PREV BERD
VALENSI D DASARKA
U
DEMAM B AN DATA D
FAKUL
UNIVERSI
BERDARA DI DINAS TAHUN
Oleh
Anita Fit
0901002
LTAS KED
ITAS SUM
MEDA
2012
AH DENGU S KESEHA
2011
:
triani
286
DOKTERA
MATERA U
AN
2
UE DI KOT ATAN KOT
AN
UTARA
ABSTRAK
DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad ke-21. Menurut WHO (2000) antara tahun 1975-1995 terdeteksi 102 negara dari 5 wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue di kota Medan berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan metode cross-sectional, yaitu pengamatan terhadap sekumpulan objek dalam jangka waktu tertentu. Sample pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling yaitu semua pasien DBD yang terdata di Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2011.
Kelompok usia yang terbanyak menderita DBD adalah kelompok di bawah 10 tahun yaitu sebanyak 802 orang (33,8%), sementara kelompok usia yang paling rendah jumlah penderita DBD adalah kelompok 60 tahun keatas yaitu sebanyak 56 orang. Tidak ada perbedaan mencolok antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan dalam penyakit DBD. Bulan terbanyak pasien DBD adalah bulan Januari yaitu sebanyak 306 orang (12,9%). Jumlah pasien DBD terendah ada pada kecamatan Medan Polonia dengan jumlah pasien 48 orang (2,0%) dan jumlah pasien DBD yang tertinggi di kecamatan Medan Denai yaitu 228 orang (9,6%).
Prevalensi kasus pasti DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan periode Januari s/d Desember 2011 yaitu sebanyak 0,083 %. Distribusi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin umumnya tidak ada perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan, sementara berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia di bawah 10 tahun.
ABSTRACT
DHF has emerged as an international public health problem in the 21st century. According to WHO (2000) between the years 1975-1995 were detected from 102 countries from 5 regions of WHO, there is 20 countries in Africa, 42 countries in America, 7 countries in southeast Asia, 4 countries in tehe Middle East and 29 countries in the western pacific.
This study aimed to determine the prevalence of dengue fever in Medan based on data in health department in 2011.
The study is a descriptive study with cross-sectional design, observation of objects in a set period of time. The Sample of this study were taken by total sampling from all of DHF patients in health department in 2011.
The most common group of age in DHF patients is age under 10 years with 802 patients ( 33,8% ), but the lowest group of age is > 60 years with 56 of patients. There is no difference between man and women`in DHF disease. On January is the most common DHF patients with 306 patients ( 12,9 % ). The lowest patients of DHF is in Polonia Medan area with 48 patients ( 2,0% ) and the highest patients of DHF is Denai Medan area with 228 patients ( 9,6 % ).
Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas
kehendak-Nya proposal karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulisan proposal karya mahasiswa ini bertujuan untuk mengikuti program
karya tulis ilmiah dengan judul : ‘PREVALENSI DEMAM BERDARAH
DENGUE DI KOTA MEDAN BERDASARKAN DATA DI DINAS
KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2011 ’’. selain sebangai karya tulis
ilmiah, penulis juga ingin memaparkan sedikit tentang demam berdarah dengue
itu sendiri.
Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mengalami
kesulitan terutama disebabkan akan masih sedikitnya pengetahuan.Namun, berkat
bimbingan dari berbagai pihak akhirnya proposal karya mahasiswa ini dapat
terselesaikan walaupun masih terdapat kekurangan di dalamnya. Karena itu,
sepantasnya jika penulis mengucapakn terima kasih kepada:
Allah swt yang memberikan ridho-Nya dan memberikan kesehatan
kepada saya sehingga saya mampu untuk menyelesaikan KTI ini
dengan waktu yang tepat.
Dr.Rusdiana,M.Kes selaku dosen pembimbing saya yang memimbing saya dalam menyelesaikan KTI ini, dan tanpa lelah memberikan
banyak masukan untuk perbaikan-perbaikan dalam menyusun KTI ini.
Orang tua saya yang banyak memberikan dukungan baik dari doa,
materi juga moral.
Teman-teman satu kelompok KTI yang berjuang bersama dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dan teman baik penulis yang telah
Penulis menyadari karya mahasiswa ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang positif agar karya mahasiswa ini menjadi lebih baik dan berguna di
masa yang akan datang.
Medan, 6 Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstrac ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Singkatan ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.4.1. Peneliti ... 3
1.4.2. Pembaca ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Demam Berdarah Dengue ... 5
2.1.1. Etiologi ... 5
2.1.2. Patogenesis dan Patofisiologi ... 6
2.1.3. Nyamuk Aedes Aegypti ... 7
2.1.4. Tanda dan Gejala Klinik ... 9
2.1.5. Mekanisme Penularan ... 10
2.1.7. Pengobatan Penyakit DBD ... 11
2.1.8. Pencegahan Penyakit DBD ... 12
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 18
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 18
3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 18
3.3 Cara Ukur ... 19
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20
4.1. Jenis Penelitian ... 20
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
4.2.1. Waktu Penelitian ... 20
4.2.2. Lokasi Penelitian ... 20
4.3. Populasi dan Sampel ... 20
4.3.1. Populasi Penelitian ... 20
4.4. Tekhnik Pengumpulan Data ... 21
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 21
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22
5.1. Hasil Penelitian... 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 22
5.1.2. Karakteristik Individu... 22
5.1.3. Distribusi DBD Berdasarkan Usia... 23
5.1.4. Distribusi DBD Berdasarkan Jenis Kelamin... 23
5.1.5. Distribusi DBD Perbulannya Pada Tahun 2011... 24
5.1.6. Distribusi DBD Berdasarkan Kecamatan Tempat Tinggal ... 25
5.1.7. Perhitungan Prevalensi Kasus Pasti DBD Terhadap Kasus Diagnosis Awal... 26
5.2. Pembahasan... 26
5.2.2. Distribusi DBD Berdasarkan Jenis Kelamin... 27
5.2.3. Distribusi DBD Perbulannya Pada Tahun 2011... 27
5.2.4. Distribusi DBD Berdasarkan Kecamatan Tempat Tinggal ... 28
5.2.5. Prevalensi DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 30
6.1. Kesimpulan... 30
6.2. Saran... 30
DAFTAR TABEL
Halaman
5.2.1. Distribusi DBD Berdasarkan Usia ... 23
5.2.2. Distribusi DBD Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
5.2.3. Distribusi DBD Perbulannya Pada Tahun 2011 ... 24
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
BBLR Berat Badan Lahir Rendah
WHO World Health Organization
AKB Angka Kematian Bayi
ASEAN Association of South East Asia Nations SGA Small for Gestational Age
SDKI Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia TFR Totally Fertility Rate
AKI Angka Kematian Ibu
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Data Frekuensi
Lampiran 3 Data Induk
ABSTRAK
DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad ke-21. Menurut WHO (2000) antara tahun 1975-1995 terdeteksi 102 negara dari 5 wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue di kota Medan berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan metode cross-sectional, yaitu pengamatan terhadap sekumpulan objek dalam jangka waktu tertentu. Sample pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling yaitu semua pasien DBD yang terdata di Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2011.
