• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pendekatan Keperilakuan untuk Mereduksi Burnout: Kasus pada Tenaga Pengajar di Pergruan Tinggi di Solo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pendekatan Keperilakuan untuk Mereduksi Burnout: Kasus pada Tenaga Pengajar di Pergruan Tinggi di Solo"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN HIBAH BERSAING

MODEL PENDEKATAN KEPERILAKUAN UNTUK MEREDUKSI BURNOUT : KASUS PADA TENAGA PENGAJAR DI PERGURUAN TINGGI DI SOLO

Oleh:

Drs. Agus Muqorobin, MM (NIDN : 0627085601) Drs. Kusdiyanto, MSi (NIDN: 0601036001)

dibiayai oleh:

Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kemendikbud RI, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 008/K6/KL/SP/2013,

Tanggal 16 Mei 2013

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

RINGKASAN

Burnout merupakan problem serius yang dialami oleh seseorang dengan berbagai profesi yang diakibatkan tekanan terhadap diri, baik berasal dari internal ataupun eksternal. Persoalan inti burnout adalah kondisi ketidaksadaran seseorang bahwa sebenarnya dirinya sedang mengalami burnout. Oleh karena itu, identifikasi tentang hal ini sangatlah penting sebagai upaya preventif untuk dapat meminimalisasi ke arah yang lebih berat yaitu stress. Di satu sisi, riset terkait burnout terus berkembang dengan hasil yang cenderung beragam sesuai situasional yang ada dan di sisi lain implikasi riset bagi aplikasi sosial juga penting sehingga hal ini mampu memunculkan berbagai pendekatan baru sesuai setting amatan yang berbeda untuk mereduksi terjadinya burnout itu sendiri. Tujuan penelitian untuk tahun pertama adalah membangun model pendekatan keperilakuan untuk mereduksi burnout yang dicapai dengan pendekatan kualitatif melalui kajian pustaka dari pemetaan berbagai riset empiris terkait burnout di dunia pendidikan sedangkan tujuan untuk tahun kedua yaitu uji hipotesis dan validasi model dari hasil tahun pertama yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu uji struktural model dan kualitatif yaitu dengan diseminasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa persoalan tentang burnout cenderung terus berkembang pesat dengan sejumlah konsekuensi, baik terhadap individu atau dunia usaha. Fakta ini memberikan petunjuk bahwa semua profesi ternyata saat ini juga semakin rentan mengalami kasus burnout. Yang juga menarik bahwa hasil penelitian semakin menguatkan asumsi bahwa kasus burnout tidak hanya terjadi di negara industri maju, tapi juga semakin banyak ditemukan pada kasus di negara miskin berkembang. Hasil penelitian menunjukan bahwa keberagaman profesi yang terkait kasus burnout memperkuat dugaan bahwa tuntutan beban kerja dan juga konflik peran yang terjadi antara keluarga dan pekerjaan juga semakin berpengaruh terhadap ancaman terjadinya burnout. Oleh karena itu dunia usaha perlu untuk melakukan identifikasi terhadap berbagai persoalan yang menjadi penyebab kasus burnout, tidak hanya di lingkup lokal team work, tetapi juga secara keseluruhan di tempat kerja.

(4)

PRAKATA

Assalamu'alaikum wr.wb.

Alhamdulillah. Akhirnya penelitian ini selesai sesuai jadwal yang ditetapkan. Terlepas dari kekurangan - kelemahan yang ada dari penelitian ini, yang jelas, penelitian tentang identifikasi pemetaan kasus burnout sangatlah penting, tidak saja terkait pengembangan konsep teoritis MSDM dan burnout itu sendiri, tetapi juga dalam konteks kasus-kasus di dunia kerja dan organisasi.

Konsekuensi hasil penelitian ini tentu menjadi suatu pemicu bagi peneliti lainnya untuk lebih mengembangkan berbagai celah penelitian yang nantinya akan dapat memberikan kontribusi optimal bagi riset empiris, tidak hanya untuk kasus burnout, tapi juga konsep - teoritis. Dengan kata lain kelemahan dari penelitian ini dapat menjadi stimulus untuk pengembangan penelitian lainnya.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Surakarta, Desember 2013

