• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2012"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi

Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada

Tahun 2012

Oleh:

Shecia Vinka

100100088

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi

Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada

Tahun 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

SHECIA VINKA

100100088

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

Nama : SHECIA VINKA NIM : 100100088

Pembimbing, Penguji 1,

(dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL) (dr. Romer Danial, Sp.A) NIP: 196510301999032004 NIP: 195101111980031002

Penguji 2,

(dr. Aliandri, Sp. THT-KL)

NIP: 1966030920000121007

Medan, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)

(4)

ABSTRAK

Rinitis alergi merupakan suatu kelainan yang sangat umum dan diderita oleh semua umur dimana puncaknya adalah pada masa remaja. Penyakit ini diderita oleh 10-30% orang dewasa dan 40% anak-anak di dunia. Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, yaitu allergen inhalan, ingestan, kontaktan, dan injektan. Gejala-gejala rinitis alergi memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup penderita. Pada remaja, gejala rinitis alergi mengganggu kegiatan mereka di sekolah dan menyebabkan gangguan keadaan psikologis serta penurunan prestasi di sekolah.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui derajat keparahan gejala, kualitas hidup, dan keadaan responden secara umum. Desain penelitian ini adalah potong lintang, dimana seluruh responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diminta untuk mengisi angket. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai bulan Desember 2013.

Populasi penelitian ini adalah semua pasien rinitis alergi yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 dengan kriteria inklusi pasien dari kota Medan dan dalam kelompok usia remaja (13-20 tahun). 27 orang responden memenuhi syarat dan bersedia menjadi subjek penelitian menjadi sampel pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan gejala responden ringan-sedang. Secara umum, gangguan kualitas hidup responden yang didapatkan adalah sedikit terganggu dan keadaan responden secara umum baik-baik saja.

(5)

ABSTRACT

Allergic rhinitis is a very common disorder that affects people of all ages, peaking in adolescence. This disease affects 10-30% adults and 40% children worldwide. Inhaled, ingested, contacted, and injected allergens are common offenders to cause the symptoms. These symptoms can significantly influence patient’s quality of life. In adolescence, symptoms of allergic rhinitis burden their school activity and not only alter their psychological state but also decreasing their school marks.

The aim of this research is to determine respondents’ symptoms severity, quality of life, and general state. The study is based on cross sectional survey on adolescent with allergic rhinitis. Data were collected by direct interview with respondents using questionnaire. This research was done in August to December 2013.

Population of this research is all allergic rhinitis adolescent patients of RSUP H. Adam Malik Medan in 2012. 27 respondents filled in the questionnaire and were willing to be subjects in this research.

Based on the result, symptoms severity of respondents are mild-moderate. Generally, their quality of life is slightly bothered and their general state is fine.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2012”.

Dalam penulisan karya tulis ilmian ini tentu memliki tujuan yaitu memenuhi tugas dari mata kuliah Metodologi Penelitian dimana mata kuliah tersebut sebagai wahana untuk membimbing para mahasiswa program S1

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara agar memilki kemampuan dalam menyusun karya tulis ilmiah sebagai salah datu tugas akhir mahasiswa.

Seperti kita ketahui karya tulis ilmiah ini merupakan suatu kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatra Utara

2. dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah membimbing

penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Semua staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

4. dr. Edward Suryanta Sembiring, M.Ked (ORL-HNS) atas bimbingan dan bantuan

yang telah diberikan

5. Orang tua penulis, Rovin Donald Samosir, SH dan Yanika Puspita Andriyani

yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama proses penulisan karya tulis

ilmiah ini.

6. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

angkatan 2010, khususnya Gheavita Chandra Dewi, yang selalu memberikan

bantuan, dan para sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga

telah memberi saran, kritik, dan dukungan materi dalam menyelesaikan karya tulis

(7)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dair sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun, demi

perbaikan karya tulis ini, dari berbagai pihak.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Medan, 5 Desember 2013 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Astract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Rinitis Alergi ... 5

2.1.1 Definisi ... 5

2.1.2 Etiologi ... 5

2.1.3 Patofisiologi ... 6

2.1.4 Gejala Klinis ... 8

2.1.5 Klasifikasi ... 8

2.1.6 Diagnosis ... 9

2.1.7 Penatalaksanaan ... 10

2.1.8 Komplikasi ... 13

2.2Kualitas Hidup ... 14

2.2.1 Kualitas Hidup Terkait Kesehatan – Health Related Quality of Life (HRQL) ... 14

2.2.2 HRQL pada Penderita Rinitis Alergi ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

(9)

3.2Definisi Operasional ... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19

4.1Rancangan Penelitian ... 19

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4.4Metode Pengumpulan Data ... 20

4.5Metode Analisis Data ... 20

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1 Hasil ... 21

5.1.1 Lokasi Penelitian ... 21

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 22

5.1.3 Derajat Keparahan Gejala dan Kualitas Hidup Responden ... 23

5.2 Pembahasan ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1 Kesimpulan ... 33

6.2 Saran... 33

Daftar Pustaka ... 34

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

5.6

5.7

5.8

5.9

5.10

5.11

5.12

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

Distribusi Frekuensi Berdasakan Pendidikan

Distribusi Frekuensi Berdasakan Pekerjaan

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Tingkat Keparahan Gejala

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Kegiatan Sehari-hari

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Kegiatan di Luar Rumah

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Kehidupan Sosial

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Tidur

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Tubuh

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Keadaan Psikologis

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Berdasarkan Gangguan Keadaan Umum Responden

22

23

23

23

24

25

26

27

27

28

29

(11)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Gambar 5.4

Gambar 5.5

Gambar 5.6

Gambar 5.7

Fase Awal dan Akhir Patofisiologi Rinitis Alergi

Klasifikasi Rinitis Alergi Berdasarkan ARIA

Derajat Keparahan Gejala Secara Umum

Gangguan Kegiatan Sehari-hari Secara Umum

Gangguan Kegiatan di Luar Rumah Secara Umum

Gangguan Kehidupan Sosial Secara Umum

Gangguan Tidur Secara Umum

Gangguan pada Tubuh

Gangguan Keadaan Psikologis

7

9

24

25

26

27

27

28

(12)

Daftar Singkatan

ARIA

BRFSS

CDC

CSSD

HRQL

IDAI

IgE

IgG

PAF

PKMRS

RSUP

THT

WAO

WHO

Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma

Behavioral Risk Factor Surveillance System

Center for Disease Control and prevention

Central Sterilization Supply Depart

Health Related Quality of Life

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Immunoglobulin E

Immunoglobulin G

Platelet Activating Factor

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Pusat

Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

World Allergic Organization

(13)

Daftar Lampiran

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Daftar Riwayat Hidup

Lembar Penjelasan (informed consent

Lembar Pernyataan Persetujuan (informed consent )

Kuesioner Penelitian

)

Surat Izin Penelitian

Ethical Clearance

Hasil output

(14)

ABSTRAK

Rinitis alergi merupakan suatu kelainan yang sangat umum dan diderita oleh semua umur dimana puncaknya adalah pada masa remaja. Penyakit ini diderita oleh 10-30% orang dewasa dan 40% anak-anak di dunia. Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, yaitu allergen inhalan, ingestan, kontaktan, dan injektan. Gejala-gejala rinitis alergi memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup penderita. Pada remaja, gejala rinitis alergi mengganggu kegiatan mereka di sekolah dan menyebabkan gangguan keadaan psikologis serta penurunan prestasi di sekolah.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui derajat keparahan gejala, kualitas hidup, dan keadaan responden secara umum. Desain penelitian ini adalah potong lintang, dimana seluruh responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diminta untuk mengisi angket. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai bulan Desember 2013.

Populasi penelitian ini adalah semua pasien rinitis alergi yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 dengan kriteria inklusi pasien dari kota Medan dan dalam kelompok usia remaja (13-20 tahun). 27 orang responden memenuhi syarat dan bersedia menjadi subjek penelitian menjadi sampel pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan gejala responden ringan-sedang. Secara umum, gangguan kualitas hidup responden yang didapatkan adalah sedikit terganggu dan keadaan responden secara umum baik-baik saja.

