EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK
DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR
KABUPATEN KULONPROGO
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Sri Utami Lestari
2012 022 0118
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK
DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR
KABUPATEN KULONPROGO
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Oleh: Sri Utami Lestari
2012 022 0118
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Skripsi yang berjudul :
EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK
DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR
KABUPATEN KULONPROGO
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Sri Utami Lestari 20120220118
Telah dipertahankan di depan dewan Penguji Pada tanggal 22 Agustus 2016
Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
Yogyakarta, 2 September 2016
Pembimbing Utama, Penguji,
Francy Risvansuna F, SP. MP Dr. Ir. Triwara Buddhi. S. MP NIK : 19720629199804 133 046 NIK : 19590712199603 133 022
Pembimbing Pedamping,
Ir. Lestari Rahayu, MP
NIK : 19650612199008 133 008
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rhamat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Efisiensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Udang Vannamei Di Pantai Trisik Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten
Kulonprogo”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dengan penuh kerendahan hati dan rasa hormat penuis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta ayahanda Bapak Handoko, dan Ibunda Ibu Sumiati, serta
kakakku Tutut Handayani, S.Pi, Agustina Mayasari S.E. Ledy Daniati, S.Kep,
Rahmad Hidayat, dan adik-adikku Selly Hardianti, Ria jayanti, Heny Cosiana
yang telah menyemangati, memberikan doa, dukungan yang sangat tulus dan
ikhlas kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan meraih
gelar sarjana.
2. Ibu Francy Risvansuna F., SP, MP dan Ir. Lestari Rahayu, MP selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
ii
3. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Muhammadiyah
Yogyakarta dan Ibu Ir. Eni Istiyanti, M.P selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses
pendidikan dan khususnya dalam penelitian ini.
5. Teman seperjuanganku Wilda Fitra K, S.P, Ayusri Fitria N, Dede H, Kartika
Farah, teman Kelasku Agribisnis C 2012 dan anak-anak bestcamp.
6. Anak Kontrakan Siti Nur Aisyah Ayu S. Kep, Herlia Resti Setiawati S. Kep,
Resaa Putri Hardina S. Kep, dan Dwi Suci Permata yang selalu mendoakan,
mendukung dan memotivasi, agar skripsi ini cepat selesai. Terimakasih kalian
adalah keluarga.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dengan penuh kerendahan hati penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesmpurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan semoga Allah SWT selalu meridhoi
setiap langkah dan senantiasa membalas budi kebaikan Bapak/Ibu/sdr sekalian.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 22 Agustus 2016
iii
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
B. Kerangka Pemikiran ... 17
C. Hipotesis ... 19
III. METODE PENELITIAN ... 20
A. Metode Pengambilan Sampel ... 20
B. Metode Pengumpulan Data ... 21
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 22
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22
E. Teknik Analisis Data ... 24
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33
A. Letak Geografis ... 33
B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 32
C. Kependudukan... 33
D. Sarana Transportasi ... 36
E. Keadaan Pertanian ... 37
F. Keadaan Perikanan ... 38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Identitas Petambak ... 44
B. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Cobb-Douglass ... 47
C. Hasil Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 59
iv
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo
... 2
Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton) ... 7
Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo 20 Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 33
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 33
Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 34
Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 35
Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 37
Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 38
Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 40
Tabel 11.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur ... 44
Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 43
Tabel 13.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Tingkat Pendidikan ... 44
Tabel 14.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 45
Tabel 15.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46
Tabel 16.Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan 47 Tabel 17. Rata-rata Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi ... 48
Tabel 18. Hasil Analisis Uji t Faktor-Faktor Produksi ... 51
Tabel 19. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 60
Tabel 20. Rata-rata Biaya Produksi Usaha Udang Vannamei Desa Karangsewu 61
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta
pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi. ... 12
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 66
Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 70
Lampiran 3. Regresi ... 71
Lampiran 4. Perhitungan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 74
Lampiran 5. Biaya Eksplisit, Implisit, dan Keuntungan Musim Kemarau ... 75
ix
EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UDANG VANNAMEI DI PANTAI TRISIK DESA KARANGSEWU
KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULONPROGO
Efficiency Of Factors Influence Vannamei Shrimp Production In the Trisik Beach Karangsewu Village Galur Subsdistrict Kulonprogo Regrency
Sri Utami Lestari
Francy Risvansuna F / Lestari Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY
ABSTRACT
The research aims to know the factors that the influence, the production of vannamei shrimp, to know degree efficiency of production factors, and to know profit of vannamei effort in the Karangsewu village, Galur subsdistrict, Kulonprogo regency. The data was collected by using simple random sampling as many as 40 people. Data obtained by using a quesionaire with the interview methods. Then the data were analyzed using a production function model of cobb-douglass. The result showed that at dry season, rain season, and agregat the land, shrimp fry, woof, omega protein, super nb, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon, labor, and season influence of vannamei shrimp production. While in partial at the dry season labor influential real. At rain season and aggregate land, biosolution, latibon, and season influential real. The factor can be in the efficiency is land of rain season and aggregate, but the use of land yet efficient because value NPMx/Px is more than 1 (9,48 and 28,33). The advange of vannamei shrimp effort at dry season taller than rain season.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang sangat penting sebagai
sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan
menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini
disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut
yang memiliki berbagai sumber daya alam serta jasa lingkungan yang beragam.
Ada beberapa sumber daya alam yang dapat dikelola dan dikembangkan,
diantaranya sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan
budidaya meliputi budidaya air payau, pantai dan laut. Semakin menurunnya
produksi yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan
tambak dilakukan, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan
mampu menopang target produksi nasional perikanan.