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ……… i

Halaman Pengesahan ……… ii

Ringkasan ……… iii

Prakata ……… iv

Daftar Isi ……… v

Daftar Gambar ……… vi

Daftar Lampiran ……… vii

Bab 1 Pendahuluan ……… 1

1. Latar Belakang ……… 1

2. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ………... 2

3. Rumusan Masalah ……… 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka ……… 4

1. Definsi Burnout ……… 4

2. Burnout: Teoritis dan Praktis ……… 6

3. Penelitian Sebelumnya ……… 8

Bab 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 13

1. Tujuan Penelitian ……… 13

2. Manfaat Penelitian ……… 14

Bab 4 Metode Penelitian ……… 15

1. Lokasi Penelitian ……… 15

2. Sampel Penelitian ……… 15

3. Jenis, Lingkup dan Alat Analisis ……… 16

4. Roadmap Penelitian ……… 16

Bab 5 Hasil Yang Dicapai ……… 17

1. Hasil Pemetaan Riset Empiris ……… 17

2. Hasil Penelitian ……… 19

Bab 6 Rencana Tahapan Berikutnya ……… 21

1. Rencana Penelitian Tahun Kedua (2014) ……… 21

2. Rencana Publikasi ……… 21

3. Rencana Penerbitan Buku Ajar ……… 21

Bab 7 Kesimpulan dan Saran ……… 22

1. Kesimpulan ……… 22

2. Saran ……… 22

Daftar Pustaka ……… 23

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Roadmap Penelitian ……… 16

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Burnout adalah problem serius yang dialami seseorang dengan berbagai aspek

profesi yang diakibatkan oleh tekanan terhadap diri, baik berasal dari internal ataupun eksternal. Persoalan inti kasus burnout adalah kondisi ketidaksadaran seseorang bahwa sebenarnya dirinya sedang mengalami burnout. Oleh karena itu, identifikasi tentang hal ini sangatlah penting sebagai upaya preventif untuk dapat meminimalisasi ke arah yang lebih berat yaitu stress. Di satu sisi, riset terkait burnout terus berkembang dengan hasil yang cenderung beragam sesuai situasional yang ada dan di sisi lain implikasi riset bagi aplikasi sosial juga penting sehingga hal ini mampu memunculkan berbagai pendekatan baru sesuai setting amatan yang berbeda untuk mereduksi terjadinya burnout itu sendiri.

Sejak tahun 1970 an, burnout telah menjadi isu yang penting terkait dunia kerja terutama dikaitkan dengan tuntutan efisiensi dan produktivitas (Senter, et al., 2010). Kondisi ini kemudian berpengaruh terhadap berbagai aspek, misalnya iklim kerja, rotasi jabatan, model kepemimpinan dan hal ketentuan tentang pengupahan. Di satu sisi, riset tentang burnout semakin berkembang dengan memunculkan berbagai pendekatan untuk menyimpulkan hasil temuan sesuai setting amatan (Maslach dan Leiter, 2008). Bahkan, riset burnout kian penting karena cakupan persoalan burnout itu sendiri cenderung kian kompleks, tidak hanya bidang jasa, tetapi juga kemiliteran dan pendidikan. Di sisi lain, temuan hasil riset burnout masih memicu perdebatan terutama pada aspek bagaimana mereduksi burnout tersebut (Sowmnya dan Panchanatham, 2011).

(8)

penting terutama dikaitkan dengan beban pengajaran yang kini semakin kompleks yang harus diterima oleh tenaga pengajar di perguruan tinggi.

Beban kerja yang kian berat bagi tenaga pengajar termasuk prosedural sertifikasi dosen, regulasi untuk publikasi di jurnal ilmiah terakreditasi, dan komitmen terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi secara tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi individu yang kemudian memicu burnout atau kelelahan fisik mental (Schaufeli, et al., 2009). Hal ini jika tidak diwaspadai bisa berpengaruh terhadap stres kerja sehingga berdampak negatif terhadap kinerja dan hal ini akan berkembang menjadi ancaman internal yang dijabarkan dalam pola keperilakuan termasuk pengaruhnya bagi pembelajaran melalui pengajaran.

Riset burnout di dunia pendidikan bukanlah hal baru karena sejumlah riset telah dilakukan (Kovacs, 2010; Morgan, et al., 2010; Navarro, et al., 2010; Skaalvik dan Skaalvik, 2010; Aydogan, et al., 2009; Mukundan dan Khandehroo, 2009; Hogan dan

McKnight, 2007; Durán, et al., 2006; Hakanen, et al., 2006; Talmor, et al., 2005). Riset

empiris itu menunjukan burnout di dunia pendidikan merupakan persoalan yang kian serius untuk dicermati terutama dikaitkan problem pelik di dunia pendidikan. Terkait ini maka model pendekatan keperilakuan untuk mereduksi burnout menjadi sangat penting, termasuk aspek generalisasinya.

