• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endurance Test of Diesel Engine Fueled with Tamanu Oil (Calophyllum inophyllum L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Endurance Test of Diesel Engine Fueled with Tamanu Oil (Calophyllum inophyllum L)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG

(Calophyllum inophyllum L.)

MIFTAHUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

MIFTAHUDDIN. Endurance Test of Diesel Engine Fueled with Tamanu Oil (Calophyllum inophyllum L.). Supervised by DESRIAL and Y. ARIS PURWANTO.

Tamanu oil is one of alternative fuel for diesel engine which has close characteristics to diesel fuel. However, the viscosity of tamanu oil is much higher than petroleum diesel fuel, so it is necessary to lower down its viscosity for better atomization in fuel injection to get better combustion process. From previous research, diesel engine can operate well with pre-heated tamanu oil fuel in a short period. The objective of this study was to test the endurance of diesel engine with tamanu oil as its fuel. After endurance test, carbon deposit in engine component and lubricating oil quality were analyzed. An 8 HP diesel engine mounted to an electric generator and operated using tamanu oil for 50 hours with 2 kW load. The results showed that component of diesel engine such as piston, cylinder head, and injector still work well and seems normally. Specific fuel consumption for petroleum diesel fuel was 0.34 l/HP/hour and for tamanu oil fuel was 0.44 l/HP/hour. The weight of carbon on the diesel engine components when using tamanu oil fuel was 23.51% lower than using petroleum diesel fuel. The viscosity, total base number (TBN), and sulfated ash content of lubricating oil after 50 hours operation were 13.93 cSt, 1.063 mg KOH/g, 1.19 %weight for petroleum diesel fuel, and 15.57 cSt, 1.258 mg KOH/g, 1.42 %weight for tamanu oil fuel. The analysis of metal content showed that tamanu oil fuel resulted higher friction and wear, due to metal content of Fe, Cu, and Al exceed the maximum standard. FTIR (Fourier Transform Infra Red) analysis showed that soot content, oxidation, nitration, and sulfation of lubricating oil when using tamanu oil fuel are higher than using petroleum diesel fuel, but still below the allowable standard limit. It shows that lubricating oil contamination from fuel and combustion process residu when using tamanu oil fuel are higher than using petroleum diesel fuel. Regression analysis of lubricating oil properties shows that lubricating oil when using tamanu oil fuel have shorter life than using petroleum diesel fuel. Keywords: Endurance test, diesel, tamanu oil, carbon deposit, lubricating oil,

(6)
(7)

RINGKASAN

MIFTAHUDDIN. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Dibimbing oleh DESRIAL dan Y. ARIS PURWANTO.

Motor bakar diesel merupakan salah satu sumber tenaga penggerak pada bidang pertanian. Penggunaan motor bakar diesel telah mencakup hampir seluruh kegiatan pertanian, mulai dari kegiatan budidaya pertanian hingga pengolahan hasil pertanian. Motor bakar diesel dapat beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung secara langsung atau tanpa perlu dikonversi menjadi biodiesel terlebih dahulu, namun penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tersebut menyebabkan penurunan kinerja dari motor bakar diesel (Desrial, 2010). Secara umum, perbedaan yang paling mencolok antara minyak nyamplung dan solar terdapat pada nilai viskositasnya yang jauh lebih tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar pada motor bakar diesel berupa penambahan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan panas gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas bahan bakar digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga mendekati nilai viskositas solar. Menurut Reksowardojo et al (2009), penggunaan bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel akan menghasilkan penumpukan karbon yang berbeda dan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hasil penelitian Majuni (2006) menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel cenderung mengakibatkan penurunan kualitas pelumas yang lebih cepat dibandingkan dengan solar.

Tujuan dari penelitian ini antara lain, 1) menguji daya tahan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung; 2) menganalisa dan membandingkan pengkerakan (penumpukan karbon) pada sistem pembakaran motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung; 3) menganalisa dan membandingkan karakteristik pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung; dan 4) memprediksi umur pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung.

