• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis energi proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis energi proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Rosniyati Suwarda

(3)

ABSTRACT

ROSNIYATI SUWARDA. Energy Analysis of Vetiver Oil Distillation Process with Gradual Increase of Steam Pressure and Flow Rate. Under direction of I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI and RISFAHERI.

Vetiver oil is one of export commodities of Indonesia. In the world main producer of vetiver oil are Indonesia (Java), the Reunion Islands and Haiti with yearly production estimated as 140 ton. The major problems found in Indonesian vetiver oil distillation are low quality of the oil (smoky notes), long time of distillation process and high energy consumption. The experiment was aimed to analyze energy use in several distillation process design and to improve the good quality of oil recovery. Specifically, the purpose of the experiment were: 1) to determine the effect of condition and process steps on the energy use, 2) to analyze the energy use in each sub-systems, and 3) to analyze the efficiency of distillation equipments.

The treatment applied in this experiment were a combination of gradual increase of steam pressures (2, 2.5, and 3 bar) and flow rates (1, 1.5, 2 l h-1 kg-1).

Material used in this experiment was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt), type of Pulus Wangi. Number of raw material in each distillation experiments was 3 kg of dried vetiver root. The capacity of retort used in the experiment was 90.50 liter, however it was filled only by 33 to 40 liter of the raw material with its density of 0.09 kg/liter. Distillation was done for 9 hours.

The results of the experiment showed that the use of higher pressure (until 3 bars) and the use high steam flow rate caused higher energy consumption. Gradual increased of pressure and constant steam flow rate of 2 l/hr/kg of raw matrial result in high recovery rate (90.42%) with good quality of oil. This design could reduced the duration of distillation process so that decrease energy consumption. Steam flow rate had an effect on oil extraction rate and also related to energy consumption. In the process design in this experiment, the efficiency and performance of retort was quite good. This is showed by high recovery and high efficiency of retort. The effect of energy loss in the retort (wall, cover, and base) and in the connector pipe of retort - condenser was not significant on the total energy consumption as they were isolated. Condenser efficiency was influenced by steam flow rate and cooling water flow rate. Condenser efficiency was relatively lower than retort efficiency because of ability of the condenser in absorbing condensation heat of oil and steam. Specific energy was in the range of 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg of vetiver oil. It was lower than the average scale provided by Small to Medium Industries (SMI) which of 2 677.43 MJ/kg of vetiver oil. Distillation by gradual increased of pressure and water steam flow rate was 30 to 33% saver in energy compare to the SMI scale of vetiver oil in Garut Province.

(4)

RINGKASAN

ROSNIYATI SUWARDA. Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI dan RISFAHERI.

Minyak akar wangi adalah salah satu komoditas ekspor non migas Indonesia. Indonesia merupakan eksportir minyak akar wangi ketiga terbesar dunia setelah Haiti dan Bourbon. Masalah utama yang dijumpai pada produksi minyak akar wangi Indonesia adalah mutu rendah, waktu penyulingan yang lama dan kebutuhan bahan bakar yang tinggi. Hal ini memerlukan perbaikan disain proses distilasi yang menjamin tercapainya mutu produk yang lebih baik dan

recovery minyak yang tinggi, tapi dengan konsumsi energi yang efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan pada beberapa disain proses penyulingan untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi dan menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan serta menganalisis efisiensi peralatan penyulingan.

Metode penyulingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi proses distilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih komponen-komponen minyak akar wangi. Uji coba yang dilakukan adalah peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan dan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air secara bertahap. Tekanan uap yang digunakan adalah 2 bar, 2.5 bar dan 3 bar, sedangkan laju alir uap air yang digunakan yaitu 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi, jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Ketel suling yang digunakan memiliki volume 90.50 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi berkisar antara 33 - 40 liter dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Penyulingan dilakukan selama 9 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan tekanan yang lebih tinggi sampai dengan 3 bar dan laju alir uap air tinggi menyebabkan makin besar konsumsi energi. Peningkatan tekanan secara bertahap dan laju alir uap air konstan 2 l/jam/kg bahan menghasilkan tingkat recovery minyak yang tinggi

(90.42%) dengan mutu yang tetap baik. Disain tersebut dapat mengurangi waktu proses penyulingan sehingga mengurangi jumlah konsumsi energi. Laju alir uap air berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak tapi juga berhubungan dengan konsumsi energi. Pada disain proses yang direkayasa pada penelitian ini kinerja dan efisiensi ketel suling cukup baik, hal ini ditandai dengan tingkat recovery

yang tinggi dan efisiensi ketel yang tinggi. Loss energi pada ketel suling (dinding,

(5)

rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi. Penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap lebih hemat energi 30%-33% jika dibandingkan dengan skala IKM akar wangi di Kabupaten Garut.

Kata kunci: minyak akar wangi, tekanan dan laju alir uap air, energi dan recovery

(6)

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN

MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN

TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP

ROSNIYATI SUWARDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

(9)

Judul Tesis : Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap

Nama : Rosniyati Suwarda

NRP : F051060051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Meika S. Rusli, MSc. Dr. Ir. Risfaheri, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melim-pahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap”

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr (alm.), bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr, bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Risfaheri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukannya dalam penulisan tesis ini. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr sebagai penguji luar komisi.

Terima kasih penulis sampaikan kapada kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, atas kesempatan yang diberikan untuk meneruskan pendidikan magister sains (S2). Penghargaan yang tulus disampaikan kepada bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian melalui Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang dilakukan bersama dengan Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada staf Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Balai Tanaman Obat dan aromatik, serta Teknologi Industri Pertanian, IPB yang telah membantu selama penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada mama dan suami tercinta Rawiyah Sairen dan Drs. Rais Taufiq Ollong, beserta adik-adikku Diah, Ningsih, Baya, dan anak-anakku tersayang Aifan Atrah, Rahmat Ghalih, Akmal Ikhsan dan Niqmah Fatmasari, atas doa dan kasih sayangnya.

Sahabatku ibu Nadiarti terima kasih atas bantuan, perhartian dan pengertiannya. Sahabat-sahabatku di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2006 Darmayanti (Almh.), Nona, Deva, Etha, Venti dan angkatan 2007 serta Tuti, Ria dan Ibu Cut Meurah dari program studi Teknologi Industri Pertanian semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya.

Bogor, Juli 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 10 April 1967 dari ayah M.K Suwarda (Alm.) dan ibu Rawiyah Sairen. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Minyak Akar Wangi ... . 6

• Manfaat Minyak Akar Wangi ... . 7

• Syarat Mutu Minyak Akar Wangi ... . 7

Kergaan Industri Kecil Menengah (IKM) Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut ... 8

Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri ... 10

• Teori Dasar Penyulingan ... 10

• Metode Penyulingan ... 12

• Alat Penyulingan Minyak Atsiri ... 12

• Proses Penyulingan Minyak Atsiri ... 13

Pindah Panas ... 20

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat ... 22

Tempat dan Waktu ... 26

Tahapan Penelitian ... 26

Prosedur Penelitian ... 27

Parameter Pengukuran ... 29

Analisis Pindah Panas dan Analisis Energi... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Akar Wangi ... 40

Kinerja Proses Penyulingan pada tekanan konstan ... 41

Volume dan Recovery Minyak Akar Wangi pada Penyulingan Tekanan Konstan ... 42

Efiensi Peralatan Penyulingan pada tekanan konstan ... 43

Kinerja Proses Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap ... 44

Pengaruh Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air terhadap Laju Keluar Minyak dan Recovery Minyak ... 45

Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi ... 47

(13)

