• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Risiko Tinggi Di RS Haji Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Risiko Tinggi Di RS Haji Medan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran I

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak dan Ibu,

Nama saya Nandra Irafani, saya adalah mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya akan memberikan penjelasan kepada ibu mengenai penelitian yang akan saya lakukan. Adapun judul penelitian saya ini adalah “Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan”

Tujuan dari penelitian yang saya lakukan adalah untuk mengetahui manifestasi oral apa saja yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi dan untuk mengetahui jumlah hasil terjadinya manifestasi oral yang terjadi yang berkunjung ke RS Haji Medan. Manfaat menjadi subjek penelitian adalah sebagai bahan masukan dan memberi informasi yang benar mengenai manifestasi oral

yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, sehingga Bapak dan Ibu nantinya dan mencegah dan meminimalkan terjadinya manifestasi oral tersebut.

Bapak dan Ibu sekalian, pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan keadaan kadar gula yang sangat tinggi, biasanya menimbulkan terjadinya perubahan dalam rongga mulut, seperti : gusi berdarah, mulut kering, mulut terasa terbakar dan terdapat bercak-bercak putih.

(2)

Partisipasi Bapak dan Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter bila Bapak dan Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak dan Ibu akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini identitas Bapak dan Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data penelitian ini. Kerahasiaan data Bapak dan Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak dan Ibu dipublikasikan kerahasiaan akan tetap terjaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini ada keluhan, ibu dapat langsung menghubungi saya :

Nama : Nandra Irafani

No. Hp : 083194848753

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu ibu, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2014

Peneliti,

(3)

Lampiran II

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan

dilakukan, diperiksa, didapatkan pada penelitian yang berjudul :

Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek pada penelitian ini secara sadar dan tanpa paksaan.

Medan, 2014

Tanda tangan

(4)

Lampiran III

LEMBAR PEMERIKSAAN PASIEN

No. : Tanggal :

A. DATA DEMOGRAFI

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki

2. Perempuan

Lama Menderita :

KGD Puasa :

B. PEMERIKSAAN KLINIS 1 Gingiva

2 Mukosa Bukal

3 Mukosa Labial

4 Palatum Durum

5 Palatum Mole

(5)

Jenis Manifestasi Oral Periodontitis

Xerostomia

Burning mouth syndrome (BMS)

Kandidiasis

Oral lichen planus

C. Pemeriksaan Skor Periodontal Disease Index (Ramfjord)

16 21 24

44 41 36

Jumlah skor

Indeks Periodontal = =

Jumlah gigi yang diperiksa 7 Dasar Mulut

(6)

Indeks Periodontal oleh Ramfjord(1959)

Skor Kondisi Klinis

0 Tidak ada tanda-tanda peradangan

1 Perubahan peradangan ringan sampai sedang pada gingival,tapi belum mengelilingi gigi

2 Gingivitis ringan sampai sedang yang sudah mengelilingi gigi

3 Gingivitis yang parah ditandai dengan warna merah, pembengkakan gingival tendensi mudah berdarah dan ulserasi

4 Pembentukan saku kurang dari 3 mm (warna hitam terlihat semua) 5 Pembentukan saku-3-6 mm (warna hitam bagian atas diperbatasan)

(7)

Lampiran IV

KUESIONER

Prevalensi terjadinya Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

No. :

2. Apakah mulut Anda biasanya terasa kering? A2 Ya Tidak

3. Apakah mulut Anda terasa kering saat anda makan? A3 Ya Tidak

4. Apakah Anda mengalami kesulitan saat menelan A4 makanan?

Ya Tidak

5. Apakah Anda memiliki kesulitan menelan makananan A5 yang kering?

Ya Tidak

6. Apakah Anda mengisap permen untuk meringankan A6 mulut kering?

Ya Tidak

(8)

B. Burning Mouth Syndrome (BMS)

1. Apakah Anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B1 terbakar pada lidah?

Ya Tidak

2. Apakah pada lidah Anda juga terasa gatal? B2 Ya Tidak

3. Apakah anda pernah merasakan sensasi seperti rasa B3 terbakar pada gusi?

Ya Tidak

4. Apakah pada gusi Anda juga disertai rasa gatal? B4 Ya Tidak

Jumlah

Skor Manifestasi Oral √

A Xerostomia

B Burning Mouth Syndrome (BMS)

Skor :

• Ya = 1 • Tidak = 0

Kriteria skor :

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ankinteyo SO, Collins MT, Ship JA. Diabetes mellitus and oral endocrine disease. In: Greenbreg MS, Glick M,Ship JA. Eds Burket’s Oral Medicine. 11th ed., Hamilton: BC Decker Inc, 2008: 509-19.

2. Rahajeng E. Risiko diet terhadap peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada kasus toleransi glukosa terganggu. Jakarta. The Indonesian Journal of Health Ecology 2007; 6(1): 527-36.

3. Lalla RV, D’ambrosio JA. Dental management considerations for the patient with diabetes mellitus. JADA 2001; 132: 1425-32.

4. Sudoyo AW et al. Ilmu penyakit dalam. 4th ed., Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2006; 1852-60.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia (RISKESDAS). 2007.

6. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013.

7. Wollner D. Oral implications of diabetes melitus. Pacific Health Dialog 2003; 10: 98-101.

8. Tarigan MU. Diabetes melitus dan hubungannya dengan perawatan kedokteran gigi anak. Dental Journal 2003; 8: 7-21.

9. Oktanauli P, Fani IR, Aldiba A. Aspek imunologi rongga mulut pada penderita diabetes melitus. JITEKGI 2011; 8(1): 47-50.

10.Fasting Diabetic. Risk stratification-who should/should not fast.

(10)

12.Ahmed I, Nasreen S, Jehangir U, Wahid Z. Frequency of oral lichen planus in patients with noninsulin dependent diabetes mellitus. Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2012; 22: 30-4.

13.Sari RM, Thobari JA, Andayani TM. Evaluasi kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 yang diterapi rawat jalan dengan anti diabetic oral di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Managemen dan Pelayanan Farmasi 2011; 1(1): 35-42.

14.Hamadneh S. Dweiri A. Oral manifestations in controlled and uncontrolled diabetic patients-a study in jordan. PODJ 2012; 32(3): 456-9.

15.Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3., Alih bahasa. Nike B. Jakarta: EGC, 2009: 624-9.

16.Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the medically compromised patient. 7th ed., Mosby, 2008: 212-32.

17.Edgar WM, Mullane DM. Saliva and oral health. 2nd ed., Great Britian: Thanet press limited; 1996.

18.Kaku K. Phatophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ

2010; 53(1): 41-6.

19.Regina. Definisi dan tipe diabetes

20.Matthews DC. The relationship between diabetes and periodontal disease. J can Dent Assoc 2002; 68(3): 161-4.

21.American diabetes association. Age, race, gender and family history.

22.Seroja CS. Faktor risiko diabetes melitus.

