SISTEM KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DENGAN PEMERINTAH DAERAH HASIL PEMEKARAN
DALAM BIDANG PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UU NO.25 TAHUN 2007
( STUDI PENANAMAN MODAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA DAN
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA ) SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
ZULPAHMI SIREGAR NIM : 090200451
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMETERA UTARA MEDAN
SISTEM KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DENGAN PEMERINTAH DAERAH HASIL PEMEKARAN
DALAM BIDANG PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UU NO.25 TAHUN 2007
( STUDI PENANAMAN MODAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA DAN
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA ) SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
ZULPAHMI SIREGAR NIM : 090200451
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Mengetahui :
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha,SH,M.Hum NIP :19750112 200501 2 002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Frof.Dr.Budiman Ginting,SH.M.Hum Dr. Mahmul Siregar.SH,M.Hum NIP : 19590511 198601 1 001 NIP : 19730220 200212 1 001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMETERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya Penulis mampu menjalankan perkuliahaan sampai
tahap penyelesaikan skripsi pada Jurusan Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi yang berjudul “ Sistem Koordinasi Antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran Dalam Bidang Penanaman Modal Ditinjau Dari UU No.25 Tahun 2007 ( Studi Penanaman Modal di Propinsi Sumatera Utara Dan Kabupaten Padang Lawas Utara ) “
adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para
pihak yang banyak membanru Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Untuk semua ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Elpinayungan Siregar, S.Sos,M.Si dan
Marzan Harahap serta seluruh anggota keluarga saya, Zulharryansah
Siregar, Wahyudi Siregar yang telah member dukungan moral dan doa
kepada saya .
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara atas dukungan yang besar terhadap
seluruh mahasiswa/i di dalam lingkungan kampus Fakultas Hukum
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan
I;sekaligus Dosen Pembimbing I. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan serta dukungannya selama
penulisan skripsi ini
4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H.,M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II;
5. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.H selaku Pembantu Dekan III;
6. Ibu Windha, S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;
7. Bapak Frof. Bismar Nasution,S.H, M.H selaku Dosen di Departemen
Hukum Eknomi.
8. Bapak Ramli Siregar , S.H, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi.
9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II;
sekaligus Dosen Pembimbing Akademik. Penulis mengucapkan banyak
terimakasih atas waktu dan kesempatan yang telah Bapak berikan hingga
skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya;
10.Kepada teman- teman saya yang paling mendukung saya , anak – anak IS (
Hendrawan Sembiring, Irvan Deriza, Darwin F.Gulo, Dwi Mahatma
Sembiring, Haryo Septiadi Haru, Gindo Bastian Purba, Rahmat Anwar
Lubis, Mahmudin Lubis, Theo Siregar ) yang selalu disamping saya disaat
penulisan skripsi ini hingga saya bisa menyelesaikan dengan baik, saya
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya .
11.Kepada teman – teman saya yang paling mendukung saya, anak-anak
Tampubolon, Anita Hutapea,SH, Martina Ritonga,SH, Ruth Paolin
Marbun, Reminisir Harita) yang selalu berada disamping saya disaat
penulisan skripsi ini hingga saya bisa menyelesaikan dengan baik, saya
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya .
12.Seluruh Dosen, Staf administrasi, dan Pegawai di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
13.Rekan-rekan mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu saya selama proses penulisan skripsi ini, dan yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap
abadi.
Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan memperluas cakrawala berpikir semua.
Medan, November 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ……… ABSTRAK ………... BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Judul ……… 1
B. Perumusan Masalah ………... 9
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ……… 10
D. Keaslian Penulisan ………... 11
E. Tinjauan Pustaka ……….. 13
F. Metode Penelitian Sistematika ………. 17
G. Sistematika Penulisan ………... 20
BAB II PELAYANAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UU NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Pelayanan Perizinan 1. Pengertian dan Bentuk - Bentuk Pelayanan Perizinan Dalam Penanaman Modal ……….. 22
2. Sistem dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Dalam Penanaman Modal ………. 24
B. Pelayanan Pemberian Fasilitas 1. Pelayanan Bidang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasil ……… 29
2. Pelayanan Bidang Pemberian Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang Modal ………. 34
BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH
KABUPATEN / KOTA DALAM PELAYANAN PENANAMAN MODAL
A. Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam Pelayanan Penanaman Modal
1. Kebijakan Penanaman Modal Daerah Pemerintah Propinsi Yang
Berkoordinasi Dengan Pemerintah Pusat ……… 41
2. Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal Yang Dilakukan Oleh
Pemerintah Propinsi ……… 46
3. Pengawasan Dalam Hal Pelaksanaan Kebijakan Penanaman
Modal Pemerintah Propinsi ………..49
B. Kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota Dalam Pelayanan
Penanaman Modal
1. Kebijakan Penanaman Modal Daerah Pemerintah Kabupaten
Yang Berkoordinasi Dengan Pemerintah Propinsi ………. 50
2. Pelaksanaan Kebijakan Penanaman Modal Yang Dilakukan
Oleh Pemerintah Kabupaten ……….. 55
3. Pengawasan Dalam Hal Pelaksanaan Kebijakan Penanaman
Modal Pemerintah Kabupaten ……….. 59
BAB IV SISTEM KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN PEMERINTAH DAERAH HASIL PEMEKARAN ( PEMERINTAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA ) DALAM BIDANG PENANAMAN MODAL .
A. Sistem Pelaksanaan perizinan Penanaman Modal Asing di Propinsi
Sumatera Utara Dengan Daerah Hasil Pemekaran ( Pemerintah
B. Sistem Pelaksanaan dan Pengawasan Penanaman Modal Asing
dalam Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Dengan Daerah Hasil
Pemekaran ( Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara ) ………… 73
C. Sistem Koordinasi Antara Pemerintah Propinsi Sumatera Utara
Dengan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran ( Pemerintah Kabupaten
Padang Lawas ) ……… 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……….. 88
SISTEM KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DENGAN PEMERINTAH DAERAH HASIL PEMEKARAN DALAM
BIDANG PENANAMAN MODAL DTINJAU DARI UU NO.25 TAHUN 2007
( STUDI PENANAMAN MODAL di PROPINSI SUMATERA UTARA DAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA )
ABSTRAK Zulpahmi Siregar*) Budiman Ginting**) Mahmul Siregar***)
Penanaman modal merupakan segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Indonesia. Tujuan penanaman modal itu untuk
meningkatkan pendapatan daerah. Salah manfaat dari penanaman modal untuk
meningkatkan ekonomi suatu daerah secara keseluruhan.
Metode penelitian yang dipakai penulis ialah metode penelitian yang
berifat hukum normative yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang
menganalisis hukum yang tertulis yang menggambarkan dan menjelaskan
bagaimana penanaman modal yang berlaku di Indonesia dan koordinasi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten terkait penanaman modal baik
dalam negeri .
