• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI ADSORBEN BERBASIS KAYU RANDU MENGGUNAKAN NaOH UNTUK MENJERAP ZAT WARNA METHYL VIOLET DALAM LIMBAH INDUSTRI BATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODIFIKASI ADSORBEN BERBASIS KAYU RANDU MENGGUNAKAN NaOH UNTUK MENJERAP ZAT WARNA METHYL VIOLET DALAM LIMBAH INDUSTRI BATIK "

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI ADSORBEN BERBASIS KAYU RANDU

MENGGUNAKAN NaOH UNTUK MENJERAP ZAT WARNA

METHYL VIOLET

DALAM LIMBAH INDUSTRI BATIK

TUGAS AKHIR

disajikan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelarAhli Madya Program Studi Teknik Kimia

oleh Masni Maksiola

5511312007

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama mahasiswa :Masni Maksiola

NIM : 5511312007

Tugas Akhir

Judul : Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk

Menjerap Zat Warna Methyl Violetdalam Limbah Industri Batik.

telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian Tugas

Akhir

Pembimbing

Dr. WidiAstuti, S.T.,M.T

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Tugas Akhir

Judul : Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk

Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam Limbah Industri Batik.

Oleh : Masni Maksiola

NIM : 5511312007

telah dipertahankan dalam sidangTugas Akhir Program Studi Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Ketua Prodi Teknik Kimia

Drs. Muhammad Harlanu, M. Pd. Dr. Ratna Dewi K., S.T., M.T. NIP. 196602151991021001 NIP. 197603112000122001

Penguji Pembimbing

(4)

iv MOTTO

“ Tidak ada hasil yangmengkhianati usaha, karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan)

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (Q.S Al-Insyirah : 6-7)”

PERSEMBAHAN

1. Allah SWT.

2. Ibu dan Bapak

3. Saudaraku

4. Dosen-dosenku.

5. Sahabat-sahabatku.

(5)

v INTISARI

Maksiola, Masni. 2015. Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam Limbah Industri Batik. Tugas Akhir, Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Widi Astuti, S.T., M.T.

Pencemaran air sungai oleh limbah industri batik seperti pewarna merupakan masalah besar yang dihadapi saat ini,sehingga diperlukan pengolahan limbah zat warna tersebut, diantaranya methyl violet. Adsorpsi dengan adsorben berbasis biomaterial merupakan metode yang paling murah dan mudah diterapkan. Sebagai alternatif digunakan serbuk kayu randu yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Kayu randu mengandung komponen lignoselulosa yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk menjerap zat warna pada limbah cair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi adsorben kayu randu sebelum dan sesudah direaksikan dengan NaOH dan untuk mengetahui kemampuan kayu randu hasil reaksi dengan NaOH sebagai adsorben dalam menjerap zat warna methyl violet dalam limbah industri batik

Pada penelitian ini, modifikasi adsorben kayu randu dilakukan dengan reaksi menggunakan NaOH. Serbuk kayu randu direaksikan dengan larutan NaOH 0,1 N dan 0,3 N dengan rasio 30 gr serbuk kayu randu dalam 500 ml larutan NaOH 0,3 N dan diaduk menggunakan stirer selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian hingga pH netral dan pengeringan dengan suhu 120˚C. Adsorben kayu randu hasil reaksi dengan NaOH diidentifikasi karakterisasinya dengan analisis FTIR dan SEM, serta dilakukan uji kemampuan adsorpsi zat warna methyl violetdengan rasio perbandingan massa adsorben dengan larutan zat warna 1:100.

Adsorpsi zat warna methyl violet dilakukan dengan variasi pH 3,5 dan 7, variasi waktu kontak 2,4,6,8,10,15,30,60,90 dan 120 menit, serta variasi konsentrasi 30,40,50,60,70,80,90 dan 100 ppm. Selanjutnya dilakukan analisismodel isoterm adsorpsi dan kinetika adsorpsi.

Hasil analisis FTIR adsorben kayu randu sebelum dan sesudah direaksikandengan NaOH 0,3 N memiliki ketersediaan gugus-gugus aktif yang dapat mengadsorpsi zat warna methyl violet yaitu gugus –OH, gugus C-H dan gugus C-O. Sedangkan Analisis SEM pada serbuk kayu randu sesudah direaksikan dengan NaOH 0,3 N menunjukkan adanya pori-pori yang cukup banyak, sementara serbuk kayu randu sebelum direaksikan dengan NaOH tidak menunjukkan adanya pori-pori. Berdasarkan uji kemampuan adsorpsi, serbuk kayu randu setelah direaksikan dengan NaOH 0,3 N mampu menjerap zat warna

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam Limbah Industri Batik”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III untuk mendapatkan gelar Ahli Madya

Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Dalam penyusunan Tugas Akhir inipenulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Drs. Muhammad Harlanu, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Negeri Semarang.

2. Dr. Ratna Dewi Kusumaningtyas, S.T., M.T. selaku Ketua Prodi Teknik

Kimia Universitas Negeri Semarang yang telah berkenan memberikan nasihat

dan masukkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

3. Dr. Widi Astuti, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan

meluangkan waktunya serta penuh kesabaran memberikan bimbingan,

motivasi, pengarahan dalam penyusunan Tugas Akhir

4. Bayu Triwibowo S.T.,M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukkan dan pengarahandalam penyempurnaanpenyusunan Tugas Akhir.

5. Danang Subarkah, S.Si., selaku laboran Teknik Kimia Fakultas Teknik

Universitas Negeri Semarang yang telah membimbing praktikan saat

praktikum.

6. Ibu dan Bapak yang senantiasa mendukung dan mendoakan untuk kelancaran

dalam pengerjaan Tugas Akhir.

7. Keluarga serta teman-teman seperjuangan atas doa, semangat dan motivasi

sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

8. Bangkit Johan yang senantiasa mendukung dan memotivasi saya pada saat

(7)

vii

9. Syara, Shofia dan Indah atas kebersamaan, semangat dan selalu menghibur

disaat saya mengalami kejenuhan dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

10.Bayu, Indah, Hesmita, Riris, Ratih, Ria, Syara, Dwi, Istiqomah, Fitriya, Aji,

Desi dan Oktayang sudah menemani dan menghibur di saat mengerjakan

praktikum Tugas Akhir di laboratorium.