Menurut Lawaputri (2011), Komoditas yang dapat dikembangkan pada
kegiatan akuatur di Indonesia diantaranya adalah berasal dari kelas crustecea
seperti udang, kepiting, dan rajungan. Jenis komoditas ini banyak dikembangkan
karena sangat bernilai ekonomis penting, yang diantaranya memberikan kontribusi
terbesar terhadap nilai ekspor nilai hasil perikanan. Kehadiran jenis udang
vannamei diharapkan tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tapi juga
menopang kebangkitan usaha pertambakan terutama komoditas udang, introduksi
jenis udang baru yang lebih unggul dan tahan penyakit tampaknya menjadi salah
satu kunci perwujudan mimpi diatas, selain memperkaya dan menambah alternatif
2
diyakini bakal kembali prospektif, apalagi hasil budidaya pada lahan uji coba di
sejumlah daerah memang menunjukan tingginya produktivitas dibanding
perolehan hasil, semisal jenis udang windu yang telah dikenal sebelumnya. Salah
satu usaha tambak yang dibudidayakan saat ini adalah usaha tambak udang di
Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta yang
menggunakan varietas Udang Vannamei. Berikut data luas lahan dan produksi
udang vannamei di Kabupaten Kulonprogo:
Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Udang Vannamei Kabupaten Kulonprogo
Jenis Data Tahun Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
(1) Luas 7.4 8.61 13.40 45.59 75.87 Ha
(2) Jumlah produksi 78,702 34,037 91,118 213,730 1,497,981 Kg (3) Produktivitas 10635 3953 6799 4688 19744 Kg/Ha Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulonprogo, 2015
Tabel 1 menjelaskan bahwa luas lahan tambak di Kabupaten Kulonprogo
setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2010 seluas 7,4 Ha sampai
dengan tahun 2014 seluas 75,87 Ha. Ini disebabkan bahwa banyak nelayan yang
beralih fungsi bekerja menjadi petambak udang. Begitu sebaliknya pada produksi
perikanan budidaya komoditas udang selama 5 tahun terakhir terlihat bahwa
produksi udang mengalami peningkatan tiap tahunnya, tetapi jika dilihat dari
produktivitasnya udang vannamei mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Dinas
Perikanan Kelautan dan Peternakan Kulonprogo mencatat produktivitas udang
dikawasan pesisir turun 17,27%. Hal ini disebabkan oleh penyakit white feces
deceas (WFD). Serangan WFD ditandai dengan berak putih, udang keropos
Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo merupakan salah satu
daerah di Yogyakarta yang membudidayakan udang vannamei dengan cara
tambak disekitar Pantai Trisik. Dalam mengelola budidaya udang vannamei
terdapat beberapa permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh petani udang
vannamei yaitu: serangan penyakit dan beberapa udang mati ditandai udang
mengapung dikolam dikarenakan tidak cocok dengan kadar garam air (salinitas)
yang rendah, adapun salinitas ideal adalah 15-25 ppt, suhu 28-31 ˚C, dan pH tanah
7,7-8,5 serta benur udang kurang bagus. Pembelian benur masih jauh yaitu di
Daerah Wonosari (Pantai Indrayanti), bahkan luar Kota (Lampung dan Surabaya)
yang mengakibatkan harga menjadi lebih tinggi dan resiko kematian pada benur
udang tersebut. Kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang telaten, rajin dalam
mengelola dan menjaga tambak selama 24 jam, karena apabila tenaga kerja
malas-malasan dalam melakukan pekerjaan akan mengakibatkan hasil produksi budidaya
udang vannamei menjadi kurang optimal.
Hal tersebut juga tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi produksi
udang tersebut. Penggunaan faktor produksi yang tepat akan menghasilkan
produksi dari usahatani yang maksimal, sehingga akan berpengaruh terhadap
pendapatan yang akan diterima oleh petani/petambak. Faktor produksi tidak hanya
dillihat dari segi jumlah atau ketersediaan dalam waktu yang tepat, akan tetapi
juga dilihat dari segi efisiensi penggunaannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan
4
1. Faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei
di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?
2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang
vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?
3. Berapa besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani udang vannamei di
Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?
B.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang
vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.
2. Mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang
vannamei di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.
3. Mengetahui keuntungan usaha udang vannamei di Desa Karangsewu
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo.
C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Bagi peneliti, penelitian
ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah
dipelajari dan sebagai tambahan pengetahuan, bagi petambak sebagai informasi
dan bahan pertimbangan yang berguna dalam meningkatkan produktivitas dan
pendapatan dari usahatani udang vannamei. Sedangkan manfaat bagi pemerintah
daerah adalah untuk memberi pedoman penentuan arah kebijakan pengembangan
5
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei
Udang vannamei atau udang putih (Litopenaeus vannameii) adalah salah
satu spesies udang unggul yang sejak tahun 2002 mulai dikultur ditambak-tambak
di Indonesia.Udang yang biasa disebut pacific white shrimp atau rostris ini berasal
dari perairan Amerika dan Hawaii yang sukses dikembangkan di beberapa Negara
Asia seperti Cina, Thailand, Vietnam, dan Taiwan.Sebenarnya ada dua spesies
udang yang dikenal sebagai pacific white shrimp yang merupakan udang
introduksi yaitu Litopenaeus vannameii dan L. stylirotris.Namun spesies yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah vannamei (L.vannameii).
Klasifikasi udang vannamei sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannameii
Secara morfologi tubuh udang dapat dibedakan menjadi dua bagian
cephalotorax (bagian kepala) dan abdomen (bagian perut). Bagian cephalotorax
terlindungi oleh kulit chitin yang dinamakan carapace. Pada bagian perut
6
pasang ekor kipas atau sirip ekor (urupoda) dan satu ruas lagi ujungnya runcing
membentuk ekor yang disebut telson. Dibawah pangkal ujung terdapat anus.
Sedangkan bagian cephalotorax terdapat beberapa anggota tubuh yang
berpasang-pasangan antara lain anula, sirip kepala (scophocerit), sungut besar (mandibula),
alat pembantu rahang (maxilla) yang berjepit kecil pada ujungnya (chela) yang
dua pasang periopoda belakangnya tidak terjepit.
Pertumbuhan udang vannamei dipengaruhi dua faktor yaitu frekuensi
molting/ganti kulit (waktu antara molting) dan pertumbuhan pada setiap molting.
Tubuh udang mempunyai karapas/kulit luar yang keras, sehingga pada setiap kali
berganti kulit, karapas terlepas dan akan membentuk karapas baru. Ketika karapas
masih lunak, udang berpeluang untuk dimangsa oleh udang lainnya.
Udang merupakan organisme pemakan segala (omnivorus). Pada
habitatnya, udang vannamei memakan jasad renik (fitoplankton dan zooplankton),
alga bentik, detritus dan bahan organik lainnya. Udang vannamei tidak makan
sepanjang hari, tetapi hanya beberapa waktu saja dalam sehari. Nafsu makan
tergantung oleh kondisi lingkungan dan laju konsumsi pakan akan meningkat
pada kondisi lingkungan optimum. Pakan yang diberikan pada udang vannamei
yaitu yang mengandung protein 32-38%. Sifat biologis udang vannamei, yaitu
aktif pada kondisi gelap (nocturnal) dan dapat hidup pada kisaran salinitas yang
luas yaitu 2- 0 ppt. dang annamei akan mati jika terpapar suhu diba ah 15
atau diatas C selama 24 jam.
