• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnobotani masyarakat suku angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Etnobotani masyarakat suku angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU ANGKOLA

(Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok

Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. E34070097. Etnobotani

Masyarakat Suku Angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara). Dibimbing oleh ERVIZAL A.M ZUHUD dan AGUS HIKMAT

Interaksi yang sangat kuat dan lama antara manusia dengan lingkungannya akan menciptakan budaya lokal yang selaras dengan lingkungannya. Interaksi tersebut saling mengisi dan menguntungkan, maka masyarakat memanfaatkan sumberdaya secara arif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar adalah dengan mengembangkan tumbuhan berguna dengan pendekatan kearifan tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan tumbuhan dan kearifan tradisional dalam konservasi sumberdaya hutan oleh masyarakat suku Angkola di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, khususnya masyarakat desa Padang Bujur.

Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat Suku Angkola di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) yaitu di desa Padang Bujur, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan pada bulan September-November 2010 dan Februari 2011. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, kompas, kalkulator, golok/parang, daftar pertanyaan (kuisioner) dan komputer beserta perlengkapannya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, kertas koran, kertas label nama, tali plastik, dan plastik. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data karakteristik masyarakat suku Angkola, kajian pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) berdasarkan kegunaannya, dan upaya pelestarian sumberdaya hutan atau praktek konservasi masyarakat suku Angkola. Data penunjang berupa sejarah suku, kondisi wilayah, sosial ekonomi masyarakat dan karakteristiknya.

Masyarakat desa Padang Bujur memanfaatkan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang terdiri dari 93 spesies tumbuhan dari 47 famili. Pemanfaatan tumbuhan dibagi menjadi 11 kelompok penggunaan yaitu sebagai pangan 49 spesies, obat 67 spesies, energi 8 spesies, pakan ternak 5 spesies, kegiatan adat 24 spesies, hias 11 spesies, pewarna 6 spesies, pestisida nabati 7 spesies, aromatik 12 spesies, tali, anyaman dan kerajinan 6 spesies, dan bahan bangunan 14 spesies. Bentuk kearifan tradisional dalam konservasi sumberdaya hutan oleh masyarakat suku Angkola adalah perlindungan ekosistem hutan, pemanfaatan pohon aren (Arenga pinnata Merr) secara tradisional, budidaya spesies tumbuhan berguna dan pemanfaatan tumbuhan dalam berbagai tradisi masyarakat suku Angkola.

(3)

SUMMARY

MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. E34070097. Ethnobotany of Angkola Ethnic Community (Case study at Padang Bujur Village around the Dolok Sibual-buali Nature Reserve, South Tapanuli Region, North Sumatera). Under Supervision of ERVIZAL A.M ZUHUD dan AGUS HIKMAT

Very close and long term interaction between humans and their environment will create local culture which along with their environment. Those interactions fill and mutual each others, thus community utilize the resources wisely which could improve their prosperity. One of efforts applied to improve the prosperity of local community was by develop useful plants trough traditional wisdom approach. The objective of this research was to study the forms of plant utilization and traditional wisdom in forest resource conservation of Angkola Ethnic community around the Dolok Sibual-buali Nature Reserve, especially Padang

Bujur village’s community.

This research carried out to Angkola Ethnic community around the Dolok Sibual-buali Nature Reserve (DSNR) those in Padang Bujur village, Sipirok District, South Tapanuli Region, North Sumatera Province. Data collection held in September-November 2010 and February 2011. Equipments used in this research are stationary, camera, compass, calculator, blade, questionnaire and computer with its completions. Materials used in this research are 70% alcohol, newspaper paper, name label, plastic rope, and plastic bag. Data required for this research are demographic data of Angkola ethnic community, ethnobotany based on its utilization, and forest resource conservation effort or conservation practices of Angkola ethnic community. Supporting data of ethnic history, area condition, socio-economic and demographic of community.

Padang Bujur village’s community use plants to fulfill their daily needs,

which consist of 93 plant species from 47 families. Plant utilization divided into 11 groups of utilization, those are food (49 species), medicine (67 species), energy (8 species), animal feed (5 species), custom activity (24 species), ornament (11 species), color (6 species), pesticide (7 species), aromatic (12 species), rope, plait and handy-craft (6 species), and construction material (14 species). Form of traditional wisdom in forest resource conservation of Angkola ethnic community were forest ecosystems protection, traditional utilization of palm tree (Arenga pinnata Merr), culture of useful plants and plant utilization in many traditions of Angkola ethnic community.

(4)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU ANGKOLA

(Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok

Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Etnobotani Masyarakat Suku Angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(6)

Judul Skripsi : Etnobotani Masyarakat Suku Angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

Nama : Muhrina Anggun Sari Hasibuan NIM : E34070097

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara pada tanggal 11 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Armadani Hasibuan dan Ibu Hj. Murniati Panjaitan. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SDN 1 Gunung Tua pada tahun 1995-2001, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Gunung Tua pada tahun 2001-2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Plus Sipirok pada tahun 2004-2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan organisasi mahasiswa daerah Tapanuli Selatan (IMATAPSEL Bogor). Di Himakova penulis tergabung dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna-Python dan anggota Biro Informasi dan Komunikasi (Infokom) HIMAKOVA periode 2008-2009. Di IMATAPSEL Bogor penulis menjabat sebagai bendahara selama dua periode yaitu pada masa jabatan 2008-2009 dan masa jabatan 2009-2010.

Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti Penulis diantaranya adalah Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (P2EH) di Sancang-Papandayan pada tahun 2009, Praktek Pengenalan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2010, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara pada tahun 2011. Untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB,

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September - November 2010 dan Februari 2011 adalah etnobotani dengan judul Etnobotani Masyarakat Suku Angkola (Studi kasus di Desa Padang Bujur sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan tumbuhan dan kearifan tradisional dalam konservasi sumberdaya hutan oleh masyarakat suku Angkola di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali, khususnya masyarakat Desa Padang Bujur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama masyarakat Desa Padang Bujur dan dijadikan sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan pengelolaan Cagar

Alam Dolok Sibual-buali, untuk mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang mandiri dan sekaligus dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk ikut aktif dalam melestarikan kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik untuk penyempurnaan laporan penelitian ini.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis (mama dan papa), Rendi, Ruli, Rifki, keluarga besar Panjaitan dan Hasibuan yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa, motivasi serta dukungan moril dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.

2. Dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F atas semua nasehat, bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS sebagai dosen penguji yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai ketua sidang yang telah menguji

dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Ir. Edhi Sandra, M.Si sebagai moderator pada saat seminar hasil penelitian. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

7. Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanul Selatan, Sumatera Utara.

8. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

9. Masyarakat Desa Padang Bujur atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

10. Seluruh Staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, atas bantuannya selama kuliah dan penyelesaian skripsi. 11. Rahmat Partomuan Siregar atas dukungan, bantuan, dan kerjasama selama

penelitian di lapangan dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

(10)

13. Teman-teman seperjuangan di IMATAPSEL Bogor atas kebersamaan, saran, dukungan dan masukan yang diberikan kepada penulis.