2. Urgensi (Keutamaan) Penelitian

(9)

Mengacu pentingnya kuantitas dan kualitas hasil kerja, bahwa seseorang yang bekerja di bidang pengajaran, baik guru atau dosen pada dasarnya merupakan bagian dari bentuk pekerjaan yang sangat rentan terhadap burnout (Hakanen, et al., 2006). Hal ini semakin pelik untuk kasus di negara yang tingkat kepedulian atas dunia pendidikan sangat tinggi dan Indonesia adalah salah satu negara yang tingkat kepedulian atas dunia pendidikan relatif tinggi. Oleh karena itu, kajian model keperilakuan untuk mereduksi burnout pada tenaga pengajar adalah sangat penting, termasuk juga untuk kasus dosen.

3. Rumusan Masalah

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Burnout

Sejak diperkenalkan Freudenberger pada tahun 1974, kajian tentang burnout terus berkembang, termasuk juga beragam riset empiris tentang burnout itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa persoalan tentang burnout telah menjadi komponen penting dalam dunia kerja pada umumnya dan stres kerja pada khususnya. Fakta ini secara tidak langsung menunjukan bahwa persoalan burnout tidak bisa terlepas dari aspek individual dan organisasional. Oleh karena itu kajian tentang burnout memberikan manfaat makro, tidak saja terhadap organiasi – perusahaan, tetapi juga terhadap individu – karyawan (Jawahar, et al., 2007). Mengacu urgensi kajian tentang burnout, maka definisi terkait

burnout itu sendiri sangat penting, yaitu:

NO NAMA DEFINISI

1. Freudenberger (1974) Burnout as as a specific psychological condition in which people suffer emotional exhaustion, experience a lack of personal accomplishment, and tend to

depersonalize others

2. Shirom, et al., (2006) Burnout as a multidimensional construct whose three facets were physical fatigue, emotional exhaustion, and cognitive weariness

3. Jawahar, et al., (2007)

burnout refers to a drain of mental / emotional resources caused by chronic job stress and is a work-related indicator of psychological health

4. Schwarzer dan

Hallum, (2008)

as a chronic state of exhaustion due to long-term interpersonal stress within human service professions

5. Mukundan dan Khandehroo, (2009)

(11)

6. Henkens dan Leenders (2010)

burnout as a syndrome characterized by three dimensions: (1) feelings of exhaustion;

(2) increased cynicism with respect to one’s job; and (3)

a negative perception of one’s own professional efficacy

7. Sowmnya dan Panchanatham, (2011)

Burnout is a state of emotional, mental, and physical exhaustion caused by excessive and prolonged stress

8. Riset ini (2013) Burnout merupakan bentuk ketegangan psikologis yang secara spesifik dihubungkan dengan stres dan ditandai dengan kelelahan fisik, emosional dan mental, dimana sering dijumpai pada orang yang terlibat pada situasi atau pekerjaan yang menuntut keterlibatan emosional

Dari penjabaran diatas menunjukan persoalan tentang burnout merupakan hal sangat kompleks dengan orientasi akhir adalah terjadinya stres kerja dan jika hal ini berlanjut maka ancaman berikutnya yaitu terjadi depresi. Oleh karena itu, situasi ini berpengaruh terhadap produktivitas dan juga kinerja individu sehingga memicu dampak negatif prestasi kerja dan juga mereduksi efisiensi organisasi (Lindblom, et al., 2006). Identifikasi dari burnout terjadi karena banyak faktor sehingga ketika individu secara emosional merasa tertekan maka memicu kelelahan emosional dan burnout terjadi tidak dalam waktu sekejap, tetapi merupakan akumulasi dalam rentang waktu tertentu yang setiap individu berbeda.

(12)

2. Burnout: Teoritis dan Praktis

Secara kontekstual, burnout yaitu keadaan stres yang di alami individu rentang waktu lama dan dengan intensitas cukup tinggi yang tandai kelelahan fisik, mental, emosional dan rendahnya penghargaan atas diri sendiri sehingga menyebabkan individu merasa terpisah dari lingkungan. Keadaan demikian menjadi semakin rentan jika tidak diantisipasi sedari dini karena implikasinya yaitu terkait dengan ancaman prestasi dan produktivitas kerja, termasuk juga pengarunya terhadap tingkat absensi.