11.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu, mendoakan dan memberikan semangat sehingga Tugas Akhir ini

dapat terselesaikan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk

kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Semarang,4 Mei 2015

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

INTISARI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kayu Randu... ... .4

2.1.1 Selulosa ... 5

2.1.2 Hemiselulosa... 6

(9)

ix

2.2Adsorpsi ... 8

2.3 Isoterm Adsorpsi ... 11

2.4 Kinetika Adsorpsi ... 12

2.5 Zat Warna Methyl Violet ... 13

2.6 Karakteristik Adsorben ... 15

BAB III PROSEDUR KERJA ... 20

3.1 Alat ... 20

3.2 Bahan ... 20

3.3 Rangkaian Alat ... 21

3.4 Cara Kerja ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Preparasi Serbuk Kayu Randu Sebagai Adsorben ... 24

4.2Karakterisasi Adosrben Hasil Reaksi dengan NaOH ... 25

4.2.1 Gugus Fungsi ... 26

4.2.2 Analisis SEM ... 27

4.2.3 Analisis Luas Permukaan ... 28

4.3Uji Kemampuan Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet ... 28

4.3.1 Pembuatan Kurva Standar Zat Warna Methyl Violet ... 29

4.3.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH ... 31

4.3.3 Pengaruh pH Larutan ... 32

4.3.4 Pengaruh Waktu Kontak ... 33

(10)

x

4.3.6 Desorpsi ... 35

4.3.7 Isoterm Adsorpsi ... 37

4.3.8 Kinetika Adsorpsi ... 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Selulosa ... 6

Gambar2.2 Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin dan selulosa menggunakan NaOH, ... 8

Gambar 2.3 Struktur Kimia methyl violet ... 14

Gambar 3.1 Rangkaian Alat shaker ... 21

Gambar 4.1 Mekanisme degradasi lignin oleh nukleofil OH. ... 24

Gambar 4.2 Kurva spektrum FTIR. ... 26

Gambar 4.3 Morfologi permukaan kayu randu (a) sebelum direaksikan NaOH dan (b) setelah direaksikan NaOH 0,3 N. ... 27

Gambar 4.4 Morfologi permukaan kayu randu setelah direaksikan dengan (a) NaOH 0,1 N dan (b) NaOH 0,3 N ... 28

Gambar 4.5 Kurva standar zat warna methyl violet. ... 30

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap kemampuan adsorpsi adsorben kayu randu. ... 31

Gambar 4.7 Pengaruh hubungan pH terhadap persentase zat warna methyl violet yang teradsorpsi...32

Gambar 4.8Pengaruh hubungan waktu kontak (menit) terhadap persentasemethyl violet teradsorpsi... 33

Gambar 4.9Pengaruh hubungan konsentrasi awal larutan terhadap persentase zat warna methyl violet yang teradsorpsi. ... 35

Gambar 4.10Pengaruh desorpsi larutan zat warna pada serbuk kayu randu sebelum dan sesudah direaksikan NaOH. ... 36

Gambar 4.11Grafik hubungan ce terhadap qe data dan qe model. ... 39

(12)

xii

Gambar 4.13 Grafik model pseudo orde dua pada konsentrasi awal ... 40

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori ... 19

Tabel 4.1 Data adsorbansi larutan zat warna methyl violet ... 29

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Adsorben dari Kayu Randu dengan

Direaksikan NaOH 0,3 N ... 47

Lampiran 2. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui Pengaruh pH Larutan ... 48

Lampiran 3. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui Pengaruh Waktu Kontak ... 49

Lampiran 4. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui Pengaruh Konsentrasi Awal ... 50

Lampiran 5. Hasil Analisa FTIR Serbuk Kayu Randu Sebelum Direaksikan dengan NaOH ... 51

Lampiran 6. Hasil Analisa FTIR Serbuk Kayu Randu Sesudah Direaksikan dengan NaOH 0,3 N ... 53

Lampiran 7. Hasil Analisa Luas Permukaan serbuk kayu randu sebelum direaksikan NaOH ... 55

Lampiran 8. Hasil Analisa Luas Permukaan serbuk kayu randu sesudah direaksikan NaOH ... 57

Lampiran 9. Data Perhitungan Pengenceran Larutan Zat Warna Methyl Violet untuk Pembuatan Kurva Standar ... 59

Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Larutan Setelah Adsorpsi ... 61

Lampiran 11. Perhitungan % Zat Warna yang Teradsorpsi. ... 62

Lampiran 12. Data Perhitungan Isoterm Adsorpsi Langmuir. ... 63

(15)

xv

Lampiran 14. Data Perhitungan Kinetika Adsorpsi Model Pseudo Orde Satu. ... 65

Lampiran 15. Data Perhitungan Kinetika Adsorpsi Model Pseudo Orde Dua. ... 66

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri batik merupakan salah satu bidang industri dalam negeri yang telah

berkembang. Selain berdampak positif, perkembangan industri ini telah menimbulkan

dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang mengandung

bahan kimia dan zat warna. Limbah berwarna tersebut berasal dari proses produksi

yang dibuang ke sungai tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair yang

berwarna ini sangat berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan karena selain

sifatnya yang beracun dan karsinogenik, adanya kandungan zat warna juga dapat

mengganggu proses fotosintesis yang terjadi dalam badan air. Kurangnya intensitas

cahaya matahari tersebut akan berpengaruh pada kehidupan organisme yang ada di

dalam air. Dengan demikian, diperlukan suatu pengolahan yang dapat menghilangkan

atau menurunkan konsentrasi warna sebelum dibuang ke badan air.

Salah satu alternatif pengolahan yang dapat digunakan untuk menghilangkan

zat warna adalah dengan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu teknik yang

efisien karena murah, mudah diterapkan dan efektif terutama untuk konsentrasi

rendah. Adsorben yang sering digunakan dalam proses adsorpsi adalah karbon aktif

dan zeolit (Adamson, 1990). Namun, adsorben tersebut relatif mahal. Oleh karena itu,

perlu dikembangkan alternatif adsorben yang murah sehingga dapat diaplikasikan di

industri. Salah satu alternatifnya adalah penggunaan limbah berbasis biomaterial.

Beberapa penelitian pembuatan adsorben dari biomaterial yang mengandung

lignoselulosa untuk menghilangkan zat warna telah banyak dilakukan.Kurniawan

(2012) menggunakan jerami padi sebagai adsorben untuk menjerap zat warna color index reaktive orange dengan efisiensi adsorpsi maksimum 84,82 % pada konsentrasi 20 ppm. Hastuti (2012) mempelajari penggunaan serat daun nanas sebagai adsorben

(17)

2

al. (2004) memperlihatkan bahwa ampas tebu dapat mengadsorpsi zat warna

methylen blue dengan efisiensi penjerapan mencapai 90%. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa biomaterial yang mengandung lignoselulosa dapat

diolah lebih lanjut sebagai adsorben yang inovatif dan diharapkan mampu

meningkatkan nilai tambahnya.

Pohon randu banyak tumbuh di negara Indonesia terutama di pulau jawa,

tetapi pemanfaatannya yang masih minimal dan nilai ekonomisnya rendah karena

pada umumnya pohon randu hanya diambil kapasnya. Selain itu, kayu randu

termasuk dalam jenis kayu lunak dimana dalam kayu lunak memiliki kandungan

lignin yang lebih banyak bila dibandingkan dengan kayu keras yaitu sebesar 26-32%.

