• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit 13 mst- 16 mst

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

(2)

15 gr 22,5 23,5 16,5

Analisis Sidik Ragam Tinggi 13 mst Sumber

(3)

Lampiran 1 Lanjutan

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Tinggi 15 mst

Sumber

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Tinggi 16

(4)

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit 13 mst-16 mst

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

(5)

15 mst

(6)

FPF*FMA 9 1,368 0,152 0,606tn 2,19

Galat 32 8,032 0,251

Total 47 10,135

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Lampiran 2 Lanjutan

Analisis Sidik Ragam Diameter 14 mst Sumber

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Diameter 15 mst

Sumber

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Diameter 16 mst

Sumber

(7)

Lampiran 3. Rataan pertambahan jumlah daun dan analisis sidik ragam bibit 13 mst-16 mst

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

(8)

15 gr 28 23 30

(9)

FPF*FMA 9 328,021 36,447 0,614tn 2,19

Galat 32 1900,667 59,396

Total 47 2508,313

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata

Lampiran 3 Lanjutan

Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 14 mst Sumber

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 15 mst

Sumber

Keterangan : *= Berpengaruh nyata ; tn = tidak berpengaruh nyata Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun 16 mst

Sumber

(10)

Lampiran 4. Rataan bobot kering tanaman dan analisis sidik ragam bibit

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

I II III

Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Sumber

(11)

Lampiran 5. Rataan rasio tajuk akar dan analisis sidik ragam bibit

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

I II III

(12)

Lampiran 6. Rataan serapan P dan analisis sidik ragam bibit

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

I II III

(13)

Lampiran 7. Jumlah mikroba pelarut fosfat pada 16 mst

Jenis Fungi Dosis Mikoriza Ulangan

103 104 105

Lampiran 8. Rataan jumlah mikroba pelarut fosfat pada 16 mst Dosis Pupuk

FMA

Jenis Jamur

Rata-rata Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

(14)

Lampiran 9. Perbedaan tinggi dan diameter dengan pemberian fungi pelarut fosfat yang berbeda pada tanaman glodokan

a. Perlakuan tanpa pemberian fungi pelarut fosfat dengan beberapa tingkat dosis mikoriza pada tanaman glodokan (M0 = 0 gr ; M1 = 5 gr ;

M2 = 10 gr ; M3 = 15 gr )

(15)

Lampiran 9. Lanjutan

c. Perlakuan dengan pemberian fungi pelarut fosfat jenis Penicillium dengan beberapa tingkat dosis mikoriza pada tanaman glodokan (M0 = 0 gr ; M1 = 5 gr ; M2 = 10 gr ; M3 = 15 gr )

(16)

Lampiran 10. Perbedaan tinggi dan diameter dengan pemberian dosis mikoriza yang berbeda pada tanaman glodokan

a. Perlakuan tanpa pemberian mikoriza dengan pemberian fungi pelarut fosfat yang berbeda (H0 = tanpa fungi ; H1 = Aspergillus ; H2 = Penicillium ; H3 = Aspergillus + Penicillium) pada tanaman glodokan

(17)

Lampiran 10. Lanjutan

c. Perlakuan pemberian mikoriza 10 gram dengan pemberian fungi pelarut fosfat yang berbeda (H0 = tanpa fungi ; H1 = Aspergillus ; H2 = Penicillium ; H3 = Aspergillus + Penicillium) pada tanaman glodokan

(18)

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

\

Menimbang mikoriza Menimbang pupuk NPK

(19)

Lampiran 11. Lanjutan

Persiapan Inokulan fungi pelarut fosfat

Persiapan media dengan fungi pelarut fosfat

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Alkareji.2008. Pemanfaatan Mycorrhizal Helper Bacteria (MHBs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Persemaian.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.49 hlm.

Budi, S.W., Purwanti, S.I., Turjaman, M. 2015. Fungi Mikoriza Arbuskula dan Arang Tempurung Kelapa Mempercepat Pertumbuhan Awal Bibit Calliandra calothyrsus Meissn di Media Tanah Marginal. Jurnal Silvikultur Tropika. Hal 114 – 118.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan Potensi Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula di Hutan Pantai. Disertasi Doktor.IPB. Bogor.

Elfiati, D. 2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Universitas Sumatera Utara. USU Repository. Medan.

Fitriatin, B.N., Yuniarti, A., Mulyani, O., Fauziah, F.S., Tiara, M.D. 2009. Pengaruh Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk Terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa. L.) Pada Ultisol. Jurnal Agrikultura 20(3) : 210-215.

Hanafiah, A.S. 1994. Mikroorganisme Pelarut P sebagai suatu alternative pengganti fungsi pupuk TSP dan Kapur dalam upaya mengatasi ketersediaan fosfat bagi tanaman. BKS-PTN Barat Bandar Lampung. Handayani, D. 2011. Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah

Dipterocarp Sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasiifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama Akademi Presindo. Jakarta. 130 hlm.

Haryantini, B. A dan M. Santoso. 2001. Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah pada Andisol yang Diberi Mikoriza, Pupuk Posfor dan Zat Pengatur Tumbuh. Biosain 1 (30): 50 – 57.

Hendra, Y. 2009. Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Mendekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut dan Pertumbuhan Meranti Batu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 54 hlm.

(21)

Illmer, P. And F. Shinner. 1995. Solubilization of calcium phosphates solubilization mechanism. Soil biol. Biochem. 27 : 257-263.

Kormanic, P.P., Mc Graw A.C. 1982. Quantification of vesicular-arbuscular mycorrhizae in plant roots. In: Schenk NC (ed). Methods and Principles of Mycorrhizal Research. The American Phytopathological Society, St. Paul. Pp. 37-45.

Linderman, R.G. 1996. Role of VAM Fungi in Biocontrol. In Pfeleger, F.L. and R.G. Linderman (Eds.). Mycorrhizae and Plant Health. APS Press, St. Paul. P. 1-25.

Marbun, S. 2015. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik Untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 48 hlm.

Medina, A., Jacobsen I., Vassilev N., Azcon R., Larsen J., 2006. Fermentation of Sugar Beet Waste by Apergillus niger Facilitates Growth and P Uptake of External Mycelium of Mixed Populations of Asbucular Mycorrhizal Fungi. Soil Biology and Chemistry 39 (2007): 485-492.