Perolehan benur atau benih berbeda dengan udang windu, dimana
udang vannamei sudah dapat didomestikasi (diproduksi secara massal).
Keberhasilan domestikasi membuka peluang untuk dilakukan rekayasa genetik
(improvement genetic) sehingga saat ini mampu dihasilkan induk yang tahan
penyakit (specific phatogen resisten, SPR) dan induk yang bebas penyakit
(specific phatogen free, SPF).
Tabel 2. Produksi Udang Vannamei Dunia Tahun 2009-2013 (ton)
Negara 2011 2012 2013 Nilai kenaikan
rata-rata %
China 1.325.549 1.453.241 1.429.929 9,72
Indonesia 246.420 238.663 376.189 27,9
Thailand 603.227 588.370 311.879 5,75
Total 3.135.940 3.220.038 3.220.038 11,14
Sumber: Fishstat J FAO, Maret 2015
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa Indonesia menduduki 5 besar
produsen udang vannamei dunia. Selama tiga tahun terakhir rata-rata kenaikan
produksi udang vannamei Indonesia mengalami kenaikan sebesar 27,9%.
Kenaikan rata-rata produksi udang vannamei Indonesia sangat besar dibanding
kenaikan rata-rata produksi udang dunia yaitu sebesar 11, 14 %.
Indonesia, tahun 2013 telah menjadi produsen udang vannamei terbesar
kedua di dunia menggeser Thailand yang produksi udangnya turun drastis. Pada
tahun 2013, produksi udang vannamei Thailand hanya sebesar 311.879 ton
dibanding dengan tahun sebelumnya sebesar 588.370 ton. Namun, produksi udang
8
udang vannamei terbesar di dunia. Walaupun produksi udang vannamei di China
stagnan, namun kontribusi terhadap dunia masih besar yaitu bisa dilihat dari tahun
ke tahun china terus mengalami peningkatan produksi udang vannamei.
2. Faktor Produksi
Menurut Soekartawi (1990), istilah faktor produksi sering pula disebut
dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan”
untuk mneghasilkan produksi. Dalam bahasa inggris faktor produksi disebut
dengan “input.” Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka
diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk
(output). Hubungan antara input dan output ini disebut dengan “factor
relationship” (FR). Dalam rumus matematis, FR ini dituliskan dengan:
Y = f (X , X , X ,…, Xn)
Keterangan:
Y = Produksi atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, X , X , X = Faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y
Dalam proses produksi pertanian, maka Y dapat berupa produksi pertanian
dan X dapat berupa lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Dalam
praktek, keempat faktor tersebut belum cukup untuk dapat menjelaskan Y.
Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat
produksi. Oleh karena itu, sebelum seseorang merancang untuk menganalisis
kaitan input dan output maka perlu diperlukan pemahaman dan identifikasi
Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburan,
bibit, varietas, pupuk, dan obat-obatan, dan sebagainya.
b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan,
tersedianya kredit, dan sebagainya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto, F. et al (2013)
menyatakan bahwa faktor produksi antara lain: tenaga kerja, pupuk, pakan, dan
padat penebaran dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi produksi udang vannamei. Tenaga kerja, pupuk, pakan, dan
padat penebaran secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap hasil
produksi udang vannamei. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh signifikan
terhadap jumlah produksi udang vannamei dalam penelitian ini adalah tenaga
kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi produksi udang galah dan memenuhi syarat fungsi
produksi adalah benih, tenaga kerja, pupuk TSP, pakan buatan, dan kapur.
Menurut penelitian Az-zarnuji. A.T, (2011) mengatakan bahwa faktor produksi
luas lahan dan benih berpengaruh secara signifikan terhadap produksi ikan lele,
10
Menurut penelitian yang dilakukan Mustika. R, (2009) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi adalah luas
kolam, jumlah benih, jumlah pakan dan tingkat mortalitas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N,
(2013), menyatakan bahwa faktor atau variabel luas kolam dan jumlah pakan
berpengaruh positif terhadap produksi ikan nila merah di Desa Tegalrejo,
sementara faktor jumlah bibit, jumlah pupuk kandang dan jumlah tenaga kerja
tidak berpengaruh.
3. Fungsi Produksi
Fungsi produksi menguraikan cara-cara bagaimana berbagai masukan
(input) dapat digabungkan untuk menghasilkan suatu produk dengan jumlah
produk yang telah direncanakan. Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi
adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan biasanya berupa input.
Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan:
Y : Tingkat Produksi (output)
: Berbagai input yang digunakan
Berdasarkan persamaan tersebut, petani dapat melakukan tindakan yang
mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari
input yang digunakan atau menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari
input yang digunakan.
Pada teori ekonomi diambil satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi
yang disebut “The Law of Diminishing Return”. Hukum ini mengatakan bah a
“bila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap
maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang
ditambahkan tadi mula-mula menaik tetapi kemudian seterusnya menurun bila
input terus ditambah”. (Boediono, 1997)
Kurva Total Phsycal Product (TPP) adalah kurva yang menunjukan
tingkat produksi total (Y) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel
(input-input yang dianggap tetap).
TPP = f(X) atau Y = f (X)
Kurva Marginal Phsycal Product (MPP) adalah kurva yang menunjukan
tambahan dari TPP, yaitu ΔTPP atau ΔY, yang disebabkan oleh penggunaan
tambahan satu unit input variabel. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
=
Kurva Average Physcal Product (APP) adalah kurva yang menunjukan
hasil rata-rata per unit variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut.
Secara sistemastis dapat dituliskan sebagai berikut:
APP = TPP/X = Y/X = f (X)/X
12
Gambar 1. Grafik hubungan antara kurva-kurva TPP, MPP, dan APP serta pembagian daerah berdasarkan elastisitas produksi.
Dalam gambar 1 dijelaskan tahap-tahap produksi yang dipengaruhi oleh
hukum The Law of Diminishing Returns. Gambar 1 merupakan hasil produksi
(TPP) yang bergerak dari titik 0 menuju titik A, B, dan C pada berbagai tingkat
penggunaan input.