(11)

25.Dugal R. Xerostomia: dental implications and management. Annals and Essences of Dentistry 2010; 2(3); 137-40.

26.Vernillo AT. Dental considerations for the treatment of patients with diabetes mellitus. JADA 2003; 134: 245-335.

27.Andayani TM. Analisis biaya terapi diabetes melitus di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia 2006; 17(3): 130-1.

28.Gupta S, Kumar AC. A comparative study on oral manifestations of controlled and uncontrolled type 2 diabetes mellitus in south indian patients. JIAOMR 2011; 23(4): 521-6.

29.Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad Med J 2002; 78: 455-9.

30.Al-Maskari AY, Almaskari MY, Al-Sudairy S. Oral manifestations and complications of diabetes melitus. Sultan Qaboos Univ Med J 2011; 11(2): 179-86

31.National Institute of Dental and Craniofacial Research. Burning mouth syndrome. May 2011

32.Tarigan RN, Setyawati T. Tantangan dalam perawatan oral lichen planus pada pasien diabetes melitus (laporan kasus). Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 8-17.

33.Southerland JH, Taylor GW, Offenbacher S. Diabetes and periodontal infection: making the connection. Clinical Diabetes 2005: 23; 171-8.

34.Ship JA. Diabetes and oral health. JADA 2003; 134: 4-10.

35.Khovidhunkit SP, Suwantuntula T, Thaweboon S, Khovidhunkit W, Mitrirattanakul S, Chomkhakhai U. Xerostomia hyposalivation, and oral micribiota in type 2 diabetic patients: a preliminary study. J Med Assoc Thai 2009; 92(9): 1220-8.

(12)

37.Bastos AS, Leite ARP, Neto RS, Nassar PO, Massucato EMS, Orrico SRP. Diabetes mellitus and oral mucosa alterations: prevalence and risk factors. Diabetes research and clinical practice 2011: 92; 100-5.

38.Walukow WG. Gambaran xerostomia pada penderita diabetes melitus tipe 2 di poliklinik endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou Manado. Program Studi Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi: 2013: 1-5 39.Nakazone PA, Nogueira AVB, Junior FGPA, Massucato EMS. Burning

mourh syndrome: a discussion about possible etiological factors and treatment modalities. Braz J oral Sci 2009; 8(2): 62-6.

40.

glossodynia without objective manifestation. 100-5

41.Ara SA, Mamatha GP, Rao B. Incidence of diabetes mellitus in patients with lichen planus. J Dental Clin 2011; 3: 29-33.

42.Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional. Survei deskriptif merupakan suatu penelitian yang bertujuan melakukan

pengumpulan data mengenai manifestasi oral yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi. Hasil penelitian ini akan memberikan data manifestasi oral apa saja yang terjadi dan untuk mengetahui prevalensi terjadinya manifestasi oral pada diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi dicatat dan didata sekaligus pada saat yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RS Haji Medan. Rumah Sakit Haji Medan adalah sebuah rumah sakit swasta di daerah provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Willem Iskandar (Pancing), Medan, Indonesia. Berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI No. YM.00.03.2.2.626 tentang akreditasi Rumah Sakit pada tanggal 09 Mei 2001, menyebutkan Rumah Sakit Haji Medan adalah sebuah rumah sakit swasta yang memiliki fasilitas memadai dan telah menjadi akreditasi tingkat dasar dan masuk dalam kelas B pendidikan. Rumah sakit

(14)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien rawat jalan penderita diabetes melitus tipe 2, baik laki-laki maupun perempuan, yang menjalani perawatan di RS Haji Medan selama periode penelitian.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

penelitian. Sampel penelitian ini adalah pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sample jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan diikutsertakan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.42

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, peneliti menggunakan proporsi prevalensi berdasarkan populasi pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RS Haji Medan pada bulan Oktober 2013, yaitu p = 0,24 dan besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus estimasi proporsi:26

Z1-α/2 . P (1-P) P = Proporsi prevalensi penyakit (0,24)

(15)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang menjalani perawatan di RS Haji Medan.

3.4.2 Kriteria Eksklusi 1. Pasien yang merokok

2. Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

3.5Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian 3.5.1.1 Variabel bebas

Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang menjalani perawatan di RS Haji Medan.

3.5.1.2 Variabel terikat

Manifestasi oral yang terjadi di rongga mulut pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi.

Definisi: Pasien dengan kadar gula puasa >250 mg/dl, memiliki komplikasi dan kontrol metabolik yang buruk, pernah mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis, HbA1c lebih dari 9%

Cara ukur: Sesuai dengan diagnosis klinis DM tipe 2 dengan risiko tinggi Alat ukur: Kadar gula darah

(16)

Cara ukur: 6 gigi terpilih yang dianggap mewakili keseluruhan gigi yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41 dan 44.

Alat ukur: Periodontal probe WHO dan menggunakan Index Ramfjord Skala ukur: Kategorik

3. Xerostomia

Definisi: Adanya sensasi subjektif pada pasien berupa adanya keluhan mulut kering dan sulit menelan akibat berkurangnya produksi saliva dalam rongga mulut.

Cara ukur: Sesuai dengan gejala klinis xerostomia

Alat ukur: Kuesioner dengan skor xerostomia lebih besar atau sama dengan 5

Skala ukur: Kategorik

4. Kandidiasis pseudomembran akut (Thrush)

Definisi: Ditandai dengan plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru yang dapat dihapus dan meninggalkan permukaan merah,

kasar, atau berdarah.

Cara ukur: Pemeriksaan objektif pada mukosa oral Alat ukur: Kaca mulut dan spatula kayu

Skala ukur: Kategorik

5. Burning Mouth Syndrome (BMS)

Definisi: Sensasi mulut tebakar yang ditandai dengan rasa gatal dan panas di rongga mulut

Cara ukur: Sesuai dengan gejala klinis burning mouth syndrome

Alat ukur: Kuesioner dengan skor burning mouth syndrome lebih besar atau sama dengan 2

Skala ukur: Kategorik

6. Oral Lichen Planus

(17)

a) Tipe retikular muncul dengan gambaran striae-striae keratorik putih (wickham striae) dengan batas eritema.

b) Tipe plak mulai dari bentuk rata, halus hingga irregular.

c) Tipe erosif berupa gambaran area eritema dan ulserasi yang disertai

wickham striae.

d) Tipe atropik yang difus, eritematus yang dikelilingi wichkam striae.

e) Tipe papula menyatu dengan tipe retikular.

f) Tipe bula yang langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif Cara ukur: Pemeriksaan objektif pada mukosa oral

Alat ukur: Kaca mulut Skala ukur: Kategorik

3.6 Sarana Penelitian Alat:

1. Kaca mulut

2. Periodontal probe WHO 3. Spatula kayu

4. Sarung tangan 5. Masker 6. Lampu senter 7. Gelas plastik

Bahan: 1. Kapas

(18)

3.7Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di Poliklink Penyakit Dalam RS Haji Medan yang dilakukan mulai dari pukul 08.00 WIB s/d 13.00 WIB

3.7.1 Data Demografi

Data demografi diperoleh dari rekam medik dan subjek yang dipilih disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Selanjutnya, subjek diberikan lembar penjelasan penelitian dan bila subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian maka subjek penelitian menandatangani lembar informed consent.