Lignin mempunyai gugus fungsional yang dapat dimodifikasi lebih lanjut sehingga

potensial sebagai adsorben dengan mengubah gugus fungsional tersebut menjadi situs

aktif yang dapat berperan penting pada proses adsorpsi zat warnamethyl violet pada limbah industri batik.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana karakteristik adsorben kayu randu(Ceiba pentandra L.Gaerner) sebelum dan sesudah direaksikan dengan NaOH?

b. Bagaimana kemampuan kayu randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) setelah direaksikan dengan NaOH sebagai adsorben dalam menjerap zat warna methyl violet dalam limbah industri batik?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(18)

3

b. Mengetahui kemampuan kayu randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) sesudah direaksikan dengan NaOH sebagai adsorben dalam menjerap zat warna methyl violet dalam limbah industri batik.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Lingkungan dan masyarakat,

Memberi kontribusi di bidang pengolahan limbah industri batik untuk

mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat warna

sintetis yang berbahaya.

2. IPTEK

a. Meningkatkan nilai guna dari kayu randu Ceiba pentandra L.Gaerner) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk menanggulangi

pencemaran zat warna methyl violet pada limbah industri batik.

b. Menambah wawasan keilmuan dan memberikan informasi mengenai

alternatif pengolahan limbah zat warna batik dengan metode adsorpsi

(19)

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kayu randu

Kayu randu atau kapuk (Ceiba pentandra L.Gaerner) merupakan pohon tropis yang banyak ditanam di Asia, terutama di Indonesia (khususnya pulau Jawa),

Malaysia, Filipina, dan Amerika Selatan. Pohon randu atau kapuk randu merupakan

pohon yang dapat tumbuh hingga setinggi 60-70 m yang menggugurkan bunga dan

memiliki batang pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Pohon ini

banyak ditanam di kebun, pematang sawah dan dapat berfungsi sebagai pohon

pembatas wilayah. Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air dan umumnya

tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 100 - 800

meter di atas permukaan laut (Setiadi, 1983). Selain itu kapuk randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) dapat tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, tanah aluvial, sedikit asam sampai netral.

Kapuk randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) dapat juga hidup pada daerah kering dan suhu di bawah nol dalam jangka pendek serta peka terhadap kebakaran.

Berikut adalah klasifikasi ilmiah tumbuhan kapuk randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) berdasarkan taksonominya (Ochse, et al., 1961):

Nama Daerah : Kapas Jawa, Kapuk, Kapok Jawa, Randu, pohon kapas-sutra, Ceiba,

(20)

5

Spesies : Ceiba pentandra

Nama binomial : Ceiba pentandra L.

Di bidang kehutanan dan perkebunan, tanaman kapuk randu (Ceiba pentandra L) memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah. Banyak tanaman kapuk randu yang diabaikan begitu saja tanpa diperhatikan kelestarian dan keberlanjutannya. Hanya

bagian kayu dan kapuknya saja yang sebagian besar dari penduduk Indonesia ketahui

dapat dimanfaatkan, sedangkan potensi lainnya dari tanaman tersebut masih sangat

minim diketahui oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian bahwa kayu randu

memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif, yaitu selulosa

sebanyak 40-50%, hemiselulosa 24-40%, lignin 26-32 % serta mengandung protein,

lemak, abu, fosfor, dan kalsium (Mujnisa, 2007).

Lignoselulosa tersusun dari mikrofiril-mikrofibril selulosa yang membentuk

kluster-kluster, dengan ruang antar mikrofibril terisi dengan hemiselulosa, dan

kluster-kluster tersebut terikat kuat menjadi satu kesatuan oleh lignin (Soerawidjaja

dan Amiruddin, 2007). Jadi secara kimia, lignoselulosa terdiri atas tiga komponen

utama, yaitu lignin, hemiselulosa, selulosa dan sedikit kandungan ekstraktif.

2.1.1 Selulosa

Selulosa adalah komponen utama kayu dengan kandungannya 40-50%

dari berat kering yang tersusun atas unit-unit β-D-glukopiranos yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan β-(1,4)-glikosida. Molekul-molekul selulosa seluruhnya terbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat

membentuk ikatan-ikatan hidrogen yang kuat dan tidak larut dalam kebanyakan

(21)

6

Gambar 2.1 struktur selulosa (Ibrahim, 1998)

2.1.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih

mudah larut dibandingkan dengan selulosa. Di dalam kayu, kandungan

hemiselulosa berkisar antara 25-30%, tergantung dari jenis kayunya.

Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer

dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi

hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang

membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula yang

membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa,

heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa merupakan suatu

kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang

penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar

selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan

menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat.

2.1.3 Lignin

Kayu randu termasuk dalam jenis kayu lunak, dimana dalam kayu lunak

memiliki kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dalam kayu keras

(22)

7

26-32%, sementara pada kayu keras kandungan lignin sebesar 20-28%

(Sjostrom, 1981).

Lignin merupakan molekul komplek yang tersusun dari unit

phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi dimana material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi,

baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang

relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki

kandungan energi yang tinggi (Osvaldo, 2013)

Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang terdapat

sekitar 20-40% dan merupakan polimer berkadar aromatik-fenolik yang tinggi,

berwarna kecoklatan dan relatif mudah teroksidasi. Lignin mempunyai berat

molekul yang bervariasi antara 1000-20000, tergantung pada sumber

biomassanya. Lignin relatif stabil terhadap larutan asam mineral, tetapi larut

dalam larutan basa panas dan larutan ion bisulfit panas. Pada kayu, lignin

umumnya terdapat di daerah lamela tengah dan berfungsi sebagai pengikat

antar sel serta menguatkan dinding kayu.

Proses modifikasi adsorben dari kayu randu dilakukan dengan reaksi

menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH) yang merupakan bahan kimia tidak

berbahaya, murah, dan mudah didapat. NaOH dapat menimbulkan terjadinya

lapisan oksida logam pada dinding pori-pori arang aktif sehingga pori-pori akan

menjadi lebih besar dan menghasilkan daya serap terhadap iodium, dan benzena

yang tinggi. Larutan NaOH merupakan aktivator basa yang dapat digunakan

untuk menghilangkan zat-zat pengotor sehingga akan mengaktifkan

gugus-gugus aktif yang ada (Onggo, 2005).