(8)

1 liter/HP/jam. Pengamatan terhadap komponen-komponen motor bakar diesel pun menunjukkan kondisi normal tanpa adanya kerusakan. Massa karbon yang terdapat pada komponen injektor, piston, dan kepala silinder saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung secara umum lebih rendah 23.51% dibandingkan dengan solar.

Hasil analisa pelumas setelah motor bakar diesel beroperasi selama 50 jam menunjukkan nilai viskositas, Total Base Number (TBN), dan kandungan abu sulfat pelumas sebesar 13.93 cSt, 1.063 mg KOH/g, 1.19 %massa untuk bahan bakar solar dan 15.57 cSt, 1.258 mg KOH/g, 1.42 %massa untuk bahan bakar minyak nyamplung. Kandungan logam Fe, Cu, Al, dan Cr saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 116 ppm, 7 ppm, 17 ppm, dan 26 ppm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung sebesar 499 ppm, 42 ppm, 40 ppm, dan 13 ppm. Kandungan jelaga, bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi pada pelumas saat menggunakan bahan bakar solar adalah 0.15 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, dan 0 abs/0.1 mm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung adalah 0.16 abs/0.1 mm, 0.41 abs/0.1 mm, 0.09 abs/0.1 mm, dan 0.12 abs/0.1 mm. Untuk bahan bakar solar, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Cr, sedangkan untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Fe, Cu, dan Al. Secara umum, kondisi pelumas motor bakar diesel setelah beroperasi selama 50 jam menggunakan bahan bakar solar masih lebih baik dibandingkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung.

Hasil prediksi umur pelumas menunjukkan bahwa waktu penggantian pelumas pada kondisi mesin baru saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih singkat dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Pada saat menggunakan bahan bakar solar, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan adalah 25.63 jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan kromium (Cr) melebihi nilai ambang batas maksimumnya, sedangkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan yaitu sebesar 12.45 jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan logam besi (Fe) melebihi nilai ambang batas maksimumnya.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya;

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG

(Calophyllum inophyllum L.)

MIFTAHUDDIN F151090111

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul tesis : Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

Nama : Miftahuddin NRP : F151090111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul ”Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Desrial, M.Eng dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, nasehat, dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikannya tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku ketua program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (TMP) IPB.

Ucapan terima kasih dan simpati disampaikan juga kepada rekan-rekan satu angkatan program magister TMP serta rekan-rekan angkatan lainnya. Terima kasih juga kepada Peter Harris (Chiang Mai University) yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pak Wana, Pak Parma, Mas Juli, Mas Firman, Mas Darma, Pak Ahmad, Pak Mul, dan Ibu Rusmawati yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian dan perkuliahan, serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tesis.

Akhirnya izinkanlah penulis mempersembahkan tesis ini seraya berterima kasih kepada orang tua penulis, ayahanda Mugni Hadi dan ibunda Eti Nurwati, serta istri tercinta Nurul Muthmainnah atas setiap do’a, kasih sayang, motivasi, dan nilai-nilai kehidupan yang menginspirasi penulis hingga terselesaikannya tingkat pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa isi dari tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar lebih menambah khasanah pengetahuan penulis. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bogor, November 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1986 dari ayah Mugni Hadi dan Ibu Eti Nurwati. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) pada tahun 2009 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2009 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(18)
(19)

i

b. Perumusan Masalah ... 2

c. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

a. Bahan Bakar Diesel ... 5

b. Minyak Nyamplung ... 8

c. Aplikasi Bahan Bakar Minyak Nabati Pada Motor Bakar Diesel ... 10

d. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel ... 13

e. Pengkerakan Pada Ruang Pembakaran Motor Bakar Diesel ... 14

f. Pelumas Motor Bakar Diesel ... 15

III. METODOLOGI ... 19

a. Waktu dan Tempat ... 19

b. Alat dan Bahan ... 19

c. Prosedur Penelitian... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

a. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel ... 27

b. Pengamatan Visual Komponen Motor Bakar Diesel ... 29

c. Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel... 30

d. Pengukuran Massa Karbon ... 32

e. Analisa Kualitas Pelumas ... 34

f. Prediksi Umur Pelumas ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 55