(15)

ABSTRACT

Allergic rhinitis is a very common disorder that affects people of all ages, peaking in adolescence. This disease affects 10-30% adults and 40% children worldwide. Inhaled, ingested, contacted, and injected allergens are common offenders to cause the symptoms. These symptoms can significantly influence patient’s quality of life. In adolescence, symptoms of allergic rhinitis burden their school activity and not only alter their psychological state but also decreasing their school marks.

The aim of this research is to determine respondents’ symptoms severity, quality of life, and general state. The study is based on cross sectional survey on adolescent with allergic rhinitis. Data were collected by direct interview with respondents using questionnaire. This research was done in August to December 2013.

Population of this research is all allergic rhinitis adolescent patients of RSUP H. Adam Malik Medan in 2012. 27 respondents filled in the questionnaire and were willing to be subjects in this research.

Based on the result, symptoms severity of respondents are mild-moderate. Generally, their quality of life is slightly bothered and their general state is fine.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan suatu kelainan yang sangat umum dan

diderita oleh semua umur dimana puncaknya adalah pada masa remaja.

Kelainan ini sering diabaikan, jarang terdiagnosis atau bahkan salah diagnosis,

dan tida mendapat terapi yang adekuat (Greiner, Hellings, Ratiroti, et al.,

2011). Kondisi ini merugikan kesehatan pasien dan menjadi beban bagi

pasien, keluarga, dan masyarakat (WAO, 2011).

Penyakit ini diderita oleh 10-30% orang dewasa dan 40% anak-anak di

dunia. WHO menyatakan bahwa estimasi jumlah penduduk dunia yang

mengalami rinitis alergi berkisar 400 juta orang (WAO, 2011). Pada tahun

2008, Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) menyebutkan bahwa

prevalensi penyakit alergi di Asia meningkat (rinitis alergi mencapai 45%).

Walaupun data regional untuk pasien dewasa sedikit, 10-32% pasien

diestimasi mengalami rinitis alergi (ARIA, 2008).

Berdasarkan penelitian oleh Nurcahyo dan Eko (2009) dalam Fadhlia

(2012), prevalensi rinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan

cenderung mengalami penigkatan setiap tahunnya. Menurut Aziz et al. (2007)

dalam Rahmawati, Punagi, dan Savitri. (2008), sekitar 10-26% pengunjung

poilklinik THT di beberapa rumah sakit besar di Indonesia datang dengan

keluhan rinitis alergi.

Berdasarkan data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan,

pasien rinitis alergi yang tercatat selama tahun 2012 sebanyak 184 pasien

perempuan dan 125 pasien laki-laki. Dari seluruh pasien yang tercatat, 195

pasien berasal dari kota Medan dengan usia rata-rata 34.7 tahun.

Rinitis alergi menjadi masalah yang signifikan karena gejala yang

tidak terkontrol pada kegiatan sehari-hari (da Silva, da Silva, Morates, et al.,

2009). Tanda dan gejala dari rinitis alergi antara lain rhinorrhea, bersin,

(17)

2011). Gejala-gejala rinitis alergi memiliki dampak yang signifikan pada

kualitas hidup penderita. Kay (2000) dalam Blaiss (2003) menyatakan bahwa

rinitis alergi dapat menimbulkan efek utama pada fungsi otak seperti fungsi

psikomotor, perubahan fungsi kognitif, dan perasaan.

Akhir-akhir ini, kualitas hidup menjadi penting dalam perawatan klinis

dan riset. WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai “persepsi individu pada

posisi mereka dalam kehidupan dengan konteks kebudayaan dan sistem nilai

dimana mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standard,

dan kepentingan mereka”. Sementara itu, istilah Health-Related Quality of

Life (HRQL) menurut WHO adalah suatu konsep yang luas mengenai cara

yang kompleks dalam kesehatan fisik, keadaan psikologis, kepercayaan

personal, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan (da Silva, da

Silva, Morates, et al., 2009). Selain itu, CDC menyatakan bahwa HRQL

adalah persepsi kesehatan fisik, mental, dan korelasi antara keduanya

termasuk risiko dan kondisi kesehatan, status fungsional, dukungan sosial, dan

status sosioekonomi seseorang.

Pada investigasi HRQL, parameternya antara lain subjektivitas, kondisi

fisik, psikologis, dan sosial, juga bipolaritas (autonomi dan ketergantungan)

(da Silva, da Silva, Morates, et al., 2009). Menurut CDC, HRQL dapat diukur

dengan angket yang sudah mendapat standardisasi oleh Behavioral Risk

Factor Surveillance System (BRFSS) pada tahun 1993 yang terus diperbarui

setiap tahun.

Berdasarkan data penelitian mengenai HRQL penderita rinitis alergi

kelompok usia remaja di berbagai negara oleh para ahli, rinitis alergi

mempengaruhi kinerja anak-anak dan remaja di sekolah dan memiliki korelasi

dengan gangguan ansietas dan depresi (Sansone dan Sansone, 2011).

Menurut Bousqet (2001) dalam Mullol (2009), ARIA menyatakan

bahwa rinitis alergi diklasifikasikan sebagai intermiten atau persisten

berdasarkan frekuensi dan durasi rinitis alergi, dan ringan atau sedang-berat

berdasarkan gejala dan dampak pada HRQL. Tingkat keparahan rinitis alergi

(18)

dengan aspek aspek kualitas hidup yang terganggu (Lu et al., 2010). Karena

hanya 12,4% penderita rinitis alergi kelompok usia remaja yang berkonsultasi

dengan dokter, banyak penderita yang kurang mengerti mengenai rinitis alergi

dan risiko yang berhubungan dengan komplikasi pernapasan, berkurangnya

produktivitas, dan HRQL (Schoenwetter, Dupclay, Appajoysula, et al., 2004).

1.2Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dikaji dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah gambaran kualitas hidup pada penderita rinitis alergi kelompok

usia remaja di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kualitas hidup pada penderita rinitis alergi

kelompok usia remaja di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui derajat keparahan gejala pada penderita rinitis alergi

kelompok usia remaja di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012

2. Mengetahui kemampuan aktivitas hidup sehari-hari pada penderita

rinitis alergi kelompok usia remaja di RSUP H. Adam Malik Medan

tahun 2012

3. Mengetahui keadaan responden secara umum pada penderita rinitis

alergi kelompok usia remaja di RSUP H. Adam Malik Medan tahun

2012

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat:

1. Bagi tenaga kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

berguna sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita

(19)

2. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan mengenai kualitas hidup

penderita rinitis alergi kelompok usia remaja dan menyediakan data bagi

penelitian lanjutan mengenai kualitas hidup penderita rinitis alergi

kelompok usia remaja.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan mengenai

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Rinitis Alergi

2.1.1 Definisi

Rinitis alergi merupakan penyakit alergi tipe 1 pada mukosa

hidung, yang ditandai dengan bersin berulang, rhinorrhea, dan hidung

tersumbat (Okubo et al.,2011). Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh

berbagai faktor, diantaranya adalah udara dingin debu, uap, bau cat, polusi

udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk detergen, serta bau minuman

beralkohol. Selain itu, predisposisi genetik juga memegang peranan

penting. Probabilitas seorang anak mengalami alergi adalah 20% atau 47%

bila salah satu atau kedua orang tua mereka mengalami alergi (Dhingra

dan Dhingra, 2010).

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1Alergen inhalan

2.1.2.1.1 Polusi Udara

Selama bertahun-tahun, polusi udara di perkotaan menjadi bahan

penelitian sebagai etiologi ekstrinsik yang penting dari penyakit alergi.

