• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Zinkum (Zn) Didalam Obat Tradisional Param

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kandungan Logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Zinkum (Zn) Didalam Obat Tradisional Param"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

(2)

Lampiran 1. Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom merek

Perkinelmer pada pengukuran konsentrasi logam Fe

No Parameter Logam Besi

1 Panjang gelombang (nm) 248,33

2 Tipe nyala Udara-C2H2

3 Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) 2,50

4 Kecepatan aliran udara (L/min) 10

5 Lebar celah (nm) 0,2

6 Ketinggian tungku 7,5

Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran absorbansi Larutan Standar Besi dengan

Spektrofotometer Serapan atom

Lampiran 3. Data kadar Besi pada param yang dikonsumsi dan digunakan

sebagai obat luar

A : Param yang dikonsumsi

B : Param yang dikonsumsi

(3)

Lampiran 4. Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom merek

Perkinelmer padapengukuran Konsentrasi logam Tembaga

No. Parameter Logam Tembaga

1 Panjang gelombang (nm) 324,75

2 Tipe nyala Udara-C2H2

3 Kecepatan aliran gas pembawa (L/min) 2,50

4 Kecepatan aliran Udara (L/min) 10

5 Lebar celah (nm) 0,7

6 Ketinggian tungku (mm) 7,5

Lampiran 5. Data Absorbansi Larutan Standar Tembaga (Cu)

No. Sampel A1 A2 A3 �̅

Lampiran 6. Data kadar tembaga pada param yang dikonsumsi dan yang

digunakan sebagai obat luar

A : Sampel param yang dikonsumsi

B : Sampel param yang dikonsumsi

(4)

Lampiran 7. Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom merek

perkinelmer pada pengukuran Konsentrasi Zinkum

No. Parameter Logam Seng

1 Panjang Gelombang (nm) 213,86

2 Tipe nyala Udara-C2H2

3 Kecepatan aliran gas pembawa (L/min) 2,50

4 Kecepatan aliran udara (L/min) 10

5 Lebar celah (nm) 0,7

6 Ketinggian tungku (mm) 7,5

Lampiran 8. Data Absorbansi Larutan Standar Zinkum (Zn)

No. Sampel A1 A2 A3 �̅

Lampiran 9. Data kadar Zinkum pada param yang dikonsumsi dan yang

digunakan sebagai obat luar

A : Sampel param yang dikonsumsi

B : Sampel param yang dikonsumsi

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, R. 1987. Sample Pretreatment and Separation. New York : John wiley and sons.

Anwar, F. 2009.Makan Tepat Badan Sehat. Jakarta : PT. Mizan Publika.

Aprianto, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi.

Atkins, D. 2007.Seri Diet Korektif. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.

Bangun, R. S. 2010. Kuning pada Masyarakat Karo. Skripsi. Medan : Departemen Antropologi Sosial FISIP Universitas Sumatera Utara.

Basset,J.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran

Devi, N. 2010. Nutrition and Foot. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.

Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Jakarta : UI-Press

Effendi,H.2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Penerbit Kanisisun

Ginting, E. P. 1999. Religi Karo. Kabanjahe : Abdi Karya.

Holloway, P. H dan Vaidyanathan,P.N.2010.Characterization of Metal and Alloys. New

Marks, D. B. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(6)

Noorkasiani dan Heryati. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Postawa, A. 2012. Best Practice Quide on Sampling and Monitoring of Metal in Dringking

Water. London : IWA Publishing.

Raimon. 1992. Perbandingan Metode Destruksi Basah dan Kering Terhadap Penentuan Fe,

Cu, dan Zn. Edisi Khusus. Palembang : BIPA.

Sari, W dan Indrawati, L. 2008. Care You Self Hepatitis. Jakarta : Penerbit Penebar Plus.

Sembiring, N. 2010.Terapi Sari Air Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Plus.

Sudarmadji,S, Haryono, B dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.

Jakarta : Erlangga.

Suhardjo dan Kusharto, C.M.1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius.

Taylor,H.E.2001. Inductively Coupled Plasma Mass Spektrometry. New York : Academic

Press.

Underwood, J. C. E. 1996. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi Kedua. Volume I. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran.

Watson,G.D.2007. Analisis Farmasi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

(7)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

- Neraca Analitik Mettler PM 400

- Bola karet

- Pipet tetes

- Hot plate Fisher

- Peralatan gelas Pyrex

- Cawan krusible

- Oven Fisher

- Tanur Fisher

- Spatula

- Botol Akuades

- Matt pipet

- Kertas saring Whatman No.42

- Alu dan Lumpang

- Desikator

- Cawan penguap

-Spektrofotometer Serapan Atom Perkinelmer

3.2. Bahan

- HNO3 p.a (E.Merck)

- H2SO4 p.a (E.Merck)

- KMnO4 p.a (E.Merck)

- H2O2 p.a (E.Merck)

(8)

- Akuades

- Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O p.a (E.Merck)

-CuSO4.5H2O p.a (E.Merck)

-ZnSO4.5H2O P.a (E.Merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Reagen

3.3.1.1. Pembuatan larutan standar Fe3+

a. Larutan standar Fe3+ 1000 mg/L

Sebanyak 50 mL akuades dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan 20

mL H2SO4(p) secara perlahan, kemudian sebanyak 7,022 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi campuran akuades dan

H2SO4 (p), diaduk hingga seluruh kristal larut sempurna, dimasukkan ke dalam

labu ukur 1000 mL, ditambahkan KMnO4 0,1 N setetes demi setetes sampai

diperoleh warna merah muda kemudian diencerkan dalam labu ukur 1000 mL

sampai garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan Standar Fe3+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL, ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

c. Larutan Standar Fe3+ 10 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan standar Fe 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam

(9)

d. Larutan Standar Fe3+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L

Dipipet sebanyak 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Fe 10 mg/L

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan akuades sampai garis

tanda dan dihomogenkan.

e. KMnO4 0,1 N

Sebanyak 0,32 g KMnO4 dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan

akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Cu2+

a. Larutan Standar Cu2+ 1000 mg/L

Sebanyak 3,929 g CuSO4.5H2O dilarutkan ke dalam akuades kemudian

diencerkan dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan standar Cu2+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Cu 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan

dihomogenkan.

c. Larutan standar Cu2+ 10 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Cu 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan

(10)

d. Larutan seri standar Cu2+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L

Dipipet masing-masing sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Cu

10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan akuades

sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.3. Pembuatan larutan standar Zn2+

a. Pembuatan larutan standar Zn2+ 1000 mg/L

Sebanyak 4,3973 g ZnSO4.5H2O dilarutkan kedalam akuades kemudian

diencerkan dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda dan dihomogenkan.

b. Pembuatan larutan standar Zn2+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Zn 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan

dihomogenkan.

c. Larutan standar Zn2+ 10 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Zn 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan

dihomogenkan

d. Larutan seri standar Zn2+ 0,5; 1,0; 1,5 ;2,0 ;2,5 mg/L

Dipipet masing-masing sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan standar Zn

10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan akuades

(11)

3.3.2. Pengediaan sampel

Param dihaluskan dengan alu dan lumpang kemudian dipindahkan kedalam

cawan penguap lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu ± 105oC selama 5

jam dan dimasukkan kedalam desikator, kemudian sebanyak 5 g serbuk param

dimasukkan kedalam cawan crusibel, diabukan pada suhu ± 550oC, dipindahkan

abu kedalam gelas beaker 250 mL kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 pekat dan

2 mL H2SO4 pekat dicampur ratakan sehingga diperoleh larutan sampel.

