DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lamp
1. Bongkahan Kayu Kelapa Sawit 59
2. Serbuk Kayu Kelapa Sawit 80 mesh 59
3. Lignin Isolat Kayu Kelapa Sawit 59
4. Pengendapan Lignin 60
5. Penentuan Kemurnian Lignin 60
6. Pembuatan Poliuretan 60
7. Poliuretan dengan perbandingan poliol dalam 10 gram 60 8. Spektrum FT-IR Lignin Isolat Kayu Kelapa Sawit 61 9. Perhitungan Penentuan Rendemen Lignin Isolat Kayu Kelapa Sawit 62 10. Perhitungan Penentuan Kadar Lignin Isolat 62
11. Spektrum FT-IR Poliuretan 63
12. Termogram TGA Poliuretan dengan perbandingan poliol
Lignin-PPG (4:6) 64
PEMANFAATAN LIGNIN KAYU KELAPA SAWIT UNTUK PEMBUATAN POLIURETAN TERMOPLASTIK
ALAM
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pemanfaatan lignin isolat kayu kelapa sawit untuk pembuatan poliuretan termoplastik alam. Lignin adalah salah satu komponen yang terdapat dalam kayu kelapa sawit. Isolasi lignin dilakukan dengan metode klason. Hasil karakterisasi lignin dari kayu kelapa sawit melalui FT-IR menunjukkan bilangan gelombang pada daerah serapan 3448,72 cm-1 yang merupakan serapan gugus fungsi OH. Sintesis poliuretan termoplastik alam menggunakan monomer diisosianat berupa Toluena diisosianat (TDI) dengan poliol dari lignin isolat kayu kelapa sawit dan polieter poliol berupa polipropilen glikol (PPG) serta penambahan katalis Ni untuk menyempurnakan keefektifan reaksi antara diisosianat dengan poliol. Lignin isolat dan polipropilen glikol (PPG) sebagai poliol divariasikan dalam 10 gram. Sifat mekanik poliuretan menunjukkan bahwa perbandingan poliol 4:6 memiliki kekuatan tarik yang paling tinggi yaitu 0,493 MPa dan nilai kemuluran 12,337%. Berdasarkan hasil uji sifat mekanik, poliuretan dengan perbandingan poliol 4:6 dikarakterisasi lebih lanjut dengan FT-IR, TGA dan SEM. Hasil FT-IR menunjukkan spektrum yang sesuai, terutama pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 merupakan serapan puncak gugus N-H, 2345,44 cm-1 merupakan puncak C=O dari NCO, daerah 1226,73 cm-1 merupakan puncak serapan C-N, 1072,42 cm-1 merupakan deformasi dari gugus C-O. Hal ini menunjukkan telah terbentuknya gugus uretan. Sifat termal poliuretan dikarakterisasi dengan Thermogravimetry
Analysis (TGA) menunjukkan bahwa pada suhu 400oC kehilangan massa tidak
PALM OIL WOOD LIGNIN UTILIZATION FOR SYNTHESIS NATURAL THERMOPLASTIC
POLYURETHANE
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia terdapat banyak perkebunan kelapa sawit baik milik pemerintah, milik
swasta maupun milik rakyat. Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan
Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Khususnya untuk wilayah
Sumatera dan Kalimantan. Kayu kelapa sawit merupakan salah satu limbah hasil
perkebunan yang ketersediaannya yang berlimpah dan belum optimal dimanfaatkan.
Selama ini kayu kelapa sawit merupakan biomassa terbesar dari hasil peremajaan
tanaman kelapa sawit masih dibiarkan jadi limbah pertanian yang tidak
termanfaatkan. Penanggulangan limbah peremajaan ini membutuhkan biaya yang
besar yang biasanya dilakukan dengan meracuni, menumpuk dan membakarnya. Hal
ini tentu juga akan menimbulkan emisi yang dapat mencemari udara dan berdampak
pada kelestarian lingkungan. (Desyanti. 2000).
Dalam sintesis poliuretan, lignin isolat dari kayu kelapa sawit akan
dicampurkan dengan polipropilen glikol (PPG), dengan memvariasikan kandungan
lignin dan polipropilen glikol. Setelah dilakukan pencampuran terhadap lignin dan
polipropilen glikol, kemudian direaksikan dengan Toluena diisosianat serta dengan
penambahan katalis Ni. Poliuretan yang dihasilkan dari sintesis ini merupakan bagian
dari polimer yang mengandung senyawa polimer alam sehingga dianggap bersifat
ramah lingkungan.
Beberapa penelitian tentang poliuretan telah menyimpulkan bahwa polimer
poliuretan dapat disintesis dengan menggunakan bahan dasar poliol, senyawa
mereaksikan campuran lignin isolat dari kayu meranti (Shorea Sp) dan polietilen
glikol dengan pereaksi isosianat. Dengan memvariasikan kandungan lignin, hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin besar kandungan lignin yang diberikan maka
tegangan, modulus elastisitas, dan kapasitas kalor poliuretan yang dihasilkan juga
mengalami peningkatan. Rohaeti, (2005) telah melakukan sintesis poliuretan dengan
menggunakan sumber poliol berupa sakarida (glukosa, maltosa dan amilum). Hasil
sintesis menunjukkan bahwa sifat transisi gelas poliuretan semakin meningkat dengan
adanya penambahan sakarida tersebut. Penggunaan sakarida sebagai sumber poliol
menyebabkan poliuretan yang cepat mengeras sehingga sulit untuk diaplikasikan.
Eceiza, A et al.(2008) melakukan penelitian tentang sifat struktur poliuretan dengan
bahan dasar berupa polikarbonat, 4,4-difenilmetana diisosianat (MDI), dan 1,4 butana
diol yang menunjukkan adanya segmen keras dan segmen lunak.
Sutiani A. dan Bizda, K.R (2013) telah mensintesis poliuretan dengan
menggunakan bahan dasar poliol berupa senyawa gliserol, dan mereaksikannya
dengan polietilen glikol dan 4,4-difenilmetana diisosianat (MDI). Dalam
penelitiannya diberikan variasi komposisi gliserol, polietilen glikol dan MDI. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa komposisi paling maksimal terdapat pada
perbandingan PEG: Gliserol : MDI sebesar 3:1:2 yang memiliki kekuatan tarik,
perpanjangan paling tinggi. Dalam penelitian ini, pemanfaatan lignin isolat dari kayu
kelapa sawit yang ditambahkan pada sintesis poliuretan diharapkan dapat
memberikan sifat mekanik yang lebih baik. Selain itu, dapat pula meningkatkan nilai
ekonomi kayu kelapa sawit dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta
merupakan usaha untuk menekan biaya produksi pembuatan poliuretan. Hasil
polimerisasi poliuretan dikarakterisasi dengan FT-IR, SEM, TGA, dan uji sifat
mekanik meliputi kekuatan tarik, dan perpanjangan. Analisa FT- IR ini dilakukan
untuk analisa gugus fungsi polimer poliuretan yang dihasilkan. Analisa ini bertujuan
untuk memastikan pembentukan senyawa poliuretan dengan melihat gugus fungsi
yang ada dalam spektrum. Analisa sifat morfologi dengan Scanning Electron
poliuretan. Analisa sifat termal dengan termogravimetri untuk mengetahui temperatur
dekomposisi dari poliuretan yang dihasilkan. Analisa sifat mekanik yang meliputi
kekuatan tarik, dan perpanjangan maksimum bertujuan untuk menentukan pengaruh
perbandingan lignin/PPG terhadap sifat mekanik poliuretan.