Hubungan Antara Peningkatan Tekanan dan Laju alir uap air

Terhadap Konsumsi Energi dan Recovery Minyak ... 58

Analisa Mutu Minyak Akar Wangi ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Standar mutu minyak akar wangi menurut

Standar Nasional Indonesia 06-2386-2006 ... 7

2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002 ... 8

3. Penyulingan minyak akar wangi kabupaten Garut ... 9

4. Kadar air dan kadar minyak bahan baku akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ... 41

5. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan konstan ... 42

6. Pengaruh tekanan uap terhadap volume dan recovery minyak ... 42

7. Hasil perhitungan efisiensi peralatan dan energi spesifik pada penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan konstan ... 43

8. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap suhu ketel suling ... 45

9. Produksi steam dan energi steam pada sistim penyulingan akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap ... 48

10. Hasil perhitungan energi yang dimanfaatkan untuk mengekstrak minyak (QD) dan nilai efisiensi ketel suling ... 50

11. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap airsecara bertahap terhadap kinerja dan efisiensi kondensor ... 53

12. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang digunakan untuk menguapakan air di boiler ... 55

13. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang dimanfaatkan ketel suling (QD) dan efisiensi ketel suling ... 55

14.Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) bertahap terhadap energi yang diserap air pendingin (QL) dan efisiensi kondensor ... 56

15.Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap kinerja kondensor ... 56

16. Koefisien perpindahan kalor dari kondensor jenis spiral ... 57

17. Perbandingan konsumsi energi penyulingan minyak akar wangi ... 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan

(countercurrent flow) ... 14

2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)... 23

3. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi ... 28 4. Diagram alir aliran energi pada proses penyulingan

minyak akar wangi ... 39 5. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan

tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan ... 45 6. Recovery minyak akar wangi pada tekanan bertahap

dan laju alir uap air konstan ... 46 7. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan

tekanan dan laju alir uap air bertahap. ... 47 8. Proses pembentukan uap air dalam boiler ... 47 9. Grafik kehilangan energi pada pipa penghubung

boiler ke ketel suling (pipa uap) ... 49 10. Perbandingan energi yang masuk ke ketel suling (QB)

dengan energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling (QD). ... 51 11.Kehilangan energi pada ketel suling selama proses

penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan (a), dan laju alir uap air

bertahap (b). ... 52 12.Perbandingan energi yang masuk ke kondensor (QD)

dengan energi yang diserap air pendingin (QL). ... 54 13.Hubungan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap

air konstan terhadap pemakaian energi dan recovery

minyak akar wangi. ... 58 14.Pengaruh peningkatana tekanan dan laju alir uap air terhadap

warna minyak akar wangi ... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data hasil penelitian penyulingan akar wangi dengan peningkatan

tekanan dan laju alir uap air secara bertahap ... 67

2. Perhitungan Kehilangan Panas ... 71

3. Analisis Penggunaan Energi dan Efisiensi Peralatan ... 88

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak akar wangi merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) melalui proses penyulingan (distilasi). Minyak

akar wangi memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai bahan baku pada pembuatan parfum dan bahan pewangi serta dapat digunakan dalam aromaterapi. Minyak akar wangi berfungsi sebagai pengikat (fixative) dan pemberi bau dasar (flavor agent) (Martinez et al., 2004).

Produksi minyak akar wangi di Indonesia 89% dihasilkan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi penghasil tanaman akar wangi tersebar di empat Kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 1 100 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2007).

Dalam perdagangan dunia minyak akar wangi dari Indonesia dikenal dengan nama “Java vetiver oil”. Sebelum Perang Dunia II, minyak akar wangi Indonesia sangat disukai dipasaran dunia karena mutunya tinggi. Dewasa ini di pasar dunia, Haiti dan Bourbon menggantikan posisi Indonesia. Harga minyak akar wangi Indonesia lebih rendah (US$ 58-65/kg) dibandingkan dengan minyak akar wangi dari Bourbon (US$ 137/kg) dan Haiti (US$ 93/kg) (Chemical Market Reporter, 2000 dalam Leupin, 2001 dan Uhe, 2006).

Perkembangan ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia tahun 2003-2006 masing-masing adalah 45.821, 56.444, 74.210 dan 75.199 ton. Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah). Pasar luar negeri yang menyerap produk ini adalah negara Jepang, Cina, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss dan Italia (BPS, 2007).

(18)

wangi di pasar ekspor. Selain itu rendemen yang dihasilkan rendah, hanya sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% dan kadar vetiverolnya dibawah 50% (Anonimous, 2006 dan Triharyo, 2007). Faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu minyak akar wangi adalah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat dan teknologi proses yang tidak tepat atau belum terstandar serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Penelitian temtang rendahnya efisiensi energi secara kuantitatif dan sistematis belum dilkukan.

Teknik penyulingan akar wangi yang umum digunakan oleh IKM (Industri Kecil Menengah) adalah penyulingan menggunakan uap air dengan tekanan 5-6 bar dan waktu penyulingan 10-12 jam, yang menghasilkan mutu yang rendah seperti bau gosong. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghemat bahan bakar sejak kenaikan harga BBM tahun 1998. Sebelumnya proses penyulingan menggunakan tekanan 3 bar dengan waktu penyulingan 20-40 jam menghasilkan mutu minyak yang sesuai dengan standar ekspor.

Penyulingan dengan menggunakan tekanan yang tinggi secara konstan akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan berbau gosong (mutu rendah). Sedangkan bila menggunakan tekanan rendah secara konstan dapat menghasilkan minyak yang bermutu tinggi akan tetapi memerlukan waktu yang lama dan energi yang besar. Karena tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi, maka penyulingan lebih baik dimulai dari tekanan rendah, kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses, yaitu ketika minyak yang tertinggal dalam bahan relatif kecil dan hanya komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang masih tertinggal di dalam bahan (Guenther, 1947).

Berdasarkan masalah tersebut, maka dilakukan penelitian analisis penggunaan energi pada proses penyulingan metode uap lansung (steam distillation) dengan menggunakan variasi peningkatan tekanan dan laju alir uap

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan minyak akar wangi pada beberapa disain proses untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik.

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi 2. Menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan. 3. Menganalisis efisiensi peralatan penyulingan.

Ruang Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di

daerah Garut, Jawa Barat. Karakterisasi bahan meliputi pengukuran kadar air dan kadar minyak atsiri dilakukan sebelum digunakan, kemudian bahan baku dibersihkan, dikeringkan, dan dirajang (pengecilan ukuran). Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa percobaan penyulingan menggunakan tekanan konstan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi penyulingan pada tekanan konstan yang akan menjadi acuan pada percobaan penelitian utama. Pada penelitian utama tekanan uap dalam ketel dinaikan secara bertahap. Tekanan yang akan digunakan adalah 2 bar 2.5 bar dan 3 bar. Percobaan penyulingan dengan peningkatan tekanan ketel secara berthap mula-mula dilakukan dengan menggunakan tiga variasi laju alir uap air konstan masing-masing 1 liter/jam/kg bahan, 1.5 liter/jam/kg bahan, dan 2 liter/jam/kg bahan. Waktu yang digunakan untuk setiap tahap ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan.

(20)

Percobaan proses penyulingan minyak akar wangi dilakukan secara bersama dengan penelitian “Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Melalui Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap” oleh Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Penelitian ini dibiayai oleh Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian

Kerangka Pemikiran

Untuk mengembalikan citra minyak akar wangi Indonesia di pasaran ekspor dan penyelesaian masalah yang dihadapi industri penyulingan minyak akar wangi di Garut maka dilakukan upaya perbaikan disain proses penyulingan dengan melakukan modifikasi proses penyulingan metode uap langsung (steam distillation) dengan menggunakan variasi tekanan dan laju alir uap air secara bertahap. Penyulingan dimulai dengan uap bertekanan rendah (2 bar) kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan sampai 3 bar.

