• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pembuatan Inokulen Cair

Sumber: Takakura Method (2009).

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral

Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Dimasukkan yoghurt sebanyak 15 ml

Diaduk seluruh bahan sampai merata

(2)

Lampiran 2. Pembuatan Fermentasi Kulit Daging Buah Kopi

Sumber: Takakura Method (2009).

Pembuatan inokulan cair

Pencampuran kulit daging buah kopi fermentasi dengan inokulen cair

Campuran tersebutkemudian ditambah dengan dedak padi dan ditutup menggunakan sabuk kelapa selama 5 hari

Diukur suhunya dengan termometer

Kulit daging buah kopi fermentasi di jemur angin sampai kering

(3)

Lampiran 3. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet

Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder Bahan baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%

Adonan dimasukkan kealat pencetak pelet

Dihasilkan pellet ukuran 5-7mm

(4)

Lampiran 4. Kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan

Lampiran 5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK)

No Bahan Pakan Perlakuan

2.478,82 2.549,53 2.620,24 2.691,54

(5)

Lampiran 6. Harga ransum tiap perlakuan

Perlakuan Bahan Pakan Jumlah Harga pakan Harga ransum

(Kg) Rp/Kg Pelet (Rp/kg)

Biaya pembuatan pelet 300 300

Total 100 3.358

Biaya pembuatan pelet 300 300

(6)

Molases 3,00 2000 60

Lysine 0,50 40000 200

Metionine 0,50 50000 250

Urea 0,15 3000 4,5

Biaya pembuatan pelet 300 300

Total 100 3.464,6

Biaya pembuatan pelet 300 300

Total 100 3.517,9

Keterangan : a. KDBK : kulit daging buah kopi

b. KDBKF : kulit daging buah kopi fermentasi c. TDW : tepung daun wortel

Lampiran 7. Total konsumsi pelet selama penelitian

(7)

Lampiran 8. Total biaya produksi tiapa perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5

P0 67.011,26 73.000,72 69.567,56 74.245,76 70.612,36 354.437,67 70.887,53 P1 67.912,74 68.328,91 71.131,56 74.063,69 73.104,89 354.541,78 70.908,36 P2 70.712,44 76.047,47 74.657,23 73.362,42 74.668,30 369.447,86 73.889,57 P3 70.503,38 70.661,50 72.723,27 72.115,38 72.986,82 358.990,35 71.798,07 Total 276.139,82 288.038,59 288.079,63 293.787,25 291.372,38 1.437.417,67 71.870,88

Lampiran 9. Bobot akhir kelinci (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

Lampiran 10. Total hasil produksi tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

Lampiran 11. Analisis laba/rugi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5

(8)

Lampiran 12. R/C Ratio

Lampiran 13. Income Over Feed Cost (Rp/ekor) Perlakua

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Anthoni, N. 2009. Komoditas Kopi. http://202.158.10.70/indonesia/eriview pdf/JHCN54009710.pdf . Diakses tanggal 8 Maret 2014.

Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan Pembudidayaan ternak http://ditjennak.go.id/ regulasi%5CPermentan57_ 2006.pdf.

Aritonang, D., 1993. Perencanaan Dan Pengolahan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.

Aziz, 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Azwar dan Azrul., 1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta. Bappenas, 2009. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Jakarta. Budiono, 1990. Ekonomi Mikro Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.

1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Compost Centre. 2009. GuidelinesTraining On Compost: A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus, Medan.

Damika. 2006. Karakteristik Lactobacillus casei. http://bioteknologi-pangan.blogspot.com/karakteristik-lactobacillus-casei.html. Diakses pada tanggal 08 Maret 2014.

Dinas Pertanian Bidang Perkebunan Kabupaten Karo. 2008. Disitasi Skripsi Arta. H. S. 2009. Analisa Usaha Tani Kopi di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. USU-Press. Medan.

Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. 2014. Sumatera Utara.

Hermanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Http://www.ristek.go.id. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, 2014. Diakses pada tanggal 03 April 2014.

http://Jalafarm.blog spot.com/2009/12/parameter-standar-ternak-animal-unit html. Diakses pada tanggal 26 April 2014.

Imam. 2006. Mencoba Keberuntungan Berbisnis Kelinci. http://www.agrina- online.com/show_article.php. [19 November 2007].

(10)

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan,H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahan Agribisnis. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Khalil. 1999. Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik Pakan: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Media Petrnakan 22 (1) : 1-11.

Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Kusnadi, U. 2004. Kontribusi ternak dalam meningkatkan pendapatan di lahan marginal Kabupaten Tanggerang. Provinsi Banten. J Pembangunan Peternakan Tropis Spesial Edition Oktober 2014. Seminar Nasional Ruminansia buku 3.

Lipsey,. R.P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mayasari, N. 2012. Makalah Mikrobiologi Pangan Fakultas Kedokteran. UNDIP Press.

Murni, R., Suparjo., Akmal dan Ginting, D.L., 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Muslih, D., I. W. Pasek, Rossuartini dan B. Brahmantiyo, 2009. TatalaksanaPemberian Pakan untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. DalamLokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha kelinci.Bandung : 30 September 2005. Bogor : Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan. Hal. 61-65.

Prasetyo, S. 2002. Ternak Kelinci Bisa Menghasilkan Devisa. Sinar Harapan,Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komparatif. UGM-Press, Yogyakarta.

Priyanto, D., M. Martawijaya, dan B. Setiadi. 2004. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kelinci Pada Berbagai Skala Pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

(11)

Raharjo, Y. C., R. Thahir. 1994. Kulit-bulu kelinci eksotis, sebuah peluang bisnismenarik. Warta Penelitian Perkembangan Pertanian 24 (06) : 15-17. Rantan Krisnan dan S.P Ginting., 2004. Uji kualitas fisik dan palatabilitas pelet

ransum komplit yang menggunakan kulit singkong [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rasyaf. M. 2009. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.