Kajian burnout selama ini terfokus pada aspek psikologi sebab esensi burnout memang terkait dengan bidang psikologi meski dalam perkembangannya ternyata kasus burnout juga terkait di bidang sosiologi (Dworkin, et al., 2003). Selain itu, untuk kasus

individu yang sudah berkeluarga dan bekerja ternyata kecenderungan burnout semakin tinggi. Hal ini kemudian memunculkan teoritis tentang work-family conflict (WFC) dan family-work confict (FWC). Versi Hetty van Emmerik dan Peeters, (2009) bahwa WFC

yaitu kondisi permasalahan pekerjaan yang mengganggu keluarga baik secara langsung atau tidak langsung, sedangkan untuk FWC yaitu kondisi permasalahan keluarga yang menganggu di tempat kerja, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Sinergi WFC dan FWC memang tidak bisa lagi dihindari karena kecenderungan rutintas pekerjaan memungkinkan terjadinya konflik antara WFC dan FWC. Terkait ini, maka beralasan jika kemudian muncul saran untuk memisahkan antara urusan keluarga dan pekerjaan. Begitu juga dengan seorang dosen sebagai bagian dari keluarga dan juga bagian dari tuntutan profesi sebagai tenaga pendidik yang berkutat dengan tuntutan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Oleh karena, burnout yang dialami oleh dosen menjadi riset menarik, tidak hanya terkait kualitas pendidikan - pengajaran, tetapi juga terkait dengan ancaman konflik dalam keluarga masing-masing. Fakta ini kemudian menjadi argumen tentang terjadinya konflik peran ganda yang dialami oleh dosen di perguruan tinggi.

(13)

peran ganda adalah tuntutan hidup yang kian berat. Seorang wanita di satu sisi menjadi ibu rumah tangga tetapi di sisi lain menjadi wanita karier, begitu juga seorang pria yang di satu sisi menjadi kepala rumah tangga, tetapi di sisi lain ia di tuntut mengembangkan karier di dunia pekerjaan. Selain itu isu gender dan fakta dari perkembangan emansipasi juga memicu terjadinya kasus peran ganda, utamanya hal ini berlaku bagi kaum wanita. Oleh karena itu, riset terkait burnout yang berhubungan dengan konflik peran ganda ini menjadi sangat menarik untuk dikaji.

Perkembangan riset burnout menunjukan persoalan burnout di dunia kerja cenderung makin berkembang dan indikasi yang menjadi pemicunya makin kompleks. Selain itu, batas antara stres dan juga burnout secara tidak langsung mempengaruhi pemahaman terkait keduanya. Padahal, antara stres dan juga burnout tidak sama. Oleh karena itu pemahaman tentang stres dan burnout harus dibedakan agar ini tidak memicu pemahaman yang salah, meskipun keduanya terkait erat. Di satu sisi, pemicu terjadinya stres dan burnout cenderung beriringan sedangkan di sisi lain realitas era globalisasi - industrialisasi juga menjadi pemicu ekstern sehingga ini sangat berpengaruh terhadap kompleksitas kasus stres dan burnout (Vuorensyrja¨ dan Ma¨lkia, 2011).

Pemahaman tentang stres cenderung berkembang lebih dahulu dibandingkan burnout. Fenomena terkait stres telah muncul pada tahun 1940 yang banyak dialami di

bidang teknik. Terkait hal ini, Schaufeli dan Enzmann (1998 dalam Vuorensyrja¨, dan Ma¨lkia, 2011) menegaskan bahwa: “stress refers to a temporary adaptation by an

individual to a certain kind of strain or tension, and is accompanied by a certain set of

psychological and physical symptoms, then burnout can be thought of as a particular

kind of prolonged stress”. Dari pemahaman ini menunjukan bahwa burnout adalah indikan dari stres sehingga penanganan yang tidak tepat dari burnout dapat berpengaruh terhadap terjadinya stres.

(14)

konsekuensi yang ditimbulkan burnout sangatlah kompleks yaitu produktivitas dan efisiensi. Oleh karena itu, kedua dampak negatif ini perlu direduksi sebab tidak sejalan dengan etos globalisasi dan industrialisasi. Selain itu, model kebijakan dalam bentuk perampingan struktur organisasi dan regulasi outsourcing secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap loyalitas dan jaminan kepastian kerja, termasuk juga iklim kerja yang kurang kondusif sehingga ini berpengaruh terhadap kasus burnout.