Perhatian dikonsentrasikan pada zat yang berbentuk gas seperti ozon dan

nitrogen dioksida. Studi epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat

antara polusi udara dengan penyakit alergi. Telah dibuktikan bahwa polusi

udara dapat memperkuat reaksi alergi dengan modifikasi epitel,

mempengaruhi imunitas, dan meningkatan sensitivitas terhadap alergen.

2.1.2.1.2 Airborne allergen

Alergen ini memicu rinitis tipe perennial (bulu binatang) dan tipe

seasonal (serbuk sari). Pengembangan hipersensitivitas diasosiasikan

dengan keberadaan sekresi dari tungau debu rumah.

Bulu, kulit, liur, dan urin binatang peliharaan (khususnya kucing

(21)

ternak seperti kuda dan sapi dapat menjadi alergen yang berperan dalam

alergi yang terkait dengan perkerjaan.

Eksaserbasi gejala alergi selama musim tertentu berhubungan

dengan serbuk sari dari tanaman tertentu yang berbunga pada musim

tersebut. Penyerbukan tanaman yang dibantu oleh serangga memproduksi

serbuk sari dengan jumlah relatif sedikit dan hanya dapat memicu gejala

dengan kontak dekat (Jenerowicz et al., 2012).

2.1.2.2Alergen Ingestan

Berdasarkan data WHO, alergi makanan diderita oleh 4-10% anak

dan 2-4% dewasa (Jerenowicz et al., 2012). Munasir dan Rakun dalam

IDAI (2010) menyebutkan bahwa alergen ingestan lebih berperan pada

masa bayi dan anak.

2.1.2.3Alergen Kontaktan

Pada rinitis alergi, alergen kontaktan tidak memiliki peran yang

signifikan karena alergen ini lebih berdampak pada dermatitis kontak/iritan

(Jenerowicz et al., 2012).

2.1.2.4Alergen Injektan

Alergen injektan dapat berupa obat-obatan yang diinjeksikan

ataupun venom dari gigitan serangga. Alergen ini tidak berperan secara

signifikan namun dapat memicu eksaserbasi pada rinitis alergi (Jenerowicz

et al., 2012).

2.1.3 Patofisiologi

Diatesis mengenai produksi antibodi IgG adalah yang paling

penting. Sebagai respon terhadap masuknya antigen ke membran mukosa,

antibodi IgE diproduksi di mukosa hidung dan jaringan limfatik regional.

Antigen yang menjadi penyebab tersering adalah antigen inhalan, yaitu

Dermatophagoides dan serbuk sari.

Pada individu yang telah tersensitisasi, alergen yang dihirup

mukosa hidung masuk melalui sel epitel dan berikatan dengan antibodi

(22)

kimia seperti histamin dan leukotrien dilepaskan dari sel mast sebagai

reaksi ikatan antigen-antibodi. Hal tersebut mengiritasi ujung saraf

sensorik dan pembuluh darah mukosa hidung sehingga menyebabkan

bersin, watery rhinorrhea, dan pembengkakan mukosa hidung (hidung

tersumbat). Proses ini merupakan fase awal.

Berbagai sel inflamasi, seperti eosinofil yang teraktivasi,

menginfiltrasi mukosa hidung yang terpapar antigen sebagai respon

terhadap sitokin, mediator kimia, dan kemokin. Leukotrien, yang

diproduksi oleh sel-sel inflamasi ini menyebabkan pembengkakan mukosa

hidung. Fase ini merupakan fase akhir yang terjadi setelah 6-10 jam

setelah paparan dengan antigen (Okubo et al., 2011).

Gambar 2.1 Fase awal dan akhir patofisiologi rinitis alergi (Okubo et al.,

(23)

2.1.4 Gejala Klinis

2.1.4.1Bersin

Bersin disebabkan oleh iritasi histamin pada saraf sensorik

(trigeminus) di mukosa hidung yang ditransmisikan ke pusat bersin di

medulla oblongata. Efek iritan dari histamin pada saraf sensorik

dibangkitkan oleh alergi dan menyebabkan bersin.

2.1.4.2Watery Rhinorrhea

Iritasi saraf sensorik pada mukosa hidung menyebabkan eksitasi

saraf parasimpatis, dan menyebabkan refleks bersin. Hal ini memicu

pelepasan asetilkolin oleh saraf parasimpatis. Histamin bertindak langsung

pada pembuluh darah mukosa hidung dan menyebabkan kebocoran

plasma.

2.1.4.3Pembengkakan Mukosa Hidung

Pembengkakan mukosa hidung disebabkan oleh edema pada

mukosa hidung akibat kebocoran plasma dan kongesti pembuluh darah

mukosa. Aksi langsung oleh mediator inflamasi seperti histamin, PAF,

prostaglandin D2, kinin, dan secara spesifik, eosinofil, memegang peranan

penting pada pembengkakan mukosa hidung yang diobservasi pada fase

akhir. Fase awal rinitis alergi disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi tipe

1 IgE. Lalu, sel inflamasi yang menginfiltrasi menyebabkan fase akhir.

Iritasi antigen yang berlangsung terus menerus menyebabkan lesi kronik

(Okubo et al., 2011).

2.1.5 Klasifikasi

2.1.5.1Berdasarkan Waktu

Berdasarkan waktu munculnya gejala, rinitis alergi dibagi menjadi

dua, yaitu perennial dan seasonal (Okubo et al., 2011). Tipe seasonal

muncul selama musim tertentu ketika serbuk sari pada tanaman tertentu

menyebar di udara. Sementara itu, tipe perennial muncul sepanjang tahun

(24)

2.1.5.2Berdasarkan Gejala

Rinitis alergi dapat dibagi berdasarkan gejala dominan yang timbul

yaitu bersin dan rhinorrhea, hidung tersumbat, dan kombinasi keduanya.

2.1.5.3Berdasarkan Tingkat Keparahan

Klasifikasi ini ditentukan oleh tingkat keparahan gejala, hasil tes,

dan inspeksi pada mukosa hidung. Secara umum, tingkat keparahan gejala

ditentukan berdasarkan gejala yang dominan (Okubo et al., 2011).

Greiner, Hellings, Ratiroti, et al. (2011) menyebutkan bahwa

klasifikasi rinitis alergi berdasarkan ARIA (2001) ditentukan berdasarkan

frekuensi terjadinya gejala dan HRQL pasien (Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan ARIA (2001) (Greiner,

Hellings, Ratiroti, et al., 2011)

2.1.6 Diagnosis

2.1.6.1Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Riwayat lengkap dan hasil pemeriksaan fisik pasien sangat berguna

dalam memberi petunjuk pada kemungkinan alergen yang menyebabkan

rinitis alergi (Dhingra dan Dhingra, 2010). Riwayat atopi dalam keluarga

(25)

terdapat tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic

crease, Dennie’s line, dan allergic face.

Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan

rinoskopi, sekaligus juga menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip

hidung, atau tumor.

2.1.6.2Pemeriksaan Penunjang

a. Pada hitung darah lengkap, eosinofilia perifer bisa ditemukan tetapi

temuan ini tidak konsisten.

b. Nasal smear menunjukkan jumlah eosinofil yang tinggi pada rinitis

alergi. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan saat rinitis alergi aktif

secara klinis atau setelah uji provokasi hidung.

c. Uji alergi pada kulit membantu identifikasi alergen spesifik (Okubo et

al., 2011).

d. Radioallergosorbent test (RAST) merupakan suatu uji in vitro dan

mengukur konsentrasi antibodi IgE spesifik pada serum pasien.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan tetapi hasilnya kurang spesifik bila

dibandingkan dengan uji alergi pada kulit (Munasir dan Rakun dalam

IDAI, 2010).

e. Uji provokasi hidung merupakan metode untuk merangsang mukosa

hidung dengan cara meletakkan sedikit alergen pada ujung tusuk gigi

dan meminta pasien untuk menghirup. Hal ini juga digunakan untuk

mengobservasi apakah gejala alergi muncul. (Dhingra dan Dhingra,

2010).