Kelompok usia yang terbanyak menderita DBD adalah kelompok di bawah 10 tahun yaitu sebanyak 802 orang (33,8%), sementara kelompok usia yang paling rendah jumlah penderita DBD adalah kelompok 60 tahun keatas yaitu sebanyak 56 orang. Tidak ada perbedaan mencolok antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan dalam penyakit DBD. Bulan terbanyak pasien DBD adalah bulan Januari yaitu sebanyak 306 orang (12,9%). Jumlah pasien DBD terendah ada pada kecamatan Medan Polonia dengan jumlah pasien 48 orang (2,0%) dan jumlah pasien DBD yang tertinggi di kecamatan Medan Denai yaitu 228 orang (9,6%).
Prevalensi kasus pasti DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan periode Januari s/d Desember 2011 yaitu sebanyak 0,083 %. Distribusi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin umumnya tidak ada perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan, sementara berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia di bawah 10 tahun.
ABSTRACT
DHF has emerged as an international public health problem in the 21st century. According to WHO (2000) between the years 1975-1995 were detected from 102 countries from 5 regions of WHO, there is 20 countries in Africa, 42 countries in America, 7 countries in southeast Asia, 4 countries in tehe Middle East and 29 countries in the western pacific.
This study aimed to determine the prevalence of dengue fever in Medan based on data in health department in 2011.
The study is a descriptive study with cross-sectional design, observation of objects in a set period of time. The Sample of this study were taken by total sampling from all of DHF patients in health department in 2011.
The most common group of age in DHF patients is age under 10 years with 802 patients ( 33,8% ), but the lowest group of age is > 60 years with 56 of patients. There is no difference between man and women`in DHF disease. On January is the most common DHF patients with 306 patients ( 12,9 % ). The lowest patients of DHF is in Polonia Medan area with 48 patients ( 2,0% ) and the highest patients of DHF is Denai Medan area with 228 patients ( 9,6 % ).
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegepti. DBD telah muncul sebagai
masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad 21, menurut WHO (2000)
antara tahun 1975-1995 terdeteksi di 102 negara dari lima wilayah WHO, yaitu 20
negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di
Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat (Depkes RI, 2003).
Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila (Philipina) pada tahun
1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut Perkiraan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center for Disease Control and
Prevention), Amerika Serikat setiap tahun di seluruh dunia terjadi 50 juta-100 juta
kasus DBD (Depkes RI, 2000). Kasus DBD di Indonesia menempati urutan kedua
setelah Thailand. DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968 tetapi
konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1972. Sejak itu penyakit DBD
menyebar ke berbagai daerah di pelosok tanah air, kecuali yang ketinggiannya
lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan
meningkat. Baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkau dan secara
sporadik selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB terbesar terjadi pada
tahun 1998, dengan Insiden Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan Case
Fatality Rate (CFR) 2%. Pada tahun 1999 IR menurun menjadi 10,17 per 100.000
penduduk, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat. Pada tahun
2000 IR 15,99 per 100.000 penduduk, tahun 2001 IR 21,66 per 100.000
penduduk, tahun 2002 IR 19,24 per 100.000 penduduk, tahun 2003 IR 23,87 per
100.000 penduduk. Dalam periode Januari – April 2004, terjadi letusan KLB di
188 kabupaten/kota dari 12 provinsi dengan jumlah kasus 53.719 kasus dan 590
KLB adalah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Banten, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan, Bali, NTB dan NTT (Depkes RI, 2004).
Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera
Utara sebagai Kejadian Luar Biasa ( KLB ) dengan angka kesakitan dan kematian
yang relatif tinggi. Berdasarkan data di wilayah Provinsi Sumatera Utara terdapat
8 daerah endemis DBD, yaitu ; Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota
Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Asahan, Kota Tebing Tinggi, Kota
Pematang Siantar dan Kabupaten Karo. Angka kejadian DBD di Propinsi
Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir terus meningkat, tahun 2005 terjadi
3.790 kasus dengan kematian 68 orang, tahun 2006 terjadi 2.222 kasus dengan
kematian 34 orang, tahun 2007 terjadi 4.427 kasus dengan kematian 41 orang,
tahun 2008 terjadi 4.401 kasus dengan kematian 50 orang dan tahun 2009 terjadi
4.705 kasus dengan kematian 58 orang (Dinkes.Provinsi Sumut, 2010).
Dalam kurun waktu dua bulan (Januari - Pebruari 2010), dilaporkan
sebanyak 10 orang meninggal dan 877 lainnya dirawat akibat terjangkit DBD di
berbagai daerah di Sumatera Utara. Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, kasus DBD terbanyak dilaporkan dari Kota
Medan yakni 197 dirawat dan 1 orang meninggal. Kemudian, Deli Serdang 170
dirawat dan 3 orang meninggal, Pematang Siantar 129 dirawat dan 5 orang
meninggal serta Tanjung Balai 9 dirawat dan 1 orang meninggal.
Kecamatan yang ada di Kota Medan semuanya sudah merupakan daerah
endemis DBD. Kecamatan Medan Helvetia, Medan Johor, Medan Sunggal,
Medan Kota, Medan Baru, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Selayang,
Medan Perjuangan dan Medan Petisah merupakan sepuluh kecamatan yang paling
tinggi kasusnya. Adapun angka kejadian DBD di Kota Medan dalam lima tahun
terakhir adalah sebagai berikut : tahun 2005 terjadi 1.960 kasus dengan kematian
24 orang, tahun 2006 terjadi 1.376 kasus dengan kematian 20 orang, tahun 2007
terjadi 1.917 kasus dengan kematian 18 orang, tahun 2008 terjadi 1.545 kasus
dengan kematian 14 orang dan tahun 2009 terjadi 1.940 kasus dengan kematan 18
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai prevalensi demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan dinas kesehatan
kota Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran prevalensi Demam Berdarah Dengue di kota Medan
berdasarkan data di Dinas Kesehatan kota Medan tahun 2011?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue di kota Medan
berdasarkan data di Dinas Kesehatan kota Medan tahun 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi pasien DBD menurut usia.