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penanaman modal yang
dilakukan suatu daerah hasil pemekaran dengan pemerintah provinsi sangat
posotif berupa peningkatan ekonomi bagi daerah tersebut, sedangkan negatifnya
pemerintah daerah hasil pemekaran masih sangat tergantung pada pemerintah
provinsi dalam hal pelayanan penanaman modal.
Kata Kunci : Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran, Sistem koordinasi. *Mahasiswa Fakultas Hukum USU
SISTEM KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DENGAN PEMERINTAH DAERAH HASIL PEMEKARAN DALAM
BIDANG PENANAMAN MODAL DTINJAU DARI UU NO.25 TAHUN 2007
( STUDI PENANAMAN MODAL di PROPINSI SUMATERA UTARA DAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA )
ABSTRAK Zulpahmi Siregar*) Budiman Ginting**) Mahmul Siregar***)
Penanaman modal merupakan segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Indonesia. Tujuan penanaman modal itu untuk
meningkatkan pendapatan daerah. Salah manfaat dari penanaman modal untuk
meningkatkan ekonomi suatu daerah secara keseluruhan.
Metode penelitian yang dipakai penulis ialah metode penelitian yang
berifat hukum normative yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang
menganalisis hukum yang tertulis yang menggambarkan dan menjelaskan
bagaimana penanaman modal yang berlaku di Indonesia dan koordinasi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten terkait penanaman modal baik
dalam negeri .
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penanaman modal yang
dilakukan suatu daerah hasil pemekaran dengan pemerintah provinsi sangat
posotif berupa peningkatan ekonomi bagi daerah tersebut, sedangkan negatifnya
pemerintah daerah hasil pemekaran masih sangat tergantung pada pemerintah
provinsi dalam hal pelayanan penanaman modal.
Kata Kunci : Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran, Sistem koordinasi. *Mahasiswa Fakultas Hukum USU
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan asas kemandirian.
Namun, karena pembangunan tersebut memerlukan pembiayaan yang cukup
besar, asas kemandirian tidak dapat dilaksanakan secara utuh. Oleh karena itu,
pemerintah harus menggali segala sumber - sumber dana untuk membiayai
kebutuhan pembangunan nasional yang dimaksud. Salah satu dari sekian banyak
sumber - sumber dana untuk membiayai pembangunan nasional ini adalah dengan
cara penanaman modal.
Di masa globalisasi sekarang ini, peran penanaman modal semakin krusial.
Apalagi terhadap Negara - negara yang sedang taraf membangun seperti Negara
Republik Indonesia ini. Istilah membangun secara berdikari (berdiri di atas kaki
sendiri) berdasarkan asas kemandirian dengan mengabaikan sama sekali
penanaman modal terutama terhadap penanaman modal asing sudah bukan
zamannya lagi . 1
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian
dari bentuk penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai
upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat, meningkatkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional,
1
membangunan pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu system perekonomian yang berdaya saing.
Karena itu, persaingan untuk memperebutkan penanaman modal saat ini
sudah semakin seru, dengan kompetisi yang semakin ketat. Berbagai insentif dan
kemudahan untuk penanaman modal yang akan menanamkan modalnya di suatu
Negara atau suatu daerah semakin diramu secara menarik.Tidak terkecuali sektor
yuridis yang juga dituntut untuk dipermak terus menerus agar tidak menjadi
penghambat, atau agar tidak tertinggal dari sektor yuridis di Negara – Negara
pesaing. Misalnya ada suatu Negara yang hukumnya memberikan hak atas tanah
bagi pemodal asing sampai 100 tahun.2
Agar tujuan peneyelenggaraan penanaman modal dapat tercapai, maka
faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara
lain melalui perbaikan koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, penciptaan birokrasi yang efisien,kepastian hukum dibidang penanaman
modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serat iklim usaha yang kondusif
di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai
faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik
secara signifikan.3
Pemerintah dewasa ini telah menggariskan arah dari kebijakan penanaman
modal. Pemberian jaminan dan kepastian berusaha kepada penanaman modal serta
keamanan investasinya telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas pemerintah.
Selain itu akan dilakukan pula penyederhanaan dalam prosedur investasi,
2
Ibid., hal.134. 3
perbaikan sarana dan prasarana, serta penerapan peraturan –peraturan investasi
secara konsisten dan transparan.4
Dari hal tersebut di atas pemberian, fasilitas penanaman modal harus juga
mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan
Negara dan harus promotif dibandingakn dengan fasilitas yang diberikan Negara
lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan
secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiscal, fasilitas hak atas tanah,
imigrasi, fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian fasilitas
penanaman modal tersebut juga diberikan sebagaia upaya mendorong penyerapan
tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi
kerakyatan, orientasi ekspor, dan intensif yang lebih menguntungkan kepada
penanaman modal yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan
produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman modal di
daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas. 5
Sebagaimana dengan Negara – Negara lainnya, penanaman modal secara
langsung bagi pemerintah Indonesia dianggap relaitf lebih stabil dan memiliki
resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis investasi lainnya, karena
penanaman modal jenis ini akan mengendap dalam jangka waktu yang cukup
lama dan tidak rentan terhadap gejolak nilai mata uang. Di pihak lain, penanaman
modal secara tidak langsung atau penanaman modal dalam bentuk fortofolio
sifatnya lebih rentan terhadap gejolak mata uang, dan dapat berpindah tempat
4
Jonker Sihombing, Investasi Asing Melalui Surat utang Negara di Pasar Modal, (Bandung;Alumni 2008 ),hlm.82
5
sewaktu – waktu apabila pemikinya meilhat faktor-faktor yang mengkhawatirkan
investasinya.6
Secara teoritis Indonesia seharusnya dapat menjadi Negara tempat
penanaman modal yang baik. Hal ini disebabkan bahwa Indonesia memiliki
keunggulan – keunggulan komparatif sebagai berikut :7
1. Sumber daya alam yang melimpah ( seperti minyak bumi, gas bumi,
pertambangan, hasil hutan dan hasil laut ) .
2. Pasar dalam negeri yang luas dengan penduduk lebih kurang 243.000.000
( dua ratus empat puluh tiga juta ) jiwa .
3. Upah buruh yang relatife murah .
4. Kebijaksanaan ekspor yang kondusif .
5. Kebijaksanaan rezim devisa bebas .
6. Letak strategis diantara 2 ( dua ) benua dan 2 ( dua ) samudera.
Disamping itu, harapan dari masyarakat pebisnis adalah agar Indonesia
dapat memberikan kemudahan lain, seperi :8
1. Kemudahan pajak .
2. Keamanan dan stabilitas politik .
3. Stabilitas nilai tukar rupiah .
4. Kemudahan, kebersihan dan transparansi birokrasi .
5. Law Enforcement dan kepastian hukum .
6
Jonker Sihombing, op.cit.hlm.78 7
Munir Fuadi ,Menata Bisnis Modern di Era Global, ( Bandung; Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.68
8
Di Indonesia, penanaman modal tidak hanya terkonsentrasi di pusat saja,
melainkan sudah merambah ke daerah- daerah di Indonesia. Hal ini telah
dirasakan semenjak digalakkannya pelaksanaan otonomi daerah sehingga
pelaksanaan pembangunan nasional lebih merata, seperti diketahui dahulu sangat
terjadi ketimpangan pembangunan antara daerah dan pusat .