Titik A : Adalah titik belok (inflection Point) dimana kurva TPP berubah arah
yang merupakan batas mulai berlakunya hukum The Law of Dimishing
Returns. Pada titik ini, MPP mencapai maksimal, sedangkan TPP mulai
naik (cekung ke atas), begitu pula dengan APP mulai naik.
Titik B : Adalah titik pada saat kurva TPP naik (cekung keatas) dan menyinggung
garis bantu. Pada titik ini, kurva APP mencapai maksimal dan memotong
kurva MPP.
Titik C : Adalah titik pada saat kurva TPP mencapai maksimal. Pada titik ini,
Hubungan antara input dan output akan lebih informatif dengan
mengaitkan antar kurva TPP, MPP dan APP. Selain itu, dapat diketahui elastisitas
produksi yang sekaligus juga akan diketahui proses produksi yang sedang berjalan
dalam usaha dengan indikator elastisitas produksi yang rendah atau sebaliknya.
Elastisitas produksi (EP) adalah persentasi perubahan dari output sebagai
akibat dari adanya perubahan input sebesar 1%.
Ep = : atau
= MPP.
Jadi, EP =
Daerah pada kurva di gambar 1 dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu:
a. Daerah I (daerah irrasional)
EP > 1, saat MPP > APP
Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai sebab dengan
penambahan penggunaan input masih akan diikuti dengan penambahan
keuntungan. Pada daerah ini, petani masih akan diikuti dengan penambahan
keuntungan. Sehingga, petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang
menguntungan apabila sejumlah input ditambahkan.
b. Daerah II (daerah rasional)
0 ≤ Ep ≤ 1, saat 0 < MPP < APP
Pada daerah ini keuntungan maksimum dapat tercapai sebab dengan
penggunaan input yang optimal dapat diperoleh produksi yang optimal dan
14
produksinya pada daerah ini, karena pada daerah ini bisa dicapai keuntungan yang
maksimum.
c. Daerah III (daerah irrasional)
Ep < 0, saat MPP < APP
Pada daerah ini penambahan input secara terus-menerus akan
menyebabkan produksi semakin menurun. Pada daerah ini, petani akan
mengalami kerugian apabila terus menambah jumlah input yang dipergunakan.
4. Efisiensi produksi
Menurut Soekartawi (1990), efisiensi produksi dapat diartikan sebagai
upaya penggunaan input atau faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan hasil produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi akan tercapai jika
nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (P)
tersebut atau dapat ditulis dengan rumus:
NPMx = Px atau
Dalam kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi
adalah:
a. NPMx/Px> 1, artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai
efisien, input X perlu ditambah.
b. NPMx/Px< 1, artinya penggunaan input X tidak efisien. Untuk mencapai
efisien, input X perlu dikurangi.
c. NPMx/Px = 1, artinya penggunaan input X sudah efisien dan diperoleh
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto. F, et al (2013),
menyatakan hasil analisis efisiensi produksi didapatkan bahwa faktor produksi
tenaga kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran belum efisien (kondisi optimum
belum tercapai). Hal ini perlu melakukan penambahan faktor produksi tenaga
kerja, pupuk, pakan, dan padat penebaran.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widyarto. T, (2012),menyatakan
bahwa menunjukan nilai efisiensi teknis masih dibawah 1 yaitu 0,79. Artinya
usahabudidaya udang windu di Kabupaten Pati yang dilakukan tidak efisien
secara teknis. Nilai efisiensi harga sebesar 6,28 yaitu lebih dari 1 artinya belum
efisien secara harga. Sedangkan nilai efisiensi ekonomi sebesar 4,96 yaitu lebih
dari 1 artinya belum efisien ini menunjukan bahwa usaha budidaya komoditas
udang windu di Kabupaten Pati belum efisien secara ekonomi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zepriana. D, (2010), Analisis
faktor-faktor produksi menurut kriteria efisiensi alokatif pada tingkat harga input
dan output, menunjukan bahwa semua faktor produksi dalam penggunaannya
belum efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan dalam
penggunaannya melebihi tingkat optimalnya, sedangkan faktor produksi kapur
dan pupuk TSP penggunaannya masih kurang.Penggunaan faktor produksi yang
belum efisien menyebabkan produksi udang galah di daerah penelitian rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Az-zarnuji. A. T, (2011)
bahwa nilai efisiensi teknik sebesar 0,94 dapat dikatakan bahwa usaha budidaya
16
input harus dikurangi. Demikian juga dengan efisiensi harga dan efisensi ekonomi
yang juga tidak efisien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asri. R. A, dan Arianti. N. N,
(2013), menyatakan bahwa nilai efisiensi alokatif faktor luas kolam dan jumlah
pakan masing-masing adalah 1,90 dan 1,25 atau lebih besar dari 1 yang berarti
belum efisien sehingga perlu ditambah lagi penggunaannya.
5. Biaya Produksi a. Biaya
Biaya merupakan semua pengorbanan yang perlu dilakukam untuk suatu
proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang
berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Menurut Soekartawi
(2010), biaya usaha disini adalah merupakan biaya investasi dan biaya operasional
yang dibutuhkan selama umur usaha melakukan kegiatan produksi. Untuk
mengetahui besarnya pendapatan usahatani, terdapat 2 konsep biaya yaitu biaya
eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit merupakan biaya yang diperhitungkan
secara nyata dalam proses produksi, seperti pembelian sarana produksi, upah
tenaga kerja, dan biaya sewa lahan. Sedangkan, biaya implisit merupakan biaya
yang tidak secara nyata diperhitungkan tetapi diikutsertakan dalam proses
produksi, seperti sewa lahan sendiri, nilai tenga kerja keluarga, biaya modal
b. Penerimaan
Penerimaan yang didapat petani merupakan hasil kali produksi (Y) yang
diperoleh petani dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya
ditulis dengan rumus:
TR =Y. Py
Keterangan:
TR = Penerimaan (Total Revenue) Y = Produksi Udang Vannamei
Py = Harga Produk
c. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya
eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
Π = TR – TC (eksplisit+ implisit)
B. Kerangka Pemikiran
Tujuan petani berusahatani adalah untuk menghasilkan produksi yang
optimal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam pengembangan
usahatani/tambak udang di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten
Kulonprogo pada dasarnya petani harus dapat mengalokasikan berbagai
faktor-faktor produksi dengan lebih efisien, seperti lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga
kerja. Mengingat kebutuhan udang saat ini semakin meningkat, maka prospek dari
usaha tambak udang di Desa Karangsewu dapat memberikan harapan untuk
18
Produksi udang vannamei dipengaruhi oleh besar kecilnya input yang
digunakan dalam usaha tani. Penggunaan faktor produksi yang minimal akan
menyebabkan menurunnya jumlah produksi begitu juga sebaliknya, penggunaan
faktor produksi yang berlebih menyebabkan penggunaannya menjadi tidak efisien.