Kompleksitas dari faktor internal dan eksternal tersebut maka beralasan jika burnout merupakan suatu kondisi dimana individu merasa tidak lagi memiliki energi

positif sehingga mempengaruhi kelelahan fisik, mental, psikologis dan juga emosional. Kondisi ini akhirnya menimbulkan penilaian negatif terhadap prestasi individu dan sisi lanjutannya yaitu produktivitas menurun. Selain itu, pengaruh terhadap tingkat absen juga cenderung meningkat. Jika kasus ini dialami tenaga pengajar, maka proses belajar mengajar akan terganggu (Kovacs, 2010; Durán, et al., 2006; Yang, 2004).

3. Penelitian Sebelumnya

Identifikasi tentang burnout tidak bisa lepas dari karakteristik kondisi kelelahan emosional, depersonalisasi dan berkurangnya prestasi. Kelelahan emosional mengacu kepada titik perasaan yang secara emosional jenuh dan letih. Depersonalisasi mengacu kecenderungan bersikap negatif atau sinis, sedangkan situasional tentang berkurangnya prestasi lebih mengacu pada penilaian negatif atas prestasi diri sendiri. Ketiga faktor ini menunjukan bahwa burnout tidak hanya disebabkan faktor intern, tetapi juga eksternal. Ketidakmampuan seseorang untuk me-manage keduanya juga berpengaruh terhadap fenomena peran ganda dan jika ini berkelanjutan bisa memicu stres. Terkait ini, profesi seorang dosen di perguruan tinggi saat ini semakin kompleks, terutama ketika tuntutan global semakin berpengaruh terhadap faktor ekspansi di dunia pendidikan (Schermuly, et al., 2011).

(15)

kependidikan sangatlah rentan terhadap burnout. Hal ini sebenarnya tidak mengacu pada kasus di pendidikan tinggi saja, tetapi juga di dunia pendidikan secara umum.

Burnout adalah kondisi psikologis seseorang yang gagal mengatasi stres kerja

sehingga menyebabkan stres berkepanjangan dan memicu gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental, dan rendahnya penghargaan atas diri sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi burnout salah satunya adalah lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Lingkungan kerja psikologis yang dipersepsikan dosen mempengaruhinya saat melakukan proses pengajaran.

Acuan burnout pada dosen - tenaga pendidik pada dasarnya terkait empat hal (Kovacs, 2010) yaitu pertama: ekspektasi dari peserta didik atau mahasiswa. Hal ini

mengacu harapan transfer keilmuan dari peserta didik atau mahasiswa. Jika hal ini tidak tercapai dapat memicu terjadinya ketidakpuasan dosen atau tenaga pendidik. Kedua: ekspektasi manajemen tempat dimana dosen - tenaga pendidik itu mengajar. Hal ini mengacu kepada harapan eksistensi sebagai suatu institusi pendidikan di tengah situasi persaingan yang semakin ketat. Ketiga: beban kerja yang pada intinya terkait dengan jumlah kelas yang diajar dan juga jumlah peserta didik di setiap kelas tersebut. Semakin banyak jumlah kelas dan jumlah peserta didik maka beban kerja yang diemban juga semakin berat. Keempat: jumlah peserta didik. Meskipun di satu sisi, peserta didik berpengaruh bagi kontiniuitas operasional manajemen, tetapi di sisi lain jumlah peserta didik juga berpengaruh terhadap beban kerja itu sendiri.

Adanya empat hal ancaman burnout terhadap dosen atau tenaga pendidik secara umum maka (Kovacs, 2010) menyarankan tiga pencegahan terjadinya burnout pertama: primary preventation yang intinya adalah mereduksi terjadinya burnout sedari dini dan

(16)

Mengacu pentingnya pemahaman terkait burnout maka kajian berbagai riset tentang burnout menjadi menarik sebagai upaya preventif dan aspek pertimbangan untuk riset lanjutan. Beberapa riset empiris tentang burnout misalnya penelitian Durán, et al., (2006) pada kasus di Spanyol menunjukan adanya pengaruh Perceived Emotional Intelligence (PEI) dan juga self-efficacy sebagai prediktor burnout dengan melibatkan

sampel 373 yang didominasi wanita yaitu 302 responden. Penelitian ini memadukan sejumlah variabel untuk menjelaskan kondisi burnout yaitu Perceived Stress Scale, Trait Meta-Mood Scale, Maslach Burnout Inventory-Student Survey, Student Academic

Engagement dan General Self-efficacy dengan analisis hierarchical regression analysis.

