DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Anwar, M.A.K.Moch, 1980, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung.
Chazawi, Adam, 2005, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan
& Berlakunya Hukum Pidana, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Huraerah, Abu, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung.
Gosita, Arief, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta.
Gultom, Maidin, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung.
Hamzah, Andi, 2010, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1996, Pengantar Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kansil, C.S.T, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Kuffal, H.M.A, 2004, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Umm Press,
Malang.
Lamintang, P.A.F, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana, PT.Citra Adya Bakti, Bandung.
Mortokusomo, Sudikno, 1999, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Jogyakarta.
Mulyadi, Mahmud, 2007, Kebijakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana
Kesusilaan terhadap RUU KUHP, Departemen Hukum dan HAM,
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Medan.
Poemomo, Bambang, 1982, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta.
Prinis Darwan, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
Soesilo, R, 1994, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
Wadang, Maulana Hassan, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta.
Wahab, Abdul dan M. Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual
(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan),Refika Aditama, Bandung.
Waludi, 2003, Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
C.
https://id.wikipedia.org/wiki/Anak
BAB III
ANALISIS YURIDIS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH
TANGGASTUDI PUTUSAN NOMOR 416/Pid.Sus/2015/PN.Sgl
A. Kasus Posisi 1. Kronologi
Adapun identitas terdakwa secara lengkap, yaitu terdakwa bernama
Herman alias Sangkut bin Madari (Alm), tempat lahir di Teluk Betung, umur 44
tahun, tanggal lahir 03 Juni 1970, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia,
agama islam, alamat Jalan Jendral Sudirman Gang Sangga Buana Kelurahan Parit
Padang Kecamatan Sungailiat, pekerjaan terdakwa adalah buruh.
Pada hari Jumat tanggal 03 April 2015 sekitar pukul 22.00 WIB terdakwa
yang sedang berada di dalam rumahnya bersama dengan korban Rodian als Yana
Binti Herman yang merupakan anak kandung terdakwa dan berada dalam satu
rumah dengan terdakwa berdasarkan kartu keluarga no. 1901011408140013.
Terdakwa mengajak korban Rosian als Yana Binti Herman pergi ketempat
Wawak. Korban Rodian als Yana Binti Herman minta izin kepada Rosiah als I’ah
Binti (alm) Masuri yang merupakan ibu kandung korban Rodiah als Yana Binti
Herman dan juga istri terdakwa.
Selanjutnya, terdakwa pergi bersama korban Rodian als Yana Binti
Herman dengan menggunakan sepeda motor milik saksi Valentinus als Valen
menuju ketempat tujuan yaitu tempat Wawak, namun di dalam perjalanan
terdakwa tidak membawa ketempat tujuan tetapi menuju arah Pantai Rambak
Lingkungan Jelitik Kecamatan Sungailiat ditempat yang sepi, terdakwa langsung
memberhentikan sepeda motornya lalu terdakwa menarik tangan sebelah kanan
korban Rodian als Yana Binti Herman memaksa turun dari sepeda motor sambil
dengan suara keras memaksa korban turun dan menyuruh korban untuk membuka
celananya.
Korban ketakutan dan menolak permintaan terdakwa karena takut nanti
kelamaan pulang dan takut nanti hamil. Terdakwa tetap memaksa dan langsung
membuka baju, celana korban dan menurunkannya secara paksa hingga lepas dan
membuat korban ketakutan. Kemudian terdakwa langsung membuka dan
melepaskan celananya, selanjutnya terdakwa membaringkan badan korban diatas
tanah dengan beralaskan jaket milik terdakwa, lalu terdakwa menindih badan
korban yang dalam ketakutan, sambil menghisap kanan dan kiri payudara korban.
Selanjutnya terdakwa memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan korban
sambil menggoyang-goyangkan lebih kurang 5 menit hingga terdakwa
mengeluarkan sperma di dalam vagina korban.
Setiap kali menyetubuhi korban yang merupakan anak kandung terdakwa,
terdakwa selalu mengancam korban agar tidak memberitahu siapapun termaksud
kepada ibu atau saudara korban. Terdakwa juga mengancam akan membunuh
korban jika memberitahu kepada orang lain perbuatannya.
Terdakwa sudah, berulang kali menyetubuhi korban hingga korban hamil
dengan usia kehamilan tiga belas minggu satu hari, berdasarkan Visum Et
Repertum nomor: 331/03/Vis/RSUD/2015 yang ditanda tangani dr. H. Suandi, Sp.
58
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Surat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan
dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Hakim tidak dapat
menjatuhkan pidana di luar batas-batas dakwaan. Hal-hal yang diuraikan dalam
dakwaan dapat dilihat dari pasal 143 KUHAP.52
3. Fakta-Fakta Hukum
Jaksa penuntut Umum mengajukan dakwaan tunggal sebagai berikut :
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 46
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.
1. Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya
itu. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka
siding pengadilan. Dengan perkataan lain hanya keterangan saksi yang diberikan
dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan yang berlaku sebagai alat bukti
yang sah ( pasal 185 (1) KUHAP). 53
Keterangan saksi-saksi tersebut saling berhubungan satu sama lain atau
mempunyai keterangan yang sama. Berdasarkan keterangan beberapa saksi yang
52Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia,(Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), hlm. 170
53 H.M.A Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Malang, Umm Press, 2004,
diperoleh bahwa benar terdakwa melakukan pengapusan kekerasan dalam rumah
tangga.
1. Rosiah alias I’ah binti Masuri (alm)
a. Rosiah alias I’ah binti Masuri (alm) adalah istri dari terdakwa dan sudah
menikah selama 21 tahun.
b. Rosiah alias I’ah binti Masuri (alm) dan terdakwa telah dikaruniai 7 (tujuh)
orang anak yaitu 3 (tiga) anak laki-laki dan 4 (empat) anak perempuan.
c. Rodiana merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara dan telah hamil 3
bulan.
d. Rosiah mengetahui kejadian tersebut setelah diberitahu Rodiana dan melapor
kepolisi.
e. Terdakwa memperlakukan anak-anak mereka dengan baik dan terdakwa
jarang keluar malam.
f. Semenjak pindah ke Bangka, terdakwa sering minum minuman keras.
g. Terdakwa bekerja sebagai nelayan dan pada pagi hari selalu berada di rumah.
h. Korban pada pagi hari biasa membersihkan rumah sedangkan adik-adiknya
pergi ke sekolah hingga jam 12.00 WIB.
i. Saksi pernah melihat terdakwa dan korban pergi keluar pada hari Sabtu,
tanggal 5 April 2015 dari jam 22.00 WIB hingga 24.00 WIB ke rumah
“wak”nya atau pamannya yang sedang berulang tahun di Kerinci I.
j. Saksi mencium bau arak ketika terdakwa hendak pergi dari rumah namun
karena jauh jaraknya, saksi tidak yakin tapi ketika terdakwa pulang, tercium
bau arak.