Penggunaan faktor produksi diperlukan untuk mendapatkan hasil produksi yang
maksimal yang berpengaruh terhadap pendapatan petani udang vannamei.
Permasalahan petani dalam usahatani udang vannamei yaitu tidak efisiennya
dalam penggunaann faktor-faktor produksi pada proses pembudidayaan udang
vannamei mulai dari pengolahan lahan, penyebar benur/benih, pemeliharaan,
sampai dengan panen. Penggunaan faktor-faktor produksi antar petani berbeda.
Petani yang memiliki modal akan berusaha mendapatkan produksi udang
vannamei yang besar dengan pengalokasian faktor produksi yang besar pula,
sedangkan petani yang keterbatasan modal akan cenderung meminimalkan
penggunaan faktor produksi untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi tidak efisien.Menurut
Soekartawi (2002), ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Agar mendapatkan hasil yang baik, petani udang vannamei di Desa
Karangsewu, Kecamatan Galur dapat memanfaatkan input yang ada secara lebih
efisien. Untuk memperjelas tentang kerangka pemikiran tersebut, dapat
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
1. Diduga ada pengaruh faktor-faktor produksi (lahan, benur/benih, pakan,
omega protein, super NB, biosolution, biclin, vitamin c, vitaral, latibon,
biactiv, tenaga kerja, dan musim) terhadap produksi udang vannamei.
2. Diduga tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha udang
vannamei belum efisien.
20
III. METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, yaitu metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan
masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. Data yang
dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diteliti. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai faktor-faktor
produksi yang berpengaruh terhadap produksi udang vannamei, dan tingkat
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi udang vannamei.
A. Metode Pengambilan Sampel 1. Sampel Lokasi
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu
sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Dalam penelitian ini dipilih Kecamatan Galur, Kabupaten
Kulonprogo dengan dasar pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan
kecamatan yang memiliki produktivitas udang vannamei tertinggi pada tahun
2015 di Kabupaten Kulonprogo seperti yang terlihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Data Produktivitas Udang Vannamei dalam Kecamatan di Kulonprogo
Data Tahun 2015 Satuan
Temon Wates Panjatan Galur
Luas 8,56 2 13,2 23,88 Ha
Produksi 1.717.958 28.850 233.750 600.920 Kg
2. Sampel Responden
Desa Karangsewu merupakan desa yang memiliki tambak udang vannamei
di Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Populasi petani tambak udang
vannamei berjumlah 85 orang. Pengambilan sampel petani tambak udang
vannamei di Desa Karangsewu dilakukan dengan menggunakan teknik simple
random sampling sebanyak 40 responden.
B. Metode Pengumpulan Data
1. Data primer yaitu data yang didapat secara langsung dilapangan. Data yang
didapatkan adalah identitas petani/pengusaha (nama, umur, tingkat
pendidikan), luas lahan, harga dan penggunaan faktor-faktor produksi dalam
proses produksi (benur, pakan, pupuk, padat penebaran, obat-obatan dan tenaga
kerja), jumlah produksi udang vannamei dan harga yang didapatkan. Dilakukan
dengan dua teknik yaitu:
a. Teknik observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan secara langsung tentang kenyataan yang ada dilapangan.
b. Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
komunikasi langsung dengan petani/petambak menggunakan kuesioner.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait
seperti Kantor Kelurahan, kecamatan, BPS dan beberapa instansi lain yang
berhubungan dengan penelitian. Data yang diambil berupa keadaan umum
22
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi
a. Petambak menjual semua produksi udang vannamei.
b. Pembatasan Masalah
a. Data yang digunakan adalah data satu kali produksi yaitu data empat bulan
terakhir yaitu data bulan September sampai dengan Desember 2015.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Lahan adalah suatu tempat/wadah untuk budidaya udang vannamei dalam satu
musim, dinyatakan dalam meter persegi (m²).
2. Benur adalah benih udang yang masih berusia 12 hari, diukur dalam satuan
ekor.
3. Pakan adalah makanan/asupan sebagai sumber energi dan materi bagi
pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup, biasanya diberikan pada
makhluk hidup yang di pelihara atau budidayakan, yang dinyatakan dalam
kilogram (Kg).
4. Obat-obatan adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang berasal non kimia
maupun bahan kimia tertentu, yang digunakan apabila udang terkena virus
atau penyakit. Dapat dinyatakan dalam bentuk padat yang diukur dalam
kilogram (Kg), maupun dalam bentuk cair diukur dalam liter (L).
5. Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga yang dipergunakan dalam proses produksi,
baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Satuan
6. Musim yaitu salah satu peristiwa dalam jangka tahunan umumnya berdasarkan
perubahan waktu, baik musim hujan maupun musim kemarau.
7. Biaya produksi meliputi biaya sarana produksi diperhitungkan dengan nilai
uang (Rp).
8. Biaya implisit adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak secara nyata
tetapi tetap diperhitungkan. Biaya yang termasuk dalam biaya implisit adalah
biaya sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan bunga
modal milik sendiri yang diukur dalam rupiah (Rp).
a. Biaya sewa lahan milik sendiri adalah biaya dikeluarkan untuk sewa lahan
milik sendiri dalam suatu proses produksi yang diukur dalam rupiah per
meter persegi (Rp /m²).
b. Biaya upah tenaga kerja dalam keluarga adalah biaya yang dikeluarkan
untuk tenaga kerja dalam keluarga yang diukur dalam rupiah per hari kerja
orang (Rp/HKO).
c. Bunga modal milik sendiri adalah hasil perkalian dari bunga pinjaman
dengan biaya eksplisit yang diukur dalam rupiah (Rp).