Hasil penelitian Hogan dan McKnight, (2007) untuk kasus di Amerika dengan responden 76 tenaga pengajar – instruktur dengan model online survei memberikan gambaran lebih jelas bahwa responden yang berprofesi sebagai tenaga pengajar – instruktur online rata-rata memiliki tingkat depersonalisasi yang lebih tinggi dan hal ini berpengaruh terhadap kasus stres dan burnout. Kuesioner dari penelitian ini adalah The Maslach Burnout Inventory-Educators Survey (MBI-ES) dan analisisnya menggunakan

t test.

Penelitian Schwarzer dan Hallum, (2008) untuk kasus tenaga pengajar di Syria yang berjumlah 608 (93 pria, 515 wanita) dan 595 tenaga pengajar di Jerman (218 pria, 377 wanita) bertujuan menguji aspek hubungan self-efficacy, stres kerja dan burnout dengan fokus orientasi adalah peran mediasinya. Dengan model pendekatan struktural hasil penelitian ini menunjukan bahwa self-efficacy berpengaruh terhadap burnout.

(17)

depresi merupakan faktor pemicu terjadinya burnout, sedangkan pengajar yang berasal dari Jerman menegaskan kepuasan kerja menjadi faktor pemicu burnout.

Penelitian Mohammadyfar, et al., (2009) pada kasus di Teheran, Iran dengan sampel 250 tenaga pengajar di sekolah dasar dan menengah bertujuan untuk menguji

pengaruh emosi, kecenderungan stres, dan kesehatan mental - psikis terhadap potensi

burnout. Kuesioner yang digunakan yaitu Emotional Intelligence Scale (EIS), Teachers’

Occupational Stress Questionnaire (TOSQ), Mental Health Inventory (MHI), dan juga

Physical Health Checklist. Dengan analisis regresi, hasil menunjukan aspek mental

memberikan pengaruh terbesar yaitu 44 persen terhadap burnout dibandingkan aspek

kesehatan psikis yang hanya berpengaruh 14 persen.

Penelitian Mukundan dan Khandehroo, (2009) untuk kasus pengajar Bahasa Inggris di Malaysia dengan sampel 120 menegaskan bahwa pengalaman dan tingkat pendidikan (pengajar pria dan perempuan) berpengaruh signifikan terhadap emotional exhaustion, depersonalization dan juga personal accomplishment. Alat analisis dalam

penelitian ini adalah uji t test. Untuk pengukuran burnout, penelitian ini menggunakan the Maslach Burnout Inventory (MBI) Educators Survey terdiri 22 items pertanyaan.

Penelitian Navarro, et al., (2010) dengan sampel 193 profesor di Universtisa Seville Spanyol bertujuan menguji peran mediasi dari perceived competence terkait sindrome burnout dan juga stress symptoms terhadap potensi terjadinya stres kerja. Instrumen yang digunakan penelitian ini: The Maslach Burnout Inventory, The Labour Scale of Stress dan juga The Magallanes Stress Scale. Alat analisis memakai struktural

model dan hasilnya menunjukan bahwa efek mediasi yang mempengaruhi burnout adalah terbukti.

(18)

self-eksternal yang mempengaruhi individu. Dengan pendekatan struktural model, hasil menunjukan bahwa self-efficacy dan dua dimensi dari burnout yang lain memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja tenaga pengajar.

Penelitian dari McCormick dan Barnett (2011) kasus tenaga pengajar di New South Wales, Australia dengan sampel 416 menyimpulkan stres dan burnout adalah komponen penting dari fenomena psikologikal. Penelitian ini memakai confirmatory factor analysis dan juga multilevel modelling dengan dua istrumen yaitu The Maslach

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.M. dan Mohammad, J.F. (2010), Level of job satisfaction and intent to leave among Malaysian nurses, Business Intelligence Journal, Vol.3, No.1, hal. 123-137. Antoniou, A.S., Polychroni, F., dan Vlachakis, A.N. (2006), Gender and age differences in

occupational stress and professional burnout between primary and high-school teachers in Greece, Journal of Managerial Psychology, Vol. 21, No.7, hal. 682-690. Ashill, N.J., Rod, M., Thirkell, P., dan Carruthers, J. (2009), Job resourcefulness,

symptoms of burnout and service recovery performance: An examination of call centre frontline employees, Journal of Services Marketing, Vol. 23, No. 5, hal. 338– 350.