60
l. Saksi melihat terdakwa dan korban pergi ke rumah paman korban dengan
menggunakan sepeda motor yang dipinjamnya dari Valentinus saat
mengunjungi Rahayu (anak korban).
m. Hubungan antara terdakwa dengan saksi tidak ada masalah tetapi saksi
sempat sakit setahun yang lalu sehingga mereka sempat berhenti melakukan
hubungan suami istri selama kurang lebih 6 bulan.
n. Sepengetahuan saksi, korban telah menikah dengan Edi.
o. Saksi pernah mendengar pengakuan terdakwa perihal telah melakukan
hubungan tersebut sebanyak satu kali di Pantai Rambak sekitar sebulan
sebelum ditahan di Lapas Bukit Semut.
2. Rahayu als Ayu binti Herman
a. Saksi adalah anak ke 3 (tiga) terdakwa dengan saksi Rosiah alias I’ah Masuri
(alm) dan kakak kandung korban yang merupakan anak pertama dari 7 (tujuh)
bersaudara.
b. Saksi tidak mengetahui kejadian antara korban dan terdakwa namun ia
mengetahui ada 2 (dua) orang petugas kepolisian membawa terdakwa pada
hari Senin tanggal 06 April 2015 ketika hendak sarapan.
c. Saksi dan korban memiliki hubungan yang dekt karena saksi sering bercerita
tentang teman dan pacarnya namun korban tidak pernah menceritakan kepada
saksi tentang hubungan korban dengan terdakwa yang biasa dipanggilnya
“Abah”.
d. Terdakwa dalam kesehariannya baik, dan terkesan pendiam karena tidak
e. Saksi pernah melihat terdakwa dalam keadaan mabuk dan sering kumpul
dengan teman-temannya mabuk disamping rumah.
3. Valentinus Als Valen
a. Terdakwa pernah meminjam motornya pada hari Sabtu, tanggal 5 April 2015
sebanyak dua kali dan pergi keluar rumah bersama korban.
b. Pada pukul 20.00 WIB terdakwa pergi sendiri, namun pukul 22.00 WIB
terdakwa pergi bersama korban.
c. Saksi sedang bertamu di rumah terdakwa untuk menemui Rahayu yaitu anak
terdakwa.
d. Saksi mencium aroma alkohol pada diri terdakwa malam itu.
e. Saksi mengetahui terdakwa melakukan perbuatan asusila terhadap anaknya
sendiri Rodiana dan saksi mengetahuinya ketika ia bertemu korban di jalan
bersama Edi saat korban akan melaporkan hal tersbeut pada polisi.
f. Korban mengatakan pada saksi perihal korban telah hamil 3 bulan dan yang
menghamilinya adalah terdakwa.
g. Saat korban hamil 3 bulan, korban dan Edi belum menikah.
h. Saksi melihat koran langsung masuk ke kamar setelah pulang bersama
terdakwa dari rumah paman korban.
4. Rodiana alias Yana binti Herman
a. Terdakwa/bapak kandung korban telah menyetubuhi korban sejak korban
berusia 14 tahun dan terakhir masih dipaksa terdakwa pada hari Sabtu tanggal
03 April 2015 pukul 22.00 WIB di Pantai Rambak Desa Jelitik Kec.
62
b. Saat di Bangka apabila terdakwa hendak melakukan persetubuhan, korban
diajak keluar rumah menuju lokasi Pantai Rambak Desa Jelitik, namun
korban juga pernah diajak berhubungan di rumanya berlokasi di Jl. Jenderal
Sudirman Gang Sangga Buana Kelurahan Parit Padang Kecamatan Sungailiat
Kabupaten Bangka saat kondisi rumah dalam keadaan sepi.
c. Apabila korban tidak melayaninya maka terdakwa akan memaksa korban
dengan mengeluarkan kata-kata ancaman yaitu korban akan dibunuh.
d. Korban pernah menerima kata-kata berupa rayuan yaitu korban akan
mendapat sejumlah uang dari terdakwa untuk membeli baju dan perlengkapan
bedak.
e. Korban terlambat menstruasi hampir 3 (tiga) bulan dan pada tanggal 24 maret
2015 korban membeli tespek seharga Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah), dan
pada tanggal 05 April 2015 korban membeli lagi tespek seharga Rp.
20.000,00 (dua puluh ribu rupiah), kemudain korban memberitahukan kepada
terdakwa bahwa korban telah hamil 3 bulan.
f. Terdakwa pernah memberikan korban minuman berupa Jamu “Cap Wayang”
setiap pagi dan sebanyak 4 (empat) sachet selama 4 (empat) kali
berturut-turut, selain itu juga terdakwa mmberi saksi minuman tuak, arak serta rokok.
g. Saat pertama kali melakukan hubungan dengan terdakwa, korban merasakan
sakit dan perih pada kemaluannya dan sempat mengeluarkan darah.
5. Iswandi als Edi bin Samsuri
a. Saksi baru mengetahui koran sekitar 12 (dua belas) hari sebelumnya dan
hanya berkenalan, tiga hari selanjutnya saksi langsung melamar korban
b. Saksi mengetahui korban dalam keadaan hamil tiga bulan pada hari Minggu
tanggal 05 April 2015 sekitar pukul 14.30 WIB dengan cara awalnya sakis
merasa curiga melihat korban karena sehari sebelumnya sekitar pukul 23.30
WIB, saksi melihat korban dibonceng terdakwa dengan menggunakan sepeda
motor Honda Vario warna putih dari rumah hanya berdua saja.
c. Saksi merasa curiga terhadap korban dan sakis memaksa korban untuk
menceritakan kejadian sebenarnya, hingga akhirnya korban menceritakan
padanya korban telah hamil 3 (tiga) bulan dan kehamilan tersebut disebabkan
ayah kandungnya sendiri.
d. Korban sudah disetubuhi saat masih berusia 14 tahun hingga korban berusia
20 (dua puluh) tahun dan korban menceritakan hal yang menimpa dirinya
merupakan paksaan dari terdakwa yang apabila tidak dituruti maka terdakwa
memarahinya dan mengancam akan dibunuh.
2. Keterangan Terdakwa54, dibawah sumpah didepan persidangan menerangkan
sebagai berikut:55
a. Terdakwa memiliki seorang istri yakni saksi Rosiah.
b. Terdakwa menyetubuhi korban pertama kali pada tahun 2008 pada malam
hari ketika terdakwa mengajak korban untuk menjaring ikan di laut Lampung,
Propinsi Lampung.
c. Setelah menjaring ikan, terdakwa menghampiri korban yang saat itu berada di
tengah kapal dan terdakwa mengatakan kalau terdakwa ingin barang korban.
54Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri (pasal 189 KUHAP). Keterangan terdakwa harus diberikan di depan sidang pengadilan, sedangkan keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang harus dapat dipergunakan untuk menemukan bukti di sidang saja.
55
64
Lalu terdakwa memegang tangan korban kemudian terdakwa membaringkan
korban lalu terdakwa setubuhi sebanyak 1 (satu) kali hingga keluar sperma
didalam kemaluan korban.
d. Terdakwa tetap menyetubuhi korban di atas kapal sewaktu di Lampung.
Namun sewaktu di Bangka terdakwa kembali menyetubuhi korban di rumah
terdakwa di lingkungan Jelitik Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka pada
siang hari saat Rosiah sedang mencuci dan anak terdakwa yang lain sedang
bermain.
e. Terdakwa mengakui telah menyetubuhi korban sebanyak 10 (sepuluh) kali
antara lain di rumah terdakwa di belakang dapur pada waktu siang hari
sebanyak 2 (dua) kali, di samping rumah terdakwa sebanyak 2 (dua) kali, di
dalam kamar sebnayak 1 (satu) kali, di belakang rumah sebanyak 3 (tiga) kali,
dan di pantai Rambak pada malam hari sebanyak 2 (dua) kali.
f. Terdakwa mengakui jikakalau korban menolak untuk berhubungan maka
terdakwa akan memarahi korban. Dan diakui terdakwa bahwa terdakwa
mengancam korban jika memberitahu pada orang lain.
g. Setelah menyetubuhi korban di malam hari, keesokannya pada tanggal 04
April 2015 terdakwa membeli jamu yang dijual oleh penjual jamu keliling.
Jamu yang terdakwa beli adalah merk “Cap Wayang” dengan tujuan
menggugurkan kandungan.
c. Barang Bukti56
56
Barang bukti tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita, barang bukti berupa objek materiil ini tidak bernilai jika tidak diidentifikasi oleh saksi (dan terdakwa), misalnya saksi mengatakan, peluru ini saya rampas dari tangan terdakwa, barulah bernilai untuk
memperkuat keyakinan hakim yang timbul dari alat bukti yang ada. Baca: Andi Hamzah, Hukum
Adapun barang bukti yang diajukan jaksa penuntut umum adalah :
1. 1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru.
2. 1 (satu) helai baju kaos tulisan Araija warna biru.
3. 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit.
4. 1 (satu) lembar BH warna hitam
4. Tuntutan Pidana
Penuntutan adalah tindakan umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
Hakim di sidang Pengadilan.57
a. Menyatakan terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) terbukti
bersalah melakukan tindak pidana “Kekerasan Seksual terhadap Orang dalam
Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana dalam Dakwaan tunggal.
Jaksa Penuntut Umum pada kejaksaan Negeri Surakarta dengan
memperhatikan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas Nama Terdakwa
yang telah diuraikan diatas. Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan
dipersidangan secara berturut-turut berupa keterangan saksi-saksi, keterangan
terdakwa, dan barang bukti sebagai berikut :
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari
(Alm) dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) Tahun.
c. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru, 1 (satu) helai baju kaos
tulisan Araija warna biru, 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit dan 1
66
(satu) lembar BH warna hitam dan menyatakan terdakwa dibebani membayar
biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
5. Pertimbangan Hakim
Adanya alasan-alasan yang kuat dalam pertimbangan sebagai Dasar
putusan membuat putusan sang Hakim menjadi objektif dan berwibawa.58
Sebelum putusan sampai pada uraian pertimbangan yang menyimpulkan
pendapatnya tentang kesalahan terdakwa, fakta, dan keadaan serta alat
pembuktian yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang, semestinya
dipertimbangkan secara argumentatif, sehingga jelas terbaca jalan pikiran yang
logis dan reasoning yang mantap, yang mendukung kesimpulan pertimbangan
Hakim.59
1. Menyatakan terdakwa Herman alias Madari (Alm). Terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “ Kekerasan Seksual terhadap
Orang dalam Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga dalam surat Dakwaan tunggal;
Menimbang bahwa Penuntut umum dalam Tuntutan pidana terhadap
terdakwa pada pokoknya sebagai berikut :
2. Menjatuhkan terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) dengan pidana
penjara selama 10 tahun dikurangin masa tahanan dengan perintah terdakwa
tetap di tahan.
58 Sudikno Mertokusomo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yoyakarta : Liberty,
1999,hal. 27
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru.
b. 1 (satu) helai baju kaos tulisan Araija warna biru.
c. 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit.
d. 1 (satu) lembar BH warna hitam
Dirampas untuk dimusnakan
4. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
5.000,00 (lima ribu rupiah).
Berdasarkan Pengajuan dakwaan tersebut, penuntut umum telah
mengajukan saksi-saksi, saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah
sumpah pada pokoknya sama dengan keterangan Berita Acara yang dibuat oleh
penyidik.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut, maka pidana
yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dalam perkara ini dipandang telah cukup
adil dan setimpal dengan kesalahan Terdakwa ;
Selama pemeriksaan perkara berlangsung ternyata tidak ditemukan adanya
alasan pemaaf maupun alasan pembenar dalam diri maupun perbuatan terdakwa,
sehingga terdakwa harus dinyatakan sebagai subjek hukum yang mampu
mempertanggungjawabkan menurut hukum Pidana di Indonesia, dan atas
kesalahan yang telah dilakukannya haruslah dijatuhkan pidana yang setimpal
dengan perbuatannya:
Terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah
dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan
68
Mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum di
persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini;
Sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan. Adapun hal-hal yang memberatkan terhadap
terdakwa adalah bahwa perbuatan terdakwa merusak masa depan korban,
perbuatan terdakwa meresakan masyarakat seta merusak tatanan nilai, moral,
norma dan hukum dalam kehidupan beragama, berkeluarga, dan bermasyarakat.
Dan adapun yang meringankan terhadap terdakwa adalah bahwa Terdakwa
mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum,
terdakwa dalam keadaan sakit.