Larutan sampel tersebut ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan 3 mL H2O2

30% kemudian dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit lalu dinginkan. Hasil

destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No.42 kemudian filtrat

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dalam labu takar 100 mL dan

diatur pH=3. Kemudian dianalisa kualitatif dengan menggunakan ICP dan analisa

kuantitatif dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom.

3.3.3. Pembuatan Kurva Larutan Standar Cu2+

Larutan Cu 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom pada λ = 324,75 nm dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Cu 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/L.

3.3.4. Pembuatan Kurva Larutan Standar Fe 3+

Larutan Fe 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan

(12)

3.3.5. Pembuatan Kurva Larutan Standar Zn2+

Larutan Zn 0,5 mg/L ditentukan absorbansinya dengan menggunakan

Spektrofotometri Serapan Atom pada λ = 213,86 nm dan dilakukan hal yang sama

untuk larutan seri standar Zn 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/L.

3.3.6. Penentuan kadar Cu pada sampel dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom.

Larutan sampel yang telah didestruksi ditentukan absorbansinya pada λ= 324,75 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.

3.3.7. Penentuan kadar Fe pada sampel dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom.

Larutan sampel yang telah didestruksi ditentukan absorbansinya pada λ= 248,33 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.

3.3.8. Penentuan kadar Zn pada sampel dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom.

(13)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan kurva kalibrasi Tembaga (Cu)

Larutan Seri Standar Cu 0,5 mg/l

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 324,75 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom

Hasil

NB : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Tembaga (Cu) 1,0

;1,5 ;2,0 ;2,5 mg/L

3.4.2. Pembuatan kurva kalibrasi Besi Fe

Larutan Seri Standar Fe 0,5 mg/l

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 248,33 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom

Hasil

NB : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Besi

(Fe)1,0;1,5;2,0;2,5mg/L.

3.4.3. Pembuatan kurva kalibrasi Zinkum (Zn)

Larutan Seri Standar Zn 0,5 mg/l

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang 213,86 dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom

Hasil

(14)

3.4.4. Preparasi sampel

Sampel Param

Dihaluskan

Dimasukkan kedalam cawan penguap

Dikeringkan didalam oven pada suhu105oC selama 5 jam Dimasukkan kedalam desikator

Sampel Kering Homogen

Abu Param

Ditimbang sebanyak 5 g

Dimasukkan kedalam cawan crusibel Diabukan pada suhu 550oC

(15)

3.4.5. Penyediaan larutan sampel

5 g sampel param kering

Dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL

Ditambahkan 10 mL HNO3 pekat

Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat

Dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit Didinginkan

Larutan Sampel

Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat

Ditambahkan 3 mL H2O2 30%

Larutan Kuning Jernih

Dipanaskan diatas hot plate selama 30 menit Didinginkan

Disaring dengan kertas saring Whatman No.42

Filtrat Residu

Dibilas dengan akuades

Dikumpulkan dalam labu takar 100 mL Diatur pH hingga mencapai pH=3

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Hasil

Dianalisa kualitatif dengan ICP dan analisa kuantitatif dengan SSA

(16)

3.4.6. Penentuan kadar Cu dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

Larutan Cu

Hasil

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang =324,75 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

NB:dilakukan prosedur yang sama untuk sampel B dan C

3.4.7. Penentuan kadar Fe dengan menggunakan alat Spektrofotometer

Serapan Atom

Larutan Fe

Hasil

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang = 248,33 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

NB:dilakukan prosedur yang sama untuk sampel B dan C

3.4.8. Penentuan kadar Zn dengan menggunakan alat Spektrofotometer

Serapan Atom

Larutan Zn

Hasil

Ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang = 213,86 nm dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

(17)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Uji Kualitatif

Untuk uji kualitatif logam dalam param dilakukan dengan menggunakan

alat ICP-OES dengan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Data hasil analisa kualitatif dengan ICP-OES

No. Logam Sampel

A B C

1 B 3,2741 5,4743 4,8162

2 Ba 3,1234 1,6976 1,6280

3 Cd 0,0208 0,1626 0,0766

4 Cr 0,3495 0,7686 0,4183

5 Cu 11,4430 22,5985 9,5998

6 Fe 20,6666 47,3277 79,7422

7 Mn 14,7812 19,0716 20,5328

8 Ni 0,5489 0,8074 2,2406

9 Pb 0,2047 0,1711 0,1475

(18)

4.1.2. Logam Besi

Tabel 4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi

No. Sampel (ppm) Absorbansi

1 0,00 0,0000

4.1.2.1. Penurunan persamaan garis regresi

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Fe diplotkan

terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa

garis linear seperti pada gambar 4.1. Persamaan garis regresi ini diturunkan

dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan

sebagai Xi dan Absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel berikut:

(19)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least

square sebagai berikut :

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

∑(�� − ��)2

b = Y – aX

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel pada persamaan

maka diperoleh :

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :

Y = 0,0202X + 0,0007

4.1.2.2. Penentuan koefisien korelasi untuk logam besi (Fe)

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut :

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

�(�� − ��)2(�� − ��)2

Koefisien korelasi untuk logam Besi (Fe) adalah :

�= 0,0883

(20)

Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar

sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar

berikut :

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standart Fe

4.1.2.3. Penentuan Kadar Besi dalam sampel

Kadar Besi dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan

mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran

terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

4.1.2.3.1. Penentuan kadar Besi (Fe) yang terkandung dalam Param dengan

metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.

Dari data pengukuran absorbansi Besi untuk sampel yang dikonsumsi diperoleh

serapan (A) sebagai berikut :

A1 = 0,0126

Konsentrasi Larutan Seri Standar Fe (mg/L)

Y-Values

(21)

Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi

Y = 0,0202X + 0,0007, maka diperoleh:

X1 = 0,5891

X2 = 0,5940

X3 = 0,5891

Dengan demikian kadar Besi pada Param yang dikonsumsi adalah :

��= ∑��

Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2

untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30

Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx

d = 4,30 x 0,1 x 0,0016 = 0,0006

Dari data hasil pengukuran kadar Besi pada param yang dikonsumsi adalah

sebesar :

0,5907 ± 0,0006 mg/L

Hasil perhitungan untuk kadar Besi pada param yang digunakan sebagai obat luar

(22)

4.1.2.3.2 Penentuan Kadar Besi (Fe) yang Terkandung dalam Param dengan

Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/Kg.