2.1.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan rinitis alergi adalah mengurangi

gejala dan memperbaiki HRQL. Pemilihan terapi dilakukan berdasarkan

keparahan gejala, tipe penyakit, dan gaya hidup (Okubo et al., 2011).

2.1.7.1Terapi Nonfarmakologi

(26)

Pasien harus diberi pengetahuan tentang rinitis alergi, perjalanan

penyakit, dan tujuan penatalaksanaan. Penatalaksanaan medis

bertujuan untuk mengurangi gejala atau mengganggu kerja sistem

imun untuk mengurangi hipersensitivitas, atau keduanya. Selain

itu, pasien juga harus diberikan informasi mengenai keuntungan

dan efek samping yang mungkin terjadi untuk mencegah

ekspektasi yang salah dan meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap obat yag diresepkan (Greiner, Hellings, Ratiroti, et al.,

2011).

b. Menghindari alergen secara komplit

Menurut studi placebo-controlled oleh O’Meara (2005) dalam

Greiner, Hellings, Ratiroti, et al.(2011), penggunaan nasal filter,

yang dapat mencegah akses serbuk sari ke dalam hidung,

mengurangi gejala rinitis pada subjek yang alergi terhadap serbuk

sari.

2.1.7.2Terapi Farmakologi

a. Topikal

i. Kortikosteroid

Semprot atau tetes: fluticasone, mometasone, ciclesonide,

triamcinolone, flunisolide, beclametason, dan betamethasone

Keuntungan: terapi antiinflamasi paling poten, sangat

mengurangi gejala pada hidung, memiliki efek pada gejala

konjunktiva, memperbaiki HRQL, bioavailibilitas rendah.

Kerugian: membutuhkan beberapa hari untuk mengurangi

gejala dan memiliki efek samping epistaxis

ii. Antihistamin

Azelastine, Olopatadine

Keuntungan: efektif dan aman untuk mengatasi gatal pada

hidung, bersin, dan rhinorrhea, onset cepat (15 menit)

Kerugian: pengabaian terhadap gejala sistemik lain

(27)

Sodium cromoglicate, nedocromil sodium

Keuntungan: aman untuk gejala rinitis alergi

Kerugian: penggunaan beberapa kali sehari, efek pada gejala

lemah

iv. Antikolonergik

Ipratropium bromide

Keuntungan: efek baik hanya pada gejala rhinorrhea

Kerugian: penggunaan 3 kali sehari

Efek samping: hidung kering, epistaxis, retensi urin, dan

glaukoma

v. Dekongestan

Ephedrine, pseudoephedrine, xylometazoline

Keuntungan: agen vasokonstriktif yang poten hanya pada

hidung tersumbat, onset cepat (10 menit)

Kerugian: sering digunakan pasien secara berlebihan, efek

samping iritasi hidung dan gejala rhinorrhea memburuk

(rebound phenomenon)

b. Sistemik

i. Antihistamin

Generasi pertama – tidak dianjurkan karena efek samping

sedasi dan retardasi psikomotor

Generasi kedua: levocetirizine dan cetirizine, desloratadine dan

loratadine, fexofenadine, acrivastine, rupatadine, carebastine

dan ebastine

Keuntungan: efektif mengurangi gejala seperti hidung gatal,

bersin, dan rhionrrhea, mengurangi gejala konjunktiva, onset

cepat (1 jam), dan interaksi obat sedikit

Kerugian: efek pada hidung tersumbat kurang baik

ii. Kortikosteroid

(28)

Keuntungan: terapi antiinflamasi sistemik, mengurangi seluruh

gejala

Kerugian: hanya boleh digunakan jangka pendek

iii. Antileukotrien

Antagonis respetor leukotrien: montelukast dan zafirlukast

Inhibitor sintesis leukotrien: zileuton

Hanya montelukast yang boleh digunakan sebagai terapi rinitis

alergi

Keuntungan: efektif untuk hidung tersumbat, rhinorrhea, dan

gejala konjunktiva, efektif untuk gejala bronkial pada beberapa

pasien, umumnya ditoleransi dengan baik

Efek samping: sakit kepala, gejala pada sistem pencernaan,

ruam, dan sindrom Churg-Strauss

iv. Dekongestan

Pseudoephedrine

Keuntungan: mengurangi gejala hidung tersumbat

Efek samping: hipertensi, insomnia, agitasi, dan takikardi

(Greiner, Hellings, Ratiroti, et al., 2011)

2.1.8 Komplikasi

2.1.8.1Sinusitis berulang

Gajala klinis saat rinitis alergi mengalami eksaserbasi dapat

menyebabkan obstruksi pada sinus paranasal dan menyebabkan sinusitis

berulang.

2.1.8.2Polip hidung

Iritasi yang terjadi pada mukosa hidung secara berulang pada rinitis

alergi dapat memicu pertumbuhan polip pada hidung.

2.1.8.3Otitis media serosa akut

Kondisi ini dapat terjadi karena adanya penyumbatan berulang

pada tuba Eustachius.

(29)

Gejala hidung tersumbat pada rinitis alergi meyebabkan pasien

bernapas melalui mulut. Kondisi ini, terutama pada anak-anak dapat

menyebabkan masalah orthodontic.

2.1.8.5Asma bronkial

Pasien dengan rinitis alergi menunjukkan kelainan pada saluran

napas bagian bawah termasuk perubahan secara fisiologi, histologi, dan

biokimia. Survei epidemiologi menunjukkan bahwa rinitis alergi

merupakan faktor independen untuk terjadinya asma bronkial (Dhingra

dan Dhingra, 2010).

2.2Kualitas Hidup

Kualitas hidup merujuk pada evaluasi yang dapat dilakukan terhadap

kesejahteraan seseorang. Hal ini diasumsikan sebagai kepuasan subjektif

seseorang terhadap sebaik apa seseorang dalam menjalani hidupnya.

Pernyataan baik atau tidaknya kehidupan seseorang tidak dinilai dari apakah

dia berguna bagi orang lain, tetapi dinilai dari sebaik apa seseorang menjalani

kehidupannya sendiri.

Sejak awal abad ini, beberapa organisasi mempublikasi

laporan-laporan sosial. Laporan-laporan-laporan ini berisi data statistik tentang perubahan

sosial dan tren sosial yang menunjukkan data konsumsi, masukan, edukasi,

perumahan, dan perawatan medis (Bognar, 2005).

Menurut CDC, kualitas hidup adalah sebuah konsep multidimensi

yang luas yang mencakup evaluasi subjektif dari aspek positif dan negatif dari

kehidupan. Meskipun kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam

kualitas hidup, terdapat juga beberapa aspek lain yang mempengaruhi kualitas

hidup seperti aspek budaya, sistem nilai, dan spiritualitas.

2.2.1 Kualitas Hidup terkait Kesehatan - Health-Related Quality of Life (HRQL)

Menurut WHO (1997) dalam da Silva, da Silva, Morates, et al.

(2009), sehat adalah keadaan fisik, mental yang lengkap, dan bukan hanya

(30)

individual terhadap posisi seseorang di kehidupannya dalam konteks

kebudayaan dan sistem nilai yang berlaku pada kehidupannya dan

hubungannya dengan tujuan, harapan, standard, dan perhatian seseorang.

HRQL merupakan suatu konsep yang luas mengenai cara yang kompleks

dalam kesehatan fisik, keadaan psikologis, kepercayaan personal,

hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan.

Pada investigasi HRQL, parameternya antara lain subjektivitas,

kondisi fisik, psikologis, dan sosial, juga bipolaritas (autonomi dan

ketergantungan). Hal ini diikuti dengan pengukuran kesehatan dan efek

dari perawatan klinis yang mengikutsertakan tidak hanya perubahan pada

frekuensi dan keparahan penyakit tetapi juga pengukuran pada perbaikan

kesejahteraan dan kualitas hidup.