6. Putusan Hakim
Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan Terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang-undang
ini.60 Suatu putusan mengenai tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima jika
berhubungan dengan perbuatan yang didakwakan tidak ada alasan hukum untuk
menuntut pidana, misalnya dalam hal delik aduan tidak ada surat pengaduan
dilampirkan pada berkas perkara atau aduan ditarik kembali, atau delik itu telah
lewat waktu atau alasan Non bis in idem. 61
60 UU No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, Ketentuan Umum Pasal 1 butir 11 61
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana, Op.cit, hal 262-263.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut, maka pidana
yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dalam perkara ini dipandang telah cukup
Sesuai dengan pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan pasal-pasal dari
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
serta pasal-pasal dari Undang-undang dari peraturan lain yang bersangkutan ;
Maka Pengadilan Negeri Sungailiat, telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
1. Menyatakan terdakwa Herman alias Madari (Alm). Terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “ Kekerasan Seksual
terhadap Orang dalam Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam surat Dakwaan
tunggal;
2. Menjatuhkan terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) dengan
pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan dengan perintah
terdakwa tetap di tahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru.
b. 1 (satu) helai baju kaos tulisan Araija warna biru.
c. 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit.
d. 1 (satu) lembar BH warna hitam
Dirampas untuk dimusnakan
e. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
70
B. Analisis Yuridis terhadap Putusan no.416/Pid.Sus/2015/PN. Sgl
Setelah penuntut umum menerima berkas perkara dan hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidik, maka penuntut umum menyusun surat dakwaan
tunggal untuk mendakwa Terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm).
sebagai berikut: Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Pertimbangan Hakim terhadap tuntutan pidana Penuntut Umum dalam
Putusan Hakim pada pokoknya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa Herman alias Madari (Alm). Terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “ Kekerasan Seksual terhadap
Orang dalam Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga dalam surat Dakwaan tunggal;
2. Menjatuhkan terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) dengan pidana
penjara selama 10 tahun dikurangi masa tahanan dengan perintah terdakwa
tetap di tahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru.
b. 1 (satu) helai baju kaos tulisan Araija warna biru.
c. 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit.
d. 1 (satu) lembar BH warna hitam Dirampas untuk dimusnakan
e. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
Berdasarkan fakta hukum bahwa unsur subjektif dan unsur objektif sudah
terpenuhi, yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 46 UU No 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum menyatakan terdakwa
Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak Pidana melakukan perbuatan kekerasan seksual dalam
lingkup rumah tangga dan menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 10
(sepuluh) Tahun dikurangi masa tahanan.
Hakim dalam amar putusannya sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa Herman alias Madari (Alm). Terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Kekerasan Seksual terhadap
Orang dalam Lingkup Rumah Tangga” sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam surat Dakwaan tunggal;
2. Menjatuhkan terdakwa Herman alias Sangkut bin Madari (Alm) dengan
pidana penjara selama 10 tahun dikurangin masa tahanan dengan perintah
terdakwa tetap di tahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) helai celana jeans merk Jun Fen warna biru.
b. 1 (satu) helai baju kaos tulisan Araija warna biru.
c. 1 (satu) helai celana dalam warna biru langit.
d. 1 (satu) lembar BH warna hitam
72
4. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
5.000,00 (lima ribu rupiah).
Berdasarkan fakta-fakta hukum di dalam persidangan sesuai yang terdapat
dalam putusan nomor 416/Pid.Sus/2015/PN.Sgt, putusan yang diambil hakim
telah memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektifnya yang terdapat di dalam
pasal pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga,, yaitu:
1. Unsur Subjektif
Unsur subjektif yaitu unsur setiap orang. Setiap orang yang dimaksud
disini adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga. Setiap orang yang dimaksud dalam kasus ini adalah terdakwa Herman
alias Sangkut bin Madari (Alm).
2. Unsur Objektif
Unsur objektif dalam kasus ini yaitu unsur melakukan perbuatan
kekerasan seksual dalam lingkup rumah tanga. Kekerasan seksual menurut pasal 8
Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Dalam kasus ini unsur
kekerasan seksual telah terpenuhi dikarenakan pemaksaan hubungan seksual
dilakukan dengan ancaman dari terdakwa kepada anaknya.
Adapun ruang lingkup rumah tangga yang dimaksud yang dilakukan oleh
tangganya, yaitu anak. Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, salah satunya
adalah anak. Dalam kasus ini telah sesuai dengan keterangan para saksi-saksi
bahwa terdakwa melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya yaitu melakukan
pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang menetap pada lingkungan
rumah tangganya (Pasal 8 huruf a) yang merupakan bagian dari kekerasan
seksual.
Berdasarkan uraian kasus diatas, setelah mendengarkan keterangan
saksi-saksi dan fakta-fakta hukum dalam persidangan serta berdasarkan pertimbangan
hakim sebagaimana diuraikan diatas, maka majelis hakim memutus terdakwa
dengan vonis 10 tahun penjara. Putusan majelis hakim ini telah mencerminkan
rasa keadilan. Pemidanaan yang dilakukan untuk upaya yang mendidik dan
pembinaan terhadap diri terdakwa sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak, sehingga vonis penjara sudah sesuai dengan
tindakan yang di perbuat.
Dengan demikian saya setuju dengan putusan hakim yang menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa melalui pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan vonis 10
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dalam skripsi ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Ketentuan sanksi pidana terhadap pengaturan tindak pidana kekerasan seksual
dalam lingkup rumah tangga adalah:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu: Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287,
Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal294, Pasal 295,
Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, dan Pasal 299 KUHP.
b. Undang-Undang Republik Indonesia 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan
Dalam Rumah Tangga yaitu: Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 50.
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yaitu: Pasal 81,
Pasal 82, dan Pasal 88.
2. Analisis hukum pidana terhadap tindak pidana Tindak kekerasan seksual
terhadap anak oleh orang tua yaitu: Dalam putusan 416/Pid.Sus/2015/PN.Sgl
yaitu terdakwa yang merupakan ayah kandung dari anak yang menjadi korban
kekerasan seksual tersebut, dan dapat dikenakan dengan pidana penjara
karena telah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana kekerasan seksual
terhadap anak yang dilakukannya dan perbuatan dari terdakwa tersebut dapat
dipertanggungjawabkannya. Dapat dipertanggungjawabkan karena terdakwa
memiliki kemampuan bertanggungjawab, memiliki suatu bentuk kesalahan
yang berupa kesengajaan atau kealpaan dan tidak ada alasan pemaaf buat
B. Saran
Saran penulis untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak adalah:
1. Pemerintah, orang tua, masyarakat, lembaga dan instansi swasta harus dapat
melakukan upaya yang lebih banyak lagi dalam rangka meminimalisir
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dan meningkatkan kesejahteraan
anak dengan cara memberikan hak-hak anak.
2. Agar perlindungan terhadap anak ditingkatkan dengan memberikan hak dan
kewajiban nak, mengasuhnya secara baik melalui orang tua,
pemerintah/masyarakat atau komisi perlindungan anak, sehingga terhindar
BAB II
PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA
A. Ditinjau Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan
hidup dan kehidupannya.32
1. Memaksa wanita untuk bersetubuh dengan dia di luar pernikahan. Kata setiap orang yang disebutkan dalam pasal 28A
mengartikan semua orang tanpa terkecuali, seorang anak juga memiliki hak yang
sama seperti hal nya orang dewasa.