Munir, M. 1996. Tanah – Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian 29(4):154-158.

Nasution, R.M. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 52 hlm.

Nyakpa, M.Y, A.M. Lubis, M.A Pulung, A.G. Amrah, Ali Munawar, Go Ban Hong. Nurhayati Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Parhusip, S.R. 2009. Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon, Akasia, dan Suren pada Tanah Marginal. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 58 hlm.

Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang sesuai Kaidah Ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

(22)

Prasetyo, B.H., Suriadikarta D.A. 2006. Karateristik, Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2): 39-47.

Prayudyaningsih, R., Sari R. 2016. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Kompos Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn f) Pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 5: 37- 46.

Puspitawati, M.D. 2013. Studi Mikroba Pelarut Fosfat Untuk Mengurangi Dosis Pupuk P Anorganik Pada Sistem Budidaya Padi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan System Of Rice Intensification (SRI). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Rasti dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan.Vol 3 No.1: 41-58.

Read, D.J and J. Perez-Moreno. 2003. Mycorrhizas and nutrient cycling in ecosystems: A journey towards relevance. New Phytol. 157: 475-492. Salisbury F.B., Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung (ID):

Institut Teknologi Bandung.

Sangadji, R. 2004. Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza dengan Penambahan Bahan Organik dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis L. f). Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Sastrahidayat IR. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Malang (ID) : UB Press.

Setiadi, Y. 2001. Peran Mikoriza Arbuskula dalam Rehabilitasi Lahan Kritis Di Indonesia. Makalah Disampaikan dalam Seminar penggunaan CMA dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. 23 April 2001. Bandung.

Setiadi, Y., Karti, P.D.M.H. 2011. Respon Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula dan Asam Humat pada Tanah Masam dengan Aluminium Tinggi. JITV Vol. 16 No.2: 105-112. Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati danPupuk Kimia : Suatu

Pendekatan Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

(23)

Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Jawa Barat.

Simanullang, R.H. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni) Pada Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 42 hlm.

Solihin, A. 2014. Morfologi Daun, Kadar Klorofil dan Stomata Glodokan (Polyalthia longifolia) Pada Daerah Dengan Tingkat Paparan Emisi Kendaraan Yang Berbeda di Yogyakarta. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 43 hlm.

Smith S.E., Read D. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third Edition. Academic Press, Elsevier, New York.

Strijke, D., 2005. Marginal lands in Europe - causes of decline. Basic and Applied Ecology 6: 99-106.

Sudaryono.2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta. Kalimantan Timur. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

Suharta, N. 2010. Karateristik dan Permasalahan Tanah Marginal dari Batuan Sedimen Masam di Kalimantan. Jurnal Litbang Pertanian. Bogor.

Suwandi, Surtinah, Kamindar R. 2006. Perlakuan Mikoriza dan NPK pada Pertumbuhan Stump Jati (Tectona grandis L.f.). Info Hutan Vol. III No. 2 : 139-145.

Talanca, H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada Tanaman. Balai Penelitian Serealia. Prosiding Pekan Serealia Nasional : 353- 357.

Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tufaila, M., Leomo, S., Alam, S. 2014. Strategi Pengelolaan Lahan Marginal : Ikhtiar Mewujudkan Pertanian yang Berkelanjutan. Unhalu Press. Kendari.

Widyastuti, S.M., Harjono, I Riastiwi. 2013. Toleransi Tanaman Peneduh Polyalthia longifolia dan Pterocarpus indicus terhadap Ganoderma sp.J. HPT Tropika. Vol 13, No 1: 19-23.

(24)

Yunisari, E. 2015. Pengaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dari Lokasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Hasil Kultur Jaringan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hlm.

(25)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2015- Maret 2016.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

A. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah ultisol yang berasal dari Arboretum USU, bibit yang digunakan adalah bibit tanaman glodokan (Polyalthia longifolia) berumur rata-rata 5 bulan yang berasal dari UD. Tani Ras . Fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang diperoleh dari CV. Wahana Sukses Malang dengan merek dagang Mikoriza Plus, Pupuk NPK 16-16-16 sebagai pupuk dasar bibit, fungi pelarut fosfat Aspergillus sp dan Penicillium sp yang diperoleh dari Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Bahan yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi FMA adalah akar tanaman inang, larutan KOH 10 %, Larutan HCl 2 %, Larutan staining (trypan blue 0,05 %, asam laktat, aquadest), larutan destaining (glycerol). B. Alat

(26)

sampel pada saat pengamatan, pinset untuk menjepit, cover glass untuk menutup kaca preparat, cangkul, ember, timbangan dan alat tulis untuk mencatat data. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan ulangan sebanyak 3 kali, dimana faktornya adalah :

1. Faktor I adalah pemberian jamur pelarut fosfat (H), terdiri dari : H0 = tanpa pemberian jamur pelarut fosfat (kontrol)

H1 = Aspergillus H2 = Penicillium

H3 = Apergillus + Penicillium

2. Faktor II adalah pemberian dosis Mikoriza (M) yang berbeda, terdiri dari : M0 = Tanpa pemberian mikoriza (kontrol)

M1 = Penambahan mikoriza 5 gr/tanaman M2 = Penambahan mikoriza 10 gr/tanaman M3 = Penambahan mikoriza 15 gr/tanaman

Jumlah kombinasi perlakuan adalah : 4 x 4 = 16 perlakuan

Jumlah Ulangan : 3 ulangan

Jumlah tanaman seluruhnya : 48 tanaman

Percobaan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj+ αβ(ij)+ εijk

Dengan :

(27)

µ = Nilai Tengah umum

αi = Pengaruh inokulasi jamur pelarut fosfat yng berbeda ke-i

βj = Pengaruh pemberian mikoriza dengan dosis yang berbeda ke-j

αβ(ij) = Pengaruh interaksi antara pemberian mikoriza dengan dosis yang berbeda

ke-i dan pemberian jenis jamur pelarut fosfat yang berbeda ke-j

εijk = Galat pengaruh jenis pemberian jamur pelarut fosfat yang berbeda ke-i dan pemberian mikoriza dengan dosis yang berbeda ke-j pada ulangan ke-k.