Kayu randu mengandung komponen utama karbohidrat (selulosa,

hemiselulosa dan lignin. Keberadaan lignin sebagai pengikat antar sel selulosa

dalam adsorben dapat menjadi penyedia situs aktif. Modifikasi dilakukan

(23)

8

Ion OH- dari NaOH akan memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin

sehingga lignin akan mudah larut. Reaksi pemutusan ikatan lignin dari selulosa

dapat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin

dan selulosa menggunakan NaOH (Fengel dan Wegener, 1995)

Penelitian tentang aktivasi adsorben menggunakan NaOH telah banyak

dilakukan. Sri Hastuti (2013) mereaksikan serat daun nanas dengan larutan NaOH 2%

untuk adsorpsi zat warna procion red didapatkan kapasitas adsorpsi sebesar 3,748 mg/g. Retnowati (2005) mengaktivasi ampas teh menggunakan larutan NaOH 0,6 N

untuk adsorpsi limbah cair tekstil dan didapatkan persentase zat warna teradsorpsi

sebesar 40%. Hendra (2009) telah menggunakan NaOH dengan konsentrasi NaOH

2% dengan kapasitas adsorpsi sebesar 5,4 mg/g untuk menyisihkan zat warna color index reactive orange.

2.2 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan proses akumulasi suatu partikel atau zat yang dijerap

pada permukaan padatan penjerap, yang disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik

(24)

9

(kemisorpsi). Partikel yang terakumulasi dan dijerap oleh permukaan disebut adsorbat

sedangkan material tempat terjadinya adsorpsi disebut adsorben.

Menurut Setyaningsih (1995) dalam Rumidatul (2006), mekanisme adsorpsi

dapat diterangkan sebagai berikut: molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan

batas ke permukaan luar adsorben, sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar,

sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori - pori adsorben (disebut difusi internal).

Adsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Adsorpsi fisika

Adsorpsi fisika memiliki permukaan adsorben yang heterogen dan

multilayerbersifat reversibel sehingga mudah dilepaskan kembalidengan cara

menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut (Rouquerol dkk., 1999).

Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada suhu yang rendah dan jumlah zat yang

teradsorpsi akan semakin kecil dengan naiknya suhu.Panas adsorpsi yang menyertai

adsorpsi fisika yaitu kurang dari 20,92 Kj/mol (Adamson, 1990)

2. Adsorpsi kimia

Dalam adsorpsi kimia, proses adsorpsi terjadi dengan adanya pembentukan

ikatan kimia (kovalen) dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis

adsorben dan adsorbatnya. Adsorpsi kimia mengasumsikan bahwa semua situs dan

permukaannya bersifat homogen. Setiap situs aktif dapat mengadsorpsi satu molekul

adsorbat dan bila setiap situs aktif yang telah mengadsorpsi adsorbat maka adsorben

sudah tidak dapat mengadsorpsi lagi.Adsorpsi kimia bersifat ireversibel, berlangsung

pada suhu tinggi dan tergantung pada energi aktivasi. Karena terjadi pemutusan

ikatan, maka panas adsorpsinya mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia,

yaitu di atas 20,92 kJ/mol (Adamson, 1990).

Kemampuan suatu adsorben menarik sejumlah adsorbat atau daya adsorpsi

pada permukaan adsorpsi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor - faktor yang

(25)

10

1. Jenis Adsorbat

a. Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul merupakan hal yang sangat penting diperhatikan agar proses

adsorpsi dapat terjadi dan berjalan dengan baik. Ukuran molekul adsorbat

nantinya mempengaruhi ukuran pori dari adsorben yang digunakan.

Molekul-molekul adsorbat yang dapat diadsorpsi adalah Molekul-molekul-Molekul-molekul yang

diameternya lebih kecil dari diameter pori adsorben atau sama dengan

diameter pori adsorben.

b. Kepolaran Zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan

dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama.

Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul

yang kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi. Pada kondisi dengan

diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.

2. Karakteristik Adsorben

a. Kemurnian Adsorben

Sebagai zat yang digunakan untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih

murni lebih diinginkan karena memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih

baik.

b. Luas permukaan dan volume pori adsorben

Jumlah molekul adsorbat meningkat dengan bertambahnya luas permukaan

dan volume pori adsorben. Dalam proses adsorpsi, adsorben seringkali

diberikan perlakuan awal untuk meningkatkan luas permukaannya karena

luas permukaan adsorben merupakan salah satu faktor utama yang

mempengaruhi proses adsorpsi.

3. Suhu

Pada saat moleku-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben,

(26)

11

proses eksotermis. Pada adsorpsi fisika, berkurangnya temperatur akan

menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi dan demikian sebaliknya.

4. Tekanan Adsorbat

Pada adsorpsi fase gas, kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah yang

diadsorpsi. Sebaliknya pada proses kimia kenaikan tekanan adsorbat justru akan

mengurangi jumlah yang teradsorpsi.

5. pH (derajat keasaman)

Pengaruh pH menyebabkan perubahan muatan pada adsorben dan adsorbat yang

lebih lanjut akan mempengaruhi interaksi elektrostatik antara adsorben dan

adsorbat.

2.3 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat

yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada suhu tetap

(Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983). Isoterm adsorpsi yang banyak digunakan

untuk menggambarkan proses adsorpsi fase cair adalah persamaan Langmuir dan

persamaan Freundlich (Atkins, 1999). Pada dasarnya, persamaan Langmuir dan

persamaan Freundlich adalah persamaan yang menghubungkan antara konsentrasi zat

yang dijerap oleh suatu adsorben dengan konsentrasi zat adsorbat tersebut di fasa

cairan atau gas disekelilingnya pada keadaan setimbang dan pada suatu suhu.

a. Isoterm freundlich

Pada model isoterm adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan

adsorbenbersifat heterogen dan multilayer.

Persamaan adsorpsi Freundlich :

Log (2.1)

Keterangan :

(27)

12

, n = konstanta Freundlich

= konsentrasi adsorbat di larutan pada saat kesetimbangan (mmol/L)

Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menurut

Freundlich, maka hubungan log qe terhadap log ce merupakan garis lurus, dari

persamaan garis tersebut dapat dievaluasi nilai - nilai kf dan n.

b. Isoterm Langmuir

Oscik (1982) menjelaskan bahwa isoterm Langmuir adalah model adsorpsi

isotermal hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer adsorption) yang menggunakan asumsi bahwa semua situs dan permukaannya bersifat homogen. Setiap

situs aktif dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat dan bila setiap situs aktif yang

telah mengadsorpsi adsorbat maka adsorben sudah tidak dapat mengadsorpsi lagi.

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis

berdasarkan persamaan berikut ini:

(2.2)

Keterangan :

qe = konsentrasi adsorbat di permukaan adsorben (mmol/g)

= konsentrasi adsorbat di larutan pada saat kesetimbangan (mmol/L)

qm = konsentrasi adsorbat maksimum di permukaan adsorben pada keadaan

setimbang (mmol/g)

= konstanta Langmuir

2.4 Kinetika Adsorpsi

Perubahan adsorpsi terhadap waktu dapat diketahui dengan mempelajari

kinetika adsorpsi. Model yang cukup sederhana untuk menggambarkan kinetika

(28)

13

a. Model pseudo-first-order

(2.3) kecepatan adsorpsi orde dua (menit-1).