Menjamin hak anak untuk menjalani kehidupannya maka diaturlah
mengenai pengaturan tentang kekerasan seksual di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana. Tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam BAB XIV BUKU
II KUHP, yaitu yang berhubungan erat dengan kejahatan terhadap badan, sebab
kejahatan ini dapat menimbulkan bahaya terhadap badan maupun jiwa orang lain.
Jadi perbuatan tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP, yaitu;
2. Memperkosa wanita, padahal diketahui wanita tersebut dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya.
3. Bersetubuh dengan perempuan yang masih dibawah umur (belum 15
tahun atau belum masanya buat kawin).
4. Bersetubuh dengan istri yang masih dibawah umur dan mengakibatkan
luka, luka berat atau meninggal dunia.
5. Memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul.
6. Melakukan perbuatan cabul, padahal diketahui wanita tersebut dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya.
7. Melakukan perbuatan cabul dengan seorang, yang masih dibawah
umur (belum 15 tahun atau belum masanya buat kawin).
8. Melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang berjenis
kelaminnya sama.
9. Memberi atau menjanjikan uang atau barang untuk melakukan
perbuatan cabul dengan yang masih di bawah umur.
10.Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur.
11.Menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.
12.Menjadikan mata pencaharian dengan menghubungkan atau
memudahkan dilakukannya perbuatan cabul.
Adapun Pengaturan hukum tindak pidana kekerasan seksual dalam KUHP:
1. Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, di hukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
a. Yang di ancam hukuman dalam pasal ini ialah dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk
bersetubuh dengan dia. Pembuat undang-undang ternyata menganggap
tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi perempuan yang memaksa
untuk bersetubuh, bukankah semata-mata oleh karenapaksaan oleh
24
akan tetapi justru karena perbuatan itu bagi laki-laki di pandang tidak
mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang merugikan. Bukankah
seorang perempuan ada bahaya untuk melahirkan anak, oleh karena itu
seorang perempuan yang dipaksademikian rupa, sehingga tak dapat
melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, masuk
pula dalam pasal ini “persetubuhan” harus benar-benar dilakukan
(persetubuhan, adalah panduan antara anggota kemaluan laki-laki
dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi
anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan, sehingga
mengeluarkan mani sesuai dengan Arrest Hoge Raad 5 Pebuari 1912
(w.9292)). Apabila tidak, mungkin dapat dikenakan pasal 289 yang
mengatakan tentang “perbuatan cabul”.33
b. Melakukan kekerasan artinya : mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil secara tidak syah, misalnya memukul dengan tangan,
atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dsb.34
2. Pasal 286 KUHP
Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya sedang
diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara
selama-lamanya Sembilan tahun.
a. Pingsan, artinya “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”, umpamanya
member minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya
33 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1994), hlm. 210
tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang
terjadi pada dirinya.35
b. Tidak berdaya, artinya tidak mempunyai kekuatan atautenaga sama sekali,
sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya
mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar,
memberikan suntikan sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak
berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Perlu
dicatat disini bahwa mengancam orang dengan akan membuat orang itu
pingsan atau tidak berdaya itu tidak boleh disamakan dengan “mengancam
dengan kekerasan”, sebab dalam pasal ini hanya mengatakan tentang
“melakukan kekerasan”, bukan membicarakan tentang “kekerasan”, atau
“ancaman kekerasan”.36
c. Perempuan yang sedang tidur nyenyak tidak masuk dalam pasal ini
d. Pingsan dan tidak berdayanya perempuan itu bukan perbuatan sipelanggar
sendiri, maka ia dapat dikenakan pasal 285 KUHP
e. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri tidak
dikenakan pasal ini.
3. Pasal 287 KUHP
(1) Barangsiapa besetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya,
sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu
belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu
belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
35Ibid.
26
(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduian, kecuali kalau
umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang
pada pasal 291 dan 294 (K.U.H.P 37, 72, 288, 291, 294, 298).
a. Perempuan itu harus bukan isterinya, jika terhadap isterinya sendiri
mungkin dapat dikenakan pasal 288, akan tetapipersetunuhan itu harus
berakibat luka pada tubuh perempuan tersebut.
b. “Persetubuhan” harus benar-benar dilakukan, apabila belum sampai
demikian mungkin perbuatan itu dapat dikenakan pasal 290 sub.2
c. Sipelanggar harus mengetahui atau patut dapat menyangka, bahwa
perempuan itu belum cukup berumur 15 tahun, atau bila umur ini tidak
nyata, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin.
d. Peristiwa ini adalah delik aduan, kecuali apabila umur perempuan itu
belum cukup 12 tahun, atau peristiwa ini berakibat luka berat atau mati.
Dalam hal ini tidak dinyatakan siapakah yang berhak mengajukan
pengaduan itu, dianggap bahwa yang berhak itu adalah perempuan yang
menderita itu.37
4. Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul,
dihukum karena merusakkan kesopanan deg=ngan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan tahun.
a. Yang dimaksudkan dengan perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang
melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu
dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman,
meraba-raba anggota kemaluan, memeraba-raba-meraba-raba buah dada, dsb.
persetubuhan masuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi
dalam undang-undang disebutkan sendiri.38
b. Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk
melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan
dilakukannya para dirinya perbuatan cabul.
c. Tentang kekerasan lihat pasal 89
5. Pasal 290 KUHP
Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :
1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang
diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum
cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu
belum masanya buat kawin.
3e. Barangsiapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau
patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup masanya
buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukannya pada dirinya
28
perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada
kawin.
Pasal ini mengatakan tentang “berbuat cabul”. Isinya hampir sama dengan
pasal 286 dan 287 hanya kedua pasal ini menghendaki nyata-nyata persetubuhan.
Menurut pasal ini dapat dihukum juga :
a. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang yang
umurnya belumcukup 15 tahun atau belum masanya dikawin untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbutan cabul.
b. Orang yang membujuk atau menggoda (verleiden) seseorang (laki-laki
atau perempuan) yang belum cukup umur 15 tahun atau belum
masanya untuj dikawin untuk bersetubuh dengan orang lain di luar
nikah.
Persetubuhan dilakukan oleh seseorang perempuan berumur 35 tahun
dengan seorang pemuda berumur 13 tahun dapat dipandang melakukan
perbuatan cabul pada pemuda itu dan dapat dikenakan pasal ini.