Peningkatan tekanan uap secara bertahap dilakukan berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Minyak akar wangi terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki ttitk didih yang berbeda, yaitu komponen senyawa yang bertitik rendah, sedang dan tinggi. Pada awal penyulingan komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947).

(21)

bertahap diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan

recovery penyulingan serta dapat memperbaiki mutu minyak akar wangi.

Pemakaian uap bertekanan tinggi akan menaikkan tekanan parsial minyak atsiri sehingga perbandingan minyak dan air dalam kondensat menjadi lebih besar, dengan demikian waktu penyulingan lebih singkat (Guenther, 1947). Percepatan proses penyulingan dilakukan berdasarkan pada rumus hidrodestilasi, yaitu dengan meningkatkan secara bertahap tekanan parsial uap air (steam).

Perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah dengan mengatur tekanan uap yang digunakan. Untuk menguapkan komponen-komponen minyak akar wangi yang bertitik didih tinggi dibutuhkan kalor laten yang lebih besar, maka laju alir uap air yang kontak dengan bahan untuk memasok kalor dan menaikkan suhu perlu ditingkatkan secara bertahap untuk mendapatkan laju distilasi minyak akar wangi yang lebih tinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. IKM akar wangi agar mendapatkan minyak akar wangi bermutu baik dengan penyulingan yang singkat.

2. Meningkatkan daya saing minyak akar wangi di pasaran ekspor.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Akar Wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ditemukan tumbuh

secara liar, setengah liar dan sengaja ditanam diberbagai negara beriklim tropis dan subtropis. Akar wangi asli dari India Selatan, Indonesia, Sri Lanka dan Reuni. Minyak Akar wangi sebagian besar diproduksi di pulau Jawa, Haiti dan Reuni. Tanaman akar wangi termasuk keluarga Graminae, berumpun lebat, akar tinggal

bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua berukuran panjang, wangi, daunnya sedikit kaku, berwarna hijau, berumbai-rumbai dan karakteristik dari tumbuhan keluarga ini adalah sisitim akar kompleks, kuat, bercampur dengan tanah dan kering (Marie, 1997 dan Santoso, 1993). Menurut Dalton et al. (1996) tanaman akar wangi mempunyai sifat

morpologi dan fisiologi yang baik untuk digunakan dalam mencegah erosi tanah dan konservasi air.

Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dihasilkan dari tanaman akar wangi. Minyak akar wangi adalah minyak yang diperoleh dengan penyulingan dari akar. Proses penyulingan membutuhkan waktu yang panjang, sebelum diproses akar dicuci, dikeringkan dan rajang. Umur panen akan mempengaruhi mutu dari minyak akar wangi, tanaman yang dipanen masih muda menghasilkan minyak yang berkualitas rendah, umur panen sedikitnya dua tahun (Marie, 1997).

(23)

Manfaat Minyak Akar wangi

Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial. Biasanya dipakai secara meluas pada pembuatan parfum, bahan kosmetika dan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi selain berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif), juga memberikan bau wangi yang menyenangkan, tahan lama dan keras. Pemakaian harus memperhatikan dosis karena bau yang keras, jika dosisnya berlebihan justru memberikan kesan bau yang tidak enak (woody).

Penggunaan minyak akar wangi ini biasanya dicampur dengan minyak nilam, dan minyak “sandalwood”. Nilai ekonomis tanaman akar wangi terdapat pada akarnya.

Syarat Mutu Minyak Akar Wangi

Standar mutu minyak akar wangi dalam perdagangan internasional belum seragam, masing-masing negara penghasil dan pengimpor menentukan standar minyak akar wangi menurut kebutuhan sendiri. Standar mutu minyak akar wangi Indonesia ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu minyak akar wangi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2386-2006.

No Jenis Uji Persyaratan

1 Keadaan :

• Warna Kuning muda - coklat kemerahan

• Bau Khas akar wangi

2 Bobot Jenis20ºC/20ºC 0.980 – 1.003

3 Indeks Bias 20ºC 1.520 – 1.530

4 Kelarutan dalam etanol 95 % 1:1 jernih, seterusnya jernih

5 Bilangan asam 10 – 35

6 Bilangan ester 5 – 26

7 Bilangan ester setelah asetilasi 100 – 50

8 Vetiverol total, % Minimum 50

Sumber : Standar Nasional Indonesia 06-2386- 2006

(24)

Tabel 2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002 Persyaratan

No Jenis Uji

Reunion Haiti

1 Keadaan : • Warna

Coklat hingga merah kecoklatan

Coklat hingga merah kecoklatan

• Bau Khas akar wangi Khas akar wangi

2 Bobot Jenis20ºC/20ºC 0.99 – 1.015 0.986 – 0.998 3 Indeks Bias 20ºC 1.5220 – 1.5300 1.521 – 1.526 4 Kelarutan dalam etanol 80 % Maks. 1 : 2 Maks. 1 : 2

5 Bilangan asam Maks. 35 Maks. 14

6 Bilangan ester 5 – 16 5 – 16

7 Bilangan karbon 44 – 68 23 – 59

8 Putaran optik pada 20ºC + 19 – +30 +22 - +38 Sumber : ISO (International Organization for Standarization) 4716, 2002.

Keragaan IKM Penyulingan Minyak Akar Wangi

Tanaman akar wangi telah diusahakan dan dibudidayakan di kabupaten Garut sejak tahun 1960-an. Pengolahan akar wangi untuk dijadikan minyak atsiri banyak dilakukan di daerah-daerah sekitar gunung Cikurai, daerah Samarang dan Leles. Saat ini terdapat 29 unit pengolahan minyak atsiri yang berlokasi di kecamatan Cilawu (5 unit, 1 bekerja penuh dan 4 unit tidak bekerja penuh), kecamatan Leles 7 unit (5 unit bekerja penuh dan 2 bekerja tidak penuh) dan kecamatan Samarang 13 unit ( 6 unit bekerja penuh dan 7 unit tidak bekerja penuh) (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006).

(25)

Pada saat pemasakan seringkali suhu dan tekanan yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Adakalanya suhu terlalu tinggi dan tekanan terlalu tinggi (5 – 6 bar). Beberapa ketel yang digunakan terbuat dari besi yang berumur telah lebih dari setahun, serta hanya memiliki petunjuk tekanan. Penggunaan ketel besi sangat mempengaruhi mutu minyak dan waktu proses menjadi lebih lama. Mutu minyak rendah yaitu, minyak berwarna gelap dan berbau gosong. Akibatnya adalah adanya penambahan biaya produksi dan harga jual produk yang rendah (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006).

Untuk proses pendinginan atau kondensasi digunakan kolam air. Saluran pipa yang mengangkut air dan minyak melalui kolam air tersebut. Bak pendingin yang berisi air tidak menghasilkan pendinginan yang optimal karena adanya keterbasan ketersediaan air sehingga air dan minyak hasil penyulingan keluar dalam keadaan masih panas, hal ini tentu saja berpengaruh pada rendemen. Rendemen yang dihasilkan sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% (Triharyo, 2007). Kinerja penyulingan minyak akar wangi di kabuten Garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada awalnya penyulingan di masyarakat dilakukan pada tekanan rendah (2 – 4 bar) dan waktu penyulingan 24 jam, tetapi karena kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak tanah, masyarakat memotong waktu operasi penyulingan dengan cara menaikkan tekanan padahal dengan menaikkan tekanan, kualitas minyak yang dihasilkan kurang baik.

Tabel 3. Penyulingan minyak akar wangi Kabupaten Garut

Sumber : Dewan Atsiri Indonesia (2008).