��������������= ����������������

����������ℎ �106 ��/��

Dengan mengkalikan hasil penentuan Besi dari sampel di atas, maka diperoleh

hasil pengukuran kadar Besi dari 5 gram sampel sebesar :

Kadar Besi pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :

�����= 0,5907 ��/��0,1�

5 �� � 10

6��/��

= 11,814 mg/kg

4.1.3. Logam Tembaga

Tabel 4.3. Data Absorbansi Larutan Standar Tembaga (Cu)

No. Sampel (ppm) Absorbansi

1 0,00 ppm 0,0000

2 0,50 ppm 0,0153

3 1,00 ppm 0,0338

4 1,50 ppm 0,0523

5 2,00 ppm 0,0708

6 2,50 ppm 0,0893

4.1.3.1. Penurunan persamaan garis regresi

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Cu diplotkan

terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa

garis linear seperti pada gambar 4.2. Persamaan garis regresi ini diturunkan

dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan

(23)

No Xi Yi (Xi - ��) (Yi - ��) (Xi - ��)2 (Yi - ��)2 (Xi –��)(Yi- ��)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan

garis :

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :

Y = 0,0381X+ 0,0003

4.1.3.2. Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

(24)

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

�(�� − ��)2(�� − ��)2

Koefisien korelasi untuk logam Tembaga adalah :

�= 0,0166

�(4,3750)(0,0053)= 0,9998

Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar

sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar

berikut :

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri standar Cu (mg/L)

4.1.3.3. Penentuan Kadar Tembaga dalam sampel

Kadar Tembaga dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi

dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil

pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

y = 0,0381x + 0,0003

Konsentrasi Larutan Seri Standar Cu (mg/L)

Y-Values

(25)

4.1.3.3.1. Penentuan kadar Tembaga (Cu) yang terkandung dalam Param

dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.

Dari data pengukuran absorbansi Tembaga untuk sampel yang dikonsumsi

diperoleh serapan (A) sebagai berikut :

A1 = 0,0019

A2 = 0,0015

A3 = 0,0019

Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi

Y = 0,0381X + 0,0003, maka diperoleh:

X1 = 0,0419

X2 = 0,0314

X3 = 0,0419

Dengan demikian kadar Tembaga pada Param yang dikonsumsi adalah :

��= ∑��

Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2

untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30

Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx

d = 4,30 x 0,1 x 0,0243 = 0,0104

Dari data hasil pengukuran kadar Tembaga pada param yang dikonsumsi adalah

(26)

0,0384 ± 0,0104 mg/L

Hasil perhitungan untuk kadar Tembaga pada param yang digunakan sebagai obat

luar seperti pada tabel dalam lampiran 6.

4.1.3.3.2 Penentuan Kadar Tembaga (Cu) yang Terkandung dalam Param

dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/kg.

�����������������= �� ��������������

����������ℎ � 106��/��

Kadar Tembaga pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :

�����= 0,0384��/��0,1�

5�� �10

6��/��

= 0,768 mg/kg

4.1.4. Logam Zinkum

Tabel. 4.4. Data Absorbansi Larutan Standar Zinkum (Zn)

No. Sampel (ppm) Absorbansi

1 0,00 ppm 0,0000

4.1.4.1. Penurunan persamaan garis regresi

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Zn diplotkan

terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa

(27)

dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan

sebagai Xi dan Absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel berikut:

No. Xi Yi Xi-�� Yi-�� (Xi-��)2 (Yi-��)2 (Xi-��)(Yi-��)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan

garis :

Y = aX + b

Dimana :

a = slope

b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least

square sebagai berikut :

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

∑(�� − ��)2

b = y – ax

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel pada persamaan

maka diperoleh :

�= 0,0681

4,3750= 0,1558

(28)

= 0,1955 – 0,1941

= 0,0008

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :

Y = 0,1558X + 0,0008

4.1.4.2. Penentuan koefisien korelasi untuk logam Zinkum (Zn)

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut :

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

�(�� − ��)2(�� − ��)2

Koefisien korelasi untuk logam Zinkum (Zn) adalah :

�= 0,0681

�(4,3750)(0,0001)= 0,9980

Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar

sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar

berikut :

Konsentrasi Larutan Seri Standar Zn (mg/L)

Y-Values

(29)

4.1.4.3. Penentuan Kadar Zinkum dalam sampel

Kadar Zinkum dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi

dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil

pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

4.1.4.3.1. Penentuan kadar Zinkum (Zn) yang terkandung dalam Param

dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/L.

Dari data pengukuran absorbansi Zinkum untuk sampel yang dikonsumsi

diperoleh serapan (A) sebagai berikut :

A1 = 0,1012

A2 = 0,0997

A3 = 0,0990

Dengan mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) ke persamaan garis regresi

Y = 0,1558x + 0,0008, maka diperoleh:

X1 = 0,6444

X2 = 0,6347

X3 = 0,6302

Dengan demikian kadar zinkum pada Param yang dikonsumsi adalah :

(30)

Didapatkan harga,

Dari data hasil distribusi student untuk n = 3, derajat kebebasan (dk) = n- 1 = 2

untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t= 4,30

Maka, d = t(0,05 x n-1)Sx

d = 4,30 x 0,1 x 0,0041 = 0,0017

Dari data hasil pengukuran kadar Zinkum dalam param yang dikonsumsi adalah

sebesar :

0,6364 ± 0,0017 mg/L

Hasil perhitungan untuk kadar Zinkum pada param yang digunakan sebagai obat

luar seperti pada tabel dalam lampiran 9.

4.1.3.3.2 Penentuan Kadar Zinkum yang Terkandung dalam Param dengan

Metode Spektrofotometri Serapan Atom dalam mg/Kg.

����������������= ����������������

����������ℎ �106��/��

Kadar Zinku pada 5 gram sampel dapat dihitung sebagai berikut :

�����= 0,6364��/��0,1�

5�� �10

6��/��

= 12,728 mg/kg

4.2.Pembahasan

Telah dilakukan analisis logam berat Besi, Tembaga, dan Zinkum didalam param.

Dimana sampel diambil dari daerah yang berbeda berdasarkan ketinggiannya dari

permukaan laut dimana diharapkan sampel yang berasal dari daerah yang paling

tinggi dari permukaan laut memiliki kandungan logam yang paling sedikit dan

sampel yang berasal dari daerah yang lebih rendah dari permukaan laut memiliki

kandungan logam yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena hujan mengikis dan

membawa tanah yang mengandung logam kedaerah yang lebih rendah. Kadar

(31)

destruksi kering kemudian diikuti dengan pelarutan abunya dengan penambahan

HNO3(p) dan H2SO4(p). Sebelumnya dianalisa kualitatif dengan menggunakan

Inductively Coupled Plasma, kemudian ditentukan nilai absorbansinya dan

konsentrasi dari sampel menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada

panjang gelombang untuk Besi (Fe)=248,33 nm, Tembaga (Cu)=324,75 nm, dan

Zinkum (Zn)=213,86 nm.

Kurva standar larutan seri standar logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan

Zinkum (Zn) dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan seri standar

dengan menggunakan metode least square sehingga diperoleh persamaan garis

linear untuk logam Besi (Fe) Y=0,0202X+0,0007; Tembaga (Cu)

Y=0,0381X+0,0003; dan Zinkum (Zn)Y=0,1558X+0,0008

Dalam penelitian ini diperoleh koefisien korelasi untuk logam Besi

(Fe)=0,9987; Tembaga (Cu)=0,9998; dan Zinkum(Zn)=0,9980. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dengan

absorbansi. Pada penelitian analitik,grafik kurva standar yang baik ditunjukkan

dengan harga ≥ 0,99.

