• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Borongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Borongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung, 2002.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada.

Jakarta, 2003.

Kartono, Perjanjian Jual-Beli Menurut KUH Perdata, Penerbit Pradnya

Paramita, jakarta, 1974.

Mariam Darus Badrulzaman, Pendalaman Materi Hukum Perikatan, Penerbit

Fakultas Hukum USU, Medan, 1982.

_____________, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Diterbitkan Oleh Fak.

Hukum USU, Medan, 1974.

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2001.

Meriam Budiarjo, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Soedibyo, Berbagai Jenis Kontrak Pekerjaan, Penerbit Pradnya Paramita,

Jakarta, 1984.

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, dalam Neni Sri

Imaniyati, Hukum Bisnis Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,

Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.

Sri. Soedewi Masjhoen Sofwan, Himpunan Karya Tentang Pempemborongan

Bangunan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1983.

Sundari Arie, Peraturan dan Ketentuan Penggunaan Bank Garansi, Bahan

Seminar, Jakarta, 15 Juni 1993.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Penerbit Bina Cipta, Bandung,

1977.

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982.

(2)

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Penerbit Sumur, Bandung, 1984.

B. Perundang-Undangan:

KUH Perdata

KUH Dagang

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(3)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Berdasarkan pasal 1601 KUH Perdata disebutkan pengertian perjanjian

pemborongan pekerjaan antara lain :

“Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si

pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi

pihak lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang

ditentukan”.

Terdapat dua pihak di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan tersebut

yang saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu pekerjaan, dimana suatu

pihak adalah yang memborongkan dan pihak lainnya adalah yang menerima

pemborongan. Namun ada kalanya terdapat juga pihak-pihak lain yang turut

serta dalam penyelenggaraan pekerjaan tersebut, yakni dalam suatu perjanjian

pemborongan bangunan misalnya arsitek ahli bangunan atau pihak lain yang

ditunjuk oleh pemborong atau yang memborongkan, akan tetapi pihak yang

memborongkan tetap merupakan pihak yang utama dalam perjanjian

pemborongan tersebut.

Dalam pasal 1604 KUH Perdata menyebutkan 2 macam pemborongan

kerja yaitu :

1. Si pemborong hanya berjanji akan melakukan pekerjaan.

(4)

Pekerjaan yang dilakukan oleh pemborong, bukan saja pekerjaan pendirian

suatu gedung atau bangunan-bangunan sipil belaka, melainkan juga meliputi

pemasangan peralatan-peralatan listrik dan mesin.

2. Si pemborong juga berjanji menyediakan bahan-bahan dipergunakan untuk

pekerjaan itu. Dalam hal ini pengadakan bahan-bahan itu meliputi

pengadaan peralatan kerja, peralatan mesin, peralatan listrik, laboratorium,

bahan bangunan dan sebagainya.

Pihak pemborong dalam hal ini berjanji melakukan akan adanya suatu

pekerjaan dan adakalanya pula si pemborong di samping melakukan pekerjaan

dia juga harus menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk pekerjaan

tersebut, sedangkan dalam hal ia hanya melakukan pekerjaan itu saja, yang

menyediakan bahan-bahan adalah pihak yang memborongkan.

Walaupun telah disebutkan di atas bahwa perjanjian pemborongan

pekerjaan bukan saja meliputi pembangunan gedung-gedung belaka, namun

pembahasan penulis dalam skripsi ini adalah sekitar tentang masalah perjanjian

pemborongan bangunan.

Yang dimaksud dengan bangunan sipil yang dibangun sesuai dengan perjanjian

pemborongan tersebut ialah, bangunan gedung, jembatan, bangunan air,

terowongan, pelabuhan, lapangan terbang, pekerjaan-pekerjaan pondasi,

pekerjaan-pekerjaan tanah dan sebagainya . 19

19

(5)

Pasal 1609 dan 1610 KUH Perdata mengatur tentang

pemborongan bangunan, dimana bangunan tersebut tidak hanya meliputi rumah

melainkan juga dinding saja, atau suatu perigi atau sumur.

Bangunan disini ditafsirkan secara luas termasuk bangunan sipil yang

pengertiannya telah disebutkan di atas.

Di dalam suatu perjanjian pemborongan bangunan itu terdapat para

pihak yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan perjanjian yang

mereka buat tersebut. Adapun para pihak tersebut yaitu pihak yang

memborongkan dan pihak pemborong, karena di dalam prakteknya para pihak

tersebut dapat lebih dari dua pihak. Antara lain di bawah ini penulis

mengemukakan tentang para pihak tersebut.

Pihak-pihak yang menjadi peserta dalam perjanjian pemborongan

bangunan terdiri dari :

1. Pemberi kerja (bouwheer)/yang memborongkan

2. Perencana/arsitek

3. Pelaksana/Pemborong

Ketiga peserta ini sepanjang memungkinkan harus dapat melaksanakan

pekerjaannya masing-masing dan tidak boleh dirangkap, misalnya pemborong

sebagai pelaksana pekerjaan tidak dapat merangkap sebagai pengawas terhadap

pelaksanaan pekerjaan pemborongannya, demkian juga perencanaan/arsitek

tidak dapat merangkap sebagai pelaksana pekerjaan.

Dalam perjanjian pemborongan bangunan dari pemerintah, pemerintah

(6)

bertindak merancang bangunan sesuai dengan bestek (selaku kuasa dari

bouheer) dan pelaksana bertindak melaksanakan bangunan sesuai dengan suatu

bestek, yang dilaksanakan oleh perusahaan pemborongan bangunan

(Kontraktor).

Adapun perencana dapat bertindak sebagai pengawas, tetapi dengan

orang-orang yang berbeda. Salah satu keuntungannya dengan adanya konsultan

perencana yang tidak sama dengan konsultan pengawas adalah terdapatnya

kontrol dari konsultan pengawas, sehingga bila ada hal-hal yang meragukan

dapat dibicarakan dapat diambil keputusan yang paling menguntungkan bagi

yang memborongkan.

Dari uraian di atas maka kita dapat melihat ada tiga pihak yang saling

berbeda tugasnya masing-masing sehingga tidak dapat tumpang tindih

pekerjaan, dan dengan demikian diharapkan pekerjaan tersebut dapat

berlangsung dengan baik.

Semua pihak-pihak yang ikut serta dalam perjanjian pemborongan

pekerjaan itu harus disebutkan dan diuraikan satu persatu tugas dan

kewajibannya di dalam perjanjian yang merek buat tersebut, dengan jelas agar

tidak terjadi salah tafsir.

B. Perjanjian-Perjanjian Untuk Melakukan Pemborongan Pekerjaan

Dalam Bab VII bagian I ketentuan-ketentuan umum pada pasal 1601

KUH Perdata disebutkan mengenai persetujuan-perjanjian untuk melakukan

(7)

“ Selain persetujuan-persetujuan untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang

diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat

yang diperjanjikan, dan jika tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam

perjanjian dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk melakukan

pekerjaan bagi pihak lainnya dengan menerima upah, perjanjian perburuhan

dan pemborongan pekerjaan“.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian untuk

melakukan pekerjaan ada tiga macam yaitu :

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu.

2. Perjanjian perburuhan

3. Perjanjian pempemborongan pekerjaan.

Adapun pengertian dari perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

adalah:

Suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukan suatu pekerjaan

untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah,

sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali

terserah pada pihak lawan itu.20

Contohnya : Hubungan antara pasien dengan dokter, juga hubungan antara Biasanya pihak lawan adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan

tersebut dan biasanya memasang tarif untuk jasanya itu yang dinamakan

honorarium.

20

(8)

seorang pengacara/advocat dengan kliennya, hubungan antara notaris dengan

orang yang meminta membuatkan akta dan sebagainya.

