• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Sri Utami Lestari

2012 022 0118

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Sri Utami Lestari

2012 022 0118

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Skripsi yang berjudul :

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK

DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULONPROGO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Sri Utami Lestari 20120220118

Telah dipertahankan di depan dewan Penguji Pada tanggal 22 Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Yogyakarta, 2 September 2016

Pembimbing Utama, Penguji,

Francy Risvansuna F, SP. MP Dr. Ir. Triwara Buddhi. S. MP NIK : 19720629199804 133 046 NIK : 19590712199603 133 022

Pembimbing Pedamping,

Ir. Lestari Rahayu, MP

NIK : 19650612199008 133 008

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

(4)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rhamat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Efisiensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi

Udang Vannamei Di Pantai Trisik Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten

Kulonprogo”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat penuis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta ayahanda Bapak Handoko, dan Ibunda Ibu Sumiati, serta

kakakku Tutut Handayani, S.Pi, Agustina Mayasari S.E. Ledy Daniati, S.Kep,

Rahmad Hidayat, dan adik-adikku Selly Hardianti, Ria jayanti, Heny Cosiana

yang telah menyemangati, memberikan doa, dukungan yang sangat tulus dan

ikhlas kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan meraih

gelar sarjana.

2. Ibu Francy Risvansuna F., SP, MP dan Ir. Lestari Rahayu, MP selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

(5)

ii

3. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Muhammadiyah

Yogyakarta dan Ibu Ir. Eni Istiyanti, M.P selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses

pendidikan dan khususnya dalam penelitian ini.

5. Teman seperjuanganku Wilda Fitra K, S.P, Ayusri Fitria N, Dede H, Kartika

Farah, teman Kelasku Agribisnis C 2012 dan anak-anak bestcamp.

6. Anak Kontrakan Siti Nur Aisyah Ayu S. Kep, Herlia Resti Setiawati S. Kep,

Resaa Putri Hardina S. Kep, dan Dwi Suci Permata yang selalu mendoakan,

mendukung dan memotivasi, agar skripsi ini cepat selesai. Terimakasih kalian

adalah keluarga.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah

banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dengan penuh kerendahan hati penulis senantiasa

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesmpurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allah SWT selalu meridhoi

setiap langkah dan senantiasa membalas budi kebaikan Bapak/Ibu/sdr sekalian.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016

(6)

iii

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 17

C. Hipotesis ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 20

A. Metode Pengambilan Sampel ... 20

B. Metode Pengumpulan Data ... 21

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 22

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

E. Teknik Analisis Data ... 24

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33

A. Letak Geografis ... 33

B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 32

C. Kependudukan... 33

D. Sarana Transportasi ... 36

E. Keadaan Pertanian ... 37

F. Keadaan Perikanan ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Identitas Petambak ... 44

B. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Cobb-Douglass ... 47

C. Hasil Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 59

(7)

iv

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(8)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo

... 2

Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton) ... 7

Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo 20 Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 33

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 33

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 34

Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 35

Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 37

Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 38

Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 40

Tabel 11.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur ... 44

Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 43

Tabel 13.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel 14.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 45

Tabel 15.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46

Tabel 16.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan 47 Tabel 17. Rata-rata Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi ... 48

Tabel 18. Hasil Analisis Uji t Faktor-Faktor Produksi ... 51

Tabel 19. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 60

Tabel 20. Rata-rata Biaya Produksi Usaha Udang Vannamei Desa Karangsewu 61

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta

pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi. ... 12

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 66

Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 70

Lampiran 3. Regresi ... 71

Lampiran 4. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 74

Lampiran 5. Biaya Eksplisit, Implisit, dan Keuntungan Musim Kemarau ... 75

(11)
(12)

ix

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU

KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO

Efficiency Of Factors Influence Vannamei Shrimp Production In the Trisik Beach Karangsewu Village Galur Subsdistrict Kulonprogo Regrency

Sri Utami Lestari

Francy Risvansuna F / Lestari Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

ABSTRACT

The research aims to know the factors that the influence, the production of vannamei shrimp, to know degree efficiency of production factors, and to know profit of vannamei effort in the Karangsewu village, Galur subsdistrict, Kulonprogo regency. The data was collected by using simple random sampling as many as 40 people. Data obtained by using a quesionaire with the interview methods. Then the data were analyzed using a production function model of cobb-douglass. The result showed that at dry season, rain season, and agregat the land, shrimp fry, woof, omega protein, super nb, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon, labor, and season influence of vannamei shrimp production. While in partial at the dry season labor influential real. At rain season and aggregate land, biosolution, latibon, and season influential real. The factor can be in the efficiency is land of rain season and aggregate, but the use of land yet efficient because value NPMx/Px is more than 1 (9,48 and 28,33). The advange of vannamei shrimp effort at dry season taller than rain season.

(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang sangat penting sebagai

sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan

menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini

disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut

yang memiliki berbagai sumber daya alam serta jasa lingkungan yang beragam.

Ada beberapa sumber daya alam yang dapat dikelola dan dikembangkan,

diantaranya sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan

budidaya meliputi budidaya air payau, pantai dan laut. Semakin menurunnya

produksi yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan

tambak dilakukan, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan

mampu menopang target produksi nasional perikanan.

Menurut Lawaputri (2011), Komoditas yang dapat dikembangkan pada

kegiatan akuatur di Indonesia diantaranya adalah berasal dari kelas crustecea

seperti udang, kepiting, dan rajungan. Jenis komoditas ini banyak dikembangkan

karena sangat bernilai ekonomis penting, yang diantaranya memberikan kontribusi

terbesar terhadap nilai ekspor nilai hasil perikanan. Kehadiran jenis udang

vannamei diharapkan tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tapi juga

menopang kebangkitan usaha pertambakan terutama komoditas udang, introduksi

jenis udang baru yang lebih unggul dan tahan penyakit tampaknya menjadi salah

satu kunci perwujudan mimpi diatas, selain memperkaya dan menambah alternatif

(14)

2

diyakini bakal kembali prospektif, apalagi hasil budidaya pada lahan uji coba di

sejumlah daerah memang menunjukan tingginya produktivitas dibanding

perolehan hasil, semisal jenis udang windu yang telah dikenal sebelumnya. Salah

satu usaha tambak yang dibudidayakan saat ini adalah usaha tambak udang di

Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta yang

menggunakan varietas Udang Vannamei. Berikut data luas lahan dan produksi

udang vannamei di Kabupaten Kulonprogo:

Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo

Jenis Data Tahun Satuan

2010 2011 2012 2013 2014

(1) Luas 7.4 8.61 13.40 45.59 75.87 Ha

(2) Jumlah produksi 78,702 34,037 91,118 213,730 1,497,981 Kg (3) Produktivitas 10635 3953 6799 4688 19744 Kg/Ha Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulonprogo, 2015

Tabel 1 menjelaskan bahwa luas lahan tambak di Kabupaten Kulonprogo

setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2010 seluas 7,4 Ha sampai

dengan tahun 2014 seluas 75,87 Ha. Ini disebabkan bahwa banyak nelayan yang

beralih fungsi bekerja menjadi petambak udang. Begitu sebaliknya pada produksi

perikanan budidaya komoditas udang selama 5 tahun terakhir terlihat bahwa

produksi udang mengalami peningkatan tiap tahunnya, tetapi jika dilihat dari

produktivitasnya udang vannamei mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Dinas

Perikanan Kelautan dan Peternakan Kulonprogo mencatat produktivitas udang

dikawasan pesisir turun 17,27%. Hal ini disebabkan oleh penyakit white feces

deceas (WFD). Serangan WFD ditandai dengan berak putih, udang keropos

(15)

Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo merupakan salah satu

daerah di Yogyakarta yang membudidayakan udang vannamei dengan cara

tambak disekitar Pantai Trisik. Dalam mengelola budidaya udang vannamei

terdapat beberapa permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh petani udang

vannamei yaitu: serangan penyakit dan beberapa udang mati ditandai udang

mengapung dikolam dikarenakan tidak cocok dengan kadar garam air (salinitas)

yang rendah, adapun salinitas ideal adalah 15-25 ppt, suhu 28-31 ˚C, dan pH tanah

7,7-8,5 serta benur udang kurang bagus. Pembelian benur masih jauh yaitu di

Daerah Wonosari (Pantai Indrayanti), bahkan luar Kota (Lampung dan Surabaya)

yang mengakibatkan harga menjadi lebih tinggi dan resiko kematian pada benur

udang tersebut. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang telaten, rajin dalam

mengelola dan menjaga tambak selama 24 jam, karena apabila tenaga kerja

malas-malasan dalam melakukan pekerjaan akan mengakibatkan hasil produksi budidaya

udang vannamei menjadi kurang optimal.

Hal tersebut juga tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi produksi

udang tersebut. Penggunaan faktor produksi yang tepat akan menghasilkan

produksi dari usahatani yang maksimal, sehingga akan berpengaruh terhadap

pendapatan yang akan diterima oleh petani/petambak. Faktor produksi tidak hanya

dillihat dari segi jumlah atau ketersediaan dalam waktu yang tepat, akan tetapi

juga dilihat dari segi efisiensi penggunaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan

(16)

4

1. Faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei

di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang

vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

3. Berapa besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani udang vannamei di

Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

B.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang

vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.

2. Mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang

vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.

3. Mengetahui keuntungan usaha udang vannamei di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Bagi peneliti, penelitian

ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah

dipelajari dan sebagai tambahan pengetahuan, bagi petambak sebagai informasi

dan bahan pertimbangan yang berguna dalam meningkatkan produktivitas dan

pendapatan dari usahatani udang vannamei. Sedangkan manfaat bagi pemerintah

daerah adalah untuk memberi pedoman penentuan arah kebijakan pengembangan

(17)

5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei

Udang vannamei atau udang putih (Litopenaeus vannameii) adalah salah

satu spesies udang unggul yang sejak tahun 2002 mulai dikultur ditambak-tambak

di Indonesia.Udang yang biasa disebut pacific white shrimp atau rostris ini berasal

dari perairan Amerika dan Hawaii yang sukses dikembangkan di beberapa Negara

Asia seperti Cina, Thailand, Vietnam, dan Taiwan.Sebenarnya ada dua spesies

udang yang dikenal sebagai pacific white shrimp yang merupakan udang

introduksi yaitu Litopenaeus vannameii dan L. stylirotris.Namun spesies yang

paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah vannamei (L.vannameii).

Klasifikasi udang vannamei sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Anthropoda

Kelas : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannameii

Secara morfologi tubuh udang dapat dibedakan menjadi dua bagian

cephalotorax (bagian kepala) dan abdomen (bagian perut). Bagian cephalotorax

terlindungi oleh kulit chitin yang dinamakan carapace. Pada bagian perut

(18)

6

pasang ekor kipas atau sirip ekor (urupoda) dan satu ruas lagi ujungnya runcing

membentuk ekor yang disebut telson. Dibawah pangkal ujung terdapat anus.

Sedangkan bagian cephalotorax terdapat beberapa anggota tubuh yang

berpasang-pasangan antara lain anula, sirip kepala (scophocerit), sungut besar (mandibula),

alat pembantu rahang (maxilla) yang berjepit kecil pada ujungnya (chela) yang

dua pasang periopoda belakangnya tidak terjepit.

Pertumbuhan udang vannamei dipengaruhi dua faktor yaitu frekuensi

molting/ganti kulit (waktu antara molting) dan pertumbuhan pada setiap molting.

Tubuh udang mempunyai karapas/kulit luar yang keras, sehingga pada setiap kali

berganti kulit, karapas terlepas dan akan membentuk karapas baru. Ketika karapas

masih lunak, udang berpeluang untuk dimangsa oleh udang lainnya.

Udang merupakan organisme pemakan segala (omnivorus). Pada

habitatnya, udang vannamei memakan jasad renik (fitoplankton dan zooplankton),

alga bentik, detritus dan bahan organik lainnya. Udang vannamei tidak makan

sepanjang hari, tetapi hanya beberapa waktu saja dalam sehari. Nafsu makan

tergantung oleh kondisi lingkungan dan laju konsumsi pakan akan meningkat

pada kondisi lingkungan optimum. Pakan yang diberikan pada udang vannamei

yaitu yang mengandung protein 32-38%. Sifat biologis udang vannamei, yaitu

aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan dapat hidup pada kisaran salinitas yang

luas yaitu 2- 0 ppt. dang annamei akan mati jika terpapar suhu diba ah 15

atau diatas C selama 24 jam.

Perolehan benur atau benih berbeda dengan udang windu, dimana

(19)

udang vannamei sudah dapat didomestikasi (diproduksi secara massal).