Komponen Nilai Keterangan

Penyuling 16 Unit

Rendemen Rata-rata 0.51 %

Kapasitas 11.31 Kg/suling

Kukus 15 Unit

Uap 0 Unit

Teknologi

Rebus 1 Unit

Stainless 16 Unit

Alat Suling Non-stainless 0 Unit

Minyak Tanah 16 Unit

(26)

Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri

Teori Penyulingan

Penyulingan (distilasi) adalah suatu proses yang melibatkan campuran cairan atau uap yang terdiri dari dua atau lebih komponen dipisahkan menjadi fraksi komponen yang diinginkan, dengan memasukan dan mengeluarkan panas. Pemisahan komponen dari campuran cairan dengan distilasi tergantung pada titik didih masing-masing komponen dan juga tergantung pada konsentrasi, karena masing-masing mempunyai karakteristik titik didih, sehingga proses distilasi ter-gantung pada karakteristik tekanan uap campuran cairan (http://process engi-neers.blogspot.com/2008/01/distillation-basic-theory-part-1.html.[05April 2008]).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).

Produksi minyak atsiri umum dilakukan dengan penyulingan sistim uap (direct steam distillation). Uap yang digunakan adalah uap air aktif yang biasanya

bertekanan lebih besar dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah dan kemudian dialirkan kedalam tumpukan bahan didalam ketel. Dengan bantuan uap air, minyak atsiri dapat diekstrak (Guenther, 1947).

Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem uap air atau air mendidih (hydrodistillation), tekanan dalan ruang uap akan tetap konstan, karena uap berhubungan dengan atmosfir atau ditentukan oleh alat kontrol yang dapat menurunkan atau menaikkan tekanan. Tekanan yang dihasilkan oleh uap murni pada suhu yang sama, merupakan tekanan uap dari komponen murni, sedang jumlah tekanan uap dari campuran larutan sama dengan jumlah tekanan parsial.

(27)

satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul yang membentur dinding per satuan luas dalam satuan waktu tertentu.

Menurut Bernasconi et al., (1995), pada campuran dua cairan yang tidak

saling larut, tekanan uap total adalah penjumlahan tekanan uap dari masing-masing komponen dalam keadaan murni. Tekanan total tersebut tidak tergantung pada perbandingan masa atau komponen. Tekanan uap total dari campuran itu dapat menyamai tekanan udara sekelilingnya pada suhu yang lebih rendah dari pada yang dicapai oleh komponen tunggal yang murni. Oleh karena itu titik didih campuran selalu lebih rendah dari komponen yang membentuknya.

Minyak atsiri termasuk minyak akar wangi merupakan campuran yang terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki titik didih yang berkisar antara 1500C-3000C pada tekanan 1 atm. Pada awal penyulingan komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947).

Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem distilasi uap, perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah yaitu dengan mengatur tekanan parsial uap yang digunakan. Perbandingan ini ditentukan oleh persamaan sebagai berikut:

Moil O 2 MH Poil

O 2 PH Woil

O 2 WH

x

=

Dimana :

W

H2O : berat air di dalam kondensat, g

W

oil : berat minyak di dalam kondensat, g

P

H2O : tekanan uap air pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg

P

oil : tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg

M

H2O : berat molekul air (=18), g

M

oil : berat molekul minyak (dengan asumsi bahwa nilai ini ditetapkan

sebagai nilai rata-rata), g

(28)

terhadap minyak dalam kondensat akan bertambah. Sebaliknya perbandingan ini akan menurun jika suhu bertambah tinggi.

Metode Penyulingan.

Penyulingan minyak akar wangi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Penyulingan dengan uap dan air atau water and steam distilation

2. Penyulingan dengan uap atau steam distilation

Pada penyulingan uap dan air serta penyulingan dengan uap, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan berlubang sehingga bahan tidak kontak lansung dengan air yang digunakan untuk menghasilkan uap. Perbedaannya pada penyulingan dengan uap langsung, uap berasal dari boiler yang terpisah. Penyulingan dengan uap langsung lebih baik dari pada penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak.

Alat Penyulingan Minyak

Peralatan dasar yang digunakan untuk penyulingan minyak akar wangi yaitu ketel uap (Boiler), ketel suling (retort), pendingin (condensor), dan

penampung hasil (receiver).

a. Ketel Uap (Boiler)

Ketel uap merupakan alat penghasil uap, alat ini diperlukan pada penyulingan dengan uap langsung, atau kadang-kadang diperlukan sejumlah

superheated steam, dan ini hanya dapat dihasilkan dari ketel uap yang letaknya

terpisah (Guenther, 1947).

Terdapat dua macam ketel uap, yaitu ketel uap bertekanan rendah (2 – 3.5 bar) dan ketel uap bertekanan tinggi (7 bar) atau lebih. Uap bertekanan

rendah dan bersuhu rendah akan terkondensasi kembali menjadi air pada tumpukan bahan, sedangkan uap yang bertekanan tinggi akan berpenetrasi kedalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel suling akan berkurang. Ketel uap bertekanan tinggi akan bekerja lebih efisien karena akan mempersingkat waktu penyulingan.

b. Ketel Suling (Retort)

(29)

atas silinder. Pada tutup bagian atas silinder dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor.

Pada penyulingan uap langsung ukuran tinggi ketel harus lebih tinggi dari ukuran diameternya dengan harapan bahan yang disuling akan lebih lama kontak dengan uap sehingga meningkatkan rendemen minyak (Guenther, 1947).

Kondisi bahan dalam ketel penyuling harus diperhatikan, misalnya pengisian bahan dalam ketel suling yang harus diatur supaya merata. Kepadatan bahan dalam ketel berhubungan dengan penetrasi uap, kapasitas ketel dan efisiensi uap (Sukirman dan Aiman, 1979).

c. Kondensor (Condensor)

Kondensor adalah alat penukar panas yang berupa tabung silinder dan didalamnya terdapat pipa-pipa lurus atau spiral yang berfungsi mengubah uap menjadi cair. Menurut McCabe et al., (1993), kondensor didefinisikan sebagai peralatan pindah panas yang digunakan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dipunyai oleh uap. Panas laten ini dihilangkan dengan mengabsorbsikannya pada cairan yang disebut coolant.

Selanjutnya menurut Guenter (1947), kondensor berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan minyak menjadi fase cair. Jumlah panas yang dikeluarkan pada peristiwa kondensasi sebanding dengan panas yang diperlukan untuk penguapan uap minyak dan uap air serta sejumlah kecil panas tambahan dikelurakan untuk mendinginkan hasil kondensasi yang berguna untuk menjaga suhunya dibawah titik didih. Besarnya panas yang dapat dibebaskan oleh uap sewaktu mengembun dapat dinyatakan sebagai berikut :

Q = UA T (1)

dimana :

Q = jumlah panas yang dibebaskan persatuan waktu, W A = luas areal yang dipakai untuk membebaskan panas, m2 U = koefisien pindah panas menyeluruh, W/m2 0C

∆T = perbedaan suhu antara uap panas dan medium pendingin (air pendingin),0C

(30)

kecepatan aliran uap dan jenis bahan kondensor. Nilai U bertambah besar jika nilai dari faktor-faktor tersebut bertambah dan faktor ini selalu diperhitungkan dalam membuat kondensor.

Kondensor yang paling umum digunakan adalah kondensor berpilin (coil condenser) yang dimasukkan kedalam tangki berisi air dingin yang mengalir.

Arah aliran pendingin berlawanan dengan tangki yang berisi air dingin yang mengalir. Arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap air dan uap minyak. Umumnya penggunaan air pendingin lebih efektif dengan menyisipkan 2 pipa yang berpilin pada tangki kondensor.

