• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Pengembangan Peisisr Berbasis Wisata Pantai Di Kabupaten Pangandaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arahan Pengembangan Peisisr Berbasis Wisata Pantai Di Kabupaten Pangandaran"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PANGANDARAN

MARINE KENZI MARTASUGANDA

A156130061

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Peisisr Berbasis Wisata Pantai di Kabupaten Pangandaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Marine Kenzi Martasuganda

(4)
(5)

Wisata Pantai di Kabupaten Pangandaran. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan FREDINAN YULIANDA.

Pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan baik sebagai sumber devisa negara maupun dalam memperluas kesempatan kerja dan usaha. Dalam dimensi nasional peningkatan peran sektor pariwisata makin membuka peluang dalam pembangunan baik ekonomi maupun sosial budaya. Namun, hal ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membangun kawasan. Selain itu, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut tidak terlepas dari masalah tragedi open access yang menyebabkan depresi sumberdaya, inefisiensi ekonomi, dan permasalahan sosial.

Penelitian ini mengambil lokasi di bagian pesisir Kabupaten Pangandaran yang bertujuan untuk 1) menilai kesesuaian wisata pantai di Kabupaten Pangandaran, 2) menilai tingkat penerimaan masyarakat dalam pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pangandaran sebagai Kabupaten Pariwisata, 3) menyusun arahan pengembangan pesisir berbasis pariwisata pantai di Kabupaten Pangandaran. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pegamatan langsung di lapang dan wawancara, adapun data sekunder dilakukan di wilayah penelitian diambil dari berbagai sumber dan data dari instansi terkait. Metode analisis meliputi analisis kesesuaian wisata pantai, analisis tingkat akseptibilitas masyarakat, analisis

deskriptif, dan A’WOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah pesisir Kabupaten Pangandaran yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata pantai sekaligus mendapatkan nilai yang tinggi dalam penerimaan masyarakat terdapat di Desa Pangandaran, Desa Pananjung, Desa Wonoharjo, dan Desa Cikambulan. Kemudian untuk pengembangannya, arahan utama yang dapat ditempuh

berdasarkan hasil A’WOT dalam pengembangan wilayah berbasis wisata pantai yaitu dengan upaya (1) Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran membuat peraturan daerah mengenai pemanfaatan ruang sempadan pantai berdasarkan potensi sumberdaya dan partisipasi masyarakat, (2) Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran mengimplementasikan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku dengan melibatkan masyarakat untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap pariwisata, dan (3) kebijakan atau peraturan daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran harus sesuai dengan norma yang dianut oleh masyarakat setempat.

(6)

SUMMARY

MARINE KENZI MARTASUGANDA. Coastal Development Direction based on Coastal Tourism in Pangandaran Regency. Supervised by BOEDI TJAHJONO and FREDINAN YULIANDA.

Tourism plays an important role in the development, as a source of foreign exchange and in expanding employment and business opportunities. In the national level, strengthening the role of tourism sector is expected to offer new opportunities for economic and socio-cultural development. However, in order to make this happen, it required the community participation while developing the tourism areas. This is because, the management of coastal and marine resources cannot be separated from the open access tragedy that often causes the resource depression, economic inefficiency, and social issues.

Given such a situation, this study was conducted in the coastal parts of Pangandaran Regency, which aims; 1) to assess the suitability of coastal tourism in Pangandaran Regency, 2) to assess the level of public acceptance in coastal areas development in Pangandaran Regency as tourism area, 3) to formulate the coastal development direction based on coastal tourism in Pangandaran Regency. This study uses primary and secondary data. The primary data were obtained from field observations and in-depth interviews, whereas the secondary data were obtained from research locus and related institutions. The data were reviewed and analysed by using coastal tourism suitability analysis to determine the coastal tourism area, level of public acceptability analysis to assess the level of public acceptance, descriptive analysis, andA’WOT.

The results of this study showed the coastal areas in Pangandaran Regency, which can be developed as coastal tourism area and gain high scores in the public acceptability analysis. These areas are Pangandaran Village, Pananjung Village, Wonoharjo Village, and Cikambulan Village. The regional development direction based on coastal tourism in Pangandaran Regency can be conducted based on the A'WOT's results, namely: 1) the Local Government of Pangandaran Regency make a local regulation for riparian zone land use based on potential resources and community participation, (2) the Local Government of Pangandaran Regency implement the existing laws and regulations by involving the community in order to optimize the oversight of the activities that will cause negative impacts on tourism, and (3) the policy and regulation made by Local Government of Pangandaran Regency should conform to the social norms which embraced by the local community.

(7)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PANGANDARAN

MARINE KENZI MARTASUGANDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

NRP : A156130061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Boedi Tjahjono, M.Sc Ketua

Dr Fredinan Yulianda, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 28 September 2016 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

“Arahan Pengembangan Pesisir Berbasis Wisata Pantai di Kabupaten Pangandaran” ini. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar magister sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr Boedi Tjahjono, M.Sc dan Dr Ir Fredinan Yulianda, M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini

2. Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini

3. Segenap dosen, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Dinas Pariwisata, tokoh masyarakat, pengurus organisasi masyarakat, dan aparat pemerintahan lainnya di kawasan wisata Kabupaten Pangandaran yang telah memberikan fasilitas dan data dalam penyelesaian tesis ini

5. Dr Ali Akbar selaku peneliti budaya dan Manager Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FIB UI yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi sehingga memperkaya tesis ini

6. Rekan-rekan PWL reguler dan Bappenas angkatan 2013 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini

7. Rekan-rekan Kelompok Studi Instrumentasi dan Survei Kelautan (KOMITMEN) yang telah memberikan semangat, inspirasi, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat

8. Lifany Husnul Kurnia atas segala do’a, dukungan, dan kesabarannya yang telah diberikan selama proses penyusunan tesis ini

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku

tercinta beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan

pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, 28 September 2016

(15)

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Pertanyaan Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Penetapan Kabupaten Pariwisata 5

Pengelolaan Wilayah Pesisir 5

Konsep Pariwisata Pesisir 6

Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat 6

Kebijakan Penataan Ruang 7

Penelitian-Penelitian Terdahulu 7

3 METODE PENELITIAN 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Jenis dan Sumber Data 9

Metode Analisis Data 9

Analisis Kesesuaian Wisata Pantai 11

Analisis Tingkat Penerimaan Masyarakat 11

Arahan Pengembangan Wilayah 12

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH 17

Geografi dan Administrasi 17

Geologi dan Jenis Tanah 17

Kondisi Wisata Pantai Kabupaten Pangandaran 17

Pantai Pangandaran 18

Pantai Karang Tirta 19

Pantai Batu Hiu 19

Karakteristik Pantai 20

Tipe Pantai 20

Kemiringan Pantai 21

Kondisi Fisika Oseanografi 22

Kondisi Kimia Oseanografi 23

Kondisi Biologi Oseanografi 24

Lingkungan Fisik Pantai 24

(16)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Analisis Kesesuaian Wisata Rekreasi Pantai 26 Analisis Tingkat Penerimaan Masyarakat 28 Rekomendasi Lokasi Pengembangan Wisata Pantai 30 Keselarasan Penggunaan Lahan Sempadan Pantai 31

Kebijakan Kawasan Wisata Pantai 32

Arahan Pengembangan Pesisir Berbasis Wisata Pantai 38

6 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 46

Daftar Pustaka 47

LAMPIRAN 53

RIWAYAT HIDUP 56

DAFTAR TABEL

1. Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber Data, Sumber, Teknik Analisis 10 dan Keluaran

2. Matriks Kesesuaian Wisata Pantai 11

3. Penilaian Tingkat Penerimaan Masyarakat 12

4. Matriks Keselarasan Penggunaan Lahan 13

5. Pembobotan Analisis SWOT 15

6. Matriks Strategi Analisis SWOT 16

7. Urutan/Rangking Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Wisata Pantai 16 8. Luas dan Panjang Pantai Kabupaten Pangandaran 17

9. Indeks Kesesuaian Wisata Pantai 26

10. Indeks Tingkat Penerimaan Masyarakat 28

11. Matriks Keselarasan Penggunaan Lahan Sempadan Pantai 31 12. Implementasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pariwisata 33 13. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir 35 14. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Keamanan Bencana 36 15. Peraturan Kawasan Pariwisata dalam Rencana Tata Ruang 38