Keberhasilan domestikasi membuka peluang untuk dilakukan rekayasa genetik

(improvement genetic) sehingga saat ini mampu dihasilkan induk yang tahan

penyakit (specific phatogen resisten, SPR) dan induk yang bebas penyakit

(specific phatogen free, SPF).

Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton)

Negara 2011 2012 2013 Nilai kenaikan

rata-rata %

China 1.325.549 1.453.241 1.429.929 9,72

Indonesia 246.420 238.663 376.189 27,9

Thailand 603.227 588.370 311.879 5,75

Total 3.135.940 3.220.038 3.220.038 11,14

Sumber: Fishstat J FAO, Maret 2015

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa Indonesia menduduki 5 besar

produsen udang vannamei dunia. Selama tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan

produksi udang vannamei Indonesia mengalami kenaikan sebesar 27,9%.

Kenaikan rata-rata produksi udang vannamei Indonesia sangat besar dibanding

kenaikan rata-rata produksi udang dunia yaitu sebesar 11, 14 %.

Indonesia, tahun 2013 telah menjadi produsen udang vannamei terbesar

kedua di dunia menggeser Thailand yang produksi udangnya turun drastis. Pada

tahun 2013, produksi udang vannamei Thailand hanya sebesar 311.879 ton

dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar 588.370 ton. Namun, produksi udang

(20)

8

udang vannamei terbesar di dunia. Walaupun produksi udang vannamei di China

stagnan, namun kontribusi terhadap dunia masih besar yaitu bisa dilihat dari tahun

ke tahun china terus mengalami peningkatan produksi udang vannamei.

2. Faktor Produksi

Menurut Soekartawi (1990), istilah faktor produksi sering pula disebut

dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan”

untuk mneghasilkan produksi. Dalam bahasa inggris faktor produksi disebut

dengan “input.” Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka

diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk

(output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan “factor

relationship” (FR). Dalam rumus matematis, FR ini dituliskan dengan:

Y = f (X , X , X ,…, Xn)

Keterangan:

Y = Produksi atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, X , X , X = Faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y

Dalam proses produksi pertanian, maka Y dapat berupa produksi pertanian

dan X dapat berupa lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Dalam

praktek, keempat faktor tersebut belum cukup untuk dapat menjelaskan Y.

Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat

produksi. Oleh karena itu, sebelum seseorang merancang untuk menganalisis

kaitan input dan output maka perlu diperlukan pemahaman dan identifikasi

(21)

Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburan,

bibit, varietas, pupuk, dan obat-obatan, dan sebagainya.

b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan,

tersedianya kredit, dan sebagainya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto, F. et al (2013)

menyatakan bahwa faktor produksi antara lain: tenaga kerja, pupuk, pakan, dan

padat penebaran dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi produksi udang vannamei. Tenaga kerja, pupuk, pakan, dan

padat penebaran secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap hasil

produksi udang vannamei. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh signifikan

terhadap jumlah produksi udang vannamei dalam penelitian ini adalah tenaga

kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), faktor-faktor

produksi yang mempengaruhi produksi udang galah dan memenuhi syarat fungsi

produksi adalah benih, tenaga kerja, pupuk TSP, pakan buatan, dan kapur.

Menurut penelitian Az-zarnuji. A.T, (2011) mengatakan bahwa faktor produksi

luas lahan dan benih berpengaruh secara signifikan terhadap produksi ikan lele,

(22)

10

Menurut penelitian yang dilakukan Mustika. R, (2009) menyatakan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi adalah luas

kolam, jumlah benih, jumlah pakan dan tingkat mortalitas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N,

(2013), menyatakan bahwa faktor atau variabel luas kolam dan jumlah pakan

berpengaruh positif terhadap produksi ikan nila merah di Desa Tegalrejo,

sementara faktor jumlah bibit, jumlah pupuk kandang dan jumlah tenaga kerja

tidak berpengaruh.

3. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menguraikan cara-cara bagaimana berbagai masukan

(input) dapat digabungkan untuk menghasilkan suatu produk dengan jumlah

produk yang telah direncanakan. Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi

adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan biasanya berupa input.

Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keterangan:

Y : Tingkat Produksi (output)

: Berbagai input yang digunakan

Berdasarkan persamaan tersebut, petani dapat melakukan tindakan yang

mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari

input yang digunakan atau menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari

input yang digunakan.

Pada teori ekonomi diambil satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi

(23)

yang disebut “The Law of Diminishing Return”. Hukum ini mengatakan bah a

“bila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap

maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang

ditambahkan tadi mula-mula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila

input terus ditambah”. (Boediono, 1997)

Kurva Total Phsycal Product (TPP) adalah kurva yang menunjukan

tingkat produksi total (Y) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel

(input-input yang dianggap tetap).

TPP = f(X) atau Y = f (X)

Kurva Marginal Phsycal Product (MPP) adalah kurva yang menunjukan

tambahan dari TPP, yaitu ΔTPP atau ΔY, yang disebabkan oleh penggunaan

tambahan satu unit input variabel. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai

berikut:

=

Kurva Average Physcal Product (APP) adalah kurva yang menunjukan

hasil rata-rata per unit variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut.

Secara sistemastis dapat dituliskan sebagai berikut:

APP = TPP/X = Y/X = f (X)/X

(24)

12

Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi.

Dalam gambar 1 dijelaskan tahap-tahap produksi yang dipengaruhi oleh

hukum The Law of Diminishing Returns. Gambar 1 merupakan hasil produksi

(TPP) yang bergerak dari titik 0 menuju titik A, B, dan C pada berbagai tingkat

penggunaan input.

Titik A : Adalah titik belok (inflection Point) dimana kurva TPP berubah arah

yang merupakan batas mulai berlakunya hukum The Law of Dimishing

Returns. Pada titik ini, MPP mencapai maksimal, sedangkan TPP mulai

naik (cekung ke atas), begitu pula dengan APP mulai naik.

Titik B : Adalah titik pada saat kurva TPP naik (cekung keatas) dan menyinggung

garis bantu. Pada titik ini, kurva APP mencapai maksimal dan memotong

kurva MPP.