1.2 Permasalahan
1. Apakah lignin isolat dari kayu kelapa sawit dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan poliuretan
2. Bagaimana karakterisasi poliuretan dari lignin kayu kelapa sawit, polipropilen
glikol (PPG) dan toluena diisosianat (TDI) dengan analisa gugus fungsi,
analisa permukaan, analisis termal dan sifat mekanik poliuretan
3. Bagaimana pengaruh perbandingan antara lignin isolat dan polipropilen glikol
(PPG) terhadap poliuretan yang dihasilkan
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut:
1. Lignin yang digunakan diisolasi dari Kayu Kelapa Sawit yang berasal dari
kelapa sawit di area Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
2. Karakterisasi poliuretan yang diperoleh dari lignin kayu kelapa sawit untuk
analisa gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform-Infra Red
(FT-IR), analisa morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM),
analisis termal dengan Thermogravimetry analysis (TGA) dan uji sifat
mekanik yang mencakup kekuatan tarik, dan perpanjangan
3. Perbandingan antara lignin isolat dan polipropilen glikol (PPG) divariasikan
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah lignin isolat dari kayu kelapa sawit dapat
dimanfaatkan pada pembuatan poliuretan
2. Untuk mengetahui karakterisasi poliuretan dengan menggunakan Fourier
Transform-Infra Red (FT-IR), analisa morfologi dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM), analisis termal dengan analisis termogravimetrik (TGA)
dan uji sifat mekanik yang mencakup kekuatan tarik, dan perpanjangan
3. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan antara lignin dan polipropilen
glikol (PPG) terhadap poliuretan yang dihasilkan
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat
bahwa lignin yang terdapat pada kayu kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan poliuretan. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan, dan meningkatkan nilai tambah kayu kelapa sawit dalam bidang industri.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU Medan,
Laboratorium Terpadu USU untuk analisa sifat termal dengan TGA, LIPI Jakarta
untuk analisa morfologi dengan SEM, Laboratorium Polimer Teknik Kimia USU
untuk analisa sifat mekanik, dan Laboratorium Kimia Organik UGM untuk analisa
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Ada beberapa tahapan penelitian:
Pertama adalah penyiapan kayu kelapa sawit yang kemudian diisolasi untuk
mendapatkan lignin. Kedua adalah pembuatan poliuretan yang dilakukan dengan
mereaksikan lignin isolat kayu kelapa sawit dengan polipropilen glikol (PPG),
Toluena diisosianat (TDI) dan disertai dengan penambahan katalis Ni . Kemudian
ketiga adalah mengkarakterisasi poliuretan yang diperoleh dengan menggunakan
FT-IR, SEM, TGA dan uji sifat mekanik.
Variabel yang digunakan adalah:
- Variabel tetap
Suhu (105oC) Waktu (menit)
Toluena Diisosianat (20 gram)
Katalis Ni (5 tetes)
- Variabel terikat
Analisa gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform Infra Red
(FT-IR), analisa morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM), analisis
termal dengan Thermogravimetry Analysis (TGA) dan analisa sifat mekanik.
- Variabel babas: Komposisi poliol dalam 10 gram,
Lignin 0 2 4 6 8 10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit termasuk kelas Angiospermae, orde Palmales, family Palmaceae,
sub-famili Palminae, genus Elaeis dan beberapa spesies antara lain Elaeis guineensis Jack
dari Afrika, Elaeis melano cocca dan Elaeis odora dari Amerika Selatan (Tim
penulis PS, 1997). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di
Sumatera Utara dan Aceh, produk olahannya yang berupa minyak sawit merupakan
salah satu komoditas yang handal.(Risza, S. 1995)
Untuk Indonesia saat ini, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan perkebunan nasional. Selain dapat menciptakan kesempatan kerja yang
mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber devisa negara
(Fauzi, I.Y. 2003). Tumbuhan yang mengandung banyak serat dikenal sebagai
lignoselulosa yang merupakan sumber utama dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Lignoselulosa banyak terdapat pada kayu, sisa peninggalan perkebunan, tumbuhan
berair, rumput dan jenis tumbuhan lainnya (Rowell et al, 2000). Tumbuhan dengan
serat tinggi memiliki karakteristik dan struktur yang dapat digunakan dalam
pembuatan komposit, tekstil, dan pembuatan kertas. Dan dipakai untuk menghasilkan
bahan bakar, bahan kimia, enzim, dan bahan makanan. (Reddy dan Yang. 2000)
Komponen kimia dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan
kegunaan sesuatu jenis kayu. Selain itu, dengan mengetahuinya kita dapat
membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu dapat digunakan sebagai pengenal
ketahanan kayu terhadap serangga dan makhluk hidup perusak kayu. Dan dapat pula
menentukan pengerjaan dari kayu sehingga didapat hasil yang maksimal.
(Dumanauw, J.F. 1992). Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun,
ketinggian 9 – 12 meter dan diameter 45 – 65 cm diukur dari permukaan tanah.
(Tomimura, 1992). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas dan tidak
bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder, titik tumbuhnya terletak dipucuk
batang, terbenam didalam tajuk. Batang kelapa sawit untuk beberapa tahun pada
umumnya masih terbungkus pelepah daun, sehingga lingkar batang menjadi lebih
besar. Tinggi tanaman di alam bisa mencapai 30 m, tetapi yang ditanam di
perkebunan jarang sekali yang melebihi ketinggian 15-18 m.
Batang kelapa sawit yang sudah membusuk merupakan sarang bagi kumbang
Oryctes rhinoceros dan penyakit ganoderma yang potensial menyerang tanaman
muda. Oleh karena itu pemilik sawit akan berusaha menyingkirkan batang kelapa
sawit ini dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling mudah dan murah adalah
dengan membakarnya. Namun sejak ada larangan pemerintah, kegiatan pemusnahan
limbah batang kelapa sawit dengan cara itu sangat jarang dilakukan. Akibatnya
batang kelapa sawit menjadi masalah bagi pemilik atau pengelola kebun sawit.
(Direktorat pengolahan hasil pertanian, 2006)
Batang kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan serat (vascular bundle).
Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan ketinggian pohon dan kedalamannya
sedangkan kerapatannya menurun. Kayu kelapa sawit segar kandungan air sangat
tinggi, itulah sebabnya sukar diperoleh kestabilan dimensi yang baik. Kadar parenkim
yang tinggi menyebabkan rendahnya sifat mekanis pada kayu kelapa sawit karena
kandungan air dan zat-zat ekstraktif lainnya mengisi pori-pori parenkim (Prayitno.
cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Tetapi rongga sel selalu berisi sejumlah uap air.
Banyaknya air yang tetap tinggal di dalam dinding-dinding sel suatu produk akhir
tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat
tinggal produk. (Haygreen. J.G and Bowyer, J.L. 1996).
Kandungan serat kayu kelapa sawit merupakan komponen selulosa dan lignin,
serat inilah sebagai pembangun kekerasan pada setiap kayu. Sebagian lignin juga
terdapat pada parenkim. Lignin bertindak sebagai perekat antar serat, sehingga
terbentuk kekerasan dan kekuatan pada kayu (Sukatik. 2006). Kayu kelapa sawit
mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat batang dan sedikit
bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Pada bagian inti dari struktur dan
anatomi kayu kelapa sawit (KKS) yang paling dominan adalah jaringan dasar
parenkim, sehingga memiliki kerapatan yang rendah. Pada daerah pinggir dekat kulit
penyusun utamanya adalah berkas pengangkut yang terselimuti oleh serabut
berdinding tebal sehingga rapat massanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang
terdiri dari jaringan parenkim mengandung kadar air lebih tinggi dan menurun seiring
persentase berkas pengangkut naik.(Sujasman, A. 2009). Sifat kimia kayu kelapa
sawit mengandung komponen-komponen seperti holoselulosa, α-selulosa, lignin, pentosan, abu, dan silika. (Fengel, D and Wegener, G. 1995)
Komposisi kelapa sawit dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut:
Sifat dasar kayu kelapa sawit sangat berbeda dengan kayu lainnya dalam hal
berat jenis, kadar air dan kembang susut. Hal ini disebabkan variasi struktur anatomi
kayu kelapa sawit sangat besar dan bagian pusatnya didominasi oleh sel pembuluh
yang berdinding tebal (Prayitno, T.A. 1994). Kayu monokotil seperti kayu kelapa
sawit mempunyai jaringan parenkim diantara bundel-bundel seratnya yang
mula-mula dalam kayu segar masih mengandung air. Setelah pengeringan jaringan ini
membentuk pori yang cenderung menyerap cairan bersifat polar sejenis air. Oleh
karena itu, perlu dilakukan modifikasi pengisian pori kayu dengan polimer agar
mampu meningkatkan stabilitas kayu dengan semakin banyaknya rongga-rongga sel
kayu yang terisi bahan polimer.(Purnama, K.O. 2009)
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat
higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar
air kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga
mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat
tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit. Hal ini
terutama berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki
kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa.
Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan
makanan. Secara ekonomis, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan
konstruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia dan sebagai sumber energi. (Tim
Penulis PS. 1997)
Distribusi lignin secara kualitatif dan kuantitatif terdapat pada beberapa
spesies dari tumbuhan berserat dalam bidang pertanian seperti jerami gandum, tebu,
padi, pepohonan, dan biji rami. Tetapi sangat di sayangkan, sedikitnya informasi
bahwa lignin juga terdistribusi pada tumbuhan monokotil seperti kelapa sawit, daun
terdapat pada bagian tengah lamela yakni pada jaringan sel floem dan parenkim pada
kelapa sawit. ( Khalil, A et al. 2006)
2.3 Lignin
Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu
yang merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan tingkat
tinggi. (Dumanauw, J.F. 1992). Lignin secara universal terdistribusi pada semua
jaringan kayu, dimana lignin menambah kekuatan dan stabilitas dinding sel. Bentuk
glikosida yang terikat pada selulosa dalam dinding sel adalah melalui gugus hidroksi
bebas. Lignin mempunyai struktur yang sangat kompleks, polimer, dan merupakan
suatu jaringan aromatik yang tidak larut dalam air. (Sastrohamidjojo, 1996). Selain
selulosa, kayu juga mengandung bahan lain yang disebut lignin, yang mencakup
sekitar 30% dari komponen kayu itu sendiri. Lignin berfungsi sebagai perekat, yang
mengikat belai-belai selulosa menjadi satu dan memberikan kekuatan tambahan pada
kayu. Seperti juga selulosa, lignin mengandung karbon dan sulit diuraikan. Zat
organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan selain selulosa
adalah lignin. Lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit
fenil propana yang diikat dengan C-O-C dan C-C (Judoamidjojo, R.M. dkk. 1989).
Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan
strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen
atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur
serat. Bagian tengah lamela pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan
dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu. Selain itu, dinding sel
kayu juga mengandung lignin.
Lignin kayu mengandung unit guasilpropana (G) dan siringilpropana (S),
dengan rasio perbandingan G/S 4:1 sampai 1:2, dan dalam jumlah yang kecil terdapat
hidroksifenilpropana(H). Proses akhir pembentukan lignin melibatkan dehidrasi
Adapun unit-unit struktur penyusun lignin sebagai berikut :
(Achmadi, 1990)
Gambar 2.1. Unit penyusun lignin, p-koumaril alkohol (1), koniferil
alkohol(2), dan sinapil alkohol(3).
Biosintesis lignin dari unit monomer fenil propana merupakan polimerisasi
dehidrogenatif. Biosintesis lignin dimulai dengan turunan glukosa yang berasal dari
proses fotosintesis. Yang mana akan dikonversi menjadi asam shikimat yang
berperan penting pada jalannya metabolisme.(Fengel, D and Wegener. 1995)
Lignin kayu mengandung gugus hidroksil fenolik, dimana gugus hidroksil
fenolik ini sangat mempengaruhi stabilitas warna putih pulp dan berperan penting
pada proses pulping serta pemucatan pulp. Hal ini karena kemampuannya memecah
ikatan eter yang dibantu oleh katalis basa dan degradasi oksidatif lignin. Reaktivitas
lignin secara kimia sangat dipengaruhi oleh kandungan gugus hidroksil fenolik.
( Supri, 2000)
Unit dasar senyawa lignin berasal dari fenilpropana yakni terdiri dari sebuah
cincin benzena dengan enam atom karbon yang pada salah satu sisinya melekat tiga
atom karbon berantai lurus. Dan ada pula yang dikenal dengan gugus metoksil
(H3CO-) yang banyak melekat pada cincin aromatik lignin. Namun beberapa dari CH2OH CH2OH CH2OH
CH CH CH CH CH CH
OCH3 H3CO OCH3
gugus tersebut terpisah selama proses pulping kraft (Harkin, J.M. 1969). Berat
molekul lignin diperkirakan sangat tinggi, tetapi karena proses pemisahan dari
selulosa tidak terelakkan lagi menyebabkan degradasi, untuk menyatakan berapa
besar tingginya adalah hal yang tidak mungkin. Karena lignin mengandung cincin
aktif benzena dalam jumlah yang besar, lignin yang terdegradasi akan bereaksi
dengan cepat. (Stevens, M.P. 2001)
Jumlah lignin yang terdapat di dalam tumbuhan yang berbeda sangat
bervariasi. Distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin bagian pohon
yang berbeda tidak sama. Sebagai contoh kandungan lignin yang tinggi adalah khas
untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam, untuk
cabang kayu lunak, kulit, dan kayu tekan. Dalam kebanyakan penggunaan kayu,
lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan
pengelantangan, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah
(Fengel,D and Wegener. 1995). Selain itu, kandungan metoksil lignin juga bervariasi,
dimana untuk tanaman, semakin tinggi tanaman berdiri dan berkembang maka
kandungan metoksil lignin semakin tinggi. ( Harkin, J.M. 1969)
Menurut Damat (1989), tanaman jenis kayu maupun bukan kayu merupakan
sumber utama lignin. Kandungan lignin daun jarum lebih besar dari pada kandungan
lignin pada kayu daun lebar. Menurut Rahmawati (1999), kadar selulosa,
hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif sangat bervariasi antara satu jenis kayu dengan
jenis kayu yang lain. Variasi tersebut juga terlihat dalam satu pohon pada lokasi yang
berbeda.
Kandungan kimia untuk serat kayu jarum terdiri dari tiga golongan, yaitu:
polisakarida berupa selulosa dan hemiselulosa, senyawa lignin dan zat ekstraktif.
Distribusi komponen kimia selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam dinding
sel sekunder, sedangkan lignin banyak terdapat pada dinding sel primer dan lamela
Lignin merupakan termoplastik alam yang akan menjadi lunak pada suhu yang lebih
tinggi dan akan keras kembali apabila menjadi dingin. (Haygreen, J.G and Bowyer,
J.L. 1996)
2.4 Polipropilena Glikol
Senyawa polieter yang banyak digunakan dalam poliuretan padatan adalah
polipropilen glikol (PPG) dan politetrametilen glikol. Pembuatan keduanya dilakukan
dengan penambahan polimerisasi dari monomer epoksida. Propilen oksida dibuat dari
propilena dengan penggunaan klorohidrin sebagai senyawa intermediet. Pada
pembuatan propilena glikol dibuat dalam stainless steel atau reaktor gelas, yaitu
dengan proses batch. Katalis yang digunakan biasanya adalah natrium atau kalium
hidroksida dalam bentuk larutan encer. Inisiator polimerisasi dibutuhkan untuk
mengontrol jenis polieter yang dihasilkan. Etilena glikol, propilena glikol, dietilena
glikol, dan dipropilena glikol dapat digunakan sebagai inisiator dalam pembuatan
polieter difungsional, sedangkan gliserol dapat dijadikan inisiator polieter
trifungsional. Reaksi pembentukan propilena glikol terdapat pada gambar 2.2. :
Gambar 2.2 Pembentukan polipropilena glikol ( Hepburn, C. 1991)
2.5 Toluena Diisosianat
Senyawa toluena diisosianat (TDI) memiliki senyawa dasar toluena. TDI terdiri dari
dua variasi campuran dari toluena diisosianat yaitu 80/20 (2,4/2,6) dan 65/35
(2,4/2,6). Gugus isosianat pada 2,4 toluena diisosianat memiliki perbedaan
kereaktifan, yakni kedudukan isosianat pada posisi 4 ternyata empat kali lebih reaktif
dari posisi 2 dan 50 persen lebih reaktif dari isosianat posisi 4 pada difenilmetana
diisosianat (MDI). Dan kedudukan isosianat pada posisi 2 memiliki kereaktifan sama
baik pada 2,4 maupun 2,6 toluena diisosianat. Struktur TDI dapat dilihat pada gambar
2.2 berikut:
Gambar 2.3 Struktur Toluena diisosianat (Randall, D and Lee, S. 2002)
Gugus isosianat dengan kereaktifan tinggi merupakan kunci reaksi dalam
pembentukan poliuretan. Sebagian besar reaksi yang sangat penting dalam
pembentukan poliuretan adalah reaksi antara isosianat dengan gugus hidroksil. Hasil
reaksi adalah senyawa karbamat yang dikenal dengan senyawa uretan yang
merupakan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi. Senyawa alkohol
primer alifatik memiliki kereaktifan dan kecepatan reaksi yang paling besar
dibandingkan dengan alkohol sekunder dan tersier disebabkan adanya faktor sterik.