Sedangkan pengertian dari perjanjian perburuhan, adalah suatu

perjanjian dimana pihak yang satu (buruh) mengikatkan dirinya untuk

bekerja pada pihak yang lain (majikan), selama suatu waktu tertentu dengan

cara menerima upah (pasal 1601 a KUH Perdata).

Dalam hal ini dimaksudkan perjanjian antara buruh dengan majikan,

karena adanya suatu ciri-ciri yaitu terdapatnya upah dan gaji tertentu yang

diperjanjikan dan suatu hubungan berdasarkan mana pihak majikan berhak

memerintah pihak buruh yang harus ditaati oleh pihak yang belakangan ini.

Perjanjian pemborongan yang memborongkan dengan pihak yang

menerima borongan, dimana pihak yang pertama itu akan menghendaki

dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak kedua yang disanggupi oleh pihak

kedua dengan menerima sesuatu yang ditentukan harganya.

“Dilihat dari objek perjanjiannya terdapat kemiripan ketiga perjanjian

ini yaitu sama-sama menyebutkan, pihak yang satu menyetujui untuk

melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima pembayaran

tertentu”.21

Namun terdapat juga perbedaan diantara ketiganya dalam hal antara

perjanjian perburuhan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu dalam

hubungan antara pihak yang memberi pekerjaan dengan pihak yang menerima

21

(9)

pekerjaaan.

Dalam perjanjian perburuhan terdapat hubungan kedinasan/perburuhan

antara pihak yaitu hubungan antara atasan (majikan) dengan bawahan

(buruh) sedangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan tidaklah demikian

karena pihak-pihak yang memborong bukanlah sebagai buruh seperti dalam

perjanjian perburuhan.

Namun pihak pemborong bekerja secara mandiri menurut ketentuan

surat perjanjian yang mereka buat, pihak yang memborongkan berhak memberi

petunjuk atau kebijaksanaan, kepada pemborong demi kelancaran pekerjaan

tersebut.

Dengan kata lain seorang bekerja dalam persetujuan, perburuhan itu tidak dapat hanya diberi tahu apa yang dikerjakan melainkan juga bagaimana cara mengerjakannya, sedangkan pemborong adalah spesialis yang berhubungan dengan pelaksanaan, karena ia dapat diberitahu apa yang akan dikerjakan, sebagaimana ia mengerjakan itu adalah urusan dan tanggung-jawab sendiri.22

22

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 316.

Jadi kedua perjanjian di atas dibandingkan dengan perjanjian dalam

melakukan jasa-jasa tertentu, maka perbedaannya pada soal imbalan yang

diberikan dan diterima para pihak tersebut, kalau dalam perjanjian

pempemborongan pekerjaan imbalan yang diberikan dan diterima para pihak

tersebut telah diperjanjikan terlebih dahulu sedangkan dalam perjanjian

melakukan jasa tidak diperjanjikan/dipersetujukan terlebih dahulu melainkan

(10)

C. Risiko Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Di dalam melakukan pekerjaan, baik pekerjaan apapun itu, kita selalu

berhadapan kepada resiko yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan pekerjaan

tersebut Resiko yang terjadi baik besar maupun kecil itu sebelumnya sudah

harus kita perhitungkan dan kita telah mempersiapkan diri untuk

menghadapinya dan juga berusaha menanggulanginya sedaya mampu kita.

Namun adakalanya kita tidak mampu menghindarinya sehingga kita

harus menanggungnya sesuai dengan ketentuan siapa yang wajib

menanggungnya. Demikian juga dengan resiko dalam pelaksanaan perjanjian

pemborongan pekerjaan pembangunan pasar, terdapat berbagai resiko yang

harus ditanggung, baik oleh pihak pemborong maupun oleh pihak yang

memborongkan pekerjaan itu, dan setiap resiko itu merupakan kerugian yang

harus ditanggung para pihak.

Menurut Kartono , bahwa :

“Kalau pihak mempunyai suatu kewajiban, menurut perjanjian tidak dapat

mempunyai resiko karena suatu sebab yang berada di luar kesalahannya, jadi

dalam hal ini ada unsur yang lazim disebut overmacht, maka kita menghadapi

resiko “.23

Subekti, mengemukakan resiko adalah: “Kewajiban memikul kerugian

23

(11)

yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”. 24

“Ajaran kepada kita tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi

apabila debitur tidak memenuhi prestasi di luar kesalahan“. Mariam Darus Badrulzaman, mengemukakan pula :

25

“ Persoalan resiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadaan

memaksa, suatu kejadian yang tidak disengaja dan tidak dapat diduga “.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas ternyata resiko itu sama sekali

disebutkan kejadian yang ada di luar kesalahan salah satu pihak atau dengan

perkataan lain keadaan memaksa.

Tetapi jika ternyata resiko tersebut memang ada dan kemudian karena

kesalahan salah satu pihak, disini yang menanggung resiko tersebut adalah

pihak yang telah membuat kesalahan tersebut.

Dalam hal ini di luar kesalahan salah satu pihak sering merupakan kejadian

yang tidak disangka-sangka terlebih dahulu, yang merupakan suatu keadaan

yang memaksa yang disebut juga dengan force majeur.

26

- Bencana alam, gempa bumi, banjir, taufan dan lainnya

Di dalam perjanjian pemborongan kerja, yang termasuk force majeur

yang akibat-akibatnya di luar kesalahan para pihak baik langsung maupun tidak

langsung yaitu :

- Kegoncangan moneter nasional/internasional yang mengakibatkan

24

R. Subekti, Op.Cit, hal. 24.

25

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Diterbitkan Oleh Fak. Hukum USU, Medan, 1974, hal. 49

26

(12)

kecelakaan ekonomi secara umum, berobah dengan pengumuman resmi dari

pemerintah.

Menurut Soedibyo, force majeur atau keadaan di luar kemampuan

pemborong ini dibagi atas :

1. Pemogokan (strikes), kekacauan (disorder), huru hara (riot commotion),

perebutan kekuasan (usurped surrection), revolution), pemberontakan (rebellion, revolusi (revolution), pemberontakan (rebellion), invasi dari luar negeri (invation actof foreign enemie), permusuhan perang (war hastilities), blokade (blockade).

2. Bencana alam (gempa bumi dasyat, banjir besar, badai topan, gunung

meletus dasyat, kebakaran besar, wabah penyakit menular/epedemi), ini sering disebut sebagai act og god.

3. Peraturan-peraturan, tindakan-tindakan moneter yang ditetapkan oleh

pemerintah secara resmi sesudah kontrak ditanda-tangani.

4. Hujan turun terus menerus lebih dari normal sehingga tidak

memungkinkan pemborong untuk melakukan pekerjaan dengan baik.27

Selanjutnya “ secara umum masalah resiko dalam perjanjian timbal balik

tidak ada diatur dalam KUH Perdata untuk mencegah penyelesaiannya adalah

menurut kepantasan (billijk haid) “.28

27

Soedibyo, Op.Cit, hal. 65.

28

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal. 51.

Azas kepantasan ini di dalam KUH Perdata dituangkan dalam ketentuan pasal

1545 KUH Perdata yang menyebutkan :

Jika suatu barang tertentu yang telah diperjanjikan untuk ditukar, musnah di

luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa

yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang

(13)

Pasal 1553 KUH Perdata menyebutkan “ Jika selama waktu sewa,

barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak

sengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum “.

Adapun pasal 1545 KUH perdata ini adalah mengenai suatu perjanjian

tukar menukar sedangkan pasal 1553 KUH Perdata adalah mengenai perjanjian

sewa-menyewa. Kedua pasal ini menyebutkan bahwa akibat suatu kejadian

yang tidak disengaja atau di luar kesalahan para pihak maka suatu perjanjian

menjadi gugur, dan pasal 1553 KUH perdata lebih menekankan lagi yang

menyatakan perjanjian tersebut gugur demi hukum.