Analisis statistik didasarkan pada analisis variansi pada setiap parameter dan uji lanjutannya menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

3.4 Prosedur Penelitian

A. Analisis Contoh Tanah

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa awal yaitu pH, C-organik, P-tersedia tanah untuk mengetahui sifat tanah.

B. Persiapan Media Tumbuh

(28)

dalam polybag yang telah disediakan dengan bobot tanah sebanyak 3 kg/polybag sesuai perlakuan.

C. Persiapan Inokulum

Isolat fungi pelarut fosfat jenis Aspergillus sp dan Penicilium sp yang telah dimurnikan, ditumbuhkan pada media Pikovskaya selama 3-5 hari. Isolat diperbanyak dengan mengambil satu ose dari media agar miring, kemudian dikulturkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi 100 ml media cair Pikovskaya.

D. Inokulasi FMA

Inokulasi FMA dilakukan pada saat penanaman bibit ke polybag dengan meletakkan inokulum sebanyak 5 gr, 10 gr, dan 15 gr/tanaman. Teknik inokulasi yang dilakukan dengan sistem “layering technique” yaitu dengan cara meletakkan mikoriza ke dalam lubang tanam . Bibit kemudian ditanam ke media yang telah diberi mikoriza. Akar tanaman diusahakan dekat dengan FMA yang ditabur. Kemudian lubang tanam yagn telah berisi bibit ditutup dengan tanah.

E. Pemberian Fungi Pelarut Fosfat

(29)

F. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan bibit tanaman glodokan (Polyalthia longifolia) dilakukan mulai dari penanaman bibit keadaan polybag sampai umur 16 mst. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam mengamati bibit tanaman glodokan adalah :

a. Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jika media masih lembab, maka tidak perlu disiram karena akan meyebabkan busuk akar. b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan dilkukan secara manual dengan mencabut gulma yang berada di polybag.

G. Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal tiap parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal. Pengamatan mulai dilakukan 2 minggu setelah tanam (2 MST), selama 16 minggu dan parameter yang diamati adalah :

1. Tinggi bibit (cm)

(30)

2. Diameter bibit (mm)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang kemudian diambil rata-ratanya. Pengukuran dimulai dari dua minggu setelah penanaman dengan selang pengukuran satu minggu sekali sampai akhir penelitian.

3. Bobot kering tanaman

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian dengan memotong tanaman dari bagian pangkal kemudian dicuci lalu ditimbang dan dimasukkan dalam kantong kertas lalu dioven pada suhu 70 °C selama 48 jam. Pengamatan bobot kering akar tanaman juga dilakukan dengan cara yang sama yaitu bagian akar tanaman dicuci bersih lalu ditimbang dan dimasukkan dalam kantong kertas lalu dioven.

4. Rasio tajuk akar

Rasio tajuk akar diperoleh dengan cara membandingkan antara bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

5. Serapan P

Perhitungan serapan P tanaman didapatkan dengan mengalikan jumlah berat kering total dengan kadar P tanaman. Pada serapan P ini, tanaman yang diambil pada umur 16 minggu.

6. Persentase kolonisasi akar

(31)

mikroskop. Adanya infeksi pada akar diberi simbol (+) dan tidak adanya infeksi diberi simbol (-). Pengamatan persentase akar yang terinfeksi oleh fungi mikoriza arbuskula dilakukan dengan teknik pewarnaan akar Kormanic dan McGraw (1982) dalam Delvian (2003).

1. Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miseium luar.

2. Bagian akar yang muda (serabut) dipotong-potong sepanjang 1 cm dan dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH 10 % kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama 12 jam.

3. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 10 % dibuang dan akar dibilas dengan air selama 5-10 menit.

4. Akar diasamkan dalam HCl 2% selama 24 jam. Pada proses ini akar akan berwarna pucat atau putih. HCl 2% dibuang dan diganti dengan larutan staining (gliserol, asam laktat, dan aquades) dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah trypan blue sebanyak 0,05 % lalu dibiarkan 24 jam.

5. Jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan destaining (larutan staining tanpa trypan blue, dengan perbandinga gliserol, asam laktat, dan aquades sebesar 2:2:1) dan dibiarkan semalam.

6. Akar yang telah diberikan larutan staining kemudian disusun padagelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar) kemudian diamati dengan mikroskop.

(32)
(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

A. Sifat Kimia Tanah

Berdasarkan sifat kimia tanah Tanah ultisol yang berasal dari Arboretum USU menunjukkan bahwa tanah yang digunakan sebagai media tanam bibit glodokan termasuk kriteria tanah kurang subur. Hasil analisis sifat kimia tanah Ultisol disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis sifat kimia tanah Ultisol Arboretum USU

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH (H2O) - 5,49 Masam

C-Organik % 0,61 Sangat Rendah

P-Bray II Ppm 9,49 Rendah

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat – Sifat Tanah (Mukhlis, 2007).

B. Pertambahan Tinggi Tanaman

Hasil uji sidik ragam untuk pertambahan tinggi tanaman glodokan pada 16 mst memperlihatkan bahwa interaksi antara fungi mikoriza arbuskula dan fungi pelarut fosfat berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman glodokan. Inokulasi fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula juga berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman glodokan.

(34)

Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi bibit (cm) pada 16 mst

Dosis Pupuk FMA Jenis Jamur Rata-rata

Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

0 gr 16,53 15,03 16,57 20,60 17,18

5 gr 22,03 25,70 20,30 17,73 21,44

10 gr 19,80 20,53 19,70 23,03 20,77

15 gr 21,47 21,03 16,57 20,97 20,01

Rata-rata 19,96 20,57 18,29 20,58

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk 5 gram memberikan pertambahan tinggi tertinggi pada 16 mst. Sedangkan rataan pertambahan tinggi terendah terdapat pada pemberian dosis pupuk 0 gram untuk 16 mst.

Rataan pertambahan tinggi tanaman glodokan setiap minggu dengan pemberian perlakuan jenis jamur yang berbeda disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi tanaman mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana pemberian perlakuan jamur Aspergillus + Penicilium memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian perlakuan jenis jamur lainnya.

(35)

Rataan pertambahan tinggi pada berbagai dosis pupuk mikoriza yang berbeda disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa rataan pertambahan tinggi pada berbagai dosis mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana tanaman dengan pemberian pupuk 5 gram memberikan pertambahan yang lebih baik dengan dosis pupuk lainnya.