Titik C : Adalah titik pada saat kurva TPP mencapai maksimal. Pada titik ini,

(25)

Hubungan antara input dan output akan lebih informatif dengan

mengaitkan antar kurva TPP, MPP dan APP. Selain itu, dapat diketahui elastisitas

produksi yang sekaligus juga akan diketahui proses produksi yang sedang berjalan

dalam usaha dengan indikator elastisitas produksi yang rendah atau sebaliknya.

Elastisitas produksi (EP) adalah persentasi perubahan dari output sebagai

akibat dari adanya perubahan input sebesar 1%.

Ep = : atau

= MPP.

Jadi, EP =

Daerah pada kurva di gambar 1 dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu:

a. Daerah I (daerah irrasional)

EP > 1, saat MPP > APP

Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai sebab dengan

penambahan penggunaan input masih akan diikuti dengan penambahan

keuntungan. Pada daerah ini, petani masih akan diikuti dengan penambahan

keuntungan. Sehingga, petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang

menguntungan apabila sejumlah input ditambahkan.

b. Daerah II (daerah rasional)

0 ≤ Ep ≤ 1, saat 0 < MPP < APP

Pada daerah ini keuntungan maksimum dapat tercapai sebab dengan

penggunaan input yang optimal dapat diperoleh produksi yang optimal dan

(26)

14

produksinya pada daerah ini, karena pada daerah ini bisa dicapai keuntungan yang

maksimum.

c. Daerah III (daerah irrasional)

Ep < 0, saat MPP < APP

Pada daerah ini penambahan input secara terus-menerus akan

menyebabkan produksi semakin menurun. Pada daerah ini, petani akan

mengalami kerugian apabila terus menambah jumlah input yang dipergunakan.

4. Efisiensi produksi

Menurut Soekartawi (1990), efisiensi produksi dapat diartikan sebagai

upaya penggunaan input atau faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk

mendapatkan hasil produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi akan tercapai jika

nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P)

tersebut atau dapat ditulis dengan rumus:

NPMx = Px atau

Dalam kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi

adalah:

a. NPMx/Px> 1, artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai

efisien, input X perlu ditambah.

b. NPMx/Px< 1, artinya penggunaan input X tidak efisien. Untuk mencapai

efisien, input X perlu dikurangi.

c. NPMx/Px = 1, artinya penggunaan input X sudah efisien dan diperoleh

(27)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto. F, et al (2013),

menyatakan hasil analisis efisiensi produksi didapatkan bahwa faktor produksi

tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran belum efisien (kondisi optimum

belum tercapai). Hal ini perlu melakukan penambahan faktor produksi tenaga

kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widyarto. T, (2012),menyatakan

bahwa menunjukan nilai efisiensi teknis masih dibawah 1 yaitu 0,79. Artinya

usahabudidaya udang windu di Kabupaten Pati yang dilakukan tidak efisien

secara teknis. Nilai efisiensi harga sebesar 6,28 yaitu lebih dari 1 artinya belum

efisien secara harga. Sedangkan nilai efisiensi ekonomi sebesar 4,96 yaitu lebih

dari 1 artinya belum efisien ini menunjukan bahwa usaha budidaya komoditas

udang windu di Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), Analisis

faktor-faktor produksi menurut kriteria efisiensi alokatif pada tingkat harga input

dan output, menunjukan bahwa semua faktor produksi dalam penggunaannya

belum efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan dalam

penggunaannya melebihi tingkat optimalnya, sedangkan faktor produksi kapur

dan pupuk TSP penggunaannya masih kurang.Penggunaan faktor produksi yang

belum efisien menyebabkan produksi udang galah di daerah penelitian rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Az-zarnuji. A. T, (2011)

bahwa nilai efisiensi teknik sebesar 0,94 dapat dikatakan bahwa usaha budidaya

(28)

16

input harus dikurangi. Demikian juga dengan efisiensi harga dan efisensi ekonomi

yang juga tidak efisien.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N,

(2013), menyatakan bahwa nilai efisiensi alokatif faktor luas kolam dan jumlah

pakan masing-masing adalah 1,90 dan 1,25 atau lebih besar dari 1 yang berarti

belum efisien sehingga perlu ditambah lagi penggunaannya.

5. Biaya Produksi a. Biaya

Biaya merupakan semua pengorbanan yang perlu dilakukam untuk suatu

proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang

berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Menurut Soekartawi

(2010), biaya usaha disini adalah merupakan biaya investasi dan biaya operasional

yang dibutuhkan selama umur usaha melakukan kegiatan produksi. Untuk

mengetahui besarnya pendapatan usahatani, terdapat 2 konsep biaya yaitu biaya

eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan biaya yang diperhitungkan

secara nyata dalam proses produksi, seperti pembelian sarana produksi, upah

tenaga kerja, dan biaya sewa lahan. Sedangkan, biaya implisit merupakan biaya

yang tidak secara nyata diperhitungkan tetapi diikutsertakan dalam proses

produksi, seperti sewa lahan sendiri, nilai tenga kerja keluarga, biaya modal

(29)

b. Penerimaan

Penerimaan yang didapat petani merupakan hasil kali produksi (Y) yang

diperoleh petani dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya

ditulis dengan rumus:

TR =Y. Py

Keterangan:

TR = Penerimaan (Total Revenue) Y = Produksi Udang Vannamei

Py = Harga Produk

c. Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya

eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

Π = TR – TC (eksplisit+ implisit)

B. Kerangka Pemikiran

Tujuan petani berusahatani adalah untuk menghasilkan produksi yang

optimal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam pengembangan

usahatani/tambak udang di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten

Kulonprogo pada dasarnya petani harus dapat mengalokasikan berbagai

faktor-faktor produksi dengan lebih efisien, seperti lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga

kerja. Mengingat kebutuhan udang saat ini semakin meningkat, maka prospek dari

usaha tambak udang di Desa Karangsewu dapat memberikan harapan untuk

(30)

18

Produksi udang vannamei dipengaruhi oleh besar kecilnya input yang

digunakan dalam usaha tani. Penggunaan faktor produksi yang minimal akan

menyebabkan menurunnya jumlah produksi begitu juga sebaliknya, penggunaan

faktor produksi yang berlebih menyebabkan penggunaannya menjadi tidak efisien.

Penggunaan faktor produksi diperlukan untuk mendapatkan hasil produksi yang

maksimal yang berpengaruh terhadap pendapatan petani udang vannamei.