2.2.2 HRQL pada Penderita rinitis alergi kelompok usia remaja

Pada anak-anak, gejala pada hidung mengganggu kegiatan mereka

di sekolah dan menyebabkan mereka malu karena diejek teman-teman

sekolahnya. Prestasi di sekolah dapat menurun karena berkurangnya

perhatian saat jam pelajaran, kelelahan, efek samping pengobatan, dan

sering tidak masuk sekolah.

Penelitian pada remaja yang dilakukan di Brazil menunjukkan

bahwa gejala fisik (paling sering pada hidung) lebih sering dikeluhkan

daripada gejala emosional. Faktor-faktor ketidaknyamanan lain yang juga

sering disebutkan antara lain kelelahan, haus, rasa cemas, penggunaan

obat, dan perasaan malu saat gejala muncul (da Silva, da Silva, Morates, et

al., 2009).

Pada 9 dari 11 penelitian yang dilakukan oleh para ahli pada tahun

1991-2009, didapatkan data bahwa rinitis alergi berkolerasi dengan

gangguan ansietas. Berdasarakan data pada 10 dari 12 penelitian yang

dilakukan para ahli pada tahun 1993-2008, penderita rinitis alergi

kelompok usia remaja memiliki kecenderungan lebih besar untuk

(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep mengenai

gambaran kualitas hidup penderita rinitis alergi kelompok usia remaja adalah:

1. Derajat keparahan gejala a. Rhinorrhea

b. Bersin

c. Hidung tersumbat d. Hidung gatal e. Mata gatal f. Mata berair

2. Kemampuan aktivitas hidup sehari-hari a. Produktivitas di tempat kerja/rumah b. Kemampuan konsentrasi

c. Kemampuan berpikir

d. Kemampuan membaca buku/koran e. Daya ingat

f. Keterbatasan bekerja di luar rumah g. Keterbatasan pergi ke luar rumah h. Keraguan mengunjugi teman atau

saudara

i. Kontak dengan teman atau lainnya melalui telepon

j. Gangguan tidur k. Kelelahan l. Keletihan m. Frustrasi n. Cepat marah o. Depresi

p. Ketidaksenangan

3. Keadaan pasien secara umum Remaja penderita

(32)

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Remaja adalah pemuda dalam rentang usia 13-20 tahun

3.2.2 Kualitas hidup terkait kesehatan adalah adalah suatu konsep yang luas

mengenai cara yang kompleks dalam kesehatan fisik, keadaan psikologis,

kepercayaan personal, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan

3.2.3 Pasien rinitis alergi adalah pasien yang dinyatakan menderita rinitis alergi

berdasarkan hasil diagnosis dokter dan tercatat dalam rekam medis

3.2.4 Derajat keparahan gejala adalah tingkatan beratnya gejala klinis yang

dialami pasien selama satu hingga dua minggu terakhir yang terdiri atas:

1. Rhinorrhea

2. Bersin

3. Hidung tersumbat

4. Hidung gatal

5. Mata gatal

6. Mata berair

Pada kuesioner, responden akan diminta untuk memberi nilai 0-4 pada

masing masing gejala dimana 0 adalah tidak mengalami gejala dan 4

adalah mengalami gejala sangat berat. Nilai-nilai ini kemudian

dikalkulasikan dan dikategorikan sebagai berikut:

1. 0-6 : ringan

2. 7-12 : sedang

3. 13-18 : berat

4. 19-24 : sangat berat

3.2.5 Kemampuan aktivitas hidup sehari-hari adalah kesanggupan seseorang

melakukan kegiatan sehari-hari yang terdiri atas:

1. Produktivitas di tempat kerja atau di rumah

2. Kemampuan konsentrasi

3. Kemampuan berpikir

4. Kemampuan membaca buku atau koran

5. Daya ingat

(33)

7. Keterbatasan pergi ke luar rumah

8. Keraguan mengunjungi teman atau saudara

9. Kontak dengan teman atau lainnya melalui telepon

10.Gangguan tidur

11.Kelelahan

12.Keletihan

13.Frustrasi

14.Cepat marah

15.Depresi

16.Ketidaksenangan

Pada kuesioner, responden akan diminta untuk memberi nilai 0-4 pada

masing masing gejala dimana 0 adalah tidak terganggu sama sekali dan 4

adalah amat sangat terganggu. Nilai-nilai ini kemudian dikalkulasikan

dan dikategorikan sebagai berikut:

1. 0-16 : sedikit terganggu

2. 17-32 : cukup terganggu

3. 33-48 : sangat terganggu

4. 49-64 : amat sangat terganggu

3.2.6 Keadaan pasien secara umum adalah kondisi kesehatan pasien secara

keseluruhan selama satu hingga dua minggu terakhir. Pada kuesioner,

responden akan diminta untuk memberi nilai 0-4 pada masing masing

gejala dimana 0 adalah baik-baik saja dan 4 adalah buruk. Nilai-nilai ini

kemudian dikalkulasikan dan dikategorikan sebagai berikut:

1. 0-1 : baik-baik saja

2. 2 : sedikit terganggu

3. 3 : membuat gelisah

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan kualitas

hidup penderita rinitis alergi kelompok usia remaja. Pendekatan yang

digunakan pada desain penelitian ini adalah studi observasi dengan jenis

cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan dengan cara

membagikan angket pada sampel penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan karena

tersedianya jumlah sampel yang dibutuhkan

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari pengumpulan data sampai pelaporan hasil

penelitian adalah dari bulan Agustus 2013 sampai bulan Desember 2013.

4.3 Populasi dan Sampel penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien rinitis alergi yang dirawat

jalan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012 dengan kriteria

inklusi pasien dari kota Medan dan dalam kelompok usia remaja (13-20

tahun). Pasien yang menyatakan tidak bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini dieksklusikan dari subjek penelitian.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien rinitis alergi yang memenuhi

(35)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan data sekunder berupa rekam medis untuk

mengambil data identitas pasien yang sudah terdiagnosis rinitis alergi.

Kemudian menggunakan data primer yaitu angket dimana hal yang

diperlukan dalam menggambarkan kualitas hidup penderita dicatat dan

diuraikan dalam angket berdasarkan kebutuhan peneliti.

4.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut

benar-benar mengukur apa yang diukur, sedangkan reliabilitas merupakan

indeks yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau diandalkan.

Uji validitas dilakukan dengan kolerasi pearson, skor yang didapat

dari setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk tiap variabel.

Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor

total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan r tabel. Jika nilai

koefisien kolerasi pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada pada r

tabel, maka pertanyaan tersebut valid.

Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid

dengan koefisien yang Reabilitas Alpha pada aplikasi SPSS. Jika nilai

alpha lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel.

Dalam penelitian ini digunakan alat ukur dengan kuesioner yang

dibuat sendiri oleh peneliti, sehingga peneliti harus melakukan uji validitas

dan uji reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas akan dilaksanakan

setelah ujian proposal dan setelah proposal penelitian ini diterima.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam komputer kemudian

dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program statistika

(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian tentang kualitas hidup pasien rinitis alergi usia remaja

dilakukan di RSUP H. Adam Malik yang terletak di Jalan Bunga Lau,

Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Kecamatan

Medan Tuntungan meliputi sembilan kelurahan yaitu Baru Ladang Bambu,

Sidomulyo, Lau Cih, Namu Gajah, Kemenangan Tani, Simalingkar B,

Simpang Selayang, Tanjung Selamat, dan Mangga. Luas wilayah lebih

kurang 21,58km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan

Kecamatan Johor

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang • Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang • Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A

dengan SK Menkes No. 2233/Menkes/SK/XI/2011 dan juga sebagai

Rumah Sakit Pendidikan yang memiliki visisebagai pusat unggulan

pelayanan kesehatan dan pendidikan, juga merupakan pusat rujukan

kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera

Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah

seluas kurang lebih 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12

Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera

Utara.

Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat umum, RSUP H.

Adam Malik Medan didukung oleh 1.995 orang tenaga yang terdiri dari

790 orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan sub spesialisasi, 604

(37)

orang tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade Siaga

Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.

RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang

terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan

intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang

medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi,

radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan

penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply

Depart (CSSD), bioelektrik medic, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Rumah Sakit (PKMRS) ), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha

pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah).

Bagian Rekam Medis terletak di lantai dasar tepat di belakang

Poliklinik Obstetrik dan Ginekologik RSUP H. Adam Malik Medan.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

penderita rinitis alergi usia remaja di RSUP H. Adam Malik pada tahun

2012 sebanyak 31 orang. Dari keseluruhan responden yang ada, 1 orang

berada di luar kota, 1 orang tidak ada dan 2 orang menolak sehingga

jumlah responden 27 orang. Berdasarkan data responden, diperoleh an

mengenai karakteristiknya meliputi jenis kelamin, pendidikan, dan

pekerjaan. Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Rentang Usia F (frekuensi) % (persentase)

13-15 tahun 16-18 tahun 19-20 tahun

5 10 12

18,5 37 44,5

(38)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin F (frekuensi) % (persentase)

Laki-laki Perempuan

10 17

37 63

Total 27 100

Pada tabel 5.2 di atas, didapati bahwa lebih banyak pasien dengan

jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 17 orang (63%)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan F (frekuensi) % (persentase)

SD SMP SMA

3 9 15

11,1 33,3 55,6

Total 27 100

Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa pendidikan SMA

memberikan persentase terbesar 55,6% yaitu sebanyak 15 orang.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan F (frekuensi) % (persentase)

Pelajar Mahasiswa Pegawai Swasta

12 10 5

44,4 37 18,5

Total 27 100

Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui bahwa pekerjaan terbanyak

dari responden adalah pelajar sebanyak 44,4% yaitu 12 orang.

5.1.3 Derajat Keparahan Gejala dan Kemampuan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Responden

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner penelitian terdapat 3

(39)

kualitas hidup responden. Pernyataan-pernyataan yang ada di dalam

kuesioner tersebut telah lulus uji validitas.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan Gejala

No. Pernyataan Tidak ada Ringan Sedang Berat Sanga Bersin

Hidung tersumbat Hidung gatal Mata gatal Mata berair

4

Gambar 5.1 Derajat Keparahan Gejala Secara Umum

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa gejala yang paling jarang

dialami adalah mata berair yaitu sebanyak 12 responden (44,4%) tidak

mengalami gejala, diikuti mata gatal yang tidak dialami oleh 10 orang

responden (37%), kemudian hidung gatal yang tidak dialami oleh 5 orang

(18,5%), pilek dan hidung tersumbat tidak dialami oleh 4 orang (14,8%),

dan yang paling banyak dialami adalah bersin yaitu 26 responden (96,3%)

mengalami gejala.

Secara umum, derajat keparahan gejala yang dialami responden

adalah 26% responden mengalami gejala ringan, 52% sedang, 18% berat

dan 4% sangat berat (Gambar 5.1).

26%

52% 18%

4%

Derajat Keparahan Gejala

Ringan

Sedang

Berat

(40)

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan Kegiatan sehari-hari

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

Produktivitas di sekolah/rumah Konsentrasi Kemampuan berpikir Kemampuan membaca buku/koran Daya ingat

5

Gambar 5.2 Gangguan Kegiatan Sehari-hari Secara Umum

Pada tabel 5.6, diperlihatkan bahwa produktivitas responden di

sekolah/di rumah merupakan yang paling banyak terganggu Persentase

yang tidak mengalami gangguan produktivitas sebesar 18,5% atau

sebanyak 5 orang, diikuti gangguan konsentrasi yang tidak dialami oleh 6

orang (22,2%), kemudian kemampuan berpikir, dimana 10 orang (18,5%)

tidak merasakan adanya gangguan, lalu kemampuan membaca buku/koran

yang tidak dialami oleh 10 orang (37%). Kegiatan sehari-hari yang paling

sedikit mendapat gangguan adalah daya ingat. Sebanyak 21 orang

responden (77,8%) tidak mengalami gangguan daya ingat.

67% 15%

15%

3%

Gangguan Kegiatan Sehari-hari

sedikit terganggu

cukup terganggu

sangat terganggu

(41)

Berdasarkan gambar 5.2, 67% responden merasa kegiatan

sehari-harinya sedikit terganggu, 15% cukup terganggu, 15% cukup terganggu,

dan 3% amat sangat terganggu.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan Kegiatan di Luar Rumah

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

6.

7.

Keterbatasan bekerja di luar rumah

Keraguan mengunjungi teman/saudara

11

14

40,7

51,9 9

8

33,3

29,6 5

4

18,5

14,8 2

1 7,4

3,7 0

0 0

0

Gambar 5.3 Gangguan Kegiatan di Luar Rumah Secara Umum

Tabel 5.7 menampilkan 51,9% atau 14 orang responden tidak

merasakan ada keraguan mengunjugi teman/saudara. Pada gangguan

kegiatan di luar rumah, tidak ada responden yang merasa amat sangat

terganggu untuk bekerja di luar rumah dan mengujungi teman/saudara.

Pada gambar 5.3, gangguan kegiatan di luar rumah yang dialami

oleh responden 74% sedikit terganggu, 22% cukup terganggu, dan 4%

sangat terganggu.

74% 22%

4%

Gangguan Kegiatan di Luar Rumah

sedikit terganggu

cukup terganggu

(42)

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan Kehidupan Sosial

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

8.

9.

Keraguan mengunjungi teman/saudara Kontak melalui telepon

18

Gambar 5.4 Gangguan Kehidupan Sosial Secara Umum

Pada tabel 5.8 ditunjukkan bahwa 18 orang responden (66,7 %) tidak

mengalami gangguan untuk mengunjungi teman/saudara. Tidak ada responden

yang merasa amat sangat terganggu untuk mengunjungi teman/saudara dan

melakukan kontak melalui telepon.

Berdasarkan gambar 5.4, kehidupan sosial pada 82% responden sedikit

terganggu, 11% cukup terganggu dan 7% sangat terganggu

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan Tidur

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

10. Gangguan tidur 5 18.5 9 33.3 8 29.6 5 18.5 0 0

82% 11% 7%

Gangguan Kehidupan Sosial

Sedikit terganggu

Cukup terganggu

(43)

Gambar 5.6 Gangguan Tidur Secara Umum

Gangguan tidur yang dialami oleh responden, seperti ditunjukkan

pada tabel 5.9 di atas, dialami oleh sebagian besar responden. 18,5%

responden atau sebanyak 5 orang tidak merasa ada gangguan. 9 orang

responden (33,3%) merasa sedikit terganggu, 8 responden (29,6%) sangat

terganggu dan 5 orang responden (18,5%) merasa amat sangat terganggu

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan pada Tubuh

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

11. 12.

Kelelahan Keletihan

8 7

29,6 25,9

9 9

33,3 33,3

7 7

25,9 25,9

2 4

7,4 14,8

1 0

3,7 0

Gambar 5.6 Gangguan pada Tubuh Secara Umum 18%

33% 30%

19%

Gangguan Tidur

tidak terganggu

sedikit terganggu

cukup terganggu

sangat terganggu

59% 26%

11% 4%

Gangguan pada Tubuh

sedikit terganggu

cukup terganggu

sangat terganggu

(44)

Berdasarkan tabel 5.10, kelelahan akibat rinitis alergi tidak dialami

oleh 8 orang responden atau sebanyak 29,6%. Persentase ini tidak berbeda

jauh dengan keletihan yang tidak dialami oleh 7 orang responden (25,9%).

Sementara itu, tidak ada responden yang merasa amat sangat terganggu

dengan keletihan yang dialami.

Secara umum, gangguan tubuh yang dialami oleh 59% responden

sedikit terganggu, 26% cukup terganggu, 11% sangat terganggu, dan 4%

amat sangat terganggu (gambar 5.6)

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Gangguan Keadaan Psikologis

No Pernyataan Tidak ada Sedikit terganggu

Cukup tergang-gu

Sangat tergang-gu

Amat sangat terganggu

F % F % F % F % F %

13. 14. 15. 16.