14. Kawan, sahabat dan saudara seperjuangan di Lab. Konservasi Tumbuhan Depertemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, saran dan kebersamaan dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Keluarga besar KSHE 44 (Helarctos malayanus 44) atas kebersamaan, dukungan, kekeluargaan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan yang dilalui bersama-sama.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani ... 3

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional ... 4

2.3 Berbagai Macam Pemanfaatan Tumbuhan ... 4

2.4 Cagar Alam ... 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 10

3.2 Bahan dan Alat ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Jenis data yang diperlukan ... 11

3.3.2 Metode pengumpulan data... 11

3.4 Metode Analisis Data ... 12

3.4.1 Klasifikasi penggunaan tumbuhan... 12

3.4.2 Persentase habitus ... 12

3.4.3 Persentase bagian yang digunakan ... 13

3.4.4 Rata-rata jumlah kegunaan spesies ... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Cagar Alam Dolok Sibual-buali ... 14

4.1.1 Sejarah, Letak, dan Luas ... 14

4.1.2 Kondisi Fisik... 14

(12)

4.2 Desa Padang Bujur ... 15

4.3 Masyarakat Suku Angkola ... 16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Berbagai Macam Pemanfaatan Tumbuhan ... 18

5.1.1 Tumbuhan penghasil pangan ... 20

5.1.2 Tumbuhan obat ... 22

5.1.3 Tumbuhan penghasil energi ... 23

5.1.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ... 25

5.1.5 Tumbuhan untuk kegiatan adat ... 26

5.1.6 Tumbuhan hias ... 27

5.1.7 Tumbuhan penghasil zat warna ... 27

5.1.8 Tumbuhan penghasil pestisida nabati ... 28

5.1.9 Tumbuhan aromatik ... 29

5.1.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan ... 29

5.1.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ... 31

5.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili ... 32

5.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus ... 33

5.4 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang dimanfaat- kan ... 34

5.5 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan tipologi habitat ... 35

5.6 Jumlah komulatif kegunaan spesies ... 36

5.7 Kearifan Tradisional dalam Konservasi Sumberdaya Alam ... 37

5.7.1 Perlindungan hutan ... 37

5.7.2 Pemanfaatan pohon aren ... 38

5.7.3 Budidaya spesies tumbuhan berguna ... 41

5.7.4 Tradisi pemanfaatan tumbuhan ... 42

5.8 Status Kearifan Tradisional... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ... 11

2. Jumlah spesies tumbuhan berguna hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi ... 19

3. Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan ... 21

4. Spesies tumbuhan penghasil energi yang berasal dari hutan ... 24

5. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak ... 25

6. Spesies tumbuhan yang digunakan untuk kegiatan adat yang berasal dari hutan... ... 26

7. Spesies tumbuhan sebagai tanaman hias yang berasal dari hutan... 27

8. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai zat pewarna ... 28

9. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida nabati... 29

10. Lima contoh spesies tumbuhan aromatik ... 29

11. Spesies tumbuhan berguna sebagai tali, anyaman, dan kerajinan ... 30

12. Spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang berasal dari hutan ... 32

13 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan ... 34

(14)

DAFTAR GAMB AR

No. Halaman

1. Lokasi penelitian ... 10

2. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ... 18

3. Rotan (Calamus manan) ... 21

4. Penyimpanan kayu bakar di bawah rumah panggung ... 24

5. Pakan lembu dari alang-alang dan rumput teki ... 26

6. Hasil anyaman dan kerajinan masyarakat desa Padang Bujur ... 30

7. Rumah masyarakat desa Padang Bujur ... 31

8. Keanekaragaman tumbuhan dari 10 famili yang mempunyai spesies terbanyak dimanfaatkan ... 32

9. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus ... 33

10. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan tipologi habitat ... 35

11. Atap rumah penduduk dari ijuk... 39

12. Penyadapan nira pada pohon aren ... 40

13. Pemanfaatan bambu buluh (Schizostachyum brachycladum) dalam penyadapan aren ... 40

14. Alat memasak gula aren ... 41

15. Ulat penghasil sutra ... 42

16. Peternakan Ulat Sutra Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan ... 42

17. Tarian tradisional suku Angkola (tor-tor) ... 46

18. Masakan adat suku Angkola Gule arsik ... 47

19. Masakan adat suku Angkola Gule simarata nadiduda ... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar nama tumbuhan berguna yang digunakan oleh masyarakat suku

Angkola ... 57

2. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan ... 60

3. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai obat... 61

4. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil energi ... 67

5. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ... 67

6. Daftar nama tumbuhan yang digunakan untuk adat ... 68

7. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan hias ... 69

8. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil zat warna ... 69

9. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida nabati ... 69

10. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik ... 69

11. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tali, anyaman, dan kerajinan ... 70

12. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan ... 70

13. Daftar responden etnobotani masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur... 70

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) merupakan salah satu kawasan konservasi di Sumatera Utara yang kaya dengan keanekaragaman hayati, berupa spesies tumbuhan dan satwa liar. Sumberdaya keanekaragaman hayati yang telah dimanfaatkan oleh manusia berabad-abad lamanya adalah sebuah bukti bahwa keanekaragaman hayati merupakan komponen vital kepentingan hidup manusia.

Suku Angkola merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan CADS. Dalam budaya masyarakat suku Angkola dikenal beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan secara tradisional dalam kehidupan sehari-hari,

seperti bahan pangan, obat-obatan, kayu bakar, perlengkapan kegiatan adat, pakan ternak, tanaman hias dan kegunaan lain. Pengolahan tradisional masyarakat suku Angkola dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut merupakan aset harus dipertahankan, melalui dokumentasi etnobotani. Etnobotani adalah bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya (Munawaroh & Inggit 2000).

Penetapan wilayah tersebut menjadi cagar alam tentu akan membatasi akses suku Angkola untuk keluar masuk hutan. Hal tersebut akan menimbulkan sumber konflik antara pihak pengelola kawasan dengan masyarakat setempat yang akan mengancam kelestarian sumberdaya alam yang berada dalam kawasan cagar alam tersebut. Padahal dengan adanya cagar alam tersebut, seharusnya dapat memberi manfaat, tidak hanya untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam, tetapi juga kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Interaksi yang sangat kuat dan lama antara manusia dengan lingkungannya akan menciptakan budaya lokal yang selaras dengan lingkungannya. Interaksi tersebut harus saling mengisi dan menguntungkan, maka masyarakat harus memanfaatkan sumberdaya secara arif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu upaya yang diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar adalah dengan mengembangkan tumbuhan berguna dengan

(17)

untuk dilakukan, sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan kawasan dan pengembangan sumberdaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan budaya.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi:

1. Bentuk-bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat suku Angkola. 2. Bentuk kearifan tradisional masyarakat suku Angkola dalam konservasi

sumberdaya hutan.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dan pihak pengelola Cagar Alam Dolok Sibual-buali dalam membuat kebijakan pengelolaan Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Khususnya yang mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang mandiri dan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

Etnobotani adalah bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya. Etnobotani merupakan perpaduan antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial, salah satunya adalah pengetahuan sosial budaya. Etnobotani mengikuti perkembangan yang berlangsung antara kehidupan suatu etnik dalam bidang botani, yang dipengaruhi oleh perkembangan yang sifatnya global (Munawaroh & Inggit 2000). Sedangkan menurut Dharmono (2007) etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat

suku bangsa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tanaman, serta menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam.