Pelaksana otonomi daerah pada awalnya ditujukan untuk memperbaharui
dan mereformasi kehidupan nasional guna menumbuhkan otonomi secara
substantif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, memperkuat kebangsaan
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Melalui otonomi sebenarnya ingin dioptimalkan pemanfaatan seluruh aset
yang dimiliki daerah untuk menjaga dan memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa. Meskipun sejarah panjang menunjukkan bahwa kehidupan pemerintahan
berjalan di atas konsep yang kurang tepat dalam perumusan hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian hak dan kesempatan yang
kurang adil, pendesentralisasian urusan yang setengah hati,tidak terwadahinya
aspirasi daerah dalam mekanisme pengambil-alihan keputusan yang menyangkut
kepentingan daerah, mungkin hanya sedikit contoh dari ketimpangan itu.
Oleh karena itu,sampai saat ini otonomi daerah belum dapat dilaksanakan
sebagaimana cita-cita untuk menjalankan politik desentralisasi. Undang-Undang
memerlukan peraturan pelaksanaannya, disamping banyak konflik norma dalam
pemberian otonomi pada daerah dan banyaknya penafsiran yang berbeda .9
Dalam hal ini permasalahan difokuskan pada masalah bagaimana
mengembangkan sumber penerimaan daerah melalui investasi dengan
mengedepankan pemberdayaan daerah menuju kemandirian ekonomi guna
mensejahterakan masyarakat .
Upaya pemerintah daerah Kabupaten untuk menciptakan iklim bagi dunia
usaha atau industri yang kondusif perlu terus didukung karena apabila pengusaha
sudah merasakan fasilitas atau insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah
maka pengusaha pasti akan berusaha memanfaatkannya. Pengusaha akan tertarik
dan berinisiatif untuk menggerakkan usaha industri. Jika roda perekonomian
sudah mulai bergerak maka investor lain akan semakin aktif menanamkan
modalnya di sektor- sektor industry di daerah. Dengan demikian pemerintah
daerah tidak perlu menaikkan pajak dan memungut retribusi.10
Dengan demikian sebagai hal yang penting, pemerintah daerah perlu
mengetahui hal –hal yang sangat berpengaruh dalam investasi. Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi investasi untuk masuk ke daerah, antara lain :
11
1. Stabilitas politik dan perekonomian yang menunjukkan kestabilan yang
mantap baik itu di tingkat pusat dan di tingakt daerah .
2. Kebijakan dan langkah deregulasi dan debirokrasi yang diambil
pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
9
N.Rosyidah Rachmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, ( Malang,Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2004 ),hlm.113
10
Ibid, hlm.115 11
3. Pembangunan kawasan industri sebagai pasar yang menopang jelas
investasi.
4. Tersedianya sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi, gas
alam, bahan tambang, pertanian, perikanan, hasil hutan dan sebagainya.
5. Tersedianya sumber daya manusia dengan keterampilan dan keahlian
dengan upah yang kompetitif. Tenaga buruh yang murah namun tidak
memiliki keterampilan bukan lagi menjadi daya tarik investor asing untuk
menanamkan modalnya .
6. Iklim moneter yang stabil .
7. Kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah di berbagai bidang, misalnya
penurunan bea masuk,insentif perpajakan,dan sebagainya .
Untuk mendukung hal tersebut diatas ,pemerintah daerah perlu memahami
masalah – masalah yang dihadapi investor berkaitan dengan otonomi daerah
tersebut, antara lain :12
1. Kekacauan perekonomian dan ketidakstabilan politik Indonesia sat ini.
2. Kekuatiran kontrak-kontrak yang ditandatangani dengan pemerintahan
daerah akan kurang kuat atau kurang memberi kepastian hukum.
3. Kekuatiran akan mengalami kesulitan mencari dana dalam menjalankan
proyek-proyek.
12
4. Iklim investasi bagi perusahaan asing serta penanaman modal dalam
negeri hamper pasti berbeda di setiap daerah bila langkah-langkah
desentralisasi dilaksanakan.
5. Kekuatiran adanya perebutan kekuasaan antara pemerintah pusat dan
daerah dalam penarikan pajak dan retribusi .
Oleh karena itu pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah dan
memasuki era global perlu lebih jeli menangkap peluang guna menggali potensi
daerah masing-masing., Agar lebih mandiri secara ekonomi diharapkan
pemerintah daerah berhati-hati dalam menetapkan kebijakan untuk tidak terlalu
membebani masyarakat dan dunia usaha dengan pungutan pajak –pajak dan
retribusi lainnya. Tanpa pertimbangan matang, hal tersebut akan berdampak pada
tertutupnya peluang pemerintah daerah untuk menarik penanaman modal baik
dalam negeri ataupun asing sebanyak-bayaknya ke daerah.
Untuk itu pemerintah daerah perlu mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
kepada penanaman modal di daerah. Sehingga dapat membuat kebijakan strategis
yang mendukung investasi masuk ke daerah guna meningkatkan pendapatan
daerah. Pemerintah daerah perlu mengupayakan meningkatkan pendapatan
daerah. Pemerintah daerah perlu mengupayakan ketertiban dan keamanan serta
menjamin kepastian hukum selain mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan
andal. Dari uraian di atas maka penanaman modal sangat dibutuhkan bagi daerah
–daerah terutama daerah yang baru dimekarkan untuk menggerakkan sektor
perekonomian sehingga kesejahteraan bisa tercipta atau dirasakan sampai ke
pemerintahan daerah untuk membangun daerahnya terutama dengan menarik
penanaman modal atau investor untuk menanamkan modal ke daerahnya .
Terutama pada daerah hasil pemekaran seperti Kabupaten Padang Lawas Utara,
yang mana daerah ini masih jauh dari kata maju. Hal ini disebabkan karena
sebagai daerah yang baru pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan maka
dengan otomatis pendapatan daerah belum mapan sebagai sebuah daerah
kabupaten. Dengan daerah yang masih banyak memiliki potensial untuk
dikembangkan maka daerah Kabupaten Padang Lawas Utara memerlukan
investasi ( penanaman modal ) baik penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing untuk meningkatkan pendapatan daerah. Investasi yang
dapat dilakukan oleh penanaman modal ialah di bidang perkebunan, di bidang
peternakan, di bidang perikanan dan lain-lain.Dengan di latar belakangi oleh
permasalahan di atas maka penulis untuk mengangkat judul tentang “ Sistem
Koordinasi Antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Hasil
Pemekaran Dalam Bidang Penanaman Modal Ditinjau Dari UU No.25 Tahun
2007 ( Studi Penanaman Modal di Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten
Padang Lawas Utara ) “.
B. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan pelayanan penanaman modal berdasarkan UU No.25
2. Bagaimana kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten /
Kota dalam pelayanan penanaman modal ?
3. Bagaimana koordinasi antara Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dengan
Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran ( Pemerintah Kabupaten Padang
Lawas Utara ) dalam bidang Penanaman Modal ?
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
Tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
persyaratan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan di atas,
maka yang menjadi maksud dan tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mempelajari dan memberikan gambaran mengenai ketentuan
pelayanan penanaman modal berdasarkan UU No.25 tahun 2007 tentang
penanaman modal .
2. Untuk mempelajari , memahami dan memberikan gambaran mengenai
kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota dalam
pelayanan penanaman modal .
3. Untuk mengetahui koordinasi antara Pemerintah Propinsi Sumatera
Utara dengan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran ( Pemerintah
Kabupaten Padang Lawas Utara ) dalam bidang Penanaman Modal .
Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka perkembangan ilmu hokum pada umumnya,
perkembangan Hukum Ekonomi dan Khususnya mengenai penanaman
modal terhadap koordinasi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dengan
Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran ( Pemerintah Kabupaten Padang
Lawas Utara ) .
2. Secara Praktis
Agar pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pembaca baik kalangan Akademisi maupun para penanaman modal baik
penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing dan
juga pemerintah daerah baik pemerintah propinsi maupun pemerintah
daerah hasil pemekeran. Skripsi ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa lain atau pihak yang membaca karya tulis ini
yang ingin membahas mengenai koordinasi penanaman modal guna
dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca ataupun yang ingin
melakukan pembahasan lebih lanjut tentang koordinasi penanaman
modal .
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini berjudul “ Sistem Koordinasi Antara Pemerintah
Propinsi Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Hasil Pemekaran
ditinjau dari UU no.25 Tahun 2007 “. Setelah melakukan Penelusuran ke
Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Besar Universitas Sumatera Utara, hal
ini belum pernah diangkat ataupun ditulis, kalaupun ada substansi pembahasannya
berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan dalam skripsi ini .
Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang
berjudul “ Perlakuan dan Pemberian Fasilitas kepada penanaman modal menurut
perspektif UU no. 25 tahun 2007 “ yang ditulis oleh Bonatua Edyana Manihuruk
pada tahun 2012 di dalamnya memuat mengenai perlakuan dan pemberian
fasilitas kepada penanaman modal yang diberikan oleh pemerintah menurt
perspektif UU no.25 Tahun 2007 .
Selain judul di atas, skripsi yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah
skripsi yang berjudul “Predictability UU No.25 Tahun 2007 dalam Mendorong
Investor Asing dalam Penanaman Modal di Kabupaten Samosir “ yang ditulis
oleh Raditya Wiguna pada tahun 2009 yang di dalamnya mengenai cara
mendorong agar investor asing mau menanam modal di Kabupaten Samosir .
Sedangkan dalam skripsi ini hal yang dituangkan adalah sistem
koordinasinya dalam melakukan penanaman modal antara pemerintah propinsi
dengan pemerintah daerah hasil pemekaran. Sebab untuk daerah hasil pemekaran
penanaman modal itu sangat dibutuhkan. Karena penanaman modal tersebut akan
membantu perekonomian daerah tersebut baik dari segi membuka lapangan
pekerjaan maupun menambah pendapatan daerah tersebut melalui sistem
Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak
dicapai oleh penulisan skripsi ini maka, dapat disimpulkan bahwa apa yang ada di
dalam skripsi ini adalah murni dari si penulis dan bukan hasil jiplakan dari skripsi
orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi,
referensi, buku –buku, makalah- makalah, dan bahan-bahan seminar, serta media
cetak berupa koran-koran ,media elektronik seperti internet serta bantuan dari
berbagai pihak , berdasarkan pada asas- asas kelimuan yang jujur, rasional dan
terbuka. Semua ini adalah merupakan impliksi dari proses penemuan kebenaran
ilmiah, sehingga hasil penulis dapat dipertanggung jawabkan kebenaran secara
ilmiah.
E.Tinjauan Pustaka
Istilah investasi dan penanaman modal merupakan istilah-istilah yang
dikenal, baik dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa
perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang popular dalam dunia
usaha,sedangkan istilah penanaman modal lebih banyak digunakan dalam
perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama sehingga kadang-kadang digunakan secara
interchangeable.13
Istilah penanaman modal merupakan terjemahan dari kata investment,
berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
13
penanaman modal atau investasi. Penanaman modal atau investasi sering kali
dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda.14
Di kalangan masyarakat luas, investasi memiliki pengertian yang lebih
luas karena dapat mencakup baik investasi langsung ( direct investment ) maupun
investasi tidak langsung ( portofolio investment ) sedangkan penanaman modal
lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung . 15
Menurut Dhaniswara K.Harjono,secara umum, investasi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik orang pribadi ( natural person )
maupun badan hokum ( juridical person ), dalam upaya meningkatkan dan /atau
mempertahankan niali modalnya,baik yang berbentuk uang tunai ( cash money ),
peralatan ( equipment ), asset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun
keahlian.16
Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik unsur- unsur terpenting
kegiatan investasi, yaitu : 17
1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknya – tidaknya
mempertahankan nilai modalnya.
2. Bahwa model tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat
mata dan dapat diraba ( tangible ), tetapi juga mencakup sesuatu yang
bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba ( intangible ). Intangible
mencakup keahlian, pengetahuan, jaringan, dan sebagainyayang dalam
14
Sutiarnoto, Tantangan Dan Peluang Investasi Asing Di Indonesia, (Medan ;Pustaka BangsaPress,2008 ), hlm 5
15
Dhaniswara K. Harjono.op.cit.hlm 10 16
Ibid., hal.12. 17
berbagai kontrak kerja sama ( Joint Venture Agreenment ) yang
dibiasanya disebut “ valuable service “ .
Dalam praktek istilah investasi atau penanaman modal sendiri seringkali
dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Komaruddin
memberikan pengertian investasi atau penanaman modal tersebut dalam 3 ( tiga )
arti :18
a. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan
lainnya.
b. Suatu tindakan untuk membeli barang –barang modal.
c. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan hasil pendapatan
dimasa yang akan datang.