Kedua peraturan mengenai resiko ini ditujukan bagi perjanjian timbal

balik terutama pasal 1545 KUH Perdata yaitu peraturan resiko terhadap

perjanjian tukar-menukar.

Dari ketentuan pasal 1553 KUH Perdata perkataan gugur demi

hukum menyatakan bahwa masing-masing pihak sudah tidak lagi menuntut

suatu apa dari pihak lawannya, hal mana bahwa kerugian akibat musnahnya

barang yang dipersewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.

Sedangkan pasal 1545 KUH Perdata tersebut meletakkan resiko pada pundak

masing-masing pihak.

Sebagaimana disebut di atas bahwa mengenai ketentuan resiko dalam

pasal 1545 KUH Perdata dapat diperlakukan pula pada perjanjian timbal balik

lainnya, maka dalam hal ini termasuk juga perjanjian pemborongan pekerjaan.

Dalam perjanjian pempemborongan pekerjaan , harus disebutkan

(14)

KUH Perdata terdapat ketentuan yang mengatur mengenai masalah resiko ini,

yaitu pasal 1605 sampai dengan pasal 1610, dan pasal-pasal mengenai resiko

ini masih tetap berlaku dalam perjanjian pemborongan yang mereka buat.

D. Alasan-Alasan Berhenti atau Berakhirnya Suatu Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Suatu perjanjian pemborongan pekerjaan dapat berakhir karena hal-hal

sebagai berikut :

1. Apabila masa yang diperjanjikan itu telah berakhir.

Kalau dalam perjanjian kerja terdapat ketentuan batas waktu tertentu, baik

batas waktu tertentu tadi dimuat dalam persetujuan, reglemen,

undang-undang maupun berdasarkan adat kebiasaan, maka dalam hal seperti ini

hubungan kerja akan berakhir apabila jangka waktu yang ditentukan sampai

berakhirnya hubungan yang memuat ketentuan batas waktu tertentu adalah

otomatis . Asal batas waktu tertentu tadi telah sampai, dengan sendirinya

hubungan kerja berakhir. Para pihak tidak memerlukan adanya prosedur

pernyataan pemutusan hubungan kerja. Kecuali persetujuan, reglemen,

undang-undang atau adat kebiasaan menentukan adanya keharusan

menyampaikan pernyataan pemutusan hubungan kerja secara tertulis. Jika

tidak ada ditentukan, hubungan kerja otomatis berakhir pada saat habisnya

waktu yang telah ditetapkan.29

29

(15)

2. Masa berakhirnya tanpa batas waktu.

Jika dalam perjanjian kerja maupun dalam reglemen kerja, undang-undang

dan kebiasaan tidak menentukan batas waktu tertentu, pemutusan atau

mengakhiri hubungan kerja, harus didahului dengan pernyataan pemutusan

hubungan kerja. Dalam hubungan kerja tanpa batas waktu tertentu

masing-masing pihak berhak mengakhiri hubungan kerja dengan prosedur

menyampaikan pernyataan pemutusan atau pengakhiran kerja kepada pihak

lainnya. Adapun pemberitahuan pernyataan pemutusan hubungan kerja

hanya boleh dimajukan pada hari berakhirnya pada permulaan Januari.

perjanjian yang memperbolehkan memajuan pernyataan pemutusan

hubungan kerja di luar akhir kalender, dianggap batal oleh hukum dianggap

tidak pernah berlaku.

3. Menurut pasal 1661 KUH Perdata, pihak yang memborongkan dapat

mengakhiri pemborongannya secara sepihak dengan membayar ganti rugi

kepada pihak pemborong.

Menurut azas hukum perdata, suatu perjanjian tidak boleh ditarik kembali

secara sepihak, dan siapa yang diterima pihak lawannya sebagai akibat

penarikan kembali perjanjian itu.

Juga pihak pemborong dapat menghentikan pekerjaan jika dia bersedia

mengganti semua kerugian yang diderita oleh pihak yang memborongkan

(16)

Jadi disini tidak melulu pihak yang memborongkan saja yang dapat

menghentikan perjanjian pemborongan pekerjaan, melainkan pihak

pemborong juga dapat menghentikan perjanjian tersebut dengan alasan

dikemukakan mereka sendiri. Karena disini tidak ada kesalahan dari pihak

lainnya atau pihak yang mereka putuskan hubungan perikatannya, maka

wajib pihak yang memutuskan perikatan itu mengganti kerugian pihak yang

diputuskan perikatannya itu. Adapun alasan mereka memutuskan perikatan

secara sepihak itu adalah satu sama lainnya, jadi hanya mereka sendiri yang

mengetahui alasan sebenarnya.

4. Dalam pasal 1612 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian

pempemborongan pekerjaan berhenti bekerja karena meninggalnya

pemborong.

Namun pihak yang memborongkan wajib membayar kepada ahli waris

pemborong seharga pekerjaan yang telah dikerjakan menurut imbangan

terhadap harga pekerjaan yang telah diperjanjikan dalam persetujuan, serta

harga-harga bangunan yang telah disediakan, sepanjang pekerjaan atau

bahan bangunan tersebut dapat mempunyai sesuatu akan manfaat baginya.

Dengan demikian suatu perjanjian pemborongan pekerjaan bukanlah

termasuk suatu hal yang dapat diwariskan kepada ahli waris, jika para pihak

tersebut meninggal dunia. Dan sebagai bahan perbandingan untuk itu, dapat

diperhatikan pasal 1318 KUH Perdata yang menyatakan :

Jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu

(17)

dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan

(18)

BAB IV

PERJANJIAN PEMBORONGAN KERJA PENGADAAN KONSUMSI ANTARA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN PT. TRIA SUMATERA MEDAN

A. Bentuk Perjanjian Pemborongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan

Bentuk perjanjian pemborongan kerja pengadaan konsumsi antara Dinas

Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Tria Sumatera Medan

dilakukan secara tertulis yaitu hitam di atas putih dan ditanda tangani oleh

kedua belah pihak. Bentuk tertulis tersebut menjelaskan adanya kewajiban dan

hak para pihak yaitu pihak pemilik pekerjaan (Dinas Pendidikan Provinsi

Sumatera Utara) dan pihak penerima pekerjaan (PT. Tria Sumatera Medan)

dalam hal melaksanakan ketentuan isi dari perjanjian untuk melaksanakan

pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan

Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011.

Surat perjanjian tersebut dibuat dengan kepala surat dari Dinas

Pendidikan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemilik pekerjaan dan

di bawahnya dituliskan surat perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan

pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi

(19)

Surat tersebut diberi nomor yaitu 027/253/Set.I/XI/2011. Selanjutnya

dituliskan di bawahnya hari dan tanggal surat perjanjian dibuat dan para pihak

yang membuatnya. Adapun isi awal dari perjanjian tersebut adalah:

Surat perjanjian ini berikut semua lampirannya (Selanjutnya disebut kontrak)

dibuat dan ditandatangani di Medan pada hari ini Selasa tanggal dua puluh dua

bulan Nopember tahun dua ribu sebelas antara Drs. H. Baharuddin Manik,

selaku Kuasa Pengguna Anggaran Sekretariat yang bertindak dan atas nama

Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara berkedudukan di Jalan Teuku Cik

Ditiro No. 1-D Medan, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara

Nomor 188.44/789/KPTS/2011 tanggal 22 Juli 2011 (Selanjutnya disebut KPA)

dan Fachmi Denny Lubis, SE, yang bertindak untuk dan atas nama PT. Tria

Sumatera yang berkedudukan di Medan Jalan Cirebon No. 76-A, berdasarkan

Surat Kuasa tanggal 2 Nopember 2011 yang dikeluarkan oleh Direktur Utama

PT. Tria Sumatera (Selanjutnya disebut Penyedia).