Munawaroh dan Inggit (2000) mengemukakan bahwa peran dan penerapan data etnobotani memiliki beberapa keuntungan yaitu keuntungan ekonomi dan keuntungan dalam pengembangan konservasi. Keuntungan ekonomi ditunjukkan oleh peran penelitian etnobotani masa kini yang dapat mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang memiliki potensi ekonomi. Keuntungan lainnya adalah pengungkapan sistem pengelolaan sumberdaya alam lingkungan secara tradisional mempunyai andil penting dalam program konservasi, penerapan teknik tradisional dalam mengkonservasi jenis-jenis khusus dan habitat yang mudah rusak dan konservasi plasma nutfah tanaman budidaya untuk budidaya di masa yang akan datang.

Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dalam etnobotani, yaitu: (1) Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; (2) Penelitian kuantitatif pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; (3) Pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk kebutuhan sendiri

(19)

dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional

Konsep sistem pengetahuan dan kearifan berakar dari sistem pengetahuan

dan pengelolaan lokal dan tradisional. Munculnya pengetahuan dan pengelolaan tradisional atau kearifan, telah menjadi kebenaran bahwa sepanjang sejarah manusia, selalu ada kelompok masyarakat yang begitu peduli terhadap penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Ansaka 2006).

Tradisi dan pengetahuan masyarakat lokal di daerah pedalaman tentang pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah berlangsung sejak lama. Pengetahuan ini dimulai dengan dicobanya berbagai tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup (Windadri, Rahayu & Rustiami 2006).

Menurut Pulunggono (1999), masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih banyak menggunakan tumbuhan yang bersumber dari alam yang sebagian besar merupakan tumbuhan potensial. Mengingat pemanfaatannya yang sangat strategis dalam menunjang pembangunan di masa kini dan masa mendatang. Bahkan, masyarakat tradisional Isurolo di Kenya memanfaatkan tumbuhan sebagai sumber penghasilan dalam pemanfaatan tumbuhan berasas kearifan masyarakat (Chikamai 1994).

2.3 Berbagai Macam Pemanfaatan Tumbuhan

Diantara sumberdaya hayati yang sering dimanfaatkan oleh manusia adalah tumbuhan. Pengelompokan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Waluyo (1992) meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, bahan pangan, bangunan, alat rumah tangga, dan alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, perlengkapan upacara adat, obat-obatan dan kosmetika, kegiatan sosial, dan kegunaan lain.

Menurut Daile (2004), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfatan tumbuhan di sekitar kawasan konservasi, yaitu mengevaluasi presepsi masyarakat lokal terhadap status kawasan konservasi dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang penting, pemanfaatan tumbuhan secara langsung oleh

(20)

1. Tumbuhan penghasil pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh manusia (UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi. Pangan yang bersumber dari tumbuhan dapat berupa buah-buahan, sayur-sayuran, dan makanan pokok.

2. Tumbuhan obat

Rifai (1998) menyatakan bahwa kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya yang sudah jelas terdefinisi, sehingga diduga kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumberdaya nabati di lingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional.

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi: (1) Tumbuhan obat

tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah

dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan (3) Tumbuhan potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud, Ekarelawan & Ridwan 1994).

(21)

3. Tumbuhan penghasil energi

Tumbuhan penghasil energi adalah tumbuhan berkayu dan berbentuk pohon yang digunakan sebagai kayu bakar. Menurut Inama (2008) kayu bakar merupakan sumberdaya hayati yang sangat penting bagi masyarakat yang tidak memiliki sumber energi lain sepeti listrik, minyak tanah dan gas.

Djamalui (1998) menyebutkan bahwa umumnya masyarakat suku Souugb di Monokwari memilih kayu yang digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu yang memiliki sifat mudah terbakar, mudah dibelah, menghasilkan bara yang cepat, tidak cepat habis terbakar, tidak berasap banyak dan menghasilkan panas yang baik.

4. Tumbuhan penghasil pakan ternak

Pakan ternak adalah makanan yang diberikan pada hewan ternak. Pada umumnya semua jenis rumput merupakan pakan ternak, tetapi ada beberapa jenis dan bagian tertentu yang lebih disukai oleh hewan ternak. Rumput yang berdaun kasar seperti alang-alang misalnya, disukai ternak namun hanya pada bagian daun yang muda. Jenis tumbuhan yang menghasilkan pakan tercampur dari daun

berbagai jenis tumbuhan dan rerumputan (LIPI 1983).

5. Tumbuhan untuk kegiatan adat

Masyarakat pedesaan memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk

penggunaan tumbuhan obat sejak dulu dan dilestarikan secara turun-temurun (Bodeker 2000). Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis, dan ritual. Penggunaan tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat. Menurut Kartiwa dan Wahyono (1992) ciri-ciri tumbuhan yang dipakai dalam upacara terpilih diantaranya :

1. Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu, khususnya bunga dihubungkan sifat feminim, ini sering kali diberikan dalam upacara pemberian nama kepada anak perempuan, diberi nama antara lain : Dahlia, Mawar, Lili dan Melati. 2. Sifat tumbuhan dan nama tanaman yang diasosiasikan dengan kata-kata

(22)

3. Dalam berbagai upacara bentuk keindahan dengan lambang warna-warni dari tumbuhan yang dipergunakan seperti merah yang berarti berani, putih berarti kesucian dan kuning yang melambangkan keagungan.

4. Ada tumbuhan karena sifat kegunaannya: mengandung zat yang kaitannya dengan kesehatan atau penolak malapetaka.

5. Tanaman yang dipergunakan sebagai pengharum dan bumbu-bumbu untuk pengawetan.

6. Tumbuhan hias

Menurut Nurhayati (1983) diacu dalam Ramadhany (1994), tanaman hias adalah tanaman apapun yang mempunyai nilai hias, baik hias bunga dan tajuk, cabang, batang, buah, maupun hias aroma. Tanaman hias mulai berkembang sejalan dengan keinginan manusia yang memiliki rasa suka terhadap keindahan alam flora ini. Kebutuhan akan keindahan mendorong orang untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan sehari-hari.

7. Tumbuhan penghasil zat pewarna

Banyak jenis tumbuhan di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan sebagai

pewarna alami yang aman. Tumbuhan penghasil pewarna alami sebagian telah dikenal baik oleh keluarga dan gampang untuk dibudidayakan, namun sebagian lainnya masih perlu diinformasikan kepada masyarakat, baik untuk kepentingan

perorangan maupun komersil. Beberapa tumbuhan pewarna alami yang telah dimanfaatkan dan diwariskan oleh nenek moyang yang layak untuk dilestarikan (Pitojo & Zumiati 2009).

8. Tumbuhan penghasil pestisida nabati

(23)

betina; (6) mengurangi nafsu makan; (7) memblokir kemampuan makan serangga; (8) mengusir serangga; (9) menghambat perkembangan patogen penyakit.

9. Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik dapat juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan aromatik adalah tumbuhan yang menghasil bau yang khas. Tumbuhan aromatik dapat digunakan sebagai produk industri, yaitu sebagai obat, parfum untuk kosmetik, pengharum makanan, dan sebagai pengharum ruangan. Minyak atsiri dari tumbuhan aromatik dapat diperoleh dengan cara pemakaian langsung, pengolahan ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan aromatik tersebut. Tumbuhan aromatik yang paling tinggi nilai ekonominya adalah tumbuhan aromatik yang dapat digunakan sebagai obat (Somaatmadja 1983).

10. Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Wijaya, Uway, dan Sutikno (1989) menyatakan bahwa manusia sejak dahulu telah tergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup secara menetap dan berpindah-pindah. Pada saat menetap, mereka akan membudidayakan beberapa jenis tumbuhan untuk membuat alat-alat untuk

keperluan sehari-hari, seperti tombak, panah, termasuk keranjang. Alat-alat tersebut dianyam dari berbagai jenis tumbuhan.

Alam cukup banyak tersedia keanekaragaman tumbuhan yang dapat

digunakan sebagai bahan baku untuk industri kerajinan, antara lain anyaman. Untuk menghasilkan produk anyaman dari bahan tumbuhan diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam mengenal tumbuhan yang memiliki serat yang panjang dan kuat (Rahayu, Siti & Keim 2008).

(24)

11. Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Rumah atau papan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain pangan dan pakaian. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung. Kayu dan bagian lain dari tumbuhan banyak yang berguna untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Biasanya kayu digunakan untuk tiang, rangka atap, rangka lantai dan daun pintu, namun bagian lain tumbuhan seperti daun juga dapat dijadikan sebagai atap rumah. Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat serta sarana peribadatan (Hamidu 2009).

2.4 Cagar Alam

Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlaku secara alami (UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya). Suatu kawasan ditunjuk sebagai cagar alam apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut (Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam):

1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistem; 2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis

secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang

keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat Suku Angkola di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) yaitu di desa Padang Bujur, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan September-November 2010 dan Februari 2011.

Keterangan :

= Desa Padang Bujur = Hutan Dolok Sibual-buali

Gambar 1 Lokasi penelitian

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, kamera untuk dokumentasi, kalkulator, golok/parang, daftar pertanyaan (kuisioner) dan

(26)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Jenis data yang diperlukan

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi etnobotani berupa bentuk pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kegunaannya dan aksi upaya pelestarian sumberdaya hutan oleh masyarakat suku Angkola. Data penunjang berupa kondisi fisik dan kondisi biologi kawasan, serta karakteristik masyarakat suku Angkola. Secara rinci data yang diperlukan sebagaimana yang tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian

No. Jenis Data Komponen Data

1. Responden Jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan

2. Etnobotani Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai keperluan dan bentuk-bentuk aksi pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat

3. Kondisi fisik kawasan Letak, luas wilayah, kondisi iklim, curah hujan, suhu, topografi, tipe ekosistem, dan tanah

4. Kondisi biologi Flora dan fauna 5. Kondisi Masyarakat

sekitar kawasan

Demografi, pendidikan, pekerjaan dan sosial budaya

3.3.2 Metode pungumpulan data

Secara rinci cara memperoleh data dilakukan sebagai berikut:

a) Studi pustaka, data dikumpulkan melalui publikasi buku, artikel, jurnal, situs-situs internet, dan skripsi yang berkaitan dengan etnobotani, kondisi kawasan, sosial budaya dan sejarah masyarakat suku Angkola.

b) Survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat. Wawancara dilakukan terhadap responden terpilih sebanyak 30 orang dengan kriteria: (1) Pengetahuan responden tentang pemanfaatan dan pelestarian hasil hutan; (2) Responden yang pernah memanfaatkan hasil hutan; (3) Responden dapat memberikan informasi yang tepat terhadap pemanfaatan dan pelestarian hasil hutan kepada pewawancara. Pengamatan langsung meliputi cara pemakaian serta bagian yang digunakan.

(27)

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Klasifikasi penggunaan tumbuhan

Hasil identifikasi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Angkola untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dikelompokkan berdasarkan suku, marga, spesies untuk dianalisis sesuai dengan kegunaan dan manfaatnya.

Pengelompokkan kegunaan tumbuhan seperti penggunaan tumbuhan untuk bahan pangan, obat-obatan, penghasil energi, pakan ternak, kegiatan adat, tumbuhan hias, zat pewarna, pestisida nabati, aromatik, tali, anyaman, dan kerajinan, serta bahan bangunan. Identifikasi penggunaan tumbuhan berdasarkan Heyne (1987) dan Hartini & Puspitaningtyas (2005).

3.4.2 Persentase habitus

Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu liana dan herba. Habitus berbagai spesies tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :

a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang

yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan.

c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair. d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjalar/memanjat pada

tumbuhan lain.

e. Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain atau benda lain.

Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu habitus tertentu yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut :

Persentase habitus tertentu = ∑ �

(28)

3.4.3 Persentase bagian yang digunakan

Pemanfaatan bagian tumbuhan baik itu daun, batang, kulit, buah, bunga, dan akar juga dihitung persentasenya. Persentase bagian yang dimanfaatkan dihitung untuk mengetahui berapa besarnya suatu bagian tumbuhan dimanfaatkan terhadap seluruh bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Untuk menghitungnya digunakan rumus :

Persentase bagian yang dimanfaatkan = ∑ �

∑ � × 100%

3.4.4 Jumlah komulatif kegunaan spesies

Dari hasil wawancara kepada masyarakat, diperoleh 10 spesies tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Dari 10 spesies tumbuhan tersebut dapat diketahui spesies tumbuhan mana yang paling banyak kegunaannya bagi masyarakat, serta tingkat penggunaan dari setiap kegunaannya berdasarkan hasil wawancara terhadap 30 responden.

(29)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Cagar Alam Dolok Sibual-buali

4.1.1 Sejarah, letak dan luas

Pada mulanya kawasan hutan Dolok sibual-buali merupakan kawasan hutan lindung, yang akhirnya ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 215/Kpts/Um/4/1982 pada tanggal 6 April 1982 seluas 5.000 ha, dengan batas sebelah Utara dengan dataran tinggi Dolok Huruba, sebelah Selatan dengan Dataran Tinggi Gunung Lubuk Raya, sebelah Barat dengan wilayah desa Marancar dan sebelah Timur dengan wilayah desa Beringin atau Kecamatan Sipirok. Secara administrasi pemerintahan terletak di

Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Dati II Tapanuli Selatan, Kecamatan Sepirok, Batang Toru dan P. Sidempuan, desa Beringin, Marancar dan Tapus. Secara administrasi kehutanan terletak di daerah Tk.I Propinsi Sumatera Utara, Cabang Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan, Resort/ Ranting Pemangkuan Hutan Sipirok. Secara geografis kawasan ini terletak antara 990 10’ BT – 990 22’ BT

dan 10 30’ LU –10 35’ LU (BKSDA Sumut 2004).

4.1.2 Kondisi fisik

Kawasan CA Dolok Sibual-buali terletak di dataran tinggi dengan topografi bukit bergelombang ringan sampai berat, kemiringan lereng berkisar antara 60º-90º dengan ketinggian antara 900-1.800 m dpl. Hujan di CA Dolok Sibual-buali paling sering turun pada bagian selatan dan bagian barat kawasan, dimana desa Padang Bujur terletak di bagian selatan kawasan. Suhu pada siang hari rata-rata 22º C dan pada malam hari 15º C dengan kelembaban antara 35%-100%. Jenis tanahnya berupa tanah alluvial yang berhumus sedang dengan warna tanah coklat tua kehitaman, dan pH berkisar antara 5-6,5 (BKSDA Sumut 2004).