6. Pasal 291 KUHP
(1) Kalau salah satu kejahatan yang di terangkan dalam pasal 286, 287,
289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, dijatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286,
287, 289, dan 290 itu menyebabkan orang mati, dijatuhkan hukuman
Luka berat atau luka parah ialah antara lain39
a. Penyakit atau luka yang tak boleh diharap akan sembuh lagi dengan
sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit
bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali dengan sempurna dan
tidak mendatangkan bahaya maut itu bukanlah luka berat. :
b. Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan. Kalau
hanya buat sementara saja bolehnya tidak cakap melakukan pekerjaannya
itu tidak masuk luka berat. Penyanyi misalnya jika rusak
kerongkongannya, sehingga tidak dapat menyanyi selama-lamanya itu
masuk luka berat.
c. Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indra. Panca indra =
pengelihatan, pencium, pendengaran, rasa lidah, rasa kulit. Orang yang
menjadi buta satu mata atau tuli satu telinga, belum masuk kedalam
pengertian ini, karena dengan mata dan telingayang lain ia masih dapat
melihat dan mendengar.
d. Kudung (rompong) dalam teks bahasa belanda nya “verminking”, cacad
sehingga jelek rupanya, karena ada suatu anggota badan yang putus,
misalnya hidungnya rompong, daun telinganya teriris putus, jari tangan
atau kakinya putus, dsb.
e. Lumpuh (verlamming) artinya tidak bisa menggerakan anggota badannya.
f. Berobah pikiran lebih dari empat minggu. Pikirannya terganggu, kacau,
tidak dapat memikir lagi dengan normal, semua itu lamanya harus lebih
30
dari empat minggu, jika kurang, tidak masuk kedalam pengertian luka
berat.
g. Menggugurkan atau membunuh anak kandungan ibu.
7. Pasal 292 KUHP
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum
dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus
disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
a. Yang dimaksud dewasa seseorang telah berumur 21 tahun atau belum
berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah kawin.
b. Jenis kelamin yang sama = laki-laki dengan laki-laki atau perempuan
dengan perempuan.
8. Pasal 293 KUHP
(1) Barang siapa dengan mempergunakan hadiah atau menjanjikan akan
memberi uang atau barang, dengan salah mempergunakan pengaruh yang
berkelebih-lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang sesungguhnya
ada atau dengan tipu, sengaja membujuk orang yang belum dewasa yang tidak
bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya belum
dewasanya, akan melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan
dilakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, dihukum penjara
sealama-lamanya lima tahun.
(2) penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang di kenal
(3) Tempo yang tersebut dalam pasal 74, ditentukan buat satu-satu
pengaduan ini ialah 9 dan 12 bulan.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah40
a. Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan
dia atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya. :
b. Membujuknya itu dengan mempergunakan :
b 1. Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang,
b 2. Pengaruh yang berlebih-lebihan yang ada disebabkan oleh
perhubungan yang sesungguhnya ada,
b 3. Tipu.
c. Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa dan tidak bercacat
kelakuannya, ini harus diketahui atau patut dapat disangka oleh yang
membujuk.
Membujuk adalah usaha supaya orang menuruti kehendak yang
membujuk, bukan memaksa.
Tidak bercacat kelakuannya = hanya mengenai kelakuan dalam hal
seksuil, membujuk seorang pelacur, meskipun belum dewasa, tidak masuk
disini, karena pelacur sudah bercacat kelakuannya dalam lapangan seksuil.
9. Pasal 294 KUHP
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum
dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang
32
yang belum dewasadipercajakan, atau orang seebawahnya yang belum dewasa,
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(2) Dengan hukuman yang serupa dihukum :
Ke-1.Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di
bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakannya, atau
diserahkan padanya untuk dijaga.
Ke-2.Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor (opzichter) atau bujang dalam
penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri
(landswerkinrichting), rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah
sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang
yang ditempatkan disitu.
Dalam ayat (1) dapat dikenakan pula misalnya, mamak (paman dari garis
ibu), ditanah minangkabauyang menurut adatmenjabat sebagai kepala rumah
keluarga, dan menjalankan kekuasaan orang tua, segala macam guru, misalnya
guru ngaji, guru olah raga, instruktur, dsb. Tidak perlu perbuatan itu dilakukan
selama jam mengajar.
Ayat (1) menyebutkan semua terhadap orang yang belum dewasa, sedang
ayat (2) dapat pula mengenai orang dewasa.41
10.Pasal 295 KUHP
(1) Dihukum :
Ke-1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa
dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang
dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya, atau anak angkatnya yag belum
dewasa, oleh anak dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa
yang diserahkan padanya supaya dipeliharanya, dididiknya atau
dijaganya atau bujangnya yang dibawah umur atau orang yang
dibawahnya dengan orang lain.
Ke-2. Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barangsiapa
yang dengan sengaja, diluar hal-hal yang tersebut pada Ke-1,
menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain
yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau
patut disangkanya, bahwa ia ada belum dewasa.
(2) Kalau melakukan kejahatan itu oleh yang bersalah dijalankan sebagai
pencahariannya atau kebiasaannya, maka hukuman itu dapat ditambah dengan
sepertiganya.
Semua dalam pasal ini disebutkan perbuatan cabul (termasuk pula
bersetubuh) oleh orang-orang yang belum dewasa. Jika dilakukan oleh orang
dewasa, mungkin dikenakan pasal 296. Jika kejahatan itu dijadikan
pencahariannya atau kebiasaannya, maka ancaman hukumannya di tambah.
(pencahariannya = jika dalam hal itu ada pembayarannya), (kebiasaannya = jika
34
11.Pasal 296 KUHP
Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasannya yaitu dengan sengaja
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum
penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 15.000.
a. Pasal ini gunanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan
bordil-bordil atau tempat-tempat pelacuran yang banyak terdapat di
kota-kota besar.
b. Supaya dapat dihukum harus dibuktikan,bahwa perbuatan itu menjadi
pencahariannya (dengan pembayaran) atau kebiasaannya (lebih dari satu
kali).
c. Yang didapat dikenakan pasal ini misalnya orang menyediakan rumah atau
kamarnya (dengan pembayaran atau lebih dari satu kali) kepada
perempuan dan laki-laki untuk melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu
kelaminnya dengan jalan lain) disitu biasanya untuk itu disediakan pula
tempat tidur.
Orang yang menyewakan rumah kepada seorang perempuan yang
kebetulan seorang pelacur dan tidak berhubungan dengan dia, melakukan
pelacuran dirumah itu, tidak dikenakan pasal ini, oleh karena orang itu
tidak ada maksud sama sekali untuk mengadakan atau memudahkan
perbuatan cabul, niatnya hanya menyewakan rumah.42
12.Pasal 297 KUHP
Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum
dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.
a. Yang dimaksud dengan memperniagakan atau perdagangan perempuan
ialah melakukan perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan
perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya
mencari perempuan-perempuan muda untuk dikirim keluar negeri yang
maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran.43
b. Menurut pasal ini maka pasal 253, 256, 257, dan 260 berlaku juga, jika
perdagangan orang laki-laki tetapi laki-laki yang belum dewasa.