Sarwono. 2002. Kelinci Potong dan Hias. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Sianipar, S. 1995. Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak. BPPTP, DEPTAN, Sumatera Utara.

Soekartawi, A. 1995. Analisa Cobb-Douglas. UI-Press.Jakarta.Soekartawi, J., L. Dillon,J.B. Hardaker dan A. Soeharjo, 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia- Press, Jakarta.

Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumadia, I. W. P. dan Rossuartini. 2003. Kelinci sebagai komoditi penghasil

dagingyang potensial. Prosiding Ilmu Teknis Fungsional Non Penelitian. PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan dan PengembanganPertanian, Bogor.

Wheindrata. 2012. Rahasia Beternak Kelinci Ras. Lily Publisher. Surakarta.

Wibowo, B., Sumanto dan E juarini. 2005. Pemanfaatan dan Analisis EkonomiUsaha Ternak Kelinci di Pedesaan. Prosiding Lokakarya NasionalPotensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci

Winarno, F, G dan S. Fardiaz., 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa, Bandung.

Winoswiski, T.S. 1995. Pellet Quality in Animal Feeds. Ligno Tech USA, Inc. wisco nsin.Pp. 1-5.

Wulandari. 2012. Makalah Mikrobiologi Rizhopus sp. http://gianwulandari.wordpr ess.com/2012/10/21/rhizopus-sp/. Diakses tanggal 10 Maret 2014.

(12)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof Ahmad Sofyan Nomor 3 Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu.

Bahan dan Alat

Bahan

Kelinci peranakan Rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor, pelet perlakuan terdiri atas kulit daging buah kopi tanpa fermentasi, kulit daging buahkopi fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, ultra mineral, minyak makan, molases, urea,air minum, tepung daun wortel dan obat-obatan.

Alat

(13)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut: P0 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30% P1 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20%

dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%

P2 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%

P3 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%

Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian dengan analisis usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai ekonomis. Untuk itu digunakan metode survey untuk mengetahui harga bibit, harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga kerja, harga penjualan bibit, harga penjualan kotoran dan harga penjualan urin.

Paremeter Penelitian

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang dan biaya sewa kandang.

Total Hasil Produksi

(14)

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

R/C Ratio =

R/C Ratio > 1 = efisien

R/C Ratio = 1 = impas

R/C Ratio < 1 = tidak efisien

Analisi Laba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara : K = TR – TC

Dimana :

K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feef Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak.

(15)

kelinci/kg – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)

Dimana : KR = Konsumsi Ransum (kg) HR = Harga Ransum (Rp/kg)

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal kelinci.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut harga pakan yang digunakan.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian bibit kelinci, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang, biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Pembelian Bibit

Biaya pembelian bibit kelinci yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli kelinci peranakan rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor. Harga kelinci per kilo gram bobot hidupnya adalah Rp. 40.000,-dimana harga ini didapat dari hasil survey yang dilakukan di Kecamatan Berastagi. Bobot badan awal kelinci peranakan rex jantan lepas sapih yang digunakan tertera pada Tabel 6 dan harga bibit kelinci rex jantan lepas sapih yang digunakan pada penelitian tertera pada Tabel 7.

Tabel 6. Bobot badan awal kelinci peranakan rex jantan lepas sapih (g/ekor).

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5 Tabel7. Biaya pembelian bibit kelinci perakan rex jantan lepas sapih (Rp/ekor)

(17)

b. Biaya Ransum/Pelet

Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama penelitian dikali dengan harga per kilo gram ransum setiap perlakuan sehingga didapat biaya ransum. Ransum yang diberikan kepada kelinci peranakan rex jantan lepas sapih diberikan dalam bentuk pelet. Daftar harga pakan yang digunakan untuk pembuatan pelet dapat dilihat pada Tabel 8. Harga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pelet didapat dari hasil survey yang telah dilakukan di poultry/pasar/pabrik yang menjual bahan pakan yang diperlukan dalam pembuatan pelet.

Tabel 8. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)

Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan

(18)

Harga ransum perlakuan P0 sebesar Rp. 3.358,-/kg, P1 sebesar Rp. 3.411,3/kg, P2 sebesar Rp. 3.464,6/kg, P3 sebesar Rp. 3.517,9. Biaya yang

dikeluarkan untuk pelet kelinci selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya pelet kelinci peranakan rex tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5

P0 15.087,56 15.477,02 17.043,86 16.322,06 14.048,66 77.979,17 15.595,83 P1 15.989,04 16.005,21 12.807,86 16.139,99 14.381,19 75.323,28 15.064,66 P2 15.108,74 17.603,77 15.693,53 15.638,72 16.184,60 80.229,36 16.045,87 P3 15.779,68 16.337,80 16.399,57 16.591,68 17.863,12 82.971,85 16.594,37 Total 61.965,02 65.423,79 61.944,83 64.692,45 62.477,58 316.503,67 15.825,18

c. Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Obat-obatan yang diberikan antara lain: Anti bloat Rp. 40.000,-, jarum suntik 2 buah Rp. 5.000,-, entronstop Rp. 14.000,-. Biaya obat-obatan ternak kelinci peranakan rex dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya obat-obatan ternak kelinci peranakan rex tiap perlakuan selama

(19)