Frustrasi Cepat marah Depresi Ketidak-senangan

17

Gambar 5.7 Gangguan Keadaan Psikologis Secara Umum 67%

22%

11%

Gangguan Keadaan Psikologis

Sedikit terganggu

cukup terganggu

(45)

17 orang responden (63%) tidak mengalami frustrasi dan depresi akibat

rinitis alergi. 13 orang (48,1%) tidak cepat marah, dan 9 orang tidak merasakan

ketidaksenangan akibat rhinitis alergi (tabel 5.11).

Gambar 5.7 menunjukkan keadaan psikologis responden sebanyak 67%

sedikit terganggu, 22% cukup terganggu, dan 11% sangat terganggu.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Keadaan Umum Responden

Nomor Keadaan umum F (frekuensi) %(persentase)

1. 2. 3. 4.

Baik-baik saja Sedikit terganggu Membuat gelisah Buruk

14 9 4 0

51,9 33,3 14,8 0

total 27 100

Secara keseluruhan, seperti ditampilkan pada tabel 5.12, 14 orang

responden atau sebanyak 51,9% merasa baik-baik saja, 14,8% responden

yaitu 4 orang merasa gelisah. Tidak ada responden yang menyatakan

bahwa keadaan umumnya buruk.

5.2 Pembahasan

Pada penelitian ini, responden dengan jenis kelamin perempuan

lebih banyak daripada laki-laki (tabel 5.2). Hal ini dikarenakan oleh kadar

hormon estrogen yang mempengaruhi proses sensitisasi alergi. Hal yang

sama juga dikemukakan oleh Bonds dan Terumi (2013) yang menyatakan

bahwa pengaruh estrogen pada sel-sel kekebalan tubuh berperan pada

proses alergi dalam polarisasi T-helper 2, mendukung produksi IgE dan

memicu degranulasi sel mast dan basophil.

Setelah penelitian dilakukan, didapatkan hasil yaitu derajat

keparahan gejala pada responden tergolong ringan-sedang (gambar 5.1),

yaitu 14 orang (51,9%). Sementara itu, responden yang mengalami gejala

ringan sebanyak 7 orang (25,9%), gejala berat 5 orang (18,5%), dan gejala

(46)

sering dialami oleh penderita rinitis alergi adalah bersin. Pada penelitian

ini, ditemukan hal yang sama yaitu responden yang tidak mengalami

gejala bersin hanya 1 orang (3,7%). Hasil penelitian oleh Shariat et al.

(2012) menyatakan bahwa bersin merupakan gejala yang paling sering

dikeluhkan oleh pasien rinitis alergi karena pemicu gejala tersering adalah

alergen inhalan.

Secara umum, pada kualitas hidup responden, 18 orang (66,7%)

dari keseluruhan responden merasa sedikit terganggu pada kegiatan

sehari-harinya (gambar 5.2). Responden yang merasa kegiatan sehari-sehari-harinya

amat sangat terganggu hanya 1 orang (3,7%) dari keseluruhan responden.

Kegiatan di luar rumah (gambar 5.3) mengalami sedikit gangguan pada 20

orang responden yaitu sebanyak 74% dan tidak ada yang merasa

kegiatannya di luar rumah amat sangat terganggu. Sementara itu, 22 orang

responden (81,5%) merasa sedikit terganggu dalam kehidupan sosialnya

(gambar 5.4). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meltzer, et

al. pada tahun 2012, didapatkan gangguan produktivitas yang signifikan

pada tingkat keparahan gejala yang berat. Menurut Shariat, et al. (2012),

gejala yang timbul pada siang hari dapat mengganggu kegiatan sehari-hari

dan kegiatan di luar rumah. Temuan ini menunjukkan bahwa gangguan

produktivitas yang dialami oleh penderita tergantung pada derajat

keparahan gejala.

Gangguan tidur responden (gambar 5.6) pada 9 orang (33,3%)

sedikit terganggu, dan pada 8 orang (29,6%) cukup terganggu. Sebuah

studi menyatakan bahwa tingkat keparahan gejala dan gangguan tidur

memiliki korelasi yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan

gejala alergi pada waktu tidur dan kurang tidur menyebabkan kelelahan,

keletihan, dan gangguan konsentrasi (Shariat, et al. 2012). Kelelahan dan

keletihan pada tubuh responden sedikit terganggu pada 16 orang (59,3%)

dari keseluruhan responden dan 1 orang responden (3,7%) merasa amat

sangat terganggu dengan kelelahan dan keletihan yang dialaminya (gambar

(47)

Keadaan psikologis 18 orang (66,7%) responden sedikit terganggu

karena rinitis alergi yang dialaminya (gambar 5.7). Meltzer, et al. (2012)

menyatakan bahwa beban emosi yang dialami akibat gejala rinitis alergi

yang terbanyak adalah ketidaksenangan. Hal ini sebanding dengan hasil

penelitian ini, dimana 23 orang responden (74,1%) mengalami

ketidaksenangan dengan tingkat yang bervariasi.

Menurut Meltzer, et al. (2012), kebanyakan gejala rinitis alergi

tidak mengganggu kualitas hidup penderitanya secara signifikan. Pada

penelitian ini, 51,9% atau 14 orang dari keseluruhan responden

menyatakan dirinya baik-baik saja dengan gejala rinitis alergi yang

dialaminya. Sementara itu, 9 orang responden (33,3%) menyatakan dirinya

sedikit terganggu dan 4 orang (14,8%) menyatakan dirinya gelisah karena

gejala rinitis alergi. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa penyebab,

antara lain adalah derajat keparahan gejala dan gangguan kualitas hidup

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan

pada penderita remaja penderita rhinitis alergi tentang kualitas hidup

penderita rinitis alergi kelompok usia remaja di RSUP H. Adam Malik,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari 27 orang responden, didapati bahwa 7 orang (25,9%) mengalami

gejala ringan, 14 orang (51,9) orang mengalami gejala sedang, 5 orang

(18,5%) mengalami gejala berat, dan 1 orang (3,7%) mengalami gejala

sangat berat. Jadi disimpulkan bahwa derajat keparahan gejala responden

adalah ringan-sedang.

2. kemampuan aktivitas hidup sehari-hari responden sedikit terganggu.

3. Dari 27 orang responden, didapati bahwa keadaan umum pada 14 orang

(51,9%) baik-baik saja, 9 orang (33,3%) sedikit terganggu, 4 orang

(14,8%) gelisah. Jadi disimpulkan bahwa keadaan umum sedikit

terganggu.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat keparahan gejala dan kualitas hidup penderita

rinitis alergi kelompok usia remaja.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat

keparahan gejala dengan kualitas hidup penderita rinitis alergi kelompok

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Blaiss, M.S. 2003. Important Aspects in Management of Allergic Rhinitis:

Compliace, Cost, and Quality of Life. Available from:

Bognar, G. 2005. The Concept of Quality of Life. Available from:

Bonds, Rana S. and Terumi, Midoro-Horiuti. 2013. Estrogen Effects in Allergy

and Asthma. Available from:

[Accessed 4 December 2013]

Canonica, G.W., Rogkakou, A., Villa, E., and Garelli, V. 2011. Persistent Allergic Rhinitis and the XPERT Study. World Allergy Organ J. 2011 March; 4(Suppl 3): S32–S36. Available from:

2013]

Centers for Disease Control and Prevention. Health Related Quality of Life

(HRQoL). Available from

15 May 2013]

da Silva, C.H.M, da Silva, T.E., Morates, N.M.O., Fernandes, K.P., and Pinto,

R.M.C. 2009. Quality of Life in Children and Adolescents with Allergic

Rhinitis. Braz. J. Otholaryngol. 2009;75(5):642-9. Available from:

Dhingra, P.L., Dhingra, S. 2010. Diseases of Ear, Nose, and Throat. 5th ed. India:

Elsevier.