Disain kondensor yang juga efektif adalah tipe shell and tube. Kondensor

tipe ini, berupa sekumpulan tabung brerbentuk pipa yang berada dalam sebuah silinder, biasanya terbuat dari tembaga yang dilapisi kaleng, aluminium atau yang lebih baik lagi menggunakan stainless steel sehingga perubahan minyak dari besi

dapat dihindarkan.Tetapi aluminium tidak dapat digunakan pada minyak yang mengandung fenol. Pada kondensor ini, uap dan coolant dipisahkan oleh tabung-tabung yang digunakan sebagai media pindah panasnya.

Dalam penanganan kondensor yang lebih baik, maka aliran air pendingin yang lebih cepat menyebabkan pendingin lebih efisien. Aliran air pendingin harus berlawanan arah dengan aliran air dan uap minyak sehingga distilat yang akan keluar dari kondensor mempunyai suhu yang mendekati suhu air pendingin yang masuk kedalam kondensor (Ketaren, 1985).

[image:30.612.202.393.514.651.2]

Menurut Pherys (1999), skema perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow)

T1’’

Suhu T1’

T2’’

T2’

(31)

Aliran T1’- T2’ merupakan aliran fluida yang akan didinginkan, sedangkan aliran T1’’- T2’’ merupakan aliran fluida (air) pendingin. Persamaan perbedaan suhu logaritmik countercurrent adalahseperti berikut :

) " T '-/(T ) '' Τ ' ln(Τ ) " T '-(T ) '' Τ ' (Τ T 1 2 2 1 1 2 2 1 LMTD − − −

= (2)

dimana :

T1’ = suhu uap masuk kondensor (ºC)

T2’ = suhu destilat yang keluar kondensor (ºC) T1’’ = suhu air yang masuk kondensor (ºC) T2’’ = suhu air keluar kondensor (ºC)

d. Penampung dan Pemisah Minyak (receiver)

Penampung hasil kondensasi atau receiver adalah alat untuk menampung

distilat yang keluar dari kondensor kemudian memisahkan minyak dari air suling (condensat water). Jumlah air suling selalu lebih banyak dibandingkan jumlah minyak dan secara pasti pemisahan akan terjadi karena minyak atsiri dan air suling memilikit perbedaan berat jenis (Lutony dan Rahmawati, 1994).

Proses Penyulingan Minyak Atsiri.

Untuk memisahkan minyak atsiri dari tanaman aromatik, dalam prakteknya bahan tersebut dimasukkan kedalam ketel penyuling, kemudian ditambahkan sejumlah air dan didihkan atau uap panas dipompakan kedalam ketel penyuling tersebut. Dengan pemanasan dengan air air atau uap, minyak atsiri akan dibebaskan dari kelenjar minyak dalam jaringan tanaman. Alat penyuling akan berisi dua macam cairan yaitu air panas dan minyak yang tidak saling melarutkan atau hanya sebagian kecil saja melarut. Secara perlahan-lahan cairan dalam alat penyuling didihkan sehingga campuran uap terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap tersebut mengalir dari pipa menuju kondensor sehingga uap tersebut dicairkan kembali dengan sistim pendinginan dari luar, yaitu biasanya dengan air dingin. Dari kondensor, kondensat tersebut ditampung dalam tabung pemisah (receiver), dalam tabung tersebut minyak atsiri akan

terpisah dari air suling (Guenther, 1947).

(32)

seluruh minyak atsiri yang terdapat dalam bahan atau dalam ketel penyuling. Jika seluruh minyak atsiri telah terekstrak, maka hanya air murni yang keluar, dan ini berarti penyulingan telah selesai.

Mutu minyak atsiri yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu bahan baku, penanganan bahan sebelum penyulingan, kondisi proses penyulingan dan peralatan yang digunakan. Dalam merekomendasikan standar proses produksi minyak atsiri, keseluruhan komponen tersebut harus diperhatikan (Risfaheri dan Mulyono, 2006).

Mutu bahan baku di pengaruhi oleh kualitas pertanaman meliputi persyaratan agroklimat, jenis varietas yang tepat, teknologi budidaya yang diterapkan dan umur panen yang tepat. Untuk minyak akar wangi, minyak yang disuling dari akar muda mempunyai bobot jenis dan putaran optik yang rendah, sukar larut dalam alkohol, sebagian besar terdiri terpen dan seskuiterpen. Akar yang telah tua menghasilkan minyak dengan bobot jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, bersifat mudah larut dalam alkohol serta beraroma lebih wangi (Tasma, et al., 1999).

Menurut Ketaren (1985), perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri umumnya dapat dilakukan dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Proses pengeringan bahan baku bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau rambut gradular. Minyak atsiri hanya dapat diekstrak apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya kepermukaan. Proses ini dapat terjadi hanya karena peristiwa hidrodifusi, suatu fenomena yang penting artinya dalam proses penyulingan. Kecepatan minyak terekstrak ditentukan oleh kecepatan proses difusi.

(33)

bahan yang dirajang terlalu halus akan membentuk saluran uap diantara bahan dalam ketel, sehingga mengurangi efisiensi penyulingan, karena kurang sempurnanya kontak antara uap dengan bahan dalam ketel.

Selama proses penyulingan, kondisi proses penyulingan harus diperhatikan y ang meliputi :

a. Pengisian Bahan kedalam Ketel.

Menurut Guenther (1947), pengisian bahan kedalam ketel harus diatur sedemikian rupa, agar uap dapat berpenetrasi secara merata ke dalam bahan, sehingga rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Pengisian bahan kedalam ketel sehomogen mungkin, merata dan tidak terlalu padat. Jika tumpukan bahan terlalu renggang, maka uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh terhadap bahan yang disuling. Untuk ukuran ketel yang besar/tinggi, masalah kepadatan bahan diatas dengan cara menyusun bahan secara bertingkat (diberi space).

Menurut penelitian Rusli dan Nurjanah (1977), semakin padat bahan (bulk density) dalam ketel menyebabkan semakin rendah rendemen yang diperoleh. Hal ini disebabkan semakin tinggi bahan dalam ketel, akan semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang dialami uap air akan mengakibatkan semakin lambat kecepatan penyulingan. Guenter (1947) mengatakan, kepadatan bahan berhu-bungan dengan besar bahan, jika terlalu padat uap tertahan sehingga dapat mendorong bahan ke atas ketel suling, hal ini sering terjadi pada penyulingan uap. Lama penyulingan mempengaruhi kontak air dengan bahan, atau uap air dengan bahan dan berpengaruh terhadap fraksi berat atau yang bertitik didih tinggi makin besar.

b. Pengaruh Tekanan dan suhu pada penyulingan

(34)

Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi dan mutu minyak atsiri yang baik diusahakn agar : suhu penyulingan dipertahankan serendah mungkin atau juga pada suhu tinggi dengan waktu sesingkat mungkin, dan pada penyulingan dengan uap, jumlah air yang kontak lansung dengan bahan yang disuling diusahakan sedikit mungkin tetapi harus diingat air harus ada untuk membantu kelancaran difusi (Guenther, 1947).

Sampai saat ini telah banyak penelitian dilakukan terhadap kondisi proses distilasi minyak atsiri yang berkaitan dengan peningkatan tekanan uap dengan hasil yang cukup memuaskan. Menurut Sakiah (2006), penyulingan minyak pala dengan tekanan awal 0 bar selama 4 jam kemudian ditingkatkan menjadi 0.5 bar selama 4 jam berikutnya dan ditingkatkan lagi menjadi 1.5 bar sampai akhir penyulingan menghasilkan rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan dengan menggunakan tekanan konstan.