Di bawahnya dibuat klausula “Mengingat Bahwa”:

(a) KPA telah menerima penyedia untuk menyediakan jasa lainnya

sebagaimana diterangkan dalam syarat-syarat umum kontrak yang terlampir

dalam kontrak ini (Selanjutnya disebut pekerjaan pengadaan jasa lainnya).

(b)Penyedia sebagaimana dinyatakan kepada KPA, memiliki keahlian

profesional, personil, panitia, narasumber, operator, moderator, notulis dan

peserta kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas

Pendidikan Kabupatan/Kota sesuai dengan perysratan dan ketentuan dalam

(20)

(c) KPA dan penyedia menyatakan memiliki kewenangan unuk

menandatangani kontrak ini dan mengikat pihak yang diwakili.

(d)KPA dan penyedia mengakui dan menyatakan bahwa sehubungan dengan

penandatanganan kontrak ini masing-masing pihak:

1) Menandatangani kontrak ini setelah meneliti secara patut.

2) Telah membaca dan memahami secara penuh ketentuan kontrak ini.

3) Telah mendapatkan kesempatan yang memadai untuk memeriksa dan

mengkonfirmasikan semua ketentuan dalam kontrak ini beserta semua

fakta dan kondisi yang terkait.

Pada dasarnya suatu perjanjian akan terjadi dengan telah sepakatnya

para pihak pada hal, pokok mengenai perjanjian yang mereka perbuat dan

sepakat mereka tersebut diteruskan dalam suatu penandatanganan akan

perjanjian yang telah mereka sepakati.

Demikiain juga halnya dalam pelaksanaan perjanjian pekerjaan

pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi

dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011 ini bahwa

terjadinya perjanjian pemborongan kerja di atas adalah dengan telah sepakatnya

para pihak terhadap hal-hal yang pokok dalam pelaksanaan perjanjian tersebut,

dan sepakat mereka tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian.

Sebagaimana telah ditentukan sebelumnya di dalam pasal 1320 KUH

Perdata bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat,

yaitu:

(21)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Apabila keadaan dari pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas

dihubungkan dengan pelaksanaan dari terjadinya perjanjian pengadaan barang

ini maka setelah sepakatnya para pihak atas hal yang pokok dalam perjanjian

tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa empat syarat di atas telah dipenuhi

oleh para pihak tersebut.

Sepakat para pihak dalam hal pokok yang ditentukan dalam perjanjian

pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan

Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011 adalah

dapat disebutkan sebagai berikut :

Pasal 1:

Jenis Perjanjian

Pengadaan konsumsi (makan/minum dan snack) untuk panitia, narasumber,

operator, moderator, motulis dan peserta kegiatan rapat koordinasi Dinas

Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Pasal 2

Sumber Dana

Sumber dana adalah APBD Tahun Anggaran 2011, DPA-SKPD Nomor

1.01.01.22.006.5.2. tanggal 23 Desember 2010 Program manajemen pelayanan

pendidikan kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas

(22)

Pasal 3

Jenis dan Nilai Kontrak

Jenis kontrak yang digunakan adalah gabungan Lump sum dan satuan dengan

nilai kontrak berdasarkan harga penawaran penyedia sebesar Rp. 116.610.000,-

(seratus enam belas juta enam ratus sepuluh ribu rupiah) yang disusun dalam

suatu daftar kuantitas dan harga, yaitu:

No. Uraian

Pekerjaan Kuantitas

Satuan Ukuran

Harga

Satuan Total Harga

Konsumsi 130 org 3 hr Rp. 299.000 Rp. 116.610.000

Rp. 116.610.000

Pasal 4

Peraturan Teknis Yang digunakan

1. Peraturan teknis dan ketentuan non teknis sebagai acuan pelaksanaan

pekerjaan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjanjian

ini.

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja.

b. Perpres RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

c. Dokumen pengadaan jasa lainnya konsumsi (makanan/minum dan

snack) untuk panitia, narasumber, operator, moderator, notulis dan

peserta kegiatan rapat koordinasi dinas pendidikan provinsi dengan

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

(23)

2. Petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan tertulis maupun lisan yang

disampaikan kepada penyedia oleh KPA.

Pasal 5

Jangka Waktu Pelaksanaan dan Tempat

1. Jangka waktu ditetapkan 3 (tiga) hari kalender bertempat di Hotel Soechi

International Medan Jln. Cirebon No. 76-A Medan.

2. Pekerjaan dimulai terhitung mulai dari tanggal 22 s/d 25 Nopember 2011.

3. Jangka waktu tersebut dalam ayat 1 pasal ini tidak dapat diubah oleh

Penyedia kecuali adanya keadaan kahar (Force Majeure).

Pasal 6

Keterlambatan

Apabila penyedia tidak dapat melaksanakan pengadaan tersebut tepat waktu,

sebagaimana yang tercantum pada Pasal 5 atau diduga akan terlambat dari

jangka waktu yang telah ditetapkan, maka penyedia segera memberitahukan

kepada KPA, dengan alasan-alasan secara tertulis paling lambat 1 x 24 jam

sebelumnya agar KPA dapat mengambil langkah seperlunya karena pekerjaan

ini termasuk pekerjaan yang tidak dapat ditunda pengadaannya.

Pasal 7

Jaminan Pelaksanaan

1. Sebelum kontrak ini ditandatangani, penyedia wajib menyerahkan surat

jaminan pelaksanaan kepada KPA sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai

kontrak yang jaminan pelaksanaannya dikeluarkan oleh bank umum (bukan

(24)

program asuransi kerugian (surety) sesuai peraturan Menteri Keuangan

yang berlaku.

2. Jaminan pelaksanaan akan dikembalikan kepada penyedia setelah penyedia

selesai melaksanakan pekerjaan yang dibuktikan dengan Berita Acara

Pemeriksaan dan serah terima pekerjaan kepada KPA.

Pasal 8

Cara dan Syarat Penyerahan Pekerjaan

1. Pekerjaan selesai 100% (seratus persen) apabila semua pengadaan tersebut

telah selesai dikerjakan sesuai paket yang telah ditetapkan, dan penyedia

dapat mengajukan permohonan pemeriksaan kepada KPA yang hasilnya

akan dituangkan ke dalam berita acara serah terima.

2. Setelah pekerjaan selesai, penyedia berhak mengajukan secara tertulis

kepada pemeriksa/panitia penerima hasil pekerjaan untuk membuat berita

acara pemeriksaan penyelesaian pekerjaan, dan berdasarkan berita acara

yang dibuat oleh wakil sah KPA, KPA mengesahkan berita acara

penyerahan pekerjaan tersebut.

Pasal 9

Cara Pembayaran

1. Pelaksanaan pembayaran pekerjaan dilakukan sekaligus 100% (seratus

perseratus) ini dibebankan pada Pasal 2 (dua) dalam kontrak yang akan

dibayarkan kepada penyedia.

2. Pengajuan permintaan pembayaran oleh penyedia, harus membuat

(25)

dokumen-dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal 10

Resiko

1. Apabila ternyata peserta tidak seluruhnya hadir sesuai dengan yang

diundang, maka KPA dapat mengadakansurat perjanjian tambahan

(addendum) dengan penyedia sebagaimana dimaksud pada Pasal 17.

2. Apabila makanan dan snack tersebut terkomtaminasi dengan barang

berbahaya, maka segala persoalan dan tuntutan yang diakibatkannya

menjadi beban dan tanggung jawab sepenuhnya bagi penyedia, dengan kata

lain bahwa penyedia membebaskan KPA dari segala tuntutan yang

berkenaan dengan hal tersebut baik di dalam maupun di luar pengadilan.