16. Faktor-faktor Internal 39

17. Faktor-faktor Eksternal 39

18. Bobot Masing-Masing Faktor SWOT 40

19. Matriks Arahan Pengembangan Wilayah 41

20. Urutan Arahan Pengembangan Wilayah 43

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 3

2. Lokasi Penelitian 9

3. Tahapan Model A’WOT 14

4. Struktur Hirarki Matriks A’WOT 15

(17)

7. Objek Daerah Tujuan Wisata Batu Hiu 20 8. Pantai Berpasir (beach) Disepanjang Pantai Kabupaten Pangandaran 21

9. Muara Sungai di Desa Sukaresik 21

10. Pantai Curam Berbatu Desa Ciliang 22

11. Visualisasi Profil Melintang Pantai Kabupaten Pangandaran 22 12. Persebaran Wilayah Kesesuaian Wisata Pantai 27 13. Kesesuaian Wisata Pantai Pada Skala yang Lebih Besar (Tiap Desa) 27

14. Wawancara dengan Responden 29

15. Tingkat Penerimaan Masyarakat Kabupaten Pangandaran 30 16. Rekomendasi Lokasi Pengembangan Pariwisatan Pantai 30 17. Keselarasan Penggunaan Lahan Wisata Pantai 32 18. Hubungan Pemangku Kepentingan Pariwisata 34

19. Kondisi Aktual Sempadan Pantai 37

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pangandaran dalam RTRWN 54 2. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pangandaran dalam RTR Jawa-Bali 54

3. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional 55

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Pangandaran merupakan sebuah kabupaten baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Ciamis. Penetapan sebagai Kabupaten Pangandaran berlaku sejak 2012 sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat. Salah satu program intensif yang akan dilakukan pemerintah Kabupaten Pangandaran adalah pembangunan di bidang pariwisata. Perkembangan pariwisata dapat dilihat dari peningkatan jumlah wisatawan setiap tahunnya baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Pariwisata merupakan sektor ekonomi alternatif yang dipandang mampu mempercepat penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Menurut Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran, jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2013 meningkat 11,05 % dari tahun sebelumnya, dimana total kunjungan selama tahun 2013 adalah 1.560.740 orang. Perincian jumlah wisatawan yang datang adalah wisatawan mancanegara sebanyak 8.587 orang dan wisatawan domestik 1.552.153 orang.

Pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan baik sebagai sumber devisa negara maupun untuk memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Dalam dimensi nasional peningkatan peran sektor pariwisata makin membuka peluang dalam pembangunan baik ekonomi maupun sosial budaya. Secara ekonomi, pesatnya perkembangan pariwisata tersebut memberi dampak yang menguntungkan karena terkait dengan penyediaan lapangan pekerjaan di sektor non pertanian yang akhirnya mendorong peningkatan sumbangan sektor terhadap PDRB. Namun, hal ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membangun kawasan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut tidak terlepas dari masalah tragedi open access yang sering menyebabkan depresi sumberdaya, inefisiensi ekonomi, dan permasalahan sosial. Pengelolaan tersebut tentu tidak dimulai dari gugusan kosong, melainkan perlu peran serta masyarakat menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan serta pengelolaan wilayah pesisir dan laut sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Perumusan Masalah

(19)

untuk menilai kesesuaian wisata pantai di Kabupaten Pangandaran.

Selain itu, banyaknya wisatawan yang datang ke objek wisata pantai di Kabupaten Pangandaran memberikan dampak sosial bagi masyarakat setempat. Dampak sosial budaya sebagai akibat dari terjadinya interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal meliputi perubahan nilai sosial antara lain berupa perubahan norma, pandangan mengenai pergaulan pria dan wanita, sifat materialistik, dan terciptanya budaya pariwisata. Howe (2005) menyebutkan bahwa budaya pariwisata adalah budaya yang berdasarkan kebutuhan wisatawan. Interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal memunculkan daftar kebutuhan dasar dan penunjang wisatawan dalam melakukan kegiatan pariwisata. Oleh sebab itu, masyarakat sebagai penerima dampak pariwisata serta pemilik wilayah, harus berperan aktif dalam mengelola wisata di daerahnya. Hal ini diharapkan agar masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan wisata pantai di wilayahnya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya analisis tingkat kesediaan masyarakat dalam pengelolaan wisata pantai di wilayahnya.

Berdasarkan data yang dihasilkan oleh organisasi lokal Pangandaran atau

Local Working Group (LWG) Pangandaran dalam buku Development of

Destination Management Organization, Tourism Development Supporting

Biodiversity Conservation in Pangandaran Indonesia,

permasalahan-permasalahan yang ada diakibatkan oleh manajemen pariwisata yang lemah. Kelemahan ini diakibatkan oleh pemangku kepentingan yang terlibat tidak berkolaborasi antara yang satu dengan yang lain dan belum adanya strategi untuk melaksanakan perencanaan wisata pantai di Kabupaten Pangandaran. Selain itu juga belum adanya dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang memuat potensi dan karakteristik pantai yang menjadi acuan pengendalian pemanfaatan ruang dalam pengembangan wilayah Kabupaten Pangandaran, seperti penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi. Oleh karena itu, diperlukan adanya sebuah strategi untuk perencanaan pengembangan wisata pantai di Kabupaten Pangandaran.

Pertanyaan Penelitian

(20)

3

1. Bagaimana potensi dan karakteristik pantai untuk kesesuaian wisata pantai di Kabupaten Pangandaran?

2. Bagaimana tingkat kesediaan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir yang berfokus pada kegiatan pariwisata?

3. Strategi apa yang dapat diterapkan untuk melaksanakan perencanaan wisata pantai di Kabupaten Pangandaran?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian tersebut di atas, maka tujuan penelitian yang mengambil lokasi di bagian pantai selatan Kabupaten Pangandaran ini adalah :

1. Menilai kesesuaian wisata pantai di Kabupaten Pangandaran

2. Menilai tingkat penerimaan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Pangandaran sebagai kawasan wisata pantai

3. Menyusun arahan pengembangan pesisir berbasis wisata pantai di Kabupaten Pangandaran

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk menyusun strategi pengelolaan wisata pesisir dan sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah serta rencana zonasi wilayah pesisir Kabupaten Pangandaran.

Kerangka Pemikiran

Kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten Pangandaran hingga kini masih mengacu pada kebijakan Kabupaten Ciamis sejak pemekaran daerah selatan Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012. Permasalahan yang menjadi dasar pemikiran dalam kajian ini ialah bagaimana menggali potensi kawasan ini agar dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Oleh sebab itu perlu mengetahui bagaimana pengembangan wisata pantai yang berkelanjutan secara ekologi dan dapat melibatkan keikutsertaan masyarakat dalam mengembangkan kawasan wisata di Kabupaten Pangandaran. Kerangka pemikiran yang dibangun untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(21)
(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Kabupaten Pangandaran sebagai Kabupaten Pariwisata Penetapan Kabupaten Pangandaran sebagai Kabupaten Pariwisata tertuang dalam visi Kabupaten tersebut. Visi Kabupaten Pangandaran adalah “Mewujudkan Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia”.

Selain itu, Kementerian Pariwisata (2015) melakukan Program Pengembangan Destinasi Pariwisata, yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan melalui penerapan kebijakan-kebijakan, seperti pemantapan citra sebagai destinasi yang aman, tertib, nyaman dan ramah lingkungan, mendorong pengembangan destinasi di wilayah NKRI sesuai potensi dan sumber daya masing-masing, meningkatkanproduct linkage (market lead based product), mengembangkan destinasi berkualitas dan berdaya saing, yaitu: ekowisata, bahari, budaya, belanja, merevitalisasi kawasan pariwisata populer, mengembangkan aksesibilitas, jejaring dan keterkaitan (networking and linkage) lintas sektor dan wilayah, meningkatkan peran serta masyarakat, dan meningkatkan kemudahan investasi di destinasi pariwisata.

Program Pengembangan Destinasi Pariwisata, dalam pelaksanaannya telah melakukan sosialisasi “The Tsunami ReadyToolbox for The Indonesia Hotel Industri; dalam rangka mendukung program nasional pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System

atau INA-TEWS). Upaya penataan kembali kawasan wisata-wisata populer yang terkena bencana tsunami, antara lain dilakukan melalui penataan terhadap Kawasan Pangandaran, mencakup visitor management, prasarana dan sarana pariwisata, route tsunami, sejalan dengan implementasi program-program yang telah dirintis oleh misiUnit BiodiversityUNWTO.