Suryatmi (2006) melakukan penyulingan minyak akar wangi dengan menggunakan variasi tekanan uap konstan 1, 2 dan 3 atm, menghasilkan rendemen minyak akar wangi yang semakin meningkat (1%, 1,06% dan 1,14%) dengan mutu yang cukup baik (tidak berbau gosong).

Lestari (1993) melaporkan hasil kajian penyulingan sereh wangi dengan metoda uap langsung, memperlihatkan bahwa semakin besar tekanan yang digunakan menghasilkan efisiensi energi yang rendah berkisar antara 47.84% - 76.16% dan mutu yang semakin rendah. Penelitian Azlina (2005) mendapatkan efisiensi energi pada penyulingan minyak jahe dengan metoda uap langsung pada 1.3 bar sampai 2.2 bar berkisar antara 37% - 44%.

c. Laju Penyulingan

(35)

Pada penyulingan dengan uap, kecepatan penyulingan dapat diatur dengan mengatur tekanan uap. Pengguanaan tekanan uap yang tinggi menyebabkan bahan didalam ketel semakin kering. Minyak hanya akan menguap setelah terjadi difusi dan akan berhenti atau menurun aktivitasnya jika bahan tersebut menjadi kering (Guenther, 1947).

Moestafa et al. (1991) melaporkan bahwa laju penyulingan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol minyak akar wangi. Jumlah minyak dan kadar vetiverol minyak akar wangi pada laju penyulingan 0.6 kg uap/jam lebih tinggi dari laju penyulingan 0.5 kg uap/jam.

d. Penentuan Akhir Penyulingan

Penetuan akhir proses penyulingan sangat penting, karena berhubungan dengan mutu minyak, rendemen dan biaya produksi. Proses penyulingan harus dihentikan bila tambahan minyak yang diperoleh sudah tidak sebanding dengan biaya produksi (bahan bakar), dengan catatan minyak tersebut telah memenuhi persyaratan mutu. Penyulingan minyak atsiri tertentu seperti minyak akar wangi, akan menghasilkan komponen berfraksi titik didih tinggi menjelang akhir penyulingan, dimana komponen tersebuit sangat menentukan mutu minyaknya. Oleh sebab itu proses penyulingan tersebut harus diperpanjang beberapa jam, walaupun kelihatan hampir tidak ada lagi minyak yang tersuling (Risfaheri dan Mulyono, 2006).

Menurut Guenther (1947), penyulingan akar wangi membutuhkan waktu selama 12-36 jam tergantung pada tekanan dan jumlah uap yang dibutuhkan. Hasil penelitian Harjono (1973), memperlihatkan perpanjangan waktu setelah 20 jam tidak memberikan hasil yang berarti dari segi rendemen. Rendemen yang diper-oleh 2.02% dengan kepadatan bahan 0.07 kg/l dan lama penyulingan 4 - 5 jam.

Setelah penyulingan, minyak harus segera dipisahkan dari air untuk mencegah terjadinya proses hidrolisa pada senyawa-senyawa ester dan eter. Air yang masih tersisa dalam minyak dapat diserap dengan menggunakan Na2SO4 anhidrat atau Mg2SO4 (Ketaren, 1985).

(36)

Pindah Panas

Air murni dapat terjadi dalam tiga keadaan yaitu padat, cair dan uap. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi suhu dan tekanan. Uap adalah bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel-partikel cairan di dalamnya. Dengan pemanasan, partikel cairan ini akan teruapkan. Uap super panas atau uap panas lanjut (superheated steam) menpunyai sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya.

Tekanan uap air tergantung pada suhu. Apabila suhu mulai meningkat, tekanan uap jenuh meningkat. Dengan sendirinya apabila suhu contoh udara ditingkatkan dan tidak ada air yang ditambahkan atau dikurangi, maka kelembaban relatif terus menurun. Demikian pula apabila suhu sangat menurun maka udara akan jenuh dan apabila menurun terus, air akan mengembun. Pada setiap kelembaban absolut dan tekanan tertentu, suhu saat air mengembun disebut suhu titik pengembunan (Early, 1983).

Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan kooefesien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam

bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya dibawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983).

Ilmu perpindahan panas adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana energi dalam bentuk panas berpindah dari suatu benda ke benda lain yang suhunya lebih rendah (Kamil dan Pawito, 1983). Perbedaan suhu merupakan syarat terjadinya perpindahan panas. Panas mengalir dari tempat dengan suhu lebih tinggi ke tempat dengan suhu lebih rendah. Hal ini terus berlangsung hingga tidak terdapat lagi perbaedaan suhu diantaranya (Bernasconi

et al., 1995).

(37)

bagian bahan. Konduksi panas murni praktis hanya terjadi pada benda-benda padat. Baik buruknya konduksi panas tergantung pada struktur bahan (Bernasconi

et al., 1995).

Perpindahan panas secara konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan dengan kombinasi antara konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya pencampuran bahan. Suatu contoh konveksi yaitu pindah panas ke produk didalam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding ke cairan secara konduksi, penyimpanan panas dan kejadian pencampuran produk (Singh dan Helman, 1984). Menurut Toledo (1991), mekanisme perpindahan panas terjadi pada saat molekul-molekul berpindah dari satu titik ke titik lain pada lokasi yang lain pula. Gerakan molekul ini ini ditimbulkan oleh perubahan-perubahan densitas yang terjadi dalam fluida yang dipacu oleh adanya perbedaan suhu pada titik-titik yang berbeda dalam fluida. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Dalam konveksi alamiah gerakan fluida disebabkan beda densiti antara beberapa tempat, karena adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu (Utomo, 1984).

Pindah panas konveksi dinyatakan oleh Singh dan Heldman (1984) sebagai laju dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan pada tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu seperti pada persamaan berikut :

Q’ = h A (Tm – Tx) = h A (∆T) (3)

h adalah koefesien pindah panas konveksi, A adalah luas permukaan interfase fluida dan bahan padat tempat panas dialirkan dan ∆T adalah perbedaan

(38)

METODOLOGI

Bahan dan Alat Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di Kecamatan Sukahardja Kabupaten Garut, Jawa Barat dalam keadaan telah bersih dari tanah dan telah kering. Sebelum digunakan dilakukan persiapan

pendahuluan bahan baku untuk penyulingan meliputi proses pembersihan ( melepaskan tanah yang menempel pada akar), pengeringan ulang sampai

diperoleh kadar air yang sesuai standar penyulingan, dan pengecilan ukuran (perajangan).

Bahan pembantu adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sifat fisika kimia minyak akar wangi. Bahan kimia ini terdiri dari etanol, KOH, penophtalein, HCL, asam asetat anhidrit, natrium asetat anhidrat, akuades, NaCl, Na2SO4 anhidrid, Na2CO3, dan toluen.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Termometer ruang

Alat ini berbentuk batang yang menggunakan prinsip pengembangan volume alkohol sebagai parameter pengukuran suhu dengan ketelitian 10C.

2. Chino recorder

Alat ini menampilkan suhu yang diukur oleh sensor yang berupa termokoppel dengan suhu minimum yang dapat diukur – 500C dan suhu maksimum 1500C. Ketelitian alat ini adalah 20C.

3. pencatat waktu (stop watch)

4. Alat-alat gelas : gelas ukur 100 ml dan 1 liter, gelas piala 100 ml dan 1 liter, botol penampung, corong, labu distilasi, penampung distilat, pendingin tegak, tabung pengering yang berisi silika gel atau kalsium klorida kering.