Adanya logam Besi, Tembaga, dan Zinkum di dalam param tersebut

berasal tanah tempat tumbuh tumbuhan yang digunakan untuk membuat param

tersebut. Dimana tanaman menyerap logam dari tanah tempatnya tumbuh

sehingga logam tersebut terakumulasi dalam tanaman, akumulasi logam dalam

tumbuhan tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga

tergantung pada letak geografis tanah, unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah

dan spesies tanaman yangn sensitif terhadap logam berat tertentu. Tanah tempat

tumbuhan berkasiat yang digunakan untuk membuat param tersebut tidak

diketahui mengandung pupuk atau pestisida karena sampel tersebut diperoleh

dalam bentuk jadi.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kadar logam Besi (Fe) dalam

(32)

logam Tembaga (Cu) dalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 5,738

mg/kg; 0,786 mg/kg. Kadar Zinkum (Zn) dalam param yang dikonsumsi

masing-masing adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Sedangkan kadar Besi (Fe),

Tembaga (Cu), dan Zinkum dalam Param yang digunakan sebagai obat luar

masing-masing adalah 29,36 mg/kg, 32,52 mg/kg, 27,688 mg/kg dan berdasarkan

standar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maka kadar

Fe, Cu, dan Zn dalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang

(33)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil analisis diperoleh kadar Besi didalam param yang dikonsumsi

adalah 11,814 mg/kg; 25,4 mg/kg, kadar Tembaga didalam param yang

dikonsumsi adalah 0,768 mg/kg; 5,738 mg/kg, kadar Zinkum didalam

param yang dikonsumsi adalah 12,728 mg/kg; 15,184 mg/kg. Dan kadar

Besi, Tembaga, Zinkum didalam param yang digunakan sebagai obat luar

ad alah 29,36 mg/kg; 32,52 mg/kg; 27,688 mg/kg.

2. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar Besi, Tembaga, dan Zinkum

dalam param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi

masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPOM.

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan analisa

residu pestisida, aflatoksin, dan cemaran mikroorganisme yang

terkandung didalam param tersebut.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menentukan kadar

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional adalah ramuan bahan yang bisa berasal dari tumbuhan, hewan,

mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara

turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (UU

kesehatan No.23/1992). Istilah obat herbal sendiri mengacu pada kata herb yang

berarti tanaman, yaitu obat yang berasal dari tanaman atau tumbuhan. Obat herbal

dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, atau biji suatu tanaman. Terdapat tiga

kategori obat herbal yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. (Sari et al.

2008). Param termasuk dalam kategori obat herbal jamu.

2.2. Jenis obat tradisional

Berdasarkan keputuan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.4.2411. tentang

ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat

tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, herbal terstandar, dan

fitofarmaka.

a.jamu (Emphirical Based Herbal Medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang

menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk

serbuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya obat tradisional ini dibuat dengan

mengacu pada resep peninggalan leluhur. Satu jenis jamu disusun dari berbagai

(35)

memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti

empiris, jamu juga harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu.

Jamu yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun

bahkan ratusan tahun telah membuktikan keamanan dan maanfaat secara langsung

untuk tujuan kesehatan tertentu.

b. Obat Herbat Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau

penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Dalam

proses pembuatannya, dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal

dari pada jamu. Tenaga kerjanya pun harus didukung oleh pengetahuan dan

keterampilan membuat ekstrak. Obat herbal ini umumnya ditunjang oleh

pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Penelitian ini meliput i

standardisasi kandungan senyawa berkhasiat didalam bahan penyusun,

standardisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas yang akut

maupun kronis.

c. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern.

Proses pembuatannya telah terstandar dan ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji

klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya diperlukan peralatan

bertehnologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.(Suharmiati at

al.2000). Pengobatan tradisional adalah salah satu upaya pengobatan dan

perawatan, diluar kedokteran dan ilmu keperawatan. Pengobatan secara

tradisional ini mencakup cara dan obat yang digunakan mengacu pada

pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun.

Karakteristik pengobatan tradisional merupakan upaya kesehatan (pengobatan

dan atau perawatan) dengan cara lain diluar ilmu kedokteran. Berdasarkan

(36)

Diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dengan cara yang

tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dilakukan

untuk mencapai kesembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan, dan peningkatan

kesehatan jasmani, rohani, dan sosial masyarakat.(Noorkasiani.2007)

2.3. Obat Tradisional Karo

Obat atau tambar (dalam bahasa karo) adalah obat-obatan karo sebagai suatu

sejarah yang terus berkembang dan berasal dari banyak sumber. Ada obat-obatan

yang diturunkan dari nenek moyang, ada dari mimpi, dan hasil dari pengamatan

sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga obat yang dituliskan nenek

moyang dalam kulit kayu yang disebut dengan pustaka najati.(Ginting. 1999)

Bagian dari tanaman obat yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan dalam

pembuatan obat-obatan tradisional adalah akar, batang, daun, bunga, dan buah.

Obat-obatan tradisional yang terdapat pada masyarakat karo yaitu: kuning

(param), tawar, minak alun atau minyak urut, sembur, dan oukup atau mandi uap.

Diantara sekian banyak obat tradisional karo ini param adalah menjadi fokus

dalam penelitian ini.

Param adalah obat tradisional karo yang terbuat dari campuran tepung dan

ramuan yang berkhasiat sebagai obat. Tepung yang biasa digunakan adalah

tepung beras dan ramuan yang berkhasiat sebagai obat adalah bahan atau

campuran dari tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah, dan lemak hewan

dan juga air. Cara pembuatan param tersebut adalah semua bahan umbi umbian

yang digunakan misalnya jahe, bawang merah, bawang putih, lada, kencur dan

bahan daun-daunan serta bunga tumbuhan dicuci terlebih dahulu kemudian

digiling hingga lumat kemudian bahan yang telah lumat tersebut dicampur dengan

(37)

campuran merata kemudian dicetak bulat-bulat dan dikeringkan cara penggunaan

param ini adalah dioleskan ke seluruh tubuh dan dimakan (Bangun. 2010)

2.4. Mineral

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam

dalam tanaman yang tumbuh diatasnya, sehingga kandungan logam yang

berkurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan

kandungan logam dalam tanah (Darmono. 1995). Dari dalam tanah tumbuhan

hijau menghisap zat-zat tertentu melalui akarnya. Zat-zat ini masuk kedalam

tumbuhan dalam bentuk terlarut didalam air. Zat-zat ini biasanya berupa

garam-garaman dan dinamakan mineral. Mineral ini berlainan halnya dengan bahan

organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak tidak dapat dibuat oleh

tumbuh-tumbuhan. Karena itu mineral tergolong bahan tak-organik, yaitu tidak berasal

dari mahluk hidup.

Kalau bahan tumbuhan seperti kayu bakar atau arang kita bakar, akan tersisa

abu. Abu ini terdiri atas bahan mineral yang telah diserap oleh tumbuhan kedalam

bagian tubuhnya. Sewaktu pembakaran, semua bahan organik habis terbakar

menjadi karbon dioksida dan air. Tetapi bahan tak-organik tersisa sebagai

garam-garaman yang bentuknya berupa abu. Didalam abu ini dapat ditemukan antara lain

logam Natrium (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe),

Mangan (Mn), dan Molibden (Mo). Logam-logam ini ada dalam bentuk senyawa

garam Fosfat yang mengandung Fosfor (P), Klorida yang mengandung Klor (Cl),

Yodida yang mengandung Yod (J), Fluorida yang mengandung Fluor (F), atau

Sulfat yang mengandung Sulfur (S).