Aydogan, I., Dogan, A.A., dan Bayram, N., (2009), Burnout among Turkish High School Teachers Working in Turkey and Abroad: A Comparative Study, Electronic Journal of Research in Educational Psychology, Vol. 7, No. 3, hal. 1249-1268.

Aziz, S. dan Cunningham, J. (2008), Workaholism, work stress, work-life imbalance: Exploring gender’s role, Gender in Management: An International Journal, Vol. 23, No. 8, hal. 553-566.

Burke, R.J., dan Mikkelsen, A. (2005), Burnout, job stress and attitudes towards the use of force by Norwegian police officers, Policing: An International Journal of Police Strategies & Management, Vol. 28, No. 2, hal. 269-278.

Diez-Pinol, M., Dolan, S.L., Sierra, V., dan Cannings, K. (2008), Personal and organizational determinants of well-being at work: The case of Swedish physicians, International Journal of Health Care Quality Assurance, Vol. 21, No. 6, hal. 598-610.

Durán, A., Extremera, N., Rey, L., Fernández-Berrocal, P., dan Montalbán, F.M. (2006), Predicting academic burnout and engagement in educational settings: Assessing the incremental validity of perceived emotional intelligence beyond perceived stress and general self-efficacy, Psicothema, Vol. 18, hal. 158-164.

Dworkin, A.G., Saha, L.J., dan Hill, A.N., (2003), Teacher burnout and perceptions of a democratic school environment, International Education Journal, Vol 4, No 2, hal. 108-120.

Freudenberger, H. J., (1974), Staff Burnout, Journal of Social Issues, Vol. 30, No, 1, hal. 159-165.

Hakanen, J.J., Bakker, A.B., dan Schaufeli, W.B. (2006), Burnout and work engagement among teachers, Journal of School Psychology, Vol. 43, hal. 495-513.

Henkens, K. dan Leenders, M. (2010), Burnout and older workers’ intentions to retire, International Journal of Manpower, Vol. 31, No. 3, hal. 306-321.

Hetty van Emmerik, I.J. dan Peeters, M.C.W. (2009), Crossover specificity of team-level work-family conflict to individual-level work-family conflict, Journal of Managerial Psychology, Vol. 24, No. 3, hal. 254-268.

(20)

Jamal, M. (2008), Burnout among employees of a multinational corporation in Malaysia and Pakistan: An empirical examination, International Management Review, Vol. 4, No. 1, hal. 60-110.

Jawahar, I.M., Stone, T.H., dan Kisamore, J.L. (2007), Role conflict and burnout: The direct and moderating effects of political skill and perceived organizational support on burnout dimensions, International Journal of Stress Management, Vol. 14, No. 2, hal. 142-159.

Kattenbach, R., Demerouti, E., dan Nachreiner, F. (2010), Flexible working times: Effects on employees’ exhaustion, work-nonwork conflict and job performance, Career Development International, Vol. 15, No. 3, hal. 279-295.

Komala, K. dan Ganesh, L.S. (2007), Individual spirituality at work and its relationship with job satisfaction and burnout: An exploratory study among healthcare professionals, The Business Review, Vol. 7, No. 1, hal. 124-129.

Kovacs, G. (2010), Stressors leading to teacher burnout in adult education and ways of prevention helping the language teacher, AARMS, Vol. 9, No. 1, hal. 117-123. Kuruuzum, A., Anafarta, N., dan Irmak, S. (2008), Predictors of burnout among middle

managers in the Turkish hospitality industry, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20. No. 2, hal.186-198.

Lindblom, K.M., Linton, S.J., Fedeli, C., dan Bryngelsson, I.L. (2006), Burnout in the working population: Relations to psychosocial work factors, International Journal of Behavioral Medicine, Vol. 13, No. 1, hal. 51-59.

Maslach, C. dan Leiter, M.P. (2008), Early predictors of job burnout and engagement, Journal of Applied Psychology, Vol. 93, No. 3, hal. 498-512.

McCormick, J. dan Barnett, K. (2011), Teachers’ attributions for stress and their relationships with burnout, International Journal of Educational Management, Vol. 25, No. 3, hal. 278-293.

Mohammadyfar, M.A., Khan, M.S., dan Tamini, B.K. (2009), The effect of emotional intelligence and job burnout on mental and physical health, Journal of the Indian

Academy of Applied Psychology, Vol. 35, No. 2, hal. 219-226.