Gambar 2. Rataan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza

C. Pertambahan Diameter Tanaman

Hasil uji sidik ragam untuk pertambahan diameter tanaman glodokan menunjukkan bahwa interaksi antara jamur pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap rataan pertambahan diameter bibit. Inokulasi fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula juga berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan diameter tanaman glodokan.

(36)

terendah pada 16 mst terdapat pada pemberian perlakuan jenis jamur Penicilium. Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan diameter tanaman tertinggi terdapat pada pemberian dosis pupuk 5 gram pada 16 mst. Sedangkan rataan pertambahan diameter terendah pada 16 mst terdapat pada pemberian dosis pupuk 10 gram.

Tabel 3. Rataan pertambahan diameter bibit (mm) pada 16 mst

Dosis Pupuk FMA Jenis Jamur Rata-rata

Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

0 gr 4,90 4,77 3,65 4,22 4,39

5 gr 4,63 4,62 4,52 3,97 4,44

10 gr 4,30 4,00 4,08 4,72 4,28

15 gr 4,05 4,90 4,57 4,02 4,39

Rata-rata 4,47 4,57 4,21 4,23

Rataaan pertambahan diameter tanaman pada berbagai jenis jamur yang berbeda disajikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 menunjukkan rataan pertambahan diameter mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana pemberian perlakuan jenis Aspergillus mengalami pertambahan diameter yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

(37)

Rataaan pertambahan diameter tanaman pada berbagai dosis pupuk yang berbeda disajikan pada Gambar 4. Pada Gambar 4, menunjukkan rataan pertambahan diameter mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana tanaman dengan pemberian perlakuan kontrol mengalami pertambahan diameter yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Gambar 4. Rataan pertambahan diameter pada berbagai dosis pupuk mikoriza D. Bobot Kering Tanaman

Hasil uji sidik ragam untuk bobot kering tanaman glodokan memperlihatkan bahwa interaksi antar jamur pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tanaman glodokan. Inokulasi jamur pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tanaman glodokan.

(38)

Rataan bobot kering tanaman dengan pemberian perlakuan jamur yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 4. Rataan Bobot Kering Tanaman pada 16 mst (gram)

Dosis Pupuk FMA Jenis Jamur Rata-rata

Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

0 gr 34,56 21,85 22,80 28,28 26,87

5 gr 29,37 30,85 31,59 21,60 28,36

10 gr 27,87 23,78 31,81 31,61 28,77

15 gr 27,96 34,56 27,44 37,04 31,75

Rata-rata 29,94 27,76 28,41 29,63

Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot kering tanaman dengan perlakuan dosis pupuk mikoriza 15 gram merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 31,75 gram. Sedangkan bobot kering tanaman terendah dengan perlakuan dosis pupuk mikoriza 0 gram yaitu sebesar 26,87 gram. Rataan bobot kering tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza dapat dilihat pada Gambar 6.

(39)

Gambar 6. Rataan bobot kering tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza E. Rasio Tajuk Akar

Hasil uji sidik ragam pada rasio tajuk akar tanaman glodokan menunjukkan bahwa interaksi antara fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk akar. Sedangkan, inokulasi fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula juga berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk akar tanaman.

Tabel 5. Rataan Rasio tajuk akar tanaman pada 16 mst

Dosis Pupuk FMA

Jenis Jamur

Rata-rata Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

0 gr 2,47 1,79 2,01 2,09 2,09

5 gr 2,21 2,51 2,11 2,27 2,28

10 gr 2,28 2,22 2,31 2,62 2,36

15 gr 1,97 3,02 1,79 2,68 2,36

(40)

Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemberian perlakuan dengan jamur Aspergillus + Penicillium memberikan rataan rasio tajuk akar tertinggi yaitu sebesar 2,41. Rataan rasio tajuk akar terendah terdapat pada pemberian perlakuan dengan jamur Penicillium yaitu sebesar 2,05. Rataan rasio tajuk akar dengan pemberian jamur yang berbeda dapat ditunjukkan pada Gambar 7.

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan dosis pupuk mikoriza 0 gram memberikan rataan rasio tajuk akar terendah yaitu sebesar 2,09. Adapun rasio tajuk tertinggi terdapat pada pemberian perlakuan dengan dosis pupuk mikoriza 10 gram dan 15 gram yaitu sama-sama sebesar 2,36. Rataan rasio tajuk akar dengan pemberian dosis pupuk mikoriza yang berbeda dapat ditunjukkan pada Gambar 8.

(41)

Gambar 8. Rataan Rasio Tajuk Akar pada berbagai dosis pupuk mikoriza

F. Serapan P Tanaman

Hasil uji sidik ragam untuk serapan P tanaman glodokan menunjukkan bahwa interaksi antara fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula serta faktor tunggal fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman glodokan.

Tabel 6. Rataan Serapan P tanaman pada 16 mst (mg/polybag)

Dosis Pupuk FMA

Jenis Jamur

Rata-rata Kontrol Aspergillus penicillium Asp+Pen

0 gr 7,08 6,06 4,68 5,73 5,89

5 gr 6,48 8,17 7,27 4,55 6,62

10 gr 7,40 5,44 6,72 7,30 6,72

15 gr 7,65 8,04 6,19 8,21 7,52

Rata-rata 7,15 6,92 6,21 6,45

(42)

(Tabel 6). Rataan serapan P dengan pemberian jamur yang berbeda dapat ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Rataan serapan P tanaman pada berbagai jenis fungi

Pada Tabel 6 dapat dilihat, rataan serapan P dengan pemberian perlakuan dosis pupuk mikoriza 15 gram merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 7,52 mg/polybag.Sedangkan, rataan serapan dengan pemberian perlakuan dosis terendah adalah 0 gram yaitu sebesar 5,89 mg/ polybag. Rataan serapan P pada berbagai dosis pupuk dapat dilihat pada Gambar 12.