2.5 Zat Warna Methyl Violet

Limbah zat warna merupakan senyawa organik non-biodegradable yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan Limbah zat

warna yang dihasilkan dari proses pencelupan akan menjadi salah satu sumber

pencemar air jika tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Senyawa zat warna di

lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh

adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat karena intensitas

cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga terakumulasi zat

warna ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (Dae-Hee et al., 1999 dan Al-kdasi, 2004).

Methyl violet merupakan salah satu contoh zat pewarna tekstil. Zat warna

methyl violet tergolong dalam zat warna karbon- nitrogen yang terdapat pada gugus benzennya. Gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun didegradasi

(29)

14

dalam air, etanol glikol, dietilena glikol dan dipropilen. Methyl violet termasuk dalam golongan zat warna kation dengan rumus molekul C24H28N3Cl dan mempunyai berat

molekul 393,96 gram/mol. Methyl violet mempunyai diameter 110 Ȧ dan mempunyai

kromofor pada kationnya sehingga dikelompokkan pada zat warna basa (Ozacar dan

Sengil, 2006). Struktur zat warna methyl violet tersaji pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur kimia methyl violet

Kegunaan methyl violet adalah sebagai pewarna ungu untuk tekstil dan memberikan warna ungu pada cat dan tinta. Grup karbon-nitrogen pada methyl violet memiliki gugus –NH sebagai ausokrom yang terdapat pada struktur C=NH, dan Cl- sebagai gugus reaktif dimana mudah terlepas dari sistem reaktif.

Nama kimia dari methyl violet adalah pentametil p-rosanilia hidroklorida. Selain digunakan sebagai pewarna pada pencelupan, methyl violet dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan pH suatu zat. Methyl violet dalam larutan asam berwarna kuning yang berubah menjadi hijau-biru pada pH 0-1,8 dan diatas pH 1,8

akan berwarna ungu (Svehla, 1990: 57).

Beberapa penelitian tentang penghilangan zat warna methyl violet dengan metode adsorpsi telah banyak dilakukan, Yuliani (2011) telah mengadsorpsi zat

(30)

15

industri kertas. Wiyono (2009) telah meneliti mengenai adsorpsi methyl violet

menggunakan abu dasar batu bara. Adsorben dari pasir vulkanik gunung merapi juga

diteliti oleh Primastuti (2012) untuk mengadsorpsi methyl violet.

2.6 Karakteristik Adsorben

a. Gugus fungsi

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada suatu molekul (Supratman, 2010). Hal ini

penting terutama pada adsorbsi kimia, dimana pada adsorbsi ini akan terjadi

interaksi antara gugus fungsi yang terdapat pada adsorbat dengan gugus fungsi

yang terdapat pada adsorben sehingga membentuk suatu ikatan kimia.

Analisis gugus fungsi yang terdapat dalam methyl violet dilakukan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) spectrometer, suatu metode analisis yang didasarkan pada absorpsi energi pada suatu molekul cuplikan

yang dilewatkan radiasi inframerah.

Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh

spektrofotometer inframerah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi

frekuensi (panjang gelombang) radiasi, pada daerah 200- 4000 cm-1 (Skoog,

1984). Preparasi sampel yang berupa padatan dilakukan menggunakan teknik

pelet KBr, yang dibuat dengan cara menekan dan menumbuk campuran

cuplikan sampel dan kristal KBr dalam jumlah kecil hingga terbentuk pelet

transparan. Tablet cuplikan tipis tersebut kemudian diletakkan di tempat sel

spektrofotometer IR dengan lubang mengarah ke sumber radiasi

(Sastrohamidjojo, 1992). Sementara untuk sampel yang berupa zat cair,

sampel bebas air dioleskan pada window NaCl atau window KBr, kemudian dipasang pada sel spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan pengukuran

serapan sehingga diperoleh puncak-puncak gugus fungsi sebagai petunjuk

(31)

16

b. Morfologi

Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan,

porositas, dan ketebalan dari adsorben. Prinsip dasar proses ini adalah dengan

menembakan elektron kepermukaan spesimen yang ingin dianalisis.

Penembakan elektron tersebut menghasilkan sinyal berupa transmisi elektron

yang akan memberikan kondisi gambar dari daerah spesimen yang

ditembakan. Afrozi, (2010) menyebutkan bentuk transmisi elektron tersebut

ada yang menyebar, sehingga mampu menampilkan gambar yang terang. Ada

juga transmisi elektron yang penyebaranya tidak elastis (elektron difraksi)

sehingga menghasilkan elektron yang gelap.

Untuk transmisi elektron yang penyebaranya tidak elastis masih dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan gambar dengan menggunakan alat

tambahan berupa electron spectrometer yang digunakan untuk membuat gambaran energi dan spekta elektron. Prinsip kerja dari TEM/SEM hingga

menghasilkan gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Elektron ditembakan dengan kecepatan dibawah 100kV difokuskan pada

spesimen dengan menggunakan dua lensa kondensasi dan lensa objektif.

2. Hasil tembakan tersebut kemudian dipindai dengan menggunakan dua

kawat scanning dan transmisi elektron, lalu kemudian direkam dengan

menggunakan dua recorder yang terpisah

3. Gambar secara simultan akan terbentuk dari masing-masing posisi

penembakan dari spesimen berdasarkan transmitan elektron yang direkam

masing-masing recorder sesuai dengan kawat scanning pada kolom.

Gambar tersebut selanjutnya ditampilkan pada dua tabung perekam.

4. Setelah gambar terbentuk, penjelasan gambar akan diberikan oleh CRT

(32)

17

c. Luas Permukaan

Salah satu sifat padatan berpori adalah luas permukaan dan porositas.

Pengukuran kedua faktor ini merupakan bagian sangat penting pada setiap

karakterisasi padatan, baik sebagai katalis maupun adsorben. Jika adsorben

yang berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat, maka fenomena ini tidak

hanya terjadi di permukaan luar saja tetapi juga di dalam pori (Lowell dan

Sheild, 1984). Perilaku adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan

untuk menggambarkan porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik

karakterisasi dengan metode adsorpsi gas ini dapat memberikan informasi

mengenai luas permukaan spesifik, distribusi ukuran pori dan isoterm adsorpsi

(Do, 1998).