3. Bilamana selama penyedia melaksanakan pekerjaan pemborongan ini

menimbulkan kerugian pihak ketiga (orang yang tidak ada sangkut pautnya

dengan pekerjaan ini) maka segala kerugian ditanggung sepenuhnya oleh

penyedia.

Pasal 11

Kenaikan Harga dan Force Majeure

1. Kerugian yang diakibatkan kenaikan harga adalah tanggungan penyedia.

2. Mengenai Force Majeure dipedomani ketentuan-ketentuan yang tercantum

pada syarat-syarat ketentuan di Indonesia (A.V. 25-8-1941) Nomor 9

(26)

Pasal 12

Sanksi dan Denda

1. Apabila penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu

yang ditentukan dalam kontrak atau dalam waktu yang disetujui untuk

diperpanjang, maka penyedia dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu

perseribu) per hari dan nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan dengan

setinggi-tingginya 5% dari nilai kontrak.

2. Denda tersebut pada ayat 1 (satu) pasal ini tidak dikenakan jika

keterlambatan disebabkan oleh keadaan Kahar.

3. Bila terjadi keterlambatan pekerjaan/pembayaran karena semata-mata

kesalahan atau kelalaian KPA, maka KPA membayar kerugian yang

ditanggung penyedia akibat keterlambatan dimaksud yang besarnya, yang

besarnya ditetapkan dalam kontrak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

4. Secara sepihak KPA berhak membatalkan perjanjian apabila:

a. Penyedia meninggalkan pekerjaan seperti tersebut dalam Pasal 1.

b. KPA berkeyakinan bahwa penyedia dalam melaksanakan pekerjaannya

dianggap tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang yang telah

menjadi tanggung jawab penyedia.

Pasal 13

Peralihan Kepada Pihak Ketiga

Penyedia tidak dibenarkan menyerahkan pekerjaan sebagian atau seluruhnya

(27)

terjadi maka pelaksanaan pekerjaan dapat dibatalkan.

Pasal 14

Bea Meterai dan Pajak

1. Biaya meterai dibebankan kepada penyedia.

2. Segala pajak dan retribusi sehubungan dengan pekerjaan pengadaan ini

ditanggung sepenuhnya oleh penyedia.

3. Penyedia wajib mengurus dan menyelesaikan semua perizinan yang

berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan ini dengan segala biaya yang

dikeluarkan menjadi tanggungan penyedia.

Pasal 15

Ketentuan Hukum

1. Perselisihan di bidang teknis akan diselesaikan oleh pihak arbitrase yang

beranggotakan seorang dari KPA seorang dari penyedia dan seorang dari

pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak sebagai ketua panitia.

2. Perselisihan di bidang administrasi akan diselesaikan oleh Pengadilan

Negeri Medan dan segala biaya ditanggung oleh pihak yang kalah.

3. Segala akibat perjanjian pemborongan ini kedua belah pihak memilih

tempat tinggal yang tetap (Domisili) pada kepaniteraan Pengadilan Negeri

Medan.

Pasal 16

Domisili

Segala akibat dari perjanjian ini, kedua belah pihak telah memilih kedudukan

(28)

Negeri Medan.

Pasal 17

Lain-Lain

Apabila ada perubahan-perubahan atau tambahan yang dipandang perlu oleh

kedua belah pihak akan diatur lebih lanjut dalam surat perjanjian tambahan

(addendum) dan merupakan perjanjian yang tidak terpisahkan dari surat

perjanjian ini.

Pasal 18

Penutup

1. Dengan ditandatangani surat perjanjian ini oleh KPA dan Penyedia maka

seluruh ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal perjanjian

ini dan seluruh ketentuan yang merupakan kesatuan serta bagian yang tak

terpisahkan dengan perjanjian ini, termasuk segala sanksinya mempunyai

kekuatan yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua

belah pihak.

2. Surat perjanjian ini dibuatrangkap 5 (lima), 2 (dua) bermeterai Rp. 6.000

(enam ribu rupiah) yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama,

masing-masing KPA dan penyedia serta pihak lain yang berkepentingan dan

ada hubungannya dengan pekerjaan ini.

3. Surat perjanjian pemborongan pekerjaan ini ditanda tangani oleh kedua

belah pihak di Medan pada hari, tanggal, bula dan tahun tersebut di atas.

Hal-hal yang di ataslah yang mendasari terjadinya suatu perjanjian untuk

(29)

Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran

2011 ini. Ditambah dengan keadaan-keadaan yang harus dipenuhi dari

ketentuan bunyi pasal 1320 KUH Perdata.

Terhadap ketentuan pasal 1320 KUH Perdata tersebut dapat dilakukan

pembahasan.

Keempat syarat yang ditentukan pasal 1320 KUH Perdata tersebut apabila kita

tarik kepada pelaksanaan perjanjian kerja pengadaan barang ini. Dalam hal

kedua syarat yang pertama yang oleh ahli hukum dinamakan syarat subjektif,

karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian, yang apabila kita lihat

dalam perjanjian kerja pengadaan barang maka kedua syarat tersebut adalah

dilakukan oleh masing-masing pihak pimpinan yaitu pihak pimpinan yang

memberikan pekerjaan dan satu pihak lagi adalah pihak pimpinan yang

melakukan pekerjaan, merekalah yang membuat kesepakatan karena mereka

dianggap layak untuk itu oleh masing-masing instansi baik itu pihak pemilik

pekerjaan maupun pihak penerima pekerjaan yaitu kontraktor, atau karena

pekerjaannya bertindak selaku kuasa perusahaannya.

Sedangkan kedua syarat terakhir yang ditentukan pasal 1320 KUH

Perdata merupakan syarat objektif karena mengenai obyek dari perjanjian.

Dalam perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan

rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011 telah dapat dilihat jelas bahwa suatu hal

tertentu yang antara lain adalah pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat

(30)

Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011 sedangkan suatu sebab yang halal, bahwa

pekerjaan pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas

Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran

2011 tersebut karena kepentingannya tidaklah melanggar hukum.

Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak,

Mengenai hal ini ada beberapa ajaran yaitu :

1. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada

saat kehendak pihak penerima dinyatakan , misalnya dengan menuliskan

surat.

2. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi

pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima

tawaran.

3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang

menawakan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan

itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh

pihak yang menawarkan.

Dengan uraian kutipan di atas maka dapatlah dipahami bahwa terjadinya

perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat

koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011 ini adalah sebagaimana penulis uraikan di

muka, yaitu telah disepakatinya hal-hal yang pokok dan diikuti dengan

(31)

Sebelum pelaksanaan terjadinya perjanjian pengadaan barang

(pemborongan kerja) ini dalam prakteknya, maka pihak pemberi pekerjaan

melakukan pelelangan pekerjaan tersebut kepada rekanan pemborongan

perusahaan pembuat pengadaan barang ini. Berdasarkan hasil pelelangan inilah

pemberian pekerjaan pengadaan barang dilakukan. Pengadaan pelelangan ini

biasanya dilakukan oleh pihak pemberi pekerjaan yang berstatus baik secara

langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara. Dalam hal pemberian

pekerjaan pengadaan barang ini dilalui terlebih dahulu dengan pelelangan,

bukan dengan sistem penunjukkan. Pelaksanaan pelelangan pekerjaan

dilakukan dengan adanya pelaksanaan penawaran dari pihak kontraktor tentang

spesifikasi biaya pekerjaan dan juga bahan-bahan yang dipergunakan.

B. Pelaksanaan Pembayaran Dalam Hal Perjanjian Pemborongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan

Pembayaran oleh hukum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan

dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi

setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dari prestasi itu.