Pengelolaan Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir (coastal zone) menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

(23)

sepertiga mil laut provinsi diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Adisasmita (2006) menyatakan tujuan pengelolaan kawasan pesisir (Coastal

Zone Management/CZM) secara keseluruhan adalah (1) untuk melindungi,

melestarikan, dan melakukan restorasi sumberdaya alam yang memungkinkan agar mendorong pertumbuhan dan pembangunan melalui perencanaan yang sehat secara interdisiplin dan terpadu terhadap dampak lingkungan dari kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek yang dilakukan, (2) mengukur serta mengevaluasi konsekuensinya sesuai dengan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan. Adapun menurut Kidd et al. (2003), penerapan CZM harus terintegrasi dengan rencana tata ruang pada tingkat lokal, regional, dan nasional, karena CZM menyoroti interaksi penting antara kawasan darat dan laut.

Konsep Pariwisata Pesisir

Menurut Hall (2001), konsep pariwisata pesisir mencakup rentang penuh pariwisata, hiburan, dan kegiatan yang berorientasi pada rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Di dalam pariwisata pesisir tercakup aspek pengembangan pariwisata pesisir seperti akomodasi, restoran, industri makanan, dan tempat singgah, serta infrastruktur pendukung pembangunan pesisir (misalnya bisnis ritel, marina, dan aktivitas pemasok). Hal ini termasuk kegiatan pariwisata seperti rekreasi berperahu, pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, rekreasi memancing,snorkeling, dan menyelam.

Wong (1993) mendefinisikan pariwisata pesisir sebagai suatu kegiatan untuk menikmati pantai, pasir, laut, dan berjemur. Sementara itu Dahuri et al. (2004) mendefinisikan wisata pesisir sebagai kegiatan rekreasi yang dilakukan sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam, snorkeling, berjalan-jalan atau berlari-lari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir, dan bermeditasi. Pariwisata semacam ini sering diasosiasikan dengan tiga ”S” yaitu Sun, Sea, Sand artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih.

Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat adalah pariwisata yang secara de facto

direncanakan dan dikelola oleh suatu kelompok individu/rumah tangga yang beranggotakan masyarakat sebagai suatu kelompok usaha komunal. Kegiatan tersebut dapat pula dikelola oleh suatu perusahaan swasta, yang agenda kegiatannya disusun oleh masyarakat (Sharma, 1998 dalam Godde, 1998). Partisipasi masyarakat akan memiliki nilai bagi pembangunan apabila masyarakatnya memahami arti dan tujuan dari partisipasi mereka. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan mengandung unsur edukasi. Partisipasi merupakan kegiatan yang bersifat sukarela, yaitu adanya kebebasan dan keinginan yang dilandasi oleh kesadaran individu atau masyarakat untuk terlibat dan ikut serta dalam suatu kegiatan.

(24)

7

dampak dari perkembangan sektor pariwisata akan membuka peluang atau kesempatan kerja di Kabupaten Pangandaran bagi tenaga kerja lokal dan pekerja migran yang berasal dari luar Kabupaten Pangandaran. Todaro dan Smith (2011), menyebutkan bahwa faktor ekonomi adalah motif utama terjadinya migrasi penduduk. Artinya, akan terjadi arus migrasi dari daerah yang kesempatan ekonominya kurang menuju daerah yang memberikan kesempatan ekonomi lebih banyak.

Kebijakan Penataan Ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terdiri atas penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam melakukan penataan ruang diperlukan suatu pengelolaan yang meliputi tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (Munasingle, 1993 dalam

Suryadiet al., 2008 ).

Pada dasarnya, penggunaan lahan di wilayah pesisir diperbolehkan oleh undang-undang sepanjang masih tetap memperhatikan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati, serta kelestarian fungsi lingkungan. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, yaitu: Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai, harus memperhatikan: a. kepentingan umum; b. keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati, dan kelestarian fungsi lingkungan.

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Kegiatan wisata bahari yang akan dikembangkan dan dikelola hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya serta persyaratan sumberdaya dan lingkungan (ekologis) yang sesuai dengan objek wisata (Depdagri, 2009). Potensi pengembangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan sumberdaya. Salah satu cara untuk menilai potensi tersebut adalah dengan menggunakan analisis kesesuaian wisata pantai.

Kurniawan (2015) dalam penelitiannya menyusun potensi wisata bahari di taman wisata perairan Kepulauan Anambas dengan menggunakan indeks kesesuaian wisata. Dari penelitian ini tersusun arahan pengembangan potensi wisata bahari pada Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil di Kepulauan Anambas yaitu; yang menekankan dimensi ekologi melalui penerapan konsep ekowisata dalam pemanfaatannya agar hasilnya dapat menjaga keberlanjutan serta kelestarian sumberdaya yang ada. Hal ini dikarenakan kualitas perairan di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil cukup mendukung untuk pengembangan wisata bahari. Hasil pengukuran sebagian besar parameter kualitas perairan menunjukkan nilai rata-rata masih dalam kategori (S2) sesuai. Adapun, Liaghata

(25)

Combination (WLC) terhadap kriteria yang relevan dikembangkan melalui metode AHP. Hasil penelitian menunjukkan 3547 (3% atau 31,923 hektar) dari 96.901 sel grid, masing-masing merupakan lahan potensial, 62.038 (65% atau 558,342 hektar) dan lahan paling potensial 31.316 (32% atau 281,844 hektar).

Selain itu, rencana pengembangan kawasan bahari juga harus dikaitkan dengan berbagai kepentingan yang mendasar, hal ini dikarenakan keberadaan kawasan wisata bahari menjadi tanggung jawab bersama. Oleh sebab itu, pengelolaan pesisir harus dilakukan bersama-sama seluruh komponen masyarakat (stakeholder) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah. Pengembangan tersebut hendaknya dimulai dari pendekatan terhadap masyarakat setempat sebagai suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan masyarakat pesisir untuk dapat saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka tentang bahari, kehidupan pesisir, membuat rencana, dan bertindak.

Laguha (2011) dalam penelitiannya menggunakan analisis yang disusun dengan menggunakan matrik SWOT yang menggabungkan faktor internal dan eksternal dari komponen atau bidang. Bentuk dari tahapan ini merupakan pengintegrasian dari S-O, S-T, W-O, dan W-T dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat dengan hasil yang menyatakan bahwa berbagai kepentingan yang diharapkan oleh para stakeholder dapat terpenuhi melalui kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini. Bagi masyarakat lokal, kegiatan pariwisata dapat memenuhi kepentingan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan menambah pendapatan, tetapi hal ini belum dapat sepenuhnya memenuhi kepentingan mereka untuk menjual hasil pertanian dan perikanan. Selain itu, Sitorus et al. (2014) melakukan penelitian di Kabupaten Pangandaran terkait analisis objek wisata dan arahan pengembangan wisata Pangandaran, salah satu metode yang digunakan adalah IFAS-EFAS. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa strategi yang tepat untuk pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran adalah strategi agresif. Serta rencana dan strategi yang direkomendasikan dalam pengembangan Kawasan Wisata Pangandaran secara terpadu yaitu: (1) mengadakan percepatan pembangunan jaringan transportasi dan perbaikan jalan terutama jalan-jalan nasional, provinsi, maupun jalan penghubung ke lokasi wisata dan (2) peningkatan kapasitas dan kualitas layanan di lokasi kawasan wisata unggulan.

(26)

3 BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Wilayah studi yang dikaji dalam penelitian ini adalah wilayah pantai yang berada di Kecamatan Pangandaran (Desa Pangandaran, Desa Pananjung, dan Desa Wonoharjo), Kecamatan Sidamulih (Desa Cikambulan dan Desa Sukaresik), dan Kecamatan Parigi (Desa Cibenda, Desa Ciliang, dan Desa Karangjaladri), Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Juli 2015.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lapangan baik melalui wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari buku, peta, perundang-undangan, penelitian terdahulu, maupun data dari beberapa instansi terkait baik instansi pemerintah daerah maupun pusat, seperti Dinas/Badan/Lembaga seperti BPS, Bappeda, serta dokumen-dokumen perencanaan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat, dan lainnya.