3.7.2 Data Klinik

Data klinik diperoleh dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut terhadap subjek penelitian. Manifestasi oral diketahui dengan kuisioner dan pemeriksaan klinis terhadap penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi. Kuisioner dilakukan

untuk pemeriksaan xerostomia dan burning mouth syndrome. Sedangkan pemeriksaan klinis untuk melihat kelainan mulut berupa periodontitis, kandidiasis dan oral lichen

planus. prosedurnya pemeriksaan rongga mulut antara lain :

1. Subjek penelitian didudukkan dengan keadaan rileks. Posisi pemeriksa berdiri didepan subjek.

2. Pemeriksaan klinis dilakukan peneliti dengan bantuan asisten. Peneliti menggunakan kaca mulut, spatula kayu, probe WHO dan penerangan berupa lampu senter.

(19)

3.8 Pengolahan dan Analisa Data 3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual, ditabulasikan, lalu dikonversikan ke tabel dan diagram.

3.8.2 Analisis Data

Data univariat adalah data yang digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan setiap variabel penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar yang meliputi42 :

1. Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi berdasarkan Umur di RS Haji Medan

2. Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi berdasarkan Jenis Kelamin di RS Haji Medan

3. Distribusi dan Frekuensi Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

4. Frekuensi Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

5. Distribusi dan Frekuensi Periodontitis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

6. Distribusi dan Frekuensi Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

7. Distribusi dan Frekuensi Kandidiasis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

8. Distribusi dan Frekuensi Burning Mouth Syndrome (BMS) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

(20)

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian pada penelitian ini antara lain : 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti memberi lembar penjelasan dan persetujuan kepada subjek penelitian. Peneliti kemudian menjelaskan tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta manfaat yang akan diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Jika subjek penelitian bersedia, subjek penelitian dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan dan berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Data yang terkumpul dalam penelitian akan dijamin kerahasiannya oleh si peneliti.

2. Kelayakan Etik (Ethical Clereance)

(21)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi Berdasarkan Umur di RS Haji Medan

Subjek penelitian ini berjumlah 70 orang di Poliklinik Penyakit Dalam RS Haji Medan. Data primer menunjukkan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi dengan umur terendah 46 tahun dan umur tertinggi 75 tahun. Kelompok umur 40-49 tahun ditemukan 7 orang (10%), 50-59 tahun ditemukan 31 orang (44%), kelompok umur 60-69 tahun ditemukan 26 orang (37%), dan 70-79 tahun ditemukan 6 orang (9%) (Gambar 5).

Gambar 5. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berdasarkan umur di RS Haji Medan.

40-49 Tahun 50-59 Tahun 60-69 Tahun 70-79 Tahun

Frekuensi 7 31 26 6

Persentase 10% 44% 37% 9%

(22)

4.2 Distribusi dan Frekuensi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi Berdasarkan Jenis Kelamin di RS Haji Medan

Penelitian dilakukan pada 70 subjek penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi. Ditemukan laki-laki berjumlah 27 orang (39%) dan perempuan berjumlah 43 orang (61%) (Gambar 6).

Gambar 6. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berdasarkan jenis kelamin di RS Haji Medan.

4.3Distribusi dan Frekuensi Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Pada 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi ditemukan yang terjadi dengan waktu singkat yaitu 4 tahun dan waktu paling lama dalam 22 tahun. Kelompok yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi dengan rentang 1-5 tahun sebanyak 16 orang (43%), rentang 6-10 tahun sebanyak 30 orang

(43%), rentang 11-15 tahun sebanyak 15 orang (21%), rentang 16-20 tahun sebanyak

(23)

Gambar 7. Distribusi dan frekuensi lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan

4.4Frekuensi Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Pada 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang diperiksa, ditemukan sebanyak 67 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang memiliki manifestasi oral (96%). Sedangkan pada 3 lainnya tidak memiliki

manifestasi oral (4%).

Gambar 8. Frekuensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan 1-5 Tahun 6-10 Tahun 11-15 Tahun 16-20 Tahun 21-25 Tahun

Frekuensi 16 30 15 6 3

Persentase 23% 43% 21% 9% 4%

(24)

Pada 70 penderita diabetes melitus dengan risiko tinggi yang diperiksa, ditemukan 171 manifestasi oral. Setiap subjek yang diperiksa ditemukan dengan 1 jenis manifestasi oral sebanyak 11 orang (16%), 2 jenis manifestasi oral sebanyak 17 orang (25%), 3 jenis manifestasi oral sebanyak 24 orang (36%), 4 jenis manifestasi oral sebanyak 10 orang (15%) dan 5 jenis manifestasi oral sebanyak 5 orang (8%) (Tabel 3).

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi berdasarkan banyaknya jenis manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan

Jumlah Manifestasi Oral Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Jenis 11 16%

4.5 Distribusi dan Frekuensi Periodontitis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Pada penelitian ini, subjek penelitian yang diperiksa ditemukan mengalami periodontitis dijumpai sebanyak 54 orang (77,1%) (Tabel 2).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi periodontitis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan

Periodontitis Frekuensi (F) Persentase (%)

Periodontitis (+) 54 77%

(25)

4.6 Distribusi dan Frekuensi Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Dari 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, xerostomia ditemukan sebanyak 48 orang (68,6%) (Tabel 3).

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan

Xerostomia Frekuensi (F) Persentase (%)

Xerostomia (+) 48 69%

Xerostomia (-) 22 31%

Jumlah 70 100%

4.7 Distribusi dan Frekuensi Kandidiasis pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Dari 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, ditemukan sebanyak 30 orang (42,9%) mengalami kandidiasis (Tabel 4).

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi kandidiasis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

Kandidiasis Frekuensi (F) Persentase (%)

Kandidiasis (+) 30 43%

Kandidiasis (-) 40 57%

(26)

4.8 Distribusi dan Frekuensi Burning Mouth Syndrome (BMS) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Mina Medan

Dari 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, ditemukan sebanyak 34 orang mengalami burning mouth syndrome (BMS) (Tabel 5).

Tabel 6. Distribusi dan frekuensi burning mouth syndrome (BMS) pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

Burning mouth

syndrome (BMS)

Frekuensi (F) Persentase (%)

BMS (+) 34 49%

BMS (-) 36 51%

Jumlah 70 100%

4.9 Distribusi dan Frekuensi Oral Lichen Planus pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi di RS Haji Medan

Dari 70 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, ditemukan sebanyak 5 orang (7,1%) mengalami oral lichen planus (Tabel 6).