Tabel 11. Biaya sewa kandang ternak kelinci peranakan rex jantanperlakuan

Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh peralatan selama penelitian. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan kelinci sebanyak 20 buah dengan harga Rp. 10.000,-, tempat minum kelinci sebanyak 20 buah dengan harga Rp. 40.000,-, timbangan elektrik 1 buah dengan harga Rp. 100.000,-, thermometer 1 buah dengan harga Rp. 17.000,-, sapu lidi 1 buah dengan harga Rp. 3.000,-. Biaya untuk seluruh perlengkapan kandang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya perlengkapan kandang ternak kelinci peranakan rex tiap perlakuan

(20)

0,001 ST. Menurut Antono (2006), menyatakan bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara kelinci 5 ST (Satuan Ternak) yaitu sebanyak 5.000 ekor kelinci. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor kelinci/bulan adalah sebesar Rp. 1.851.000/5.000 ekor kelinci = Rp. 370,2,-/ekor/bulan. Jadi, biaya tenaga kerja selama penelitian = Rp. 370,2 x 20 ekor x 2 bulan = Rp. 14.808,-. Rincian biaya tenaga kerja tiap perlakuan/bulan dapat tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Biaya tenaga kerja pemeliharaan ternak kelinci peranakan rex tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi. Maka total seluruh biaya produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Total seluruh biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp)

Biaya pembelian bibit 730.440,-

(21)

Gambar 1. Diagram rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan kelinci peranakan rex jantan lepas sapih selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara perlakuan yang lainnya dimana rataan biaya produksi pemeliharaan kelinci peranakan rex jantan lepas sapih selama penelitian yang tertinggi terdapat pada P2 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%) dengan rataan sebesar Rp. 73.889,57 dan yang terendah terdapat pada P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) dengan rataan sebesar Rp. 70.887,53. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bibit dan biaya pakan kelinci.

Pada perlakuan P2 biaya pembelian kelinci yang dimasukkan terhadap biaya produksi memiliki harga bibit yang terbesar diantara keempat perlakuan yaitu dengan rataan sebesar Rp. 38.320,-, lebih besar dibanding dengan biaya pembelian kelinci pada perlakuan P0 yaitu rataan sebesar Rp. 35.768,- sementara biaya produksi lainnya seperti biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan kandang dan

(22)

tenaga kerja adalah sama. Hal ini seperti diungkapkan oleh Kadarsan (1995) bahwa biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran bagi perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan kelinci peranakan rex dengan cara menghitung harga jual kelinci, kotoran kelinci dan urin kelinci.

a. Hasil Penjualan Kelinci

Penjualan keinci yaitu perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga jual kelinci Rp. 40.000,-/kg bobot hidup.

Total bobot badan akhir kelinci P0 = 8.904 kg, P1 = 9.069 kg, P2 = 9.493 kg, P3 = 10.165 kg. Maka harga jual seluruh ternak kelinci adalah Rp. 1.506.320,-.

Hasil produksi penjualan kelinci peranakan rex dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil penjualan kelinci tiap perlakuan (Rp/ekor)

Perlakua

(23)

diketahui harga kotoran kelinci per kilo gramnya sebesar Rp.500,-. Harga penjualan kotoran kelinci yaitu sebesar Rp. 500,/kg dikali bobot kotoran kelinci

sebanyak 51 kg. Maka harga penjualan seluruh kotoran kelinci adalah Rp. 25.500,-. Total hasil penjualan kotoran kelinci dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil penjualan kotoran (feses) kelinci tiap perlakuan (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

Penjualan urin kelinci rex diperoleh dari harga jual urin kelinci per liternya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan maka diketahui harga urin kelinci per liternya sebesar Rp.10.000,-. Harga urin kelinci Rp. 10.000,-/liter dikali dengan jumlah urin kelinci sebanyak 24 liter, maka harga penjualan seluruh urin kelinci adalah Rp. 240.000,-. Hasil penjualan urin kelinci dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil penjualan urin kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(24)

Tabel 18. Total hasil Produksi

Total hasil produksi Rupiah (Rp)

Hasil penjualan kelinci 1.506.320

Hasil penjualan kotoran kelinci 25.500

Hasil penjualan urin kelinci 240.000

Total 1.771.820

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi. Maka total hasil produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp)

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan kelinci peranakan rex selama penelitian menunjukkan perbedaan diantar tiap perlakuan, dimana total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%) dengan rataan sebesar Rp. 94.595,- dan yang terendah pada P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) dengan rataan sebesar Rp. 84.507,-. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan akhir kelinci sehingga nilai

(25)

pendapatan dari penjualan kelinci berbeda pada setiap perlakuan sedangkan harga penjualan feses dan urin kelinci sama.

Berdasarkan hasil penjualan kelinci, diperoleh pada perlakuan P3 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%) memiliki hasil penjualan kelinci tertinggi dengan rataan sebesar Rp. 94.595,- dan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) sebesar Rp. 84.507,-. Tata cara penentuan pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Budiono (1990) yang menyatakan bahwa pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urin dan produk lainnya yang dihasilkan merupakan komponen pendapatan.

Analisis Laba Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi.

Keuntungan = Total Hasil Produksi – Total biaya Produksi = Rp. 1.771.820–Rp. 1.437.417,67

= Rp. 334.402,33

(26)

Gambar 3. Diagram rataan laba/rugi tiap perlakuan (Rp)

Pada Gambar 3 dapat dilihat analisis laba-rugi dari pemberian kulit daging buah kopi fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 13.619,47, perlakuan P1 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 15.134,00, perlakuan P2 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 15.327,55, perlakuan P3 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 22.897,33.

Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%), hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan akhir kelinci lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan kotoran dan urin kelinci memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya

(27)

pakan, biaya bibit kelinci, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmir dan Jakfar (2005) yaitu laporan laba-rugi adalah laporan yang menunjukkan jumlah keuntungan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari perbandingan tersebut.

Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%), hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan kelinci yang rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya pertambahan bobot badan kelinci menyebabkan total hasil produksi yang diterima lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.

Analisis R/C Ratio

Analisis R/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak.

R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:

R/C Ratio =

(28)

Gambar 5. Diagram R/C ratio

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa R/C ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa P0 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%), P1 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%), P2 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%) dan P3 (pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien untuk dilanjutkan karena total hasil produksi dibagi total biaya produksi lebih besar dari 1 (>1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila:

(29)

tersebut. Sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakn bahwa suatu usaha dikatakan layak apabila total biaya pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total pemasukan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram IOFC

Pada Gambar 4 dapat dilihat hasil IOFC yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan kulit daging buah kopi memiliki pengaruh yang berbeda disetiap perlakuan. IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (pelet dengan pakan

(30)

dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi kelinci dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.

(31)

Rekapitulasi Hasil Penelitian Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (mikroorganisme lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih

Gambar 6. Rekapitulasi hasil penelitian

(32)
(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan kulit daging buah kopi fermentasi MOL (mikroorganisme lokal) sebagai campuran bahan pakan dalam bentuk pelet ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak kelinci. Kulit daging buah kopi merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak kelinci saat ini.

Saran

Disarankan kepada peternak kelinci agar memanfaatkan kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai bahan pakan dalam ransum pelet karena dapat meningkatkan pendapatan peternak.

(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha Ternak Kelinci

Usaha ternak kelinci merupakan komponen penting dalam usaha tani penduduk pedesaan karena pemeliharaan ternak kelinci dapat membantu pendapatan rakyat pedesaan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia di sekitarnya (Kusnadi, 2004).

Menurut Priyanto et al., (2004) usaha ternak kelinci yang dikelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola budidaya yang sifatnya sebagai tabungan, yang pengolahannya bersifat usaha campuran (diversifikasi) dan berperan dalam mendukung memperbaiki ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian memperlihatkan kecendrungan peternak memelihara ternak belum mempertimbangkan manajemen pemeliharaan ternak yang baik sehingga optimalisasi sebagai sumber pendapatan keluarga belum tercapai.

Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), pakan dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Total Biaya Produksi

(35)

yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap (Lipsey et al.,1995). Menurut Hermanto (1996) termasuk dalam biaya tetap ini adalah sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan. Biaya variabel jumlahnya dapat berubah sesuai hasil produksi atau hasil di pasaran pada waktu itu, contohnya: biaya pakan, biaya pembelian pakan, biaya pembelian ternak, biaya obat-obatan, biaya kandang dan peralatan kandang.

(36)

Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga bobot hidup kelinci peranakan rex per kilo gramnya Rp. 30.000 (Yunus, 2013). Pemilihan bibit didasarkan pada jenis ternak, keturunan dan postur tubuh, bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki catatan tetuanya dengan kriteria - kriteria dari bibit tersebut dan sesuai harapan konsumen. Bibit tidak terserang penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembang biak (Raharjo, 1994).

Biaya Pakan

Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan per kilo gramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Raharjo (1994) menyatakan bahwa harga pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan. Biaya yang di keluarkan untuk pembelian pakan kelinci yang berjumlah 20 ekor ialah sebesar Rp 3.000.000 dimana biaya ini terdiri dari rumput dan konsentrat (pakan tambahan) (http://www.ristek.go.id, 2014)

Biaya Obat-obatan

(37)

menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Aziz (2009) menyatakan bahwa obat-obatan, vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko produksi pada usaha ternak domba jantan lokal lepas sapih. Menurut Bappenas (2009) biaya yang dikeluarkan untuk membeli vitamin dan obat-obatan untuk kelinci sebesar Rp 50.000/bulan yang terdiri dari vitamin dan obat kembung.

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan dan mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Bappenas (2009) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp. 500.000 untuk 16 ekor kelinci antara lain meliputi kandang, botol minum dan tempat pakan. Biaya sewa lahan kandang kelinci rex dengan menggunakan kandang baterai dengan 16 ekor kelinci rex selama 2 tahun sebesar Rp. 1.000.000,- atau Rp. 2.064,-/bulan/ekor. Peralatan kandang antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, tempat pakan,

alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang

(

Santoso, 2009).

Biaya Tenaga Kerja

(38)

Regional Propinsi Sumatera Utara) saat ini sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Menurut Antono (2006) bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara kelinci 5 ST (Satuan Ternak) yaitu sebanyak 5.000 ekor kelinci. Menurut Jalafarm (2009), 1 ekor kelinci = 0,001 ST. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor kelinci/bulan adalah sebesar Rp. 1.851.000/5.000 ekor kelinci = Rp. 370,2,-/ekor/bulan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja (Rasyaf, 2009).

Total Hasil Produksi

Budiono (1990) menyatakan bahwa pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urin dan pupuk dan produk-produk lainnya yang dihasilkan

merupakan komponen pendapatan. Menurut Aritonang (1993), pendapatan usaha adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dalam suatu

usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan kelinci dari kegiatan usaha penggemukan kelinci dan pendapatan berupa hasil ikutan (by product), misalnya pupuk kandang.

(39)

Hasil Penjualan Kelinci

Penjualan kelinci yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Menurut Kotler (1994) harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui.