2. Mengetahui prevalensi pasien DBD menurut jenis kelamin.
3. Mengetahui prevalensi pasien DBD menurut kejadian perbulannya
dalam tahun 2011.
4. Mengetahui prevalensi pasien DBD menurut kecamatan tempat
tinggal.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.4.1 Peneliti
a. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai prevalensi penyakit
DBD.
b. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan sesuatu penelitian. Selain itu peneliti dapat
mengembangkan minat serta kemampuan membuat karya tulis
1.4.2 Pembaca
a. Memberikan informasi bagi pembaca menganai prevalensi DBD
sehingga pembaca dapat mengtahui lebih lajut tentang DBD.
b. Memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah peyakit demam akut disertai
dengan manifestasi perdarahan berpotensi menimbulkan syok dan dapat
menyebabkan kematian umumnya menyerang pada anak <15 tahun, namun tidak
tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalah
demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah.
Lesu, gelisah, nyeri ulu hati. disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam ( echymosis, ) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Depkes RI. 2003).
Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD). yaitu penyakit
akut yang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit
pada sendi, tulang dan otot. Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat)
manifestasi klinis yang utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering
dengan hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (WHO. 1997).
2.1.1. Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue pada seseorang disebabkan oleh virus
dengue termasuk famili Flaviviridae dan harus dibedakan dengan demam yang disebutkan virus Japanese Encephalitis dan Yellow Fever (demam kuning) (Soegijamu, 2003).
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang temasuk
kelompok B Arthropoda Borne Virus (Arboviroses). Dikenal sebagai genus FIavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jeniss serotipe, yaitu : DEN-l. DEN-2,. DEN-3 dan DEN 4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan anti
bodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinis yang berat. Serotipe DEN-3 berasal dari Asia
ditemukan pada populasi dengan tingkat imun rendah dengan tingkat penyebaran
yang tinggi, meski sudah diketahui sejak 300 tahun yang lalu penanggulangannya
belum juga tuntas (Depkes RI 2004).
2.1.2 Patogenesis dan Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia 1ewat gigitan nyamuk
Ae.aegypti atau Aedes albopictus. Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus
bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
penjamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi berlawanan dan tintbul antibody,
namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes RI. 2001). Organ sasaran dari virus
adalah organ hepar nodus limfaticus, sumsum tulang, serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian mnenunjukan bahwa sel-sel monosit dan makrofag
mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah virus tesebut
akan difagosit oleh se1 monosit perifer (Soegijanto, 2003).
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam
sel tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genom
yang masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus
membentuk komponen-komponennya antara komponen struktural virus. Setelah
komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan
virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada
“cros protective” terhadap serotipe virus yang lain (Soegijanto. 2003).
Patogenesis DBD terdapat dua perubahan patofisiologi yang menyolok
yaitu : meningkatnya permeabelitas yang mengakibatkan bocornya plasma ke
hipovolemia dan terjadi syok. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh
vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi
perdarahaan (Depkes RI. 2003).
2.1.3. Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri
khas utamanya adalah dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di
kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
punggungnya yang berwarna dasar hitam (Soegeng, 2006).
Spesies nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di dunia di daerah yang terletak antara 40° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan, dan hanya hidup pada suhu
antara 8°-37° Celcius. Aedes aegypti hidup dan berkembang biak di tempat yang berair bersih. Masa pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis
sempurna (Wulandari, 2001).
A. Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5–0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki
alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda–benda yang
terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA)
yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Telur yang dilepas,
sebanyak 85% melekat di TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke
permukaan air. Telur nyamuk ini dalam keadaan kering mampu tetap
hidup selama bertahun-tahun di berbagai tempat berair bersih. Nyamuk
dewasa memerlukan waktu 7 hari untuk mengeluarkan telur (Soegeng,
2006).
B. Larva
Telur berkembang menjadi larva setelah 1-2 hari, larva nyamuk
sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan
dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan
larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, IV. Larva
instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm,
duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong
pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II dan III bertambah
besar, ukuran 2,5 – 3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan
sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya
dan tubuhnya dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax),
dan perut (abdomen) (Soegeng, 2006).
C. Pupa
Larva berkembang menjadi pupa selama 4–9 hari, pupa nyamuk
Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala–dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,
sehingga tampak seperti tanda baca ”koma”. Pada bagian punggung
(dorsal) dada terdapat alat pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut
ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat
pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut
ke–8 tidak bercabang (Soegeng, 2006).
D. Dewasa
Pupa berkembang menjadi dewasa setelah 2–3 hari, tubuh nyamuk
dewasa Aedes aegypti tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena
yang berbulu. Bagian mulut nyamuk betina tipe penusuk–penghisap
(piercing–sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia
(anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulutnya lebih lemah
sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong
2.1.4. Tanda dan Gejala Klinik
Menurut Soeaijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah deman
dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji
torniquet.
Gejala klinik :
1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan
a. Uji torniquet positif
b. Perdarahan spontan berbentuk purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
3. Hepatomegali
4. Ranjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau
nadi tak teraba, kulit dingin dan anak gelisah.
Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh
pada umumnya antara 39OC – 40 OC menetap 5 – 7 hari, pada fase awal demam
terdapat ruam yang tampak di muka, leher dan dada. Selanjutnya pada fase
penyembuhan suhu turun dan timbul patekia yang menyeluruh pada tangan dan
kaki. Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet positif. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun
1997 terdiri dari kriteria dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan
untuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over diagnosis).
1. Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang
berlangsung 2 - 7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai
dengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena,
pembesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab dan penderita tampak gelisah.
2. Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau
hemotokrit 20% atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan
hemotokrit cukup teknik menegakkan diagnosa klinss DBD.
WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai
berikut:
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
pendarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan
tekanan darah yang tidak dapat diukur.
2.1.5. Mekanisme Penularan
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus
dengue yaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8 - 10 hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat
ditularkan kepada telurnya (transavaria transmition) namun perananya tidak penting (Suroso, 2000). Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam
tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama
hidupnya (infiktif). Dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4- 6 hari (intrinsik incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue menimpakan
sumber penularan penyakit DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4 - 7
hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
diberbagai jaringan tubuh nyamuk temasuk di dalam kelenjar liurnya.
Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum
rnenghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur rnelalui saluran alat
hisapnya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Depkes RI, 2004c).
2.1.6. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD
Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat
nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD
adalah : Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu :
1. Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk
terserang penyakit DBD.
2. Puskesmas/Rumah sakit dan Unit pelayanan kesehatan lainnya
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemingkinan diantaranya adalah
penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue. 3. Tempat-tetnpat umum lainnya :
a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan
tempat-tempat ibadah.
b. Wilayah rawan DBD (endemis)
c. Pemukiman baru di pinggir kota.
Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang
2.1.7. Pengobatan Penyakit DBD
Haus dan dehidrasi terjadi akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Sehingga masukan cairan per oral harus diberikan. Penggantian larutan elektrolit
atau jus buah lebih dipilih dari pada air. Selama fase demam akut terdapat resiko
mereka yang memiliki riwayat kejang demam. Parasetamol lebih dipilih untuk
menurunkan demam tetapi harus digunakan selama suhu tubuh lebih tinggi 39° C,
tetapi tidak lebih dari 6 dosis dalam 24 jam (WHO, 1999).
Pasien harus diobservasi dengan ketat terhadap tanda–tanda syok. Periode
kritis adalah transisi dari demam ke fase tidak demam, dimana biasanya terjadi
setelah hari ketiga. Penentuan hematokrit adalah pedoman penting untuk terapi
pada tahap ini, karena pemeriksaan ini secara tidak langsung menunjukkan derajat
rembesan plasma dan menunjukkan kebutuhan terhadap cairan intravena.
Peningkatan hematokrit harus didahului dengan perubahan tekanan darah dan
nadi. Hematokrit harus ditentukan setiap hari dari hari ketiga penyakit sampai
demam pasien berkurang selama 1 atau 2 hari (Hadinegoro, 1999).
Terapi cairan parenteral dapat diberikan di unit rehidrasi pasien rawat jalan
untuk pasien yang demam, muntah, atau anoreksianya menimbulkan dehidrasi.
Cairan yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi dipilih sesuai dengan sifat
kehilangan cairan, berupa cairan Kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat, dan
NaCl) dan Koloid (Dekstran 40 dan Plasma). Antibiotik dapat diberikan apabila
terjadi infeksi sekunder, untuk pemberian oksigen diberikan pada saat pasien syok
atau pingsan (Soegeng, 2006).
2.1.8. Pencegahan Penyakit DBD
Sebagaimana telah diketahui Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD. Untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini belum ada cara
yang efektif, karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus
dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit DBD
dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. (Dinkes Medan, 2010).
A. Pengendalian Secara Lingkungan menurut WHO (2004), adalah:
1. Tempat penyimpanan air
Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti disebagian besar daerah perkotaan di Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk
tempat–tempat penampungan air lainnya yang dapat menampung 200 liter
air.
Jika persediaan air pipa tidak ada dan hanya keluar pada jam–jam
tertentu atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air
dalam berbagai jenis wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan memliki ukuran yang besar dan berat dan tidak mudah untuk
dibuang dan dibersihkan.
2. Pot / vas bunga dan jebakan semut
Pot bunga, vas bunga, dan jebakan semut merupakan tempat utama
perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda–benda tersebut harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat ditempatkan
di atas wadah yang berisi pasir atau air. Bunga tersebut harus diganti dan
dibuang setiap minggu dan vas digosok serta dibersihkan sebelum dipakai
kembali.
3. Bagian luar bangunan
Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti. Pipa aliran air talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk. Dengan demikian perlu dilakukan
pemeriksaan berkala terhadap bangunan selama musim hujan untuk
menemukan lokasi potensial perkembangbiakan.
4. Pembuangan sampah padat
Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai
lainnya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di
tempat penimbunan sampah. Barang–barang pabrik dan gudang yang tak
terpakai harus disimpan dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan
rumah tangga dan kebun (ember, mangkuk, dan alat penyiram tanaman)
harus disimpan dalam kondisi terbalik untuk mencegah tergenangnya air.
Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di tempat
5. Ban bekas
Ban bekas kendaraan merupakan lokasi utama perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegytpi di daerah pertokoan sehingga menimbulkan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Depot ban bekas harus
tertutup untuk mencegah tergenangnya air hujan dalam ban.
6. Pengisian rongga pada pagar
Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong
di bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir,
pecahan kaca, atau beton agar tidak menjadi habitat Aedes aegypti. B. Pengendalian Secara Kimiawi menurut WHO (2004), adalah:
1. Pemberian larvasida kimiwawi
Pemberian larvasida pada nyamuk Aedes aegypti biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat
dihancurkan, dimusnahkan, ataupun dikelola. Larvasida kimiawi paling
baik digunakan dalam situasi saat hasil surveilans penyakit dan vektor
menunjukan adanya periode tertentu yang memiliki rasio tinggi.
2. Butiran pasir temefos 1%
Butiran pasir temefos 1% diberikan pada wadah dengan
menggunakan sendok plastik penakar untuk memberikan dosis 1 ppm.
Dosis ini terbukti ampuh untuk 8–12 minggu, terutama dalam gentong
tanah liat yang memiliki lubang aliran, dalam pola penggunaan air yang
normal.
3. Pengaturan pertumbuhan serangga
Pengatur pertumbuhan serangga (insect growth regulator, IGRs) akan
mengganggu perkembangan tahap imatur nyamuk dengan memutus
sintensis kitin selama proses pergantian kulit atau pada saat pembentukan
pupa atau dalam proses pengalihan ke nyamuk dewasa.
4. Pengasapan wilayah
Metode ini melibatkan pengasapan droplet–droplet kecil insektisida ke
dalam udara untuk membunuh nyamuk dewasa, teknik ini sudah dijadikan
Sayangnya, hasilnya tidak begitu memuaskan, ditunjukkan dengan adanya
peningkatan dramatis insidensi DBD dalam waktu yang bersamaan.
5. Pengasapan dengan uap panas
Pengasapan dengan uap panas mengandung insektisida yang biasanya
diproduksi saat formulasi yang sesuai berkondensasi setelah diuapkan
dalam suhu yang tinggi. Umumnya, mesin pengasapan dengan uap panas
menerapkan prinsip denyut resonansi untuk menghasilkan gas panas (di
atas 200°C) dengan kecepatan tinggi. Gas ini akan mengatominasi formula
insektisida dengan cepat sehingga langsung menguap dan berkondensasi
dengan cepat. Formulasi pengasapan dengan uap panas dapat didasarkan
pada minyak atapun air. Formulasi yang di dasarkan pada minyak (diesel)
akan menghasilkan kabut asap putih yang tebal, sedangkan yang
didasarkan pada air akan menghasilkan kabut tipis berwarna.
6. Penerapan dari rumah ke rumah dengan menggunakan peralatan yang
portabel
Unit pengasapan yang portabel dapat digunakan jika wilayah yang
akan ditangani tidak terlalu besar atau wilayah yang tidak dapat digunakan
mesin diatas kendaraan secara efektif. Peralatan ini ditujukan untuk
penggunaan luar ruangan yang terbatas dan untuk ruangan yang tertutup
(bangunan) dengan ukuran tidak kurang dari 14 m³.
7. Pengasapan dari kendaraan
Kendaraan bergenarator aerosol dapat digunakan untuk daerah
perkotaan atau pinggiran kota dengan kondisi jalan yang baik. Satu mesin
dapat mencakup 1.500–2.000 rumah (kurang dari 80 ha) sehari. Waktu
terbaik untuk menerapkannya adalah pada pagi hari atau sore hari.
C. Pengendalian Secara Biologis menurut WHO (2004), adalah:
1. Ikan
Tenggara. Kegunaan dan efisiensi alat pengendali ini bergantung pada
jenis pelampung yang dipakai.
2. Bakteri
Ada dua spesies bakteri penghasil endotoksin, Bacillus thuringiensis streotipe H-14 (Bt.H-14) dan Bacillus sphaerius (Bs) adalah agens yang efektif untuk mengendalikan nyamuk. Bt.H-14 terbukti paling efektif terhadap nyamuk Aedes stephensi dan Aedes aegypti, sedang kan Bs paling efektif terhadap nyamuk Cullex quinquefasciatus. Bt.H-14 memiliki kadar toksisitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan telah diterima sebagai
preparat pengendali populasi nyamuk dalam penampung air untuk
kebutuhan rumah tangga.
3. Perangkap telur autosidal
Metode perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh)
menunjukkan hasil yang memuaskan sebagai alat pengendali dalam
pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Hasil lebih baik diharapkan jika jumlah larva yang potensial berkurang, atau semakin banyak perangkap
autosidal yang ditempatkan di wilayah pengawasan. Akan tetapi,
keberhasilan penerapan metode perangkap nyamuk autosidal ini
bergantung pada jumlah alat yang dipasang, lokasi pemasangan, dan daya
tarik bagi nyamuk Aedes aegypti betina sebagai tempat bertelur. D. Perlindungan Diri menurut WHO (2004), adalah:
1. Pakaian pelindung
Pakaian mengurangi resiko tergigit nyamuk, jika pakaian cukup
tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaus
kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat paling
sering terkena gigitan nyamuk. Menambahkan zat kimia pada pakaian,
misalanya dengan permentrin, merupakan tindakan yang sangat efektif
untuk mencegah gigitan nyamuk
2. Tikar, obat nyamuk bakar, dan aerosol
Produk insektida untuk konsumsi rumah tangga, seperti obat nyamuk
perlindungan diri terhadap nyamuk. Raket beraliran listrik dan obat
nyamuk beraroma merupakan temuan baru yang praktis dipasarkan
disemua daerah perkotaan.
3. Insektisida untuk kelambu dan gorden
Kelambu yang diberi insektisida (insecticide-treated mosquito nets, ITMN) kegunaannya sangat terbatas dalam program pengendalian
penyakit DBD karena nyamuk Aedes aegypti mengigit di siang hari. Akan tetapi, kelambu ini dapat memberikan pelindungan yang efektif bagi bayi
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variabel) adalah kejadian DBD sedangkan
variabel bebas (independent variabel) adalah umur jenis kelamin, kejadian
perbulannya dalam tahun 2011, kecamatan tempat tinggal.
Defenisi operasional :
1. Pasien DBD adalah Pasien yang diagnosis awal DBD.
2. DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Sering kali disertai
dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia
sebagai gejalanya.
3. Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu
penyakit atau kondisi pada waktu tertentu, pembilangan dari angka ini
adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan
penyebutnya adalah populasi total.
Pasien DBD di Kota Medan
Prevalensi menurut pasien
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Kejadian perbulannya dalam tahun 2011
4. Karakteristik pasien adalah
Umur
Jenis kelamin
Kejadian perbulannya dalam tahun 2011
Kecamatan tempat tinggal
3.3. Cara Ukur
Pengukuran dilakukan dengan metode data sekunder di Dinas Kesehatan
Kota Medan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui prevalensi DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan. Distribusi
prevalensi DBD berdasarkan usia, jenis kelamin, kejadian perbulannya dalam
tahun 2011, dan kecamatan tempat tinggal. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode cross-sectional. yaitu pengamatan terhadap sekumpulan objek dalam jangka waktu tertentu.
4.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 4.2.1. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September tahun 2012 hingga
bulan November tahun 2012.
4.2.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Dinas Kesehatan kota Medan .
4.3. POPULASI DAN SAMPLE
4.3.1. Populasi
Populasi target penelitian adalah semua penderita DBD yang terdiagnosis
DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan, populasi terjangkau penelitian adalah
semua penderita DBD yang di Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2011.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder,yaitu data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun
2011. Seluruh subjek dalam populasi terjangkau dimasukkan sebagai sample
dalam penelitian ini dengan teknik total sampling.dari masing-masing sample
ditabulasi faktor resiko DBD.data mengenai faktor-faktor resiko DBD tersebut
merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan atau yang biasa disingkat dengan
DKK Medan terletak di Jalan Rotan No. 1 Komplek Petisah Medan, dinas ini
membawahi 39 Puskesmas induk (13 Puskemas rawat dan 26 Puskesmas rawat
jalan) dan 41 Puskesmas pembantu (Pustu) yang terletak di 21 kecamatan se-Kota
Medan. Di samping itu DKK Medan mempunyai unit pelayanan teknis yaitu
gudang farmasi yang terletak di pekan pelabuhan kecamatan Medan Labuhan,
Laboratorium kesehatan lingkungan yang terletak di Jalan Ibus Raya dan klinik
spesialis Bestari yang juga terletak di Jalan Ibus Raya.
5.1.2. Karakteristik Individu
Jumlah sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah 2.373 orang.
Sampel dipilh dengan mengambil data yang tertulis bahwa diagnosis awal sampel
adalah DBD. Untuk menghitung nilai prevalensi, kesemua sampel diperlukan
dengan jumlah pasien yang menderita DBD adalah sebanyak 2.373 dan dari
5.1.3. Distrribusi DBD Berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, telah dilakukan perhitungan terhadap usia pasien DBD
dan hasil yang didapatkan ditampilkan pada tabel berikut ini :
Usia Frekuensi Persen (%)
< 10 802 33.8
11-20 674 28.4
21-30 389 16.4
31-40 221 9.3
41-50 152 6.4
51-60 79 3.3
>60 56 2.4
Total 2373 100.0
Tabel 5.1. Distribusi DBD Berdasarkan Usia
Kelompok usia yang terbanyak menderita DBD adalah kelompok di bawah
10 tahun yaitu sebanyak 802 orang (33,8%). Sementara kelompok usia yang
paling rendah jumlah penderita DBD adalah kelompok 60 tahun keatas yaitu
sebanyak 56 orang (2,4%).
5.1.4. Distribusi DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, karakteristik pasien DBD berdasarkan jenis kelamin
dapat digambarkan pada tabel berikut :
Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Laki-Laki 1.190 50,1
Perempuan 1.183 49,9
Total 2.373 100,0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa 1.190 orang (50,1%) pasien DBD adalah
laki-laki. Pasien perempuan adalah sebanyak 1.183 orang (49,9%). Dalam hal ini,
tidak ada perbedaan mencolok antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan
dalam penyakit DBD. Walaupun pasien perempuan 7 orang lebih sedikit dari
pasien laki-laki.
5.1.5. Distribusi DBD Perbulannya Pada Tahun 2011
Salah satu komponen yang diteliti dalam penelitian ini adalah distribusi
pasien DBD pada tahun 2011. Ternyata dalam penelitian ini terlihat bahwa bulan
terbanyak pasien DBD adalah bulan Januari yaitu sebanyak 306 orang (12,9%).
Gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Bulan Frekuensi Persen (%)
Januari 306 12,9
Februari 297 12,1
Maret 217 9,1
April 145 6,1
Mei 136 5,7
Juni 131 5,5
Juli 184 7,8
Agustus 170 7,2
September 129 5,4
Oktober 140 5,9
November 262 11,0
Desember 266 11,2
Total 2373 100,0
5.1.6. Distribusi DBD Berdasarkan Kecamatan Tempat Tinggal
Di bawah ini adalah jumlah pasien yang menderita DBD pada tahun 2011
berdasarkan tempat tinggal.
Kecamatan Frekuensi Persen (%)
Medan Tuntungan 120 5,1
Medan Selayang 75 3,2
Medan Sunggal 156 6,6
Medan Helvetia 155 6,5
Medan Petisah 73 3,1
Medan Barat 124 5,2
Medan Timur 102 4,3
Medan Perjuangan 82 3,5
Medan Tembung 149 6,3
Medan Deli 142 6,0
Medan Labuhan 74 3,1
Medan Johor 134 5,6
Medan Marelan 115 4,8
Medan Belawan 80 3,4
Medan Amplas 150 6,3
Medan Denai 228 9,6
Medan Area 68 2,9
Medan Kota 135 5,7
Medan Maimun 61 2,6
Medan Polonia 48 2,2
Medan Baru 102 4,3
Total 2373 100,0
Tabel 5.4 Distribusi DBD berdasarkan Kecamatan tempat tinggal
Di Kota Medan terdapat sebanyak 21 kecamatan, jumlah pasien DBD
terendah ada pada kecamatan Medan Polonia dengan jumlah pasien 48 orang
(2,0%) dan jumlah pasien DBD yang tertinggi di kecamatan Medan Denai yaitu
228 orang (9,6%).
5.1.7. Perhitungan Prevalensi Kasus Pasti DBD Terhadap Kasus Diagnosis Awal
DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan periode Januari s/d Desember 2011.
Dari hasil penelitian dapat dilakukan perhitungan prevalensi berdasarkan rumus
berikut (Timmereck, 2011):
Prevalensi = X × 100 %
Y
= 2.373 × 100 %
2.846.222
= 0,083%
5.2 Pembahasan
5.2.1. Distribusi DBD Berdasarkan Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2(dua) kelompok usia yang
paling banyak menderita DBD yaitu kelompok di bawah 10 tahun sebanyak 802
orang dan kelompok 11-20 tahun sebanyak 674 orang. Kelompok 21-30, 31-40,
41-50, 51-60, masing-masing sebanyak 389 orang, 221 orang, 152 orang, 79
orang dan jumlah kelompok yang paling sedikit menderita DBD yaitu kelompok
60 tahun ke atas sebanyak 56 orang. Ini menunjukkan bahwa hasil penelitian lebih
mengarah ke transmisi DBD lebih banyak terjadi pada anak. Anak didefinisikan
sebagai manusia yang berusia dari hari pertama kelahiran s/d 20 tahun. Di bagi
lagi atas beberapa kelompok yaitu neonatus (bawah 1 bulan), postneonatus (1
(6 tahun – 11 tahun), dan remaja yang berusia 12 tahun s/d 20 tahun (Behrman,
2007; Stanton, 2007).
Teori penyakit menyebut bahwa anak merupakan kelompok yang paling
mudah menderita penyakit ini, karena sistem imun mereka belum cukup matang
dan kuat untuk melawan penyakit ini (Halstead, 2007). Penelitian yang dilakukan
sebelumnya juga ada menyebutkan pada hasil penelitian tersebut, anak merupakan
kelompok usia terbanyak menderita DBD, terutama anak berusia 2 tahun s/d 18
tahun (Witayathawornwong, 2005; Nimmanitya, 2009). Walaupun begitu, orang
dewasa juga dapat menderita penyakit ini, walaupun jumlahnya jauh lebih kecil
dibanding anak (Peters, 2008).
5.2.2. Distribusi DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian ini, pasien laki-laki DBD berjumlah 1.190 orang,
perempuan berjumlah 1.183 orang. Dapat dikatakan disini bahwa tidak ada
perbedaan yang jelas antara jumlah pasien DBD yang jenis kelaminnya laki-laki
maupun perempuan. Dalam hal ini, hasil juga menunjukkan bahwa resiko
menderita DBD adalah sama bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam teori dan
penelitian sebelumnya, juga terbukti tidak ada hubungan antara resiko menderita
DBD dengan jenis kelamin. Dapat disimpulkan juga resiko transimisi DBD adalah
sama antara laki-laki maupun perempuan (Halstead, 2007; Peters, 2008;
Nimmanitya, 2009). Disini hasil penelitian adalah sama seperti teori yang ada
sebelumnya.
5.2.3. Distribusi DBD Perbulannya Pada Tahun 2011
Penyebaran DBD terjadi pada musim hujan dimana takungan air hujan
menjadi tempat yang sesuai untuk nyamuk aedes berkembangbiak (Witayathawornwong, 2005; Peters, 2008; Nimmanitya, 2009). Nyamuk yang
banyak menyebabkan transimisi virus dengue pada penderita DBD (Kowalski,
2007; Nene, 2007; Supartha, 2008). Data curah hujan di Kota Medan pada tahun
2011 yang dikeluarkan oleh Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
November, dan Desember. Curah hujan juga dilaporkan tinggi pada bulan Maret
dan Mei, namun bulan tersebut cuacanya agak kering.
Secara teori nyamuk aedes mudah berkembangbiak pada cuaca yang lembab dan banyak curah hujan. Cuaca kering merupakan kondisi yang tidak
optimum untuk berkembangbiak nyamuk aedes (Kowalski, 2007; Nene, 2007; Roose, 2008). Ternyata dalam penelitian ini terlihat bahwa jumlah pasien DBD
sangat banyak pada bulan yang curah hujannya tinggi seperti Januari, September,
Oktober, November dan Desember. Bulan-bulan ini bukan saja banyak curah
hujannya, akan tetapi dilaporkan kelembaban udaranya lembab. Kondisi ini
merupakan kondisi optimum untuk aedes berkembangbiak. Hasil penelitian ini nampaknya sesuai seperti teori-teori yang diatas.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2010, kasus DBD paling banyak
terjadi pada bulan November 2010 sebanyak 455 orang, sedangkan tahun 2011
kasus DBD paling banyak terjadi pada bulan Januari. Sedangkan kasus DBD
paling sedikit terjadi pada bulan Mei 2010 sebanyak 135 orang, tahun 2011 kasus
DBD paling sedikit terjadi bulan Juni sebanyak 131 orang.
5.2.4. Distribusi DBD Berdasarkan Kecamatan Tempat Tinggal
Dari segi daerah tempat tinggal, dalam penelitian ini didapatkan
kecamatan Medan Denai sebagai kecamatan yang mencatatkan prevalensi DBD
yang tertinggi sebanyak 228 orang (9,6%). Di kecamatan Medan Denai banyak
terjadi kasus DBD karena masyarakatnya kurang memperhatikan lingkungan
tempat tinggal.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2010, terjadi kenaikan jumlah
kasus yang menderita DBD di Kecamatan Medan Denai sebanyak 204 orang DBD
dibandingkan tahun 2011 sebanyak 228 orang DBD. Pada tahun 2010 prevalensi
DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Medan Marelan sebanyak 279 orang DBD.
5.2.5. Prevalensi DBD di Dinas Kesehatan Kota Medan
Pada penelitian ini, telah dilakukan perhitungan untuk mendapatkan
Medan tahun 2011 adalah 0,083%. Jumlah ini menurun dibandingkan prevalensi
DBD berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010 yaitu 0,148%.
Dalam hal ini, jumlahnya mungkin dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Diantaranya adalah sikap masyarakat yang malas untuk membersihkan wadah
penampungan air hingga menjadi tempat berkembangbiak nyamuk aedes yang menjadi faktor penularan penyakit ini. Kurangnya sikap untuk memproteksi diri
dari gigitan nyamuk, misalnya mengoleskan krim anti nyamuk ke tubuh dan tidur
dalam kelambu dapat mengurangi terjadinya peningkatan resiko DBD
(Kusriastuti, 2010). DBD juga dilaporkan meninggi kasusnya di perumahan yang
padat dan didaerah tropis yang lembab dan sering hujan. Kedua hal ini dapat
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang prevalensi DBD di
Dinas Kesehatan Kota Medan, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Prevalensi kasus pasti DBD terhadap kasus diagnosis awal DBD di Dinas
Kesehatan Kota Medan periode Januari s/d Desember 2011 yaitu sebanyak
0,083 %.
2. Distribusi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin umumnya tidak ada
perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan.
3. Distribusi DBD berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia di bawah
10 tahun yaitu sebanyak 802 orang.
4. Pada tahun 2011 kasus DBD terbanyak adalah pada bulan Januari yaitu
sebanyak 306 orang.
5. Distribusi DBD berdasarkan kecamatan terbanyak yang menderita DBD
adalah Medan Denai sebanyak 228 orang (9.6%), dan kecamatan penderita
DBD paling sedikit adalah Medan Polonia sebanyak 48 orang (2.2%.).
6.2. Saran
Adapun saran yang dianjurkan bagi penelitian berikutnya adalah :
1. Mengkaji faktor-faktor lain yang berkaitan terhadap peningkatan jumlah
penyakit DBD.
2. Mengkaji karakteristik lain pada penderita DBD, misalnya status nutrisi,
status daya tahan tubuh, dan lain-lain.
3. Masyarakat diharapkan supaya memperhatikan status kesehatan masing -
masing dan segera mendapatkan pertolongan di Puskesmas, Praktik
Dokter ataupun Rumah Sakit jika mereka mendapatkan tanda-tanda DBD
4. Masyarakat juga diharapkan supaya lebih berpartisipasi dalam usaha
mencegah penularan DBD dengan harapan pencegahan yang lebih baik
dapat menurunkan insiden dan prevalensi penyakit DBD.
5. Petugas kesehatan diharapkan semakin meningkatkan usaha penyuluhan
supaya masyarakat lebih peduli terhadap kepentingan mendeteksi dini
penyakit DBD dan seterusnya dapat mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas penyakit ini.
6. Pada penelitian yang akan datang diharapkan mahasiswa meneliti lebih
banyak lagi faktor-faktor yang berperan dalam penyakit DBD.
Selain itu saran yang dianjurkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan
antara lain :
1. Melengkapi data yang dibuat untuk kemudahan pendidikan, dan
penelitian.
2 Membuat sistem yang lebih teratur dalam pencatatan, misalnya data
disimpan secara elektronik untuk memudahkan pencarian dan
Daftar Pustaka
Depkes RI. 1995, Pokok-pokok Kegiatan dan Pengelolaan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM dan PL, Jakarta.
Depkes RI. 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Dirjen P2M dan PL Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue, Dirjen P2M dan PL Depkes RI, Jakarta.
Dinkes Medan. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, Pemerintah Kota Medan.
Dinkes Medan. 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2010, Pemerintah Kota Medan.
Hadinegoro, S. 1999. Demam Berdarah Dengue. Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kliegman R.M., Behrman R.E., Jenson H.B., Stanton B.F., 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. United States of America: Saunders Elsevier.
Kowalski, H., 2007. Draft Genome Sequence from Aedes aegypti, Mosquito Responsible for Yellow Fever, Dengue Fever. J. Craig Venter Institute.
Kusriastuti R., 2010. Data Kasus DBD Per Bulan di Indonesia Tahun 2010, 2009 dan Tahun 2008. Direktur PPBB.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nene, V., 2007, Genome Sequence of Aedes aegypti, a major arbovirus. Dalam: Science, Vol. 316: 1718-1723.
Nimmannitya, S., 2009. Dengue & Dengue Hemorhagic Fever. In: Cook, G.C.,
Zumila, A.I., ed., 2007. Manson’s Tropical Disease, 22nd ed. USA: Elsevier.
Notoatmodjo, S. 2003 . Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 118-132.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 88-92.
Notoatmodjo, S. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 139-142.
Peters, C.J., 2008. Infections Caused by Arthropod-and-Rodent-Borne Viruses. In:
Fauci, A.S., 2008. Harrison’s Priciples of Internal Medicine, Volume 1. 17th ed. USA: McGraw-Hill: 1226-1239.
Roose, A., 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan KEjadian Demam Dengue Berdarah (DBD) DI Kecamatan Bukit Raya Kota PekanBaru Tahun 2008. USU Repository, Medan.
Supartha, I.W., 2008. Pengendalian terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) & Aedes Albopictus (skuse) (Diptera:Culicidaer). Universitas Udayana, Denpasar.
Timmereck, T.C., 2001. Epidemiologi, Suatu Pengantar. Edisi terjemahan. Republik Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Witayathawornwong, P., 2005. DHF in Infants & Older Children: A Comparative
Study. Dalam: The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine & Public Health. Vol. 36 No. 4.
Wulandari, T. 2001. Vektor Demam Berdarah dan Penanggulangannya. In: Mutiara Medika, Vol. I, Fakultas Kedokteran Universtas Gajah Mada,
Yogyakarta, 27-30.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta: EGC.
WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
WHO. 2008. Dengue/DHF Situation of Dengue Haemorrhagic Fever in the South-East Asia Region Variable andemicty for DF/DHF in countries of SEA Region. Available from:
http://www.searo.who.int/en/Section10/Section332_110.htm. [Accesed
LAMPIRAN
Frequencies
N Valid 2373
Missing 0
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 1190 50.1 50.1 50.1
Perempuan 1183 49.9 49.9 100.0
Total 2373 100.0 100.0
Frequencies Statistics
Bulan
N Valid 2373
Missing 0
Bulan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Januari 306 12.9 12.9 12.9
Februari 287 12.1 12.1 25.0
Maret 217 9.1 9.1 34.1
April 145 6.1 6.1 40.2
Mei 136 5.7 5.7 46.0
Juni 131 5.5 5.5 51.5
Juli 184 7.8 7.8 59.2
Agustus 170 7.2 7.2 66.4
September 129 5.4 5.4 71.8
Oktober 140 5.9 5.9 77.7
November 262 11.0 11.0 88.8
Desember 266 11.2 11.2 100.0
Frequencies
Statistics
Kecamatan
N Valid 2373
Missing 0
Kecamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Medan Tuntungan 120 5.1 5.1 5.1
Medan Selayang 75 3.2 3.2 8.2
Medan Sunggal 156 6.6 6.6 14.8
Medan Helvetia 155 6.5 6.5 21.3
Medan Petisah 73 3.1 3.1 24.4
Medan Barat 124 5.2 5.2 29.6
Medan Timur 102 4.3 4.3 33.9
Medan Perjuangan 82 3.5 3.5 37.4
Medan Tembung 149 6.3 6.3 43.7
Medan Deli 142 6.0 6.0 49.6
Medan Labuhan 74 3.1 3.1 52.8
Medan Johor 134 5.6 5.6 58.4
Medan Marelan 115 4.8 4.8 63.3
Medan Belawan 80 3.4 3.4 66.6
Medan Amplas 150 6.3 6.3 72.9
Medan Denai 228 9.6 9.6 82.6
Medan Area 68 2.9 2.9 85.4
Medan Maimun 61 2.6 2.6 93.7
Medan Polonia 48 2.0 2.0 95.7
Medan Baru 102 4.3 4.3 100.0
Total 2373 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Usia
N Valid 2373
Missing 0
usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <10 802 33.8 33.8 33.8
11-20 674 28.4 28.4 62.2
21-30 389 16.4 16.4 78.6
31-40 221 9.3 9.3 87.9
41-50 152 6.4 6.4 94.3
51-60 79 3.3 3.3 97.6
>60 56 2.4 2.4 100.0
Frequencies
Jenis kelamin
N Valid 2373
Missing 0
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 1190 50.1 50.1 50.1
Perempuan 1183 49.9 49.9 100.0
Total 2373 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Bulan
N Valid 2373
Bulan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Januari 306 12.9 12.9 12.9
Februari 287 12.1 12.1 25.0
Maret 217 9.1 9.1 34.1
April 145 6.1 6.1 40.2
Mei 136 5.7 5.7 46.0
Juni 131 5.5 5.5 51.5
Juli 184 7.8 7.8 59.2
Agustus 170 7.2 7.2 66.4
September 129 5.4 5.4 71.8
Oktober 140 5.9 5.9 77.7
November 262 11.0 11.0 88.8
Desember 266 11.2 11.2 100.0
Total 2373 100.0 100.0
Statistics
Kecamatan
N Valid 2373
Kecamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Medan Tuntungan 120 5.1 5.1 5.1
Medan Selayang 75 3.2 3.2 8.2
Medan Sunggal 156 6.6 6.6 14.8
Medan Helvetia 155 6.5 6.5 21.3
Medan Petisah 73 3.1 3.1 24.4
Medan Barat 124 5.2 5.2 29.6
Medan Timur 102 4.3 4.3 33.9
Medan Perjuangan 82 3.5 3.5 37.4
Medan Tembung 149 6.3 6.3 43.7
Medan Deli 142 6.0 6.0 49.6
Medan Labuhan 74 3.1 3.1 52.8
Medan Johor 134 5.6 5.6 58.4
Medan Marelan 115 4.8 4.8 63.3
Medan Belawan 80 3.4 3.4 66.6
Medan Amplas 150 6.3 6.3 72.9
Medan Denai 228 9.6 9.6 82.6
Medan Area 68 2.9 2.9 85.4
Medan Kota 135 5.7 5.7 91.1
Medan Polonia 48 2.0 2.0 95.7
Medan Baru 102 4.3 4.3 100.0
Total 2373 100.0 100.0
Data Induk
No. Nama Usia Jenis
Kelamin Bulan Kecamatan
1 Feri 23 Laki-laki Januari Medan Deli 2 Agus 77 Laki-laki Januari Medan Barat
3 Sunarto 28 Laki-laki Januari Medan Marelan 4 Sandy 1 Laki-laki Januari Medan Barat