
pencegahan terjadinya kejahatan, maka lebih ditekankan pada faktor-faktor
kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang menitikberatkan pada masalah atau
kondisi-kondisi sosial. Kebijakan hukum kriminal merupakan bagian dari
kebijakan atau upaya rasional untuk menunjang atau mencapai tujuan kebijakan
sosial (politik sosial). Tujuan akhir atau tujuan utama kebijakan kriminal adalah
perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya
penanggulangan melalui jalur non penal dapat dilakukan dengan tindakan yang
bersifat preventif dan edukatif (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian/
penanggulangan). upaya ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas diseluruh
pendidikan dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga
masyarakat, penggarapan jiwa kesehatan masyarakat melalui pendidikan moral,
agama, dan peningkatan usaha-usaha kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama
penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal yaitu memperbaiki
kondisi-kondisi sosial tertentu yang secara tidak langsung mempengaruhi pengaruh
preventif terhadap kejahatan.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk meniptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang
netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut.30
Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
30
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan
esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas
penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas
lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan
masyarakat Indonesia.
1. Undang-undang
Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum
dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah.31
Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang
tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.
Asas-asas tersebut antara lain:
1. Undang-undang tidak berlaku surut.
2. Undang-undang yng dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, 3. mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
4. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.
5. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu.
6. Undang-undang tidak dapat diganggu guat.
7. Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui
pelestaian ataupun pembaharuan (inovasi).
2. Penegak Hukum
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat,
31
mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan
sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat
diterima oleh mereka.
Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang
seharusnya dari golngan sasaran atau penegak hukum, Halangan-halangan
tersebut, adalah:
a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.
b. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.
c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.
d. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.
e. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.
Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan
sikap-sikap, sebagai berikut:
a. Sikap yang terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru.
b. Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu.
c. Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.
d. Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.
e. Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.
f. Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya.
g. Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib.
h. Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
i. Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan ihak lain.
3. Faktor Sarana atau Fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan
hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain,
mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.
Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan
hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak
hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.
Khususnya untuk sarana atau fasilitas tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran,
sebagai berikut:32
a. Yang tidak ada-diadakan yang baru betul.
b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan. c. Yang kurang-ditambah.
d. Yang macet-dilancarkan.
e. Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.
4. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk mengartikan
hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini
penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik
buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum.
32
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan(system) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa
yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga
dihindari). Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut:
1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.
2. Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan.
3. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme.
Di Indonesia masih berlaku hukum adat, hukum adat adalah merupakan hukum
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
E. Pengertian Senjata Api Ilegal
Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau
lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan
oleh pembakaran suatu propelan. Senjata api dahulu umumnya menggunakan
bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan
bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern
menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil
untuk menambah kestabilan lintasan.33
Senjata api memiliki laras sehingga berbeda dengan senjata lainnya. Laras adalah
tabung yang umumnya terbuat dari logam, dimana terjadi ledakan terkontrol yang
menembakkan sebuah proyektil pada kecepatan yang sangat tinggi. Laras senjata
api modern memiliki bentuk dan mekanisme yang rumit. Sebuah laras senjata api
33
harus bisa menahan gas yang dihasilkan oleh bahan peledak agar bisa
menghasilkan kecepatan peluru yang maksimal. Senjata api kuno biasanya diisi
dari depan (muzzle loading), membuatnya lama dan rumit untuk ditembakkan.
Sedangkan Laras yang diisi dari belakang (breech loading) mempercepat
pengisian peluru.
Pengertian senjata secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai,
membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk
menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan
melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan
tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan
atau kompleks seperti peluru kendali balistik.
Jenis-jenis senjata api yang diperbolehkan untuk dimiliki adalah antara lain :
a. Senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12 GA atau senapan kaliber 22 mm.
b. Senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22 mm.
c. Senjata api genggam gas / semi otomatis, yang memiliki self loading gas kaliber 9 mm.
d. Pistol automatic kaliber 32 mm.
Seiring perkembangan zaman, kini orang memang kian mudah mendapatkan
senjata api. Berbagai cara ditempuh, meski sebenarnya prosedur yang harus
dijalani untuk mendapatkannya secara sah tak bisa dibilang mudah dan harga
senjata api juga cukup mahal. Ketentuan hukum menegaskan kepemilikan senjata
api hanya diperuntukkan bagi kalangan militer dan polisi atau seseorang yang
direkomendasikan untuk menguasai senjata api seperti satpam dan sipir penjara
harus melewati berbagai tes fisik dan psikologis secara ketat. Sementara
orang-orang yang sudah mengajukan permohonan resmi pun juga tidak dijamin selalu
diizinkan memiliki senjata api, tergantung penilaian dari pihak kepolisian selaku
pemberi izin. Semula peredaran senjata api hanya terbatas pada lingkungan
orang-orang tertentu dengan alasan bisnis atau untuk pengamanan diri. Tetapi pada
kenyataannya senjata api terkesan beredar secara bebas dan terbuka. Demi alasan
keamanan banyak pengusaha atau kalangan pejabat yang melengkapi dirinya
dengan senjata api, baik senapan dan pistol berpeluru tajam, berpeluru karet,
maupun gas air mata. Para pelaku kejahatan pun sebenarnya memanfaatkan
peredaran senjata yang bebas itu.