Metode Analisis Data

(27)

Tabel 1. Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber data, Sumber, Teknik Analisis dan Keluaran

No Tujuan Jenis Data Sumber Teknik Analisis Keluaran 1 Menilai Kesesuaian Wisata

1. Hasil Analisis 1 dan 2 1. BAPPEDA Kabupaten Pangandaran, Hasil Analisis 1 dan 2

2. DigitasiOn ScreenGoogle Earth 10/1/2015 3. Kebijakan Pemerintah 3. Peraturan Perundang-undangan

(Pusat, Provinsi, Kabupaten)

- Praktisi : Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan, Kementerian Pariwisata. - Akademisi : Ahli Ekologi IPB, Ahli Oseanografi UNPAD, Ahli

Geomorfologi IPB, Ahli Budaya UI.

(28)

11

Analisis Kesesuaian Wisata Pantai

Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter yang menghasilkan 4 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi antara lain: kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar (Yulianda et al., 2010). Matriks untuk kesesuaian wisata pantai yang digunakan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Kesesuaian Wisata Pantai

No Parameter Sumber Data Bobot Skor

3 2 1 0

1 Kedalaman

perairan (m) Kelvin (2015) 5 0-3 > 3-6 > 6-10 > 10

2 Tipe pantai Husrin(2013)et al 5 PutihPasir

Pasir

3 0-0.17 0.17-0.34 0.34-0.51 > 0.51

6 Kemiringan pantai

1 Tidak ada Bulu babi Bulu babi, Ikan Pari

Sumber : Yuliandaet al., (2010)

Keterangan : Nilai Maksimum (Bobot x Skor) = 84 (100%) S1 (Sesuai) = Nilai Total x 100% = 75% - 100%

S2 (Cukup Sesuai) = Nilai Total x 100% = 50% - 75% N (Tidak Sesuai) = Nilai Total x 100% = < 50%

Analisis Tingkat Penerimaan Masyarakat

(29)

Tabel 3. Penilaian Tingkat Penerimaan Masyarakat

sebagai daerah tujuan wisata 1 Setuju Kurang setuju Tidak setuju

Tidak tahu

2 Pengelolaan kawasan 1 Setuju Kurang setuju Tidak setuju

Tidak tahu wisata oleh masyarakat

3 Peran aktif masyarakat 5 Baik Kurang

Sangat kurang

Tidak ada dalam pariwisata

4 Keuntungan kegiatan 5 Baik Kurang

Sangat kurang

Tidak ada wisata

5 Keberadaan wisatawan 3 Bersedia Kurang Bersedia

Tidak Bersedia

Tidak tahu

Sumber : Yusianaet al., (2011)

Keterangan : Jumlah = (Skor x Bobot)

S1= Tinggi, nilai total (Skor x Bobot) yaitu 35-45 (78%-100%) S2= Cukup tinggi, nilai total (Skor x Bobot) yaitu 25-35 (56%-77%) S3= Rendah, dan nilai total (Skor x Bobot) yaitu 15-25 (33%-55%) N = Tidak sesuai, dan nilai total (Skor x Bobot) yaitu 0-15 (< 32%)

Arahan Pengembangan Pesisir

Kawasan pesisir secara global telah cenderung menjadi konsentrasi aktifitas perekonomian dan peradaban manusia (Rustiadi, 2003), termasuk sektor pariwisata yang memberikan dampak terhadap ekonomi dan sosial budaya suatu daerah (WTTC, 2015). Konsekuensi tersebut baik dari aspek sosial budaya maupun ekonomi harus siap diterima dan diantisipasi oleh pemerintah Kabupaten Pangandaran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibuat arahan pengembangan wilayah berbasis wisata pantai di Kabupaten Pangandaran dengan tujuan untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada melalui beberapa analisis seperti berikut :

1. Rekomendasi Lokasi Pengembangan Wisata Pantai

Rekomendasi lokasi pengembangan wisata pantai disusun berdasarkan hasil analisis kesesuaian wisata pantai dan analisis tingkat penerimaan masyarakat yang dilakukan dengan teknik analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), sehingga menghasilkan lokasi yang sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai.

2. Keselarasan Penggunaan Lahan Sempadan Pantai

(30)

13

Tabel 4. Matriks Keselarasan Penggunaan Lahan

No Kesesuaian

∑PL-.. : Luas Total Penggunaan Lahan ∑Ks-.. :Luas Total Kesesuaian Wisata Pantai

3. Analisis Kebijakan Kawasan Wisata Pantai

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan metode triangulasi yang bertujuan menganalisis hasil temuan di lapangan dengan membuat gambaran sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada untuk mengungkap berbagai persoalan implementasi peraturan perundang-undangan pengelolaan wilayah pesisir yang telah ditetapkan di lokasi wisata pantai. Lingkup kebijakan tersebut yaitu; 1) pengelolaan pariwisata, 2) keamanan bencana tsunami, 3) pengelolaan wilayah pesisir, dan 4) kebijakan penataan ruang.

4. Analisis A’WOT

Analisis A’WOT merupakan kombinasi antara Analytic Hierarchy Process

(AHP) dan analisis SWOT yang dilakukan dengan dua tahapan yaitu; 1) mengidentifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan metode SWOT untuk pengembangan wisata pantai di Kabupaten Pangandaran. 2) melakukan AHP terhadap komponen-komponen SWOT yang telah ditetapkan.

Menerapkan SWOT dalam membuat keputusan strategis bertujuan untuk memilih atau membentuk dan menerapkan strategi yang cocok antara faktor internal dan eksternal. Bahkan, strategi yang dipilih juga harus sejalan dengan tujuan dan masa depan para pengambil keputusan (Kangaset al., 2001).

Sedangkan AHP adalah salah satu teknik pengambilan keputusan

multivariate yang digunakan dalam analisis kebijakan. Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. AHP efektif untuk pengambilan keputusan terutama ketika terdapat subjektivitas, sehingga AHP sangat cocok untuk memecahkan masalah karena kriteria keputusan dapat terorganisir dalam cara hirarkis ke sub-kriteria (Goreneret al., 2012). Bahan dan

data yang digunakan dalam analisis A’WOT merupakan nilai kepentingan kriteria

dan tingkat kepentingan yang didapat dari penilaian berdasarkan pertimbangan kebijakan yang dilakukan secarapurposive samplingdansnowball sampling yang mewakili unsur para pakar sosial dan budaya, fisik dan lingkungan, serta kebijakan, yang diambil dari masyarakat, akademisi, dan praktisi.

Pembuatan model strategi pengembangan wisata pantai berbasis A’WOT

(31)

Gambar 3, yaitu; 1) membangun model SWOT, 2) memodifikasi model SWOT 3) membangun evaluasi, dan 4) membangun arahan pengembangan wilayah.

Gambar 3. Tahapan Model A’WOT

Ahli yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah:

- Masyarakat: Ketua KOMPEPAR, Ketua Karang Taruna, dan Ketua LWG di Kabupaten Pangandaran

- Akademisi: Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc (Ahli Geomorfologi IPB); Dr. Fredinan Yulianda, M.Sc (Ahli Konservasi dan Ekowisata Pesisir IPB); Dr. Ali Akbar, M.Hum (Ahli Budaya Pesisir FIB UI); Noir Purba, M.Si (Ahli Oseanografi Unpad)

- Praktisi: Drs. Muhlis (Kepala Dinas Pariwisata Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kab. Pangandaran); Dede Arief Cahyadi S.IP (Staff Bidang Destinasi Pariwisata Dinas Pariwisata Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kab. Pangandaran); Dr. phil. Lily Tjahjandari, M.Hum (Staf Ahli Kementerian Pariwisata)

(32)

15

Gambar 4. Struktur Hirarki Matriks A’WOT Tabel 5. Pembobotan Analisis A’WOT

Unsur Bobot Bobot Analisis AHP

Kekuatan (Strengths) S1

S2 ... Sn

Kelemahan (Weaknesses) W1

W2 .... Wn

Peluang (Opportunities) O1

O2 ... On

Ancaman (Thearts) T1

T2 .... Tn

(33)

Tabel 6. Matrik Strategi Analisis SWOT

Internal

Ekternal Peluang (Opportunity) Ancaman (Threats)

-

--

-.... ....