9. Biaya eksplisit adalah besarnya biaya yang perhitungkan secara nyata dalam
proses produksi. Biaya eksplisit terdiri dari biaya pembelian benur, pakan,
obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya penyusutan peralatan yang diukur dengan
nilai uang (Rp).
a. Biaya pembelian benur adalah biaya yang diperhitungkan yang
dikeluarkan untuk membeli jumlah benur, yang diukur dalam rupiah
24
b. Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah
pakan, yang diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).
c. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberi
upah/gaji kepada tenaga kerja luar keluarga, yang diukur dalam rupiah per
hari kerja orang (Rp/HKO).
d. Biaya penyusutan peralatan adalah biaya yang akan habis (tersisa sedikit)
setelah selang waktu tertentu dan mengakibatkan nilai alat akan
berkurang/menyusut, yang diukur dalam rupiah (Rp/musim).
10.Produksi adalah seluruh hasil panen yang dihasilkan petani udang vannamei
dalam satu kali panen yang dinyatakan dalam (Kg).
11.Harga produksi adalah harga atas penjualan udang vannamei diukur dengan
satuan rupiah (Rp).
12.Penerimaan adalah jumlah hasil produksi udang vannamei dikalikan dengan
harga produksi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
13.Keuntungan adalah selisih total penerimaan petani dengan biaya ekplisit dan
implisit yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
14.Efisiensi adalah penggunakan faktor-faktor produksi secara optimal untuk
mendapatkan keuntungan maksimal.
E.Teknik Analisis Data 1. Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi dilakukan guna memperoleh informasi bahwa
pestisida dapat dikelola dengan sebaik-baiknya agar diperoleh keuntungan yang
maksimum.
Pada penelitian ini untuk menjelaskan keadaan skala usaha, fenomena
efisiensi, atau keadaan optimum atau tidaknya penggunaan faktor produksi
tersebut digunakan metode penelitian dengan pendekatan model fungsi produksi
tipe Cobb-Douglas.
Fungsi cobb-douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan
dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel
dependen yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang
menjelaskan (X) (Soekartawi 1990). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel
independen (X) antara lain: penggunaan lahan, benur/benih, pakan, dan tenaga
kerja. Sedangkan variabel dependen (Y) adalah produksi udang vannamei. Secara
matematis fungsi cobb-douglass dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:
Y = aX ¹X ²X ³X X X X7 X X X₁ ¹² X₁₁¹¹ X₁ ²e ¹ᴰ¹
Keterangan:
Y = Variabel yang dijelaskan (Produksi udang vannamei) a = Konstanta / intercept
bi = Besaran yang diduga e = Logaritma natural
u = Kesalahan (disturbance term)
26
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut diatas, maka
persamaan tersebut harus diubah bentuk linier berganda dengan cara
menglogaritmakan persamaan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut:
Ln Y = Lna + b LnX + b LnX +…………+ b LnX₁ + d1 D1 + u
Pengujian model yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien
determinasi (R²), uji F dan uji t.
a. Koefisien Determinasi (R²)
Untuk menunjukan sampai seberapa besar variasi variabel tidak bebas
dijelaskan oleh variabel bebas digunakan koefisien determinasi (R²).Koefisien
determinasi (R²) merupakan suatu ukuran kesesuaian yang digunakan untuk
mengetahui ketepatan model yang digunakan. Nilai R² dapat dihitung dengan
bi = koefisien regresi
xi = rata-rata nilai variabel independen y = rata-rata nilai variabel dependen n = jumlah sampel
k = jumlah variabel
Dengan nilai R² adalah 0 ≤ R² ≤ 1, yang artinya:
a) Bila R² = 1, berarti besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap naik
turunnya variabel terikat sebesar 100%, sehingga tidak ada faktor lain yang
mempengaruhinya.
b)R² = 0, artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi
(X …..X ) secara keseluruhan berpengaruh terhadap produksi udang vannamei
(Y).
Perumusan Hipotesis:
Ho: bi = 0, faktor produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi udang vannamei (Y)
Hi: paling tidak salah satu bi ≠ 0, artinya faktor produksi (X) secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap produksi udang vannamei (Y).
₀
F tab = fα (k-1, n-k) Keterangan:
k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel
α = Tingkat kesalahan
28
1. Jika F hitung ≥ dari F tabel, Ho ditolak Hi diterima, artinya faktor produksi (X)
secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi udang vannamei.
2. Jika F hitung < dari F tabel, maka Ho diterima Hi ditolak, artinya faktor
produksi (X) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap produksi udang
vannamei.
c. Uji T
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y).
Perumusan hipotesis:
Ho: bi = 0, artinya faktor-faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi udang vannamei (Y).
Ho: bi ≠ 0, artinya faktor-faktor ke- i berpengaruh nyata terhadap produksi udang
vannamei (Y).
t hitung = bi/Sbi
t tabel = t (α%, (n-k-1))
Keterangan:
bi = koefisien regresi bi Sbi = standar deviasi bi α = tingkat kesalahan k = jumlah variabel bebas n = jumlah sampel
Pengambilan keputusan:
1. Jika t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya faktor produksi ke-i
2. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya faktor produksi ke-i tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi (Y).
2. Analisis Efisiensi
Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan suatu faktor produksi
dapat dilakukan dengan menghitung nilai yang menunjukan perbandingan antara
NPMx (Nilai Produk Marginal) dengan harga input (Px) atau dapat ditulis dalam
bentuk berikut ini:
NPMxi/Pxi = 1, artinya penggunaan input sudah efisien
NPMxi/Pxi > 1, artinya penggunaan input belum efisien, untuk mencapai efisien
input perlu ditambahkan.
NPMxi/Pxi < 1, artinya penggunaan input tidak efisien, untuk mencapai efisien
input perlu dikurangi
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
NPMxi/Pxi = K
Dalam pengujiannya dihitung menggunakan uji-t sebagai berikut:
Ho: K = 1, artinya penggunaan input efisien.
Ha: K≠ 1, artinya penggunaan input tidak efisien atau belum efisien.
₀ ₅
√
Keterangan:
Var K = (K/bi)² x Var (bi) t tabel = (α%, (n-k-1))
30
a. t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak, artinya nilai K tidak sama dengan 1 maka
penggunaan input tersebut tidak atau belum efisien.
b. t hitung < t tabel, maka Ho diterima, artinya nilai K sama dengan 1 maka
penggunaan input tersebut efisien.