(43)

G. Persentase Kolonisasi Akar

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan pada akar hanya ada dua perlakuan yang ditemukan adanya asosiasi antara akar dengan fungi mikoriza arbuskula yang membentuk kolonisasi akar yaitu kombinasi perlakuan tanpa jamur pelarut fosfat dengan 5 gram pupuk mikoriza (H0/M1) dan kombinasi perlakuan jenis jamur Penicillium dengan 5 gram pupuk mikoriza (H2/M1). Tabel 7. Persentase kolonisasi fungi mikoriza arbuskula pada akar bibit Glodokan pada

16 mst

Perlakuan Persentase Kolonisasi Akar Kriteria

H0/M0 0,7 % Rendah

(44)

mikoriza arbuskula yang didapati pada pengamatan menggunakan mikroskop adalah hifa, sementara vesikula tidak ada terlihat pada saat pengamatan akar. 4.2 Pembahasan

A. Sifat Kimia Tanah

Hasil analisis tanah pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa pH tanah tergolong masam (5,49), C-organik termasuk kriteria sangat rendah (0,61 %), dan P-Bray II termasuk rendah (9,49 ppm). Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah tersebut Hardjowigeno (1995) dalam Budi (2015) menyatakan bahwa tanah yang digunakan sebagai media tanam termasuk ke dalam kriteria tanah dengan status kesuburan rendah. Tanah tersebut tergolong marginal dengan ciri-ciri mempunyai pH masam hingga sangat masam, kadar C-organik sangat rendah, kandungan P rendah. Hal ini diperkuat oleh Prasetyo, et al (2006) yang menyatakan bahwa ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya serap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Kandungan hara pada tanah ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.

B. Pengaruh Interaksi Jamur Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Tanaman

(45)

tajuk akar, serapan P tanaman dan persentase kolonisasi akar. Hal ini terjadi diduga karena daya tahan hidupnya tergolong rendah sehingga kalah bersaing dengan mikroorganisme indegenous pada tanah yang dipakai dalam penelitian ini. Selain itu, diduga aktivitas fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula tidak optimal diakibatkan oleh tidak adanya penambahan bahan organik sebagai sumber karbon untuk metabolisme mikroorganisme tersebut, sehingga diduga terjadi persaingan antara fungi pelarut fosfat dan fungi mikoriza arbuskula akan sumber karbon yang ada. Hal ini didukung oleh literatur Medina, dkk (2006) yang menyatakan bahwa interaksi antara mikoriza dan jamur tergantung pada faktor yang menguntungkan dan merugikan di sekitarnya. Aktivitas mikroba dapat memproduksi zat yang menguntungkan bagi arbuskula mikoriza namun persaingan untuk metabolit antara mikroba dengan mikoriza dapat menurunkan efektivitas keduanya.

C. Pengaruh Jenis Fungi Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman

(46)

sangat penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur penjerapnya. Hal ini didukung oleh literatur (Elfiati, 2005) yang menyatakan alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P dan untuk mengatasi rendahnya P tersedia atau kejenuhan P dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut P sebagai pupuk hayati. Mikroorganisme yang dapat melarutkan P sukar larut menjadi larut, baik dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap tanaman.

Tanah yang digunakan sebagai media tanam bibit glodokan pada penelitian termasuk kriteria tanah yang kurang subur. Hal ini dapat dilihat dari pH tanah dengan nilai 5,49 yang termasuk kriteria masam, kandungan C-organik dengan nilai 0,61 % yang termasuk kriteria sangat rendah dan P-tersedia dengan nilai 9,49 ppm yang termasuk kriteria rendah. Waksman dan Starkey (1981) dalam Simanullang (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikroorganisme didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5-5,5. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P dan mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+, dan Mn2+ terhadap tanaman(Elfiati, 2005).

(47)

mengemukakan bahwa kultur campuran mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan efektifitas pelarutan fosfat anorganik dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan jenis fungi yang berbeda tidak dapat meningkatkan rataan bobot kering tanaman. Hal ini diduga rendahnya daya tahan hidup inokulan fungi pelarut fosfat yang digunakan dalam penelitian ini, hal tersebut diakibatkan oleh faktor lingkungan yang tidak mendukung kemampuan hidup inokulan tersebut. Hal ini diperkuat oleh hasil penghitungan jumlah mikroba pelarut fosfat pada tanah yang dipakai setelah selesai penelitian, yaitu, didapati jumlah rata-rata mikroba pelarut fosfat 104 pada perlakuan kontrol. Di tambah lagi karena sangat rendahnya kandungan C-organik pada tanah ultisol yang digunakan dengan dibuktikan oleh hasil analisis sifat kimia tanah (Tabel 1) dan tidak adanya penambahan bahan organik sebagai sumber karbon untuk metabolisme fungi pelarut fosfat. Hal ini didukung oleh pernyataan Hanafiah (1994) yang menyatakan tanah dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktivitas organisme pelarut fosfat.

(48)

konsentrasi P dalam larutan tanah dan kemampuan tanah menyerap P. Hasil yang didapat pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Puspitawati (2013) yang mengemukakan penambahan mikroba pelarut P mampu meningkatkan serapan hara P Gabah. Hal ini terlihat pada 50 % dosis pupuk P anorganik + mikroba pelarut P (bakteri + fungi) menghasilkan serapan hara P gabah yang lebih tinggi dibandingkan pemberian 50 % dosis pupuk P anorganik pada sistem budidaya SRI. Penggunaan mikroba pelarut P membantu meningkatkan ketersediaan P dalam tanah sehingga meningkatkan penyerapan P oleh tanaman.

D. Pengaruh Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Tanaman

(49)

yang diberikan lebih lama dibandingkan mikoriza lokalnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi, dkk (2006) yang mengemukakan perlakuan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan stump jati tidak memperlihatkan respon yang nyata, hal ini diduga bahwa mikoriza belum bersimbiosis dengan akar tanaman. Read dan Perez (2003) dalam Setiadi dan Karti (2011) menyatakan bahwa akar tanaman yang belum terinfeksi mikoriza pertumbuhannya akan lambat. Fungi mikoriza arbuskula merupakan fungi yang dapat berfungsi hanya jika telah menginfeksi akar tanaman inangnya.