5. Peralatan yang digunakan dalam percobaan penyulingan dengan sistem penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) terdiri dari boiler, pressure ruducing valve (PRV), ketel penyuling (retort), alat pendingin

(kondensor),alat penampung dan pemisah minyak (separator). Skema sistem

(39)

Keterangan :

[image:39.612.142.506.81.373.2]

a, b, c : Indikator tekanan ; h : strainer i : Pressure Reducing Valve (PRV) k, j : indikator suhu d, f, g : katup pengatur tekanan/valve

Gambar 2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)

1. Ketel Uap (Boiler)

Boiler yang digunakan adalah ketel dengan pemanas listrik dengan daya 9 KW, menghasilkan tekanan uap maksimum 8 bar dengan aliran uap rata-rata sekitar 9,08 kg/jam. Pengaturan tekanan kerja boiler menggunakan pengatur tekanan (pressure gauge), sedangkan pengumpan air menggunakan pompa yang

bekerja otomatis atas dasar ketinggian air didalam boiler. Uap yang dihasilkan dari boiler ini dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa uap dari sebuah katup

berputar. Jumlah aliran uap air dengan besar kecilnya pembukaan katup ini.

Safety valve (katup pengaman) merupakan alat yang berguna untuk

mengeluarkan uap yang berlebihan yang berada dalam boiler. Uap yang berlebihan apabila tidak dikeluarkan akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam boiler sehingga mengakibatkan dinding boiler pecah. Katup akan membuka pada saat tekanan dalam boiler melabihi tekanan yang telah ditentukan.

Alat penduga tinggi air berguna untuk mengetahui seberapa banyak air yang terdapat dalam boiler. Air dalam boiler harus dijaga agar tidak kekurangan. Pengisian air dalam boiler dilakukan secara otomatis oleh pompa air. Jika air

g

Separator

c

k

Air & Minyak kondensor

e

j Boiler

Ketel Suling

b h i f

Kondenso d

(40)

dalam boiler sudah melewati batas minimal. Maka pompa akan hidup sehingga kekurangan air dapat diatasi.

Pressure gauge atau manometer adalah alat penduga tekanan dalam boiler. Tekanan dalam boiler perlu diketahui setiap saat untuk menghindari terjadinya tekanan yang melebihi tekanan yang diperbolehkan atau tekanan yang melibihi kekutan boiler.

Pipa uap merupakan pipa tempat keluarnya uap yang dihasilkan oleh boiler. Tekanan dalam boiler perlu diketahui setiap saat untuk menghindari kehilangan panas yang dapat menyebabkan pengkondensasian uap dalam pipa. Selain itu isolasi juga dapat mengurangi kebocoran uap sehingga meningkatkan efisiensi penyulingan. Isolasi yang digunakan adalah serat asbes.

2. Pressure Reducing Valve (PRV)

Pressure Reducing Valve (PRV) yang digunakan adalah tipe BRV2 dengan

spring code warna hijau yang mampu mengontrol tekanan keluar antara 1.4 – 4.0 bar. Pressure Reducing Valve (PRV) disebut katup penurun tekanan yang dapat menurunkan tekanan berlebih pada pelepasan uap utama. PRV dilengkapi dengan

strainer, Pressure gauge dan Savety valve. Fungsi Pressure gauge dan Savety valve sama seperti yang ada pada boiler yang telah dijelaskan terdahulu.

Dalam sistim steam dan kondensat, kerusakan pabrik seringkali diakibatkan

oleh kotoran-kotoran pada saluran pipa seperti kerak, karat, persenyawaan pada sambungan, pengelasan logam dan padatan lainnya, yang dapat masuk menuju sistim pemipaan. Strainer adalah peralatan yang menangkap padatan tersebut dalam cairan atau gas, dan melindungi peralatan dari pengaruh-pengaruh yang membahayakan, dengan begitu mengurangi waktu penghentian dan perawatan. Strainer harus dipasang pada bagian hulu pada setiap steam trap, pengukur aliran dan kran kendali.

Kerak pipa dan kotoran dapat mempengaruhi kran pengendali dan steam traps, dan

menurunkan laju perpindahan panas (Spiraxsarco, 2008).

Dengan adanya PRV ini laju uap yang masuk ke ketel suling dapat diatur dengan cara mengatur valve yang ada pada pipa penghubung ketel suling dengan kondensor.

3.Ketel Suling

(41)

didistribusikan melalui pipa melingkar berpori. Jalur uap keluar berada dibagian atas ketel. Dasar ketel suling berbentuk cekung dengan dilengkapi sebuah kran yang berguna untuk mengeluarkan uap yang terkondensasi dalam ketel sehingga air hasil kondensasi ini tidak akan menutupi pipa distribusi uap yang bisa menyebabkan penetrasi uap kedalam bahan yang tidak sempurna. Hal ini disebabkan karena uap yang mengenai bahan merupakan uap basah yang akan membasahi bahan dan akan menggumpalkan bahan. Pada saat penyulingan kran ini harus terus dikontrol agar pipa distribusi tidak terendam apalagi sampai merendam bahan yang akan disuling. Selain itu kran ini juga berfungsi untuk saluran pembuangan air cucian pada saat ketel suling ini dibersihkan.

Besarnya tekanan dan suhu dalam ketel suling dapat dideteksi melalui sensor tekanan yang terpasang pada bagian atas (header) ketel suling. Tekanan

dan jumlah uap yang masuk dapat diatur dengan mengatur besar kecilnya pembukaan katup masuk dari ketel dan katup keluar uap ke kondensor, katup ini juga dipasang pada aliran uap (steam) dari boiler.

4. Kondensor

Kondensor yang digunakan adalah penukar panas berbentuk spiral dengan diameter pipa spiral 19 inchi, panjang pipa spiral adalah 9 m. Kondensor yang digunakan terbuat dari stainless steel, media pendingin menggunakan air yang dialirkan secara berlawanan arah (countercurrent flow).

(42)

5. Penampung dan Pemisah Minyak (separator)

Separator merupakan alat penampung distilat yang keluar dari kondensor

dan sekaligus pemisah minyak dari air. Air dan minyak tidak akan saling larut sehingga dengan adanya gaya gravitasi maka minyak dan air tersebut akan memisah karena perbedaan berat jenis. Minyak yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air maka akan berada diatas (mengapung), begitu juga sebaliknya pada minyak yang berat jenisnya lebih besar dari air maka akan berada dibawah (mengendap).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian-IPB; Bangsal Atsiri dan Labora-torium Kimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.

. Pelaksanaan kegiatan penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan September 2007 dan penelitian utama dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2008.

Tahapan Penelitian Penelitian Pendahuluan

Perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah tekanan dan laju alir uap dilakukan secara konstan.

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi penyulingan pada tekanan konstan sebagai kontrol dan acuan untuk percobaan selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan penyulingan menggunakan tekanan 1 bar, 2 bar dan 3 bar sampai akhir penyulingan yaitu sampai minyak sudah tidak menetes lagi. Sedangkan laju alir uap yaitu sebesar 1 – 2 liter/jam/kg bahan. Jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Penyulingan dilakukan selama 9 jam.

(43)

pada penelitian dengan variasi tekanan uap dan laju alir secara bertahap (penelitian utama).

Penelitian Utama

Perlakuan-perlakuan yan gdilakukan pada penelitian utama ini yaitu peningkatan tekanan uap (P) secara bertahap dan laju alir uap (V). Tekanan uap dinaikkan secara bertahap berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yaitu :

1. Jam ke-0 sampai jam ke-2, tekanan uap 2 bar 2. Jam ke-3 sampai jam ke-5, tekanan uap 2.5 bar 3. Jam ke-6 sampai jam ke- 9, tekanan uap 3 bar

Laju uap yang akan digunakan yaitu 1 liter/jam/kg bahan, 1.5 liter/jam/kg bahan, dan 2 liter/jam/kg bahan.