(Randall, D and Lee, S. 2002)
CH3 OCN CH3
NCO NCO
OCN
2.6 Katalis
Katalis yang sebagian besar digunakan secara komersial dalam pembuatan poliuretan
adalah senyawa amina tersier dan senyawa organonikel. Dalam hal ini terjadi promosi
amina dari gugus uretan memiliki hubungan yang kuat secara mendasar, tetapi
pengaruh struktural juga penting. Pandangan umum terhadap katalis dapat dilihat
pada senyawa amina tersier yang dikombinasikan pada NCO/OH dan NCO/H2O,
katalis organonikel memiliki kemampuan lebih efektif digunakan untuk reaksi
NCO/OH dan mempengaruhi ikatan urea dan biuret, tetapi tidak baik terhadap
suasana basa dan tidak membuat terbentuknya isosianurat. Secara praktek, campuran
dari amina tersier dan Ni katalis dapat digunakan untuk mencapai kesetimbangan
ikatan rantai dan ikat silang. Temperatur reaksi tentunya sangat penting, diatas
temperatur 50oC rantai linear membentuk predominasi tetapi pada temperatur tinggi maka akan dibentuk senyawa biuret dan isosianurat yang efektif dan terbentuk
cabang. Pada suhu diatas 150oC, beberapa ikatan kurang stabil dan dapat mengalami degradasi. Perlu diketahui bahwa reaksi isosianat berupa reaksi eksotermik dan
dibawah kondisi tersebut terjadi transfer panas yang lambat ketika temperatur
dinaikkan. Pemakaian katalis dimaksudkan untuk menyempurnakan kefektifan reaksi
dengan adanya peningkatan aktivitas reaksi. (Hepburn, C.1991)
2.7 POLIURETAN
Lignin merupakan polimer alam yang mempunyai gugus hidroksil lebih dari satu
dimanfaatkan sebagai sumber poliol yang akhirnya dapat berikatan secara baik dalam
pembentukan poliuretan (Fengel, D dan Wegener. 1985). Poliuretan linear biasanya
dipreparasi dalam larutan karena polimer ini cenderung berdisosiasi menjadi alkohol
dan isosianat atau terdekomposisi menjadi amin, olefin, dan karbondioksida pada
teristimewa berlaku untuk poliuretan yang dipreparasi dengan diisosianat aromatik.
Poliuretan merupakan polimer termoset yang terbentuk dari reaksi antara senyawa
diisosianat dengan senyawa polifungsi yang mengandung sejumlah gugus fungsi
hidroksil (Nicholson. 1997). Polimer termoset mempunyai kekuatan yang tinggi,
ketahanan terhadap kelembaban, cukup kaku, dan memiliki kemampuan jangka
pembebanan yang lama tanpa mengalami perubahan bentuk. Jenis perekat yang
tergolong kategori polimer ini adalah fenol, resorsinol, melamin, isosianat, urea, dan
epoksi. (Vick. C.B. 1999).
Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan yaitu reaksi
biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa
dihidrasi. Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian poliester-poliester
berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau polieter-polieter sebagai
monomer dihidroksi. Reaksi ikat silang diefektifkan dengan mempreparasi bagian
dari polimer tersebut dengan suatu poliol sehingga gugus-gugus hidroksil yang terjadi
sepanjang kerangka polimer bisa bereaksi dengan diisosianat untuk memberikan
ikatan-ikatan silang uretan.(Stevens, M.P. 2001)
Senyawa diisosianat digunakan dalam sintesis poliuretan diantaranya adalah
1,6-heksametilen diisosianat (HMDI) dan campuran 2,4-toluena diisosianat dengan
2,6-toluena diisosianat (TDI). ( Rohaeti, 2003). Gugus isosianat, -NCO, merupakan
gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol.
Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa
polihidrat), akan terbentuk poliuretan:
R.NCO + R’OH R.NH.COO.’R
OCN-R-NCO + OH-R’-OH OCN-R-NH-CO-O-R’-OH
Secara kimia isosianat dengan gugus hidroksil yang ada pada kayu
membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isosianat bereaksi
dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk poliurea melalui ikatan fisik
diantara partikel kayu (Galbraith dan Newman. 1992). Kelebihan poliuretan yang
dibentuk dari isosianat adalah tidak ada air yang terkandung dalam sistem. Semua
resin diaplikasikan dan digunakan sebagai perekat. Dan kelemahannya adalah
biayanya lebih mahal. Selain itu, isosianat harus ditangani dengan hati-hati untuk
mencegah timbulnya masalah kesehatan.(Maloney, I.M. 1993)
Dalam suatu proses pembentukan perekat lignin isosianat encer perlu dicatat
bahwa meskipun poliisosianat sangat hidrofobik dengan berat molekul rendah dapat
bereaksi lambat dengan air pada suhu ruang. Oleh karena itu, suatu larutan lignin
encer yang berasal dari limbah cair proses pulping kimia dapat digunakan tanpa
adanya modifikasi. Telah dilaporkan bahwa gas yang terbentuk karena reaksi air
dengan isosianat tidak menjadi masalah sebab matriks kayu yang digunakan sebagai
perekat cukup berpori dan dapat menyerap gas tanpa mempengaruhi kualitas
ikatan.(Feldman, D. et al. 1992)
Reaksi lignin dengan fenol dan isosianat telah diteliti dan dirancang untuk
menentukan potensi pemanfaatan lignin didalam industri. Hal ini disebabkan karena
langkanya posisi aktif dalam struktur makromolekul lignin (Kratz, et al.1962).
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai
dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak
diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan
yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan
(Cowd. 1991). Jenis dari perekat poliuretan dapat berupa termoplastik atau termoset
yang dapat dipergunakan untuk merekatkan logam, karet, kayu, kertas, kain , gelas,
keramik dan plastik, kecuali polisulfida dan fluorokarbon. Bagus digunakan sebagai
perekat polivinil klorida. Dan baik digunakan untuk pengatur sifat perekat basis karet
bahan pengikat, pengisi, surfaktan, produk polimer dan sumber bahan kimia lainnya
terutama turunan benzena (Santoso, A. dan Sutigno. P. 2004). Kemampuan lignin
untuk meredam kekuatan mekanis yang dikenakan pada kayu, memungkinkan usaha
pemanfaatan lignin sebagai bahan perekat (adhesive) dan bahan pengikat (binder)
pada papan partikel (particle board) dan kayu lapis (plywood). (Rudatin. 1989).
Perekat dapat memiliki sifat yang berlainan walaupun bahan dasarnya sama,
hal ini dikarenakan adanya penambahan zat lain dalam formulasi khususnya.