3. Analisis Penerimaan dan Keuntungan a. Analisis Penerimaan
Penerimaan yang didapat petani/petambak merupakan hasil kali produksi (Y)
yang diperoleh dengan harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biasanya
ditulis dengan rumus:
TR = Y. Py
Keterangan:
TR = Peneriman (Total Revenue)
Y = Produksi Py = Harga Produk
b. Analisis Keuntungan
Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh petani dari usaha tambak
udang, digunakan analisis keuntungan:
π = TR – TC (eksplisit+implisit), atau
π = Y. Py – TC
Keterangan:
π = Keuntungan
TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
TC = Total biaya eksplisit dan implisit (Total Cost) Y = Total Produksi
31
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Letak Geografis
Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Galur. Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17
pedukuhan. Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu
sebelah barat berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan
Desa Tirtorahayu dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
Adapun luas penggunaan lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5
berikut:
Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1. Lahan Sawah 264,15 28,52
2. Lahan Kering 374,62 40,45
3. Bangunan 23,24 2,52
4. Lainnya 264,12 28,52
Jumlah 926,13 100
Monografi Desa Karangsewu 2012
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling
banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir
dan lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan
tadah hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari
permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan
sebesar 2,52%. Penggunaan lahan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga,
32
Adapun lahan yang digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir,
karena lahan tersebut terletak dekat dengan pantai atau air laut.
B.Topografi dan Kondisi Tanah a. Topografi
Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi
yang landai dan datar.Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7
meter diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta
sungai-sungai lain yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase.Karena hal
tesebut, lahan dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam
budidaya tambak udang vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk
memudahkan pengisian air kolam yang diambil dari air laut.
b. Jenis Tanah
Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan
materialpenyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol
sertagrumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desamenjadi
cocok untuk budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian
adalah pepaya, karena tingkatkesuburan yang cukup baik selain juga material
tambahan yangmerupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang
terendapkanlewat aliran sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini
banyak juga dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang
C. Kependudukan
1. Penduduk Berdasarkan Usia
Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk
Desa Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233
jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding
jumlah penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada
tabel 6 berikut:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Monografi Desa Karangsewu 2012
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa
Karangsewu mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif
yaitu sebesar 62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa
Karangsewu pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik
dan semangat kerja yang tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi
kegiatan dalam usaha udang vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik
dalam penebaran benur, pemberian pakan sampai dengan panen.
2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi
setiap orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan
wawasan yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(%) Laki-laki Perempuan
1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13
2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71
3 > 61 412 507 919 11,16
34
suatu daerah, faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir
seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat
pada suatu daerah menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan
pada daerah tersebut.
Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan
pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat.
Pendidikan Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:
Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu
No. Uraian Jumlah Persentase (%)
Karangsewu telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar
penduduk yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan
bahwa kesadaran penduduk Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah
hal ini akan berpengaruh dalam upaya penerapan teknologi, pengolahan dan usaha
untuk meningkatan produksi baik dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan,
dan sektor lainnya di Desa Karangsewu.
3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan
yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan
mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.
Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan
sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan.Adapun masyarakat yang
hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga
mereka bermata pencaharian sebagai nelayan.Sedangkan mata pencaharian
penduduk yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan
dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.Struktur penduduk
berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan gambaran mengenai
jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu.
Tabel 7. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu
Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)
Petani Pemilik Sawah 1799 35,89
Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42
Petani penyewa/Penggarap 396 7,90
Buruh Tani 824 16,44
Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19
Buruh Perkebunan 42 0,84
Pemilik Perahu 2 0,04
Pemilik Kolam 23 0,46
Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14
Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08
Guru 171 3,41
Sipil Polri/TNI 1 0,02
Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14
Bidan 1 0,02
Peg. Pemda. 8 0,16
Perangkat Desa 25 0,50
TNI 17 0,34
POLRI 22 0,44
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23
Peg. Swasta 34 0,68
Lainnya 234 4,67
Jumlah 5013 100,00
36
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa
Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai petani yakni sebesar 59,23%,
terdiri dari petani pemilik sawah, petani penyewa/penggarap, dan buruh tani.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih
mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara
pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa
Karangsewu tersebut. Untuk pekerjaan petambak budidaya udang vannamei tidak
ada dalam data, karena budidya udang vannamei di Desa Karangsewu termasuk
illegal karena tidak ada izin dari pemerintah untuk membangun usaha udang
vannamei di Desa Karangsewu tersebut.
D. Sarana Transportasi
Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang,
barang, informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan
transportasi yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat
dengan aman dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat
sampai ke tempat produksi dan dengan transportasi hasil produksi dapat
dipasarkan. Dengan demikian sarana transportasi berfungsi sebagai sektor
penunjang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi
khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah sarana transportasi yang terdapat di
Tabel 8. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012
Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)
Kendaraan Umum Roda Empat:
a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21
b. Truk 7 0,24
c. Colt pick up 40 1,37
Mobil Pribadi 72 2,47
Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14
Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52
Sepeda 1.752 60,06
Jumlah 2.917 100
Monografi Desa Karangsewu 2012
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa
Karangsewu sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar
dalam kegiatan usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan
colt pick up akan membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang
vannamei ke pasar atau bahkan daerah lainnya.
E. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai
sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini
merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian
besar penduduk bergantung pada sektor ini.
Komoditas yang diusahakan di Desa Karangsewu yaitu tanaman pangan,
dan perkebunan. Tanaman pangan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Selain itu, petani menanam tanaman perkebunan untuk
menambah penghasilan. Berikut data produksi tanaman pangan Desa
38
Tabel 9. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012
Tanaman Pangan Produksi (ton/ha) Persentase (%)
Padi Sawah 7,2 55,81
Padi Ladang 3,6 27,91
Kedelai 2,1 16,28
Monografi Desa Karangsewu 2012
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahawa produksi tanaman pangan paling
tinggi adalah padi sawah sebanyak 7,2 ton. Hal ini dikarenakan sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai petani.
F. Keadaan Perikanan
Potensi sektor perikanan di Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu
sektor andalan Kabupaten Kulonprogo. Potensi perikanan sangat berkaitan erat
dengan kondisi sosial ekonomi pada sumber daya kelautan meliputi perikanan
budidaya maupun perikanan tangkap. Perikanan budidaya di kawasan pesisir
Kabupaten Kulon Progo memungkinkan untuk dikembangkan yakni udang,
gurami dan lele. Namun, karena tekstur pasir di pesisir Kulonprogo menyebabkan
strategi pengembangan perikanan budidaya harus menggunakan konstruksi
khusus, yakni (tambak plastik/biokrit), dan hal ini membutuhkan modal yang
cukup besar selain cara pengembangan khusus yang memerlukan pengetahuan.