13.Pasal 298 KUHP
(1) Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasl 281, 284-290, dan 292-297, maka dijatuhkan hukuman
pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-5.
(2) kalau sitersalah melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 292-297 dalam pekerjaannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya itu.
14.Pasal 299 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
mengerjakan sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan atau mengerjakan
36
sesuatu perbuatan terhadap seorang perempuan dengan memberitahukan atau
menimbulkan pengharapan, bahwa oleh karena itu dapat gugur kandungannya,
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 45.000,-
(2) Kalau sitersalah mengerjakan itu karena mengharapkan keuntungan,
dari pekerjaannya atau kebiasaannya dalam melakukan kejahatan itu, atau kalau ia
seorang tabib, dukun beranak (bidan), atau tukang membuat obat, hukuman itu,
dapat ditambah dengan sepertiganya.
(3) Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dapat ia
dipecat dari pekerjaannya itu
Dalam pasal ini kiranya perlu pula dibuktikan bahwa perempuan itu
betul-betul mengandung, akan tetapi tidak diminta, bahwa kandungan itu betul-betul-betul-betul
gugur atau mati karena pengobatan. (sengaja menggugurkan kandungan
kandungan diancam hukuman pasal 48). Sudah cukupapabila orang itu sengaja
mengobati atau mengerjakan perbuatan pada perempuan dengan memberitahukan
atau menimbulkan pengharapan, bahwa dengan itu dapat terganggu (gugur, mati,
hilang) kandungannya. Jadi yang perlu dibuktikan adalah tentang pemberitahuan
atau penimbulan harapan tersebut.44
Jika dalam hal itu salah dikira, bahwa perempuan itu hamil, maka orang
yang mengerjakannya itu tidak dapat dihukum, oleh karena tidak ada kandungan
yang di ganggu. Kejahatan dalam pasal ini menjadi selesai, Segera sesudah
dimulai dengan obat itu telah diberikan, pemijatan telah dilakukan, jika hal itu
telah diberitahukan atau telah menimbulkan harapan, bahwa kandungan itu dapat
digugurkan.
Seorang wanita merasa mengandung karena tidak mempunyai suami
merasa malu dan ingin menghilangkan kandungan itu. Ia pergi kepada dokter dan
menceritakan maksudnya itu. Sudah barang tentu dokter itu tidak akan
melaksanakan maksudnya itu, karena ini suatu perbuatan yang dicela dan dapat
dihukum, akan tetapi untuk mengajar wanita itu ia pura-pura sanggup dan
memberitahukan pil-pil kepadanya. Main lama kandungan wanita itu tidak tidak
menjadi hilang, akan tetapi perutnya tetap menjadi besar, karena dengan tidak
diketahui oleh wanita itu, pil-pil yang diberikan oleh dokter tadi memang sengaja
hanya pil vitamin saja. Dapatkah dokter itu dihukum menurut pasal ini ? memang
betull semua elemen-elemen dari pasal ini telah dipenuhi, ialah sengaja mengobati
wanita dengan menimbulkan pengharapan, bahwa kandungannya dapat gugur,
akan tetapi tidak dapat dihukum, oleh karena sifat melawan hukum yang
diperlukan bagi tiap-tiap peristiwa pidana disini tidak ada. Bukankah tindakan
dokter disini tidak sekali-kali dimaksud untuk melanggar hukum, bahkan ia
bermaksud untuk melindungi kandungan itu.
Menurut ayat (2) maka ancaman hukumnya diperberat, apabila perbuatan
itu dilakukan :
a. Karena mencari untung ; atau
b. Sebagai pekerjaannya sehari-hari atau sebagai kebiasaan ; dan
38
Seorang dokter yang menggugurkan kandungan atau mengobati agar
kandungan menjadi gugur, berdasarkan atas ilmu pengobatan untuk memelihara
kesehatan atau menolong jiwa perempuan itu tidak dihukum.
A. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Yang di maksud dengan “kekerasan dalam rumah tangga” dalam Pasal 1
Poin 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Adapun ruang lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 2 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
meliputi :
1) Suami, isteri, dan anak;
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan sebagaimana
dimaksud pada angka (1) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ini yang dimaksud dengan anak dalam
ketentuan ini adalah termasuk juga anak angkat dan anak tiri, sedangkan yang
dimaksud dengan hubungan perkawinan dalam ketentuan ini, misalnya mertua,
mantu, ipar, dan besan.
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
lingkup rumah tangganya sebagaimana diatur dalam Pasal 5, dengan cara :
1) Kekerasan fisik, merupakan perbuatan yang mengakibatkan, jatuh
sakit, atau luka berat (Pasal 6).
kekerasan fisik itu dapat berupa dorongan, cubitan, tendangan,
pukulan, cekikan, luka bakar, pemukulan dengan alat pukul,
siraman zat kimia atau air panas, kekerasan dengan benda tajam,
dan lain-lainnya. Pada pemeriksaan terhadap korban akibat
kekerasan fisik maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan
adalah bila didapati perlukaan yang bukan karena kecelakaan pada
korban. Bekas luka itu dapat diakibatkan oleh suatu kejadian
kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga
fatal.45
2) Kekerasan psikis/psikologi, adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang (Pasal7).
45 Aroma Elmina Martha, Kekerasan Perempuan dan Hukum, UII Press, Yogyakarta,
40
Pada kekerasan psikis/psikologi, sebenarnya dampak yang
dirasakan lebih menyakitkan dari pada kekerasan fisik, bentuk
tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivisme
emosi seseorang sangat bervariasi. Indentifikasi akibat yang timbul
pada kekerasan psikis sulit untuk diukur.
3) Kekerasan seksual, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8).
Yang dimaksud dengan kekerasan seksual (Dalam penjelasan
Pasal 8) adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4) Penelantaran rumah tangga, dalam Pasal 9 menyebutkan bahwa
setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam ruang lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan terhadap orang tersebut,
penelantaran ini juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang
2. Ketentuan Sanksi Pidana dan Pemberatannya Dalam Tindak Pidana Perkosaan Dalam Rumah Tangga
Undang-undang no 24 tahun 2004 tidak mengenal tindak pidana yang
berupa persetubuhan secara paksa atau perbuatan cabul secara paksa. Pembuat
undang-undang menetapkan perbuatan perkosaan atau perbuatan cabul sebagai
kekerasan seksual sehingga pengertiannya lebih luas dari pada keduanya tersebut.
Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku
seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak
korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. adanya kekerasan seksual
yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang
membutuhkan perhatian.46
46 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 32
Di dalam pasal 46 menyebutkan bahwa “setiap orang yang melakukan
perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf (a)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda
paling banyak Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enak juta rupiah)”.