Tabel 7. Distribusi dan frekuensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

Oral Lichen planus Frekuensi (F) Persentase (%)

OLP (+) 5 7%

OLP (-) 65 63%

(27)

BAB 5 PEMBAHASAN

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan adanya peninggian kadar glukosa dalam darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, ataupun kombinasi keduanya. Penderita mempunyai gejala klasik yang sangat khas yaitu polidipsia, poliuria, polifagia.1,3,16

Berkaitan dengan data demografi pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RS Haji Medan, subjek penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berjumlah 70 orang. Pada penelitian ini distribusi dan frekuensi berdasarkan umur, ditemukan kelompok usia tertinggi pada 50-59 tahun sebanyak 31 orang (44,3%). Hasil ini hampir sama dengan penelitian Gupta dan Kumar tahun 2011 di Dapertemen Penyakit Mulut dan Radiologi di India yaitu penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk pada kelompok usia tertinggi ditemukan pada usia 50-59 tahun sebesar 32%.28 Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 45-65 tahun.27 Dengan demikian, subjek yang berusia 50-59 tahun lebih banyak mengunjungi RS Haji Medan untuk berobat.

(28)

kepada anaknya dan juga pada perempuan yang telah mengalami menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon esterogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini mempengaruhi sel-sel merespon insulin.21,22 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pada pasien diabetes melitus dengan risiko tinggi ini lebih banyak perempuan.

Persentase lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi pada setiap subjek bervariasi. Lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi yang paling banyak ditemukan adalah dari 6-10 tahun sebanyak 30 orang (42,85%). Pada saat penelitian ditemukan lama waktu menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi paling singkat dalam waktu 4 tahun dan paling lama dalam waktu 21 tahun. Semakin lama pasien menderita diabetes melitus tipe 2, maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi.38 Hal ini sesuai dengan kriteria diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi bahwa pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi sudah terjadi komplikasi.

Penelitian ini menemukan prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes

melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan sebesar 96%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Bastos dkk pada tahun 2011 bahwa sebesar 88% terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Brazil.37 Menurut Oktanauli dkk (2011), gejala-gejala diabetes melitus tipe 2 mempunyai dampak perubahan di dalam rongga mulut.9 Menurut Walukow (2013), Kontrol gula yang buruk dalam waktu jangka panjang akan memudahkan terjadinya komplikasi sistemik dan manifestasi oral di rongga mulut. Keadaan ini akan mengakibatkan risiko tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut.38

(29)

glikemiknya yang baik. Dimulai dengan terjadinya gingivitis dan kemudian dengan kontrol glikemik yang buruk berkembang menjadi penyakit periodontal yang parah dan berlanjut menjadi periodontitis. Penderita diabetes melitus juga rentan terhadap terjadinya inflamasi yang disebabkan defisiensi fungsi leukosit polimorfonukleus (LPN) yang menyebabkan gangguan kemotaksis dan melemahnya daya fagositosis yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen dan menyebabkan rentan terhadap infeksi dan menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan periodonsium.26,33 Penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk juga terjadi perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenase dan penurunan sintesis kolagen pada gingiva. Kolagen yang terdapat didalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal.9,20,24

Terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat dipengaruhi oleh kondisi dan oral higiene mulutnya. Penderita diabetes melitus dengan oral higiene yang tidak terawat dengan baik akan memudahkan terjadinya

pembentukan plak yang terus menyebar ke jaringan periodontal dan akar gigi dan akan menyebabkan periodontitis apabila tidak dirawat dengan baik.20,33 Persentase yang tinggi ini kemungkinan disebabkan karena pasien di RS Haji Medan kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan rongga mulutnya.

(30)

mengakibatkan cairan dalam tubuh berkurang sehingga sekresi saliva juga berkurang.30 Saliva memiliki peranan penting di dalam rongga mulut yang berfungsi untuk menjaga rongga mulut tetap basah, membantu dalam pengunyahan, penelanan dan proses bicara, sehingga apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan.33 Pasien yang datang ke RS Haji Medan selalu mengeluh merasakan mulut kering dan sulit menelan makanan. Berdasarkan diagnosa subjektif penderita yang mengeluhkan mulut kering digolongkan kepada xerostomia. Edger dan Mullane menyatakan, gejala subjektif xerostomia meliputi keinginan minum meningkat, kesulitan dalam berbicara, kesulitan mengunyah makanan, kering saat menelan, sering menegak air terutama saat makan dan saat tidur.17

Semakin tinggi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus, maka semakin tinggi pula kemungkinannya untuk merasakan xerostomia. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dapat menimbulkan kelainan pada rongga mulut salah satunya xerostomia. Hal ini sesuai

(31)

sendiri, tetapi dapat juga penggunaan obat-obatan lainnya akibat komplikasi dari diabetes melitus itu sendiri seperti obat antihipertensi dan antidepresan.33,35

Manifestasi oral tertinggi ketiga pada penelitian ini adalah burning mouth

syndrome yaitu sebesar 49%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Hamadneh dan

Dweiri tahun 2012 di Jordan yang mengatakan bahwa prevalensi burning mouth

syndrome sebanyak 48% pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol

glikemiknya yang buruk.14 Pada penderita diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi. Salah satunya komplikasi mikrovaskular, yaitu neuropati. Kerusakan saraf ini mempengaruhi kerja saraf salah satunya saraf glosoparingeal yang mengendalikan rasa sakit dan pengecapan. Hal ini yang menyebabkan adanya sensasi nyeri dan terbakar pada lidah dan bibir ataupun seluruh rongga mulut.31,39

Pada pasien diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk, xerostomia dan kandidiasis berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth

syndrome. Pasien dengan xerostomia sering mengeluhkan kekeringan (dryness),

gangguan rasa (dysgeusia) dan lidah yang menyakitkan (glossodynia) didalam rongga

mulutnya. Kekeringan yang menetap di mulut akan mudah mengiritasi dan terjadi infeksi di jaringan lunak mulut. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva sehingga akan menyebabkan radang dan nyeri. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih saliva berkurang sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar.30,38 Xerostomia juga telah diidentifikasi hampir 65% dari pasien burning

mouth syndrome.39 Kandidiasis juga telah dilaporkan berkontribusi pada burning

mouth syndrome. Penderita penyakit ini biasanya mempunyai keluhan terasa terbakar

atau kadang-kadang sakit didaerah terjadinya kandidiasis. Osaki dkk menyatakan bahwa kandidiasis sebagai penyebab pada 25% pasien BMS.40

(32)

kandidiasis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemiknya yang buruk.28 Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 menyebabkan terjadinya kandidiasis.34 Hal ini disebabkan karena pada penderita diabetes melitus terjadinya penurunan/berkurangnya produksi saliva sehingga memudahkan terjadinya kandidiasis. Saliva memiliki efek self-cleansing dan memilki kandungan antibodi saliva (IgA) dan antimikroba yang berperan penting dalam membersihkan mukosa mulut dan mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi candida albicans. Adanya gangguan metabolisme pada penderita diabetes melitus tipe 2 juga dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi sehingga sistem imun menurun. Adanya defisiensi imun pada penderita diabetes melitus mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun pada saliva. Bila terjadi maka antimikroba dalam saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga memicu timbulnya infeksi kandida.8,35