Lagipula, sifat perekat tidak hanya ditentukan oleh komposisi bahan kimianya namun
juga oleh kondisi saat dibuat dan dipergunakan. Oleh karena itu, dalam menangani
perekat, perlu diingat bahwa sifat-sifat bakunya hanya merupakan acuan dasar. Jenis,
komposisi, dan kondisi perlu diperhitungkan dan dioptimasi. (Hartomo, A.J. 1992)
Struktur lignin yang rumit dan adanya ikatan hidrogen akan membentuk
ikatan silang yang teratur pada poliuretan, akhirnya poliuretan yang terbentuk
menjadi kaku (Supri. 2004). Semakin tinggi rasio bagian keras maka akan semakin
keras dan kaku polimernya. Rasio ini sangat ditentukan oleh jenis dan komposisi
diisosianat pada saat sintesis. Penggunaan 4,4-difenilmetana-diisosianat (MDI), dan
toluena diisosianat (TDI) akan menghasilkan poliuretan dengan bagian keras lebih
besar, sedangkan penggunaan heksametilen diisosianat (HMDI) akan menghasilkan
bagian lunak lebih besar.(Hasan. 2004)
Supri ( 2004) menyatakan bahwa poliuretan yang bersifat kaku (rigid) dapat
dibentuk melalui sistem campuran lignin isolat dan polietilena glikol. Daerah keras
(hard) dan lunak (soft) pada segment poliuretan diperlihatkan oleh Indeks Ikatan
Hidrogen (HBI). Semakin besar kandungan lignin dari sistem campuran yang
ditambahkan akan semakin tinggi indeks ikatan hidrogen poliuretan.
Poliuretan memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70 % digunakan
poliuretan digunakan sebagai bahan perekat logam, kayu, karet, kertas, kain, keramik,
plastik polivinilklorida (PVC), penyambung tangki bahan bakar cryogenic, pelindung
muka, dan kantong darah (Rohaeti, E. 2009). Berdasarkan jenisnya poliuretan dapat
berupa termoplastik atau termoset yang merupakan produk reaksi isosianat polifungsi
dan alkohol polihidroksi atau poliester tertentu. Kemudian ketahanan terhadap air,
bahan kimia, ozon sampai radiasi dan cuaca juga cukup baik.(Hartomo, A.J. 1992)
Metode yang umum digunakan dalam sintesis poliuretan dengan mereaksikan
suatu diol dengan diisosianat melalui metode polimerisasi larutan dan lelehan pada
temperatur yang cukup tinggi (Sandler, S.R. 1974). Poliol yang diperoleh dari lignin
berfungsi sebagai koreagen yang cukup kompetitif dan ekonomis khususnya untuk
pembuatan poliuretan jenis busa, perekat dan pelapis (Rohaeti, E. 2005). Pada proses
pembuatan poliuretan dapat dipercepat dengan penambahan katalis berupa senyawa
basa seperti piridin, N,N-Dimetilbenzilamin dan N,N-endoetilenpiperazin dan berupa
garam logam atau senyawa organometalik seperti bismut nitrat.(Sandler, S.R. 1974)
Glasser, W.G. (1985) telah melakukan serangkaian uji pada hidroksi propil yang
merupakan turunan dari lignin poliol-isosianat. Pada percobaan awal dilakukan
metode mendasar dengan mengontrol jaringan lignin poliuretan terlebih dahulu
melalui metode sintesis senyawa polimer dengan karakterisasi terhadap struktur
2.8 Karakterisasi Polimer
2.8.1 Fourier Transform- Infrared (FT-IR)
Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena adanya interaksi vibrasi
ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polaribilitas dengan medan listrik
gelombang elektromagnetik. Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul
disinari dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa
bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan
radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, B.
1995). Spektroskopi infra merah bermanfaat untuk kajian mikrostruktur maupun
gugus fungsi dalam polimer. Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi
sampai ketidakjenuhan dapat diungkapkan. (Hartomo, A.J. 1995)
Pada dasarnya ada dua variasi instrumentasi dari spekroskopi IR yaitu metode
dispersif dimana prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR dan
metode Fourier Transform (FT) yang menggunakan prinsip interferometri.
Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup ukuran sampel yang kecil,
perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi komputer yang terdedikasi
sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum.
FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar dalam
penelitian-penelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan dan
ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan memudahkan penelitian
Pada era modern ini, radiasi inframerah digolongkan atas empat daerah yang
dapat dilihat dari tabel 2.2 berikut:
No. Daerah
Disamping untuk maksud tujuan analisis kuantitatif, spektrofotometri inframerah
ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa
kualitatif. (Mulja, M. 1995)
Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah
satuan ulangan. Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung
dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi
berbeda dengan senyawa berbobot molekul rendah yang murni. Ditambah lagi
perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan
mempengaruhi serapan inframerah oleh ikatan kimia dari satuan ulangan. Ikatan
kimia dalam rantai polimer banyak pula yang simetris, vibrasi ikatan ini tidak
merubah polarisabilitas ikatan dan karena itu tidak menyerap radiasi elektromagnit.
(Wirjosentono, B. 1995). Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus
fungsi dalam sebuah spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa
gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula tidak adanya
puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah
berarti bahwa gugus fungsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada.(Pine, S.
Pada sistem optik FT-IR dipakai radiasi laser yang berguna sebagai radiasi
yang diinterferensikan dengan radiasi IR agar sinyal radiasi IR diterima oleh detektor
secara utuh dan lebih baik. Detektor yang dipakai dalam FT-IR adalah TGS ( Tri
Glycine Sulfate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). MCT lebih banyak
digunakan dari pada TGS sebab memberikan tanggapan yang lebih baik pada
frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat dan tidak dipengaruhi
temperatur. MCT yang terpenting bersifat sangat selektif terhadap energi vibrasi
yang diterima dari radiasi IR. (Mulja, M. 1995)
2.8.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM (Scanning Electron Microscopy) dikembangkan untuk mempelajari struktur
permukaan secara langsung. SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan suatu
metode untuk membentuk bayangan daerah mikroskopis permukaan sampel. Suatu
berkas elektron berdiameter antara 5 hingga 10 nm dilewatkan sepanjang spesimen
sehingga terjadi interaksi antara berkas elektron dengan spesimen menghasilkan
beberapa fenomena berupa pemantulan elektron berenergi tinggi, pembentukan
elektron sekunder berenergi rendah, penyerapan elektron, pembentukan sinar-X, atau
pembentukan sinar tampak (cathodoluminescence). Setiap sinyal yang terjadi dapat
dimonitor oleh suatu detektor. Alat SEM terdiri atas bagian-bagian, yaitu sumber
elektron (electron gun) berupa filamen kawat wolfram, alat untuk mencacah
(scanner) titik-titik sepanjang spesimen berupa sistem lensa elektromagnetik dan alat
pencacah elektromagnetik, seperangkat lensa elektromagnetik untuk memfokuskan
elektron dari sumber menjadi titik kecil di atas spesimen, sistem detektor, serta sistem
layar. (Rohaeti, E. 2009)
Dalam analisis ini, suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan
menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam
memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang
memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang
hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas
pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi
permukaan dengan resolusi sekitar 100 Ả. (Stevens, M.P.2001)
Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM
adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa
kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil
yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar
elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian
dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang
dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube
(CRT) sebagai topografi gambar. (Kroschwitz, J. 1990).
2.8.3 Termogravimetric Analysis (TGA)
Dalam analisis termogravimetri (TGA) diamati perubahan bobot dari sampel selama
kenaikan suhu dengan laju tetap. Karena itu dengan analisis ini dapat diperoleh
informasi kehilangan bobot karena penguapan, dekomposisi atau mungkin
pertambahan bobot karena pengikatan molekul gas dari atmosfer. (Wirjosentono, B.
1995). TGA juga bermanfaat untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan
bahan-bahan tambahan-bahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas merupakan aplikasi
utama dari TGA. Suatu termogram khas yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas
panas antara polimer yang seluruhnya aromatik dan polimer alifatik sebagian yang
berstruktur analog. Berat yang tersisa sering kali merupakan refleksi yang akurat dari
pembentukan arang yang merupakan parameter penting dalam pengujian nyala.
Ketika suatu zat dipanaskan, maka tentunya akan mengalami perubahan fisika
dan kimia. Perubahan fisika dan kimia ini terjadi akibat adanya penggunaan
temperatur yang tinggi. Perubahan fisika seperti peleburan dan pendidihan yang
terjadi akibat variasi dari temperatur yang diberikan pada suatu material. Dan
perubahan kimia seperti proses dekomposisi atau reaksi yang terjadi akibat adanya
perubahan temperatur juga. Reaksi fisika dan kimia yang terjadi pada suatu sampel
ketika dilakukan pemanasan akan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat diuji
atau diperiksa. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis termogravimetri
diantaranya adalah penentuan temperatur saat terjadi kehilangan berat material.
Kehilangan berat ini diindikasikan sebagai proses dekomposisi atau penguapan dari
sampel. Selanjutnya, saat sampel tidak mengalami kehilangan berat yang dinyatakan
sebagai stabilitas dari material. Rentang temperatur yang diberikan merupakan sifat
fisika yang terdapat pada senyawa dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa kimia.
Instrumen dasar yang diperlukan dalam analisis termogravimetri adalah
sebuah neraca presisi dengan suatu tungku yang diprogramkan untuk memberi
kenaikan temperatur secara linier dengan waktu. Sifat-sifat kurva termogravimetri
yag hendaknya diperhatikan adalah bagian-bagian yang horizontal (datar = plano)
menunjukkan daerah dimana tidak ada perubahan bobot, bagian yang melengkung
menunjukkan kehilangan bobot, karena kurva termogravimetri merupakan metode
kuantitatif perhitungan-perhitungan atas stoikiometri senyawaan dapat dibuat pada
setiap temperatur yang ditentukan. Atmosfer-atmosfer paling umum yang dipakai
dalam termogravimetri adalah:
1. Udara statis (udara dari sekeliling yang mengalir melalui tungku).
2. Udara dinamis, dimana udara mampat dari sebuah silinder dialurkan melalui
tungku dengan laju aliran yang diukur.
3. Gas nitrogen (bebas oksigen) yang memberikan lingkungan inert. (Vogel, A.I.
Analisis termogravimetri sangat berkaitan dengan sensitifitas yang digunakan
untuk mengikuti pertukaran berat dari sampel oleh adanya pengaruh temperatur.
Aplikasi ini berperan dalam memperkirakan temperatur panas yang stabil dan
temperatur saat dekomposisi. (Billmeyer, F.W. 1984)
2.8.4 Analisa Sifat Mekanik
Analisa yang dilakuan untuk menentukan sifat mekanik bahan polimer salah satunya
adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik (σ) merupakan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan tegangan yang diberikan. Kekuatan tarik mengacu kepada
ketahanan terhadap tarikan yang diukur dengan menarik sekeping polimer dengan
dimensi yang seragam. Perpanjangan sering disebut juga dengan kemuluran (ɛ) yang berarti adalah pertambahan panjang yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang
spesimen, yang diakibatkan oleh tegangan yang diberikan. Selanjutnya adalah
modulus tarik yang diperoleh dari perbandingan tegangan terhadap perpanjangan.
(Stevens, M.P. 2001)
Bila suatu bahan polimer yang elastis dikenakan gaya tarikan dengan laju
yang tetap, mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus
dengan perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bila tegangan dilepaskan
maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan
sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Diatas titik elastis,
molekul-molekul berorientasi searah dengan tarikan dan hanya membutuhkan sedikit tegangan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Nama Alat Spesifikasi Merk
Alat-alat Gelas
Stirer Fischer Scientific
Statif dan Klem
SDT Q600 V20.9 Build 20
Universal Testing Machine
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Nama Bahan Spesifikasi Merk
Kayu Kelapa Sawit - -
Alkohol 96% p.a E. merck
Benzena p.a E. merck
H2SO4 97% p.a E. merck
Aquadest - -
Toluena Diisosianat (TDI) p.a E. merck
Polipropilena glikol (PPG) p.a E. merck
DMSO p.a E.merck
Ni- catalyst p.a E. merck
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1. Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1 Pembuatan Larutan H2SO4 72%
Sebanyak 185,6 ml H2SO4(p) 97%diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 250
ml hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.2. Preparasi Serbuk Kayu Kelapa Sawit
Kayu kelapa sawit dipisahkan dari kulitnya kemudian dicacah kecil-kecil, dalam hal
ini kayu kelapa sawit yang diambil adalah pada bagian pangkal batang (sekitar 1
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC hingga kering. Kemudian dihaluskan hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh.
3.3.3. Isolasi Lignin dari Kayu Kelapa Sawit
Sebanyak 1 gram serbuk kelapa sawit diekstraksi menggunakan etanol : benzena
dengan perbandingan 1:2 selama 8 jam. Kemudian disaring dan dicuci residu dengan
etanol dan air panas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC. Selanjutnya dipindahkan sampel kedalam beaker gelas 100 ml dan menambahkan asam sulfat
72% sebanyak 15 ml. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan dalam bak
perendaman sambil dilakukan pengadukan dengan menggunakan batang pengaduk
selama 2-3 menit. Setelah terdispersi sempurna, beaker gelas ditutup menggunakan
kaca arloji dan dibiarkan pada bak perendaman selama 45 menit dan sekali-kali
dilakukan pengadukan. Kemudian aquadest sebanyak 300-400 ml dimasukkan
kedalam wadah 1000 ml dan sampel dipindahkan dari beaker gelas secara kuantitatif.
Kemudian larutan diencerkan dengan aquadest sampai volume 575 ml sehingga
konsentrasi H2SO4 3%. Selanjutnya larutan dipanaskan sampai mendidih dan
dibiarkan selama 1 jam dengan pemanasan tetap dan digunakan pendingin balik.
Kemudian membiarkannya sampai endapan lignin mengendap sempurna. Larutan
didekantasi dan endapan lignin dipindahkan secara kuantitatif kecawan atau kertas
saring yang telah diketahui beratnya. Endapan lignin dicuci hingga bebas asam
dengan aquadest panas, kemudian diuji dengan kertas pH universal. Kemudian
endapan lignin dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC. Rendemen lignin dihitung berdasarkan perbedaan berat antara lignin yang diperoleh setelah dikeringkan dengan
berat kayu kering yang digunakan.
Rendemen (%) = LigninKering
3.3.4. Kadar Kemurnian Lignin
Sebanyak 0.5 gram lignin yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam ke dalam beaker gelas 100 ml. Kemudian dilarutkan dengan 15 ml
H2SO4 72% secara perlahan-lahan sambil diaduk dengan batang pengaduk selama
2-3 menit. Kemudian ditutup dengan kaca arloji selama 2 jam. Selanjutnya hasil reaksi
dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer ukuran 500 ml dan diencerkan dengan
aquadest sampai 400 ml, lalu direfluks selama 4 jam. Endapan lignin yang terbentuk
disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya dan dicuci dengan
aquadest hingga bebas asam. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC dan ditimbang sampai berat konstan, kadar kemurnian lignin dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar Lignin = BeratLignin
BeratKeringLignin
x 100%
3.3.5. Analisa Gugus Fungsi Lignin dengan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FT-IR)
Sebanyak 3 gram lignin isolat diletakkan pada kaca transparan, diusahakan menutupi
seluruh permukaan kaca. Kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah.
Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan
3.3.6. Proses Pembuatan Poliuretan
Dirangkai alat sedemikian rupa didalam lemari asam yang dilengkapi termometer dan
pengaduk, kemudian lemari asam dihidupkan dan diatur suhu Hot Plate pada suhu
40oC. Sebanyak 2 gram lignin isolat dari kayu kelapa sawit dilarutkan dengan DMSO dan dimasukkan kedalam labu leher tiga 500 ml lalu ditambahkan 8 gram
polipropilen glikol (PPG), ditambahkan 5 tetes katalis Ni dan 20 gram Toluena
diisosianat, campuran diaduk selama 20 menit pada suhu 40oC. Campuran dimasukkan kedalam cetakan dan ditempatkan ke dalam Hot Compressor pada suhu
50oC selama 5 menit. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk di uji. Disimpan dalam vacuum oven apabila belum di
lakukan uji.
3.3.7. Uji Sifat Mekanik
Sifat mekanik poliuretan dikarakterisasi menggunakan alat uji tarik Universal Testing
Machine Gotech AL-7000M dengan kecepatan tarik 5 mm/menit. Sampel yang sudah
berbentuk dumbbell dijepitkan pada alat uji tarik, kemudian alat dijalankan dan data
yang diperoleh dicatat. Uji sifat mekanik ini dilakukan dengan berat beban sebesar
2000 kgf.