Rancangan perlakuan tahapan penyulingan diatas sebagai berikut :

V1 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 1 liter/jam/kg bahan.

V2 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 1.5 liter/jam/kg bahan.

V3 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 2 liter/jam/kg bahan.

V4 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap dengan laju alir distilasi bertahap (1, 1.5 dan 2 liter/jam/kg bahan) selama proses distilasi.

Minyak akar wangi yang diperoleh diklasifikasikan atas tiga fraksi berdasarkan bobot molekulnya yaitu fraksi 1 (hasil tekanan 2 bar), fraksi 2 (hasil tekanan 2.5 bar), dan fraksi 3 (hasil tekanan 3 bar). Minyak akar wangi yang dihasilkan dari penyulingan dievaluasi sifat fisik dan kimianya.

Prosedur Penelitian

Metode penyulingan yang digunakan adalah penyulingan dengan sistem uap langsung (steam distillation). Sebelum proses penyulingan, dilakukan

(44)
[image:44.612.121.540.75.617.2]

G

Gambar 3. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi

Operasi penyulingan dilakukan terlebih dahulu dengan memeriksa kelengkapan alat suling. Sekrup-sekrup yang ada dipasang. Tutup ketel dipastikan terkunci dengan rapat untuk menghindari kebocoran. Monitor suhu dan tekanan

Karakterisasi bahan baku akar wangi

(kadar air, kadar minyak atsiri)

Perlakuan bahan sebelum Penyulingan (preparation)

(Akar wangi dibersihkan, dikeringkan, dan dicacah)

Pemasukan bahan (loading)

(Akar wangi dimasukkan ke dalam ketel suling (retort))

Penyulingan (distillation)

(Tekanan bertahap 2, 2.5, 3 bar, laju uap air 1 – 2

l/jam/kg bahan)

Kondensasi (condensation)

(Uap air dan minyak didinginkan)

Pemisahan (separation)

(Minyak akar wangi dipisahkan dari air)

Analisis

(Analisis sifat fisika-kimia (mutu), rendemen dan

efisiensi energi) Penyulingan (distillation)

(Tekanan konstan 1,2,3 bar)

Penyulingan (distillation)

(Tekanan bertahap 2, 2.5, 3 bar, laju uap air bertahap 1 – 2

l/jam/kg bahan)

(45)

dihidupkan. Uap dialirkan dari boiler dan diatur tekanannya. Sebelum membuka katup uap yang masuk ke dalam ketel suling, katup pembuangan yang terletak di bagian bawah ketel dibuka untuk membuang kondensat yang masih ada pada pipa penyalur dari boiler. Tekanan dan suhu yang terjadi dalam ketel suling diamati

pada indikator yang terdapat pada kepala ketel. Pengaturan tekanan dilakukan untuk mendapatkan tekanan yang ditentukan yaitu 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar dengan mengatur katup yang terdapat pada pressure reducing valve (PRV). Laju alir uap

diatur dengan membuka katup yang terdapat pada pangkal kondensor dekat kepala ketel suling. Setelah itu proses penyulingan dimulai. Kondisi operasi meliputi laju alir uap, rasio minyak dan air, suhu distilat, suhu air pendingin, tekanan dan suhu dalam ketel suling dikontrol secara ketat.

Perhitungan waktu penyulingan dimulai ketika kondensat pertama menetes, penyulingan dilakukan selama 9 jam yaitu ketika minyak tidak menetes lagi. Kondensat ini terdiri dari minyak dan air yang belum mengalami proses pemisahan. Kondensat ditampung dalam separator dan sekaligus minyak terpisah dari air. Minyak akar wangi hasil penyulingan kemudian diberi natrium sulfat anhidrat untuk mengikat air yang masih terbawa dan selanjutnya minyak ditampung dibotol sampel untuk dianalisa mutu.

Parameter Pengukuran

1. Berat awal bahan

Berat bahan sebelum penyulingan diukur dengan menggunakan timbangan kiloan. Berat bahan merupakan berat bersih tanpa bonggol akar dan tanah.

2. Kadar air dan kadar minyak akar wangi

Pengukuran kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat di dalam bahan yang disuling, sedangkan pengukuran kadar minyak bertujuan untuk mengetahui jumlah minyak yang terdapat di dalam bahan yang akan disuling serta persentase recovery penyulingan.

Pengukuran air untuk bahan-bahan yang mempunyai komponen volatil adalah dengan sistem distilasi. Pengukuran kadar ini memerlukan alat aufhauser.

(46)

kemudian dimasukkan dalam erlemeyer 500 ml. Kemudian ditambah dengan touluen sampai bahan terendam, Erlemeyer tersebut kemudian disambungkan dengan aufhauser dan di refluks selama 24 jam. Volume air yang terdistilasi dibaca pada tabung aufhauser.

Pengukuran kadar minyak dalam bahan menggunakan alat distilasi

clavenger. Minyak yang terekstrak akan tertampung dalam tabung clavenger dan

terpisah dengan air. Prosedur pengukuran kadar minyak adalah bahan ditimbang sebanyak 20 gram kemudian dimasukkan dalam erlemeyer 500 ml dan ditambah air sampai semua bahan terendam oleh air. Penyulingan dilakukan selama 24 jam. Volume minyak yang tersuling dibaca pada tabung clavenger.

3. Volume minyak

Jumlah minyak yang dihasilkan diukur dengan menggunakan gelas ukur 100 ml. Volume minyak hasil penyulingan diukur setelah proses penyulingan selesai dengan memisahkan terlebih dahulu minyak dengan air dengan menggunakan corong pemisah. Gelas ukur yang akan digunakan untuk menghitung volume minyak dikeringkan terlebih dahulu untuk menhindari adanya butiran air yang akan mengganggu pengukuran. Setelah pengukuran volume, minyak hasil penyulingan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan tingkat ketelitian 0.0001 g.

4. Volume air hasil kondensasi pada kondensor

Volume air yang dihasilkan dari proses kondensasi campuran uap air dengan minyak pada kondensor diukur dengan menampung semua air yang terkondensasi setelah dipisahkan terlebih dahulu dari minyak akar wangi hasil penyulingan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur.

5. Volume air yang terkodensasi di dalam ketel

Volume air yang terkondensasi didalam ketel diukur setiap jam selama proses selama proses penyulingan denga

Gambar

Tabel 2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002
Tabel 3. Penyulingan minyak  akar wangi Kabupaten Garut
Gambar 1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan  (countercurrent flow)
Gambar 2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah membandingkan hasil peker- jaan siswa dengan hasil wawancara, di- peroleh data bahwa secara keseluruhan siswa mampu menyelesaikan keseluruhan soal tes akhir

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan, untuk dapat membangun kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah melalui pembelajaran IPA perlu membelajarkan IPA dengan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa metode pemotongan harga yang dilakukan kepada produk yang sudah melebihi waktu season yang

a) Kebanyakan para pihak yang datang ke Pengadilan Agama Klas IA Padang dalam perkara No: 0147/Pdt.G/2014/PA.Pdg sangat sulit untuk didamaikan atau menemukan kata

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat, hidayah dan karunianya serta atas segala jalan yang terbaik yang telah diberikannya, sehingga

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan soal literasi sains mengenai konteks capung berjumlah berbentuk soal pilihan ganda berjumlah 15 soal dengan 3 indikator

Gambar 4.4 System Flow menjelaskan proses Pengadaan Barang yang dimulai dari bagian admin yang mendapatkan customer untuk pengerjaan proyek, lalu bagian gudang akan

Pentingnya penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diberikan untuk meningkatkan pemahaman peserta pelatihan sangat diperlukan dalam