Permasalahan petani dalam usahatani udang vannamei yaitu tidak efisiennya

dalam penggunaann faktor-faktor produksi pada proses pembudidayaan udang

vannamei mulai dari pengolahan lahan, penyebar benur/benih, pemeliharaan,

sampai dengan panen. Penggunaan faktor-faktor produksi antar petani berbeda.

Petani yang memiliki modal akan berusaha mendapatkan produksi udang

vannamei yang besar dengan pengalokasian faktor produksi yang besar pula,

sedangkan petani yang keterbatasan modal akan cenderung meminimalkan

penggunaan faktor produksi untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien.Menurut

Soekartawi (2002), ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari

mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh

keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Agar mendapatkan hasil yang baik, petani udang vannamei di Desa

Karangsewu, Kecamatan Galur dapat memanfaatkan input yang ada secara lebih

efisien. Untuk memperjelas tentang kerangka pemikiran tersebut, dapat

(31)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

1. Diduga ada pengaruh faktor-faktor produksi (lahan, benur/benih, pakan,

omega protein, super NB, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon,

biactiv, tenaga kerja, dan musim) terhadap produksi udang vannamei.

2. Diduga tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha udang

vannamei belum efisien.

(32)

20

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif, yaitu metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan

masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. Data yang

dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diteliti. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai faktor-faktor

produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei, dan tingkat

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang vannamei.

A. Metode Pengambilan Sampel 1. Sampel Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu

sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan

tujuan penelitian. Dalam penelitian ini dipilih Kecamatan Galur, Kabupaten

Kulonprogo dengan dasar pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan

kecamatan yang memiliki produktivitas udang vannamei tertinggi pada tahun

2015 di Kabupaten Kulonprogo seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo

Data Tahun 2015 Satuan

Temon Wates Panjatan Galur

Luas 8,56 2 13,2 23,88 Ha

Produksi 1.717.958 28.850 233.750 600.920 Kg

(33)

2. Sampel Responden

Desa Karangsewu merupakan desa yang memiliki tambak udang vannamei

di Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Populasi petani tambak udang

vannamei berjumlah 85 orang. Pengambilan sampel petani tambak udang

vannamei di Desa Karangsewu dilakukan dengan menggunakan teknik simple

random sampling sebanyak 40 responden.

B. Metode Pengumpulan Data

1. Data primer yaitu data yang didapat secara langsung dilapangan. Data yang

didapatkan adalah identitas petani/pengusaha (nama, umur, tingkat

pendidikan), luas lahan, harga dan penggunaan faktor-faktor produksi dalam

proses produksi (benur, pakan, pupuk, padat penebaran, obat-obatan dan tenaga

kerja), jumlah produksi udang vannamei dan harga yang didapatkan. Dilakukan

dengan dua teknik yaitu:

a. Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

pengamatan secara langsung tentang kenyataan yang ada dilapangan.

b. Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan

komunikasi langsung dengan petani/petambak menggunakan kuesioner.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait

seperti Kantor Kelurahan, kecamatan, BPS dan beberapa instansi lain yang

berhubungan dengan penelitian. Data yang diambil berupa keadaan umum

(34)

22

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi

a. Petambak menjual semua produksi udang vannamei.

b. Pembatasan Masalah

a. Data yang digunakan adalah data satu kali produksi yaitu data empat bulan

terakhir yaitu data bulan September sampai dengan Desember 2015.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Lahan adalah suatu tempat/wadah untuk budidaya udang vannamei dalam satu

musim, dinyatakan dalam meter persegi (m²).

2. Benur adalah benih udang yang masih berusia 12 hari, diukur dalam satuan

ekor.

3. Pakan adalah makanan/asupan sebagai sumber energi dan materi bagi

pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup, biasanya diberikan pada

makhluk hidup yang di pelihara atau budidayakan, yang dinyatakan dalam

kilogram (Kg).

4. Obat-obatan adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang berasal non kimia

maupun bahan kimia tertentu, yang digunakan apabila udang terkena virus

atau penyakit. Dapat dinyatakan dalam bentuk padat yang diukur dalam

kilogram (Kg), maupun dalam bentuk cair diukur dalam liter (L).

5. Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga yang dipergunakan dalam proses produksi,

baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Satuan

(35)

6. Musim yaitu salah satu peristiwa dalam jangka tahunan umumnya berdasarkan

perubahan waktu, baik musim hujan maupun musim kemarau.

7. Biaya produksi meliputi biaya sarana produksi diperhitungkan dengan nilai

uang (Rp).

8. Biaya implisit adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak secara nyata

tetapi tetap diperhitungkan. Biaya yang termasuk dalam biaya implisit adalah

biaya sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan bunga

modal milik sendiri yang diukur dalam rupiah (Rp).

a. Biaya sewa lahan milik sendiri adalah biaya dikeluarkan untuk sewa lahan

milik sendiri dalam suatu proses produksi yang diukur dalam rupiah per

meter persegi (Rp /m²).

b. Biaya upah tenaga kerja dalam keluarga adalah biaya yang dikeluarkan

untuk tenaga kerja dalam keluarga yang diukur dalam rupiah per hari kerja

orang (Rp/HKO).

c. Bunga modal milik sendiri adalah hasil perkalian dari bunga pinjaman

dengan biaya eksplisit yang diukur dalam rupiah (Rp).

9. Biaya eksplisit adalah besarnya biaya yang perhitungkan secara nyata dalam

proses produksi. Biaya eksplisit terdiri dari biaya pembelian benur, pakan,

obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya penyusutan peralatan yang diukur dengan

nilai uang (Rp).

a. Biaya pembelian benur adalah biaya yang diperhitungkan yang

dikeluarkan untuk membeli jumlah benur, yang diukur dalam rupiah

(36)

24

b. Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah

pakan, yang diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

c. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberi

upah/gaji kepada tenaga kerja luar keluarga, yang diukur dalam rupiah per

hari kerja orang (Rp/HKO).

d. Biaya penyusutan peralatan adalah biaya yang akan habis (tersisa sedikit)

setelah selang waktu tertentu dan mengakibatkan nilai alat akan

berkurang/menyusut, yang diukur dalam rupiah (Rp/musim).

10.Produksi adalah seluruh hasil panen yang dihasilkan petani udang vannamei

dalam satu kali panen yang dinyatakan dalam (Kg).

11.Harga produksi adalah harga atas penjualan udang vannamei diukur dengan

satuan rupiah (Rp).