3.3.8. Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FT-IR)
Sebanyak 3 gram poliuretan diletakkan pada kaca transparan, diusahakan menutupi
Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan
gelombang terhadap intensitas.
3.3.9. Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Dalam melakukan analisa permukaan sampel dengan menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM) diawali dengan melapisi sampel dengan emas bercampur
palladium dalam suatu ruang vakum yang bertekanan 0,2 Torr. Kemudian sampel
disinari dengan pancaran elektron sebesar 1,2 kVolt sehingga menyebabkan sampel
mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi oleh
detektor dan kemudian diperkuat oleh rangkaian listrik sehingga akan menghasilkan
gambar Chatode Ray Tube. Kemudian dilakukan pemotretan dengan memilih bagian
tertentu dan dilakukan perbesaran agar didapatkan foto yang jelas dan bagus.
3.3.10. Analisa Degradasi Termal dengan Thermogravimetric Analysis (TGA)
Pada analisa degradasi termal menggunakan Thermogravimetric Analysis diawali
dengan penimbangan sampel dengan massa 11.8120 mg. Kemudian dipanaskan pada
suhu kamar sampai suhu 1000oC dengan laju pemanasan 10oC/menit. Adanya perubahan berat merupakan akibat dari proses pemanasan yang dapat ditentukan
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1. Bagan Preparasi Serbuk Kayu Kelapa Sawit (KKS)
← dipotong dan dicacah kecil-kecil
← dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga kering
← dihaluskan hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh Kayu Kelapa Sawit
Serbuk KKS halus
← dipotong dan dicacah kecil-kecil
← dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga kering
← dihaluskan hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh Kayu Kelapa Sawit
Serbuk KKS halus
← dipotong dan dicacah kecil-kecil
← dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga kering
← dihaluskan hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh Kayu Kelapa Sawit
Serbuk KKS halus
← dipotong dan dicacah kecil-kecil
← dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga kering
← dihaluskan hingga membentuk serbuk dengan ukuran 80 mesh Kayu Kelapa Sawit
3.4.2 Bagan Isolasi Lignin dari Kayu Kelapa Sawit (KKS)
← Dicuci sampai bebas asam
← Dikeringkan dalam oven (T=105OC ; t= 4 jam)
← Didiamkan selama 45 menit
Lignin Terdispersi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
Serbuk Kayu Siap Isolasi
Lignin Terdispersi
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
Serbuk Kayu Siap Isolasi
Lignin Terdispersi
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
← Didiamkan selama 45 menit
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
← Ditambahkan 15 ml H2SO4 72% secara perlahan-lahan
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
← Dicuci sampai bebas asam
← Dikeringkan dalam oven (T=105OC ; t= 4 jam)
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
Serbuk Hasil Ekstraksi
← Dikarakterisasi
FT-IR Lignin Isolat
← Dicuci sampai bebas asam
← Dikeringkan dalam oven (T=105OC ; t= 4 jam)
← Didiamkan selama 45 menit
← Dicuci dengan Etanol
← Dibilas dengan air panas
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC)
Serbuk Kayu Siap Isolasi
← Diekstraksi dengan Etanol : Benzena (1:2) selama 8 jam 1 gram Serbuk KKS
3.4.3 Bagan Penentuan Kadar Kemurnian Lignin
← Dilarutkan dengan 15 ml H2SO4 72% ← Diaduk selama 2-3 menit
← Didiamkan selama 2 jam
← Disaring
← Dicuci dengan aquadest hingga bebas asam
← Dikeringkan dalam oven (T=105oC ; t= 4 jam)
Lignin murni
← Diencerkan dengan 400ml aquadest
← Direfluks selama 4 jam
Endapan Lignin 0,5 gram Lignin Isolat
3.4.4 Bagan Pembentukan Poliuretan
2 gram Lignin Isolat
← Dilarutkan dengan DMSO
← Dimasukkan kedalam labu leher tiga
←Diaduk dan dipanaskan (T= 40oC ; t = 20 menit)
← Ditambahkan 8 gram PPG
← Ditambahkan 5 tetes katalis Ni
← Ditambahkan 20 gram Toluena Diisosianat (T= 40oC ; t = 20 menit)
Poliuretan
← Dimasukkan kedalam cetakan
← Ditempatkan pada hot compressor dengan suhu 50oC dan selama 5 menit
Poliuretan yang telah dipress
← Dikarakterisasi
Uji FT-IR Uji SEM Uji TGA Analisa sifat Mekanik
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Isolasi Lignin dari Kayu Kelapa Sawit
Isolasi lignin merupakan tahap pemisahan lignin, dalam penelitian ini lignin diisolasi
dari kayu kelapa sawit. Terdapat berbagai metode isolasi yang bisa dilakukan, tetapi
pada prinsipnya sama yaitu diawali dengan proses pengendapan padatan. Pada
penelitian ini, metode isolasi yang digunakan adalah metode Klason (SII.0528-81 dan
1293-58). Untuk menghilangkan zat-zat ekstraktif yang terdapat pada serbuk kayu
kelapa sawit perlu dilakukan metode ektraksi terlebih dahulu dengan menggunakan
etanol dan benzena dengan perbandingan 1:2. Selanjutnya dilakukan pemisahan
lignin dari selulosa dengan menggunakan H2SO4 72%. Reaksi dengan H2SO4 72%
dan adanya pemanasan menyebabkan terjadinya hidrolisa pada molekul selulosa
sehingga menjadi terlarut. Asam akan mengendapkan lignin karena lignin tidak larut
dalam larutan asam. Lignin isolat yang dihasilkan berupa tepung lignin yang
berwarna coklat kehitaman (Lampiran 3).
4.1.2 Rendemen Lignin Isolat
Rendemen lignin isolat dapat dihitung berdasarkan berat kayu kering yang digunakan
dalam proses isolasi. Rendemen lignin hasil isolasi dari kayu kelapa sawit yang
diperoleh adalah 27,5% (Lampiran 9). Sedangkan berdasarkan analisa kayu daun
jarum yang dilaporkan memiliki rendemen berkisar antara 27-34%. Lubis, A.A.
(2007) melakukan isolasi lignin dari lindi hitam dan menghasilkan rendemen lignin
sebesar 27,74 %. Adanya perbedaan rendemen lignin yang diperoleh dipengaruhi
oleh jenis bahan baku, jenis larutan dan proses pemisahan. Selain itu adanya sebagian
selulosa, hemiselulosa, serta senyawa organik lainnya yang berlangsung lama akan
mengakibatkan lignin menjadi hitam, sehingga tidak dapat dibedakan antara lignin
dan komponen yang terkandung dalam serbuk kayu kelapa sawit selama
berlangsungnya proses isolasi.
4.1.3 Kadar Kemurnian Lignin
Isolat lignin yang dihasilkan dari serbuk kayu kelapa sawit bukan merupakan lignin
murni, sehingga perlu dilakukan analisa untuk mengetahui kadar lignin murni dalam
lignin isolat tersebut. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan menggunakan
H2SO4 72% diperoleh kadar kemurnian lignin sebesar 74% (Lampiran 10). Adanya
lignin terlarut dalam H2SO4 72% dalam proses isolasi juga berpengaruh terhadap hasil
isolasi. Berkisar antara 15-22% lignin kayu daun jarum akan terlarut yang
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur karena kondensasi antara lignin dengan
asam. Fengel (1995) menyatakan bahwa polisakarida merupakan kontaminan umum
pada lignin terisolasi. Kandungan sisa polisakarida sangat tergantung pada proses
isolasi, jenis kayu dan pemurnian lignin. Kadar lignin yang rendah menunjukkan
bahwa isolat lignin masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam
jumlah yang lebih besar. Menurut Damat (1989), tingginya komponen-komponen non
lignin pada tepung lignin menunjukkan bahwa degradasi dan pemisahan polisakarida
beserta komponen-komponen non lignin lainnya masih kurang sempurna. Degradasi
polisakarida terjadi karena adanya penambahan asam kuat.