Kalau kita makan tumbuh-tumbuhan, sudah tentu garam-garam inipun akan

memasuki tubuh kita. Didalam tubuh kita mineral seperti kalsium fosfat terdapat

didalam bagian tubuh seperti tulang dan gigi. Demikian pula mineral seperti besi

(38)

adalah suatu protein yang kerjanya mengangkut oksigen di dalam darah ke

seluruh bagian tubuh kita.

Di dalam daun-daunan hijau juga ada protein yang bentuknya hampir sama

dengan hemoglobin, yaitu klorofil. Klorofil atau hijau daun tidak mengandung

logam besi, tetapi logam Magnesium. Selain itu mineral seperti natrium dalam

bentuk garam natrium klorida, kalsium dalam bentuk kalsium hidrofosfat, serta

magnesium, dapat terlarut didalam cairan sel tubuh kita. Perananya mengatur

berbagai proses kehidupan. Kalsium misalnya diperlukan sedikit agar darah dapat

mengggumpal. Demikian pula kalsium berperan dalam peristiwa menegang dan

melemasnya otot seperti otot jantung. Sedangkan magnesium diperlukan sebagai

bahan pembentuk enzim. Natrium dan kalium diperlukan untuk mengatur tekanan

cairan tubuh di dalam sel-sel tubuh.

Jadi, mineral-mineral didalam tubuh kita mempunyai dua macam tugas. Yang

pertama ialah sebagai bahan pembentuk bagian-bagian tubuh, seperti tulang dan

gigi. Yang kedua ialah sebagai zat pengatur kelangsungan hidup. Mineral yang

diperlukan oleh manusia ialah kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium,

mangan, besi, tembaga, kobalt, yodium, belerang, dan seng. Ada mineral yang

diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu pada kadar 100 g atau lebih

sehari bagi setiap orang dewasa. Mineral seperti ini disebut unsur hara makro.

Termasuk kedalam golongan ini ialah kalium, natrium, kalsium, fosfor,

magnesium, dan klor. Ada pula mineral yang kita perlukan dalam kadar yang

lebih rendah, yaitu tidak lebih dari beberapa mg setiap hari untuk orang dewasa.

Mineral seperti ini disebut unsur hara mikro. Termasuk kedalam golongan ini

ialah besi, yodium, seng, krom dan flour.(Nasoetion. 1995)

Mineral sangat penting bagi metabolisme tubuh. Mineral dapat diibaratkan

sebagai “busi” dari kehidupan karena mineral diperlukan untuk mengaktifkan

ribuan reaksi enzimatis dalam tubuh. Masing-masing mineral tidak bekerja

sendiri, tetapi bekerja secara seimbang satu sama lainnya. Oleh karena itu, bila

(39)

lainnya. Misalnya, kelebihan kalsium akan berakibat hilangnya magnesium dan

seng. Kelebihan natrium dan kalium akan berakibat defisiensi kalsium dan

magnesium. Kelebihan kalsium dan magnesium akan menyebabkan defisiensi

natrium dan kalium. Kelebihan natrium akan menyebabkan kehilangan kalium.

Kelebihan kalium akan berakibat hilangnya natrium. Kelebihan tembaga akan

mengakibatkan kehilangan seng. Kelebihan seng akan berakibat hilangnya

tembaga dan besi. Kelebihan fosfat akan mengakibatkan hilangnya kalsium.

Semuanya itu disebut reaksi berantai defisiensi.(Sembiring. 2000). Disamping

logam-logam yang dijelaskan diatas terdapat juga logam berat.

2.5. Logam Berat

Logam berat adalah unsur alami yang terdapat di kerak bumi dengan densitas

lebih besar dari 5 g/cm3 stabil dan tidak bisa hancur sehingga logam berat

cenderung menumpuk dalam tanah. Beberapa diantaranya berperan penting dalam

kehidupan mahluk hidup dan disebut sebagai hara mikro esensial. Secara biologis

beberapa logam dibutuhkan oleh mahluk hidup pada konsentrasi tertentu dan

dapat berakibat fatal apabila tidak dipenuhi. Oleh karena itu logam-logam tersebut

dinamakan logam atau mineral-mineral esensial tubuh tetapi jika

logam-logam esensial tersebut masuk kedalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan

berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Bahwa semua logam berat dapat

menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Logam berat masuk

kedalam jaringan tubuh mahluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran

pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.

Beberap logam berat diantaranya adalah zinkum (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu),

nikel (Ni), mangan (Mn), titanium (Ti), tungsten (W), vanadium (V), timah (Sn),

Arsenik (As), kobalt (Co). Uraian berikut ini adalah mengenai Fe, Cu, dan Zn

(40)

2.6. Logam Besi

Analisa logam besi secara kualitatif menggunakan reaksi warna yang terkenal

adalah reaksi dengan CNS- reaksi ini sensitif dan digunakan sebagai reaksi

pengenal Fe, secara kuantitatif Fe dapat ditentukan dengan spektrometri, zat besi

adalah gizi penting bagi tubuh manusia. Seorang pria dewasa yang sehat memiliki

zat besi sebanyak 40 -50 mg per kilogram berat badan. Wanita dewasa yang sehat

memiliki zat besi sebanyak 35-50 mg per kilogram berat badan. Dalam hal

tertentu, wanita lebih rentan saat mengalami kekurangan zat besi. Zat besi

berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi

menyatu dengan oksigen didalam paru-paru dan melepaskan oksigen pada

jaringan-jaringan yang memerlukan. Zat besi juga berperan dalam fungsi normal

kekebalan tubuh.

Besi dalam daging berada dalam bentuk hem yang mudah diserap. Besi

non hem dalam tumbuhan tidak mudah diserap, sebagian karena tumbuhan sering

kali mengandung oksalat, fitat, tanin, dan senyawa fenolik lain yang membentuk

kelat atau presifitat dengan besi yang tidak mudah larut. Besi diserap dalam

bentuk fero ( Fe2+). Karena bersifat toksik, di dalam tubuh besi bebas biasanya

terikat ke protein. Besi diangkut didalam darah (sebagai Fe3+) oleh

protein,apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi

transferin. Besi dioksidasi dari Fe2+ menjadi Fe3+ oleh feroksidase yang dikenal

sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Tingkat saturasi

transferin oleh besi biasanya hanya sepertiga. Kapasitas total darah mengikat besi,

yang terutama disebabkan oleh kandungan transferinnya adalah sekitar 300

µg/dL.(Marks. 1996)

Zat besi heme berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam

darah bahan makanan hewani. Sementara itu, umumnya, zat besi non heme

terdapat dalam bahan makanan tumbuh-tumbuhan. Zat besi non-heme, terdapat

dalam bentuk kompleks anorganik (Fe3+). Absorpsi besi non-heme sangat

(41)

terdapat didalam bahan makanan yang dikonsumsi. Sementara itu zat besi heme

tidak dipengaruhi oleh faktor penghambat. Karena itu jumlah zat besi heme yang

dapat diabsorpsi lebih banyak dari pada zat besi dalam betuk non-heme. Dari

berbagai penelitian, dibuktikan bahwa besi heme yang dapat diserap hampir 30%,

sedangkan besi non heme hanya dapat diserap sekitar 5%. (Anwar. 2009)

Kekurangan zat besi akan membuat badan kita mudah terkena penyakit.