4.1.3 Flora dan fauna

(30)

dikenal dengan Bunga raksasa (Rafflesia sp) juga tercatat ada pada kawasan ini. Sedangkan faunanya adalah harimau loreng (Panthera tigris sumatrae), tapir/cipan (Tapirus indicus), rusa (Cervusa unicolor), kancil/pelanduk (Tragulus napu), kijang (Muntiacus muntjak), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos sp), landak (Hystrix branhyura), kucing batu (Felis marmorata). owa (Hylobates sp.), imbo (Hylobates sp.), siamang (Symphalangus syndactylus), ungko (Hylobates agilis), poksai jambul putih (Garrulax leucophus), julang (Rhyticeros undulatus), celepuk (Otus sp), burung matahari ekor panjang (Heterophasia picaides).

4.2 Desa Padang Bujur

Kawasan CA. Dolok Sibual-buali yang letaknya berada di tiga kecamatan (Kec. Sipirok, Kec. Padang Sidimpuan Timur, dan Kec. Batang Toru) menjadikan kawasan ini dikelilingi lebih kurang oleh 33 desa. Dari total desa di Kecamatan Sipirok (sebanyak 100 desa) 8 desa berada dekat dengan kawasan CA Dolok Sibual-buali, yaitu desa Padang Bujur, desa Sosopan, desa Huta Barum, desa Bulu Mario, desa Mandurana, desa Gunung Tua Baringin, desa Ri Nabolak, dan desa Siala Julu. Desa Padang Bujur merupakan salah satu desa yang dekat dengan kawasan CA Dolok Sibual-buali, dimana masyarakatnya memiliki tingkat interaksi yang cukup tinggi dengan kawasan tersebut (BPS 2009).

Desa Padang Bujur adalah desa yang hampir seluruh penduduknya merupakan suku Angkola asli yang hidup secara tradisional dan berinteraksi

(31)

4.3 Masyarakat Suku Angkola

Suku Angkola adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Utara. Suku Angkola tersebar di daerah Sumatera Utara Bagian Selatan atau yang disebut masyarakat setempat sebagai Luat Angkola, yang meliputi daerah Padang Sidimpuan, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara dan Padang Lawas. Sebelah utara berbatasan dengan daerah domisili suku Batak Toba, sebelah selatan dengan suku Mandailing, dan sebelah timur serta sebelah barat dengan suku Melayu Pesisir (Diapari 1987).

Penduduk Tapanuli bagian Selatan sebagian besar adalah suku Angkola, walaupun ada beberapa suku yang tinggal di daerah tersebut, seperti suku Batak Toba, suku Batak Simalungun, maupun suku Mandailing. Masyarakat suku Angkola umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Angkola adalah bahasa Batak Angkola. Bahasa yang digunakan di daerah Luat Angkola hanya memiliki perbedaan pada intonasi pengucapannya. Masyarakat suku Angkola sebagian besar beragama Islam dan ada sebagian lagi beragama Kristen Protestan.

Penyebaran masyarakat suku Angkola umumnya bertempat tinggal di daerah pengunungan, karena sebagian besar kawasan Tapanuli bagian Selatan merupakan pegunungan yang merupakan hutan yang bertipe hutan hujan tropik,

sehingga masyarakat suku Angkola sangat dekat hidupnya dengan hutan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari

Masyarakat suku Angkola di Tapanuli Selatan, marga adalah unsur penting dalam mengatur dan menjalankan adat-istiadat. Sebagai masyarakat yang mempunyai susunan kekeluargaan patrilineal, marga ditentukan menurut garis keturunan laki-laki (ayah). Artinya, marga pihak laki-laki yang sudah berkeluarga akan diturunkan kepada anak, baik anak laki-laki yang disebut bayo, maupun anak perempuan yang disebut boru (Fitrah 2008).

(32)

seekor kerbau yang akan dimasak untuk dihidangkan pada masyarakat, melepas ayam putih keluar kampung, kemudian dilaksanakan upacara pergantian marga pengantin wanita dengan marga ibu dari pengantin pria (Ichwan 1979). Upacara adat masyarakat suku Angkola lainnya adalah upacara pernikahan (Margondang), upacara kematian (Kanduri), upacara kelahiran (Mangayun), dan syukuran (Mangupa-upa).

(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Berbagai Macam Pemanfaatan Tumbuhan

Masyarakat Suku Angkola hidup selaras dengan alam sudah sejak lama. Hal itu dapat terlihat dari penyebaran masyarakat suku Angkola umumnya bertempat tinggal di daerah pengunungan, karena sebagian besar kawasan Tapanuli bagian Selatan merupakan pegunungan yang merupakan hutan yang bertipe hutan hujan tropik. Masyarakat suku Angkola sangat erat hubungannya dengan hutan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masyarakat suku Angkola memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan mulai dari pangan, obat-obatan, kayu bakar, perlengkapan kegiatan adat, pakan ternak, tanaman hias dan kegunaan lain yang umumnya berasal dari hutan.

Masyarakat suku Angkola khususnya di desa Padang Bujur menggunakan tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Dari hasil penelitian, terdapat 93 spesies tumbuhan yang digunakan, yang terbagi menjadi 11 kelompok kegunaan, yaitu tumbuhan penghasil bahan pangan, penghasil energi, obat, pakan

ternak, kegiatan adat, hias, bahan pewarna, pestisida nabati, aromatik, tali temali, anyaman dan kerajinan, serta bahan bangunan (Gambar 2).

Gambar 2 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.

0 10 20 30 40 50 60 70 pangan

obat energi pakan ternak adat hias pewarna pestisida nabati aromatik tali, anyaman, kerajinan bahan bangunan

49

67 8

5

25 11

6 7

12 6

14

Jumlah Spesies

K

eg

un

a

a

n

tum

bu

ha

(34)

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Angkola tidak terlalu banyak (Tabel 2). Jumlah spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu status kawasan konservasi dan luas areal penelitian yang hanya terdiri dari satu desa.

Tabel 2 Jumlah spesies tumbuhan berguna hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi

No. Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies) * Sumber 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. TN Wasur 97 125 20 14 25 18 8 4 6 59 30 Inama (2008) 2. TN Bukit

Tigapulah

73 138 5 9 13 18 4 1 6 22 47 Fakhrozi (2009) 3. Suaka Alam

Lambusongo

80 83 36 12 41 55 8 - 17 11 37 Hamidu (2009) 4. CA Gunung

Simpang

62 74 9 12 19 43 4 5 12 14 14 Handayani (2010) 5. CA Dolok

Sibual-buali

49 67 8 5 25 11 6 7 12 6 14 Penelitian ini (2011) Keterangan *: 1) pangan; 2) obat; 3) energi; 4) pakan ternak; 5) adat; 6) hias; 7) zat pewarna; 8)

pertisida nabati; 9) aromatik; 10) tali, anyaman dan kerajinan; 11) bahan bangunan

Masyarakat Padang Bujur sangat tergantung pada hutan untuk memenuhi keperluannya sehari-hari, namun sekarang tumbuhan tersebut tidak diperoleh secara langsung dari hutan, karena status kawasan hutan yang telah menjadi cagar alam. Sebelum status kawasan hutan menjadi cagar alam, hutan Sibual-buali berstatus hutan lindung, namun masyarakat masih leluasa untuk masuk ke kawasan hutan tersebut. Setelah mengalami perubahan status kawasan hutan lindung menjadi cagar alam menyebabkan akses masyarakat untuk memasuki kawasan hutan semakin terbatas.