4.1.4 Pembuatan Poliuretan
Sintesis poliuretan dalam penelitian ini dilakukan dengan sistem lignin isolat-
polipropilen glikol (PPG) sebagai sumber poliol dan direaksikan dengan Toluena
Poliuretan yang berasal dari sistem lignin isolat-polipropilen glikol (LI-PPG)
akan memberikan informasi bahwa dalam struktur poliuretan akan terdapat daerah
segmen keras dan segmen lunak seperti pada gambar 4.2. Daerah segmen keras
dibentuk oleh adanya blok ikatan antara lignin isolat dan Toluena diisosianat (TDI).
Dan daerah segmen lunak dibentuk oleh ikatan diantara blok polipropilen glikol
(PPG). Segmen keras dimungkinkan dapat terjadi apabila terdapat ikatan hidrogen,
dimana ikatan hidrogen terjadi pada daerah gugus uretan karena karbonil dalam
ikatan hidrogen dan alkoksi oksigen pada uretan bersifat akseptor proton.
Penambahan katalis pada pembuatan poliuretan ini digunakan sebagai pelengkap
reaksi tanpa menentukan kecepatan reaksi. Lignin yang memiliki struktur bercabang
dengan jumlah hidroksi lebih dari dua (poliol) membentuk blok uretan sehingga
poliuretan manjadi kaku dan keras serta mempengaruhi sifat mekanik poliuretan.
Gambar 4.2 Gambaran bagian segmen keras dan segmen lunak poliuretan
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakterisasi Lignin Isolat dengan Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)
Analisa gugus fungsi secara kualitatif terhadap lignin isolat yang dihasilkan
dilakukan dengan menginterpretasikan puncak-puncak serapan dari spektrum
inframerah. Analisa ini dikenal sebagai salah satu teknik identifikasi struktur baik
untuk senyawa organik maupun anorganik. Adanya kombinasi pita serapan yang khas
dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat dalam suatu
bahan. Identifikasi pita adsorbsi yang khas disebabkan oleh berbagai gugus fungsi
yang merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah.
Hasil karakterisasi terhadap lignin isolat dengan teknik spektroskopi
inframerah FT-IR dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut:
Hasil identifikasi gugus fungsi lignin isolat kayu kelapa sawit menunjukkan
adanya pita serapan pada berbagai daerah ulur yang dinyatakan pada tabel 4.1
berikut:
Dari tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa lignin isolat yang berasal dari kayu
kelapa sawit memiliki unit guaiasil pada serapan 1273.02 yang merupakan suatu ciri
khas dari lignin isolat dari jenis kayu daun jarum. Lignin guaiasil pada kayu berdaun
jarum berkisar 26-32% dan terdiri dari prazat koniferil alkohol. Menurut Sugesty et
al. (1986) menyatakan bahwa lignin pada jenis gymnosperms (kayu daun jarum)
terdiri dari unit guaiasil, lignin pada jenis angiosperms (kayudaun lebar) terdiri dari
unit guaiasil dan siringil, sedangkan pada jenis rumput-rumputan terdiri dari unit
guaiasil, siringil dan p-hidroksifenil.
Analisis spektrum FT-IR lignin isolat memperlihatkan serapan pada bilangan
gelombang 3448,72 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan khas dari gugus hidroksi (OH), pada daerah panjang gelombang 1627,92 menunjukkan adanya serapan dari
vibrasi cincin aromatik, pada panjang gelombang 1465,90 merupakan deformasi dari
C-H asimetri, kemudian daerah panjang gelombang 1273,02 menunjukkan adanya
vibrasi cincin guaiasil dan serapan 1111 merupakan serapan dari alkohol tersier.
Adanya perbedaan panjang gelombang lignin dipengaruhi oleh asal lignin dan cara
isolasinya.
Getaran regang O-H fenol bebas cenderung akan mempunyai absorpsi pada
daripada pita OH terikat dan hanya akan nyata pada larutan encer. (Creswell, J.C. et
al. 1982)
4.2.2 Analisa Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Poliuretan Termoplastik Alam
Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik dari poliuretan
termoplastik seperti kekuatan tarik dan regangannya. Pada penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh penambahan lignin isolat dari kayu kelapa sawit pada
perbandingan poliol antara lignin isolat dengan polipropilen glikol (PPG). Kekuatan
tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam.
Tegangan tarik, σ, adalah gaya yang diaplikasikan, Ϝ, dibagi dengan luas penampang,
Α, yakni sesuai dengan persamaan:
σ
=
Ϝ�
Secara praktis, kekuatan tarik dapat didefenisikan sebagai besarnya beban
maksimum (Ϝ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan kemudian dibandingkan dengan luas penampang. Selanjutnya perpanjangan tarik, ɛ, adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal, seperti persamaan:
ɛ
=
�ƖƖ
Bila bahan polimer (elastis) diberikan gaya tarikan dengan laju tetap,
mula-mula kenaikan tegangan berbanding lurus dengan perpanjangan spesimen akan
kembali ke bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan sedikit saja maka akan
Hasil pengujian sifat mekanik poliuretan termoplastik yang dihasilkan
ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut:
Sampel
Untuk lebih jelasnya, data hasil uji sifat mekanik diatas, dapat dilihat dalam grafik
berikut:
0:10 2:08 4:06 6:04 8:02 10:00
(b)
Gambar 4.4 Grafik uji sifat mekanik poliuretan (a) Grafik kekuatan tarik
(MPa), (b) Grafik Perpanjangan saat putus (%)
Variasi komposisi poliol pada pembuatan poliuretan berpengaruh terhadap
kekuatan tarik, dan perpanjangan yang dihasilkan. Berdasarkan data (tabel 4.2) dan
grafik (Gambar 4.4) dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa
komposisi yang menghasilkan kekuatan tarik dan perpanjangan yang maksimal
adalah perbandingan lignin:PPG (4:6) sebesar 0.493 MPa dan 12.377 %.
Pada awalnya kekuatan tarik meningkat dari perbandingan lignin:PPG 0:10;
2:8; 4:6;, lalu kemudian mengalami penurunan pada perbandingan 6:4; 8:2; 10:0. Hal
ini berkaitan dengan komposisi TDI yang tetap, sehingga tidak seimbang lagi
banyaknya gugus hidroksi pada poliol dan jumlah TDI yang ditambahkan. Karena
makin banyak lignin dalam pembentukan poliuretan makin banyak TDI diperlukan.
Akibatnya makin besar kemungkinan terbentuk bagian poliuretan yang keras (hard
segment). Dapat dinyatakan bahwa poliuretan termoplastik yang memiliki hasil uji
sifat mekanik yang paling tinggi dari beberapa perbandingan yang digunakan adalah
poliol lignin:PPG (4:6). 0
5 10 15
0:10 2:08 4:06 6:04 8:02 10:00
Penelitian sebelumnya menurut Sutiani, A. dan Bizda, K.R (2013) yang
melakukan uji sifat mekanik terhadap poliuretan yang dihasilkan dari campuran
gliserol, polietilen glikol (PEG) dan 4,4-difenil metana diisosianat (MDI)
menunjukkan hasil yang hampir sama. Pada semua perbandingan PEG, Gliserol dan
MDI yang digunakan pada awalnya menyebabkan kekuatan tarik dan perpanjangan
mengalami peningkatan tetapi kemudian mengalami penurunan.
Hampir sama dengan poliuretan yang berasal dari lignin isolat dari kayu
kelapa sawit, polipropilen glikol (PPG), dan toluena diisosianat yang telah disintesis,
berdasarkan grafik (gambar 4.4) pada perbandingan pertama, kedua dan ketiga
kekuatan tarik dan perpanjangan mengalami peningkatan, dan kemudian untuk
perbandingan ke empat dan selanjutnya mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan
bahwa variasi komposisi poliol maupun senyawa isosianat yang dipakai pada
pembentukan poliuretan berpengaruh terhadap kekuatan tarik, dan perpanjangan
poliuretan yang dihasilkan.
4.2.3 Analisa FT-IR Poliuretan Termoplastik Alam
Berdasarkan data uji sifat mekanik yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
perbandingan poliol yang paling baik adalah poliuretan dengan perbandingan poliol
lignin:PPG (4:6). Selanjutnya poliuretan dengan perbandingan poliol 4:6 tersebut di