12.Penerimaan adalah jumlah hasil produksi udang vannamei dikalikan dengan

harga produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

13.Keuntungan adalah selisih total penerimaan petani dengan biaya ekplisit dan

implisit yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

14.Efisiensi adalah penggunakan faktor-faktor produksi secara optimal untuk

mendapatkan keuntungan maksimal.

E.Teknik Analisis Data 1. Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi dilakukan guna memperoleh informasi bahwa

(37)

pestisida dapat dikelola dengan sebaik-baiknya agar diperoleh keuntungan yang

maksimum.

Pada penelitian ini untuk menjelaskan keadaan skala usaha, fenomena

efisiensi, atau keadaan optimum atau tidaknya penggunaan faktor produksi

tersebut digunakan metode penelitian dengan pendekatan model fungsi produksi

tipe Cobb-Douglas.

Fungsi cobb-douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan

dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel

dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang

menjelaskan (X) (Soekartawi 1990). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel

independen (X) antara lain: penggunaan lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga

kerja. Sedangkan variabel dependen (Y) adalah produksi udang vannamei. Secara

matematis fungsi cobb-douglass dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

Y = aX ¹X ²X ³X X X X7 X X X₁ ¹² X₁₁¹¹ X₁ ²e ¹ᴰ¹

Keterangan:

Y = Variabel yang dijelaskan (Produksi udang vannamei) a = Konstanta / intercept

bi = Besaran yang diduga e = Logaritma natural

u = Kesalahan (disturbance term)

(38)

26

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut diatas, maka

persamaan tersebut harus diubah bentuk linier berganda dengan cara

menglogaritmakan persamaan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai

berikut:

Ln Y = Lna + b LnX + b LnX +…………+ b LnX₁ + d1 D1 + u

Pengujian model yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien

determinasi (R²), uji F dan uji t.

a. Koefisien Determinasi (R²)

Untuk menunjukan sampai seberapa besar variasi variabel tidak bebas

dijelaskan oleh variabel bebas digunakan koefisien determinasi (R²).Koefisien

determinasi (R²) merupakan suatu ukuran kesesuaian yang digunakan untuk

mengetahui ketepatan model yang digunakan. Nilai R² dapat dihitung dengan

(39)

bi = koefisien regresi

xi = rata-rata nilai variabel independen y = rata-rata nilai variabel dependen n = jumlah sampel

k = jumlah variabel

Dengan nilai R² adalah 0 ≤ R² ≤ 1, yang artinya:

a) Bila R² = 1, berarti besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap naik

turunnya variabel terikat sebesar 100%, sehingga tidak ada faktor lain yang

mempengaruhinya.

b)R² = 0, artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi

(X …..X ) secara keseluruhan berpengaruh terhadap produksi udang vannamei

(Y).

Perumusan Hipotesis:

Ho: bi = 0, faktor produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi udang vannamei (Y)

Hi: paling tidak salah satu bi ≠ 0, artinya faktor produksi (X) secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y).

F tab = fα (k-1, n-k) Keterangan:

k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

α = Tingkat kesalahan

(40)

28

1. Jika F hitung ≥ dari F tabel, Ho ditolak Hi diterima, artinya faktor produksi (X)

secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi udang vannamei.

2. Jika F hitung < dari F tabel, maka Ho diterima Hi ditolak, artinya faktor

produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap produksi udang

vannamei.

c. Uji T

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

Perumusan hipotesis:

Ho: bi = 0, artinya faktor-faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi udang vannamei (Y).

Ho: bi ≠ 0, artinya faktor-faktor ke- i berpengaruh nyata terhadap produksi udang

vannamei (Y).

t hitung = bi/Sbi

t tabel = t (α%, (n-k-1))

Keterangan:

bi = koefisien regresi bi Sbi = standar deviasi bi α = tingkat kesalahan k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel

Pengambilan keputusan:

1. Jika t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya faktor produksi ke-i

(41)

2. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya faktor produksi ke-i tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi (Y).

2. Analisis Efisiensi

Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan suatu faktor produksi

dapat dilakukan dengan menghitung nilai yang menunjukan perbandingan antara

NPMx (Nilai Produk Marginal) dengan harga input (Px) atau dapat ditulis dalam

bentuk berikut ini:

NPMxi/Pxi = 1, artinya penggunaan input sudah efisien

NPMxi/Pxi > 1, artinya penggunaan input belum efisien, untuk mencapai efisien

input perlu ditambahkan.

NPMxi/Pxi < 1, artinya penggunaan input tidak efisien, untuk mencapai efisien

input perlu dikurangi

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi/Pxi = K

Dalam pengujiannya dihitung menggunakan uji-t sebagai berikut:

Ho: K = 1, artinya penggunaan input efisien.

Ha: K≠ 1, artinya penggunaan input tidak efisien atau belum efisien.

₀ ₅

Keterangan:

Var K = (K/bi)² x Var (bi) t tabel = (α%, (n-k-1))

(42)

30

a. t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya nilai K tidak sama dengan 1 maka

penggunaan input tersebut tidak atau belum efisien.

b. t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya nilai K sama dengan 1 maka

penggunaan input tersebut efisien.

3. Analisis Penerimaan dan Keuntungan a. Analisis Penerimaan

Penerimaan yang didapat petani/petambak merupakan hasil kali produksi (Y)

yang diperoleh dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya

ditulis dengan rumus:

TR = Y. Py

Keterangan:

TR = Peneriman (Total Revenue)

Y = Produksi Py = Harga Produk

b. Analisis Keuntungan

Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh petani dari usaha tambak

udang, digunakan analisis keuntungan:

π = TR – TC (eksplisit+implisit), atau

π = Y. Py – TC

Keterangan:

π = Keuntungan

TR = Total Penerimaan (Total Revenue)

TC = Total biaya eksplisit dan implisit (Total Cost) Y = Total Produksi

(43)

31

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis

Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan

Galur. Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17

pedukuhan. Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu

sebelah barat berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan

Desa Tirtorahayu dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

Adapun luas penggunaan lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5

berikut:

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 264,15 28,52

2. Lahan Kering 374,62 40,45

3. Bangunan 23,24 2,52

4. Lainnya 264,12 28,52

Jumlah 926,13 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling

banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir

dan lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan

tadah hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari

permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan

sebesar 2,52%. Penggunaan lahan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga,

(44)

32

Adapun lahan yang digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir,

karena lahan tersebut terletak dekat dengan pantai atau air laut.