Metode yang digunakan untuk menentukan luas permukaan material

padatan didasarkan pada fenomena lapis tunggal atau monolayer yang

berlangsung pada suhu tetap. Brunauer, Emmet dan Teller (BET) dalam Do

(1998) mengusulkan suatu persamaan adsorpsi isotermis dengan mengambil

asumsi bahwa permukaan zat padat tidak akan tertutup secara sempurna

selama tekanan uap jenuh belum tercapai. Persamaan BET ini dituliskan

sebagai :

(3)

(dengan V adalah volume gas yang teradsorpsi pada kesetimbangan (cm3), Vm

adalah volume gas yang teradsorpsi satu layer pada permukaan adsorben

(cm3), C adalah konstanta BET, Po adalah tekanan uap jenuh adsorpsi

(mmHg) dan P adalah tekanan gas pada kesetimbangan (mmHg). Lowell dan

Sheild (1984), menuliskan Persamaan (II-10) sebagai :

(

) ( )

dengan W adalah berat gas yang diadsorpsi pada tekanan relatif (g) dan Wmadalah berat gas yang diadsorpsi pada lapis tunggal (g). Sebagai

(33)

18

pada 77 K, dimana pada adsorpsi isotermal ini tekanan relatif

yang berlaku menurut BET dibatasi pada rentang 0,05-0,3. Jika adsorpsi gas N2 murni oleh

padatan adsorben mengikuti teori BET, maka kurva hubungan

versus

akanmenghasilkan garis lurus dengan :

slope (Sl) =

(5)

intersep (I) =

(6)

Gabungan persamaan (5) dan (6) menghasilkan :

(7)

dan

(8)

Luas permukaan spesifik (S) dinyatakan sebagai :

(9)

dengan

Stadalah luas permukaan total adsorben (m2), N adalah bilangan

avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol), σ merupakan luas penampang lintang adsorbat, dalam hal ini N2, yaitu 16,2 A2/molekul, M adalah berat molekul

adsorbat (g/mol) dan Ws adalah berat sampel (g).

d. Distribusi Pori

Secara umum adsorben mempunyai 3 macam pori yang dibentuk selama

proses karbonisasi dan aktivasi. Dasar pembagian berdasarkan perbedaan

ukuran porinya, yaitu mikropori dengan diameter pori kurang dari 2 nm,

mesopori dengan diameter pori antara 2 nm sampai 50 nm dan makropori

dengan diameter pori lebih dari 50 nm (Tamai, 1997). Untuk mendapatkan

(34)

19

fisika maupun kimia. Pada adsorben jenis mikropori, diameter antar pori

sangat kecil sehingga terjadi tarik menarik antara dinding pembentuk pori

yang saling berlawanan. Tarik-menarik tersebut menimbulkan energi potensial

sehingga menghasilkan hasil penjerapan yang kuat.

Adsorben mesopori merupakan material hasil rekayasa dengan luas

permukaan besar, dimana umumnya karbon berpori yang selama ini

dihasilkan adalah karbon mikropori yang hanya dapat diaplikasikan pada

molekul-molekul berukuran kecil. Adsorben mesopori ini memiliki

keseragaman pori yang tinggi di daerah mesopori sehingga dapat digunakan

dalam proses katalitik dan adsorpsi molekul-molekul berukuran besar

(Jankowska dkk., 1991). Sedangkan pada makropori, terjadi difusi molekul ke

dalam partikel pori. Tabel 2.1 berikut ini adalah klasifikasi adsorben

berdasarkan ukuran pori adsorben.

Tabel 2.1. Penggolongan Adsorben Berdasarkan Ukuran Pori

Tipe Diameter Pori (ω) Karakteristik

Mikropori ω < 2 nm Superimposedwall potentials

(35)

20

m. Beaker glass 1000 mL

n. Beaker glass 100 mL

t. Spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific

2.2 Bahan

a. Serbuk kayu randu

(36)

21

c. NaOH

d. Aquades

e. Indikator pH

f. Kertas saring

2.3 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Shaker

2.4 Cara kerja

a. Pembuatan adsorben dari kayu randu

kayu randu dibersihkan, dicuci dan dipotong-potong kemudian dihaluskan

dan diayak dengan saringan 150 mikron mesh

b. Reaksi kayu randu dengan larutan NaOH 0,1 N dan 0,3 N

Serbuk kayu randu dengan berat 30 gram ditambah dengan 500 ml larutan

NaOH (0,1 N dan 0,3 N), kemudian diaduk dengan menggunakan stirer

dalam waktu 1 jam, lalu disaring. Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci

(37)

22

oven pada suhu 120oC. Sebagian dari serbuk kayu randu termodifikasi

NaOH 0,3 N diambil untuk diukur karakterisasinya dengan instrumen

FTIR, SEM dan BET, sedangkan sebagian yang lain digunakan untuk

aplikasi adsorpsi.

c. Pembuatan larutan induk zat warna methyl violet 1000 ppm

Pewarna methyl violet ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dilarutkan dengan aquades sampai 500 ml sebagai larutan induk.

d. Pembuatan kurva standar larutan zat warna methyl violet

Larutan standart methyl violet dengan variasi konsentrasi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 ppm, masing-masing diukur adsorbansinya dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum zat warna methyl violet.

e.Pengaruh konsentrasi NaOH

Adsorben kayu randu sesudah direaksikan NaOH 0,1 N dan 0,3 N

sebanyak0,5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dengan

penambahan larutan zat warna methyl violet sebanyak 50 ml dengan

konsentrasi larutan 2 ppm dengan pH 5. Larutan kemudian dimasukkan ke

shaker dan diaduk dengan kecepatan 115 rpm selama 3 jam.

f. Mengetahui pengaruh pH optimum

Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dengan penambahan larutan zat

warna methyl violet sebanyak 50 ml dengan konsentrasi 60 ppm, kemudian diatur pHnya dengan penambahan NaOH 0,3 N hingga

diperoleh pH 3, 5, dan 7. Larutan kemudian dimasukkan ke shaker dan

diaduk dengan kecepatan 115 rpm selama 3 jam. Setelah itu larutan

disaring dan kadar adsorpsi zat warna dianalisa dengan spektrofotometer

(38)

23

g.Mengetahui pengaruh waktu kontak adsorpsi

Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya ditambahkan

larutan zat warna methyl violet dengan konsentrasi 60 ppm sebanyak 50 ml, dan pH diatur pada pH optimum. Kemudian larutan diaduk

menggunakan shaker dengan kecepatan 115 rpm dengan variasi waktu

pengadukan 2, 4, 6, 8, 10, 12, 15, 30, 60, dan 120 menit. Larutan disaring

kemudian dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis

h.Mengetahui pengaruh konsentrasi awal

Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya ditambah

larutan zat warna methyl violet sebanyak 50 mldengan variasi konsentrasi 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 ppm dan diatur pada pH optimum hasil

orientasi sebelumnya. Kemudian larutan diaduk dengan kecepatan 115

rpm dengan waktu kontak optimum hasil orientasi sebelumnya. Larutan

kemudian disaring dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis.

i. Desorpsi

Endapan adsorben kayu randu hasil adsorpsi untuk menentukan pengaruh konsentrasi NaOH, di keringkan dalam oven dengan suhu 120˚C kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dengan penambahan

aquades sebanyak 50 ml. Larutan dimasukkan ke shaker dan diaduk

(39)