Selain,itu karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang

merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat

gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Akibatnya

menyebabkan pengecilan ukuran (microcytic), rendahnya kandungan hemoglobin

(hypocromic), serta berkurangnya sel darah merah. Penderita mengalami gejala

umum berupa “5L” disertai pucat, kesemutan, mata berkunang-kunang, jantung

berdegup kencang, kurang bergairah. Gejala-gejala orang yang mengalami anemia

defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemas, pucat, kurang bergairah, nyeri dada

dan mudah berdebar, pada anemia yang kronis menentukan bentuk kuku seperti

sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan,

sakit kepala dan mudah marah,sulit bernapas, tidak mampu berkonsentrasi dan

rentan terhadap infeksi.(Atkins.2007)

Tubuh cenderung sebisa mungkin menyimpan kelebihan zat besi. Sangat

sedikit zat besi yang dibuang atau diekskresikan oleh tubuh. Kelebihan zat besi

akan terus disimpan di dalam jaringan dan bagian tubuh dan berakumulasi

meningkatkan kadar racun. Pada jangka panjang akan meningkatkan resiko

terjadinya diabetes, sakit jantung, kerusakan hati, artritis, alzhaimer, kanker limpa,

dan kematian mendadak pada bayi, serta juga beberapa gejala kelainan seperti

konstipasi, rambut rontok, hipotiroid, hiperaktif, meningkatkan resiko terjadinya

(42)

2.7. Logam Tembaga

Tembaga merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan

merupakan esesensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan tembaga

berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam transfor elektron

dalam proses fotosintesis,kadar tembaga dalam kerak bumi kira-kira 50

mg/kg.(Effendi.2003). Tubuh manusia mengandung 1,5-2,5 mg tembaga (Cu) per

kilogram berat badan bebas lemak mineral ini tersebar diseluruh jaringan tubuh,

namun hati, otak, jantung, dan ginjal mengandung Cu dalam jumlah yang lebih

banyak. Dalam darah, tembaga terdapat dalam jumlah yang kira-kira sama pada

plasma dan eritrosit. Plasma mengandung sekitar 110 mcg/100ml dan eritrosit 115

mcg/100ml.(Suhardjo et al. 1992)

Tembaga berperan khususnya dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan

sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokhrom oksidase. Tirosinase

mengkatalisis reaksi oksidasi tirosin menjadi pigmen melanin (pigmen gelap pada

kulit dan rambut). Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel

darah merah yang masih muda. Bila kekurangan tembaga, sel darah merah yang

dihasilkan akan berkurang. Tembaga diserap dari usus kecil kedalam saluran

darah, tempat sebagian besar jaringan bergabung pada seruplasmin, yaitu protein

yang berfungsi dalam penggunaan besi.(Winarno. 1995)

Kebutuhan tembaga sehari minimal adalah rendah (ditaksir 1-2 mg),

sedangkan makanan manusia umumnya memberikan 2-4 mg Cu sehari. Tembaga

ditemukan bersama dengan unsur-unsur lainnya dikebanyakan bahan makanan.

Kadar tembaga dalam serum yang rendah dapat berkaitan dengan adanya

defisiensi protein seperti kwashiorkor, nefrotik sindron, dan disproteinemia.

Jarang sekali defisiensi tembaga karena konsumsi makanannya, meskipun

dilaporkan sementara peneliti adanya anemia pada anak-anak karena kekurangan

(43)

Kelebihan tembaga mengakibatkan penyakit wilson yang merupakan kelainan

metabolisme tembaga yang paling penting. Ini diturunkan sebagai autosomal

resesif; tembaga terakumulasi dalam hati, ginjal, mata, dan ganglia basalis otak.

Akumulasi tembaga didalam hati dihubungkan dengan hepatitis kronis yang

sering berakhir sebagai sirosis.(Underwood.1996)

2.8.. Logam Seng

Seng diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme tetapi dalam kadar tinggi

dapat bersifat sebagai racun. Dalam tubuh manusia terkandung 2 gram seng,

terutama terdapat pada rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria. Seng

merupakan komponen penting dari berbagai enzim. Paling sedikit 15-20

metalo-enzim yang mengandung seng telah diisolasi dan dimurnikan. Salah satu

contohnya adalah enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel darah merah.

Disamping itu seng juga terdapat dalam karboksi peptidase dan dehidrogenase

dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan keaktifan enzim

lainnya.(Winarno. 1995)

Jumlah mineral Zn dalam tubuh kira-kira 20 mg per kilogram berat badan

bebas lemak. Hampir semua seng darah berada dalam eritrosit yaitu 1200-1300

mcg/100ml sedangkan dalam serum hanya 120 mcg/100ml. Anhidrase karbonik

yang berpusat dalam darah merah mengandung sekitar 0,33 persen seng,

sementara itu insulin kristal mengandung seng dengan persentase kurang lebih

sama. Kekurangan atau defisiensi seng menyebabkan gangguan pertumbuhan,

terhambatnya pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, gangguan kulit,

anemia, kehilangan nafsu makan, serta menurunnya kemampuan indra perasa dan

(44)

2.9.Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan (perombakan) senyawa menjadi

unsur-unsur sehingga dapat dianalisis. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan

dengan dua cara yang selama ini dikenal yaitu metode destruksi basah dan metode

destruksi kering. Pada dasarnya pemilihan metode destruksi tersebut adalah

berdasarkan sifat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta

sensitivitas yang digunakan. Berdasarkan kedua metode destruksi ini, sudah tentu

memiliki tehnik pengerjaan yang berbeda pula. Penguraian sampel dengan

asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran dikenal dengan metode destruksi basah

sedangkan penguraian sampel dengan cara pengabuan sampel dalam tanur dikenal

sebagai metode destruksi kering. (Aprianto. 1989)

2.9.1. Destruksi Basah

Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel (sampel organik

dan biologis) dengan adanya asam pekat atau bahkan campuran dari

asam-asam tersebut. Jika asam-asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi, maka

sampel dipanaskan dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan

dalam waktu yang lama, maka sebagian besar sampel telah teroksidasi dengan

sempurna. (Almatsier.1987)

Destruksi basah digunakan untuk sampel dalam usaha penentuan trace

elemen dan logam-logam beracun. Prinsip dari destruksi basah ini adalah

menambahkan reagen kimia tertentu ke dalam sampel sebelum dilakukan

pengabuan. Berbagai reagen kimia yang sering digunakan untuk destruksi basah

ini adalah sebagai berikut :

1. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu

mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat adalah bahan

pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk

(45)

2. Campuran H2SO4 dan K2SO4 dapat digunakan untuk mempercepat

dekomposisi sampel. K2SO4 akan menaikkan titik didih H2SO4 sehingga

suhu pengabuan dapat dipertinggi dan proses pengabuan dapat lebih cepat.

3. Campuran H2SO4 dan HNO3 banyak digunakan untuk mempercepat proses

pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan

penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu

pada suhu 350oC, sehingga komponen yang dapat menguap pada suhu

yang tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan

kadar abu lebih baik.