Mukundan, J. dan Khandehroo, K (2009), Burnout in relation to gender, educational attainment, and experience among Malaysian ELT practitioners, The Journal of Human Resource and Adult Learning, Vol. 5, No. 2, hal. 93-98.

Navarro, M.L.A., Mas, M.B., dan Jiménez, A.M.L. (2010), Working conditions, burnout and stress symptoms in University Professors: Validating a structural model of the mediating effect of perceived personal competence, The Spanish Journal of Psychology, Vol. 13, No. 1, hal. 284-296.

Nwabuoku, U.C. dan Adebayo, S.O. (2010), Burnout, empowerment and job satisfaction in human services: A comparative and correlational study of women, The Social Sciences, Vol. 5, No. 4, hal. 276-279.

Ronen, S. dan Pines, A.M. (2008), Gender differences in engineers’ burnout, Equal Opportunities International, Vol. 27, No. 8, hal. 677-691.

(21)

Schermuly, C.C., Schermuly, R.A., dan Meyer, B. (2011), Effects of vice-principals’ psychological empowerment on job satisfaction and burnout, International Journal of Educational Management, Vol. 25, No. 3, hal. 252-264.

Schwarzer, R. dan Hallum, S. (2008), Perceived eeacher self-efficacy as a predictor of job stress and burnout: Mediation analyses, Applied Psychology: An International Review, Vol. 57, hal. 152-171.

Senter, A., Morgan, R.D., Serna-McDonald, C., dan Bewley, M. (2010), Correctional psychologist burnout, job satisfaction, and life satisfaction, Psychological Services, Vol. 7, No. 3, hal. 190-201.

Shirom, A., Nirel, N., dan Vinokur, A.D. (2006), Overload, autonomy, and burnout as predictors of physicians’ quality of care, Journal of Occupational Health Psychology, Vol. 11, No. 4, hal. 328-342.

Skaalvik, E.M. dan Skaalvik, S. (2010), Teacher self-efficacy and teacher burnout: A study of relations, Teaching and Teacher Education, Vol. 26, hal. 1059-1069.

Sowmnya, K.R. dan Panchanatham, N. (2011), Job burnout: An outcome of organisational politics in banking sector, Far East Journal of Psychology and Business, Vol. 2, No 1, January, hal. 49-58.

Talmor, R., Reiter, S., dan Feigin, N. (2005), Factors relating to regular education teacher burnout in inclusive education, European Journal of Special Needs Education, Vol. 20, No. 2, May, hal. 215-229.

Tsigilis, N., Zachopoulou, E., dan Grammatikopoulos, V. (2006), Job satisfaction and burnout among Greek early educators: A comparison between public and private sector employees, Educational Research and Review, Vol. 1, No. 8, hal. 256-261. Vuorensyrja¨, M. dan Ma¨lkia, M. (2011), Nonlinearity of the effects of police stressors on

police officer burnout, Policing: An International Journal of Police Strategies & Management, Vol. 34, No. 3, hal. 382-402.

Yagil, D. (2006), The relationship of service provider power motivation, empowerment and burnout to customer satisfaction, International Journal of Service Industry Management, Vol. 17, No. 3, hal. 258-270.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam empat siklus dapat disimpulkan bahwa dengan melalui model Quantum Teaching dapat meningkatkan keterampilan

Namun bukan berarti semakin kecil ukuran bahan akan menghasilkan rendemen yang semakin tinggi, justru ukuran yang terlalu kecil akan menurunkan randemen minyak

Bentuk : bentuk terdistorsi sangat rendah pada 45° dari titik pangkal dan sepanjang Ekuator. Area : distorsi sangat rendah pada 45° dari titik pangkal dan

Model dan Parameter produk K2 yang paling optimal pada proses training, selanjutnya dilakukan testing dan didapatkan hasil uji coba ( testing ) yaitu hasil MAPE dan RMSE

Setela Indra Maulana mendengar kata Tuan Putri itu maka lalu dipeluknya Tuan Putri itu serta dicium-cium dengan kata yang lemah lembut, dan yang manis-manis, "Aduhai

Lyrics in Translation mid Exam Result of 6th Semester Students of STKIP Ponorogo.. A thesis, English Education Department Faculty of Education State Islamic College of

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu usaha budidaya udang di Desa Oensuli, benur dan pakan belum efisien sehingga perlu penambahan input , sedangkan kapur dan tenaga kerja