42 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

a. Karakterisasi adsorben hasil analisis FTIR adsorben kayu randu sebelum

dan sesudah direaksikan dengan NaOH 0,3 N memiliki ketersediaan

gugus-gugus aktif yang dapat mengadsorpsi zat warna methyl violet yaitu gugus –OH, gugus C-H dan gugus C-O.

b. Analisis SEM pada kayu randu setelah direaksikan dengan NaOH 0,3 N

terlihat tekstur pada permukaan kayu randu yang kasar, banyak

lekukan-lekukan yang dalam dan jumlah pori yang relatif banyak dibandingkan

dengan kayu randu hasil reaksi dengan NaOH 0,1. Sementara pada

adsorben kayu randu sebelum direaksikan dengan NaOH memiliki

tekstur yang relatif halus dengan tidak adanya pori.

c. Adsorben kayu randu setelah direaksikan NaOH 0,3 N mampu menjerap

zat warna methyl violetdengan persentase 77 % dibandingkan dengan kayu randu sebelum direaksikan NaOH dengan persentase 26%.Kondisi

optimum adsorpsi penelitian ini pada waktu kontak 60 menit dan pH 5.

d. Isoterm yang sesuai dengan adsorpsi zat warna methyl violet oleh adsorben kayu randu adalah isoterm Langmuir.

e. Kinetika adsorpsi yang sesuai dengan adsorpsi zat warna methyl violet

oleh adsorben kayu randu adalah model pseudo orde dua.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu terhadap

kemampuan adsorpsi zat warna methyl violetuntuk mengetahui energi yang terjadi pada proses adsorpsi.

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi adsorben

yang dapat mengadsorpsi zat warna anion.

c. Perlu dilakukan penelitian mengenai isoterm adsorpsi dengan model

(40)

43

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A. W., 1990, Physical Chemistry Of Surface, 5th Edition, John Willey And Sons, Toronto.

Alberty, R. A. 1997. Physical Chemistry. John Willey and Sons Inc. New York. Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T.2004. Treatment of textile

wastewater byadvanced oxidation processes. Global Nest theInt. J. 6: 222-230.

Atkins, P. W.1999. Kimia Fisika Edisi keempat Jilid 2. Oxford : University

Lecture and Fellow of Lincolin College.

Azizian, S. 2004. J. Colloid Interface Sci., 276, 1,47-52.

Barrow, G.M. 1998. Physical Chemistry. Mc Graw Hill International, Singapore. Cristina, Maria., dkk. 2007.Studi pendahuluan mengenai degradasi zat warna azo

(metil orange) dalam pelarut air menggunakan mesin berkas elektron 350 kev/10 ma. Batan, Yogyakarta.

Dae-Hee A., Won-Seok C., Tai-Il Y. 1999. Dyestuffwastewater treatment using

chemical oxidation,physical adsorption and fixed bed biofilmprocess,

Process Biochemistry 34: 429–439.

Do, Duong D. 1998. Adsorption Analysis: Equilibria And Kinetics, vol. 2, pp. 13 17,

Imperial CollegePress, London

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-ReaksiSastrohamidjojo H, penerjemah.Yogyakarta: Ugm Press. Terjemahandari: Wood: Chemistry, Ultrastructure,Reaction.

G. Svehla. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT Kalman Media Pustaka Jakarta.

Gierer, J. 1980. Chemical aspects of kraft pulping. Wood Sci. Technol. 14,

241-266.

(41)

44

Hendra, Ryan. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Batubara Indonesia dengan Metode Aktivasi Fisika dan Karakteristiknya. Skripsi. Universitas Indonesia, Jakarta.

K.D. Belaid., et al. 2013. Adsorption Kinetics of some Textile Dyes Onto

Granular Activated Carbon. Journal of Environmental Chemical Engineering.2013.296-503.

Kambardianto., dkk. 2013. Kinetika adsorpsi kristal violet dengan adsorben

biosolid dari limbah industri kertas. Universitas Muhammadiyah Riau.

Kurniawan, H. dan Suprihanto N. 2011. Penggunaan Jerami Padi Untuk Menyisihkan Limbah Warna Industri Tekstil Color Index Reactive Orange 84. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Lowell, S and Sheilds, J.E. 1984. Powder Surface Area and Porosity, 2nd ed,

London, New York

Mc Kay G, Ho YS.1999.The sorption of lead (II) ions on peat. Water Res 33:578–

584

Mujnisa, A. 2007. Kecernaan Bahan Kering In Vitro, Porposi Molar Asam Dan Produksi Gas pada Kulit Coklat, Biji Kapuk, Kulit Markisa, dan Biji Markisa. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar-90245.

Ochse, J. J., M. J. Soule Jr., M. J. Dijkman and C. Wehlberg. 1961.Tropical andSubtropical Agriculture, Vol II, Macmillan Company, New York. Onggo, H., Astuti, J.T. 2005. Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen

Peroksida terhadap Rendemen dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas.Jurnal Ilmu dan Teknologi KayuTropis, Vol. 3, No. 1, hal 37-43. Oscik, J. 1982. Adsorpstion. Ellis Harwood Limited Publisher. Chcester, John

Willey and Sons, New York.

Osvaldo, Z., dkk. 2013. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-Alang.

(42)

45

Owamah, H.I. (2013) Biosorptive Removal of Pb(II) and Cu(II) from Wastewater

Using Activated Carbon from Cassava peels. Journal of Material Cycles

and Waste Management, 1-12.

Ozacar, M. and Sengil, I.A. 2006. A Two Stage Batch Adsorber Design for

Methylene Blue Removal to Minimize Contact Time.

EnvironmentalManagement. 80 : 372-379.

Primastuti, Husniya (2012) Adsorpsi Pewarna Methyl Violet Menggunakan Pasir Vulkanik Dari Gunung Merapi.Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Raghuvanshi SP, Singh R, Kaushik CP. 2004. Kinetics study of methylene blue

bioadsorption on bagasse. Appl Ecol Environ Res. 2:35-43.

Retnowati. 2005. Efektivitas Ampas Teh sebagai Adsorben Alternatif Limbah Cair Industri Tekstil. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Rouquerol, F., Rouquerol, J., Sing, K. 1999. Adsorption by Powders and Porous Solids. Academic Press. San Diego, CA, USA.

Rumidatul, Alfi. 2006. Efektifitas Arang Aktif sebagaiAdsorbent Air Limbah.

Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Salazar, R. Dan Dorthe J. 2001. Informasi Singkat Benih Ceiba pentandra L.Gaertn. Direktorat Perbentukan Tanaman Hutan Bandung.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Yogyakarta, Indonesia.

Setiadi. 1983.Bertanam Kapuk Randu. Penebar Swadaya. Anggota IKAP. Sjöström E. 1981. Wood Chemistry, fundamentals and applications: London:

Academic Press.

Skoog, D.A. 1984. Principles of Instrumental Analysis. Saunders College Publishing. Florida, USA.