(50)

yang lebih baik untuk berlangsungnya aktivitas metabolisme tanaman (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Budi et al, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan infeksi inokulum FMA pada berbagai dosis di sebagian besar tanaman glodokan tergolong pada kriteria rendah. Hasil pengamatan pada 16 kombinasi perlakuan menunjukkan infeksi akar paling tinggi dalam bentuk hifa terlihat pada kombinasi perlakuan H0/M1 (4,52 %). Hal ini dapat terjadi diduga karena daya adaptasi inokulan FMA yang dipakai tergolong rendah dan adanya persaingan untuk mendapatkan bahan organik dengan FMA lokal dan fungi pelarut fosfat yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Musfal (2010) yang menyatakan bahwa penurunan serapan P pada pemberian FMA dosis tinggi diduga berkaitan dengan kompetisi FMA itu sendiri dalam menginfeksi akar dan kemampuan akar untuk menyerap P yang ada dalam larutan tanah.

(51)

Gambar 14. Hifa fungi mikoriza arbuskula pada akar

(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Interaksi antar fungi mikoriza arbuskula dan fungi pelarut fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, rataan pertambahan diameter, bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, serapan P, dan persentase kolonisasi akar.

2. Pemberian jenis fungi Aspergillus + Penicillium merupakan isolat terbaik dalam meningkatkan rataan pertambahan tinggi dan rasio tajuk akar. 3. Pemberian FMA dengan dosis 15 gram merupakan yang terbaik untuk

meningkatkan bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, dan serapan P.

5.2 Saran

(53)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Glodokan (Polyalthia longifolia)

Tanaman Polyalthia longifolia pada awalnya merupakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Solihin, 2014). Menurut penelitian Widyastuti et al, (2013) P. longifolia lebih tahan terhadap serangan patogen busuk akar merah daripada P. indicus, maka P. longifolia merupakan salah satu jenis pohon peneduh yang dapat direkomendasikan untuk ditanam dihutan kota.

Adapun klasifikasi tanaman glodokan (Polyalthia longifolia) adalah sebagai berikut :

Spesies : Polyalthia longifolia (Tjitrosoepomo, 1993)

2.2 Sifat Tanah Ultisol

(54)

sistem pengelolaan yang tepat guna, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif.

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah utisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena kesuburan tanah ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara (Prasetyo et al, 2006).

Pada umumnya tanah ultisol mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara lainnya terutama P dan katio-kation dapat tertukar lainnya, Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, dan peka terhadap erosi. Pada umumnya tanah Ultisol belum ditangani dengan baik. Dalam skala besar tanah ini dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri. Tetapi pada tingkat petani dengan alasan faktor ekonomi menjadikan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ultisol dengan baik. Oleh karena itu harus dapat diberikan solusi berupa inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas tanah ultisol (Sudaryono, 2009).

2.3 Fungi Mikoriza Arbuskula

(55)

meningkatkan ketersediaan unsur hara terutama Fosfat (P) yang ketersediaannya sangat rendah pada tanah kapur, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan serapan air serta melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Simbiosis antara mikoriza dengan tanaman dapat diketahui dengan adanya tingkat infeksi fungi mikoriza arbuskula pada akar tanaman. Walaupun, tingginya tingkat infeksi fungi mikoriza arbuskula tidak berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan tanaman (Prayudyaningsih dan Sari, 2016).

Mikoriza berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Mikoriza memiliki struktur hifa yang menjalar luas ke dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar. Pada saat P berada di sekitar rambut akar, maka hifa membantu menyerap P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka waktu yang lebih dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza (Simanungkalit et al, 2006).

(56)

Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu jenis mikroba tanah yang mempunyai kontribusi penting dalam kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan unsur hara seperti fosfat, air, dan nutrisi lainnya. Hal ini disebabkan karena kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar. Selanjutnya miselia FMA dapat tumbuh menyebar keluar akar sekitar lebih 9 cm, dengan total panjang hifanya dapat mencapai 26-54 m/g tanah ( Talanca, 2010).

Adanya simbiosis dengan FMA telah banyak diketahui mampu memperbaiki hara tanaman inang melalui penyerapan hara dan air yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil sehingga kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh Yunisari (2015) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter, bobot kering tanaman, indeks mutu bibit, dan infeksi akar tanaman jabon namun tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar. Dapat disimpulkan bahwa inokulasi FMA dengan dosis 10 gram dapaat meningkatkan pertumbuhan bibit jabon hasil kultur jaringan.

(57)

memperlihatkan respon yang nyata, hal ini diduga bahwa mikoriza belum bersimbiosis dengan akar tanaman. Akar tanaman yang belum terinfeksi mikoriza pertumbuhannya akan lambat. Kelambatan pertumbuhan salah satunya disebabkan oleh gagalnya simbiose perakaran bibit dengan fungi mikoriza arbuskula. Hal yang sama di dapati oleh Parhusip (2013) dimana penggunaan FMA tidak berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar dan serapan P.

2.4 Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat merupakan kelompok mikroba tanah yang sering dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan kritis. Mikroba pelarut fosfat mampu mengekstraksi fosfat dari ikatannya dengan Al,Fe, Ca, Mg karena mikroba ini mengeluarkan asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat fosfat di dalam tanah. Mikroba ini berupa bakteri seperti Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus, dan fungi seperti Penicilium, Aspergillus, Fusarium dan Sclerotium. Telah banyak dilaporkan bahwa FPF mampu memperbaiki status nutrisi tanaman terutama P, dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Marbun, 2015).

(58)

lingkungan, yang sekaligusdapat menghemat penggunaan pupuk P (Rasti dan Sumarno, 2008).

Mikroorganisme ini hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikroorganisme ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis mikroorganisme yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikroorganisme memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat (Simanungkalit et al, 2006).

Menurut Schinner dan Ilmer (1995) dalam Pitriana (1999) Terdapat dua mekanisme penting dalam pelarutan fosfat oleh mikroba pelarut fosfat yang berhasil diamati :

1. Mikroba pelarut fosfat menghasilkan asam organik

(59)

sedangkan spesies lain mampu menghasilkan beberapa asam organik yang lain. Penicilium aurantiogriseum dan Pseudomonas sp (P/18/89) memiliki kemampuna yang tinggi dalam melarutkan kalsium-fosfat inorganik (hydroxylapatitedan brushite).

2. Pelarutan fosfat tanpa memproduksi asam

Mekanisme ini terjadi melalui pelepasan proton yang menyertai respirasi atau asimilasi NH4.