N n

Kekuatan (Strenght)

- (SO) - 1 (ST) - 1

- (SO) - 2 (ST) - 2

.... ... ...

n (SO) - n (ST) - n

Kelemahan (Weaknesses)

- (WO) - 1 (WT) - 1

- (WO) - 2 (WT) - 2

.... ... ...

n (WO) - n (WT) - n

Tabel 7. Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Wisata Pantai No

Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah Bobot Ranking

Strategi SO

• SOa S1,S2,Sn,O1,O2,On

• SOb S1,S2,Sn,O1,O2,On

• ... S1,S2,Sn,O1,O2,On

• SOz S1,S2,Sn,O1,O2,On

Strategi ST

• STa S1,S2,Sn,T1,T2,Tn • STb S1,S2,Sn,T1,T2,Tn • ... S1,S2,Sn,T1,T2,Tn • STz S1,S2,Sn,T1,T2,Tn Strategi WO

• WOa W1,W2,Wn,O1,O2,On

• WOb W1,W2,Wn,O1,O2,On

• ... W1,W2,Wn,O1,O2,On

• WOz W1,W2,Wn,O1,O2,On

Strategi WT

• WTa W1,W2,Wn,T1,T2,Tn

• WTb W1,W2,Wn,T1,T2,Tn

• ... W1,W2,Wn,T1,T2,Tn

(34)

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH

Geografi dan Administrasi

Geografi wilayah Kabupaten Pangandaran berada pada posisi 108°30’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan 7°50’20’’ Lintang Selatan. Dilihat di peta Jawa Barat, Kabupaten Pangandaran berada di posisi paling tenggara. Wilayah sebelah Utara Kabupaten Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas Wilayah Kabupaten Pangandaran secara keseluruhan mencapai 101 km persegi. Terdapat 6 kecamatan yang berbatasan langsung dengan garis pantai Samudera Hindia dengan panjang garis pantai mencapai 91 km. Adapaun rincian luas panjang garis pantai dari masing-masing kecamatan ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas dan Panjang Pantai Kabupaten Pangandaran

Kecamatan Luas Pantai (Ha) Panjang Pantai (Km)

Cimerak 17.39 23,5

Sumber : BPS Kabupaten Pangandaran 2015

Geologi dan Jenis Tanah

Daerah pesisir pantai selatan Jawa Barat memiliki keragaman sumberdaya mineral yang potensial. Bahan galian yang terdapat di sepanjang daerah pesisir Kabupaten Pangandaran meliputi batu vulkanik andesit, tanah liat, batu kapur, dan batu kali. Adapun jumlah produksi terbesar bahan galian untuk wilayah ini adalah komoditi bahan batuan andesit (Ruswandi, 2009). Daerah Kabupaten Pangandaran, umumnya merupakan daerah pantai yang bersinggungan dengan pegunungan dan perbukitan di sebelah dalam atau wilayah hinterland yang merupakan bagian dari kompleks “Pegunungan Selatan Jawa”. Kompleks pegunungan ini mempunyai relief berombak, bergelombang sampai berbukit. Jenis tanah yang terdapat di daerah ini sebagian besar adalah tanah Regosol yang berasal dari endapan kapur dari perbukitan karang di sekitarnya (Rianto, 2014).

Kondisi Wisata Pantai Kabupaten Pangandaran

(35)

sebagai kawasan agrobisnis dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan mitigasi kebencanaan seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Ciamis No. 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis Tahun 2011-2031.

Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Jawa Barat, perencanaan pengembangan wisata difokuskan pada pengembangan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi. Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) yang dikelompokkan dalam KWU ini diantaranya adalah Pantai Pangandaran. Semua objek wisata yang dikelompokkan dalam KWU ini memiliki daya tarik wisata unggulan berjenis wisata alam pantai dan laut, seperti Pantai Batu Hiu dan Pantai Indah Pangandaran. Selain daya tarik wisata alam pantai dan laut, KWU Pantai Pangandaran ini juga memiliki daya tarik lainnya seperti Cagar Alam Pananjung. Pada umumnya ODTW di KWU Pantai Pangandaran adalah ditujukan untukmass tourism, seperti terlihat di objek wisata Pantai Pangandaran, Batu Hiu, dan Karang Tirta. Pesatnya perkembangan ODTW di KWU Pantai Pangandaran ini didukung oleh siapnya dukungan sarana dan prasarana baik itu aksesibilitas maupun akomodasi, sehingga tingkat kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara cukup tinggi. Berikut kondisi yang saat ini terdapat di kawasan wisata pantai di wilayah kajian :

1. Pantai Pangandaran

Pantai Pangandaran adalah tujuan wisata yang telah menjadi primadona bagi masyarakat Jawa Barat. Salah satu tempat wisata terpopuler di Jawa Barat ini memiliki beragam kegiatan wisata pantai, di antaranya adalah berenang, berperahu pesiar, memancing, berkeliling dengan sepeda, parasailing, jetski, dan lain sebagainya. Selain itu, air laut di pantai ini juga memiliki rentang waktu pasang-surut yang relatif lama (antara kondisi air laut pasang dan surut), oleh karenanya, berenang menjadi pilihan aktivitas wisata yang aman di pantai ini. (Gambar 5).

Gambar 5. Aktifitas Wisatawan di Pantai Pangandaran

(36)

19

serta terdapat pula taman laut dan muara sungai Cirengganis yang konon menurut kepercayaan lokal akan membuat orang yang mandi dan berenang di tempat itu menjadi awet muda. Hal lain yang terdapat di wilayah ini adalah cagar alam dengan flora dan fauna yang langka, serta goa alam dan goa-goa buatan yang dibuat pada zaman penjajahan Jepang. Namun, di samping sarana dan prasarana yang sudah cukup lengkap, penataan ruang di wilayah ini tampaknya belum dilakukan dengan baik. Hal ini terbukti dengan kurang tertatanya arena parkir, dan padatnya kios pedagang yang berjajar di sepanjang pinggir pantai sehingga mengganggu aktivitas wisata di sekitar Pantai Pangandaran. Selain penataan ruang, kebersihan di Pantai Pangandaran juga masih kurang terpelihara, terlebih pada hari-hari libur yang panjang. Untuk itu diperlukan kesadaran masyarakat dan pengunjung wisata agar dapat menjaga kebersihan, disamping juga pemerintah perlu membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih layak.

2. Pantai Karang Tirta

Objek wisata Karang Tirta terletak di Desa Sukaresik, Kecamatan Sidamulih, yang berjarak 9 km dari Kecamatan Pangandaran. Fasilitas yang tersedia di antaranya adalah kedai makanan dan minuman serta pondok wisata. Di Pantai Karang Tirta dapat dilakukan kegiatan seperti bermain perahu, berenang,

camping, memancing, menjala ikan, mencari taritip, membuat gula dari kelapa (wisata agro), belajar membuat opak buatan Cipari, belajar tari ronggeng, melihat pembuatan wayang golek (wisata budaya), serta melihat pembuatan makanan khas daerah ini, seperti Pindang Gunung atau sejenis sup lauk (wisata kuliner). Namun, perhatian pemerintah terhadap pantai ini sepertinya masih kurang optimal sehingga perlu digalakkan di waktu mendatang. Salah satu bentuk kekurangperhatiannya dari pihak Pemerintah Daerah adalah infrastruktur jalan menuju kawasan objek wisata Pantai Karang Tirta yang sudah lama rusak namun tak kunjung diperbaiki (Gambar 6). Selain itu, pagelaran seni dan budaya untuk mempromosikan atau mengenalkan obyek wisata Pantai Karang Tirta juga jarang sekali digelar.

Gambar 6. Objek Daerah Tujuan Wisata Karang Tirta

(Sumber : Survei Lapang 2015)

3. Pantai Batu Hiu

(37)

bukit yang ditumbuhi oleh pohon-pohon Pandan Wong, terlihat Samudera Hindia yang biru dengan deburan ombaknya yang menggulung putih, memberikan rasa sejuk berupa hembusan angin laut yang dapat dirasakan di atas bukit ini.

Gambar 7. Objek Daerah Tujuan Wisata Batu Hiu

(Sumber : Survei Lapang 2015)

Fasilitas yang tersedia antara lain: pondok wisata, kios makanan dan minuman, kios cinderamata, lahan parkir, dan TIC (Tourist Information Centre)

(Disbudpar Kabupaten Ciamis, 2009). Berbeda dengan Pantai Pangandaran, di Pantai Batu Hiu ini penataan ruang tampak lebih teratur, karena jumlah kios pedagang yang berada di pinggir pantai sangat dibatasi. Namun demikian, Pemerintah Daerah tampaknya masih perlu untuk mengatur dan mengawasi kios pedagang di sekitar obyek wisata Batu Hiu dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang tepat, karena dengan peraturan yang baik dan ditaati maka pihak swasta yang terlibat dalam pengelolaan sarana dan prasarana wisata dapat meningkat.