Potensi kelinci sampai saat ini masih terbuka lebar. Hal ini berdasarkan informasi bahwa jumlah peternak dan penyedia daging kelinci masih sangat terbatas. Menurut Yunus (2013) harga penjualan daging kelinci segar untuk per kilo gramnya ialah Rp 55.000. Untuk kelinci anakan umur 3 bulan seharga Rp. 75.000 - 100.000/ekor dan calon indukan umur 4 bulan dengan harga Rp. 150.00 - 300.000/bulan (Bappenas, 2009).

Hasil Penjualan Kotoran dan Urin Kelinci

Penjualan kotoran kelinci rex diperoleh dari harga jual kotoran kelinci per kilo gramnya. Harga pupuk yang berasal dari kotoran kelinci di pasaran mencapai Rp. 7.500/kg (Imam, 2006). Penjualan urin kelinci rex diperoleh dari harga jual urine kelinci perliternya dan harga penjualan urine kelinci di pasaran berkisar antara Rp 10.000 - Rp15.000/liter. Harganya yang masih cukup tinggi ini menjadi potensi bisnis yang cukup besar dan bisa dijadikan usaha bisnis (Bappenas, 2009). Analisis Laba – Rugi

(40)

pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K= TR-TC (Soekartawiet al., 1986).

Analisis R/C Ratio (revenue cost ratio)

Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila :

(41)

R/C Ratio = 1 = Impas Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C Rationya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

IOFC (income over feed cost)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau

pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

(42)

Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilo gram bobot hidup (Hermanto, 1996).

Pemasaran Kelinci Rex

Prospek pasar dapat dilihat dari produk usaha peternakan yang terus-menerus memiliki nilai pasar yang tinggi, permintaan pasar tinggi (dalam dan luar negeri) dan sedang dibutuhkan oleh pasar. Pasar adalah terminal terakhir produk suatu usaha bisnis yang dapat dinikmati oleh konsumen. Seorang pengusaha sebelum mendirikan usaha bisnisnya perlu perencanaan pasar terlebih dahulu

sehingga potensi pasar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya (Rahardi et al., 1993).

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Potensi kelinci sebenarnya masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Bukan hanya sebagai penghasil daging, melainkan juga sebagai penghasil bulu, fur (kulit dan bulu) atau sebagai ternak hias. Menurut informasi dari BLPP Ciawi, Bogor, pasar komoditas kulit bulu kelinci semakin meningkat (Prasetyo, 2002).

Manfaat lain ternak kelinci adalah sebagai penghasil kulit bulu, kotoran (feses) dan sebagai ternak kesayangan. Semua manfaat tersebut dapat menjadi tambahan pendapatan peternak. Usaha peternakan kelinci selain sebagai pemenuhan gizi (subsisten) perlu adanya dukungan untuk mengarah pada usaha komersial berorientasi pasar (Wibowo et al., 2005).

(43)

Imam (2006) kadar kolesterol kelinci sekitar 164 mg/100 gr daging, sedangkan ayam, sapi, domba dan babi berkisar 220—250 mg/100 gr daging dan kandungan proteinnya mencapai 21 persen sementara ternak lain hanya 17-20 %. Dengan demikian kelinci mempunyai peluang untuk dikembangbiakkan sebagai ternak penghasil daging sekaligus menambah penghasilan bagi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Kelinci merupakan ternak yang memiliki kemampuan biologis tinggi, selang beranak pendek, mampu beranak banyak, dapat hidup dan berkembangbiak dari limbah pertanian dan hijauan. Hijauan dan limbah pertanian yang spesifik daerah merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci (Muslih et al., 2009).

Potensi Kulit Daging Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak

Pada masa yang lalu kulit kopi yang diletakkan di sekeliling pohon untuk menjadi kompos tidak menjadi masalah. Menurut (Anthoni, 2009) dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

(44)

berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan (Sianipar, 1995).

Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%, kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna menghindari penjamuran (Murni et al., 2008). Kadungan nutrisi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya Metode

Menurut data analisa laboratorium nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi antara kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi

Zat Nutrisi Tanpa Fermentasi Setelah Difermentasi

Bahan Kering (%) 94,62 86,45

(45)

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno et al.,1979).

Mikroorganisme Lokal (MOL)

(46)

Rhizopus sp.

Rhizopus sp merupakan kapang yang penting dalam industri makanan sebagai penghasil berbagai macam ezim seperti amilase, protease, pektinase dan lipase. Kapang dari Rhizopus sp juga telah diketahui sejak lama sebagai kapang yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedele menjadi tempe. Jenis-jenis kapang yang ditemukan diketahui sebagai Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti) atau Rh. Arrhizus (Wulandari, 2012).

Saccaromyces sp.

S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S. Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3. Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air, nitrogen, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total. Cara hidupnya kosmopolitan dan mudah dijumpai pada permukaan buah-buahan, nektar bunga dan dalam cairan yang mengandung gula, namun ada pula yang ditemukan pada tanah dan serangga. Selain kosmopolitan, S. Cerevisiae ini dapat pula hidup secara saprofit maupun bersimbiosis. Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%; dan mineral 7-8% S. cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase dan zimase (Mayasari, 2012).

Lactobacillus sp.

(47)

bakteri yang berperan penting. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan, dan menolong penyerapan elemen penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006).

Pakan Ternak Kelinci

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tingginya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian pakan yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara efisien (Muslih et al., 2011).

Menurut Sarwono (2002), pertumbuhan, kesehatan, dan perkembangan ternak kelinci ditentukan dari jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan. Pakan yang diperoleh kelinci tidak bersaing dengan manusia atau ternak industri seperti ayam. Dalam peternakan kelinci intensif, selain hijauan sebagai pakan pokok diberikan juga pakan kering seperti konsentrat, hay, dan biji-bijian sebagai pakan tambahan.