Penyerahan barang oleh penjual atau pihak yang bersangkutan berbuat sesuatu

atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau

(32)

Dalam pelaksanaan perjanjian kerja pengadaan barang ini maka

pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh pihak pemberi pekerjaan kepada pihak

yang melakukan pekerjaan. Ketentuan ini juga dapat dilihat dari Pasal 1384

KUH Perdata yang berbunyi :

“Adalah perlu bahwa orang yang membayar itu pemilik mutlak barang yang

dibayarkan dan juga berkuasa memindah-mindahkannya, agar supaya

pembayaran yang dilakukan itu sah”.

Sedang dalam hal yang berhak menerima pembayaran maka Pasal 1385

KUH Perdata menentukan :

Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seorang yang

dikuasakan olehnya, atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh Hakim

atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si

berpiutang.

Maka dalam hal pelaksanaan pembayaran perjanjian untuk

melaksanakan pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas

Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran

2011 sudah jelas kedudukan siapa-siapa yang melakukan pembayaran dan

siapa-siapa pula yang menerima pembayaran.

Dari hasil penelitian terhadap bentuk-bentuk surat perjanjian untuk

melaksanakan pekerjaan pengadaan konsumsi kegiatan rapat koordinasi Dinas

Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun Ajaran

2011 maka pelaksanaan pembayaran pekerjaan pengadaan barang tersebut

(33)

sepakat kedua belah pihak dan sistem terbukanya Buku III KUH Perdata

tersebut.

Pelaksanaan pembayaran dalam klasula-klasula surat perjanjian juga

turut menyertakan suatu beban kewajiban kepada negara dalam hal pembayaran

pajak yang dalam hal ini adalah PPH dan PPN.

Untuk lebih lengkapnya maka tentang cara pembayaran sebagaimana

diatur dalam perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan konsumsi

kegiatan rapat koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota Tahun Ajaran 2011adalah sebagai berikut :

Cara Pembayaran

1. Pelaksanaan pembayaran pekerjaan dilakukan sekaligus 100% (seratus

perseratus) ini dibebankan pada Pasal 2 (dua) dalam kontrak yang akan

dibayarkan kepada penyedia.

2. Pengajuan permintaan pembayaran oleh penyedia, harus membuat

permohonan tertulis yang ditujukan kepada KPA dengan melampirkan

dokumen-dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Dalam prakteknya juga pelaksanaan perjanjian pemborongan kerja ini

dilakukan dengan sistem pembayaran memakai bank garansi. Pemakaian bank

garansi ini biasanya dilakukan oleh badan-badan milik negara. Sedangkan

alasan dilakukannya bank garansi ini adalah untuk mengantisipasi pihak

penerima pekerjaan pengadaan barang ini cedera janji.

Pemberian bank garansi oleh bank merupakan salah satu kegiatan usaha

(34)

No. 7 Tahun1992 tentang Perbankan di samping kegiatan usaha lainnya sesuai

dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkan oleh

masing-masing bank. Pemberian bank garansi dimaksudkan untuk memberikan bantuan

yang sifatnya menunjang kegiatan/pekerjaan nasabah suatu bank.

Dengan demikian terdapat 3 pihak dalam penerbitan suatu bank garansi

yaitu bank sebagai penjamin, pihak nasabah sebagai terjamin dan pihak yang

menerima jaminan yang disebut sebagai penerima jaminan.

Dari sudut keterkaitan bank, bank garansi adalah suatu pengakuan atau

perjanjian tertulis yang berisikan perjanjian tertulis untuk mengikatkan diri

kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu

jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran

sejumlah uang tertentu apabila terjamin dikemudian hari ternyata tidak

memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan. 30

30

Sundari Arie, Peraturan dan Ketentuan Penggunaan Bank Garansi, Bahan Seminar, Jakarta, 15 Juni 1993, hal. 15-16.

Suatu hal yang jelas dari pemakaian bank garansi ini dalam lapangan

perjanjian pemborongan kerja yang dalam hal ini adalah pengadaan barang

terutama dalam pelaksanaan pembayaran sebagaimana diuraikan terdahulu

yaitu dimaksudkan untuk menutup resiko apabila sebelum pekerjaan

(35)

C. Bentuk Sengketa Dan Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Borongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan

Dalam pelaksanaan proyek pemerintah termasuk pelaksanaan Perjanjian

Borongan Kerja Pengadaan Konsumsi Antara Dinas Pendidikan Provinsi

Sumatera Utara Dengan PT. Tria Sumatera Medan ada ketentuan yang

menyatakan bahwa bahan-bahan yang dipergunakan untuk pengadaan barang

tersebut harus memenuhi persyaratan yang tersebut dalam syarat-syarat yang

jelas sebagaimana diajukan sewaktu pelaksanaan penawaran. Jikalau

syarat-syarat untuk suatu macam bahan tidak terdapat di dalam syarat-syarat-syarat-syarat umum,

bahan itu harus memenuhi syarat-syarat umum untuk bahan sejenis. Jika bestek

menyediakan bahan menurut contoh, bahan harus cocok dengan contoh, dari

pandangan luar dan ukuran. Bahan-bahan yang diperuntukkan bagi pekerjaan

sebelum dikerjakan atau diserahkan harus diperiksa / dinilai mutunya.

Terhadap tanggung jawab kontraktor apabila ternyata nilai bahan, baik

itu mutu maupun jenis tidak sesuai dengan dokumen kontrak pengadaan barang,

maka apabila diadakan pemeriksaan oleh tim pengawas pekerjaan maka pihak

kontraktor diharuskan mengganti bahan-bahan yang disepakati sebelumnya

dengan biaya sendiri. Pelaksanaan penggantian disebabkan ketidak sesuaian

tersebut ditanggung oleh pihak kontraktor, termasuk adanya cacat pekerjaan.

Hal di atas dirasakan wajar karena tidak dimungkinkan adanya

kontraktor yang melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan bestek yang tertera

(36)

dalam hal ini dibutuhkan kejelian tim pengawas pemberi pekerjaan agar hasil

kerja kontraktor benar-benar bermutu dan sesuai bestek yang disepakati

sebelumnya.

Di satu sisi lagi timbulnya pertanggung jawaban kontraktor dalam

pelaksanaan pekerjaannya adalah kontraktor terlambat menyelesaikan

pekerjaan pengadaan barang tersebut. Jika pemborong tidak dapat

menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang telah ditetapkan atau

menyerahkan perkerjaan dengan tidak baik, maka si pemberi pekerjaan dapat

memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya serta segala

akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan akibat pemutusan perjanjian disini ialah

pemutusan untuk waktu yang akan datang (ontbinding voorde toekomst), dalam

arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan /dikerjakan akan tetap

dibayar, namun mengenai pekerjaan yang belum dikerjakan itu diputuskan.

Dengan adanya pemutusan perjanjian demikian perikatannya dengan

begitu bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah tidak pernah terjadi

perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan semula, melainkan

dalam keadaan tersebut di atas pemberi tugas dapat menyuruh orang lain untuk

menyelesaikan pekerjaan itu, sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.

Atau jika telah terlanjur dibayarkan kepada penerima kerja atas biaya yang

harus ditanggung oleh si penerima kerja dengan pembayaran yang diterimanya.

Jika terjadi pemutusan perjanjian, si pemborong sebagai pihak penerima

kerja selain wajib membayar denda-denda yang telah diperjanjikan juga wajib

(37)

biaya yang harus dibayar.

Dalam hal terjadinya wanprestasi oleh pemborong maka pemberi kerja

terlebih dahulu memberikan tegoran/penagihan agar si pemborong memenuhi

kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam jangka waktu yang lain yang

diberikan.

Jika setelah adanya jangka waktu tersebut pemborong tetap

mengabaikan peringatan tersebut, maka pemborong dianggap lalai dan dengan

pemberitahuan secara tertulis kepada si pemborong perjanjian langsung dapat

diputuskan tanpa perantaraan pengadilan.