Karakteritik Pantai

1. Tipe Pantai

(38)

21

d. Desa Karangjaladri c. Desa Pangandaran b. Desa Cikambulan

Gambar 8. Pantai Berpasir (beach) Disepanjang Pantai Kabupaten Pangandaran

(Sumber : Survei Lapang 2015)

Pangandaran juga memiliki tipe pantai lain akibat adanya tambahan pengaruh dari daratan, yaitu berupa muara sungai (estuari), salah satunya adalah muara sungai di Desa Sukaresik (Gambar 9), di lokasi ini terjadi pertemuan antara air laut dan air tawar. Di muara tersebut banyak ditemukan pohon mangrove dari jenisAvicenniadanRhizopora.

Gambar 9. Muara Sungai di Desa Sukaresik

(Sumber : Google Earth 2014)

2. Kemiringan Pantai

Sama halnya dengan topografi di pantai Pangandaran, secara keseluruhan kondisi topografi di pantai-pantai lainnya juga memiliki elevasi rendah dan landai yang mempunyai rata-rata kemiringan lereng di sempadan pantai sebesar 4o-8o (Kelvin, 2015). Sempadan pantai yang curam hanya ditemukan di Cagar Alam (Taman Nasional) Pangandaran dan Pantai Batu Hiu di Desa Ciliang (Gambar 10). Ketinggian permukaan tanah di Cagar Alam dapat mencapai 200 meter, sedangkan di Pantai Batu Hiu dan Batu Karas sekitar 80 dan 100 meter (Kelvin, 2015).

a. Desa Pananjung

(39)

Gambar 10. Pantai Curam Berbatu Desa Ciliang

Gambaran umum kondisi pantai selain adanya vegetasi pantai dan objek lain juga, terdapat warung, tanggul laut, dan jalan. Adapun lebar sempadan pantai di beberapa tempat di sepanjang pantai Pangandaran masih tampak belum memenuhi standar seperti yang diberikan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Penataan Ruang, yakni harus memberikan lebar proporsional untuk sempadan pantai sebesar 100 meter seperti yang diperlihatkan pada Gambar 11. Meskipun lebar area hutan pantai di Indonesia tidak lebih dari 50 m (Goltenboth et al., 2006).

Gambar 11. Visualisasi Profil Melintang Pantai Kabupaten Pangandaran (Sumber : Kelvin, 2015)

3. Kondisi Fisika Oseanografi

(40)

23

Arus Pantai Jawa (APJ) adalah aliran massa air permukaan yang bergerak dari utara menuju ke arah tenggara di sepanjang perairan pantai barat Sumatera dan selanjutnya berbelok ke arah timur di sepanjang perairan selatan Jawa hingga Sumbawa. Kecepatan arus pada saat pengkuran adalah 0.3-0.5 m/s yang berada di jarak 200 meter dari garis pantai (Laporan Akhir RZWP3K, 2012).

Temperatur permukaan laut umumnya dipengaruhi oleh kondisi meteorologis antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban, temperatur udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi cahaya matahari. Oleh sebab itu temperatur di permukaan air di wilayah ini mengikuti pola musiman (Laporan Akhir RZWP3K, 2012). Temperatur air laut bervariasi tergantung pada kedalaman, sirkulasi massa air, turbulensi, kondisi geografis, dan jarak dari sumber panas seperti kedalaman, karena temperatur akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman, dan sirkulasi gunung berapi di bawah air. Temperatur air laut yang diukur di beberapa wilayah ini adalah 29-30ºC. Temperatur di lapisan permukaan pada Bulan Desember 2008 berkisar antara 28.45-28.6ºC dengan rata-rata sebesar 28.5ºC.

Gelombang merupakan faktor fisik dominan di perairan Pantai Selatan Jawa Barat, karena sebagian besar perairan ini mempunyai tinggi gelombang cukup besar. Di perairan lepas pantai besarnya panjang gelombang antara 2 – 5 m, sehingga hampir dipastikan dengan kondisi gelombang yang tinggi tersebut akan menghambat upaya budidaya perikanan dan bahkan berpotensi menimbulkan bahaya bagi wisata pesisir. Berdasarkan sumbernya, gelombang di pantai selatan dapat dibedakan menjadi jenis gelombang swell (gelombang rambat) dan wind

waves (gelombang angin). Swell merupakan gelombang rambat yang berasal dari

wilayah Samudera Hindia yang kemudian merambat mencapai pesisir. Pada umumnyaswelllebih tinggi daripada gelombang angin (wind waves). Gelombang tinggi terjadi pada super posisi swell dan wind wave. Tinggi gelombang angin pada dasarnya relatif kecil untuk daerah pantai terutama pada perairan teluk yang berkisar antara 0,95 – 1,05m (Rianto, 2014), sedangkan ketinggian gelombang tertinggi (dalam satu tahun) di Pantai Pangandaran terjadi pada bulan Maret yaitu berukuran antara 1,95m sampai dengan 3,1m dan yang terkecil didapatkan pada bulan Februari yaitu antara 0,54m sampai dengan 1,04m (Purba, 2014).

4. Kondisi Kimia Oseanografi

Parameter kimia yang diukur meliputi pH dan salinitas. Kecerahan merupakan faktor penting dalam budidaya laut dimana hal ini juga memungkinkan analisis terhadap wisata bahari. Pengukuran kecerahan dimaksudkan untuk mengetahui banyak sedikitnya sinar matahari yang masuk ke dalam perairan. Berdasarkan keputusan Menteri LH No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku mutu air laut untuk biota, kecerahan yang paling baik adalah lebih besar dari 5 meter. Kisaran kecerahan di perairan pantai Kabupaten Pangandaran adalah 1- 9 meter. Nilai 9 meter berada pada daerah wisata seperti Batu Karas, Pangandaraan, dan Batu Hiu, sedangkan nilai 1 meter didapatkan di sekitar muara sungai Citanduy yakni pada saat terjadi sedimentasi tinggi sehingga air menjadi sangat keruh (Laporan Akhir RZWP3K, 2012).

pH (Power of Hydrogen) merupakan tingkat keasaman perairan dimana hal

(41)

budidaya dan wisata bahari. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa pH berkisara antara 7-8.5 dan merupakan kisaran yang baik untuk biota laut (Laporan Akhir RZWP3K, 2012).

5. Kondisi Biologi Oseanografi

Parameter biologi yang diamati meliputi fitoplankton dan zooplankton. Kedua jenis organisme tersebut berperan sangat penting dalam hal keseimbangan ekosistem perairan. Hal ini disebabkan keberadaannya dapat menentukan produktivitas primer perairan, karena fitoplankton secara langsung maupun tidak akan dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi lainnya. Kelimpahan fitoplankton merupakan salah satu indikator kesuburan perairan. Keberadaan fitoplankton yang banyak akan meningkatkan proses fotosintesis sehingga menghasilkan makanan (biomassa fitoplankton) dan oksigen yang lebih banyak pula. Hal ini akan menarik zooplankton dan pada akhirnya akan menarik ikan-ikan untuk datang ke daerah tersebut. Hasilnya perairan tersebut akan kaya oleh ikan maupun biota laut lainnya dan digunakan untuk budidaya laut. Jenis fitoplanton dominan pada lokasi penelitian adalah Diatom dengan kelimpahan 462534–534627 sel/L (Laporan Akhir RZWP3K 2012).