Pelet

Keuntungan pakan dalam bentuk pelet selain untuk efisiensi ruang penyimpanan/pengangkutan, juga dapat menghilangkan suasana berdebu, mengurangi sisa pakan, mencegah selektivitas pakan oleh ternak, menyebabkan pati lebih dapat dicerna, meningkatkan palatabilitas dan meningkatkan konsumsi pakan dengan waktu yang lebih pendek (Winoswiski, 1995).

(48)
(49)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah laju perkembangan ternak penghasil daging tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan daging dan perkembangan populasi penduduk.

Pada saat ini usaha ternak alternatif mulai banyak dikembangkan, salah satu ternak alternatif yang mulai dikembangkan adalah ternak kelinci. Pada umumnya ternak ini dikembangkan untuk diambil dagingnya. Meskipun belum sebanyak konsumen daging-daging konvensional (sapi, kambing dan ayam), konsumen daging kelinci juga menunjukkan perkembangan.

Ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging yang berkualitas tinggi dan kandungan protein hewani yang tinggi pula. Ternak kelinci bila dipelihara secara intensif dapat beranak sampai 10 kali dalam setahun dengan kemampuan menghasilkan anak 4-10 ekor per kelahiran dan menghasilkan daging 50-55% setiap kilo gram bobot badan, sehingga usaha ternak ini cukup menjanjikan keuntungan. Ternak ini mudah dan sederhana dalam pemeliharaannya serta tidak memerlukan lahan yang luas.

(50)

Limbah perkebunan seperti kulit daging buah kopi yang bisa dijadikan pakan alternatif dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Penggunaannya dalam pakan ternak kelinci akan memberikan makna ganda yaitu menambah variasi persediaan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Kulit daging buah kopi merupakan komponen terbesar dari pengolahan buah kopi yang sampai sekarang kebanyakan hanya dimanfaatkan sebagai kompos di perkebunan itu sendiri. Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 35% kulit kopi, 10% lendir, 5% kulit ari dan 40% biji kopi (untuk manusia). Sementara ini pemanfaatanya belum optimal dan terbatas untuk pakan ternak, karena mempunyai kendala kandungan serat kasar yang tinggi (33,14%) dan protein kasar yang rendah (8,8%).Kulit daging buah kopi yang belum menerima tindakan pengolahan memang kurang baik untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak kelinci, hal ini dikarenakan pada kulit buah kopi mengandung zat anti nutrisi berupa lignin dan aflatoksin, namun dengan teknologi sederhana seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya dapat diperbaiki dan antinutrisinya dapat diturunkan.

Pada saat ini teknologi fermentasi yang sangat sederhana dan harganya yang murah adalah fermentasi dengan memanfaat mikroorganisme konvensional. Teknologi fermentasi ini sangat disenangi karena praktis, biayanya yang murah, dan pengolahannya juga sederhana sehingga dapat dilakukan di rumah sehingga hasil fermentasi sesuai dengan harapan mampu memperbaiki kandungan nutrisi kulit buah kopi.

(51)

Penampilannya yang kurang menyenangkan. Sehinnga perlu dilakukan teknologi pembuatan pakan ternak berbentuk pelet. Untuk kedepannya teknologi peleting dapat menggantikan pengolahan pakan yang hanya berbentuk segar dan tepung.

Pakan dalam bentuk pelet memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan selera makan/palatabilitas, pemborosan ransum akibat tumpah/terbuang dapat ditekan, dapat mengefisiensikan formula ransum karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama, ternak tidak diberi kesempatan untuk dapat memilih-milih makanan yang disukai (Khalil, 1999).

Analisis usaha peternakan merupakan kegiatan penting dalam usaha peternakan dan merupakan pekerjaan rutin perusahaan peternakan yang dilakukan untuk mengetahiu kelayakan suatau usaha peternakan. Keadaan perusahaan seperti besarnya biaya yang dikeluarkan, pendapatan bersih, serta ukuran efisiensi dan efektifnya usaha yang digambarkan melalui analisis usaha ekonomi. Selain itu sebagai landassan dalam menentukan kebijakan usaha kedepannya (Rasyaf, 2009).

(52)

Rumusan Masalah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan kelinci yaitu pemilihan pakan yang sesuai, tidak bersaing dengan manusia, pakan mudah didapatkan dan berkualitas baik. Jika hal-hal tersebut telah diperhatikan maka ternak dapat tumbuh dengan baik dan didapatkan hasil produksi yang optimal. Disamping itu agar didapatkan keuntungan yang maksimal maka perlu menekan biaya pakan yaitu dengan cara memanfaatkan limbah pertanian.

Pakan merupakan komponen pemenuhan kebutuhan nutrisi kelinci yang penting. Khususnya konsentrat buatan pabrik pakan yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan pakan kelinci maka digunakan bahan pakan alternatif yang harganya relatif murah dan ketersediaannya melimpah. Limbah pertanian yang tersedia merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan yaitu kulit daging buah kopi.

Dengan ketersediaan kulit daging buah kopi yang melimpah dan agar lebih termanfaatkan maka diperlukan suatu teknologi. Teknologi pengolahan fermentasi MOL dan pengawetan dengan cara dikeringkan dan diolah menjadi ransum pelet, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakanalternatif.