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
memberikan pengertian penanaman modal dalam pasal 1 angka 1 dimana
menyebutkan “ penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia “.19
Sedangkan di dalam Rancangan Perjanjian Multilateral Tentang Investasi
( Multilateral Agreement On Investment ) yang pada waktu itu sedang disiapkan
oleh organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan ( Organization for
Economic Cooperation and Development ) diberikan pengertian investasi
( internasional ) yang lebih luas. Dalam rancangan tersebut “ penanaman modal “
( investment ) diartikan dalam suatu jenis aktiva yang dimiliki atau dikendalikan
18
Rosyidah Rakhmawati,op.cit.hlm.3. 19
secara langsung ataupun secara tidak langsung oleh suatu investor ( Every kind
ofasset ownedor controlled, directly or indirectly, by on investor ) .20
Oentoeng soerapati mengemukakan bahwa hal tersebut termasuk :21
1. suatu perusahaan;
2. saham-saham atau bentuk lain partisipasi ekuitas dalam suatu perusahaan
dan hak – hak yang diperolah dari padanya ;
3. obligasi ,surat hutang, pinjaman atau bentuk lain dari piutang dan hak-hak
yang diperoleh dari padanya;
4. klaim atas uang atau kinerja;
5. hak-hak atas kekayaan intelektual;
6. hak-hak yang diberikan berdasarkan hukum atau kontrak seperti konsesi,
lisensi,otoritas dan izin;
7. kekayaan lain yang bertubuh atau tidak bertubuh, bergerak, atau tetap,
dan hak-hak yang terkait pada kekayaan lain seperti sewa, mortgage,
liens, dan gadai.
Pengertian penanaman modal secara luas akan membuka wawasan
pemikiran, bahwa pengertian penanaman modal bukan hanya terdapat dalam
perumusan undang-undang penanaman modal saja akan tetapi lebih luas dari itu,
sehingga pemahaman terhadap penanaman modal beserta implikasinya dapat lebih
mengerti. Sebab tanpa pengertian yang luas tentunya dapat membawa kita pada
rasa apriori yang pada akhirnya bisa menolak tehadap perbedaan penanaman
modal dimanapun ia berada atau melakukan operasinya tidak akan dapat
20
Rosyidah Rakhmawati,op cit;hlm 4 21
dibendung kehadirannya oleh Negara-negara penerima modal. Apalagi dengan
dukungan globalisasi dunia lewat transportasi dan komunikasi yang tidak lagi
membedakan jarak Negara yang satu dengan Negara yang lainnya .
F. Metode Penulisan
Dalam setiap penulisan haruslah menggunakan metode penelitian yang
sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh
penulis dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan
dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif.
Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menganalisis hukum
yang tertulis. Sedangkan yang bersifat deskriptif maksudnya
menggambarkan dan menjelaskan bagaimana penanaman modal yang
berlaku di Indonesia, tata cara perizinan penanaman modal dan koordinasi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten terkait penanaman modal
baik dalam negeri maupun penanaman modal asing khususnya antara
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kab. Padang Lawas
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari lapangan melalui riset dan
pengambilan data dengan informasi yang berasal dari Badan
Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Padang Lawas Utara serta pihak-pihak yang
terkait dan memenuhi karakteristik untuk mendapatkan data dan
informasi mengenai masalah yang diteliti guna mendukung data- data
sekunder.
b. Data Sekunder
Dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan adalah
bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
1. Bahan hukum primer yanitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
terdiri dari peraturan perundang-undangan antar lain
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemekaran Daerah dan beberapa
Peraturan Kepala BKPM tentang koordinasi dalam penanaman
modal seperti pengawasan pelaksanaan penanaman modal dan
lain – lain.
2. Bahan sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer misalnya : hasil penelitian, hasi
3. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, misalnya : kamus-kamus hukum dan kamus bahasa
Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penulisan ini, penelitian yang dilakukan oleh penulis
adalah penelitian kepustakaan ( library research ) yang merupakan
pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber
bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan
bacaan lainnya yang terkait dengan penulisan skripsi ini untuk digunakan
sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi dan metode penelitian
( field research ) wawancara dengan Ibu Delfi Farosa jabatan front office
pada PTSP di Badan Penanaman Modal dan Promosi Provinsi Sumatera
Utara dan wawancara dengan Bapak Surtan Sotarduga,Harahap jabatan
Kepala Bidang Penanaman Modal di Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara yang berkaitan dengan
penanaman modal di Kabupaten Padang Lawas Utara.
4. Analisis Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara prespektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif .
Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan
membandingkan sedangkan metode induktif dilakukan dengan
skripsi ini, sehingga dipeoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian
yang telah dirumuskan.
G.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjadi dalah satu metode yang dipakai dalam
melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam
menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari
skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 ( lima ) bab yang secara garis besar
isi bab-perbab diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian yang digunakan, serta sistematika
penulisan skripsi ini.
BAB II : KETENTUAN PELAYANAN PENANAMAN MODAL
BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG
PENANAMAN MODAL
Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran mengenai ketentuan
pelayanan penanaman modal berdasarkan UU No.25 tahun 2007
tentang penanaman modal yang berlaku di Indonesia.
BAB III : KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN
PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA DALAM
Dalam bab ini diuraikan mengenai bentuk kewenangan
pemerintah provinsi dalam pelayanan penanaman modal dan
bentuk kewengan pemerintah kabupaten / kota dalam pelayanan
penanaman modal.
BAB IV : KOORDINASI ANTARA PEMERINTAH PROVINSI
SUMATERA UTARA DENGAN PEMERINTAH DAERAH
HASIL PEMEKARAN ( PEMERINTAH KABUPATEN
PADANG LAWAS UTARA ) DALAM BIDANG
PENANAMAN MODAL.
Dalam bab ini diuraikan mengenai bentuk kebijakan koordinasi
yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
dengan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara dalam hal
penanaman modal yang dilakukan oleh seorang investor.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari
BAB II
PELAYANAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UU NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A.Pelayanan Perizinan
1. Pengertian dan Bentuk- Bentuk Pelayanan Perizinan Dalam Penanaman
Modal
Pada dasarnya investor, baik investor domestik atau dalam negeri maupun
investor yang menanamkan modal dalam bentuk investasi di Indonesia
diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan
agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan modalnya
dalam bentuk investasi langsung di Indonesia. Kemudahan yang diberikan oleh
pemerintah Indonesia, berupa kemudahan dalam bidang perizinan, bidang
perpajakan dan pungutan lainnya. Maksud dari perizinan itu adalah segala
bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal, yang dikeluarkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan22
22
Lihat Pasal 1 butir 6 Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 5 Tahun 2013
. Hal ini dilakukan oleh pemerintah
kepada investor baik itu investor dalam negeri maupun investor luar negeri
karena merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi apabila mau
berinvestasi di Indonesia. Hal ini dilakukan pemerintah untuk membatasi
investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Karena ada suatu
bentuk investasi di penanaman modal tersebut yang tidak bisa dilakukan pihak
tersebut sangat strategis atau vital dan sangat menyangkut hidup orang banyak
atau seluruh masyarakat hanya boleh pemerintah saja yang melakukan
investasi misalnya dalam pertahanan nasional berupa persenjataan .