Pasal 47 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda
paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak
42
Adapun berdasarkan Pasal 48 menyebutkan bahwa Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami
gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang kurangnya selama 4 (empat) minggu
terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin
dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, di
pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Selain sanksi pidana pokok, dalam hal kekerasan dalam rumah tangga baik
kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga, hakim dapat
menjatuhkan sanksi pidana tambahan berdasarkan pasal 50 yang menyebutkan
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan
pidana tambahan berupa :
1) pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku
dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku;
2) penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
3. Perlindungan Hukum Dalam Hal Mengenai Tindak Pidana Perkosaan Yang Dilakukan Ayah Terhadap Anaknya.
Dalam hal korban korban (orang yang mengalami kekerasan dan/atau
ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga) maka berdasarkan pasal 26
menyebutkan bahwa korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam
rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat
kejadian perkara, hal pelaporan atas kekerasan dalam rumah tangga kepada
kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara dapat
dilakukan oleh keluarga atau orang lain, dengan ketentuan bahwa korban
memberikan kuasa (baik lisan atau tulisan).
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh
orang tua, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
mengenai perihal alat pembuktian dalam perkara dlam perkara kekerasan dalam
rumah tangga ini berdasarkan Pasal 55 menyebutkan bahwa sebagai salah satu
alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk
membuktikan terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah
lainnya, dimana alat bukti yang sah lainnya dalam kekerasan seksual yang
dilakukan selain dari suami-isteri adalah pengakuan terdakwa.
Tindak pidana perkosaan (kekerasan seksual) yang dilakukan ayah
terhadap anaknya sendiri tidak membedakan usia anak, karena pengertian anak
disini tidak diatur secara tegas apakah dilihat dari segi usia atau tidak, namun jika
dilihat dalam penjelasan Pasal 2 menyebutkan bahwa yang dimaksud anak dalam
44
mempersalahkan usia anak tersebut seperti pengertian anak dalam peraturan
perundang-undangan lainnya yang membatasi usia anak, dalam undang-undang
ini yang terpenting adalah anak tersebut masih dalam ruang lingkup rumah
tangga.
Ada yang membedakan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan
suami terhadap isterinya atau sebaliknya merupakan delik aduan (berdasarkan
Pasal 53), sedangkan tindak pidana perkosaan yang dilakukan diluar suami
terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik biasa.
B. undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014Tentang Perlindungan Anak.
1. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Bentuk-bentuk kekerasan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 meliputi
kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Undang-undang tidak memberikan secara
tegas definisi tentang kekerasan dan bentuk-bentuk kekerasan itu sendiri. Abuse
adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan,
penyiksaan, atau perlakuan yang salah.
Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Article from Encarta mengartikan
Child Abuse sebagai berikut :
physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a child’s basic needs”
(kekerasan terhadap anak adalah perbuatan yang disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk tingkah-laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya, sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar dasar anak).47
1) Kekerasan anak secara fisik (physical abuse), adalah penyiksaan,
pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau
tanpamenggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan
luka-luka fisik atau kematian pada anak. bentuk luka-luka dapat berupa lecet atau
memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas
gigitan, cubita, ikat pingganng, atau rotan. Dapat pula berupa luka
bakar akibat bensin panas atau berpola seperti sunutan rokok atau
setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan di daerah paha, lengan, mulut,
pipi, dada , perut, punggung, atau daerah bokong. Terjadinya
kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh
tingkah-laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal, sering Suharto mengelompokan child abuse menjadi : physical abuse (kekerasan
fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan
seksual), dan social abuse (kekerasan secara sosial).
Keempat bentuk child abuse ini dijelaskan sebagai berikut ;
46
menangis, minta jajan, buang air, atau muntah di sembarang tempat,
memecahkan barang berharga;
2) Kekerasan anak secara psikis (psychological abuse), meliputi
penghardikan, penyampaian kata-kata kasar atau kotor,
memperlihatkan buku, gambar, film pornografi pada anak. anak yang
mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukan gejala perilaku
seperti menarik diri, pemalu, takut keluar rumah, dan takut bertemu
orang lain;
3) Kekerasan anak secara seksual (sexual abuse), dapat berupa perlakuan
kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui
kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan
kontak seksual secara langsung antara anak dan orang dewasa (incest,
perkosaan, eksploitasi seksual);
4) Kekerasan secara social, dapat mencakup penelantaran anak dan
eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap perlakuan orang tua
yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh
kembang anak. Misalnya anak dasingkan dari keluarga, dikucilkan,
atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.
Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau
masyarakat. Sebagai contoh memaksa anak untuk melakukan sesuatu
demi kepentingan ekonomi, social, atau politik tanpa memperhatikan
hak-hak anakuntuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan
di pabrik dengan upah yang rendah atau tanpa alat yang memadai,
dipaksa melakukan pekerjaan berat yang melebihi batas
kemampuannya.
Menurut Resna dan Darmawan, tindakan kekerasan seksual terhadap anak
dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu :48
1) Perkosaan. Pelaku perkosaan yang biasanya dilakukan oleh pria,
biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku lebih dahulu
mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Jika
anak diperiksa dengan segera setelah perkosaan, maka bukti fisik dapat
ditemukan seperti air mata, darah, dan luka memar yang merupakan
penemuan mengejutkan dari penemuan akut suatu penganiayaan.
Apabila terdapat kasus perkosaan dengan kekerasan terhadap anak
akan merupakan suatu resiko terbesar karena pengeniayaan sering
berdampak pada emosi yang tidak stabil.
2) Incest. Didefinisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual
lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yaitu
perkawinan di antara mereka dilarang oleh hukum maupun adat. Incest
biasanya terjadi dalam waktu yang lama dan sering menyangkut suatu
proses terkondisi.
3) Eksploitasi. Eksploitasi secara seksual meliputiprostitusi dan
pornografi, dan hal ini cukup unik karena meliputi suatu kelompok
secara berpartisipasi, hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau
48
di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan
dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual. Pada
beberapa kasus ini meliputi keluarga-keluarga, seluruh keluarga ibu,
ayah, dan anak-anak dapat terlibat dan anak-anak harus dilindungi dan
dipindahkan dari situasi rumah, hal ini merupakan situasi patologi
dimana kedua orang tua sering terlibat kegiatan seksual dengan
anak-anak dan mempergunakan anak-anak-anak-anaknya untuk prostitusi atau untuk
pornografi.
2. Ketentuan Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
Pada Pasal 76 D, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014, menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain. 49
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,
menyebutkan tentang sanksi pidana 76 D :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
49 Penjelasan Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014