Manifestasi oral yang paling sedikit ditemukan pada penelitian ini adalah oral

lichen planus sebesar 7%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Ahmed dkk tahun

2012 mengatakan bahwa sebanyak 6,9% mengalami oral lichen planus.12 Penelitian Bastos dkk juga menyatakan bahwa sebanyak 6,1% oral lichen planus ditemukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk.37 Hubungan antara oral lichen planus dan diabetes melitus tipe 2 secara luas telah diteliti, tetapi masih tetap menimbulkan perdebatan. Hubungan antara diabetes melitus dan oral

lichen planus juga telah mempelajari sebaliknya. Ara dkk telah mengamati bahwa

(33)

lichen planus pada penderita non-insulin dependent diabetes melitus tahun 2012 yang

(34)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pengunjung Poliknik Penyakit Dalam RS Haji Medan ditemukan manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi, yaitu periodontitis, xerostomia, kandidiasis, burning mouth syndrome dan oral lichen planus. Prevalensi manifestasi oral yang paling banyak dijumpai adalah periodontitis diikuti dengan xerostomia, burning mouth syndrome, kandidiasis, dan yang paling sedikit adalah oral lichen planus.

Penelitian ini hanya mendiagnosis dan mencatat manifestasi oral yang dijumpai pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis saja. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melalukan evaluasi lebih lanjut terhadap kaitan serta hubungan antara terjadinya manifestasi oral dengan komplikasi yang terjadi dan hubungan antara faktor-faktor penyebab dengan manifestasi oral tersebut. Manifestasi rongga mulut

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia disebabkan karena abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.1

2.1.2Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes melitus menurut etiologi dibagi menjadi empat kelompok yaitu1 :

1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) merupakan tipe diabetes melitus terbanyak pada anak dan didapatkan diberbagai negara termasuk Indonesia. Karena insiden ini terjadi dan memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu diabetes melitus ini disebut diabetes juvenilis. Akan tetapi diabetes mellitus tipe 1 ini dapat timbul pada semua kelompok usia.14,15 Diabetes melitus tipe 1 umumnya terjadi kerusakan sel beta atau cacat dalam fungsi

sel beta akibat proses autoimun yang menyebabkan kekurangan insulin absolut.3 Pada tipe 1, individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.15 Gambaran klinis yang khas pada diabetes melitus tipe 1 berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan adanya penurunan berat badan yang progresif.14

2. Diabetes melitus tipe 2

(36)

penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe 2 mempunyai etiologi yang multifaktorial termasuk keturunan gen, umur, obesitas dan kurang olahraga.1 Wanita lebih banyak mengidap penyakit ini ketimbang pria.15 Diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 45-65 tahun.27 Hampir 50% kasus diabetes melitus tipe 2 tidak terdiagnosa dikarenakan gejalanya sering tidak disadari dan fase preklinisnya berlangsung selama 5-10 tahun.1

3. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain ini sering ditemukan di daerah tropis dan negera berkembang. Diabetes melitus tipe ini relatif jarang.3 Kemungkinan penyebabnya termasuk cacat genetik fungsi sel beta atau kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, endokrinopati, penggunaan obat atau bahan kimia, infeksi dan sindrom genetik tertentu.1 Dulu jenis ini disebut diabetes melitus terkait malnutrisi (MRDM), tetapi oleh karena patogenesis jenis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhir

(1999) tidak lagi disebut sebagai MRDM melainkan disebut diabetes melitus tipe lain.4

4. Diabetes gestasional

(37)

kembali keadaan normal setelah kelahiran akan tetapi mempunyai resiko yang lebih besar untuk ibu terkena diabetes melitus tipe 2 di masa depan.1

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain seperti lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur.4

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA).

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

<110 110-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

<110 110-125 ≥126

Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes melitus harus diketahui jenis diabetes melitus yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, dan kontrol yang memadai pada diabetes melitusnya. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok risiko spesifik, yaitu :

a) Pasien dengan risiko rendah (Low Risk)

Pada penderita dengan risiko rendah, yaitu kontrol metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimptomatik, tidak ada komplikasi neurologik, vaskular maupun infeksi, kadar gula darah puasa <200mg/dl (<11,1 mmol/L) dan kadar HbA1c <7%.

(38)

hipoglikemik atau ketoasidosis dan komplikasi diabetes yang terlihat. Kadar gula darah puasa <250mg/dl (13,9 mmol/L) dan kadar HbA1c sekitar 7-9%.

c) Pasien dengan risiko tinggi (High Risk)

Penderita dengan risiko tinggi memiliki komplikasi dan kontrol metabolik yang sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, terkadang melampaui 250mg/dl dan konsentrasi HbA1c > 9%.7

2.1.4 Patofisiologi

Glukosa mempunyai peranan yang penting dalam menstimulus sekresi insulin. Insulin adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel pankreas yang berfungsi sebagai regulator utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Insulin juga bertanggung jawab dan mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal. Jumlah asupan karbohidrat akan mempengaruhi jumlah produksi dan sekresi insulin yang dihasilkan.16 Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari sel-sel beta pulau langerhans pankreas setelah makan dan mengirim sinyal kepada insulin dalam tubuh untuk menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar glukosa darah.17

(39)

dan elektrolit yang berlebihan mengakibatnya terjadi peningkatan dalam berkemih (poliuria). Akibat adanya poliuria yang menyebabkan berkurangnya cadangan air tubuh, sehingga tubuh mengirimkan sinyal ke pusat otak dan menyebabkan sering merasa haus (polidipsia). Lalu karena sel-sel kekurangan glukosa, penderita akan mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia). Inilah tanda klasik dan simptom dari diabetes melitus tipe 2.3

Penyakit diabetes melitus memang bukan merupakan penyebab utama kematian. Namun, komplikasi akut yang ditimbulkannya merupakan keadaan gawat darurat yang tinggi angka kematiannya, sedangkan komplikasi kronik seperti stroke, kebutaan, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal kronik, luka yang sulit sembuh, dan impotensi merupakan masalah besar bagi kelangsungan hidup dan produktivitas penderita serta memberikan beban biaya yang cukup mahal.2

2.1.5 Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya

diabetes melitus tipe 2 menurut American Diabetes Association (ADA), yaitu : 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Riwayat keluarga

Faktor keturunan merupakan faktor pemicu penyakit diabetes melitus yang paling umum yang tidak dapat dirubah. Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya, seseorang akan menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.

b. Usia

(40)

c. Jenis kelamin

Pada usia kurang dari 40 tahun, pria dan wanita memiliki risiko yang sama mengalami diabetes melitus. Sedangkan pada usia lebih dari 40 tahun, wanita lebih berisiko mengalami diabetes melitus. Pada wanita yang telah mengalami menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini mempengaruhi sel-sel merespon insulin.