Penelitian yang dilakukan oleh Simanullang (2014) menunjukkan bahwa penggunaan jamur perlarut fosfat jenis Aspergillus+Penicillium pada tanaman suren merupakan isolat terbaik terhadap rataan pertumbuhan tinggi, diameter, bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, dan serapan P. Pada penelitian Hendra (2009) menunjukkan bahwa fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman meranti batu (Shorea platyclados) dan luas daun sebesar 67,54 cm2.

(60)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan marginal dapat dilihat dari ciri tanah dengan kondisi seperti penurunan status hara dan aktifitas biologi tanah serta kandungan bahan organik. Lahan dengan kapasitas menahan air yang sangat rendah, lahan yang mengalami kerusakan dan kehilangan fungsi hidrologis maupun ekonomi yang diakibatkan oleh erosi air atau angin atau telah terjadi salinitas dan pencemaran yang hebat (Suharta, 2010). Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena mempunyai beberapa faktor pembatas, diantaranya : a) ketersediaan hara rendah, b) keasaman lebih tinggi, c) kandungan bahan organik rendah, d) tingkat erosivitas tinggi, dan e) jika keasaman terlalu rendah mempunyai tingkat keracunan tinggi. Keadaan tanah yang demikian akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal, sehingga diperlukan perlakuan-perlakuan khusus agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan adaptif terhadap kondisi lapangan (Yuwono, 2009).

(61)

Proses yang mempengaruhi pembentukan Ultisol adalah proses hancuran iklim (pelapukan) kimia yang sangat intensif. Penghancuran yang sangat intensif pada tanah ultisol menyebabkan ultisol mempunyai kejenuhan basa rendah. Selain itu ultisol mempunyai kendala pada kemasaman tanah, KTK yang rendah yaitu kurang dari 24 me/100 g tanah, kandungan nitrogen rendah, fosfor dan kalium rendah serta tingginya kelarutan Al, Fe, dan Mn. Tingginya kelarutan Al, Fe, dan Mn menyebabkan P pada tanah terfiksasi,akibat terjadinya fiksasi maka P pada tanah tidak menjadi tidak tersedia (Munir, 1996).

Alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P dan untuk mengatasi rendahnya P tersedia atau kejenuhan P dalam tanah adalah memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut P sebagai pupuk hayati ( Rasti dan Sumarno, 2008). Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan, mampu membantu meningkatkan kelarutan P yang terjerap, menghalangi terjerapnya P oleh unsur-unsur penjerap dan mengurangi toksitas Al3+, Fe3+, dan Mn2+ terhadap tanaman pada tanah masam (Elfiati, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang ada sampai sekarang, jamur mikoriza berpotensi memfasilitasi penyediaan berbagai unsur hara bagi tanaman terutama P. Perbaikan pertumbuhan dan kenaikan hasil berbagai tanaman berkaitan dengan perbaikan nutrisi P tanaman. Di samping sebagai fasilitator penyerapan hara, jamur mikoriza juga berpotensi sebagai pengendali hayati ( Simanungkalit, 2001).

(62)

konduktivitas hidraulik, laju transpirasi yang lebih kecil per satuan luas, adanya ekstraksi air dari tanah ke potensi yang lebih rendah, pemulihan tanaman yang lebih cepat dari stres air, dan adanya nutrisi P tanaman yang lebih baik (Simanungkalit, 2001).

1.2 Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan fungi pelarut fosfat (FPF) terhadap pertumbuhan bibit glodokan (Polyalthia longifolia).

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Interaksi antara fungi mikoriza arbuskula dan fungi pelarut fosfat yang berbeda dapat meningkatkan pertumbuhan bibit glodokan pada tanah marginal.

2. Pemberian fungi mikoriza arbuskula pada dosis yang berbeda memberikan perbedan pertumbuhan glodokan pada tanah marginal.

3. Pemberian jenis fungi pelarut fosfat yang berbeda memberikan perbedaan pertumbuhan bibit glodokan pada tanah marginal.

1.4 Manfaat Penelitian

(63)

RISTON SITINDAON. Utilization of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Phosphate Solubilizing Fungi that Increasing the Growth ofGlodokan (Polyalthia longifolia)seeds on Maginal Land. Under academic supervision of DENI ELFIATI and DELVIAN.

The objective of this research was to know the effect of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF)and phosphate solubilizing fungi (PSF)on the growth of Polyalthia longifolia (glodokan) seeds. The research was conducted in the green house of the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. This research used a factorial completely randomized design with 2 factors that mycorrhizal dosage (0 g/seed, 5 g/ seed, 10 g/ seed, 15 g/ seed) and phosphate solubilizing fungi (control, Aspergillus, Penicilium, and Aspergillus+Penicillium). Parameters that observed were plant height, stem diameter, leaves number, total dry weight, root crown ratio, root colonization percentage, and P absorption in the canopy.

The result showed that the interaction between arbuscular mycorrhizal fungi (AMF)and phosphate solubilizing fungi (PSF) did not significantly affect to the all parameters measured. Inoculation of Aspergillus

(64)

RISTON SITINDAON. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal. Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan fungi pelarut fosfat (FPF) terhadap pertumbuhan bibit glodokan (Polyalthia longifolia). Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu dosis mikoriza (0 g/bibit, 5 g/bibit, 10 g/bibit, 15 g/bibit) dan Fungi pelarut fosfat (kontrol, Aspergillus, Penicillium, dan Aspergillus + Penicillium). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman,diameter batang, jumlah daun, bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, persentase kolonisasi akar, dan serapan P pada tajuk.

(65)

PERTUMBUHAN BIBIT GLODOKAN

(Polyalthia longifolia) PADA TANAH MARGINAL

HASIL PENELITIAN

Oleh :

RISTON SITINDAON 101201107/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(66)

PERTUMBUHAN BIBIT GLODOKAN

(Polyalthia longifolia) PADA TANAH MARGINAL

SKRIPSI

Oleh :

RISTON SITINDAON 101201107/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(67)

Judul Penelitian : Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal

Nama : Riston Sitindaon

NIM : 101201107

Minat : Budidaya Hutan

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P. Dr. Delvian, S.P, M.P

Ketua Anggota

Mengetahui,

(68)

RISTON SITINDAON. Utilization of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Phosphate Solubilizing Fungi that Increasing the Growth ofGlodokan (Polyalthia longifolia)seeds on Maginal Land. Under academic supervision of DENI ELFIATI and DELVIAN.