6. Lingkungan Fisik Pantai

Kenaikan air laut ke daratan (run-up) tertinggi akibat tsunami tahun 2006 terjadi di Pantai Barat Pangandaran adalah mencapai 7 meter, sehingga hal tersebut berdampak pada perubahan garis pantai (Sulistriani, 2009) dengan akresi rata-rata sebesar 23,03 meter, sedangkan abrasi rata-rata 1,4 meter. Hal ini berdampak pula terhadap perubahan luas greenbelt (Putra, 2015), yang berperan untuk meredam tsunami. Namun, berkurangnya luas hutan pantai tersebut tidak hanya karena dampak tsunami, melainkan juga oleh faktor pemanfaatan yang tidak terkontrol (Husrin et al., 2013). Husrin et al., (2013) mencatat bahwa hutan pantai Pangandaran memiliki keragaman jenis pohon atau vegetasi pantai yang tidak terlalu berbeda jenisnya di setiap lokasi. Beberapa jenis pohon ada yang selalu ditemukan di semua bagian pantai Pangandaran walaupun mungkin hanya tersisa satu pohon. Hal yang membedakan di tiap lokasi hanya pada jenis pohon yang mendominasi. Jenis pohon yang ditemukan di sepanjang sempadan pantai Pangandaran adalah sebagai berikut : a) Keben (Baringtonia sp.). b) Malapari (Pongamia pinnata). c) Nyamplung (Callophylum inophylum). d) Kelapa (Cocos nucifera). e) Pandan Laut (Pandanussp.). f) Ketapang (Terminalia catappa).

Kebudayaan

Masyarakat daerah pesisir Pangandaran umumnya menggunakan bahasa Sunda karena masih termasuk ke dalam wilayah Jawa Barat. Budaya dan keseniannya juga sangat erat dengan nilai-nilai adat Sunda, namun sebagian kecil masyarakat menggunakan bahasa campuran antara Bahasa Sunda dan Jawa karena Kabupaten Pangandaran merupakan Kabupaten perbatasan dengan Jawa Tengah.

(42)

25

Kegiatan yang diselenggarakan di destinasi pariwisata Pantai Pangandaran sangat bervariatif, mulai dari yang bersifat nasional sampai internasional sehingga menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi pariwisata Pantai Pangandaran (Wijayaet al., 2012).

Kegiatan yang pertama adalah Hajat Laut Pangandaran yakni upacara yang dilakukan nelayan di Pangandaran sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka terhadap kemurahan Tuhan YME dengan cara melarung sesajen ke laut lepas (acara ini biasa dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Muharam, dengan mengambil tempat di Pantai Timur Pangandaran). Menurut Syarifuddin (2015), daya tarik upacara tradisional hajat laut, merupakan tradisi yaitu peristiwa budaya yang diselenggarakan satu tahun sekali, yang diwariskan secara turun temurun. Disamping sebagai tradisi, juga sebagai peristiwa yang membutuhkan aktivitas kesenian, melalui pertunjukkan wayang, yang berfungsi sebagai sarana upacara, hiburan, tontonan, dan pendidikan.

(43)

Bobot Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai

8 Penutupan lahan pantai 1 3 3

Sukaresik Cibenda Ciliang

Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan pemanfaatan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai untuk tujuan seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Kesesuaian wisata pantai dapat dilihat dengan melakukan analisis indeks kesesuaian wisata. Pantai di Kabupaten Pangandaran apabila dilihat berdasarkan kategori wisata pantai seperti berkembang sekarang maka dapat digolongkan ke dalam kategori rekreasi. Adapun untuk dapat melihat kesesuaiannya sebagai kawasan wisata maka perlu diperhatikan parameter-parameter kesesuaian wisata dengan memperhatikan beberapa klasifikasi penilaian. Berdasarkan hasil klasifikasi maka dapat diketahui bagaimana kondisi wisata yang diamati. Berikut Indeks Kesesuaian Wisata Pantai Kabupaten Pangandaran yang ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Indeks Kesesuaian Wisata Pantai

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 11, terdapat 4 (empat) desa yang dikategorikan sesuai (S1) untuk wisata rekreasi pantai, yaitu Pantai Barat Desa Pangandaran, Desa Pananjung, Desa Wonoharjo, dan Desa Cikambulan, serta 1 (satu) desa yang dikategorikan cukup sesuai (S2) yaitu Desa Cibenda.

(44)

27

dasar perairan ialah pasir yang berukuran mulai dari halus sampai sangat halus kecuali di Desa Cibenda yaitu karang berpasir. Parameter kemiringan pantai di 5 (lima) desa ini termasuk ke dalam kategori landai dengan rata-rata 4o-8o dan penutupan lahan pantai berupa kebun kelapa dan lahan terbuka kecuali Desa Cibenda yaitu berupa semak belukar.

Sedangkan Desa Sukaresik, Desa Ciliang, dan Desa Karangjaladri dikategorikan sebagai kawasan yang tidak sesuai (N) untuk dikembangkan menjadi wisata pantai. Hal ini dikarenakan pantai-pantai di 3 (tiga) desa tersebut memiliki faktor pembatas, yaitu (1) tipe pantai yang terdapat di Desa Sukaresik berupa pantai yang berlumpur dan kecerahan perairannya berkisar antara 20%-50% yang diakibatkan karena adanya muara sungai yaitu Muara Karang Tirta, (2) lebar pantai di Desa Ciliang hanya bernilai kurang dari 3 meter dan kemiringan pantai terjal dengan kemiringan lebih dari 45oyang berada di kawasan wisata Batu Hiu, dan (3) penutupan lahan pantai berupa pelabuhan di Desa Karangjaladri. Dari hasil klasifikasi ini, lahan yang sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai memiliki luas 71 ha (36%), cukup sesuai 41 ha (20%), dan tidak sesuai 88 ha (44%). Persebaran wilayah kesesuaian wisata pantai Kabupaten Pangandaran secara spasial disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12. Persebaran Wilayah Kesesuaian Wisata Pantai

Gambar 13. Kesesuaian Wisata Pantai Pada Skala yang Lebih Besar (Tiap Desa)

e. Desa Pangandaran d. Desa Cibenda

c. Desa Pananjung b. Desa Wonoharjo

(45)

Bobot Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai

Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan masyarakat, didapatkan bahwa masyarakat Kabupaten Pangandaran memberikan tanggapan yang positif terhadap pariwisata di wilayah mereka. Pada umumnya masyarakat sangat antusias jika daerahnya dikembangkan dan dijadikan daerah tujuan wisata, karena akan lebih banyak pembangunan yang dilaksanakan di kawasan tersebut. Akan tetapi masyarakat juga berharap bahwa pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan dan melibatkan penduduk setempat. Dengan demikian diharapkan akan lebih banyak lagi tenaga kerja yang bisa terserap ke dalam industri pariwisata tersebut.

Hal ini sesuai dengan pendapat Buchbaum (2004) yang menyatakan bahwa masyarakat lokal dapat menerima kegiatan wisata apabila mereka percaya bahwa wisata dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan mereka dengan memperbaiki usaha perdagangan lokal, menggunakan tenaga kerja lokal, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Adapun beberapa ciri-ciri pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Davison et al.

(2004) adalah sebagai berikut; (1) kegiatan pariwisata dijalankan dan berdasarkan persetujuan masyarakat lokal. Berkaitan dengan hal ini, masyarakat lokal harus berpatisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan wisata, (2) diutamakan pelibatan masyarakat daripada pelibatan individu. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pelibatan secara individu akan lebih memungkinkan terjadinya gangguan sosial, (3) adanya pembagian keuntungan yang adil bagi masyarakat lokal. Idealnya hal ini juga berkaitan dengan kepentingan-kepentingan sosial masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan, (4) menghormati budaya tradisional dan struktur sosial setempat serta dilakukan dengan ramah lingkungan. Hasil analisis tingkat penerimaan masyarakat terhadap pariwisata diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks Tingkat Penerimaan Masyarakat

Sumber : Hasil Analisis

(46)

29

wisata tersebut dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dan masyarakat pesisir di kelima desa tersebut setuju dengan keberadaan wisatawan. Peran aktif masyarakat dari kelima desa tersebut ditunjukkan oleh adanya KOMPEPAR (Kelompok Penggerak Pariwisata) yang mengelola setiap ODTW (Objek Daerah Tujuan Wisata) di Kabupaten Pangandaran dan LWG (Local Working Group) (Gambar 14 a dan b).