(53)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pemanfaatan kulit kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan MOL (Mikroorganisme Lokal) sebagai ransum dalam bentuk pelet dapat meningkatkan nilai ekonomis usaha penggemukan ternak kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

(54)

ABSTRAK

NOVEIDA ETAMALA BR GINTING, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Mol (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih. dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Teknologi fermentasi yang sangat sederhana dan harganya yang murah adalah fermentasi dengan memanfaat mikroorganisme konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 – Agustus 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi MOL. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot awal 913,05 g ± 60,49 g dengan menggunakan pakan basal+kulit daging buah kopi fermentasi 30%). Parameter yang diamati yaitu Total biaya produksi, Total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2 dan P3 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 70.887,53; 70.908,36; 73.889,57 dan 71.798,07. Rataan total hasil produksi (Rp) : 84.507; 86.043; 89.219 dan 94.595. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 13.619,47; 15.134,64; 15.329,43 dan 22.796,93. Rataan IOFC (Rp) : 55.636; 57.703; 59.898 dan 64.726. Rataan R/C ratio : 1,19; 1,22; 1,23 dan 1,32. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas sapih sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak dan kulit daging buah kopi dapat dijadikan pakan alternatif.

(55)

ABSTRACT

NOVEIDA ETAMALA BR GINTING , 2014: Business analysis utilization of MOL (local microorganism) Fermentated Pod Coffee as ration of pellet to weaning rex rabbit.Under supervised by USMAN BUDI and TRI HESTI WAHYUNI.

Fermentation technology is very simple and cheap price is fermented by microorganisms capitalize conventional. This research was conductedat the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in June to August 2014. This study aims to determinethe economic value of the use of skin fermentation of coffee pulp MOL. This study used 20 male rabbits rex hybrid weaning with the average initial weight 913.05 g ± 60.49 g by using Complete Random Planning (CRP) with 4 threatments and 5 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed pellets with skin+coffee pulp without fermentation 30%), P1 (pellet with basal feed+leather coffee pulp without fermentation 20% coffee pulp and skin fermentation 10%), P2 (basal feed pellets with skin+coffee pulp without fermentation 10% coffee pulp and skin fermentation 20%), P3 (pellet with basal feed+skin fermented coffee pulp 30%). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Costratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).

The results showed that in each treatment P0, P1, P2 and P3 give different results on the average total cost of production search us : 70887.53; 70908.36; 73889.57 and 71798.07 respectivly. Mean total yield : 84507; 86043; 89219 and 94595 respectivly. Mean analysis of profit/loss: 13619.47; 15134.64; 15329.43 and 22796.93 respectivly. Mean IOFC :55636; 57703; 59898 and 64726. Mean R/C ratio: 1.19; 1.22; 1.23 and 1.32 respectivly. The conclusion of this study showed that administration of fermented coffee pulp skin MOL as a ration in pellet form to the male rex rabbit weaning until level 30% can increase the income of farmers and leather coffee pulp can be used as an alternative feed.

(56)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH

KOPI FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL)

SEBAGAI RANSUM DALAM BENTUK PELET

TERHADAP KELINCI PERANAKAN

REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

NOVEIDA ETAMALA Br GINTING 100306040

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH

KOPI FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL)

SEBAGAI RANSUM DALAM BENTUK PELET

TERHADAP KELINCI PERANAKAN

REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

NOVEIDA ETAMALA Br GINTING 100306040/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(58)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih

Nama : Noveida Etamala Br Ginting

NIM : 100306040

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Usman Budi, S.Pt, M.Si Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan

(59)

ABSTRAK

NOVEIDA ETAMALA BR GINTING, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Mol (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih. dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Teknologi fermentasi yang sangat sederhana dan harganya yang murah adalah fermentasi dengan memanfaat mikroorganisme konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 – Agustus 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi MOL. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot awal 913,05 g ± 60,49 g dengan menggunakan pakan basal+kulit daging buah kopi fermentasi 30%). Parameter yang diamati yaitu Total biaya produksi, Total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2 dan P3 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 70.887,53; 70.908,36; 73.889,57 dan 71.798,07. Rataan total hasil produksi (Rp) : 84.507; 86.043; 89.219 dan 94.595. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 13.619,47; 15.134,64; 15.329,43 dan 22.796,93. Rataan IOFC (Rp) : 55.636; 57.703; 59.898 dan 64.726. Rataan R/C ratio : 1,19; 1,22; 1,23 dan 1,32. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas sapih sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak dan kulit daging buah kopi dapat dijadikan pakan alternatif.

(60)

ABSTRACT

NOVEIDA ETAMALA BR GINTING , 2014: Business analysis utilization of MOL (local microorganism) Fermentated Pod Coffee as ration of pellet to weaning rex rabbit.Under supervised by USMAN BUDI and TRI HESTI WAHYUNI.

Fermentation technology is very simple and cheap price is fermented by microorganisms capitalize conventional. This research was conductedat the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in June to August 2014. This study aims to determinethe economic value of the use of skin fermentation of coffee pulp MOL. This study used 20 male rabbits rex hybrid weaning with the average initial weight 913.05 g ± 60.49 g by using Complete Random Planning (CRP) with 4 threatments and 5 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed pellets with skin+coffee pulp without fermentation 30%), P1 (pellet with basal feed+leather coffee pulp without fermentation 20% coffee pulp and skin fermentation 10%), P2 (basal feed pellets with skin+coffee pulp without fermentation 10% coffee pulp and skin fermentation 20%), P3 (pellet with basal feed+skin fermented coffee pulp 30%). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Costratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).

The results showed that in each treatment P0, P1, P2 and P3 give different results on the average total cost of production search us : 70887.53; 70908.36; 73889.57 and 71798.07 respectivly. Mean total yield : 84507; 86043; 89219 and 94595 respectivly. Mean analysis of profit/loss: 13619.47; 15134.64; 15329.43 and 22796.93 respectivly. Mean IOFC :55636; 57703; 59898 and 64726. Mean R/C ratio: 1.19; 1.22; 1.23 and 1.32 respectivly. The conclusion of this study showed that administration of fermented coffee pulp skin MOL as a ration in pellet form to the male rex rabbit weaning until level 30% can increase the income of farmers and leather coffee pulp can be used as an alternative feed.