(35)

Kebanyakan masyarakat memasuki hutan untuk menyadap aren. Masyarakat ke hutan juga untuk mengambil tumbuhan untuk obat, bahan tali, anyaman, dan kerajinan, serta untuk adat. Pengambilan tumbuhan ke hutan untuk tanaman hias jarang dilakukan dan untuk bahan bangunan tidak pernah lagi dilakukan di hutan cagar alam. Adat masyarakat setempat melarang kegiatan penebangan pohon tua. Tumbuhan pangan sebagian besar diperoleh dari budidaya dan sebagian lagi diperoleh dari tumbuhan yang hidup liar di hutan. Jumlah spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagian besar dimanfaatkan untuk obat yaitu sebanyak 67 spesies dan bahan pangan sebanyak 49 spesies.

Sebagian besar hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi menunjukkan bahwa spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah untuk obat dan kedua adalah untuk pangan (Inama 2008; Fakhrozi 2009; Hamidu 2009; Handayani 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan oleh masyarakat tidak jauh berbeda, walaupun lokasi dan adat istiadatnya berbeda.

5.1.1 Tumbuhan penghasil pangan

Dari seluruh jenis tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat, terdapat 49 jenis tumbuhan untuk pangan yang berasal dari 25 famili (Lampiran 2). Famili yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah

solanaceae yakni sebanyak 6 spesies. Masyarakat suku Angkola di Desa Padang Bujur memperoleh kebutuhan pangan dari tumbuhan, baik makanan pokok seperti padi (Oryza sativa) yang dijadikan nasi, maupun makanan tambahan seperti tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan dan tumbuhan sayur-sayuran.

(36)

Gambar 3 Rotan (Calamus manan) (a) rotan di alam (b) rotan siap dikonsumsi.

Spesies tumbuhan pangan lain yang hidup secara liar di hutan yang banyak dimanfaatkan adalah takokak (Solanum torvum) yang disebut masyarakat

setempat rimbang hampir ada dalam setiap masakan masyarakat suku Angkola terutama pada sayur daun singkong tumbuk yadvvng disebut “simarata diduda”, yang merupakan masakan wajib dalam acara-acara adat masyarakat suku Angkola. Penggunaan takokak oleh masyarakat suku Angkola sangatlah tinggi, karena menurut masyarakat takokak (rimbang) adalah penetral racun dalam yang mungkin terkandung pada tumbuhan bahan pangan lainnya yang digunakan secara bersamaan. Masyarakat suku Angkola yang ada di Sumatera Utara menggunakan takokak sebagai bahan masakan yang wajib digunakan pada saat memasak sayur. Takokak yang hidup secara liar di hutan dan dibudidayakan di kebun masyarakat. Banyak dari tumbuhan pangan ini merupakan obat, namun masyarakat lebih sering menggunakannya sebagai tumbuhan pangan.

Tabel 3 Spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

Amaranthus spinosus

Syzygium aromaticum Durio zibethinus Pithecellobium jiringa Cinnamomum burmanni Cocos nucifera

(37)

5.1.2 Tumbuhan penghasil obat

Tumbuhan berguna yang dimanfaatkan sebagai obat memiliki jumlah spesies terbanyak dibandingkan kelompok kegunaan lainnya, yaitu sebanyak 67 spesies (Lampiran 3). Spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat berasal dari famili solanaceae. Famili solanaceae sangat mudah ditemukan oleh masyarakat dan sebagian besar telah dibudidayakan oleh masyarakat, baik di kebun maupun di pekarangan rumah. Selain untuk obat, tumbuhan obat dari famili solanaceae ini memiliki kegunaan sebagai bahan pangan, yaitu untuk bumbu masakan dan sayuran. Berdasarkan hasil penelitian Munawaroh dan Purwanto (1998) di desa lainnya yang berada di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali yaitu di desa Hutaraja, masyarakat suku Angkola di desa tersebut memanfaatkan tumbuhan untuk obat tradisional sebanyak 40 spesies tumbuhan dari 23 famili. Spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat juga berasal dari famili solanaceae yaitu sebanyak 4 spesies.

Cara pengolahan tumbuhan obat oleh masyarakat dapat dipakai secara tunggal ataupun dengan menggunakan campuran dengan bahan obat lainnya.

Sebagian besar masyarakat menggunakan tumbuhan obat secara langsung untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, demam, dan luka. Sedangkan untuk pengobatan penyakit yang cukup berat, harus menggunakan berbagai macam jenis

ramuan yang hanya bisa dilakukan oleh dukun di desa setempat yang disebut

dengan “datu”.

Dalam kebiasaan masyarakat suku Angkola, ada suatu kepercayaan apabila seseorang mengalami masalah, sebelum melaksanakan suatu pekerjaan, mendirikan rumah atau terkena penyakit yang berat terlebih dahulu mendatangi datu. Hal ini bertujuan untuk meminta nasehat petunjuk agar pekerjaan yang akan dilakukan bisa berjalan dengan aman dan untuk mengobati penyakit berat yang susah untuk disembuhkan.

(38)

Bujur, banyak pantangan yang tidak boleh dilakukan di dalam hutan Sibual-buali, seperti membuang sampah sembarangan, menebang pohon tua dan memburu binatang yang bukan binatang buruan. Masyarakat yang melanggar pantangan tersebut akan langsung kesurupan atau sakit. Datu akan mengobatinya dengan menggunakan pucut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) yang memiliki nama daerah tappar begu. Datu yang menggunakan obat herba dalam mengobati berbagai jenis penyakit lebih dipercaya oleh masyarakat dari pada obat-obatan medis, karena masyarakat suku Angkola masih hidup secara tradisional dan selaras dengan alam.

Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat diperoleh di pekarangan rumah, kebun maupun dari hutan. Tumbuhan obat paling banyak diperoleh dari hutan yaitu sebanyak 32 spesies yaitu (49 %). Untuk penyakit yang ringan, umumnya memanfaatkan jenis tanaman yang berada di pekarangan rumah ataupun kebun yang berada di sekitar pemukiman yang merupakan hasil budidaya. Cara pengolahan tumbuhan obat tersebut dilakukan dengan cara ditumbuk, direbus, digosokkan, dibakar, diparut dan dimakan secara langsung.