d. Ras

Peningkatan penderita diabetes melitus di wilayah Asia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih dari 60% penderita berasal dari Asia.

e. Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2 untuk 10 tahun yang akan datang.21,22

2. Faktor lainnya a. Obesitas

Obesitas atau kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.

b. Kurang olahraga

Kurang olahraga menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal, dan juga pankreas yang dapat memicu penyakit diabetes melitus.

c. Hipertensi

(41)

pelepasan insulin pada saluran pankreas dan akhirnya berperan dalam meningkatkan risiko untuk terserang penyakit diabetes melitus tipe 2.

d. Konsumsi obat-obatan

Konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama diyakini akan memberikan efek negatif yang tidak ringan bahkan bisa meningkatkan risiko terkena diabetes melitus karena bisa merusak pankreas dan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.22

2.1.6 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat adanya manifestasi dalam rongga mulut yaitu periodontitis, xerostomia, burning mouth syndrome, kandidiasis dan oral lichen planus.10

2.1.6.1 Periodontitis

Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan periodonsium yaitu gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan resorpsi tulang alveolar.24 Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing, dapat juga ditemukan kemerahan dan pembengkakan gingiva. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis yang tidak dirawat. Secara klinis pada awalnya terlihat peradangan pada gingiva di servikal gigi dan warnanya lebih merah. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang terjadi waktu menyikat gigi. Bila gingivitis ini terus belanjut tanpa perawatan, infeksi akan meluas dari gingiva ke arah tulang dibawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodonsium yaitu kehilangan perlekatan yang banyak dan terbentuknya saku periodontal.23,33

(42)

terhadap kesehatan jaringan periodonsium.30 Pada penderita diabetes melitus secara signifikan terjadi kehilangan perlekatan pada jaringan peridonsium. Suatu studi yang dilakukan Bridges dkk menemukan bahwa pada penderita diabetes melitus mempengaruhi semua parameter periodontal, termasuk skor pendarahan, kedalaman probing, kehilangan perlekatan dan gigi yang hilang.20 Buruknya kontrol gula darah dapat memperparah kerusakan jaringan periodonsium. Kandungan glukosa yang terdapat didalam cairan sulkus gingiva dan darah dapat mengubah lingkungan dari mikroflora dalam rongga mulut sehingga terjadi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.9,23,26

Gambar 1. Periodontitis28

(43)

2.1.6.2 Xerostomia

Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif pada pasien berupa adanya rasa kering akibat aliran saliva berkurang.35 Saliva memainkan peranan penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut.30 Saliva berfungsi untuk menjaga rongga mulut tetap basah, membantu dalam pengunyahan, penelanan dan proses bicara. Apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan, sehingga apabila seseorang yang mengalami xerostomia menyebabkan dampak dan pengaruh negatif yang dapat menganggu kualitas hidupnya.33 Xerostomia dapat disebabkan antara lain karena terapi penyinaran, pemakaian obat-obatan, penyakit sistemik dan penyakit yang berhubungan dengan kelenjar saliva. Xerostomia merupakan keluhan umum yang terjadi diantara pada usia lanjut dan menurut penelitian sebelumnya sebanyak 30% berusia 65 tahun mengalami xerostomia.25

Gambar 2. Xerostomia34

(44)

Xerostomia merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut penderita diabetes melitus tipe 2.25,34 Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 melaporkan bahwa dari 62 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk, sebanyak 87% mengalami xerostomia.14

2.1.6.3Kandidiasis

Kandidiasis merupakan suatu infeksi oportunistik berupa lesi putih yang terdapat dalam rongga mulut dan disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari jamur candida sp, yaitu candida albicans. Salah satu bentuk kandidiasis yang paling umum adalah kandidiasis pseudomembran akut.29

Kandidiasis pseudomembran akut (thrush) adalah suatu infeksi akibat tumbuhan berlebihan dari jamur candida albicans. Tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru yang dapat dihapus dan meninggalkan permukaan merah, kasar, atau berdarah. Biasanya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Secara klinis, plak-plak putih tersebut tampak

dalam kelompok-kelompok yang mempunyai tepi eritematous. Faktor predisposisi dari kandidiasis termasuk usia, diabetes melitus, defisiensi imun, malnutrisi, pasien yang mengidap HIV/AIDS atau leukemia, dan penggunaan obat-obatan. Diagnosis ini biasanya mudah dilihat dan merupakan salah satu bentuk yang paling umum yang terjadi di rongga mulut.29,30,33

Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, yaitu lactoferin, perioxidase, lysozyme dan IgA. Saliva memiliki efek

self-cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut.

(45)

Gambar 3. Oral Thrush36

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Gupta S (2011) melaporkan bahwa dari 50 pasien diabetes melitus terkontrol dan 50 pasien tidak terkontrol, ditemukan sebanyak 15 pasien (30%) yang mengalami kandidiasis, sedangkan pada pasien terkontrol, kandidiasis ditemukan hanya 1 pasien (2%).28

2.1.6.4 Burning Mouth Syndrome (BMS)

Burning mouth syndrome (BMS) adalah kondisi yang menyakitkan dimana

sering didefenisikan sebagai sensasi nyeri dan panas di lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut. Ditandai dengan rasa sakit, terbakar dan terasa gatal yang mempengaruhi mukosa oral.33 Sensasi terbakar dari sedang sampai parah adalah gejala utama dari BMS dan dapat bertahan selama sebulan atau tahun. Bagi sebagian orang sensasi terbakar dimulai pada pagi hari, meningkat pada sore hari dan sering reda pada malam hari. Beberapa merasa sakitnya datang secara konstan dan ada juga rasa sakitnya muncul dan tiba-tiba menghilang dengan sendirinya.31 Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi telah dikaitkan dengan beberapa kondisi seperti xerostomia, menopause, infeksi kandida, diabetes melitus yang tidak terkontrol, terapi kanker dan masalah psikologis.30,33 Pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, xerostomia dan kandidiasis berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome.1

(46)

oleh Hamadneh dan Dweiri (2012) melaporkan bahwa dari 62 pasien yang tidak terkontrol sebanyak 48% pasien mengalami burning mouth syndrome.14

2.1.6.5 Oral Lichen Planus

Oral lichen planus merupakan penyakit inflamasi kronis yang bersifat

autoimun, biasanya melibatkan mukosa rongga mulut. Penyebab penyakit ini akibat rusaknya sel basal dengan latar belakang kondisi imunologis yang penyebabnya tidak diketahui. Diduga merupakan keadaan yang abnormal dari respon imun sel T. Stres, genetik, makanan, obat-obatan, penyakit sistemik dan oral higiene yang buruk diduga menjadi faktor pemicu terjadinya oral lichen planus.33

Penyakit ini memiliki beberapa bentuk manifestasi klinis yang dapat mengakibatkan pasien tidak merasa nyaman dengan rongga mulutnya. Beberapa bentuk manifestasi klinis dari oral lichen planus terdiri atas retikular, plak, atropik, erosif, papula dan bula. Lesi-lesi ini biasanya terjadi bilateral pada mukosa bukal, gingival, lidah dan bibir. Tipe retikular merupakan bentuk umum dari oral lichen

planus. Biasanya muncul dengan gambaran striae-striae keratorik putih (wickham

striae) dengan batas eritema. Tipe plak mulai dari bentuk rata, halus hingga irregular.