4. Penggunaan HClO dan HNO3 dapat digunakan untuk sampel yang sangat

sulit mengalami oksidasi. Dengan HClO yang merupakan oksidator yang

sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan

HClO ini adalah mudah meledak sehingga cukup berbahaya, untuk itu

harus sangat hati-hati dalam pengguaannya. Pengabuan dengan

menggunakan HClO dan HNO3 dapat berlangsung sangat cepat yaitu

dalam 10 menitsudah dapat selesai.(Sudarmadji et al. 1989)

2.9.2. Destruksi Kering

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada

suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian ditimbang zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang mempunyai kadar air

tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang

mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak

pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang, baru

kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk bahan yang

membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan

ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin. Bahan yang akan diabukan

ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krusibel yang dapat terbuat dari

porselin, silika, quartz, nikel, platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml) dan

(46)

pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak element abu yang

dapat menguap pada suhu yang tinggi.

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.

Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya

berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30

menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu

maka cawan krusibel yang berisi abu yang diambil dari dalam alat pengabuan

(muffle) harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar

suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin.

Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya

silika gel atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Penentuan abu yang tidak larut

dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10%.

Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman

no.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir

dan silika. Apabila abu banyak mengandung bahan jenis ini maka dapat

diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya

kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.

Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke

dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang

residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks

kandungan buah didalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang

umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang

terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan diatas. Penentuan tahap

kedua adalah penentuan individu mineral yang ada di dalam abu. Banyak cara

yang dapat dipakai dalam penentuan mineral ini yaitu antara lain secara kimia dan

secara spektrofotometri. Untuk cara kimia memerlukan waktu yang cukup lama

sedangkan cara spektrofotometri cukup cepat dan memiliki ketelitian yang

(47)

2.10. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom merupakan suatu metode analisa kuantitatif

dimana metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah dimana

metode Spektrofotometri Serapan Atom ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh

atom yaitu jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (suatu

senyawa logam) dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang

terbakar di udara), dapatlah terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam

ini. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ke tingkatan energi yang

cukup tinggi untuk memungkinkan pemancaran radiasi yang karakteristik dari

logam tersebut, atom logam bentuk gas itu normalnya tetap berada dalam keadaan

tak tereksitasi, atau dengan perkataan lain,dalam keadaan dasar. Atom-atom

keadaan dasar ini mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang

resonansinya khas dengannya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang

radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar.

Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang

mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan

diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom

keadaan dasar yang berada dalam nyala.(Basset.1994)

(48)

Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini

:

1. Sumber cahaya.

Lampu katoda berongga yang dilapisi dengan unsur yang sedang

dianalisa.

2. Nyala.

Nyala biasanya berupa udara/asetilen, menghasilkan suhu ± 2500oC.

Dinitrogen oksida/asetilena dapat digunakan untuk menghasilkan suhu

sampai 3000oC, yang diperlukan untuk menguapkan garam-garam dari

unsur-unsur.

3. Monokromator.

Monokromator digunakan untuk mnyempitkan lebat pita radiasi yang

sedang dipancarkan oleh lampu katoda berongga . Ini menghilangkan

interferensi oleh radiasi yang dipancarkan dari nyala tersebut, dari gas

pengisi didalam lampu katoda berongga, dan dari unsur-unsur lain di

dalam sampel tersebut.

4. Detektor.

Berupa sel fotosensitif (Watson,D.G.2007)

Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan spektrofotometri serapan atom

adalah bahwa metode ini dapat menentukan hampir semua unsur logam dan dapat

melakukan analisa logam walaupun sampel dalam bentuk campuran. Sedangkan

kerugian dari metode tersebut adalah bahwa lampu katoda harus selalu diganti

(49)

2.11. Inductively Couple Plasma

Inductively Couple Plasma-Optical Emission (ICP-OES) adalah sebuah metode

analisa renik, dengan sensitivitas mulai dari sub-ppb sampai 100 ppb, dengan

ketepatan yang mencapai 10%. Lebih baik dari ketepatan 1% yang dapat

diperoleh dengan menggunakan metode kalibrasi.(Holloway.2010). Prinsip umum

pada pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi atau radiasi yang

dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom

(eksitasi atau ionisasi), metode ICP-OES telah digunakan secara luas dan sangat

terkenal karena alat tersebut dapat menganalisa multi-element. Dasar dari

pengukuran ICP-OES adalah dari cahaya yang ditransmisikan oleh unsur yang ada

didalam sampel yang dimasukkan ke plasma yang akan dihasilkan sebagai aerosol

didalam sebuah nebulizer atau spray chamber. Suhu yang tinggi didalam plasma

merupakan persediaan energi untuk menguapkan pelarut, menghilangkan bagian

matrik sampel, dan menaikkan atom kedalam bentuk eksitasinya. Intensitas

cahaya yang ditransmisikan berhubungan dengan nomor atom dalam plasma dan

konsentrasi analit dalam sampel. (Postawa.2012)

Keuntungan lain dari ICP karena menggunakan gas argon dengan tekanan

atmospher untuk proses atomisasi sampel dan efisiensi dari eksitasi atom. Plasma

ini memiliki energi tinggi yang terdiri dari ionisasi gas inert. Temperaturnya

kira-kira (7000-10.000 K) yang dapat menghasilkan proses atomisasi yang luar biasa

(misalnya untuk penguraian senyawa kompleks dalam sampel menjadi individu

atom) diikuti dengan eksitasi atom yang efisien. Karakteristik dari plasma ini

menghasilkan kemampuan untuk mengnalisa senyawa yang sulit terurai (sulit

mengalami atomisasi) dan dengan potensial eksitasi yang sulit tereksitasi dengan

(50)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai spesies tanaman.

Dari 40.000 jenis tanaman yang tumbuh didunia, 30.000 jenis diantaranya tumbuh

di Indonesia dan 26% telah dibudidayakan, sementara sisanya masih tumbuh liar.

Kurang lebih terdapat sekitar 940 jenis tumbuhan yang mempunyai khasiat obat

dari tanaman yang telah dibudidayakan dan baru sekitar 250 jenis yang sudah

dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan dan komposisi zat aktif setiap tanaman

dapat berbeda-beda sehingga antara tanaman obat yang satu dengan yang lainnya

mempunyai efek yang berbeda pula. (Sari. 2008)

Kekayaan spesies tanaman ini termasuk kekayaan keanekaragaman obat

tradisional atau lebih sering dikenal tanaman herbal. Obat tradisional telah dikenal

dan banyak digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Umumnya,

pemanfaatan obat tradisional lebih diutamakan sebagai upaya untuk menjaga

kesehatan.