Terdapat spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat karena sejarah pemanfaatannya, seperti putri malu (Mimosa pudica). Masyarakat memanfaatkan tumbuhan tersebut untuk mengobati susah tidur, karena dulunya upacara adat untuk pernikahan (margondang) masyarakat suku Angkola

dilakukan selama 7 hari, sehingga masyarakat mengkonsumsi kopi agar malamnya bisa menahan kantuk. Masyarakat mengalami susah tidur setelah acara margondang tersebut selesai, masyarakat mengkonsumsi putri malu, dan hal tersebut secara turun temurun terus dilakukan untuk mengobati susah tidur. Salah satu kandungan dari putri malu yaitu asam pipekolinat dapat mengobati insomia atau susah tidur (Bensky & Gelbe 1992).

5.1.3 Tumbuhan penghasil energi

(39)

bakar adalah suren (Toona sureni). Suren diambil untuk dijadikan kayu bakar dengan memotong atau menebang kayu pada bagian percabangan batang kayu serta ranting kayu. Suren lebih banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar karena suren masih banyak terdapat di hutan sekitar pemukiman dan mudah diperoleh. Masyarakat suku Angkola menanam pohon suren di sekitar kebun. LIPI (1980) menyatakan bahwa suren jika ditanam dengan pohon buah-buahan dan sebagai pohon pelindung di perkebunan dapat mengurangi serangan hama. Terdapat 6 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil energi yang berasal dari hutan (Tabel 4).

Tabel 4 Spesies tumbuhan penghasil energi yang berasal dari hutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Beringin Aren Jamuju Kelapa Suren Tusam

Ficus benjamina Arenga pinnata

Dacrycarpus imbricatus Cocos nucifera

Toona sureni Pinus merkusii

Batang, ranting Batang, daun Batang, ranting Batang, ranting Ranting Ranting

Adat masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur melarang masyarakatnya untuk menebang pohon secara keseluruhan, sehingga untuk keperluan kayu bakar masyarakat hanya menebang percabangan pohon. Kayu bakar biasanya diletakkan masyarakat di kolong rumahnya, karena umumnya rumah di desa Padang Bujur adalah rumah panggung (Gambar 4).

(40)

5.1.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak adalah sebanyak 5 spesies tumbuhan dari 4 famili (Lampiran 5). Umumnya spesies yang digunakan adalah rumput, sehingga sebagian besar spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari famili Poaceae atau bangsa rerumputan. Spesies tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai pakan ternak adalah alang-alang (Imperata cylindrica) dan padi (Oryza sativa) berupa dedak halus atau kasar yang diperoleh dari sisa penggilingan padi atau pada saat penumbukan padi.

Tabel 5 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan

Pakan ternak

1. 2. 3. 4. 5.

Alang-alang Padi Rumput teki Singkong Murbei

Imperata cylindrica Oryza sativa Cyperus rotundus Manihot esculenta Morus alba

Daun

Jerami, dedak Herba Daun Daun

Kambing, lembu, kerbau Ulat sutra

Ayam, bebek

Kambing, lembu, kerbau Kambing, lembu, kerbau

Umumnya spesies yang digunakan adalah rumput, yang dapat diberikan langsung pada hewan ternak atau ditumbuk terlebih dahulu yang merupakan percampuran dari berbagai jenis tumbuhan, seperti untuk pakan lembu yang menggunakan campuran alang-alang dan rumput teki (Gambar 5). Masyarakat suku Angkola menggunakan rumput teki karena menurut masyarakat rumput teki dapat menjaga sistem pencernaan dari hewan ternak. Kandungan kimia umbi rumput teki yang diduga memberikan efek khasiatnya antara lain adalah senyawa Siperon, Aselinen, Siperen, Siperotundon, Patkhulenon, Sugeonol, Kobuson, dan

(41)

Gambar 5 Pakan lembu dari alang-alang dan rumput teki (a) tidak ditumbuk (b) telah ditumbuk.

5.1.5 Tumbuhan untuk kegiatan adat

Upacara adat masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur masih sangat sering dilakukan terutaman untuk upacara pernikahan (Margondang), upacara kematian (Kanduri) untuk para keturunan raja, aqiqah (Mangayun), dan syukuran (Mangupa-upa). Terdapat 25 spesies tumbuhan yang digunakan dalam upacara adat (Lampiran 6). Terdapat 10 Spesies tumbuhan yang dapat diperoleh dari hutan Dolok Sibual-buali yang berada di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Tabel

6). Beberapa spesies tumbuhan yang paling sering digunakan untuk kegiatan adat adalah kelapa (Cocos nucifera).

Tabel 6 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk kegiatan adat yang berasal dari hutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

Hubungan antara masyarakat suku Angkola dengan alam sekitarnya dapat terlihat dari penggunaan berbagai spesies tumbuhan untuk rangkaian upacara adat. Beberapa penggunaan jenis tumbuhan dalam upacara adat memiliki makna tertentu, sehingga keberadaannya penting bagi masyarakat suku Angkola.

(42)

Masyarakat sangat menjaga kuantitas dari tumbuhan tersebut, sehingga tumbuhan yang sebelumnya merupakan tumbuhan liar, akan dibudidayakan. Hal ini sangat mendukung upaya konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan berguna, dimana masyarakat memanfaatkan tumbuhan secara lestari dan menjaga populasi dari tumbuhan tersebut.

5.1.6 Tumbuhan hias

Tumbuhan yang dijadikan sebagai tumbuhan hias adalah hanya sebanyak 11 spesies tumbuhan (Lampiran 7). Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang berasal dari hutan yang dijadikan sebagai tanaman hias (Tabel 7). Penggunaan spesies tumbuhan berguna oleh masyarakat sebagai tumbuhan hias sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh tipe rumah masyarakat yang umumnya merupakan rumah panggung, sehingga tempat untuk menyimpan tumbuhan hias di depan rumah dan pekarangan rumah tidak begitu luas. Umumnya pekarangan rumah penduduk ditanami tanaman pangan dan obat yang paling sering dipergunakan, sedangkan untuk tanaman hias sangat jarang ditemukan. Tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat tanaman hias adalah lidah buaya, karena menurut

masyarakat lidah buaya mudah tumbuh tanpa perlu perawatan yang khusus dan memiliki fungsi lain sebagai obat.

Tabel 7 Spesies tumbuhan sebagai tanaman hias yang berasal dari hutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

Liparis terrestris J.B. Comber

Euphorbia milii Ch

Cananga odorata Hook

Orthosiphon aristatus Benth

Dipteris conjugata Reinw.

Pandanus amarylifolius Roxb

Euphorbia tirucalli L.

Pleomene angustifolia N.E. Brown

Bunga

5.1.7 Tumbuhan penghasil zat pewarna

(43)

melambangkan sesuatu, hal tersebut sangat terlihat pada masakan di upacara-upacara adat masyarakat suku Angkola.

Tabel 8 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai zat pewarna

No. Nama lokal Nama ilmiah Warna yang dihasilkan Bagian yang digunakan Curcuma longa Ananas cosmosus Pandanus amarylifolius Pleomene angustifolia

Cokelat Cokelat Kuning

Kuning dan orange Hijau

5.1.8 Tumbuhan pestisida nabati

Penggunaan tumbuhan untuk pestisida nabati yaitu mengatasi hama dengan menggunakan tumbuhan alami semakin jarang dilakukan, karena masyarakat petani lebih memilih penggunaan pestisida sintesis, hal itu disebabkan oleh masyarakat ingin lebih praktis dan mudah dalam penggunaannya. Terdapat 7 spesies tumbuhan yang berguna sebagai pastisida alami (Lampiran 9).

Tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pestisida nabati adalah sirsak (Annona muricana) dan bawang putih (Allium sativum). Masyarakat suku Angkola di desa padang Bujur mengolah tumbuhan ini untuk pestisida nabati dengan cara daun sirsak ditumbuk dan dihaluskan, direndam dengan air selama 2 hari, kemudian air disemprotkan ke tanaman.

Sudarmo (2005) menyatakan bahwa daun sirsak mengandung annonain dan resin, pestisida alami dari daun sirsak sangat efektif untuk menghilangkan hama trip. Ciri-ciri tumbuhan yang terserang hama trip adalah pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Akibat kondisi tersebut, kuantitas dan kualitas produktivitas tidak akan sesuai harapan.

(44)

Tabel 9 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida nabati

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1. Allium sativum Syzygium aromaticum

Ricinus communis

Carica papaya

Annona muricata

Sonchus arvensis

Tangkai/pelepah

5.1.9 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan berguna yang digunakan oleh masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur adalah sebanyak 12 spesies tumbuhan (Lampiran 10). Tumbuhan berguna tersebut berasal dari 9 famili. Famili yang paling banyak jumlah spesiesnya adalah dari famili Zingiberaceae. Tumbuhan aromatik ini umumnya digunakan oleh masyarakat untuk campuran pada masakan, menghilangkan aroma tak sedap pada masakan, contohnya adalah Salam (Eugenia polyantha) dan jeruk nipis (Citrus auratifoia). Masyarakat suku Angkola memanfaatkan tumbuhan aromatik untuk obat terapi untuk pengobatan berbagai macam penyakit, pewangi ruangan dan melindungi rumah dari roh jahat.

Somaatmadja (1983) menyatakan bahwa tumbuhan aromatik digunakan untuk obat-obatan medis karena memiliki kandungan aroma terapi yang dapat membantu penyembuhan beberapa penyakit.

Tabel 10 Lima contoh spesies tumbuhan aromatik

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

5.1.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

(45)

Gambar 6 Hasil anyaman dan kerajinan masyarakat desa Padang Bujur (a) tikar atau lage dari pandan (b) keranjang atau karanjang dari rotan .

Wijaya et al (1989) menyatakan bahwa pada banyak upacara adat suku-suku di Indonesia beberapa kerajinan memegang peranan penting. Tikar yang disebut masyarakat setempat dengan lage adalah salah satu anyaman yang digunakan oleh masyarakat suku Angkola dalam upacara adat, lage terbuat dari anyaman pandan. Lage digunakan untuk tempat duduk pada saat upacara adat, tempat menulis pengumuman pada saat upacara adat dan sebagai identitas upacara adat apa yang sedang berlangsung. Salah satunya adalah jika lage ditulis dengan

kalimat “horas tondi mandingin”, maka upacara adat yang sedang berlangsung adalah pernikahan.

Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk

bahan tali, anyaman, dan kerajinan ini mulai menurun, karena kebanyakan pengrajin sudah lanjut usia dan hampir tidak ada generasi muda yang

meneruskannya. Kendala lainnya adalah pemasaran hasil produksinya yang tidak terlalu luas, sehingga masyarakat tidak menjadikannya sebagai pekerjaan pokok. Tabel 11 Spesies tumbuhan berguna sebagai tali, anyaman, dan kerajinan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Aren Bambu tali Padi Pisang Rotan tali Suren

Arenga pinnata

Gigantochloa apus

Oryza sativa Musa paradisiaca Colamus caesius Toona sureni

Daun, ijuk Batang Daun Daun, batang Batang Batang

(46)

5.1.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Tumbuhan yang digunakan untuk bahan bangunan adalah 14 spesies tumbuhan (Lampiran 12). Rumah penduduk masyarakat suku Angkola di desa Padang Bujur sebagian besar merupakan rumah panggung yang sederhana, dimana dindingnya umumnya terbuat dari kayu suren (Toona sureni) dan atapnya dari lapisan ijuk dari pohon aren (Arenga pinnata), atap ijuk digunakan agar rumah tersebut tetap sejuk dan pada malam hari tetap terasa hangat. Bambu tali (Gigantochloa apus) digunakan sebagai pengikat antar kayu dan pengikat kayu sebagai pancang rumah (Gambar 7).

Gambar 7 Rumah masyarakat desa Padang Bujur.

Pohon-pohon di hutan merupakan sumber bahan bangunan yang dapat digunakan secara berkesinambungan. Pemanfaatan kayu oleh masyarakat Dayak Meratus biasanya dilakukan apabila ingin membuat rumah. Biasanya pemilihan

jenis kayu tersebut berdasarkan pertimbangan kekuatan kayu dan ketahanan terhadap rayap (Kartikawati 2004).

(47)

sangat sedikit kemungkinan adanya bangunan baru di desa tersebut. Seluruh tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil bahan bangunan berasal dari hutan (Tabel 12).

Tabel 12 Spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang berasal dari hutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang digunakan 1.

Arenga pinnata Merr.

Gigantochloa apus Kurz.

Ficus benjamina L.

Durio zibethinus Murr.

Flacourtia rukam Zoll.

Dacrycarpus imbricatus Blume.

Pithecellobium jiringa Benth.

Cananga odorata Hook.

Spondias dulcissolard Forst.

Cocos nucifera L.

Parkia speciosa Hassk.

Colamus caesius Blume.

Toona sureni Merr.

Pinus merkusii Jungh.

Batang, ijuk

5.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan famili

Hasil penelitian diperoleh 93 spesies tumbuhan dari 47 famili yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari (Lampiran 1). Famili yang memiliki jumlah spesies tumbuhan berguna yang paling banyak adalah Solanaceae sebanyak 7 spesies, kemudian Poaceae, Arecaceae dan Euphorbiaceae masing-masing sebanyak 6 spesies (Gambar 8).

Gambar

Gambar 2 Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan.
Gambar 3 Rotan (Calamus manan) (a) rotan di alam (b) rotan siap dikonsumsi.
Tabel 4 Spesies tumbuhan penghasil energi yang berasal dari hutan
Tabel 5 Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pakan ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran Pohon Sarang Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali memiliki pola spasial distribusi mengelompok dengan nilai indeks dispersi (I)

Nilai ICS tertinggi berdasarkan persepsi masyarakat suku Batak Simalungun di desa Nagori Dolok pada umumnya sama dengan persepsi masyarakat desa Dolok merawa

107 jenis tanaman obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual.. Buali dan daerah

Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Non- marketable Hutan oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Kecamatan Sipirok, Tapanuli

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan populasi orangutan berdasarkan jumlah sarang di desa Aek Nabara, kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali,

Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan bentuk penggunaan lahan yang menjadi konflik antara orangutan ( Pongo abelii ) dengan masyarakat di desa sekitar

Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan bentuk penggunaan lahan yang menjadi konflik antara orangutan (Pongo abelii) dengan masyarakat di desa sekitar kawasan

Setiap jenis Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali memiliki perbedaan tiap jenis baik dari bentuk dan warna kantung, bentuk dan.. warna daun, cara tumbuh,