Walaupun begitu pemerintah memberikan bentuk-bentuk pelayanan
Perizinan dalam penanaman modal yang diberikan kepada investor antara lain :
a. Izin Prinsip Penanaman Modal
b. Izin Usaha untuk berbagai sector usaha
c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal
d. Izin Usaha Perluasan untuk berbagai sektor usaha
e. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal
f. Izin Usaha Perubahan untuk berbagai sektor usaha
g. Izin Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal
h. Izin Pembukaan Kantor Cabang
i. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
j. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing
Selain untuk perizinan juga ada untuk non perizinan penanaman modal antara
lain:
a. Fasilitas bea masuk atas impor barang mesin
b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan
c. Usulan fasilitas Pajak Panghasilan ( PPh ) Badan untuk Penanaman
Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah tertentu
d. Angka Pengenal Importir Produsen
f. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
g. Rekomendasi Visa untuk Bekerja dan
h. Izin Mempekerjakan Tenaga Asing
Dengan ada hal bentuk pelayanan di atas yang diberikan pemerintah maka
pertumbuhan investasi yang ada di Indonesia akan terus meningkat. Pertumbuhan
investasi ini bertujuan selain meningkatkan pendapatan Negara dari segi
perpajakan melainkan juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang
ada di Indonesia dan agar kita bisa belajar teknologi dari mereka para investor.
2.Sistem dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Dalam Penanaman Modal
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi oleh penanam modal dalam
memulai usaha di Indonesia adalah perizinan. Pengurusan perizinan merupakan
salah satu langkah awal yang penting dalam memulai kegiatan usaha. Pengurusan
izin sesuai ketentuan yang berlaku merupakan suatu bukti legalitas bagi suatu
kegiatan usaha yang menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan
hukum untuk melakukan kegiatan usaha. Tanpa bukti legalitas maka kegiatan
usaha yang bersangkutan berada dalam kondisi informal. Bukti legalitas
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat
dengan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan kata lain apabila usaha yang
dilakukan tidak dilengkapi dengan dokumen legalitas yang diperlukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, akan sulit bagi suatu kegiatan usaha
untuk mengembangkan usahanya.23
23
Frida Rustiani, “ Izin: Mampukah Melindungi Masyarakat dan Seharusnya Beban Siapa?”,(Makalah disampaikan dalam Konferensi PEG USAID tentang Desentralisasi, Reformasi Kebijakan dan Iklim Usaha di Hotel Aryaduta, Jakarta 12 Agustus 2003), hlm 1. )
Terdapat beberapa ketentuan dalam Undang-Undang nomor 25 Tahun
2007 tentang penanman Modal yang berkaitan dengan perizinan. Ketentuan
mengenai perizinan dalam Undang-Undang Penanaman Modal diatur dalam Bab
XI mengenai Pengesahan dan Perizinan Perusahaan. Dalam Pasal 25 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan:
“Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib
memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari
instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang.”
Kemudian dalam ayat (5) disebutkan:
“Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu
satu pintu”
Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai
penanaman modal.
Dengan sistem itu, sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat
dan daerah dapat menciptakan penyederahanaan perizinan dan percepatan
penyelesaiannya. Sistem pelayanan terpadu satu pintu ini diharapkan dapat
mengakomodasi keinginan penanam modal atau pengusaha untuk memperoleh
pelayanan yang lebih efisien, mudah dan cepat.
Dalam pasal 26 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Penanaman Modal
disebutkan bahwa:
(2) “Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang
berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan
perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang
berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau
kabupaten/kota.”
(3) “Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.”
Badan Koordinasi Penanaman Modal (selanjutnya disebut sebagai BKPM)
merupakan lembaga yang mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu
satu pintu yang diartikan sebagai kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan
nonperizinan yang mendapat pendelegasian wewenang dari instansi yang
memiliki kewenangan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap
permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu
tempat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 ayat (1) huruf j Undang- Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. BKPM dalam melaksanakan
pelayanan terpadu satu pintu harus melibatkan perwakilan secara langsung dari
setiap sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan
kewenangan.
Dilihat dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal di atas, terdapat peraturan yang menjadi “payung hukum” bagi
tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya pengaturan lebih lanjut mengenai
mekanisme dan tata cara pelayanan terpadu satu pintu. Undang-undang hanya
mengatur pelayanan terpadu satu pintu secara umum dan memerintahkan
penyusunan peraturan presiden untuk mengatur tata cara dan pelaksanaannya.
Sampai dengan penelitian ini ditulis, Peraturan Presiden yang dibutuhkan untuk
mengatur tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu dalam kegiatan
perizinan dan nonperizinan penanaman modal sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Penanaman Modal ini masih belum dibentuk. Untuk
membangun sistem pelayanan penanaman modal dalam satu pintu ini memang
tidaklah mudah karena memerlukan kesamaan visi dan koordinasi yang baik
antara lembaga-lembaga pemerintah yang berkepentingan dalam penanaman
modal. Namun apabila ketentuan mengenai pelayanan terpadu satu pintu
benar-benar dilakukan dengan asumsi faktor-faktor lain (seperti kepastian hukum,
stabilitas, pasar buruh yang fleksibel, kebijakan ekonomi makro, termasuk rejim
perdagangan yang kondusif dan ketersediaan infrastruktur) mendukung,
diharapkan pertumbuhan penanaman modal akan mengalami akselerasi. Karena
bagi para penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di wilayah
negara Indonesia, adanya perizinan melalui pelayanan terpadu satu pintu ini
merupakan suatu hal menguntungkan karena dapat meminimalisasi waktu,
prosedur dan biaya dalam mengurus perizinan penanaman modal.
Maka dengan kemudahan yang akan diberikan oleh pemerintah terhadap
penanaman modal agar penanaman modal yang dilakukan oleh investor dapat
perizinannya dapat dilihat dalam Peraturan BKPM RI No. 5 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Perizinan Penanaman Modal yang mana di dalamnya mengatakan
penanaman modal dapat mengajukan permohonan perizinan dan non perizinan
penanaman modal ke PTSP bidang penanaman modal, secara manual ( hard copy)
atau secara elektronik ( on-line).
Bagi penanaman modal yang menyampaikan permohonan secara manual
harus bisa menunjukkan dokumen asli kepada petugas front office, kecuali untuk
pengurusan izin prinsip yang belum berbadan hukum. Dokumen asli bagi
perusahaan yang telah berbadan hukum adalah seluru dokumen yang
dipersyaratkan dalam pengurusan perizinan dan non perizinan. Sedangkan bagi
penanaman modal yang menyampaikan permohonan secara elektronik ( online )
harus mengunggah seluruh dokumen kelengkapan persyaratan sesuai dengan jenis
permohonan yang ingin dimintakan atau disampaikan. Setelah permohonan
tersebut dilakukan maka pihak pelayanan terpadu satu pintu akan memeriksa
berkas tersebut. Apabila berkas permohonan tersebut sudah terlengkapi atau sudah
sesuai dengan prosedur maka pihak pelayanan terpadu satu pintu akan
menerbitkan surat perizinan usaha melalui peraturan gubernur. Surat tersebut
berisikan antara lain :
a. Bidang usaha dan bentuk bidang usaha.
b. Surat pendirian usaha
c. Lama izin usaha yang diberikan dan lain –lain .