B.Topografi dan Kondisi Tanah a. Topografi

Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi

yang landai dan datar.Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7

meter diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta

sungai-sungai lain yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase.Karena hal

tesebut, lahan dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam

budidaya tambak udang vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk

memudahkan pengisian air kolam yang diambil dari air laut.

b. Jenis Tanah

Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan

materialpenyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol

sertagrumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desamenjadi

cocok untuk budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian

adalah pepaya, karena tingkatkesuburan yang cukup baik selain juga material

tambahan yangmerupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang

terendapkanlewat aliran sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini

banyak juga dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang

(45)

C. Kependudukan

1. Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk

Desa Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233

jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding

jumlah penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada

tabel 6 berikut:

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa

Karangsewu mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif

yaitu sebesar 62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa

Karangsewu pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik

dan semangat kerja yang tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi

kegiatan dalam usaha udang vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik

dalam penebaran benur, pemberian pakan sampai dengan panen.

2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi

setiap orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan

wawasan yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase

(%) Laki-laki Perempuan

1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13

2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71

3 > 61 412 507 919 11,16

(46)

34

suatu daerah, faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir

seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat

pada suatu daerah menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan

pada daerah tersebut.

Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan

pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat.

Pendidikan Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu

No. Uraian Jumlah Persentase (%)

Karangsewu telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar

penduduk yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan

bahwa kesadaran penduduk Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah

hal ini akan berpengaruh dalam upaya penerapan teknologi, pengolahan dan usaha

untuk meningkatan produksi baik dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan,

dan sektor lainnya di Desa Karangsewu.

3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan

yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

(47)

geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan

mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.

Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan

sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan.Adapun masyarakat yang

hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga

mereka bermata pencaharian sebagai nelayan.Sedangkan mata pencaharian

penduduk yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan

dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.Struktur penduduk

berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan gambaran mengenai

jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu.

Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu

Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)

Petani Pemilik Sawah 1799 35,89

Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42

Petani penyewa/Penggarap 396 7,90

Buruh Tani 824 16,44

Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19

Buruh Perkebunan 42 0,84

Pemilik Perahu 2 0,04

Pemilik Kolam 23 0,46

Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14

Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08

Guru 171 3,41

Sipil Polri/TNI 1 0,02

Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14

Bidan 1 0,02

Peg. Pemda. 8 0,16

Perangkat Desa 25 0,50

TNI 17 0,34

POLRI 22 0,44

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23

Peg. Swasta 34 0,68

Lainnya 234 4,67

Jumlah 5013 100,00

(48)

36

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa

Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai petani yakni sebesar 59,23%,

terdiri dari petani pemilik sawah, petani penyewa/penggarap, dan buruh tani.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih

mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara

pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa

Karangsewu tersebut. Untuk pekerjaan petambak budidaya udang vannamei tidak

ada dalam data, karena budidya udang vannamei di Desa Karangsewu termasuk

illegal karena tidak ada izin dari pemerintah untuk membangun usaha udang

vannamei di Desa Karangsewu tersebut.

D. Sarana Transportasi

Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang,

barang, informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan

transportasi yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat

dengan aman dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat

sampai ke tempat produksi dan dengan transportasi hasil produksi dapat

dipasarkan. Dengan demikian sarana transportasi berfungsi sebagai sektor

penunjang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi

khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah sarana transportasi yang terdapat di

(49)

Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012

Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)

Kendaraan Umum Roda Empat:

a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21

b. Truk 7 0,24

c. Colt pick up 40 1,37

Mobil Pribadi 72 2,47

Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14

Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52

Sepeda 1.752 60,06

Jumlah 2.917 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa

Karangsewu sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar

dalam kegiatan usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan

colt pick up akan membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang

vannamei ke pasar atau bahkan daerah lainnya.

E. Keadaan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam

pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai

sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini

merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian

besar penduduk bergantung pada sektor ini.

Komoditas yang diusahakan di Desa Karangsewu yaitu tanaman pangan,

dan perkebunan. Tanaman pangan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Selain itu, petani menanam tanaman perkebunan untuk

menambah penghasilan. Berikut data produksi tanaman pangan Desa

(50)

38

Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012

Tanaman Pangan Produksi (ton/ha) Persentase (%)

Padi Sawah 7,2 55,81

Padi Ladang 3,6 27,91

Kedelai 2,1 16,28

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahawa produksi tanaman pangan paling

tinggi adalah padi sawah sebanyak 7,2 ton. Hal ini dikarenakan sebagian besar

penduduk bermata pencaharian sebagai petani.

F. Keadaan Perikanan

Potensi sektor perikanan di Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu

sektor andalan Kabupaten Kulonprogo. Potensi perikanan sangat berkaitan erat

dengan kondisi sosial ekonomi pada sumber daya kelautan meliputi perikanan

budidaya maupun perikanan tangkap. Perikanan budidaya di kawasan pesisir

Kabupaten Kulon Progo memungkinkan untuk dikembangkan yakni udang,

gurami dan lele. Namun, karena tekstur pasir di pesisir Kulonprogo menyebabkan

strategi pengembangan perikanan budidaya harus menggunakan konstruksi

khusus, yakni (tambak plastik/biokrit), dan hal ini membutuhkan modal yang

cukup besar selain cara pengembangan khusus yang memerlukan pengetahuan.

Berikut ini adalah data potensi perikanan sumber daya kelautan dan perikanan

tangkap.

Potensi perikanan Desa Karangsewu meliputi perikanan budidaya maupun

perikanan tangkap. Permasalahan yang dihadapi di Desa Karangsewu yakni

minimnya sarana melaut nelayan dan juga masih sangat terbatasnya peralatan

melaut. Aksesibilitas jalan yang masih terbatas dengan jalan yang sempit

(51)

sumberdaya manusia yang bergelut di perikanan tangkap menjadi permasalahan

yang berpengaruh pada hasil tangkapan.