Biasanya ditemui pada lidah dan mukosa bukal. Tipe retikular dan plak biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Sedangkan bentuk umum yang kedua dari oral lichen

planus adalah tipe erosif berupa gambaran area eritema dan ulserasi. Tipe atropik

biasanya difus, eritematus yang dikelilingi striae putih. Tipe erosif dan atropik ini biasanya menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien. Tipe papula biasanya muncul pada tahap awal penyakit. Sedangkan bentuk bula biasanya langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif. Bentuk bula ataupun papula paling jarang terlihat dan tipe ini sering terlihat dengan tipe retikular (termasuk tipe campuran).30,32,34

(47)

asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan merusak sel basal yang diduga sebagai benda asing sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.32,33 Penelitian yang dilakukan oleh Bastos dkk (2011) menyatakan bahwa sebanyak 6,1% mengalami oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2. Tingginya prevalensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2 bisa disebabkan karena kondisi diabetes melitus ini dapat memperparah lesi oral lichen planus.37

(48)

2.2 Kerangka Teori

Diabetes melitus tipe 2

Manifestasi oral

• Periodontitis • Xerostomia • Kandidiasis • Burning mouth

syndrome (BMS)

Oral lichen planus

• Riwayat keluarga • Umur

• Jenis kelamin • Ras

• Diabetes gestasional

Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin

(49)

2.3 Kerangka Konsep

Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

risiko tinggi

• Periodontitis • Xerostomia • Kandidiasis

Burning mouth syndrome (BMS)

(50)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang cukup sering dijumpai dan merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi diseluruh dunia. Prevalensi ini menunjukkan dimana 0,19% berusia < 20 tahun, 8,6% berusia > 20 tahun, dan 20,1%

berusia > 65 tahun menderita diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus juga dapat mengakibatkan banyaknya manifestasi oral yang terkait dengan tingkat kontrol glikemik.1

Diabetes melitus tipe 2 dijumpai sebanyak 90-95% pada penderita diabetes melitus yang sebagian besar disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan insiden dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 diberbagai penjuru dunia. Saat ini penyakit diabetes melitus tipe 2 telah menjadi salah satu penyakit kronik yang paling sering diderita masyarakat Indonesia dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkat, disamping penyakit generatif lainnya.2,3 Menurut World Health

Organization (WHO) Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 terbesar di dunia

setelah India, Cina, Amerika dan Pakistan dengan jumlah pengidap diabetes melitus sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, akan naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.4

(51)

diabetes melitus dimana kecenderungan prevalensi diabetes melitus berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah 2,1% lebih tinggi dibanding tahun 2007 yaitu 1,5%.6 Hal ini menunjukkan masih sedikit masyarakat yang menyadari menderita diabetes melitus dan masih banyak masyarakat yang belum terdiagnosis. Biasanya masyarakat yang tidak menyadari dirinya menderita diabetes melitus akan terdiagnosis ketika terdapat komplikasi penyakit dan pada saat kadar gula darahnya tinggi dan menyebabkan diabetes melitusnya tidak terkontrol atau dalam kelompok kategori risiko tinggi.

Penderita diabetes melitus dengan risiko tinggi memiliki komplikasi dan kontrol metabolik yang buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa terkadang melampaui 250 mg/dl, HbA1c > 9% dan kontrol glukosa yang buruk dalam waktu jangka panjang mempunyai risiko tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, dengan memeriksa kondisi kesehatan rongga mulut dapat menjadi salah satu cara yang berharga dalam menunjang penegakan diagnosis untuk mengetahui seseorang

menderita penyakit diabetes melitus atau tidak.7

Hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan kelainan pada gigi dan mulut telah ditemukan oleh Seiffert sejak tahun 1862. Manifestasi terhadap gigi dan mulut pada penderita diabetes melitus tipe 2 mempunyai bentuk yang bermacam-macam tergantung pada kebersihan mulut, lamanya menderita diabetes melitus dan beratnya diabetes melitus tersebut.8

(52)

kandidiasis 24%, karies gigi 24%, halitosis 16%, xerostomia 14%, dan burning mouth

syndrome 10%.11 Hamadneh dan Dweiri (2012) menyatakan bahwa dari 62 penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol menemukan manifestasi oral berupa

burning mouth syndrome pada 30 orang (48%), kandidiasis pada 20 orang (32%), dan

xerostomia pada 54 orang (87%).14 Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed I dkk (2012) mengenai prevalensi oral lichen planus pada pasien diabetes mellitus tipe 2 juga menemukan bahwa dari 86 pasien diabetes mellitus tipe 2, sebanyak 8 pasien (6,9%) ditemukan adanya oral lichen planus.12

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang mempengaruhi kesehatan pasien secara umum di mana terjadi komplikasi dan manifestasi oral yang tidak bisa disembuhkan secara total yang menyebabkan dampak dan pengaruh negatif yang berakibat pada Health Related Quality of Life (HRQOL). Suatu studi yang dilakukan Sari dkk (2011), melaporkan bahwa terdapat perbedaan quality of life antara penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak mempunyai komplikasi dengan mempunyai komplikasi. Hal ini dikarenakan pada penderita yang mempunyai

komplikasi, fungsi fisik dan energinya lemah, kesehatan mentalnya merasa tertekan, kurang puas terhadap pengobatannya, serta merasa keluhan yang lebih banyak. Selain itu pasien juga lebih merasa cemas atau depresi dan nyeri akibat dari komplikasi karena diabetes melitus tipe 2 yang dideritanya.13

Penelitian di Indonesia sampai saat ini hanya berupa laporan kasus dimana dibahas tentang manifestasi oral penyakit diabates melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RSUP H. Adam Malik Medan sehingga perlu dilakukan penelitian yang mencakup prevalensi terjadinya manifestasi oral apa saja yang dapat terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan. RS Haji Medan merupakan salah satu rumah sakit pendidikan dan juga merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang mempunyai penderita diabetes melitus tipe 2 yang banyak.

(53)

2. Berapakah prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui manifestasi oral apa saja waktu ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

2. Untuk mengetahui prevalensi manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instasi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang berguna bagi Dapertemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai manifestasi oral yang terjadi pada

penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Informasi yang diperoleh akan menambah pengetahuan kepada tenaga kesehatan, terutama Dokter dan Dokter Gigi bahwa penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi mempunyai manifestasi oral yang perlu mendapat perhatian terutama merencanakan perawatan penyakit mulut dengan baik secara bersama-sama.