Fadhlia. 2012. Hubungan Rinitis Alergi terhadap Gangguan Fungsi Tuba

Eustachius. Tesis, Universitas Sumatra Utara. Available from:

[Accessed 26 May 2013]

Greiner, N.A., Hellings, P.W., Ratiroti, G., and Scadding, G.K. 2011. Allergic

(50)

Jenerowicz, D. et al. 2012. Environmental Factors and Allergic Diseases. Ann

Agric Environ Med. 2012; 19(3): 475-481. Available from:

Lu, D. et al. 2010. Evaluation of Quality of Life Questionnaire for Adult Patients

with Moderate to Severe Allergic Rhinitis. Am. J. Ortholaryngol.

2010;32(6):494-8. Available from:

Meltzer, E.O., Gross, G.N., Katial, R., and Storms, W.W. 2012. Allergic rhinitis

substantially impacts patient quality of life: Findings from the Nasal Allergy

Survey Assessing Limitations. The Journal of Family Practice. Available from:

Mullol, J. 2009. A Survey of the Burden of Allergic Rhinitis in Spain. J. Investig.

Allergol. Clin. Immunol. 2009;19(1):27-34. Available from:

Okubo, K. et al. 2011. Japanese Guideline for Allergic Rhinitis. Allergolint.

2011;60:171-189. Available from:

[Accessed 5 April 2013]

Panwakar, R. et al. 2009. Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Update

(ARIA 2008) – Western and Asian-Pacific Perspective. Available from: www.

Panwakar, R., Canonica, G.W., Holgate, S.T., and Lockey, R.F. 2011. WAO White

Book on Allergy 2011-2012: Executive Summary. USA: World Allergy

Organization. Available from:

. [Accessed 17 April 2013]

2013]

Rahmawati, Punagi, A.Q., and Savitri, E. 2008. Hubungan Antara Beratnya

(51)

Debu Rumah pada Pasien Rinitis Alergi di Makassar. Available from:

Sansone, R.A. and Sansone, L.A. 2011. Allergic Rhinitis: Relationships with

Anxiety and Mood Syndromes. Innov Clin Neurosci. 2011;8(7):12–17.

Schoenwetter, W.F., Dupclay, L., Appajosyula, S., Botteman, M.F., and Pashos,

C.L. 2004. Economic Impact and Quality-of-Life Burden of Allergic Rhinitis.

Available from:

Shariat,M., Pourpak, Z., Khalesi, M., Kazemnejad, A., Sharifi, L., Souzanchi, G.,

et al. 2012. Quality of Life in the Iranian Adults with Allergic Rhinitis. Iran J

Allergy Asthma Immunol. 2012;11(4):324-8. Available from:

(52)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Shecia Vinka

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta/ 09 Februari 1992

Agama : Katholik

Alamat : Komp. Karya Indah Village I/c8, Tangerang Selatan

Riwayat Pendidikan : 1. 1996-1998 : TK Katholik Ricci II 2. 1998-2004 : SD Katholik Ricci II 3. 2004-2007 : SMP Negeri 177 Jakarta 4. 2007-2010 : SMA Negeri 8 Jakarta

5. 2010 – sekarang : Fakultas Kedokteran USU, Medan Riwayat Pelatihan : National Symposium & Workshop PEMA FK USU, 2011

(53)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam Sejahtera,

Saya, Shecia Vinka, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, saat ini tengah melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran

Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H.

Adam Malik Medan Pada Tahun 2012”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kualitas hidup penderita rinitis alergi (pilek dan bersin berulang

karena alergi) pada kelompok usia remaja (13-20 tahun) yang terdaftar di RSUP

H. Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Saya mengharapkan keikutsertaan dan kerjasama dari Saudara untuk

memberikan jawaban yang sebenar-benarnya dalam penelitian ini. Jawaban yang

Saudara berikan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini dan tidak

akan disalahgunakan untuk maksud-maksud lain. Identitas Saudara akan tetap

dirahasiakan dan tidak akan dipublikasikan. Keikutsertaan Saudara dalam

penelitian ini sangat saya harapkan. Partisipasi Saudara bersifat bebas dan tanpa

ada paksaan. Saudara berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi

apapun. Jika selama menjalani penelitian ini Saudara memiliki keluhan, Saudara

dapat menghubungi saya, Shecia Vinka (HP: 081314585543)

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan

Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Medan, ________________2013

(54)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Umur :

Alamat :

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat

penelitian yang berjudul “Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis

Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun

2012”.

Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk menjawab kuesioner dan saya

menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Semua keterangan yang saya sampaikan adalah benar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, ... 2013

(55)

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN

Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Rinitis Alergi Kelompok Usia Remaja di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Bacalah pernyataan yang ada dengan baik.

2. Pilih jawaban dengan memberikan nilai berdasarkan gejala yang Saudara

alami selama satu hingga dua minggu terakhir dengan memberi tanda

centang (√) pada kolom jawaban yang terdiri dari 4 pilihan nilai : 0, 1, 2,

3, atau 4

3. Jawaban akan dijaga kerahasiannya dan hanya akan digunakan untuk

penelitian ini.

4. Mohon kuesioner ini diisi dengan sejujur-jujurnya.

5. Terima kasih atas kesediaan Saudara dalam menjawab pertanyaan ini dan

jika telah selesai mengisi jawaban mohon dikembalikan kepada saya.

IDENTITAS RESPONDEN :

1. No. Responden : ... (Diisi oleh peneliti)

2. Nama : ... (Diisi oleh peneliti)

(56)

KUALITAS HIDUP PENDERITA RINITIS ALERGI KELOMPOK USIA REMAJA

I. Beri tanda centang (√) pada kotak yang menggambarkan keparahan

gejala terburuk pada hidung dan mata yang Saudara alami selama satu

hingga dua minggu terakhir

Gejala pada

hidung dan

mata

ringan

2

sedang

3

II. Beri tanda centang (√) pada kotak yang menggambarkan gangguan

kualitas hidup terburuk karena gejala alergi yang Saudara alami selama

satu hingga dua minggu terakhir

Kualitas Hidup 0, tidak ter Produktivitas di

sekolah/ru mah

□ □ □ □ □

Konsentrasi □ □ □ □ □

Kemampuan berpikir

□ □ □ □ □

Kemampuan membaca

Gambar

Gambar 2.1 Fase awal dan akhir patofisiologi rinitis alergi (Okubo et al.,
Gambar 2.2 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan ARIA (2001) (Greiner,
gambaran kualitas hidup penderita rinitis alergi kelompok usia remaja adalah:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan penelitin Utami (2010) yang menyatakan bahwa risiko kejadian kasus OMSK benigna adalah 21 kali lebih sering pada orang yang menderita rinitis

endometrium tidak normal atau tidak teratur. Hipomenorea yaitu perdarahan yang sedikit, kurang dari 3 hari. Gangguan ini. disebabkan oleh kurangnya reseptor estrogen di

Secara proposional diketahui pengetahuan pada responden tentang kualitas hidup sebagian besar sudah baik sebanyak 70% atau 54 responden menunjukan memiliki pengetahuan tentang

Tujuan: Mengetahui perubahan kualitas hidup, jumlah eosinofil mukosa hidung, dan kadar IL-5 serum pada pasien rinitis alergi setelah mendapat terapi farmaka sesuai panduan.. Metode:

Disfungsi tuba, infeksi virus atau bakteri pada telinga tengah, radang hidung akibat rinitis alergi atau infeksi saluran napas atas merupakan faktor yang.. Universitas

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bakteri gram negatif isolat usap hidung pada penderita rinitis alergi masih peka terhadap antibiotik amoksisilin dan siprofloksasin. Kata

Pada individu yang telah tersensitisasi, paparan berulang dengan alergen yang sama memulai langkah kedua pada proses respon alergi, yaitu suatu reaksi alergi cepat,

Didapatkan perubahan (perbaikan) skor gejala total dan kualitas hidup serta ada hubungan positif kuat antara perubahan skor gejala total dan kualitas hidup pasca terapi loratadin