1. Budidaya Udang Vannamei

a. Persiapan Lahan (Kolam)

Persiapan Lahan merupakan kegiatan pengolahan lahan mulai dari

membuat petak lahan (kolam), pemasangan mulsa, pemberian kapur dan pengisian

air sebelum benur ditebar kedalam petak kolam. Kedalaman kolam rata-rata

adalah 1 meter sampai dengan 1,5 meter. mulsa yang digunakan adaah mulsa yang

berwarna silver hitam. Kemudian pemberian kapur,pemberian kapur adalah

bagian persiapan tambak, pengapuran berfungsi sebagai berikut: (a) meningkatkan

pH tanah; (b) membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar; (c)

mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus; (d) memperbaiki kualitas

tanah; (e) meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan

plankton. Menurut Amrullah (1977) pada tahap persiapan, dengan efeknya panas

kapur bisa berfungsi sebagai disinfektan yang bisa mematikan kuman.

Pengisian air berasal dari air laut yang disalurkan kedalam kolam dengan

selang/pipa dengan bantuan mesin diesel dengan waktu kurang lebih 1 malam

untuk memenuhi air pada kolam.

b. Penebaran Benur

Penebaran benur dilakukan dengan cara adaptasi benur dengan air kolam

terlebih dahulu dengan memasukan benur yang berada didalam plastik ke kolam,

kemudian di ciprati air, apabila benur yang didalam plastik sudah beruap

(52)

40

itu menandakan bahwa benur-benur tersebut sudah beradaptasi dengan air yang

ada di kolam. Benur berasal dari CPP sundak (wonosari), Anyer (Kebumen), CP

Lampung, sumamarim dan sikakua (Jatim), dan CP prima dengan harga rata-rata

Rp 46,- per ekor.

c. Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan 4 kali sehari dalam waktu 4 jam sekali yaitu jam

07.00, 11.00, 15.00, dan 19.00. Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami.

Pakan buatan yang diberikan adalah pellet dan pakan alami adalah plankton.

Pemberian pakan dilakukan dengan melihat usia benur apabila semakin besar usia

benur maka pakan yang diberikan akan semakin banyak. Adapun takaran untuk

pakan buatan adalah sepeti tabel berikut:

Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur Umur (hari) Pemberian Pakan (Kg)/hari

1-20 3

21-40 4

41-60 4-4,5

61-80 5

81-100 5

100-120 5-6

d. Pemeliharaan dan pengendalian penyakit

Pemeliharaan dan pengendalian dilakukan dengan cara mengganti mulsa

yang sudah rusak, mengontrol kualitas air dengan cara mengganti atau menambah

air apabila air sudah terlihat bening, memberi pakan secara teratur, melakukan

penyiponan apabila kotoran udang sudah teralu banyak. Jenis penyakit yang

(53)

dan sebagian badan merah). Cara pencegahan yaitu dengan cara memberi obat

cair maupun padat. Adapun jenis obat cair yang digunakan adalah omega protein,

super NB, biosolution, biclin. Adapun obat adalah anara lain: vitamin c, vitaral,

bio lacto, dan biactiv.

e. Panen

Pemanenan udang vannamei dilakukan setelah udang berusia 90-120 hari.

Pemanenan dilakukan dengan cara parsial (memanen sebagian dari udang) dan

langsung habis. Namun, apabila udang terkena penyakit myo ataupun berak putih

udang harus segera dipanen, karena pertumbuhan udang tidak akan baik lagi dan

(54)

42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Petambak

Karakteristik petambak yang menjadi responden penelitian yaitu umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tambak udang vannamei,

jumlah anggota keluarga, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut

dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usaha tambak udang

vannamei.

1. Umur

Umur petambak atau pemilik tambak berpengaruh terhadap kemampuan

fisik dalam mengelola usaha tambak udang vannamei. Tenaga kerja produktif

umumnya berusia 16 sampai 59 memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola

usaha tambak udang vannamei. Petani yang berusia lebih dari 60 tahun

kemampuan kerjanya sudah tidak maksimal yang dikarenakan kemampuan fisik

sudah menurun. Karakteristik petambak berdasarkan umur adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur

Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

21-33 16 40,00

34-46 19 47,50

47-59 5 12,50

Total 40 100

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa umur dari pemilik tambak

udang vannamei adalah 21 tahun sampai 59 tahun dengan usia rata-rata yaitu 36

tahun dan tergolong usia produktif. Pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan

(55)

udang vannamei dengan baik mulai dari tebar benur, pemberian pakan, pemberian

obat sampai dengan waktu panen tiba.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin secara tidak langsung mempengaruhi kualitas kerja, apalagi

dalam proses produksi usaha udang vannamei. Jenis kelamin laki-laki biasanya

melakukan kegiatan yang tergolong berat dibanding perempuan. Berikut datanya:

Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 37 92,5

Perempuan 3 7,5

Total 40 100

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa pemilik tambak laki-laki lebih

banyak dibanding pemilik tambak perempuan dengan selisih 85%. Hal ini

menunjukkan bahwa usaha budidaya udang vannamei banyak membutuhkan

kekuatan fisik laki-laki dalam hal pengolahan lahan, pemeliharaan, pemberian

pakan, dan menangani mesin diesel, dan mesin genset. Pemilik tambak perempuan

hanya menjadikan usaha udang vannamei sebagai pekerjaan sampingan atau

tambahan. Adapun pekerjaan utama perempuan pada usaha udang vannamei

adalah sebagai karyawan bank, dan dua orang lainnya adalah ibu rumah tangga.

Serta yang bekerja adalah tenaga kerja dari luar keluarga

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

keberhasilan usaha udang vannamei. Tingkat pendidikan umumnya akan

Gambar

Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo
Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton)
Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta  pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perhitungan itu ada pengakuan biaya tahun berjalan, karna biaya belum terealisasi maka secara pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya sehingga dikoreksi

,engingatkan kembali ke&#34;ada ibu tentang &#34;ers/nal $ygiene &#34;ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Kabupaten Merangin yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah, secara nyata masih memiliki ruang yang cukup untuk penyediaan perumahan dan penyediaan prasarana

variabel citra sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan memilih Real Madrid UNY Soccer School sebagai tempat berlatih. Kualitas layanan berpengaruh

Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi ke- lainan kulit diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keber- hasilan

Membiasakan anak untuk mengkonsumsi sayur dan buah sejak dini sangat penting karena pola diet yang diterapkan pada usia anak- sejak dini sangat penting karena pola diet yang

gambaran pola asuh orangtua pada anak usia dini dari sisi

Dengan berlandaskan pada prinsip mekanika gerak tersebut dan dengan mempertimbangkan anggapan bahwa penempatan kaki staggered akan menghasilkan hasil tolakan yang