Jadi menyimpang dari ketentuan pasal 1266 KUH Perdata pemutusan

Perjanjian karena wanprestasi diisyaratkan dengan keputusan hakim. Hal

demikian kiranya sesuai dengan perkembangan hukum di Negeri Belanda

sekarang, yang dalam NBW dimungkinkan adanya pemutusan perjanjian

pempemborongan tanpa perantaraan Hakim, karena telah diperjanjikan bahwa

wanprestasi merupakan ontbindende voorwaarde, sehingga dengan adanya

wanprestasi perjanjian otomatis putus.

Dalam praktek perjanjian pengadaan barang jika terjadi wanprestasi dari

pihak penerima kerja setelah memberikan peringatan secara tertulis dan pihak

penerima kerja tetap melalaikannya, maka si pemberi kerja menyuruh orang

lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut atas biaya/anggaran yang dipikul

oleh penerima kerja yang sedianya diterima oleh penerima kerja (pemborong).

Mengenai kewajiban pembayaran denda yang diwajibkan dalam

(38)

diperhatikan bahwa pengaturan mengenai pembebanan denda tersebut dengan

mengingat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Denda tersebut baru diwajibkan dibayar setelah adanya pernyataan lalai

lebih dahulu, jika dalam jangka waktu pernyataan lalai tersebut pihak

penerima kerja tetap tidak dapat memperbaiki kelalaiannya maka

pembayaran denda wajib dipenuhi.

2. Pembayaran denda diwajibkan jika penerima kerja tidak dapat

mengemukakan adanya overmacht atau hambatan penyerahan pekerjaan

tersebut.

3. Denda itu harus diperinci sesuai dengan keadaan/sifat dari wanprestasi

tersebut, sehingga ada denda yang diwajibkan untuk dibayar setiap hari

keterlambatan, atau dibayar untuk sekian kali dan lain-lain.

4. Gugat untuk pembayaran denda tersebut dan gugat untuk pembayaran

pengganti kerugian pada azasnya tidak boleh bersamaan/berganda. Karena

pembayaran denda pada hakekatnya adalah merupakan pembayaran

kerugian yang telah ditetapkan. Pihak yang dirugikan seharusnya

membuktikan bahwa ia menderita kerugian yang lebih besar, padanya

terletak beban pembuktian. Jika ia dapat membuktikan adanya kerugian

yang diderita tersebut maka di samping denda ia dapat menuntut pengganti

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk perjanjian borongan kerja pengadaan konsumsi antara Dinas

Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Tria Sumatera Medan

dilakukan secara tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan hak dan

kewajiban para pihak dan juga terdiri dari addendum atau perjanjian

tambahan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

2. Pelaksanaan pembayaran yang dilakukan dalam pemborongan pekerjaan

pengadaan barang ini dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian secara

tertulis dimana ditentukan di dalamnya bahwa pelaksanaan pembayaran

dilakukan berdasarkan sepakat para pihak, baik itu tata cara pembayaran

maupun jumlah pembayaran dan syarat-syarat pelaksanaan

pembayarannya. Pembuatan perjanjian dalam rangka pelaksanaan

pembayaran tersebut telah dapat memenuhi kepastian hukum dan juga

telah dapat mengantisipasi keadaan-keadaan yang akan timbul di

belakang hari.

3. Bentuk sengketa dan penyelesaian sengketa dalam perjanjian borongan

kerja pengadaan konsumsi antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera

Utara dengan PT. Tria Sumatera Medan dihadapkan kepada resiko yang

mungkin terjadi akibat pelaksanaan pekerjaan tersebut. Apabila resiko

(40)

pihak, misalnya karena banjir, kebakaran atau gempa bumi dan

sebagainya, maka dapat dikatakan para pihak terbebas untuk mengganti

kerugian yang ditimbulkan, dan para pihak tetap dengan

kewajiban-kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya. Tetapi

apabila resiko yang timbul adalah dikarenakan salah satu pihak, maka

pihak penyebab resiko tersebut muncul adalah sebagai pihak yang

menanggung kerugian.

B. Saran

1. Dalam melakukan pekerjaan pemborongan pengadaan barang

hendaknya pihak penerima pekerjaan janganlah terlalu memandang nilai

dari pekerjaan yang akan dilaksanakan tetapi memandang dari segi

kepuasan pihak pemberi pekerjaan apabila pekerjaan tersebut telah

diselesaikan. Dengan hal tersebut maka saling mempercayai akan

terpupuk dengan baik.

2. Kepada pihak pemberi pekerjaan juga disarankan hendaklah

pembayaran dapat dilakukan sesegera mungkin apabila pekerjaan

pemborongan pengadaan barang telah selesai dilaksanakan seperti yang

diperjanjikan, sehingga dengan dana yang telah dibayarkan secepatnya

tersebut pihak pelaksana kerja dapat dengan cepat melakukan efisiensi

(41)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Jenis Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

1 (satu) orang lain atau lebih”.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan

pula terlalu luas.7

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung

pengertian: “suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang

atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan

prestasinya”.

Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian

sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup

perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan

perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam

KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III

kriterianya dapat dinilai secara materil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

8

7

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 65.

8

(42)

Dari pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur

yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada

pihak lain tentang suatu prestasi “.

Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/

rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan

hukum antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada

dalam lingkungan hukum.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu

hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam

harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan

sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya

seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian.

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul

dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan

hukum/rechtshandeling. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh

pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga

terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh

prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan

(43)

Jadi satu pihak memperoleh hak/recht dan pihak sebelah lagi memikul

kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah objek

atau voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang

dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa

bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan

sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi

berkedudukan sebagai schuldenaar atau debitur.

Karakter hukum kekayaan/harta benda ini bukan hanya terdapat dalam

hukum perjanjian. Malahan dalam hubungan keluarga, hukum kekayaan

mempunyai karakter yang paling mutlak.

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter

hukum kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya,

semata-mata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht / hukum

kekayaan yang bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada tindakan hukum/rechthandeling.

Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda,

namun hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan

benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu

(bepaalde persoon).

Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht

dengan hukum perjanjian.

1. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi

(44)

2. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati

hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.

3. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya

atas benda tersebut.

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan

dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya

mengatur hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan terhadap

semua orang pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang

telah melibatkan diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan

hukum / recht berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara

orang-orang tertentu saja.

Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang

pengertian hukum benda yang diatur dalam BW dalam Buku II, yang

menganggap hak kebendaan itu “inviolable et sacre“ dan memiliki droit de

suite, tidak mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya

Undang-Undang Pokok Agraria sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, buku II

BW tidak dinyatakan berlaku lagi.

Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi

ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan

fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3

Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari

(45)

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas

perbuatan hukum.

Akan tetapi ada beberapa pengeecualian :

1. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang

tertentu (bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu

keadaan/kenyataan tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan.

2. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata, dapat

dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada

hubungan hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada

Waterkraan Arrest (H.R. 10 Juni 1910).

Verbintenis / perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam

perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak

mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti

kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa kreditur .schuldenaar

menyelesaikan pelaksanaan kewajiban / prestasi yang mereka perjanjikan.

Apabila debitur enggan secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur

dapat meminta kepada Pengadilan untuk melaksanakan sanksi, baik berupa

eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis

mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

Pengecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal

ini perjanjian tersebut bersifat tanpa hak memaksa. Ajdi natuurlijk verbintenis

adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa. Dengan demikian,

(46)

1. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).

Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari segi

hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya

perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

2. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti

natuurlijke verbintenis.

Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya,

yaitu atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak

diberi kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi.

Jadi tidak dapat dipaksakan.

3. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan

dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela

melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum

menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi

riel, ganti rugi serta uang paksa.