(61)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Munte, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 November 1992 dari ayah Jasin Ginting dan ibu Rusmawati Br Siahaan, penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2010 tamat dari SMA Negeri 1 Sunggal dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMB-PTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota bidang Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Karo Mbuah Page Fakultas Pertanian (IMKA Mbuah Page FP) menjabat sebagai bendahara periode 2011-2012, organisasi Ikatan Mahasiswa Katolik Fakultas Pertanian (IMK FP), organisasi Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) menjabat sebagai BPH periode 2012-2013 dan organisasi Paguyuban Karya Salemba Empat USU menjabat sebagai koordinator bidang kewirausahaan periode 2012-2013.

(62)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dengan baik yang berjudul ―Analisis UsahaPemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi

Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Pada Kelinci Peranakan RexLepas Sapih‖.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Usman Budi, S. Pt, M. Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(63)

DAFTAR ISI

Analisis Usaha Ternak Kelinci ... 6

Total Biaya Produksi ... 6

Biaya bibit ... 8

Biaya pakan ... 8

Biaya obat-obatan ... 9

Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 9

Biaya tenaga kerja ... 10

Total Hasil Produksi ... 10

Hasil penjualan kelinci ... 11

Hasil penjualan kotoran dan Urinekelinci ... 11

Analisis Laba-Rugi (Keuntungan-Kerugian) ... 12

Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) ... 13

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 13

Pemasaran Kelinci Rex ... 14

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 14

Potensi Kulit Daging Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak ... 16

Fermentasi ... 17

(64)

Rhizopus sp ... 18

Parameter Penelitian ... 26

Total biaya produksi ... 26

Total hasil produksi ... 27

Analisis laba rugi (keuntungan-kerugian) ... 27

Analisis R/C ratio (revenue cost ratio) ... 27

Analisis IOFC (income over feed cost) ... 28

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penjualan kotoran kelinci ... 36

Hasil penjualan urin kelinci ... 36

Analisis Laba/Rugi ... 38

Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) ... 40

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 42

Rekapitulasi hasil penelitian ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(65)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Nutrisi kulit daging buah kopi berdasarkan pengolahannya (%) ... 16

2. Nutrtisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah fermentasi (%) .... 17

3. Bobot badan awal kelinci peranakan rex (g/ekor) ... 24

4. Biaya pembelian bibit kelinci (Rp/ekor) ... 24

5. Daftar harga bahan pakan (Rp/kg) ... 25

6. Biaya pelet kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/g) ... 25

7. Biaya obat-obatan kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) .. 25

8. Biaya sewa kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 25

9. Biaya Peralatan Kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 25

10. Biaya tenaga kerja pemeliharaan tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 26

11. Total biaya produksi selama penelitian (Rp) ... 25

12. Harga penjualan kelinci tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 28

13. Harga penjualan kotoran kelinci tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 28

14. Harga penjualan urin kelinci kelinci tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 29

(66)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Gambar rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/ekor) ... 26

2. Gambar rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp/ekor) ... 29

3. Gambar rataan laba/rugi selama penelitian (Rp/ekor) ... 31

4. Gambar rataan R/C ratio selama penelitian ... 32

5. Gambar rataan IOFC selama penelitian (Rp/ekor) ... 33

(67)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Pembuatan inokulen cair ... 40

2. Pembuatan fermentasi kulit daging buah kopi. ... 40

3. Pembuatan pakan bentuk pelet ... 41

4. Kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan (%) ... 41

5. Formula ransum kelinci dengan kulit daging buah kopi (%) ... 41

6. Harga ransum tiap perlakuan (Rp) ... 42

7. Total konsumsi pakan tiap perlakuan (g) ... 42

8. Total biaya produksi tiap perlakuan selama penelitian (Rp) ... 42

9. Bobot akhir kelinci (g) ... 43

10. Total hasil produksi tiap perlakuan selama penelitian (Rp) ... 43

11. Analisis Laba rugi selama penelitian (Rp) ... 43

12. IOFC (income over feed cost) (Rp) ... 44

Gambar

Tabel 6. Bobot badan awal kelinci peranakan rex jantan lepas sapih (g/ekor).
Tabel 8. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)
Tabel 9. Biaya pelet kelinci peranakan rex tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)
Tabel 11.  Biaya sewa kandang ternak kelinci peranakan rex jantanperlakuan    selama penelitian (Rp/ekor)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa berdasarkan Buku Pedoman Pendidikan Universitas Brawijaya, setiap mahasiswa Universitas Brawijaya yang telah lulus diwajibkan mengikuti wisuda dan

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan

Praktek baik seperti mandi selalu (82,6%), sering menyikat gigi (61,1%), rambut bersih disisir (80,2%) lebih pada anak perempuan dibandingkan dengan anak lelaki, manakala,

1. Pasokan bahan baku kayu yang legal dan lestari tercapai yang berasal dari berbagai sumber, khususnya dari hutan produksi yang dikelola secara lestari dan disertifikasi

Kesulitan peserta didik dalam memecahkan sebuah permasalahan terjadi karena kurangnya pemahaman peserta didik pada suatu konsep materi ajar.. Penelitian ini

Produk yang memiliki citra merek yang baik, kuat dan positif cinderung lebih mudah di terima oleh masyarakat atau konsumen serta dapat memenuhi kebutuhan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas stimulasi dan jenis pola asuh dengan perkembangan pada anak gemuk usia 2-5 tahun.. Penelitian ini dapat