Suyati. (2008) Pembuatan selulosa asetat dari limbah serbuk gergaji kayu dan

identifikasinya, Tesis, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

(43)

46

Wang., et al. 2013. Lignin anion exchangers. Bioresources 8(3), 3505-3517

Wiyono, Heri. 2009. Studi adsorpsi zat warna metil violet oleh abu dasar batu

bara. Tesis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Yuliani., dkk. 2011. Preparasi dan aplikasi kalembang terpilar pada penjerapan

methyl violet. Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Zou, Weihua., et al. 2013. Characterization of modified sawdust, kinetic and

(44)

47

LAMPIRAN Lampiran 1

Diagram alir pembuatan adsorben dari kayu randu dengan konsentrasi

NaOH 0,3 N

30 gram serbuk

kayu randu Larutan NaOH 0,3 N sebanyak 500 mL

Selama 1 jam

Dalam beaker glass 1 L

(45)

48

Lampiran 2

Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violetuntuk mengetahui

pengaruh pH larutan

Adsorben kayu randu 0,5 gram

Larutan zat warna Methyl Violet

2 ppm (pH 5,7,9) 50 mL

Adsorpsi dengan shaker

selama 3 jam suhu ruang

penyaringan

Residu (Adsorben kayu randu Setelah adsorpsi)

filtrat

(46)

49

Lampiran 3

Diagram alir adsorpsi zat warna methyl violet untuk mengetahui

pengaruh waktu kontak

Variasi waktu

2,4,6,8,10,12,15,30,60,90, 120 menit pada suhu ruang Adsorben kayu randu

0,5 gram

Larutan zat warna Methyl Violet

60 ppm50 mL pH 5

Adsorpsi dengan shaker

penyaringan

Residu (Adsorben kayu randu Setelah adsorpsi)

filtrat

(47)

50

Lampiran 4

Diagram alir adsorpsi zat warna methyl violet untuk mengetahui

pengaruh konsentrasi awal

Adsorben kayu randu 0,5 gram

Larutan zat warna Methyl Violet

20,30,40,50,60,70,80,90,100 ppm 50 mL pH 5

Adsorpsi dengan shaker

penyaringan

Residu (Adsorben kayu randu Setelah adsorpsi)

filtrat

Pengukuran adsorbansi pada panjang gelombang maksimum Methyl Violet

(48)

51

Lampiran 5

(49)
(50)

53

Lampiran 6

(51)
(52)

55

Lampiran 7

(53)
(54)

57

Lampiran 8

Hasil analisis luas permukaan kayu randu sesudah direaksikan dengan

(55)
(56)

59

Lampiran 9

Data perhitunganpengenceran larutan zat warna methyl violetuntuk pembuatan

kurva standar

a. pembuatan larutan induk 1000 ppm

= 1000mg/L x 0,5 L

= 500 mg = 0,5 gram

b. Perhitungan pengenceran larutan methyl violet untuk pembuatan kurva

standar

2. Membuat kurva standar dengan mengencerkan larutan 20 ppm menjadi

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 ppm ke dalam 50 mL aquades.

(57)
(58)

61

LAMPIRAN 10

Perhitungan konsentrasi larutan setelah adsorpsi.

Konsentrasi larutan setelah adsorpsi dapat diketahui dengan hasil persamaan yang

didapatkan dari kurva standar methyl violet, yaitu :y = 0,049 x

Misal, pada konsentrasi larutan 60 ppm diadsorpsi dengan massa adsorben 0,5

gram dengan waktu kontak 60 menit didapat nilai absorbansi 0,109 A. maka:

y = 0,049x

0,109= 0,049 x

x =

= 2,224 ppm

(59)

62

LAMPIRAN 11

Perhitungan % zat warna yang teradsorpsi

% zat warna yang teradsorpsi = x 100%

Keterangan:

C0 = konsentrasi awal zat warna Methyl Violet (ppm)

C = konsentrasi akhir zat warna Methyl Violet (ppm)

Contoh:

Adsorpsi zat warna dengan massa adsorben 0,5 gram pada waktu kontak 60 menit

yang memiliki konsentrasi awal 60 ppm dan konsentrasi akhir 2,224 ppm.

% zat warna yang teradsorpsi =

x 100%

= 0,9629 x 100 %

(60)

63

Lampiran 12

Data perhitungan isoterm adsorpsi Langmuir

Co (ppm) Ce(mmol/L) Qe

Didapatkan persamaan y = 2,2x + 0,0332

(61)

64

(62)

65

Lampiran 14

Data perhitungan kinetika adsorpsi model pseudo orde satu

(63)

66

Lampiran 15

Data perhitungan kinetika adsorpsi model pseudo orde dua

(64)

67

Lampiran 16

Gambar Praktikum

Serbuk kayu randu sesudah preparasi

Reaksi Serbuk kayu randu dengan NaOH

Hasil setelah reaksi NaOH Pencucian dan penyaringan

Hasil serbuk kayu randu setelah direaksikan dengan NaOH

(65)

68

Hasil adsorpsi variasi konsentrasi NaOH

Shaker adsoprsi zat warna hasil adsorpsi kurva standar

variasi konsentrasi Larutan zat warna sebelum adsorpsi

Gambar

Gambar 2.1 struktur selulosa (Ibrahim, 1998)
Gambar 2.2. Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin
Gambar 2.3. Struktur kimia methyl violet
Tabel 2.1. Penggolongan Adsorben Berdasarkan Ukuran Pori
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dan ada pendapat lain bahwa cerita fiksi realistik adalah sebuah metafora dan sekaligus model kehidupan yang ditawarkan oleh pengarang.sebagai sebuah model, ia dapat mengangkat

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Jetis Kota, diperoleh hasil empat bayi yang mendapat ASI eksklusif mengalami kenaikan berat badan antara 4.800-6.100 gram

SelanjutnyaBengen (2010), menyebutkan bahwa wilayah pesisir merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dimasa mendatang, oleh sebab itu maka

Sabun Mandi Herbal GREENTEA adalah sabun untuk perawatan kecantikan kulit dan wajah secara alami yang telah dikenal sejak lama. Bermanfaat untuk

Tujuan dari Penelitian ini adalah mencoba melakukan penghematan listrik dan mencari alternatif lain selain sumber listrik yang digunakan, sehingga tidak tergantung dengan

- Abrasi yang masih terjadi di pesisir Desa Pesantren - Penurunan luasan mangrove di Desa Pesantren - Kerusakan mangrove oleh faktor manusia dan alam - Peran serta masyarakat

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut.Dalam bahasa sehari-hari cerita rakyat lebih dikenal oleh masyarakat

Pangdam I/BB, Kakesdam I/BB, Karumkit Tk.II Puteri Hijau Kesdam I/BB, terima kasih Saya ucapkan karena telah memberi kesempatan kepada Saya untuk mengikuti pendidikan