Setelah surat perizinannya sudah diterbitkan maka investor atau penanam modal
atau investor dalam melakukan usaha atau kegiatan penanaman modalnya akan
tetap diawasi oleh pihak badan penanaman modal atau instansi yang terkait di
dalamnya .
B.Pelayanan Pemberian Fasilitas
1. Pelayanan Bidang Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan
Pemberian fasilitas pajak penghasilan ini dilakukan melalui pengurangan
penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang
dilakukan dalam waktu tertentu.24
Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan
waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang
merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
member nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi
baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional ( Pasal 18 ayat
( 5 ) Undang-Undang No.25 Tahun 2007 ).
Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengurangan
pajak diambil dari pendapatan atau penghasilan bersih dalam jumlah penanaman
modal yang dilakukan investor dan waktu yang diberikan sangat terbatas. Fasilitas
pajak penghasilan yang diberikan kepada penanaman modal diberlakukan
berdasarkan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, yang
lebih lanjut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib pajak berhak mendapatkan fasilitas pajak penghasilan berdasarkan
PP Nomor 62 tahun 2008 PP jo Nomor 52 tahun 2011, dapat diberikan fasilitas
24
pajak penghasilan ini sepanjang memiliki rencana penanaman modal paling
sedikit Rp1 triliun. Ada tiga bentuk fasilitas perpajakan yang diberikan kepada
investor, yaitu:
1. Pengurangan penghasilan netto paling tinggi 30 % dari jumlah penanaman
modal yang dilakukan.
2. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat ; kompensasi kerugian yang
lebih lama, tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun ; dan
3. Pengenaan pajak penghasilan atau dividen sebesar 10 % kecuali apabila
tarif menurut perjanjian yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Ketentuan dalam pasal 31 huruf a Undang-Undang No.17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan, telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu.
Faslitas PPh merupakan failitas yang diberikan kepada investor yang
melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 telah
ditentukan :
1. Bidang Usaha
2. Daerah-daerah ; dan
3. Jenis-jenis fasilitas pajak penghasilan yang diberikan kepada penanaman
Fasilitas PPH hanya diberikan kepada wajib pajak yang berbentuk
perseroan terbatas dan koperasi.
Bidang-bidang usaha tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan
ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Dalam Lampiran I
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Telah ditentukan 15 Kelompok
bidang usaha yang mendapatkan failitas PPh. Kelima belas itu, disajikan berikut
ini :
1. Kelompok industri makanan lainnya, seperti industri bumbu masak dan
penyedap makanan.
2. Kelompok industri tekstil dan industri pakaian jadi.
3. Kelompok industri bubur kertas ( pulp ), kertas dan kertas karton / paper
board, yang meliputi :
a. Industri bubur kertas ( pulp )
b. Industri kertas budaya
c. Industri Kertas industri
4. Kelompok industri bahan kimia, yang meliputi :
a. Industri kimia dasar organik khlor dan alkali;
b. Industri kimia dasar organik lainnya;
c. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas
bumi dan batu bara;
d. Industri karet buatan.
5. Kelompok industri barang-barang kimia lainnya, seperti industri bahan
6. Kelompok industri karet dan barang karet, meliputi industri
barang-barang dari karet untuk keperluan industri.
7. Kelompok industri barang-barang dari forselin, yang meliputi industri alat
laboratorium dan alat listrik/teknik dari porselin.
8. Kelompok industri logam dasar besi dan baja, yang meliputi :
a. Industri besi dan baja dasar ( iron and steel making )
b. Industri besi dan baja dasar ( iron and steel making ) sampai dengan
industri penggilingan baja ( steel rolling )
9. Kelompok industri logam dasar bukan besi, yang meliputi :
a. Industri pembuatan logam dasar bukan besi;
b. Industri penggilingan logam bukan besi;
c. Industri ekstruksi logam bukan besi;
d. Industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja;
10.Kelompok industri mesin dan perlengkapannya, yang meliputi :
a. Industri mesin uang, turbin, dan kincir;
b. Industri motor pembakaran dalam;
c. Industri pompa dan kompresor;
d. Industri mesin/perlatan untuk pengolahan / pengerjaan logam;
e. Industri mesin tekstil ; dan
f. Industri mesin-mesin industri khusus lainnya;
11.Kelompok industri motor listrik, generator dan transformator, yang
meliputi :
b. Industri mesin pembangkit listrik;
12.Kelompok industri elektronika dan telematika , yang meliputi :
a. Industri mesin kantor, komputer, dan akutansi elektronik.
b. Industri lampu tabung gas ( lampu pembuang listrik );
c. Industri alat transmisi dan alat komunikasi ;
d. Industri radio, televise, alat-alat rekaman suara dan gambar, dan
sejeninya;
e. Industri kamera fotogrfi;
f. Industri jasa konsultasi piranti lunak.
13.Kelompok industri alat-alat angkatan darat, yang meliputi :
a. Industri mesin/peralatan untuk pengolahan / pengerjaan logam;
b. Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih;
c. Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat
atau lebih;
d. Industri komponen dan perlengkapan sepeda motor dan sejenisnya;
14.Kelompok industri pembuatan dan perbaikan kapal dan perahu, yang
meliputi :
a. Industri kapal/perahu;
b. Industri peralatan dan perlnegkapan kapal;
15.Industri pembuatan logam dasar bukan besi.
Jadi, bagi pengusaha atau investor yang menanamkan investasinya pada
yaitu pengurangan penghasilan netto sebesar 30 % dari jumlah penanaman modal,
dibebaskan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5 % per tahun.
2..Pelayanan Bidang Pemberian Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang Modal
Pembebasan atau keringanan bea masuk atas barang impor barang modal
adalah melepaskan kewajiban atau beban dari investor untuk membayar bea
masuk atas barang modal yang dimasukkan ke dalam wilayah Republik
Indonesia. Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah
ditentukan jenis-jenis barang yang dibahaskan dari bea masuk impor.
Jenis-jenis barang yang dibebaskan dari pembebasan atau keringanan bea impor
adalah :
a. Barang modal ;
b. Mesin atau ;
c. Peralatan untuk keperluan produksi yang belum bisa diproduksi di
dalam negeri.
Dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 297 / KMK.01/1997
jo. Nomor 545/KMK.01/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin,
Barang dan Bahan dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa telah
ditentukan jenis-jenis barang impor yang dibebaskan atau pengurangan dari bea
masuk inpor. Jenis-jenis barang impor itu, meliputi :
1. Mesin terkait langsung dengan kegiatan industri / industri jasa; dan
2. Suku cadang dan komponen dari mesin dalam jumlah yang tidak melebihi
Pembebasan ini hanya berlaku untuk dua tahun, terhitung sejak tanggal
keputusan pembebasan bea masuk. Setiap investor, yang ingin mendapat
pembebasan bea masuk atas barang impor harus mengajukan permohonan kepada
pejabat yang berwenang. Permohonan itu diajukan kepada :
1. Ketua BKPM
Permohonan kepada Ketua BKPM hanya terhadap barang impor, yang
berupa :
a. Mesin;
b. Barang; dan
c. Bahan untuk keperluan pembangunan bagi perusahaan PMA/PMDN.
2. Direktur Bea dan Cukai
Permohonan kepada Direktur Bea dan Cukai hanya terhadap barang impor,
yang berupa :
a. Mesin;
b. Barang; dan
c. Bahan untuk keperluan pembangunan bagi perusahaan non
PMA/PMDN.
Permohonan itu harus dilampirkan dokumen –dokumen sebagai berikut :
1. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
2. Surat Izin Usaha dari Instansi teknis .
3. Hasil verifikasi dari instansi terkait terhadap kebutuhan mesin, antara lain
jumlah, jenis, spesifikasi dan harga.
5. Uraian kegiatan usaha bagi industri jasa.
Bedasarkan permohonan tersebut, maka pejabat yang berwenang
menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk atas barang impor.
Selain itu ,dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 / PMK.010/2005
tentang Pembebasan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor Tidak Dipungut
atas Impor Barang Berdasarkan Kontrak Bagi Hasil ( Production Sharing
Contrcts) Minyak dan Gas Bumi Telah ditentukan fasilitas pembebasan bea
masuk. Di dalam ketentuan itu, ditentukan bahwa :
“ atas impor barang untuk keperluan kegiatan eksplorasi Migas yang
diimpor oleh kontraktor bagi hasil Migas diberikan fasilitas pembebasan bea
masuk dan pajak dalam rangka impor ( PPN dan PPnBM Impor,serta PPh Pasal
22 Impor ) tidak dipungut.”
Fasilitas tersebut diberikan sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil
yang bersangkutan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK/011/2009 tentang
Pembebasan bea masuk dan impor mesin serta barang dan bahan untuk
pembangunan industri dalam rangka penanaman modal menjelaskan pada Pasal 2
ayat ( 1 ) :
“ Atas impor mesin, barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan
yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri yang menghasilkan barang
dan/atau industri yang menghasilkan jasa, dapat diberikan pembebasan bea
Pasal 2 ayat (3) : Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diberikan sepanjang mesin, barang dan bahan tersebut :
a. Barang diproduksi di dalam negeri;
b. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi
yang dibutuhkan; atau
c. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan industri, berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan yang
ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di perindustrian atau
pejabat yang ditunjuk, setelah berkoordinasi dengan instansi teknis
yang terkait.
Dalam pasal 18 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 176/ PMK/011/2009
tentang pembebasan bea masuk dan impor mesin serta barang dan bahan untuk
pembangunan industri dalam rangka penanaman modal, dijelaskan bahwa pada
saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku maka :
“ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 298/KMK.05/1997 tentang Ketentuan Pemindahtanganan Barang Modal Bagi Perusahaan PMA/ PMDN atau Non PMA/PMDN sebagaiman telah diubah dengan keputusan dengan Keputuan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.05/1999; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tentang keringan bea masuk atas impor mesin,barang dan bahan dalam rangka pembangunan/ pengembangan industri/ industri jasa, sebagaiman beberapa kali telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2005; dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 456/KMK.04/2002 tentang perpanjangan jangka waktu impor mesin, barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 135/KMK.05/200 tentang keringan bea masuk impor mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan/perkembangan industri/industri jasa sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 63/PMK.011/2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk pembangunan industri,
berlakunya keputusan pembebasan bea masuk dan dapat diperpanjang sesuai
dengan jangka waktu pembangunan industri tersebut sebagaiman tercantum dalam
surat persetujuan penanaman modal. Perusahaan yang telah menyelesaikan
pembangunan industri serta siap produksi, kecuali bagi industri yang
menghasilkan jasa, dapat diberikan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk
keperluan produksi paling lama 2 ( dua ) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan
jangka waktu pengimporan selama 2 ( dua ) tahun terhitung sejak berlakunya
keputusan pemerintah bea masuk.”25
3..Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) atas Impor
Barang Modal
Kemudahan lain yang diterima oleh investor, baik domestik maupun asing
yang menanamkan modalnya di Indonesia adalah pembebasan atau penangguhan
Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin, yang belum dapat
diproduksi di dalam negeri ( Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 ).
Ketentuan tentang pembebasan PPn atas impor barang modal tersebar
dalam berbagai peraturan pemerintah, diantaranya :
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan barang
kena pajak tertentu dan atau penyerahan jasa kena pajak tertentu yang dibebaskan
25
dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Jenis barang dan jasa impor yang
dibebaskan dari PPn disajikan berikut ini :
Barang kena pajak tertentu yang atas impor dibebaskan dari pengenaan
pajak pertambahan nilai, yakni :
1. Senjata, amunisi,alat angkutan di air,alat angkutan di bawah air, alat
angkatan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patrol, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya, yang
diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau oleh pihak lain yang ditunjuk
oleh Departemen Pertahanan, TNI, atau POLRI untuk melakukan impor
tersebut, dan komponen atau bahan yang belum di buat di dalam negeri,
yang diimpor oleh PT.PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata
dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan.
2. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
( PIN ).
3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
4. Kapal laut, kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan
danau, dan kapal angkutan penyeberangan dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan
digunakan oleh perusahaan Pelayaran Niaga Nasional sesuai dengan
5. Pesawat udara dan suku cadang serta keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
6. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT. Kereta
Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh PT. Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang dan peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan ,
serta prasarana yang akan digunakan oleh PT. Kereta Api Indonesia.
7. Peralatan berikut suku cadang yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan
nasional yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.
Masih ada lagi ketentuan tentang pembebasan PPn atas Impor barang modal
dalam berbagai peraturan pemerintah lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2002 tentang perubahan atau Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Tertentu yang bersifat strategis
yang dibebankan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000 Tentang jenis barang dan jasa yang
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DALAM PELAYANAN PENANAMAN MODAL
A. Kewenangan Pemerintah Provinsi Dalam Pelayanan Penanaman Modal 1. Kebijakan Penanaman Modal Daerah Pemerintah Provinsi yang
Berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota mempunyai peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan pelaksanaan investasi di Indonesia. Dalam
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah
ditentukan kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan
kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah diartikan sebagai hak dan kekuasaan
pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom).
Pada dasarnya, kewajiban pemerintah dan/atau pemerintah daerah adalah
menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
Untuk menjamin kepastian, dan keamanan itu, perlu diatur kewenangan
pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penanaman