(54)

Tahun 2014

Nandra Irafani

Prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

risiko tinggi di RS Haji Medan.

x + 53 halaman

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya. Diabetes melitus juga dapat mengakibatkan banyaknya

manifestasi oral yang terkait dengan tingkat kontrol glikemik. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes

melitus tipe 2 dengan risiko tinggi. Rancangan penelitian adalah deskriptif dengan

pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 70 orang penderita diabetes melitus tipe 2

dengan risiko tinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability

sample jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan

dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner dan

pemeriksaan klinis rongga mulut menggunakan kaca mulut, spatula kayu dan probe

(55)

(69%), burning mouth syndrome pada 34 orang (49%), kandidiasis pada 30 orang

(43%) dan oral lichen planus pada 5 orang (7%). Dengan demikian, penderita

diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi diharapkan untuk selalu menjaga kadar

gula darah dengan baik dan senantiasa menjaga kebersihan rongga mulut agar

meningkatkan kualitas hidup pasien.

(56)

DENGAN RISIKO TINGGI

DI RS. HAJI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NANDRA IRAFANI NIM : 100600108

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

(57)

Tahun 2014

Nandra Irafani

Prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan

risiko tinggi di RS Haji Medan.

x + 53 halaman

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya. Diabetes melitus juga dapat mengakibatkan banyaknya

manifestasi oral yang terkait dengan tingkat kontrol glikemik. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui prevalensi terjadinya manifestasi oral pada penderita diabetes

melitus tipe 2 dengan risiko tinggi. Rancangan penelitian adalah deskriptif dengan

pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 70 orang penderita diabetes melitus tipe 2

dengan risiko tinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability

sample jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan

dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner dan

pemeriksaan klinis rongga mulut menggunakan kaca mulut, spatula kayu dan probe

(58)

(69%), burning mouth syndrome pada 34 orang (49%), kandidiasis pada 30 orang

(43%) dan oral lichen planus pada 5 orang (7%). Dengan demikian, penderita

diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi diharapkan untuk selalu menjaga kadar

gula darah dengan baik dan senantiasa menjaga kebersihan rongga mulut agar

meningkatkan kualitas hidup pasien.

(59)

DENGAN RISIKO TINGGI

DI RS. HAJI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NANDRA IRAFANI NIM : 100600108

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

(60)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 11 Juli 2014

Pembimbing: Tanda tangan

(61)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 11 Juli 2014

TIM PENGUJI

(62)

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbaga pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Orang tua tercinta Papa H. Zuardi Efendi dan Mama Hj. Suryati yang telah mencurahkan kasih sayang dalam mengasuh, mendoakan, dan memenuhi segala kebutuhan penulis selama ini, kepada kakak dan abangku tersayang Wina Efriyanti, SE, Resi Anandra, SH, Muhammad Syafei, SE.M.SM dan Reza Atila Efnedi serta keluarga besar atas semua motivasi, semangat, dan kritikan yang diberikan.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Pitu Wulandari, drg., Sp.Perio Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(63)

memberikan izin, bantuan dan saran dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Kepada dr. Hendra Gunawan yang telah menemani, membantu dan memberi dukungan tiada henti kepada penulis dan juga semua sahabat terbaik saya Afla, Ayu, Tia, Stefani, Vicky, Ira, Wanda, Fany, Intan, Vika, Ojan, Tomi, Martini, Nisa dan Deli yang telah meluangkan waktu, pikiran, masukan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Penyakit Mulut yaitu Nunuk, Athien, Dara, Gohan, Fandra, Ivan, Puput, Tika, Evi, Jannah dan Gowri.

10.Seluruh teman-teman stambuk 2010 yang telah menghabiskan waktu bersama dalam menggapai cita-cita serta memberikan motivasi dalam menjalankan pendidikan di FKG USU.

Akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga hasil karya

atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT memberi ridho-Nya pada kita semua.

Medan, 11 Juli 2014 Penulis

(64)

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI...

2.1.6 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2... 11

2.1.6.1 Periodontitis ... 11

2.1.6.2 Xerostomia ... 13

2.1.6.3 Kandidiasis ... 14

2.1.6.4 Burning Mouth Syndrome (BMS) ... 15

(65)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel ... 21

3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel ... 21

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 22

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 22

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.5.1 Variabel Penelitian ... 22

3.5.1.1 Variabel bebas ... 22

3.5.1.2 Variabel Terikat ... 22

3.5.2 Definisi Operasional ... 22

3.6 Sarana Penelitian ... 24

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.7.1 Data Demografi ... 25

3.7.2 Data Klinik ... 25

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 26

3.8.1 Pengolahan Data ... 26

3.8.2 Analisis Data ... 26

3.9 Etika Penelitian ... 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 28

BAB 5 PEMBAHASAN... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

(66)

Tabel Halaman

1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis

diabetes melitus ... 7

2. Distribusi dan frekuensi berdasarkan banyaknya jenis manifestasi oral pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS

Haji Medan... 31

3. Distribusi dan frekuensi periodontitis pada penderita diabetes melitus

tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan ... 31

4. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada penderita diabetes melitus

tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan ... 32

5. Distribusi dan frekuensi kandidiasis pada penderita diabetes melitus

tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan ... 32

6. Distribusi dan frekuensi burning mouth syndrome (BMS) pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji

Medan ... 33

7. Distribusi dan frekuensi oral lichen planus pada penderita diabetes

(67)

Gambar Halaman

1. Periodontitis ... 12

2. Xerostomia ... 13

3. Kandidiasis ... 15

4. Oral lichen planus ... 17

5. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berdasarkan umur di RS Haji Medan ... 28

6. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi berdasarkan jenis kelamin di RS Haji Medan ... 29

7. Distribusi dan frekuensi lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi di RS Haji Medan ... 30

(68)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian (Informed Consent)

3. Lembar Pemeriksaan Pasien

4. Kuisioner

5. Surat Persetujuan Komisi Etik

6. Surat Keterangan Izin Penelitian dari RS Haji Medan Bidang Pendidikan dan

Penelitian

Gambar

Gambar 5. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko
Gambar 6. Distribusi dan frekuensi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko
Gambar 7. Distribusi dan frekuensi lama menderita diabetes melitus tipe 2 dengan
Tabel 2. Distribusi  dan  frekuensi  berdasarkan  banyaknya  jenis   manifestasi  oral
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah

Tidak terdapat penurunan kadar trigliserida pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PESADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit

Melihat tingginya angka sindrom depresif pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan, maka diperlukan perawatan yang lebih baik tidak hanya untuk penyakit

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks massa tubuh dan profil lipid antara penderita diabetes melitus tipe 2 dan bukan penderita diabetes melitus yang

Untuk mengetahui gambaran sindrom depresif pada penderita Diabetes Melitus. Tipe 2 di RSUP Haji

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instasi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang berguna

Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Hipertensi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Puskesmas*.

Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit