• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DENGAN KOMPONEN SINDROMA METABOLIK PADA DIABETES MELITUS TIPE 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORELASI ANTARA GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DENGAN KOMPONEN SINDROMA METABOLIK PADA DIABETES MELITUS TIPE 2"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

 

KORELASI ANTARA GAMMA-GLUTAMYLTRANSFERASE

DENGAN HIGH-SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN PADA DIABETES MELITUS TIPE 2

Karya Akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Dokter Spesialis

Program Studi Patologi Klinik 1

Diajukan oleh

Diajukan oleh:

Maria Immakulata Diah Pramudianti NIM: S970109006

Kepada

PROGRAM STUDI PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

 

KORELASI ANTARA GAMMA-GLUTAMYLTRANSFERASE

DENGAN KOMPONEN SINDROMA METABOLIK PADA DIABETES MELITUS TIPE 2

Kajian korelasi antara Gamma-glutamyltransferase dengan

high-sensitivity C-Reactive Protein dan Glutathione Peroxidase

Karya Akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Dokter Spesialis

Program Studi Patologi Klinik 1

Diajukan oleh

Diajukan oleh:

Maria Immakulata Diah Pramudianti NIM: S970109006

Kepada

PROGRAM STUDI PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(3)

commit to user

iv 

 

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas kasih dan kuasaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat kesarjanaan spesialisasi Patologi Klinik pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada pembimbing Prof. Dr. JB. Suparyatmo, dr. Sp.PK-K dan Yuwono H. S., dr. Sp.PK atas segala kebaikan dan kesabarannya telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan, juga ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada narasumber dari sub Bagian Endokrinologi Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD dr. Moewardi Surakarta Prof. Dr. Djoko Hardiman dr., Sp. PD-KEMD yang dengan penuh kesabaran dan dedikasi tinggi telah memberikan masukan dan arahan sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. JB. Suparyatmo, dr. Sp.PK-K selaku Kepala Bagian/SMF Fakultas Kedokteran UNS RSUD dr. Moewardi Surakarta, Tahono, dr. Sp.PK-K selaku Ketua Program Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNS Surakarta, dan B. Rina A. Sidharta, dr. Sp.PK selaku Kepala Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. Moewardi Surakarta, dan segenap Bapak Ibu Dosen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNS Surakarta yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada subyek penelitian atas kesediaannya menjadi guru dan sumber ilmu sehingga karya akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, juga kedua orang tua atas segala doa dan nasehatnya, suami tercinta R. Satriyo B. S., kedua anakku tersayang Kael dan Kayla, serta sahabat dan rekan-rekan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. Moewardi Surakarta atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

Disadari bahwa karya akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis berharap semoga karya akhir ini dapat mendorong penelitian lebih lanjut dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 9 September 2010

(4)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Keaslian Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gamma-glutamyltransferase ... 7

B. C-Reactive Protein ... 9

C. Glutathione Peroxidase ... 12

D. Sindroma Metabolik ... 13

E. Diabetes Melitus Tipe 2 ... 15

F. Stres Oksidatif dan Inflamasi ... 18

G. Kerangka Teori ... 21

H. Kerangka Konsep ... 23

I. Hipotesis ... 23

BAB III. METODE DAN CARA PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Subyek Penelitian ... 24

D. Besar Sampel ... 25

E. Skema Alur Penelitian ... 25

F. Cara Penelitian ... 26

G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

H. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran ... 26

I. Kontrol Kualitas Internal ... 30

J. Analisis Statistik ... 31

K. Prosedur Penelitian ... 31

(5)

commit to user

vi 

 

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Validitas Uji Analitik ... 33

1. Uji Presisi/Ketelitian ... 33

2. Uji Akurasi/Ketepatan ... 34

B. Karakteristik Subyek Penelitian ... 35

C. Hasil Perbandingan Pemeriksaan berdasarkan Jumlah Komponen SM ... 37

D. Korelasi Kadar GGT dengan Parameter Pemeriksaan lain ... 40

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 50

RINGKASAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(6)

commit to user

vii 

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jalur redox GSH dan cystein ... 8

Gambar 2. Pengaruh CRP pada endotel ... 11

Gambar 3. Pengaruh malonyl-CoA dan FACoA terhadap obesity associatedtype 2 DM ... 17

Gambar 4. Kerangka teori ... 22

Gambar 5. Kerangka konsep ... 23

Gambar 6. Skema alur penelitian ... 25

Gambar 7. Grafik boxplot lama DM, kadar GGT, hs-CRP dan HbA1c berdasarkan jumlah komponen SM ... 39

Gambar 8. Grafik korelasi GGT dengan LP ... 41

Gambar 9. Grafik korelasi GGT dengan trigliserida ... 43

Gambar 10. Grafik korelasi GGT dengan hs-CRP... 45

Gambar 11. Grafik korelasi GGT dengan GDP…... 62

Gambar 12. Grafik korelasi GGT dengan kolesterol HDL ... 62

Gambar 13. Grafik korelasi GGT dengan tekanan darah sistolik ... 62

Gambar 14. Grafik korelasi GGT dengan tekanan darah diastolik ... 62

Gambar 15. Grafik korelasi GGT dengan GPx... 62

Gambar 16. Grafik QC GGT ... 65

Gambar 17. Grafik QC GDP ... 65

Gambar 18. Grafik QC kolesterol HDL ... 65

Gambar 19. Grafik QC trigliserida ... 66

Gambar 20. Grafik QC hs-CRP ... 66

(7)

commit to user

viii 

 

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria klinis SM menurut WHO 1999, NCEP ATP III

dan IDF 2005 ... 14

Tabel 2. Klasifikasi Etiologis DM ... 16

Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM ... 18

Tabel 4. Batas KV maksimum parameter pemeriksaan ... 31

Tabel 5. Hasil Uji Presisi Sehari ... 33

Tabel 6. Hasil Uji Presisi Hari ke Hari ... 34

Tabel 7. Hasil Uji Akurasi ... 35

Tabel 8. Karakteristik dasar subyek penelitian ... 36

Tabel 9. Perbandingan parameter pemeriksaan berdasarkan jumlah komponen SM ... 38

Tabel 10. Korelasi kadar GGT dengan variabel penelitian lain ... 40

Tabel 11. Uji presisi sehari GGT ... 63

Tabel 12. Uji presisi sehari GDP ... 63

Tabel 13. Uji presisi sehari kol. HDL ... 63

Tabel 14. Uji presisi sehari trigliserida ... 63

Tabel 15. Uji presisi sehari hs-CRP ... 63

Tabel 16. Uji presisi sehari GPx ... 63

Tabel 17. Uji presisi hari ke hari GGT ... 64

Tabel 18. Uji presisi hari ke hari GDP ... 64

Tabel 19. Uji presisi hari ke hari kolesterol HDL ... 64

Tabel 20. Uji presisi hari ke hari trigliserida ... 64

Tabel 21. Uji presisi hari ke hari hs-CRP ... 64

(8)

commit to user

ix 

 

DAFTAR SINGKATAN

ACE Angiotensin-converting enzyme

ADA American Diabetes Association

AGE Advanced Glycation Endproduct

ALP Alkali Phospatase

ALT/SGPT Alanine aminotransferase/Serum Glutamyc Pyruvic Transaminase

AR Aldose Reduktase

ARBs Angiotensin II Receptor Blockers

AST/SGOT Aspartate aminotransferase/Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

AT-1 Angiotensin I

BMI/IMT Body Mass Indexs/Indeks Massa Tubuh

CRP/hs-CRP C-Reactive Protein/high sensitivity C-Reactive Protein

DESIR Data From the Epidemiological Study on the Insulin Resistance Syndrome

DM Diabetes Melitus

ELISA Enzyme-linked Immunosorbent Assay

FACoAss Free Fatty Acid-derived long chain acyl-CoA ester

FFA Free Fatty Acid

GDP Gula Darah Puasa

GD2jPP Gula Darah 2 jam Post Prandial

GGT Gamma-glutamyltransferase

GPx Glutathione Peroxidase

GSH Glutathione

HbA1c HemoglobinA1c

HDL High Density Lipoprotein

IDF International Diabetes Federation

IL Interleukin

LDL Low Density Lipoprotein

LP Lingkar pinggang

MCP-1 Monocyte Chemotactic Protein-1

NAFLD Non Alcoholic Fatty LiverDisease

NHANES III the third U.S. National Health and Nutrition Examination Survey

NASH Non Alcoholic Steatohepatitis

NCEP ATP The National Cholesterol Education ProgramAdult Treatment Panel

NF κB Nuclear Factor Kappa B

NO Nitric Oxide

OPERA Oulu Project Elucidating Risk of Atherosclerosis

ox-LDL Oxidized LDL

PAI-1 Plasminogen Activator Inhibitor-1

PJK Penyakit Jantung Koroner

PKC Protein Kinase-C

PPAR-γ Peroxisome Proliferator-Activates Receptor Gamma

(9)

commit to user

 

RSDM RSUD Dr Moewardi

SOD Superoxide Dismutase

SM Sindroma Metabolik

TNF-α Tumor Necrosis FactorAlpha

VHM&PP The Vorarlberg Health Monitoring and Promotion Program

(10)

commit to user

xi 

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Grafik korelasi kadar GGT dengan kadar GDP, kolesterol HDL tekanan darah sistolik, diastolik dan

GPx ... 62

Lampiran 2. Tabel Uji Presisi Sehari dan Hari ke Hari ... 63

Lampiran 3. Grafik Quality Control (QC) ... 65

Lampiran 4. Prinsip reaksi tiap parameter pemeriksaan ... 67

Lampiran 5. Formulir persetujuan mengikuti penelitian dan tindakan medis ... 74

Lampiran 6. Formulir isian penelitian ... 75

(11)

commit to user

xii 

 

INTISARI

M. I. Diah Pramudianti, J.B. Suparyatmo, Yuwono H. S.

Jumlah penderita Sindroma Metabolik (SM) dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu risiko penyakit jantung koroner. Gamma-glutamyltransferase (GGT) terletak di permukaan luar sebagian besar sel, fungsi utama menjaga konsentrasi intraseluler

gluthatione (GSH), komponen penting pertahanan antioksidan suatu sel.

Kekurangan GPx akan meningkatkan Reactive Oxygen Specified (ROS), penurunan bioavibilitas Nitric Oxide (NO), disfungsi endotel dan aterosklerosis pada DM.

Tujuan penelitian untuk mengetahui korelasi antara kadar GGT dengan komponen SM, high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) sebagai penanda inflamasi, dan GPx sebagai penanda status antioksidan pada DM tipe 2. Rancangan penelitian potong lintang, subyek penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang kontrol di Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Endokrinologi RSUD Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta. Analisis statistik menggunakan uji korelasi

Spearman (r), p bermakna apabila <0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Karakteristik dasar subyek penelitian didapatkan median usia 56 ± 4,93 tahun, 28 pria (34,1%) dan 54 wanita (65,9%). Penderita SM 64 orang (78%) dan 68,75% diantaranya wanita. Hasil penelitian didapatkan korelasi positif lemah antara GGT dengan komponen SM [lingkar pinggang (penentu obesitas abdominal) (r=0,210, p=0,048), trigliserida (r=0,203, p=0,054)], korelasi positif sedang antara GGT dengan hs-CRP (r=0,423, p=0,001), serta tidak didapatkan korelasi antara GGT dengan GPx (r=0,037, p=0,385).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa serum GGT sebagai marker awal stres oksidatif berhubungan dengan inflamasi pada penderita SM dan DM. Hal ini mempunyai implikasi yang penting baik secara klinik maupun epidemiologi, sebab pemeriksaan GGT mudah, murah dan dapat dilakukan secara rutin di laboratorium.

(12)

commit to user

xiii 

 

ABSTRACT

M. I. Diah Pramudianti, J.B. Suparyatmo, Yuwono H. S.

The incidence of Metabolic Syndrome (MS) patient has rapidly increased last few years. Diabetes Mellitus (DM) is a risk factor of coronary heart disease. Gamma-glutamyltransferase (GGT) is located on the external surface of most cells and mediates the uptake of glutathione, an important component of intracellular antioxidants defences. Lack of GPx would increased Reactive Oxygen Specified (ROS), decreased Nitric Oxide (NO) bioavaibility, endothel dysfunction, and atherosclerosis at DM patient.

The aims of this study is to analyze correlation between GGT and metabolic syndrome component, high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) as a marker of inflammation, and Glutathione Peroxidase (GPx) as an antioxidan marker in type 2 DM patient. The study was performed using cross sectional design. The subjects of the study were type 2 DM admitted to Endocrinology Subdivision of Internal Medicine Departement of Moewardi Surakarta Public Hospital. The results were analysed using Spearman (r) correlation with p < 0,05, and confidence interval 95%. Patients median age was 56 ± 4,93 years, 28 (34,1%) men and 54 (65,9%) woman. Metabolic syndrome patients was 64 (78%) and 68,75% in woman. Gamma-glutamyltransferase serum showed a weak positive correlation with metabolic syndrome component [waist circumference (abdominal obesity) (r=0,210, p=0,048), triglycerides (r=0,203, p=0,054)], a mild positive correlation between GGT serum and hs-CRP (r=0,423, p=0,001), whereas GGT was not correlated with GPx (r=0,037, p=0,385).

It is confirmed in this study that GGT is an early marker of oxidative stress, related to inflammation at metabolic syndrome and DM patients. The measurement of GGT is recommended as a simple and reliable method to carry-out, inexpensive, and showing an important implications both clinically and epidemiologically.

(13)

commit to user

 

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Jumlah penderita Sindroma Metabolik (SM) dari tahun ke tahun

menunjukkan peningkatan sejalan dengan modernisasi, kurangnya aktivitas fisik

dan perubahan pola makan. World Health Organization (WHO) memprediksi

kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta (tahun 2000) menjadi 21,3 juta (tahun 2030).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, jumlah penduduk

usia lebih dari 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, sedangkan jumlah penderita

Diabetes Melitus (DM) di daerah urban sebesar 8,2% dan 5,5% di daerah rural.

Berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan tahun 2030 terdapat 12 juta

penduduk penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural

(Perkeni, 2006).

Diabetes melitus merupakan salah satu risiko penyakit jantung koroner

(PJK), prevalensi di dunia terus meningkat. Risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler pada penderita DM tipe 2 meningkat empat kali lipat dibanding

populasi umum (Johnstone & Nesto, 2005).

Saat ini ada tiga kriteria diagnosis SM yang banyak digunakan, yaitu

kriteria WHO 1999, The National Cholesterol Education Program Adult

Treatment Panel (NCEP ATP) III 2005 dan International Diabetes Federation

(IDF) 2005. Ketiganya mempunyai komponen utama sama, namun penentuan

kriteria berbeda, meliputi obesitas, dislipidemia, hiperglikemia dan hipertensi.

(14)

commit to user

 

 

lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan dibandingkan kriteria WHO. Kriteria

WHO 1999 lebih menekankan adanya toleransi glukosa, resistensi insulin, dan

pemeriksaan mikroalbuminuria yang bukan pemeriksaan rutin di klinik (Alberti et

al., 2005).

Gamma-glutamyltransferase (GGT) terletak di permukaan luar sebagian

besar sel, fungsi utama menjaga konsentrasi intraseluler gluthatione (GSH),

komponen penting pertahanan anti oksidan suatu sel (Lee et al., 2003a). Selama

ini GGT dikenal luas sebagai penanda penyakit hati atau konsumsi alkohol (Lee et

al., 2004), penelitian lain menyebutkan GGT sebagai penanda steatosis alkohol

dan resistensi insulin hepatik pada patogenesis terjadinya DM tipe 2

(Wannamethee et al., 2005). Mekanisme hubungan antara GGT dan risiko

kardiovaskuler belum jelas, beberapa penelitian menyebutkan kadar GGT

berhubungan dengan stres oksidatif, yaitu stres oksidatif memainkan peran utama

patogenesis SM, progresi aterosklerosis dan diabetes bahkan pada kadar GGT

normal (Bo et al., 2005; Roberts et al., 2006a).

Penelitian (Lee et al., 2003a) Gamma-glutamyltransferase and Diabetes

a 4 Year Follow-up Study didapatkan hubungan kuat antara serum GGT baseline

dengan insiden terjadinya diabetes, dan peningkatan kadar GGT bahkan pada

rentang normal adalah sensitif dan penanda awal berkembangnya diabetes.

Penelitian prospektif Wannamethee (2005) pada 3.500 laki-laki 60-79 tahun

didapatkan hasil diantara subyek dengan risiko tinggi (obesitas atau SM) terjadi

peningkatan kadar GGT dan Alanine aminotransferase (ALT), sehingga GGT

(15)

commit to user

 

 

C-Reactive Protein (CRP) merupakan plasma protein yang diproduksi hati

dan berperan pada proses inflamasi. High sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP)

adalah kadar CRP dalam kuantitas kecil yang diukur dengan metode sangat

sensitif yaitu Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau

chemiluminescent (Sies & Packer, 2005). Peran CRP pada disfungsi endotel

dengan menurunkan stabilitas mRNA NOS, meningkatkan produksi

vasokonstriksi endotelin-1, dan mengaktifasi apoptosis sel endotel, selain itu CRP

mengaktivasi endotel melalui peningkatan Nuclear Factor Kappa B (NF κB), dan

interleukin (IL-6 dan IL-8). Tahap awal pembentukan plak aterosklerosis

distimulasi CRP melalui peningkatan ekspresi adhesin molekul sel endotel,

produksi kemoatraktan kemokin dan uptake LDL oleh makrofag, serta

berpengaruh juga pada rupturnya plak aterosklerosis melalui peningkatan

Plasminogen Activator Inhibitor type 1 (PAI-1), dan penurunan Nitric Oxide (NO)

(Szmitko et al., 2003; Verma et al., 2003; Cefalu & Cannon, 2007).

Organela seluler penghasil energi dan Reactive Oxygen Species (ROS)

adalah mitokondria. Peningkatan ROS disebabkan peningkatan aktivitas NADPH

oxidase dan disregulasi hormon adiposit (adiponectin, PAI-1, IL-6 dan Monocyte

Chemotactic Protein-1 (MCP-1)). Enzim yang mendegradasi ROS meliputi

Superoxide Dismutase (SOD), Glutathione Peroxidase (GPx) dan katalase (Faraci

& Didion, 2004). Glutathione peroxidase adalah enzim anti oksidan yang

berperan untuk detoksifikasi lipid peroksida, hidrogen peroksida (H2O2) dan

(16)

penurunan bioavibilitas NO, disfungsi endotel dan aterosklerosis pada penderita

DM (Me'zes et al., 2003; Stocker & Keaney, 2004).

Serum GGT sebagai penanda awal stres oksidatif berhubungan dengan

inflamasi pada penderita SM dan DM. Hal ini mempunyai implikasi yang penting

baik secara klinik maupun epidemiologi, sebab pemeriksaan GGT mudah, murah

dan dapat dilakukan secara rutin di laboratorium (Lim et al., 2004).

B. Perumusan Masalah

1. Diabetes melitus menunjukkan peningkatan angka insiden dan prevalensi di

seluruh dunia, pada DM terjadi stres oksidatif yang memacu komplikasi DM.

2. Hubungan GGT dengan risiko kardiovaskuler belum jelas, serum GGT

diketahui berhubungan dengan stres oksidatif (GPx sebagai penanda anti

oksidan) dan inflamasi (hs-CRP) pada SM dan DM.

3. Pemeriksaan penanda stres oksidatif secara langsung merupakan pemeriksaan

yang mahal, rumit dan tidak dapat dilaksanakan rutin di laboratorium,

sedangkan GGT sebagai penanda stres oksidatif merupakan pemeriksaan yang

mudah, murah, cepat, dapat dilakukan rutin di laboratorium, namun belum

dimanfaatkan secara optimal oleh para klinisi.

C. Pertanyaan penelitian

1. Apakah kadar GGT berkorelasi positif dengan kadar hs-CRP sebagai penanda

inflamasi pada penderita DM tipe 2?

2. Apakah kadar GGT berkorelasi dengan komponen SM pada penderita DM tipe

2?

3. Apakah kadar GGT berkorelasi positif dengan kadar GPx sebagai penanda

(17)

commit to user

 

D. Keaslian Penelitian

Penelitian cohort (Nakanishi et al., 2004) untuk mengetahui hubungan

antara serum GGT dengan SM dan DM tipe 2 pada laki-laki pekerja kantoran di

Jepang didapatkan hasil enzim hati yaitu ALT, Aspartate Aminotransferase

(AST), Alkaline Phosphatase (ALP) terutama GGT sebagai faktor risiko

signifikan baik itu pada SM maupun DM tipe 2 (p<0,001).

Penelitian potong lintang (Lee & Jacobs, 2005) Association between

Serum Gamma-glutamylransferase and C-Reactive Protein pada 12.110 subyek

the third U.S. National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III)

didapatkan kadar serum GGT bahkan pada kadar normal berhubungan positif

dengan kadar CRP, namun kadar Serum Glutamyc Pyruvic Transaminase (SGPT)

tidak berhubungan positif dengan CRP.

Penelitian potong lintang (Rantala et al., 2000) Gamma-glutamyl

Transpeptidase and the Metabolic Syndrome pada 1045 subyek Oulu Project

Elucidating Risk of Atherosclerosis (OPERA) didapatkan kadar GGT berbeda

signifikan antara kelompok studi, kecuali antara laki-laki kontrol dan wanita

hipertensi, insulin puasa berhubungan positif dengan peningkatan tertil GGT

seluruh subyek kecuali kontrol laki-laki.

Sepengetahuan penulis, penelitian serupa belum pernah dilakukan di

Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi dokter (klinisi): diharapkan diketahui lebih mendalam peran pemeriksaan

(18)

penderita SM dan DM tipe 2 sehingga para klinisi dapat mengambil keputusan

yang tepat dalam memberikan tindakan dan terapi kepada penderita.

2. Bagi pasien (masyarakat): menambah pengetahuan tentang peran pemeriksaan

GGT pada penderita SM dan DM tipe 2 sehingga mengurangi terjadinya

komplikasi penyakit yang lebih lanjut.

3. Bagi peneliti/perkembangan ilmu pengetahuan: memberikan informasi

pengetahuan dan bukti ilmiah dalam pengembangan optimalisasi pemanfaatan

kadar GGT sebagai penanda stres oksidatif maupun inflamasi pada penderita

SM dan DM tipe 2.

F. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui korelasi positif antara kadar GGT dengan kadar hs-CRP sebagai

penanda inflamasi pada penderita DM tipe 2.

2. Mengetahui korelasi antara kadar GGT dengan komponen SM pada penderita

DM tipe 2.

3. Mengetahui korelasi positif antara kadar GGT dengan kadar GPx sebagai

(19)

commit to user

 

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gamma-glutamyltransferase

Gamma-glutamyltransferase merupakan suatu enzim glikoprotein

heterodimerik yang dapat mengkatalisasi secara reversibel transfer kelompok

glutamyl dari glutamyl-peptide dan asam amino menjadi peptida dan asam amino

glutamyl. Akhir-akhir ini diketahui GGT berperan penting dalam metabolisme

GSH, enzim mengkatalisis hidrolisis kelompok gamma glutamyl dari glutathione,

tripeptida unik yang terdapat pada regulasi redox intraseluler, metabolisme obat,

detoksifikasi dan suplai cysteine (Sies & Packer, 2005; Rodés et al., 2007).

Enzim GGT dihasilkan oleh banyak jaringan, namun sebagian besar

berasal dari hati dan GGT di serum dibawa oleh albumin dan lipoprotein (Grundy,

2007). Aktivitas GGT relatif lebih tinggi di ginjal, intestinal, dan epididymis

dibandingkan di jaringan, selain ditemukan di serum juga terdapat pada membran

sel. Enzim GGT mengkatalisasi degradasi GSH ekstraseluler dengan cara

menghidrolisis ikatan gamma glutamyl antara glutamat dan cysteine. Adanya

aktivitas membran plasma dipeptidase akan dihasilkan cysteinyl-glycine. Enzim

GGT menstimulasi GSH-dependent lipid peroxidation menghasilkankompleks Fe

(III) sebagai katalisator redox dan purifikasi substrat peroxidizable linoleic acid

(Hill et al., 2003; Sies & Packer, 2005).

Katabolisme GSH sebagai prooksidant pada beberapa kondisi, GGT

sebagai perantara reaktif thiol cysteinyl-glycine dapat mereduksi ferric iron Fe

(III) menjadi ferrous Fe (II), diikuti siklus redox yang memicu pelepasan ROS

(20)

Packer, 2005). Interaksi GSH dengan cystein yang teroksidasi pada jalur redox

sehingga terbentuk ion sulfinic dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

(Sumber : Hill et al., 2003)

Gambar 1. Jalur redox GSH dan cystein

Selular GGT berperan penting pada sistem pertahanan anti oksidan,

meskipun hubungan serum GGT dengan seluler GGT tidak diketahui. Seluler

GGT mengkatalisis gluthatione ekstraseluler, uptake asam amino dan sintesis

ulang gluthatione intraseluler (Lee & Jacobs, 2005). Peningkatan kadar GGT

dapat sebagai respon stres oksidatif yang memfasilitasi peningkatan transport

prekursor GSH ke sel, serta beberapa mekanisme peningkatan kadar GGT lainnya

yaitu proteolisis, glikosilasi, sintesa GGT dan kerusakan sel endotelial (Lee et al.,

2003a). Enzim GGT dapat juga bersifat proinflamasi melalui perubahan leukotrin

C4 menjadi D4 (Lee & Jacobs, 2005).

Harga rujukan GGT untuk laki-laki <55 IU/L, wanita <38 IU/L (Roberts et

al., 2006b). Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar GGT meliputi sex

(21)

commit to user

merokok, neonatus (5–10 hari postpartum dan post sectio caesarea), penyakit

hepar, obat (anti konvulsan: phenytoin dan phenobarbitol), sedangkan aktivitas

fisik tidak mempengaruhi kadar serum (Whitfield, 2001; Rodés et al., 2007).

B. C-Reactive Protein

C-Reactive Protein merupakan bagian keluarga protein pentamer yaitu

petaxin, terdiri dari 5 subunit identik yang terikat dan setiap subunit terdiri dari

206 residu asam amino dengan total massa molekul 118000 kDA (Ledue & Rifai,

2003). Peran CRP secara in vivo belum diketahui secara lengkap namun secara

mendasar berperan dalam pertahanan non spesifik, sebagai respon terhadap injury

dan infeksi, CRP disintesa di sel hepatosit yang aktivitasnya distimulasi oleh

sitokin terutama IL-6, IL-1β, dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-α (Rodés et al.,

2007).

C-Reactive Protein berikatan dengan polisakarida, fosfatidilkolin atau

fosforilkolin seperti lesitin, dan polianion seperti asam nukleat yang terdapat pada

bakteri, jamur dan parasit tertentu. Pada lingkungan tanpa Ca2+ dapat berikatan

dengan polikation seperti histon. Struktur lipid seperti liposom dan lipoprotein

juga diikat oleh CRP. Bila terikat, CRP mengaktivasi sistem komplemen klasik

melalui jalur CIq dan memediasi opsonisasi dan fagositosis benda asing (Rifai &

Ridker, 2001; Ledue & Rifai, 2003).

C-Reactive Protein merupakan protein fase akut yang paling sensitif

sehingga disebut golden marker untuk inflamasi. Setelah infark 6-12 jam CRP

meningkat hingga 2.000 kali nilai normal. Inflamasi ringan dan infeksi virus

(22)

bakteri sampai 50-200 mg/L, dan pada infeksi berat dan trauma sampai lebih dari

200 mg/L (Rifai & Ridker, 2001; Ledue & Rifai, 2003).

Pemeriksaan CRP klasik mendeteksi kadar kurang dari 5-10 mg/L.

Pengukuran hs-CRP dengan metode sangat sensitif dapat mendeteksi kadar CRP

sampai 0,1-0,4 mg/L dengan dasar metode ELISA atau chemiluminescent yang

merupakan pengukuran reaksi imunologi antigen antibodi. Metode ini

menggunakan butiran plastik yang dilapisi antibodi CRP. Reagen yang digunakan

adalah antibodi monoklonal murin dan ALP dari usus anak sapi yang

dikonjugasikan dengan anti-CRP antibodi poliklonal kelinci pada buffer yang

telah diberi pengawet (Sies & Packer, 2005).

Faktor-faktor yang meningkatkan kadar hs-CRP antara lain peningkatan

tekanan darah, peningkatan Body Mass Indexs (BMI) atau Indeks Massa Tubuh

(IMT), merokok, sindroma metabolik, DM, penurunan high density lipoprotein

(HDL) atau peningkatan trigliserida, penggunaan hormon estrogen atau

progesteron, inflamasi kronik dan atau infeksi yang ditandai dengan peningkatan

jumlah lekosit total > 11.103 uL. Penurunan kadar hs-CRP antara lain disebabkan

konsumsi alkohol, peningkatan aktivitas, penurunan berat badan (BB), dan

pengobatan (statin, fibrates, niacin) (Pearson et al., 2003; McPherson & Pincus,

(23)

commit to user

(Sumber : Cefalu & Cannon, 2007)

Gambar 2. Pengaruh CRP pada endotel

Peran CRP pada disfungsi endotel dengan menurunkan stabilitas mRNA

NOS, meningkatkan produksi vasokonstriksi endotelin-1, dan mengaktifasi

apoptosis sel endotel, selain itu CRP mengaktivasi endotel melalui peningkatan

NF κB, IL-6, dan IL-8. Tahap awal pembentukan plak aterosklerosis distimulasi

CRP melalui peningkatan ekspresi adhesin molekul sel endotel, produksi

kemoatraktan kemokin dan uptake LDL oleh makrofag, serta berpengaruh juga

pada rupturnya plak aterosklerosis melalui peningkatan PAI-1 dan penurunan NO

(24)

commit to user

12 

 

C.Glutathione Peroxidase

Glutathione peroxidase adalah enzim anti oksidan yang berperan untuk

detoksifikasi lipid peroksida, hidrogen peroksida (H2O2) dan eliminasi ROS.

Kekurangan enzim GPx akan menyebabkan peningkatan jumlah ROS, penurunan

bioavibilitas NO, disfungsi endotel dan aterosklerosis pada penderita diabetes

melitus (Me'zes et al., 2003; Stocker & Keaney, 2004). Sel beta pankreas sensitif

terhadap ROS sebab hanya mengandung sedikit enzim radikal bebas (anti

oksidan) seperti katalase, GPx, dan SOD (Ceriello, 2005).

Hidrogen peroksida dapat membentuk ROS yang sangat berbahaya yaitu

radikal hidroksil (HO-) yang menyebabkan peroksidasi lipid, dan meningkatnya

radikal peroksil sehingga menginaktifasi NO melalui pembentukan lipid

peroksinitrit. Apabila terjadi ketidakseimbangan pembentukan ROS dan anti

oksidan, akan memacu stres oksidatif. Glutathione peroxidase mempertahankan

diri terhadap stres oksidatif melalui GSH dengan mereduksi lipid menjadi bentuk

alkohol yang tidak berbahaya dan H2O2 menjadi H2O. Seluler GPx atau GPx-1

adalah GPx yang paling banyak ditemukan di sitosol dan mitokondria intraseluler

(Stocker & Keaney, 2004; Roberts et al., 2006a).

Penelitian potong lintang Lim, tahun 2004 pada 9083 subyek NHANES

III yang membandingkan kadar GGT dengan serum anti oksidan (α-carotene, β

-carotene, β-crytoxanthin, zeaxanthin/lutein, lycopene, dan vitamin C) didapatkan

hasil kadar GGT berhubungan negatif dengan serum anti oksidan (p<0,1), namun

vitamin E tidak memiliki hubungan bermakna dengan serum GGT (Lim et al.,

(25)

commit to user

13 

 

D. Sindroma Metabolik

Sindroma Metabolik (SM) atau sindroma dismetabolik kardiovaskuler atau

disebut juga sindroma resistensi insulin merupakan sekumpulan faktor risiko

akibat gangguan metabolik. Menurut NCEP ATP III 2005, diagnosis SM

ditegakkan apabila didapatkan tiga atau lebih faktor risiko meliputi obesitas

abdominal, penurunan kadar kolesterol HDL, peningkatan tekanan darah, kadar

trigliserida dan glukosa plasma puasa (Alberti et al., 2005). Penelitian

menunjukkan SM suatu kondisi proinflamasi dengan adanya peningkatan serum

hs-CRP dan F2-isoprostan. Faktor aterotrombotik yang meningkat yaitu PAI-1,

serum fibrinogen, Von willebrand factor, faktor VII, trombin, agregasi dan

aktivasi trombosit (Deedwania, 2004; Ninomiya et al., 2004).

Salah satu komponen SM adalah obesitas. Sel adiposit selain sebagai

tempat penyimpanan energi dan metabolisme, juga sebagai kelenjar endokrin

yang mensekresi berbagai sitokin dan neuropeptida. Sel adiposit mempertahankan

energi dengan melepaskan IL-6, TNF-α dan MCP-1. Pelepasan sitokin ini

menandai awal inflamasi. IL-6 dan TNF-α memicu pembentukan CRP (Hofbauer,

2002; Yu & Gunsberg, 2005; Bray, 2007).

Saat ini ada tiga kriteria diagnosis SM yang banyak digunakan, yaitu

WHO 1999, NCEP ATP III 2005 dan IDF 2005. Ketiganya mempunyai

komponen utama sama, namun penentuan kriteria berbeda, meliputi obesitas,

dislipidemia, hiperglikemia dan hipertensi. Kriteria WHO 1999 lebih menekankan

toleransi glukosa, resistensi insulin, dan pemeriksaan mikroalbuminuria yang

(26)

parameter yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan dibandingkan kriteria

WHO. Penelitian, epidemiologi dan bentuk genetik hiperkolesterolemia

mengindikasikan peningkatan kolesterol sebagai target terapi dan pencegahan

primer penyakit kardiovaskuler (NCEP ATP III, 2001). Diagnosis SM menurut

NCEP ATP III apabila terdapat 3 atau lebih kriteria (tabel 1), sedangkan menurut

IDF apabila didapatkan obesitas abdominal dan 2 kriteria lainnya (Alberti et al.,

2005).

Tabel 1. Kriteria klinis SM menurut WHO 1999, NCEP ATP III dan IDF 2005

(Alberti et al., 2005)

Ukuran lingkar pinggang (LP) orang Asia dewasa lebih kecil dibandingkan

orang Eropa atau Kaukasia, oleh karena itu WHO mengusulkan lingkar pinggang

untuk orang Asia pada pria ≥90 cm dan wanita ≥80 cm sebagai batasan obesitas

abdominal (WHO, 2000). Penelitian di Makassar tahun 2002 yang memeriksa

(27)

commit to user

menggunakan modifikasi WHO lebih banyak pada wanita (42,3%) dibandingkan

pria (29,8%). Apabila menggunakan kriteria asli NCEP ATP III maka prevalensi

SM berkurang menjadi 17,5% (Sambo et al., 2003).

Sebagian besar penelitian kohort menunjukkan SM merupakan prediktor

kuat penyakit kardiovaskuler. Penelitian potong lintang NHANES III pada

populasi Amerika didapatkan hasil tidak ada pengaruh independent SM terhadap

prevalensi penyakit kardiovaskuler yang berhubungan dengan komponen SM dan

diabetes [OR 0,94 (0,54-1,68)] (Wild & Byrne, 2005).

E. Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut Perkeni (2006) DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya dengan penyebab multifaktorial, baik segi latar

belakang genetik maupun non genetik. DM merupakan salah satu komponen SM.

Klasifikasi etiologis DM dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor utama yang

terlibat dalam perkembangan terjadinya diabetes. Diabetes terjadi apabila kelenjar

endokrin pankreas gagal mensekresi insulin dalam jumlah cukup untuk kebutuhan

metabolik, disebabkan disfungsi sekresi sel beta dan/atau penurunan jumlah sel

beta (Chiasson & Lhoret, 2004; Rhodes, 2005).

Beban metabolik dan onset DM tipe 2 menyebabkan peningkatan jumlah

sel beta, namun lama-lama akan diikuti penurunan progresif jumlah sel beta.

Hilangnya sel beta ini akibat meningkatnya apoptosis sel beta melebihi replikasi

(28)

peningkatan beban metabolik, termasuk resistensi insulin yang terkait dengan

obesitas (Rhodes, 2005).

Tabel 2. Klasifikasi etiologis DM

Tipe Penyebab Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

(autoimun dan idiopatik)

Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe Lain ‐ Defek genetik fungsi sel beta ‐ Defek genetik kerja insulin ‐ Penyakit eksokrin pankreas ‐ Endokrinopati

‐ Karena obat atau zat kimia ‐ Infeksi

‐ Sebab imunologi yang jarang

‐ Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM DM Gestational

(Perkeni, 2006)

Apoptosis merupakan bentuk kematian sel dalam organisme multiseluler

dan mekanisme umum pada pergantian sel, remodeling jaringan dan pembuangan

sel-sel yang rusak. Mekanisme yang memicu peningkatan apoptosis sel beta yaitu

hiperglikemia kronik yang memicu stres retikulum endoplasmik, stres oksidatif,

hiperlipidemia kronis dan sitokin tertentu (Mandrup-Poulsen, 2001; Rhodes,

2005).

Peningkatan asam lemak bebas dan glukosa meningkatkan Free Fatty

Acid-derived long chain acyl-CoA ester (FACoAss), dan FACoAss tidak dapat

dioksidasi oleh karena glucose-derived malonyl-CoA juga tinggi. Malonyl-CoA

merupakan molekul sinyal metabolik yang mengatur lipid partitioning (fluks

relatif dari oksidasi dan esterifikasi asam lemak bebas), akibatnya FACoAss

(29)

commit to user

ceramide mengganggu proses glucose induced secretion, memicu apoptosis sel

beta, resistensi insulin jaringan otot, dan komplikasi diabetes (gambar 3) (Prentki

et al., 2002).

(Sumber : Prentki et al., 2002)

Gambar 3. Pengaruh malonyl-CoA dan FACoA terhadap obesity associatedtype 2 DM

Kadar Hemoglobin A1c atau HbA1c atau hemoglobin glikat (glikasi)

merupakan pedoman untuk memonitor terapi DM dan prediktor progrevisitas

komplikasi DM. Kadar HbA1c merupakan produk glikosilasi hemoglobin A

(adult) yang stabil selama ± 2 bulan. Nilai HbA1c menunjukkan presentase Hb

total dalam eritrosit. Hemoglobin A terdiri tiga varian yaitu HbA1a, HbA1b, dan

HbA1c dengan nilai berturut-turut 1,6%, 0,8%, dan 5% sehingga total 5,5-8%.

Kadar HbA1c merupakan persentase terbesar maka yang sering diperiksa HbA1c

yang proporsional dengan rata-rata glukosa 6-12 minggu sebelumnya, oleh karena

itu dianjurkan pemeriksaan rutin setiap 3 bulan, setidaknya 2 kali dalam setahun.

(30)

yang terkendali akan menurunkan risiko kematian (tabel 3) (Suryaatmadja, 2003;

Hardjoeno et al., 2007).

Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa/GDP (mg/dl) 80-<100 100-125 ≥126 Glukosa darah 2 jam/GD2jPP (mg/dl) 80-144 145-179 ≥180

HbA1c (%) <6,5 6,5-8 >8

Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 ≥240

Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130

Kolesterol HDL (mg/dl) pria >45

wanita >50

Trigliserida (mg/dl) dengan PJK <150 150-199 ≥200

BMI (IMT) (kg/m2) 18,5-<23 23-25 >25

Tekanan darah (mmHg) ≤130/80 >130-140

/>80-90

>140/90

Ket: sampel plasma vena (Perkeni, 2006) BMI: Body Mass Indexs/IMT: indeks massa tubuh

Insulin merupakan hormon yang diproduksi sel islet langerhans pankreas

yang berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Kejadian

obesitas dan diabetes berkaitan erat dengan resistensi insulin. Resistensi insulin

merupakan kondisi berkurangnya respon jaringan terhadap insulin, akibatnya

pankreas semakin mensekresi insulin dan terjadi hiperinsulinemia (Rao, 2001).

Terdapat hubungan antara status merokok dengan risiko penyakit

kardiovaskuler pada wanita dengan diabetes [RR 1.7 (IK 95%; 1,1-2,5)] dan [RR

2.68 (IK 95%; 2,1-3,5)] untuk 1-14 dan >15 batang rokok perhari. Risiko kembali

normal bila merokok dihentikan selama lebih dari 10 tahun (McCulloch, 2009).

F. Stres Oksidatif dan Inflamasi

Proses lipolisis tinggi meningkatkan stres oksidatif. Peningkatan ROS

disebabkan peningkatan aktivitas NADPH oxidase dan disregulasi hormon

(31)

commit to user

meliputi SOD, GPx dan katalase. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan

aktivitas SOD meningkatkan risiko penyakit vaskular. Disfungsi endotel

merupakan prediktor independent dalam tahap awal patofisiologi proses

aterosklerosis, penurunan NO, peningkatan stres oksidatif dan ekspresi molekul

adhesi (Faraci & Didion, 2004; Stocker & Keaney 2004).

Overnutrisi dan penurunan aktivitas fisik meningkatkan glukosa, Free

Fatty Acid (FFA) dan overload seluler, akibatnya terjadi peningkatan stres

oksidatif yang menyebabkan gangguan metabolisme, uptake glukosa otot dan

jaringan adiposa, penurunan sekresi insulin serta disfungsi endotel sehingga

muncul DM, SM sampai penyakit vaskuler (Ceriello & Motz, 2004). Stres

oksidatif merupakan mediator umum faktor risiko kardiovaskuler genetik dan

lingkungan, stres oksidatif dapat juga secara langsung diakibatkan oleh

hiperglikemi, hipertensi, atau dislipidemia (Hill et al., 2003; Shaker & Barnett,

2004).

Akumulasi lemak jaringan adiposa menyebabkan keluarnya molekul aktif

(adipokin) antara lain IL-6, TNF-α dan adiponektin. Adiponektin mencegah

perkembangan perubahan vaskular dan gangguan metabolisme glukosa, lipid, dan

remodeling luka sel vaskuler. Adipokin ini mengaktivasi NF κB sehingga

terbentuk ROS, selain itu LDL teroxidasi (ox-LDL) berperan juga dalam

pembentukan ROS dan inflamasi yang berkembang menjadi berbagai penyakit

kardiovaskuler. Jejas awal aterosklerosis dan jumlah LDL berlebihan di pembuluh

darah mengakibatkan lipid terperangkap di lapisan intima vaskuler dan teroksidasi

(32)

pasien DM tipe 2 jauh lebih tinggi sehingga mempercepat terjadinya

aterosklerosis (Sonnenberg et al., 2004).

Sindroma metabolik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya

DM, periferal arterial disease, Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) atau

Non Alcoholic Steatohepatitis (NASH), dan sindroma polikistik ovarii (Wild &

Byrne 2005). Penderita DM tipe 2 dengan NAFLD, obesitas dan hiperlipidemia

terjadi peningkatan kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT),

SGPT ringan sampai sedang, dan peningkatan ALP maupun GGT. Patogenesis

NAFLD masih berupa hipotesis, adanya retensi lipid terutama trigliserida di

hepatosit, resistensi insulin menyebabkan akumulasi lemak di hepatosit, dan

reaksi oksigen mitokondria menyebabkan induksi sitokin, fas ligand dan

peroksidasi lipid (Angulo, 2002; Harrison, 2002).

Hiperglikemi kronik memacu jalur sinyal stres oksidatif melalui Protein

Kinase-C (PKC), Advanced Glycation Endproduct (AGE), jalur heksosamin, dan

Aldose Reduktase (AR) atau polyol. Aktivasi PKC menginduksi peningkatan NF

κB, ekspresi faktor pertumbuhan (VEGF, TGF-β), molekul sinyal(VEGF, ET-1),

NADPH oxidase, PAI-1, dan menurunnya eNOS. Aktivasi jalur heksosamin

meningkatkan TGF-β, MMPs dan penurunan proliferasi sel, sedangkan aktivasi

AR meningkatan sorbitol dan TNF-α serta penurunan GSH. Aktivasi keempat

sinyal ini menyebabkan stres oksidatif, disfungsi mitokondrial, disfungsi sel β,

resistensi insulin, dan akhirnya bermuara pada komplikasi diabetes baik itu

makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Hiperglikemi kronik secara langsung

(33)

commit to user

sehingga terjadi disfungsi sel β dan resistensi insulin (Brownlee et al., 2008;

Tjokroprawiro, 2009).

G. Kerangka Teori

Gamma-glutamyltransferase merupakan enzim glikoprotein heterodimerik

yang mengkatalisasi degradasi GSH ekstraseluler dengan cara menghidrolisis

ikatan gamma glutamyl antara glutamat dan cysteine, dan adanya aktivitas

membran plasma dipeptidase akan dihasilkan cysteinyl-glycine. Sebagai perantara

reaktif thiol cysteinyl-glycine, GGT dapat mereduksi ferric iron Fe (III) menjadi

ferrous Fe (II), diikuti siklus redox yang memicu pelepasan ROS dan

meningkatkan produksi radikal anion superoksida. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara ROS dan anti oksidan (GPx), akan memacu stres

oksidatif. Faktor yang mempengaruhi kadar GGT meliputi umur, jenis kelamin,

status merokok, penyakit hepar/ginjal, dan pengobatan (anti konvulsi).

Hiperglikemi kronik pada DM yang dipengaruhi oleh genetik, lama DM

dan pengendalian DM akan memacu jalur sinyal stres oksidatif melalui PKC,

AGE, heksosamin, dan AR. Aktifasi keempat sinyal ini akan menyebabkan stres

oksidatif, disfungsi mitokondrial, disfungsi sel β, resistensi insulin, dan akhirnya

bermuara pada komplikasi diabetes. Hiperglikemi kronik pada DM secara

langsung dapat juga menyebabkan resistensi insulin dan disfungsi sel β. Stres

oksidatif dapat juga secara langsung diakibatkan oleh hiperglikemi, hipertensi

(tekanan darah meningkat), obesitas (lingkar pinggang meningkat) atau

dislipidemia (trigliserida meningkat, kolesterol HDL menurun). Stres oksidatif

(34)

dengan CRP sebagai penanda inflamasi. Faktor yang mempengaruhi kadar

hs-CRP meliputi indeks massa tubuh, infeksi/inflamasi kronik, konsumsi alkohol,

aktivitas fisik dan pengobatan (statin, fibrates, niacin). Sitokin inflamasi

menyebabkan disfungsi endotel, kerusakan pembuluh darah dan akhirnya terjadi

komplikasi DM. Kerangka teori secara skematis dapat dilihat pada gambar 4 di

bawah ini.

Gambar 4. Kerangka teori

Keterangan: Hubungan secara langsung

Hubungan dengan faktor lain yang mempengaruhi Menghambat

Disfungsi Endotel-Kerusakan Pembuluh Darah DISFUNGSI SEL β Infeksi/inflamasi kronik Konsumsi alkohol

Internal (usia, jenis kelamin, endokrin),

(35)

commit to user

23 

 

H. Kerangka Konsep

Keterangan: Hubungan antar variabel penelitian

Hubungan dengan faktor lain yang mempengaruhi

Gambar 5. Kerangka konsep

I. Hipotesis

1. Terdapat korelasi positif antara kadar GGT dengan kadar hs-CRP sebagai

penanda inflamasi pada penderita DM tipe 2.

2. Terdapat korelasi antara kadar GGT dengan komponen SM pada penderita DM

tipe 2.

3. Terdapat korelasi positif antara kadar GGT dengan kadar GPx sebagai penanda

status anti oksidan pada penderita DM tipe 2.

Stres oksidatif GGT↑

Penanda inflamasi hs-CRP↑ Diabetes melitus tipe 2

Sindroma metabolik Obesitas abdominal, TD↑, GDP↑, trigliserida↑, kol.HDL↓

Umur Indeks massa tubuh Jenis kelamin Infeksi/inflamasi kronik Status merokok Konsumsi alkohol Penyakit hepar/ginjal Aktivitas fisik

Genetik Lama DM

DM terkendali baik/sedang/buruk

Pengobatan (antioksidan, antiinflamasi, antikonvulsi, statin) Anti oksidan

(36)

commit to user

24 

 

BAB III. METODE DAN CARA PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan penelitian cross sectional (potong

lintang) yang mencari korelasi antara kadar GGT dengan komponen SM, kadar

hs-CRP, serta kadar GPx pada penderita DM tipe 2.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sumber pengambilan sampel, yaitu di Instalasi

Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. Moewardi (RSDM) Surakarta. Waktu

penelitian mulai bulan April 2010 sampai Juni 2010.

C. Subyek Penelitian

Populasi target adalah penderita DM tipe 2 berusia 40-60 tahun yang

berobat di Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Endokrinologi RSDM Surakarta.

Populasi terjangkau adalah penderita DM tipe 2 berusia 40-60 tahun yang berobat

di Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Endokrinologi RSDM Surakarta selama

bulan April 2010 sampai Juni 2010.

Kriteria inklusi subyek penelitian meliputi penderita DM tipe 2, usia ≥ 40

tahun dan ≤ 60 tahun, menyetujui dan menandatangani informed consent. Kriteria

eksklusi subyek penelitian meliputi riwayat atau sedang menderita penyakit liver,

ditandai dengan peningkatan 3 kali diatas harga rujukan untuk SGOT (♂ >105

IU/L, ♀>93 IU/L), SGPT (♂>135 IU/L, ♀>102 IU/L) atau GGT (♂>165 IU/L,

♀>114 IU/L) (Iqbal, 2009), kondisi infeksi atau inflamasi ditandai dengan kadar

CRP ≥ 10 mg/L atau jumlah lekosit total > 11.103 uL, sedang minum obat anti

(37)

commit to user

25 

 

D. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel berdasarkan rumus besar sampel untuk rancangan

penelitian analitis korelatif (Machin, 2009) adalah

2 Keterangan :

N = Zα + Zβ + 3 Zα: deviat baku alfa

0,5In [(1+r)/(1-r)] Zβ: deviat baku beta

r: korelasi (kepustakaan)

Kesalahan tipe I 5%, hipotesis satu arah, Zα 1,64 dengan tingkat keyakinan 95%.

Kesalahan tipe 2 10%, Zβ 1,28. Penelitian Rantala et al., (2000) korelasi GGT

dengan komponen SM sebesar 0,39, dengan memasukkan nilai tersebut ke rumus

besar sampel didapatkan jumlah sampel 59 orang. Penelitian Oda & Kawai (2010)

korelasi GGT dengan hs-CRP sebesar 0.314, sehingga jumlah sampel 82 orang.

Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini 82 orang.

E. Skema Alur Penelitian

Gambar 6. Skema alur penelitian

Pasien Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Endokrinologi yang melakukan pemeriksaan darah di Lab PK RSDM Surakarta

Kriteria inklusi: ‐ Penderita DM tipe 2

‐ Usia ≥ 40 tahun dan ≤ 60 tahun ‐ Menyetujui dan menandatangani

informed consent

Kriteria eksklusi:

- Riwayat penyakit hepar (peningkatan 3x diatas harga rujukan SGOT, SGPT atau GGT) - kondisi infeksi/inflamasi (CRP ≥ 10 mg/L,

jumlah lekosit total > 11.103 uL)

- sedang minum obat anti inflamasi/antioksidan - Riwayat minum alkohol

Subyek penelitian

Konsekutif

Pemeriksaan anamnesis, lingkar pinggang, BB, TB, tekanan darah, trigliserida, kolesterol HDL, glukosa puasa, HbA1c, GGT, hs-CRP, GPx

(38)

commit to user

26 

 

F. Cara Penelitian

Subyek yang kontrol di Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian

Endokrinologi RSDM Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

datang dalam keadaan puasa minimal 10 jam. Pada hari yang ditentukan, data

identitas subyek dicatat dalam formulir penelitian, dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan tanda vital. Pemilihan subyek secara konsekutif

(berurutan). Pengambilan darah vena di Instalasi Laboratorium PK RSDM

sebanyak 10 cc, meliputi 3 cc darah EDTA untuk pemeriksaan hematologi rutin

dan HbA1c, 1 cc darah heparin untuk pemeriksaan GPx, sedangkan 6 cc darah

tanpa anti koagulan untuk pemeriksaan kadar SGOT, SGPT, glukosa darah puasa,

trigliserida, kolesterol HDL, GGT, dan hs-CRP.

G. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kadar GGT, komponen SM, kadar

hs-CRP, dan GPx. Variabel lain yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian

meliputi umur penderita, jenis kelamin, indeks massa tubuh, status merokok,

genetik, aktivitas fisik, riwayat penyakit hepar/ginjal, infeksi/inflamasi kronik,

konsumsi alkohol, riwayat penyakit kardiovaskuler/PJK, riwayat stroke,

pengobatan (anti oksidan, anti inflamasi, anti konvulsi, statin), lama DM dan DM

terkendali baik/sedang/buruk.

H. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

1. Gamma-glutamyltransferase adalah enzim glikoprotein heterodimerik yang

(39)

glutamyl-commit to user

peptide dan asam amino menjadi peptide dan asam amino glutamyl.

Pengukuran metode Szasz (Anonim, 2006a), satuan IU/L. Skala rasio.

2. High sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) adalah protein fase akut yang

diproduksi oleh hati pada kondisi injury/infeksi, merupakan bagian keluarga

protein pentamer (petaxin), total massa molekul 118000 kDA. Pemeriksaan

hs-CRP dengan metode sangat sensitif (mendeteksi kadar hs-CRP sampai 0,1-0,4

mg/L). Pengukuran metode latex agglutination immunoassay (Anonim,

2006c), satuan mg/L. Skala rasio.

3. Glutathione peroxidase (GPx) adalah enzim anti oksidan yang berperan untuk

detoksifikasi lipid hidrogen peroksida (H2O2) dan eliminasi ROS. Pengukuran

metode enzimatik menurut Paglia dan Valentine, reagen kit Randox (Anonim,

2006e), satuan U/L. Skala rasio.

4. Sindroma metabolik adalah sekumpulan faktor risiko akibat gangguan

metabolik. Kriteria diagnosis menggunakan kriteria NCEP ATP III 2005

modifikasi Asia yaitu bila didapatkan tiga atau lebih faktor risiko. Komponen

SM meliputi obesitas abdominal, trigliserida, kolesterol HDL, tekanan darah,

dan glukosa plasma puasa. Skala nominal dan rasional. Hasil pemeriksaan

meliputi 2 kelompok, ya atau tidak (memenuhi atau tidak memenuhi kriteria).

5. Obesitas abdominal adalah kelebihan lemak tubuh yang ditimbun di daerah

abdomen. Pengukuran posisi berdiri tegak, dengan mengukur lingkar pinggang

yaitu pertengahan titik batas bawah arcus costae dan tepi atas crista iliaca

pada garis mid aksilaris, pita meteran non elastis/meterline dengan ketelitian

(40)

normal (Cefalu & Cannon, 2007). Satuan sentimeter (cm). Skala nominal.

Hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 2, normal (pria <90 cm dan wanita

<80 cm) dan obesitas abdominal (pria ≥90 cm dan wanita ≥80 cm).

6. Trigliserida adalah kelompok lemak ester yang terbentuk dari 1 molekul

gliserol dan 3 molekul satu atau lebih asam lemak, bersirkulasi di darah dalam

bentuk lipoprotein. Pengukuran metode glicerol blanked (Anonim, 2008b),

satuan mg/dl. Skala rasio.

7. Kolesterol HDL adalah liporotein plasma darah yang terdiri sejumlah besar

protein dengan sedikit trigliserida dan kolesterol, berhubungan dengan

penurunan risiko terjadinya aterosklerosis, disebut juga alpha-lipoprotein,

good cholesterol. Pengukuran metode enzimatik (Anonim, 2008c), satuan

mg/dl. Skala rasio.

8. Tekanan darah sistolik dan diastolik diukur 3 kali dengan selang 5 menit

menggunakan spygmomanometer aneroid yang terkalibrasi, posisi subyek

duduk setelah istirahat 5 menit. Hasil yang dicatat adalah rata-rata 3 kali

pengukuran tersebut, satuan milimeter air raksa (mmHg). Skala rasio. Hasil

pemeriksaan meliputi sistolik dan diastolik.

9. Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit gangguan metabolisme

yang ditandai peningkatan kadar glukosa dalam darah dengan sebab

multifaktorial, terutama resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif

sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Kriteria diagnosis DM

ditegakkan oleh dokter di Poliklinik Penyakit Dalam sub bagian Endokrinologi

(41)

commit to user

(poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya) ditambah pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

≥200 mg/dl atau kadar GDP ≥126 mg/dl. Pengukuran metode GOD-PAP

(Anonim, 2007a), satuan mg/dl. Skala rasio.

10. HbA1c adalah produk glikosilasi hemoglobin A (adult) yang stabil selama ± 2

bulan yang proporsional dengan rata-rata glukosa 6-12 minggu sebelumnya.

Pengukuran metode Turbidimetric Inhibition Immunoassay (TINIA)

terstandarisasi sesuai IFCC yang ditransfer ke DCCT/NGSP (Anonim, 2007b),

satuan %. Skala rasio.

11. Umur adalah umur subyek (dalam tahun) saat penelitian. Pengukuran

anamnesis. Skala nominal.

12. Jenis kelamin adalah perbedaan jender subyek penelitian. Pengukuran

anamnesis. Skala nominal. Dibedakan pria dan wanita.

13. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah hasil penimbangan berat badan (BB) dan

pengukuran tinggi badan (TB) kemudian dimasukkan rumus Quatelet’s

index= BB (kg)/TB (m2). Cara pengukuran BB menggunakan timbangan

injak, TB menggunakan pengukur TB. Skala interval. IMT dikelompokkan 4

yaitu underweight (≤18 kg/m2), normal (18,1-22,9 kg/m2), overweight

(23,0-24,9 kg/m2), dan obesitas (≥25,0 kg/m2).

14. Status merokok adalah kondisi atau riwayat merokok serta berat ringannya

merokok. Skala pengukuran ordinal. Status merokok dinyatakan dalam 4

kelompok meliputi tidak pernah merokok, riwayat perokok > 10 tahun yang

(42)

merokok dinyatakan dengan jumlah batang rokok perhari, ringan apabila 1-14

batang rokok perhari, dan berat > 15 batang rokok perhari. Pengukuran

kuisioner/anamnesis. Skala interval.

15. Aktivitas fisik subyek penelitian dinyatakan dalam 3 kelompok meliputi

inaktivitas, ringan (misalnya berjalan, bersepeda < 1x/minggu), dan berat

(berlari, tenis > 1x/minggu). Pengukuran kuisioner/anamnesis. Skala interval.

16. Riwayat penyakit jantung koroner (PJK) misalnya infarc myocard, angina

apabila telah dinyatakan dokter atau mendapat terapi penyakit jantung. Skala

nominal, 2 kelompok ya dan tidak. Pengukuran kuisioner/ anamnesis.

17. Riwayat stroke apabila dinyatakan dokter atau mendapat terapi, 2 kelompok

ya dan tidak. Skala nominal. Pengukuran kuisioner/anamnesis.

I. Kontrol Kualitas Internal

Pemeriksaan laboratorium didahului uji ketelitian (presisi) dan ketepatan

(akurasi) analitik sehingga mutu hasil pemeriksaan dapat dipertanggungjawabkan.

Uji presisi melihat konsistensi hasil pemeriksaan yaitu kedekatan hasil beberapa

pengukuran pada bahan uji yang sama. Uji presisi meliputi uji presisi sehari

(within day) yaitu dengan cara pemeriksaan 1 contoh bahan yang dilakukan 10

kali secara berurutan pada hari yang sama, dan uji presisi hari ke hari (day to day)

yaitu dengan pemeriksaan 1 contoh bahan diulang 10 kali pada hari yang berbeda

atau saat dilakukan kontrol harian. Presisi diukur dengan rerata, simpangan baku

(SB) dan koefisien variasi (KV). Rumus SB= √∑d2/2n, sedangkan rumus KV=

[(SB/rerata)x100%], d=selisih, dan n=jumlah sampel. Semakin kecil nilai KV

(43)

commit to user

Batas KV maksimum masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel 4 berikut

ini.

Tabel 4. Batas KV maksimum parameter pemeriksaan

Parameter Pemeriksaan KV (%)

GGT 7

hs-CRP 5

GPx 4,2

HbA1c 3,2

GDP 5

Kolesterol HDL 5

Trigliserida 7

(Wijono et al., 2004; Anonim, 2006c; Anonim, 2006e; Anonim, 2007b; Anonim, 2008c)

Akurasi adalah kedekatan hasil pemeriksaan dengan nilai yang

sesungguhnya yaitu nilai kontrol/rujukan/rentang yang ditentukan Akurasi dinilai

dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai biasnya (d%).

Rumus d%= [(rerata – NA)/NA], NA=nilai aktual atau sebenarnya dari bahan

kontrol (Wijono et al., 2004; Linnet & Boyd, 2006).

J. Analisis Statistik

Data karakteristik subyek penelitian disajikan dalam bentuk rerata dan

simpangan baku bila syarat terpenuhi. Untuk mengetahui derajat kekuatan

hubungan dua variabel digunakan uji korelasi Pearson (r), apabila data tidak

terdistribusi normal menggunakan korelasi Spearman. Analisis statistik diolah

menggunakan program komputer, p bermakna apabila < 0,05 dan interval

kepercayaan 95%.

K. Prosedur Penelitian.

Blangko data diperiksa, dilengkapi peneliti dan selalu dilakukan konsultasi

dan kerja sama dengan konsulen/residen sub bagian Endokrinologi Poliklinik

(44)

yang berlaku di Poliklinik Penyakit Dalam RSDM Surakarta. Semua hasil

pemeriksaan dicatat dan dikumpulkan dalam bentuk formulir terpadu, data yang

diperoleh dianalisis dengan perhitungan statistik dan dimasukkan tabel hasil

penelitian.

L. Pertimbangan Etik

Penelitian ini meminta persetujuan komisi etika penelitian biomedis pada

manusia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSDM Surakarta dan

(45)

commit to user

33 

 

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Validitas Uji Analitik

Uji penampilan analitik dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan

pemeriksaan sampel penelitian. Uji analitik meliputi uji presisi/ketelitian dan uji

akurasi/ketepatan.

1. Uji Presisi/Ketelitian

Uji presisi melihat konsistensi hasil pemeriksaan yaitu kedekatan hasil

beberapa pengukuran pada bahan uji yang sama. Uji presisi meliputi uji presisi

sehari (within day) yaitu dengan cara pemeriksaan 1 contoh bahan yang dilakukan

10 kali secara berurutan pada hari yang sama. Pemilihan contoh bahan serum

dilakukan secara acak sesuai volume serum yang tersedia. Uji presisi hari ke hari

(day to day) yaitu dengan pemeriksaan 1 contoh bahan diulang 10 kali pada hari

yang berbeda atau saat dilakukan kontrol harian. Presisi diukur dengan rerata,

simpangan baku (SB) dan koefisien variasi (KV). Rumus SB= √∑d2/2n,

sedangkan rumus KV= [(SB/rerata)x100%], d=selisih, dan n=jumlah sampel. Uji

presisi dilakukan pada parameter pemeriksaan GGT, GDP, kolesterol HDL,

trigliserida, hs-CRP, dan GPx. Hasil uji presisi masing-masing parameter

pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6 berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Presisi Sehari

No Parameter pemeriksaan Rerata Kadar SB KV(%) KV (%)

(46)

Koefisien variasi yang didapatkan dari hasil uji presisi sehari GGT

5,98%, GDP 1,35%, kolesterol HDL 4,13%, trigliserida 3,39%, hs-CRP 2,25%

dan GPx 3,84%. Hasil tersebut sesuai dengan batas KV maksimum

masing-masing parameter pemeriksaan. Uji presisi hari ke hari didapatkan KV

pemeriksaan GGT 6,35%, GDP 3,31%, kolesterol HDL 3,15%, trigliserida 5,22%,

hs-CRP 4,55% dan GPx 3,45%, serta sesuai dengan batas KV maksimum

masing-masing parameter pemeriksaan, sehingga dapat disimpulkan hasil uji presisi sehari

dan hari ke hari parameter GGT, GDP, kolesterol HDL, trigliserida, hs-CRP dan

GPx adalah baik dan menunjukkan ketelitian pemeriksaan yang konsisten dari

waktu ke waktu. Semakin kecil nilai KV (%), semakin teliti metode tersebut

(Wijono et al., 2004; Linnet & Boyd, 2006).

Tabel 6. Hasil Uji Presisi Hari ke Hari

No Parameter pemeriksaan Rerata Kadar SB KV(%) KV (%) Maksimum*

1. GGT (IU/L) 46,5 2,953 6,35 7

2. GDP (mg/dl) 93,5 3,100 3,31 5

3. Kolesterol HDL (mg/dl) 56,0 1,764 3,15 5 4. Trigliserida (mg/dl) 179,4 9,381 5,22 7

5. hs-CRP (mg/L) 17,78 0,810 4,55 5

6. GPx (U/L) 348,0 12,01 3,45 4,2

*(Wijono et al., 2004; Anonim, 2006c; Anonim, 2006d; Anonim,2008b)

2. Uji Akurasi/Ketepatan

Akurasi adalah kedekatan hasil pemeriksaan dengan nilai yang

sesungguhnya yaitu nilai kontrol/rujukan/rentang yang ditentukan. Akurasi dinilai

dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai biasnya (d%).

Nilai d% dapat positif atau negatif, nilai positif menunjukkan nilai yang lebih

tinggi dari seharusnya dan nilai negatif menunjukkan nilai yang lebih rendah dari

(47)

commit to user

dari bahan kontrol (Wijono et al., 2004; Linnet & Boyd, 2006). Hasil uji akurasi

semua parameter pemeriksaan didapatkan simpulan masuk dalam rentang kontrol,

dengan range nilai bias (d%) antara -1,57 sampai dengan 6,51 (tabel 7).

Tabel 7.Hasil Uji Akurasi

No Parameter

*( Anonim, 2006b; Anonim, 2006d; Anonim, 2008a; Anonim, 2008d)

B. Karakteristik Subyek Penelitian

Pemeriksaan GGT, GDP, kolesterol HDL, trigliserida, hs-CRP dan GPx,

dikerjakan secara langsung setelah pengambilan sampel. Selama kurun waktu 2

bulan diperoleh 82 spesimen serum penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi penelitian.

Karakteristik dasar subyek penelitian (tabel 8) didapatkan median usia 56

± 4,93 tahun, terdiri dari 28 pria (34,1%) dan 54 wanita (65,9%). Sebagian besar

subyek menderita obesitas yaitu 48,78% (40 orang) dan overweight sebanyak

28,04% (23 orang). Individu dengan obesitas dan overweight akan meningkatkan

risiko DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler (Alberti et al., 2005). Median

lekosit total 8,5 ± 1,55. 103uL, kadar SGOT 22 ± 10,87 IU/L, dan kadar SGPT

(48)

Tabel 8. Karakteristik dasar subyek penelitian

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) 146 ± 70.13 Kadar kolesterol HDL (mg/dl) 50 ± 13,23 Kadar trigliserida (mg/dl) 143 ± 92,54 Tekanan darah sistolik (mmHg) 130 ± 23,50 Tekanan darah diastolik (mmHg) 80 ± 13,76

Kadar hs-CRP (mg/L) 2,49 ± 2,48

Tidak pernah merokok 66 (80,5%)

Riwayat perokok > 10 tahun yang lalu 4 (4,9%) Riwayat perokok ≤ 10 tahun yang lalu 3 (3,7%)

Sekarang masih merokok

Jumlah batang rokok perhari 2 ± 0,33

9 (11%)

Aktivitas fisik

Inaktivitas 22 (26,8%)

Ringan 58 (70,7%)

Berat 2 (2,4%)

Median HbA1c 7,75 ± 2,61% termasuk dalam kriteria pengendalian DM

sedang, hal ini sesuai dengan penelitian case control Khan & Qayyum (2009)

pada 140 subyek DM dengan Congestive Heart Disease (CHD) di Laboratorium

(49)

commit to user

(7.40-9.0) % lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu 4.90 (4.60-5.30) %.

Penderita yang saat ini masih merokok hanya 9 subyek (11%) dengan jumlah

rokok perhari 2 ± 0,33 batang, dan kesemuanya pria. Sekitar 70,7% (58 subyek)

beraktifitas fisik ringan misalnya berjalan, bersepeda < 1x/minggu. Merokok,

aktifitas fisik, usia, obesitas, DM, hipertensi, merupakan faktor risiko penyakit

kardiovaskuler (Whitfield, 2001).

Jumlah SM pada DM tipe 2 dari penelitian ini sebanyak 64 orang (78%)

dan 68,75% diantaranya adalah wanita. Penelitian di Makassar tahun 2002 yang

memeriksa pengunjung klinik untuk pemeriksaan rutin menggunakan modifikasi

WHO untuk lingkar pinggang menemukan adanya prevalensi SM lebih banyak

pada wanita (42,3%) dibandingkan pria (29,8%) (Sambo et al., 2003).

Penderita DM tipe 2 dengan obesitas abdominal sebesar 70,7% (58 orang).

Penggunaan lingkar pinggang dibandingkan IMT pada komponen SM mengalami

kemajuan konseptual, lebih digunakan sebagai indikator klinik obesitas sentral

dan berkorelasi dengan resistensi insulin. Jaringan lemak di perut merupakan

sumber asam lemak bebas dan TNF-α yang akan mengganggu kerja insulin otot

skelet. Individu dengan IMT normal dapat terjadi penumpukan jaringan lemak

visceral perut dan menunjukkan adanya SM (Alberti et al., 2005).

C. Hasil Perbandingan Pemeriksaan berdasarkan Jumlah Komponen SM

Berdasarkan kriteria NCEP ATP III 2005 subyek penelitian didiagnosis

SM jika memiliki tiga atau lebih komponen SM, pada penelitian ini dari 82

penderita DM tipe 2 didapatkan 64 subyek dengan SM, dijumpai 33 subyek

(50)

(12,5%) memiliki 5 komponen SM. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian

Novida (2009) di Surabaya yang mendapatkan 25 (59,5%) memiliki 3 komponen,

7 (16,7%) memiliki 4 komponen dan 10 (23,8%) memiliki 5 komponen SM.

Hasil perbandingan lama DM berdasarkan jumlah komponen SM

didapatkan hasil semakin lama subyek penelitian menderita DM maka akan

semakin banyak jumlah komponen SM yang dimiliki yaitu lama DM 16 ± 17,72

tahun dengan jumlah komponen SM sebanyak 5 komponen, demikian juga

makin tinggi kadar GGT (58,25 ± 49,10 IU/L), hs-CRP (4,44 ± 1,13 mg/L) dan

HbA1c (9 ± 2,14 %), maka semakin banyak jumlah komponen SM yang dimiliki

yaitu 5 komponen. Perbandingan parameter pemeriksaan lama DM, kadar GGT,

hs-CRP, dan HbA1c berdasarkan jumlah komponen SM dapat dilihat pada tabel 9

dan grafik boxplot berikut.

Tabel 9. Perbandingan parameter pemeriksaan berdasarkan jumlah komponen SM

Parameter pemeriksaan

Jumlah komponen SM [Rerata ± SD]

3 4 5

Keseluruhan subyek SM dengan DM tipe 2 sebanyak 64 subyek,

komponen lingkar pinggang (penentu obesitas abdominal) dan hipertensi

masing-masing sebanyak 53 subyek, peningkatan trigliserida 35 subyek dan penurunan

(51)

commit to user

risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan komplikasi yang lebih besar (Alberti

et al., 2005).

Konsep sentral SM yaitu resistensi insulin, perlemakan visceral,

dislipidemia aterogenik dan disfungsi endotel. Kondisi ini mempunyai mekanisme

patofisiologi yang saling berhubungan. Kriteria NCEP ATP III 2005 secara klinik

dan epidemiologi mudah diterapkan sebab menggunakan kriteria yang mudah

diperiksa dan mampu menggambarkan konsep sentral dari SM (Huang, 2009).

Gambar

Gambar 1. Jalur redox GSH dan cystein
Gambar 2. Pengaruh CRP pada endotel
Tabel 1. Kriteria klinis SM menurut WHO 1999, NCEP ATP III dan IDF 2005
Tabel 2. Klasifikasi etiologis DM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gunung Pelawan Lestari berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan faktor yang mempengaruhi pemenuhan hak cuti haid di PT1. Gunung Pelawan

[r]

[r]

Dengan adanya website film-film animasi diharapkan pada kalangan user atau pengguna internet bisa mendapatkan informasi yang lebih luas dan mudah didapat. Internet memberikan

Ket: Apabila ruangan pada formulir tidak cukup, agar ditulis pada lampiran tersendiri dengan ditandatangani Direktur Utama/Penanggung Jawab dan stempel perusahaan. Jumlah

Perkembangan komputer sudah mengarah pada system terpadu yang dikenal dengan MULTIMEDIA yaitu suatu gabungan antara komputer yaitu suatu gabungan antara komputer dengan

[r]

Salah satu contoh, yaitu pemanfaatan Internet untuk menyajikan informasi mengenai suatu Maskapai Penerbangan Bali Air (Bali Air) yang berisi tentang jadwal penerbangan, jenis