Popularitas dan perkembangan obat tradisional kian meningkat seiring

dengan slogan “kembali ke alam” yang kian menggema. Dalam penggunaan obat

tradisional ada beberapa aspek mutu yang perlu diperhatikan dalam membuat

ataupun mengkonsumsi obat tradisional menurut keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.4.2411

Tahun 2004 antara lain cemaran logam berat, residu pestisida, aflatoksin, dan

cemaran mikroorganisme. Di masyarakat karo obat tradisional juga digunakan

masyarakat diantaranya adalah param, param digunakan untuk menjaga kesehatan

(51)

luar dan dapat dikonsumsi juga. Param tersebut dibuat dari daun, bunga, buah dan

biji tumbuh-tumbuhan. Dimana didalam tumbuh-tumbuhan selain terkandung zat

aktif organik juga terkandung logam dimana logam tersebut ada yang termasuk

logam-logam berbahaya yaitu logam berat yang berasal dari tanah yang diserap

oleh tumbuhan apabila param tersebut digunakan dalam waktu yang cukup lama

maka logam tersebut dapat terakumulasi didalam tubuh manusia dan dapat

menimbulkan efek samping walaupun efek yang ditimbulkannya tersebut tidak

langsung dirasakan karena logam yang terakumulasi tersebut pelan-pelan dapat

menimbulkan penyakit dan merusak organ tubuh. Param yang digunakan sebagai

obat oleh masyarakat Karo ini ada dua macam yaitu pertama hanya digunakan

sebagai obat luar dan yang kedua dapat dikonsumsi. Analisis dan penentuan

logam dapat dilakukan dengan metode Spektroskopi Nyala antara lain

Spektroskopi Serapan Atom dan Inductively Coupled Plasma Spektrometry (ICP).

ICP dapat melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif logam dalam jumlah

sampai 45 unsur sekali analisis atau penentuan tetapi alat ini mahal,

operasionalnya agak sulit dibandingkan SSA. SSA adalah metode penentuan

logam yang paling banyak digunakan karena operasi alat tersebut lebih mudah,

cepat dan sensitif dan dapat menentukan logam berat dalam kisaran ppm.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis

kandungan logam dalam param. Analisa kandungan logam didalam param secara

kualitatif dilakukan dengan ICP dan penentuan logam dalam param dengan

menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom karena metode ini lebih

sensitif dan spesifik dalam menentukan kadar logam dalam sampel yang berisi

berbagai macam senyawa.

1.2.Permasalahan

1. Apakah param yang dikonsumsi dan yang digunakan sebagai obat luar

mengandung logam Fe, Cu dan Zn ?

(52)

3. Apakah kadar logam yang terkandung di dalam param tersebut masih

memenuhi standar ambang batas menurut BPOM ?

1.3.Pembatasan Masalah

1. Param yang dijadikan sampel didalam penelitian ini adalah param yang

digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi, diambil dari tiga daerah

yang berbeda di Tanah Karo Yaitu Desa Serdang, Seribujandi, dan

Tigapanah.

2. Penentuan kandungan logam Fe, Cu, dan Zn dilakukan dengan metode

Spektrofotometri Serapan Atom.

1.4.Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar logam berat Fe, Cu, dan

Zn dari param yang digunakan sebagai obat luar dan yang dikonsumsi.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar Fe, Cu, dan Zn dari param

tersebut masih sesuai dengan standart yang ditetapakan oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi

masyarakat khususnya masyarakat Karo mengenai kadar kandungan logam Fe,

Cu, dan Zn yang ada didalam param juga penelitian ini dapat menjadi data dasar

(53)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakuka n di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium

Terpadu Universitas Sumatera Utara.

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.

2. Sampel param yang digunakan diambil secara purposif dari Desa Tigapanah,

Desa Serdang, dan Desa Seribujandi.

3. Untuk penentuan Fe, Cu, dan Zn sampel terlebih dahulu didestruksi kering.

4. Kandungan Fe, Cu, dan Zn di dalam sampel ditentukan dengan menggunakan

SSA dengan panjang gelombang untuk Fe=248,3 nm, Cu=324.75 nm, dan

(54)

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

ABSTRAK

(55)

THE ANALYSIS OF CONTENT IRON (Fe), CUPRUM (Cu), AND ZINK (Zn) IN TRADITIONAL MEDICINE

ABSTRACT

(56)

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu),

DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

SKRIPSI

DESTARIA BRAHMANA

090802044

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN

ALAM

(57)

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

DESTARIA BRAHMANA 090802044

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(58)

PERNYATAAN

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2014

(59)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS KANDUNGAN BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

Kategori : SKRIPSI

Nama : DESTARIA BRAHMANA NIM : 090802044

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di, Medan, Januari 2014

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Prof.Dr.Zul Alfian Prof.Dr.Harlem Marpaung NIP 195504051983031002 NIP194804141974031001

Diketahui / disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua

(60)

PENGHARGAAN

(61)

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BESI (Fe), TEMBAGA (Cu), DAN ZINKUM (Zn) DIDALAM OBAT TRADISIONAL PARAM

ABSTRAK

(62)

THE ANALYSIS OF CONTENT IRON (Fe), CUPRUM (Cu), AND ZINK (Zn) IN TRADITIONAL MEDICINE

ABSTRACT

(63)
(64)

e. Larutan KMnO4 0,1 N

(65)

4.1.3..3.1. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 39 dalam mg/L

4.1.3.3.2. Penentuan Kadar Cu Metode SSA 40 dalam mg/kg

4.1.4. Logam Zinkum 40

4.1.4.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 40 4.1.4.2. Penentuan Koefisien Korelasi Zn 42 4.1.4.3. Penentuan Kadar Zn Dalam Sampel 43 4.1.4.3.1. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 43

dalam mg/L

4.1.4.3.2. Penentuan Kadar Zn Metode SSA 44 dalam mg/kg

4.2. Pembahasan 44

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 47

5.2. Saran 47

(66)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

4.1. Data hasil analisa kualitatif sampel dengan ICP-OES 31

4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi 32

4.3. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar tembaga 36

(67)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Bagan Alat Spektrofotometer Serapan Atom 18

4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe 34

4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cu 38

(68)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lamp

1. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Fe 51 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Fe 51

dengan Spektrofotometer Serapan Atom

3. Data kadar Fe dalam param yang digunakan sebagai obat 51 luar dan yang dikonsumsi

4. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Cu 52 5. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Cu 52

dengan Spektrofotometer Serapan Atom

6. Data Kadar Cu dalam yang digunakan sebagai obat 52 luar dan yang dikonsumsi

7. Kondisi Alat SSA Pada Pengukuran Konsentrasi Zn 53 8. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Zn 53

Dengan Spektrofotometer Serapan Atom

Gambar

Tabel 4.1. Data hasil analisa kualitatif dengan ICP-OES
Tabel 4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standart Fe
Tabel 4.3. Data Absorbansi Larutan Standar Tembaga (Cu)
+4

Referensi

Dokumen terkait

(1) Mobil Penumpang umum, Mobil Bus, Mobil Barang, Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan yang telah dinyatakan lulus uji dan memperoleh tanda bukti lulus uji sebagaimana

[r]

[r]

Pada pelaksanaan penjelasan pekerjaan (aanwijzing) tidak terdapat petanyaan dan ada penjelasan tambahan dari panitia tentang syarat kualifikasi peserta pelelangan umum

bahwa berdasarkan catatan sejarah, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor 2 Tahun 1990 tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas (Lembaran Daerah Seri D Nomor 4

Selain metode tersebut penelitian ini juga mengunakan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk menentukan Key performance Indikator (KPI) yang

model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap hasil belajar mata pelajaran. IPS/Ekonomi siswa kelas VII SMP Kristen Getasan semester ganjil

Beberapa peninggalan sejarah yang masih dapat dilihat di Mesjid ini ialah Al-Quran Tua dengan tulisan tangan, Buku Me’raji tulisan tangan dalam bahasa Gorontalo