Kategori penerimaan cukup tinggi (S2) diperoleh Desa Sukaresik. Sama seperti lima desa sebelumnya, masyarakat di sini juga sangat antusias dan setuju terhadap keberadaan wisatawan dan pengembangan kawasan sebagai daerah wisata yang dikelola oleh masyarakat. Namun, tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengambilan keputusan serta tidak tergabungnya pemuda setempat (Gambar 14c) dalam KOMPEPAR mengakibatkan peran dan keuntungan kegiatan wisata di Pesisir Desa Sukaresik kurang terfasilitasi oleh pemerintah setempat. Padahal, di Desa tersebut terdapat Karang Taruna yang cukup antusias dalam mengelola daerah wisata yang sudah terkenal, yaitu Pantai Karang Tirta. Hal tersebut berbeda dengan Desa Cibenda yang dikategorikan ke dalam penerimaan rendah (S3) karena di desa ini selain tidak adanya kelompok masyarakat, juga belum dimanfaatkannya wilayah pesisir di desa tersebut untuk tempat wisata. Agak berbeda dengan Desa Karangjaladri, desa ini memiliki kategori tingkat penerimaan masyarakat yang rendah, tetapi penyebab utamanya Wilayah Pesisir di desa tersebut tidak dimanfaatkan sebagai daerah wisata pantai, melainkan dimanfaatkan sebagai pelabuhan internasional. Dari keseluruhan hasil analisis ini, maka tingkat penerimaan masyarakat di wilayah penelitian secara spasial dapat diperlihatkan pada Gambar 15, dengan menggunakan unit analisis batas desa.

Gambar 14. Wawancara dengan Responden

(a) Wawancara dengan ketua LWG. (b) Wawancara dengan ketua KOMPEPAR Kabupaten Pangandaran. (c) Wawancara dengan ketua Karang Taruna Desa

Sukaresik

(a) (b)

(47)

Gambar 15. Tingkat Penerimaan Masyarakat Kabupaten Pangandaran Rekomendasi Lokasi Pengembangan Wisata Pantai

Suatu kebijakan esensinya akan menerapkan strategi, prioritas, tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan. Agar kebijakan berfungsi efektif, diperlukan “instrumen/alat” kebijakannya (policy tools/ instruments). Instrumen kebijakan tersebut merupakan alat untuk melangkah atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam merealisasikan kebijakan yang ditetapkan. Pemerintah Kabupaten Pangandaran dengan visinya ”Pangandaran Sebagai Kabupaten Pariwisata Dengan Destinasi Wisata Alam Dan Budaya Yang Mendunia Dan Tempat Tinggal Yang Nyaman Berlandaskan Nilai-Nilai Agama”, bermaksud mengembangkan perekonomian regionalnya berbasis pariwisata yang pengembangannya akan lebih terfokus pada pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dengan menetapkan kawasan-kawasan pengembangan terpilih yang akan dijadikan kawasan pariwisata bahari.

Rekomendasi lokasi pengembangan wisata pantai di Kabupaten Pangandaran ini disusun berdasarkan ketentuan bahwa desa mempunyai variabel kesesuaian wisata pantai yang sesuai (S1) dan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi (S1), hasilnya diperoleh 4 (empat) desa yang dapat dikembangkan sebagai daerah wisata pantai, yaitu ; Desa Pangandaran, Desa Pananjung, Desa Wonoharjo, dan Desa Cikambulan (Gambar 15).

(48)

31

Keselarasan Penggunaan Lahan Sempadan Pantai

Identifikasi untuk keselarasan antara kesesuaian wisata pantai dengan penggunaan lahan aktual akan sangat bermanfaat dalam pengembangan penggunaan lahan di masa yang datang yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pemanfaatan lahan secara optimal. Keselarasan keduanya merupakan faktor penting untuk pengendalian pemanfaatan ruang mengingat Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB). Tabel 11 menunjukkan perbandingan klasifikasi kesesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2015 dan lokasi wisata pantai di Kabupaten Pangandaran berdasarkan hasil analisis kesesuaian wisata pantai.

Tabel 11. Matriks Keselarasan Penggunaan Lahan Sempadan Pantai

No Kesesuaian Wisata Pantai

1 Pangandaran 8.4 0.35 3.65 2.65 15.05 2 Pananjung 6.09 5.89 0.59 0.55 13.12 3 Wonoharjo 17.07 1.53 1.9 0.26 20.76 4 Cikambulan 19 0.87 0.48 1.82 22.13 Luas Total 50.56 8.64 6.62 5.28 71 Sumber : Hasil Analisis

Kesesuaian penggunaan lahan sebagai kawasan wisata pantai pada kondisi aktual didominasi oleh lahan terbuka dengan luas 50.56 Ha atau 71.1% dari total luas sempadan pantai yang direkomendasikan untuk lokasi wisata pantai yaitu 71 Ha, adapun ketidakselarasan penggunaan lahan sebagai kawasan wisata pantai didominasi oleh peruntukan lahan terbangun dengan luas 6.62 Ha atau 9.3%, padahal berdasarkan Pasal 100 PP 26/2008 pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, agar tidak menurunkan luas dan estetika kawasan. Sementara itu penggunaan lahan berupa vegetasi dan peruntukan jalan masing-masing memiliki luas 8.64 Ha atau 12.1% dan 5.28 Ha atau 7.5%.

(49)

bertujuan untuk meminimalkan dampak kerusakan dan korban jiwa jika tsunami terjadi lagi di waktu yang akan datang. Jenis penggunaan lahan tersebut diperlihatkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Jenis Penggunaan Lahan di Sempadan Pantai Kebijakan Kawasan Wisata Pantai

Salah satu konsekuensi penting dalam sebuah kebijakan adalah implementasinya, karena pada tahap ini memperlihatkan bagaimana suatu kebijakan diterapkan (Anggraeni et al, 2013). Menurut Syahruddin (2010) suatu implementasi kebijakan akan efektif dan berdayaguna apabila pelaksanaannya konsisten, yakni pelaksanaan kebijakan tidak saling bertentangan. Implementasi kebijakan tersebut dapat diukur salah satunya menggunakan analisis kebijakan retrospektif (Dunn, 1998), agar dapat melihat penerapan kebijakan berjalan dan mengevaluasi hasil implementasi kebijakan yang ada (Sylviani dan Suryandari 2013). Retrospektif implementasi kebijakan kawasan pariwisata pantai di Kabupaten Pangandaran diuraikan sebagai berikut ;

1. Pengelolaan Pariwisata Kabupaten Pangandaran

Sarana dan Prasarana

(50)

33

Tabel 12. Implementasi Kebijakan Sarana dan Prasarana Pariwisata Sarana dan Prasarana Pariwisata Implementasi Kebijakan

Berjalan Tidak Berjalan Dasar Peraturan Tempat Berlabuh Alat Transportasi Air V 3. Pelayanan Umum

Menurut Yoeti (2006), kegiatan kepariwisataan dapat menimbulkan masalah sosial dan budaya, terutama di tempat-tempat adanya perbedaan tingkat sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Partisipasi masyarakat (public participation) pada tatanan pemerintahan yang demokratis menghendaki adanya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan (decision-making process) yang semakin penting di era otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa perubahan besar dalam setiap segmen penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Senada dengan hal tersebut melalui Undang-Undang no 26 Tahun 2014 tentang Desa, dalam menyusun kebijakan pembangunan wajib melibatkan masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 82 yang mengatur tentang mekanisme perencanaan pembangunan di Desa.

Gambar

GAMBARAN UMUM WILAYAH
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Tabel 1. Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber data, Sumber, Teknik Analisis dan Keluaran
Tabel 2. Matriks Kesesuaian Wisata Pantai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Pengembangan Potensi Wisata Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Pantai Talugawu Desa Banuagea Kabupaten

embangan Kawasan Wisata Pangandaran. Pada faktor ancaman, aspek yang memiliki bobot paling tinggi yaitu kerus8kan alam ,047) yang kurang berpengaruh (nilai rating 1)

Upaya pengembangan Obyek Wisata Pantai Sepanjang mengharuskan melibatkan peran dari masyarakat sekitar lokasi obyek tersebut. Tetapi terdapat kendala-kendala terutama

Manajemen yang baik dalam pengelolaan obyek-obyek wisata di Kabupaten Pacitan yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan masyarakat semakin

Pada hipotesis yang keempat yaitu pemulihan pengembangan pariwisata di obyek wisata Pantai Pangandaran dilakukan oleh pelaku pariwisata di analisis menggunakan

Kabupaten Ponorogo merupakan wilayah yang memiliki potensi alami Telaga Ngebel untuk pengembangan pariwisata sebagai salah satu alternatif daerah tujuan wisata unggulan Jawa

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Bupati adalah Bupati Pangandaran. Daerah adalah Kabupaten Pangandaran. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah

Pengembangan potensi pariwisata oleh pemerintah daerah Pangandaran tidak seperti yang dilakukan wisata Bali, sebab sangat mengutamakan budaya- budaya timur yang masih dianut oleh