Dikarenakan hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum

yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau

dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan

satu sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat

itu mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam

bentuk perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci

(47)

masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau

jenis yang berbeda tentunya.

Perbedaan tersebut dapat penulis kelompokkan sebagai berikut :

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak. Misalnya : jual beli, sewa-menyewa. Dari

contoh ini, penulis menguraikan tentang apa itu jual beli.

Jual-beli itu adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang

satu ( si penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,

sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga, yang terdiri

atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut .

Dari sebutan jual-beli ini tercermin kepada kita memperlihatkan dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan di pihak lain dinamakan pembeli. Dua perkataan bertimbal balik itu, adalah sesuai dengan istilah Belanda Koop en verkoop yang mengandung pengertian bahwa, pihak yang

satu Verkoop (menjual), sedangkan koop adalah membeli.9

2. Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak merupakan kebalikan dari pada perjanjian timbal

balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada

satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Contohnya : Perjanjian hibah.

Pasal 1666 KUH Perdata memberikan suatu pengertian bahwa

penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu

9

(48)

hidupnya dengan cuma-cuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali

menyerahkan suatu barang, guna keperluan si penerima hibah yang menerima

penyerahan itu. Perjanjian ini juga selalu disebut dengan perjanjian cuma-cuma.

Yang menjadi kriteria perjanjian ini adalah kewajiban berprestasi kedua

belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud

berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah .

3. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alasan hak yang membebani.

Perjanjian cuma-cuma atau percuma adalah perjanjian yang hanya

memberi keuntungan pada satu pihak, misalnya : Perjanjian pinjam pakai.

Pasal 1740 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Pinjam pakai adalah suatu

perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada

pihak yang lainnya, untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa

yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu

tertentu, akan mengembalikannya kembali .

Sedangkan perjanjian atas beban atau alas hak yang membebani, adalah

suatu perjanjian dalam mana terhadap prestasi ini dari pihak yang satu selalu

terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, dan antara kedua prestasi ini ada

hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban

pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A

menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerah lepaskan

(49)

4. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,

maksudnya bahwa perjanjian itu memang ada diatur dan diberi nama oleh

undang-undang. Misalnya jual-beli ; sewa-menyewa; perjanjian pertanggungan;

pinjam pakai dan lain-lain. Sedangkan perjanjian bernama adalah merupakan

suatu perjanjian yang munculnya berdasarkan praktek sehari-hari. Contohnya :

Perjanjian sewa-beli. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas banyaknya.

Lahirnya perjanjian ini dalam praktek adalah berdasarkan adanya suatu

azas kebebasan berkontrak, untuk mengadakan suatu perjanjian atau yang lebih

dikenal Party Otonomie, yang berlaku di dalam hukum perikatan.

Contohnya : A ingin membeli barang B, tetapi A tidak mempunyai uang

sekaligus, dalam hal ini B si empunya barang mengizinkan A untuk

mempergunakan barang tersebut sebagai penyewa, dan apabila dikemudian hari

A mempunyai uang, A diberi kesempatan oleh B (si empunya barang) untuk

membeli lebih dahulu barang tersebut.

Perjanjian sewa beli itu adalah merupakan ciptaan yang terjadi dalam praktek .

Hal di atas tersebut, memang diizinkan oleh undang-undang sesuai

dengan azas kebebasan berkontrak yang tercantum di dalam pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata. Bentuk perjanjian sewa beli ini adalah suatu bentuk perjanjian

jual-beli akan tetapi di lain pihak ia juga hampir berbentuk suatu perjanjian

(50)

Meskipun ia merupakan campuran atau gabungan daripada perjanjian

jual beli dengan suatu perjanjian sewa menyewa, tetapi ia lebih condong

dikemukakan semacam sewa menyewa.

5. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik

dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan

perjanjian obligatoir.

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan,

artinya sejak terjadinya perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.

Untuk berpindahnya hak milik atas sesuatu yang diperjual belikan masih

dibutuhkan suatu lembaga, yaitu lembaga penyerahan. Pentingnya perbedaan

antara perjanjian kebendaan dengan perjanjian obligatoir adalah untuk

mengetahui sejauh mana dalam suatu perjanjian itu telah adanya suatu

penyerahan sebagai realisasi perjanjian, dan apakah perjanjian itu sah menurut

hukum atau tidak.

Objek dari perjanjian obligatoir adalah : Dapat benda bergerak dan dapat

pula benda tidak bergerak, karena perjanjian obligatoir merupakan perjanjian

yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang membuat

perjanjian tersebut. Maksudnya bahwa sejak adanya perjanjian, timbullah hak

(51)

6. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya

perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian

disamping adanya perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan

nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak perjanjian penitipan,

pinjam pakai. Salah satu contoh uraian diatas yaitu : “ Perjanjian penitipan

barang, yang tercantum dalam pasal 1694 KUH Perdata, yang memberikan

seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan

menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya “.10

Perlu dibicarakan adanya suatu perjanjian yaitu perjanjian campuran. Perjanjian campuran ini menurut beliau ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar, disini terlihat ada suatu perjanjian sewa-menyewa di samping itu pula menyediakan makanan yang dengan sendirinya

Dari uraian diatas tergambar bahwa perjanjian penitipan merupakan

sauatu perjanjian real, jadi bukan suatu perjanjian yang baru tercipta dengan

adanya suatu penyerahan yang nyata yaitu memberikan barang yang dititipkan.

Setelah penulis kemukakan tentang keanekaan dari perjanjian, maka

telah dapat penulis kelompokkan bentuk atau jenis-jenis dari perjanjian yang

terdapat dalam undang-undang maupun di luar undang-undang.

Disamping perjanjian yang telah penulis kemukakan diatas, terdapat lagi

bentuk-bentuk perjanjian khusus yang berbeda dalam penfasirannya.

Mariam Darus Badrulzaman, dalam bukunya Pendalaman Materi Hukum

Perikatan mengungkapkan :

10

(52)

trebentuk pula perjanjian jual-beli.

Dalam hal perjanjian campuran ini ada beberapa paham. Paham I mengatakan, bahwa ketentuan-ketentuan yang bersangkutan mengenai perjanjian khusus hanya dapat diterapkan secara analogis tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang. Karena untuk terciptanya suatu perjanjian itu harus jelas maksudnya, sehingga apabila tidak jelas maksudnya atau isi dari perjanjian itu, akan menyebabkan perjanjian itu menjadi tidak sah.

Paham II menyebutkan, ketentuan yang dipakai adalah ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan.

Paham III menyatakan, ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu “.11

B. Syarat Sah Sua

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Penjualan Limbah Pabrik Pada PD Limbah Bersama Menggunakan Microsoft Visual Baisc 6.0, digunakan untuk menghasilkan data dari kegiatan jual-beli dan untuk memudahkan

[r]

Sehingga dibutuhkan suatu sistem informasi yang mampu mengelola data-data mutasi personil dengan menggunakan program aplikasi yang dapat memudahkan pengaksesan terhadap informasi

5 ayat (3) huruf d yang mengatur pemanfaatan lahan kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di kantor Dinas Pertanian, Peternakan, perkebunan

Hasil pengujian koefisien regresi, diperoleh persamaan linier: Y = 32614.874 1895.597 X1 25.429 X2 6.770 X3 Untuk menentukan signifikansi pengaruh variabel bebas secara

Labuan adalah tempat yang harus saya lalui dan orang-orang lainnya yang hendak menuju Pulau Gili dari Pulau Bawean, atau sebaliknya.. Di tempat ini terdapat susunan

Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b ditetapkan dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk

Mengingat bahwa pada dasarnya CIO atau individu yang diberikan wewenang merupakan sumber daya perusahaan yang memiliki tugas dan tanggung jawab melaksanakan akvitas