The objective of this research was to know the effect of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF)and phosphate solubilizing fungi (PSF)on the growth of Polyalthia longifolia (glodokan) seeds. The research was conducted in the green house of the Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. This research used a factorial completely randomized design with 2 factors that mycorrhizal dosage (0 g/seed, 5 g/ seed, 10 g/ seed, 15 g/ seed) and phosphate solubilizing fungi (control, Aspergillus, Penicilium, and Aspergillus+Penicillium). Parameters that observed were plant height, stem diameter, leaves number, total dry weight, root crown ratio, root colonization percentage, and P absorption in the canopy.

The result showed that the interaction between arbuscular mycorrhizal fungi (AMF)and phosphate solubilizing fungi (PSF) did not significantly affect to the all parameters measured. Inoculation of Aspergillus

(69)

RISTON SITINDAON. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal. Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan fungi pelarut fosfat (FPF) terhadap pertumbuhan bibit glodokan (Polyalthia longifolia). Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu dosis mikoriza (0 g/bibit, 5 g/bibit, 10 g/bibit, 15 g/bibit) dan Fungi pelarut fosfat (kontrol, Aspergillus, Penicillium, dan Aspergillus + Penicillium). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman,diameter batang, jumlah daun, bobot kering tanaman, rasio tajuk akar, persentase kolonisasi akar, dan serapan P pada tajuk.

(70)

Penulis dilahirkan di Berastagi, Kab. Karo pada tanggal 1 Juli 1991 dari ayahanda Tulusman Sitindaon dan Ibunda Elsina Br Marpaung. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Methodist Berastagi dan lulus pada tahun 2003 dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Berastagi dan lulus tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan di SMA Negeri 1 Kabanjahe dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis mengikuti UMB – PTN dan diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Di masa perkuliahan penulis aktif di organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Inventarisasi HIMAS-USU Periode Kepengurusan 2012/2013 dan menjadi Ketua Umum HIMAS-USU Periode Kepengurusan 2014/2015.

Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di TAHURA Bukit Barisan pada tahun 2012. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur di Kalimantan Barat dari tanggal 30 Januari 2014 – 16 Maret 2014.

Penulis melaksanakan penelitian dari bulan November 2015 – Maret 2016 dengan judul “Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat

(71)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk

Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan (Polyalthia longifolia) pada Tanah Marginal ” ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1.

Ibu Dr. Deni Elfiati, S.P.,M.P sebagai ketua komisi pembimbing penulis dan kepada Bapak Dr. Delvian S.P., M.P sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

(72)

Halaman

E. Pemberian Fungi Pelarut Fosfat ... 14

F. Pemeliharaan Tanaman ... 15

3.5 Pengamatan Parameter ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 18

A. Sifat Kimia Tanah ... 18

B. Pertambahan Tinggi Tanaman... 18

C. Pertambahan Diameter Tanaman ... 20

(73)

G. Persentase Kolonisasi Akar ... 28 4.2 Pembahasan ... 29 A. Sifat Kimia Tanah ... 29 B. Pengaruh Interaksi Fungi Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza

Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 29 C. Pengaruh Jenis Fungi Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan

Tanaman ... 30 D. Pengaruh Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan

Tanaman ... 33 V. KESIMPULAN DAN SARAN

(74)

No Halaman

1. Analisis sifat kimia tanah Ultisol Arboretum USU ... 18

2. Rataan pertambahan tinggi bibit (cm) pada 16 mst ... 19

3. Rataan pertambahan diameter (mm) pada 16 mst ... 21

4. Rataan bobot kering tanaman pada 16 mst (gram)... 23

5. Rataan rasio tajuk akar tanaman pada 16 mst ... 24

6. Rataan serapan P tanaman pada 16 mst (mg/polybag)... 26

(75)

No Halaman 1. Rataan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai jenis fungi pelarut

fosfat ... 19

2. Rataan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza ... 20

3. Rataan pertambahan diameter tanaman pada berbagai jenis fungi pelarut fosfat ... 21

4. Rataan pertambahan diameter tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza ... 22

5. Rataan Bobot kering tanaman pada berbagai jenis fungi pelarut fosfat .... 23

6. Rataan bobot kering tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza ... 24

7. Rataan Rasio Tajuk Akar pada berbagai jenis fungi ... 25

8. Rataan Rasio Tajuk Akar pada berbagai dosis pupuk mikoriza ... 26

9. Rataan serapan P tanaman pada berbagai jenis fungi ... 27

10.Rataan serapan P pada berbagai dosis pupuk mikoriza ... 27

11.Akar tanpa kolonisasi FMA ... 35

Gambar

Tabel 1. Analisis sifat kimia tanah Ultisol Arboretum USU
Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi bibit (cm) pada 16 mst
Gambar 2. Rataan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk mikoriza
Tabel 3. Rataan pertambahan diameter bibit (mm) pada 16 mst
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma- norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia, maka

Berdasarkan Berita 55/ULPD/WII.5/BC.NUNUKAN/ oleh Kelompok Kerja (Pokja) tanggal 14 Juni 2016 melalui. Pelelangan Umum Pascakualifikasi Pembangunan Rumah

Penemuan interferon hasil dari bioteknologi modern untuk mengobati penyakit kanker sangatlah bermanfaat bagi para penderita, karena jaringan yang terkena kanker

Berdasarkan Berita /ULPD/WII.5/BC.TARAKAN/ Kelompok Kerja (Pokja) ULPD 14 Juni 2016 melalui Aplikasi Sederhana Pascakualifikasi Komunikasi KPPBC TMP B pelelangan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Chemsketch dalam penulisan struktur kimia pada metode resitasi terhadap

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak

Mutu fisik lipastik ektrak bayam merah sudah sesuai dengan standart literatur lipstik dan tanggapan volunter terhadap mutu fisik lipstik ekstrak bayam merah

Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa pengaktivasi yang baik digunakan pada arang aktif untuk mengadsorbsi logam Timbal (Pb) adalah pengaktivasi dengan menggunakan larutan asam