Berikut ini adalah data potensi perikanan sumber daya kelautan dan perikanan
tangkap.
Potensi perikanan Desa Karangsewu meliputi perikanan budidaya maupun
perikanan tangkap. Permasalahan yang dihadapi di Desa Karangsewu yakni
minimnya sarana melaut nelayan dan juga masih sangat terbatasnya peralatan
melaut. Aksesibilitas jalan yang masih terbatas dengan jalan yang sempit
sumberdaya manusia yang bergelut di perikanan tangkap menjadi permasalahan
yang berpengaruh pada hasil tangkapan.
1. Budidaya Udang Vannamei
a. Persiapan Lahan (Kolam)
Persiapan Lahan merupakan kegiatan pengolahan lahan mulai dari
membuat petak lahan (kolam), pemasangan mulsa, pemberian kapur dan pengisian
air sebelum benur ditebar kedalam petak kolam. Kedalaman kolam rata-rata
adalah 1 meter sampai dengan 1,5 meter. mulsa yang digunakan adaah mulsa yang
berwarna silver hitam. Kemudian pemberian kapur,pemberian kapur adalah
bagian persiapan tambak, pengapuran berfungsi sebagai berikut: (a) meningkatkan
pH tanah; (b) membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar; (c)
mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus; (d) memperbaiki kualitas
tanah; (e) meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
plankton. Menurut Amrullah (1977) pada tahap persiapan, dengan efeknya panas
kapur bisa berfungsi sebagai disinfektan yang bisa mematikan kuman.
Pengisian air berasal dari air laut yang disalurkan kedalam kolam dengan
selang/pipa dengan bantuan mesin diesel dengan waktu kurang lebih 1 malam
untuk memenuhi air pada kolam.
b. Penebaran Benur
Penebaran benur dilakukan dengan cara adaptasi benur dengan air kolam
terlebih dahulu dengan memasukan benur yang berada didalam plastik ke kolam,
kemudian di ciprati air, apabila benur yang didalam plastik sudah beruap
40
itu menandakan bahwa benur-benur tersebut sudah beradaptasi dengan air yang
ada di kolam. Benur berasal dari CPP sundak (wonosari), Anyer (Kebumen), CP
Lampung, sumamarim dan sikakua (Jatim), dan CP prima dengan harga rata-rata
Rp 46,- per ekor.
c. Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan 4 kali sehari dalam waktu 4 jam sekali yaitu jam
07.00, 11.00, 15.00, dan 19.00. Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami.
Pakan buatan yang diberikan adalah pellet dan pakan alami adalah plankton.
Pemberian pakan dilakukan dengan melihat usia benur apabila semakin besar usia
benur maka pakan yang diberikan akan semakin banyak. Adapun takaran untuk
pakan buatan adalah sepeti tabel berikut:
Tabel 10. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur Umur (hari) Pemberian Pakan (Kg)/hari
1-20 3
21-40 4
41-60 4-4,5
61-80 5
81-100 5
100-120 5-6
d. Pemeliharaan dan pengendalian penyakit
Pemeliharaan dan pengendalian dilakukan dengan cara mengganti mulsa
yang sudah rusak, mengontrol kualitas air dengan cara mengganti atau menambah
air apabila air sudah terlihat bening, memberi pakan secara teratur, melakukan
penyiponan apabila kotoran udang sudah teralu banyak. Jenis penyakit yang
dan sebagian badan merah). Cara pencegahan yaitu dengan cara memberi obat
cair maupun padat. Adapun jenis obat cair yang digunakan adalah omega protein,
super NB, biosolution, biclin. Adapun obat adalah anara lain: vitamin c, vitaral,
bio lacto, dan biactiv.
e. Panen
Pemanenan udang vannamei dilakukan setelah udang berusia 90-120 hari.
Pemanenan dilakukan dengan cara parsial (memanen sebagian dari udang) dan
langsung habis. Namun, apabila udang terkena penyakit myo ataupun berak putih
udang harus segera dipanen, karena pertumbuhan udang tidak akan baik lagi dan
42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Petambak
Karakteristik petambak yang menjadi responden penelitian yaitu umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tambak udang vannamei,
jumlah anggota keluarga, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut
dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usaha tambak udang
vannamei.
1. Umur
Umur petambak atau pemilik tambak berpengaruh terhadap kemampuan
fisik dalam mengelola usaha tambak udang vannamei. Tenaga kerja produktif
umumnya berusia 16 sampai 59 memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola
usaha tambak udang vannamei. Petani yang berusia lebih dari 60 tahun
kemampuan kerjanya sudah tidak maksimal yang dikarenakan kemampuan fisik
sudah menurun. Karakteristik petambak berdasarkan umur adalah sebagai berikut:
Tabel 11. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Umur
Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
21-33 16 40,00
34-46 19 47,50
47-59 5 12,50
Total 40 100
Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa umur dari pemilik tambak
udang vannamei adalah 21 tahun sampai 59 tahun dengan usia rata-rata yaitu 36
tahun dan tergolong usia produktif. Pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan
udang vannamei dengan baik mulai dari tebar benur, pemberian pakan, pemberian
obat sampai dengan waktu panen tiba.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin secara tidak langsung mempengaruhi kualitas kerja, apalagi
dalam proses produksi usaha udang vannamei. Jenis kelamin laki-laki biasanya
melakukan kegiatan yang tergolong berat dibanding perempuan. Berikut datanya:
Tabel 12. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Laki-laki 37 92,5
Perempuan 3 7,5
Total 40 100
Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa pemilik tambak laki-laki lebih
banyak dibanding pemilik tambak perempuan dengan selisih 85%. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha budidaya udang vannamei banyak membutuhkan
kekuatan fisik laki-laki dalam hal pengolahan lahan, pemeliharaan, pemberian
pakan, dan menangani mesin diesel, dan mesin genset. Pemilik tambak perempuan
hanya menjadikan usaha udang vannamei sebagai pekerjaan sampingan atau
tambahan. Adapun pekerjaan utama perempuan pada usaha udang vannamei
adalah sebagai karyawan bank, dan dua orang lainnya adalah ibu rumah tangga.
Serta yang bekerja adalah tenaga kerja dari luar keluarga
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
keberhasilan usaha udang vannamei. Tingkat pendidikan umumnya akan