Melalui pasar gelap, mereka dapat membeli senjata api baik itu jenis senjata asli
buatan pabrik maupun jenis rakitan dengan harga relatif murah dan kemudian
digunakan sebagai sarana untuk melancarkan aksi kriminalnya, seperti
perampokan bersenjata api yang marak akhir-akhir ini.34
34
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Permasalahan yang penulis ajukan dalam proposal skripsi ini, pendekatan yang
dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh suatu
hasil penelitian yang benar dan objektif. Pendekatan yang dilakukan secara
yuridis normatif adalah dengan cara melihat, menelaah mengenai beberapa hal
yang bersifat teoritis yang menyangkut asas asas hukum, konsep-konsep,
pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum dan
sistem hukum yang berkenaan dengan skrpsi ini atau sering disebut sebagai suatu
library research.
Pendekatan yuridis empiris adalah dengan dilakukan penelitian di lapangan yaitu:
Jumlah senjata api ilegal yang beredar yang di Kepolisian Resort Kota Bandar
Lampung .
B. Sumber dan Jenis data
Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di
lapangan. Dalam rangka penelitian dilapangan terutama yang menyangkut pokok
terhadap beberapa responden. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh
dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang
bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas asas hukum yang berkaitan
dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelah peraturan
perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas antara lain:
1. Bahan Hukum Primer, antara lain:
a. Undang-undang no 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
b. Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api.
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dikemukakan para ahli dan
peraturan-peraturan pelaksana dari undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, peraturan daerah.
3. Bahan Hukum Tersier
Hukum tersier yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
yang berupa pendapat para sarjana, hasil penelitian, Kamus Besar Bahasa
C. Penentuan Populasi dan Sampel
1. Penentuan Polpulasi
Populasi, berdasarkan pendapat Ida Bagus dan Kasto, adalah jumlah keseluruhan
dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Menurutnya, populasi yang dipilih
haruslah memiliki keeratan hubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Pendapat lain yang tidak jauh berbeda menurut Ronny Hanitijo, yang menyatakan
Populasi atau universe adalah seluruh objek atau seluruh individu atau gejala atau
seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.
Menurut Burhan Ashofa yaitu penelitian ini yang menjadi populasi adalah para
pelaku kriminal menggunakan senjata api ilegal dan kepolisian daerah lampung
serta beberapa responden yang berkompeten lainnya. Untuk menghindari
terjadinya homogenitas dalam polpulasi, maka dalam pengambilan populasi,
penulis menggunakan metode puposive sampling, yaitu suatu metode
pengambilan data yang berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan
penulisan dimana pemilihan responden sample disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadap yang hendak
diteliti
Adapun responden dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penyidik Kepolisian Resort Bandar Lampung : 2 orang
2. Dosen Fakultas Hukum Bagian Pidana Unila : 1 orang +
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Upaya pengumpulan data yang diperlukan dalam peneulisan ini, penulis
menggunakan prosedur studi lapangan dan studi kepustakaan ;
a. Studi Lapangan
Studi lapangan yang dilakukan dengan pengumpulan data terhadap data primer
yang sifatnya menunjang terhadap data sekunder yang dilakukan secara lisan
dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
b. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap data sekunder melalui
serangkaian kegiatan dengan cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku,
menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi yang
berhubungan dengan penulisan proposal skripsi ini.
2. Prosedur Pengolahan Data
Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, diproses melalui
pengelolahan data dan menyajikan data dengan memeriksa dan meneliti kembali
data yang diperoleh mengenai kelengkapan, kejelasan maupun kebenarannya
sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan, kemudian dilakukan evaluasi
yaitu memeriksa ulang dan meneliti data yang diperoleh baik mengenai
kelengkapan maupun kejelasan atas jawaban dengan masalah yang diteliti, adapun
meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.
E. Analisis Data
Pada kegiatan penulisan skripsi, analisis terhadap data sekunder dilakukan dengan
cara menginventarisasi ketentuan peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini
untuk menemukan doktrin dan teori-teori yang erat hubungan dengan
faktor-faktor terjadinya peredaran senjata api ilegal serta penanggulangan dalam
menghentikan kejahatan yang ada di Indonesia. Sedangkan data primer dilakukan
secara analisis deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan
data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian di lapangan dengan suatu
interprestasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Selanjutnya data yang diperoleh
dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan
pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian dilanjutkan dengan
pengambilan kesimpulan yang bersifat umum mengenai tinjauan kriminologi
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan telah dijelaskan
pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ini di sebabkan oleh
faktor ekonomi yang berdampak dalam kehidupan masyarakat sehingga
terjadi kejahatan yang diakibatkan oleh pengangguran seseorang dalam
melakukan kejahatan ini, namun hal ini bukanlah satu-satunya penyebab
kejahatan dan peredaran senjata api ilegal di dapat sesama rekan profesi
kejahatan serta kemajuan teknologi dan informasi yang maju dan sisa–sisa
konflik bersenjata dan adanya pasar gelap yang mempengaruhi peredaran
senjata api ilegal didapat oleh masyarakat sipil yang tertarik dengan harga
murah. dan faktor keluarga yang mengalami broken home itu sebagai
unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah
kejahatan. Kurangnya waktu orang tua untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan anak merupakan penyebab terjadinya penyimpangan yang
mengakibatkan anak melibatkan diri kearah kejahatan yang tidak