a. Kesimpulan ... 55

b. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(20)
(21)

iii DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik solar ... 5

Tabel 2. Karakteristik solar dan beberapa minyak nabati ... 8

Tabel 3. Karakteristik minyak nyamplung murni ... 9

Tabel 4. Kandungan asam lemak minyak nyamplung ... 10

Tabel 5. Komposisi kerak (deposit) pada ruang pembakaran ... 15

Tabel 6. Sifat fisika-kimia pelumas ... 16

Tabel 7. Konsumsi bahan bakar spesifik motor bakar diesel ... 27

Tabel 8. Indikator keausan komponen motor bakar diesel ... 43

(22)
(23)

v DAFTAR GAMBAR

(24)

vi

(25)

vii DAFTAR LAMPIRAN

(26)
(27)

1 I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Motor bakar merupakan salah satu sumber tenaga penggerak pada bidang pertanian. Penggunaan motor bakar telah mencakup hampir seluruh kegiatan pertanian, mulai dari kegiatan budidaya pertanian hingga pengolahan hasil pertanian. Salah satu jenis motor bakar yang umum digunakan adalah motor bakar diesel. Motor ini bekerja dengan prinsip penggunaan panas yang dihasilkan oleh kompresi untuk melakukan penyalaan bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder (Arismunandar, 2008).

Pada awal masa pembuatannya, Rudolf Diesel menciptakan motor bakar diesel untuk beroperasi menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak kacang-kacangan. Namun setelah maraknya eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi, penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi menjadi pilihan utama, sehingga desain motor bakar diesel pun mulai menyesuaikan bahan bakar tersebut.

Sampai saat ini motor bakar diesel masih menggunakan bahan bakar solar yang berasal dari minyak bumi. Ketika persediaan minyak bumi semakin menipis, maka mulai bermunculan bahan bakar alternatif yang bersumber dari minyak nabati (biofuel). Di Indonesia terdapat lebih dari 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati baik untuk keperluan pangan maupun non-pangan, namun hanya beberapa yang dapat diolah menjadi minyak nabati untuk keperluan bahan bakar.

(28)

2

dapat mencapai 70 – 75% (Dweck dan Meadows, 2002) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.

Minyak yang bersumber dari tanaman nyamplung atau tanaman-tanaman lain menjanjikan suatu bentuk bahan bakar alternatif yang bisa diperbaharui. Artinya bahan bakar ini akan selalu bisa diproduksi, tidak seperti bahan bakar minyak bumi yang suatu saat akan habis. Adanya potensi bahan baku yang cukup besar serta didukung oleh teknologi pengolahan minyak nabati yang semakin dikuasai memberi peluang dilakukannya diversifikasi produk dan pengembangan pasar di dalam maupun di luar negeri. Salah satunya adalah pemanfaatan minyak nyamplung sebagai bahan bakar diesel. Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar diesel sangat tepat untuk daerah-daerah di Indonesia yang memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah sementara harga solar di daerah tersebut relatif mahal.

Penelitian mengenai aplikasi bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel telah banyak dilakukan, namun sebagian besar masih menggunakan bahan bakar nabati hasil proses transesterifikasi (biodiesel), dimana dalam proses produksinya membutuhkan rantai proses yang cukup panjang dan biaya yang relatif tinggi. Dewasa ini, penerapan bahan bakar minyak nabati secara langsung (straight vegetable oil) mulai berkembang, namun masih sedikit yang membahas mengenai dampak dari penggunaan bahan bakar minyak nabati secara langsung tersebut terhadap kondisi operasi dan daya tahan komponen-komponen motor bakar diesel.

Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel akan menghasilkan kualitas pembakaran yang berbeda dengan solar. Perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap ketahanan komponen-komponen motor bakar diesel, terutama yang berkaitan langsung dengan sistem pembakaran. Karakteristik yang berbeda antara solar dan minyak nyamplung akan menghasilkan dampak berbeda pula pada sifat pelumas serta ketahanan komponen motor bakar diesel.

b. Perumusan Masalah

(29)

3 terlebih dahulu. Minyak nyamplung yang dimaksud merupakan minyak nyamplung hasil pengepresan dan dilanjutkan dengan proses penghilangan gum (degumming). Namun penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tersebut akan berdampak terhadap penurunan kinerja dan umur pakai pelumas serta komponen motor bakar diesel. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik seperti nilai kalor, densitas, viskositas, dan bilangan setana antara solar dengan minyak nyamplung sehingga minyak nyamplung menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Secara umum, perbedaan yang paling mencolok antara minyak nyamplung dan solar terdapat pada nilai viskositasnya, sehingga perlu dilakukan suatu cara untuk menurunkan nilai viskositas minyak nyamplung. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar pada motor bakar diesel berupa penambahan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan panas gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas bahan bakar digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga mendekati nilai viskositas solar.

Daya motor bakar sangat bergantung pada bahan bakar yang digunakan karena salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembakaran adalah nilai kalor yang terkandung serta bilangan setana dari bahan bakar. Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar akan mengakibatkan perbedaan daya yang dihasilkan oleh motor bakar diesel.

(30)

4

utama motor bakar diesel, sehingga dapat ditentukan waktu perawatan dan penggantian komponen-komponen tersebut.

Selain berpengaruh terhadap penumpukan karbon, penggunaan bahan bakar minyak nyamplung turut mempengaruhi kondisi pelumas motor bakar diesel. Pelumas akan mengalami penurunan kualitas seiring bertambahnya jam operasi motor bakar diesel. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa secara berkala untuk mengetahui kondisi terkini dari pelumas agar kerusakan yang disebabkan oleh menurunnya kualitas pelumas seperti keausan dan korosi dapat dicegah.

Prediksi umur pelumas motor bakar diesel berguna untuk mendapatkan informasi mengenai rekomendasi waktu penggantian pelumas ataupun penambahan aditif untuk memperbaiki sifat fisika-kimia pelumas. Secara teoritis, pelumas akan mengalami penurunan kualitas seiring dengan bertambahnya jam operasi. Penurunan kualitas ini disebabkan oleh kondisi operasi motor bakar diesel yang berlangsung dalam suhu tinggi dan melibatkan proses kimiawi terutama yang berkaitan dengan proses pembakaran. Melalui prediksi umur pelumas ini, proses degradasi kualitas pelumasan dari waktu ke waktu serta penyebab dan dampak yang ditimbulkan oleh degradasi tersebut dapat diketahui untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sistem motor bakar diesel.

c. Tujuan Penelitian

1. Menguji daya tahan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung.

2. Menganalisa dan membandingkan pengkerakan (penumpukan karbon) pada sistem pembakaran motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung.

3. Menganalisa dan membandingkan karakteristik pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung.

(31)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar diesel atau yang lebih dikenal dengan istilah solar yang umum digunakan pada saat ini diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi (petroleum) atau minyak mentah (crude oil). Unsur kimia utama yang membentuk senyawa ini adalah karbon (C) dan hidrogen (H), sehingga senyawa ini dikenal pula dengan istilah hidrokarbon (Sukoco, 2008).

Kualitas pembakaran pada motor bakar diesel dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia dari bahan bakar yang digunakan. Menurut surat keputusan Dirjen Migas 3675 K/24/DJM/2006, karakteristik bahan bakar diesel atau solar yang terdapat di Indonesia memiliki standar seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik solar

Min Max

1 Angka Setana 45 -

-2 Berat Jenis (15°C) 815 870 kg/m3

3 Viskositas (40°C) 2.0 5.0 cSt

4 Kandungan Sulfur - 0.35 % m/m

5 Distilasi - 370 °C

6 Titik Nyala 60 - °C

7 Titik Tuang - 18 °C

8 Residu Karbon - Kelas I merit

9 Kandungan Air - 500 mg/kg

10 Korosi Bilah Tembaga - Kelas I merit

11 Kandungan Abu - 0.01 % m/m

12 Kandungan Sedimen - 0.01 % m/m

13 Bilangan Asam Total - 0.6 mg KOH/g

14 Partikulat - - mg/L

Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675 K/24/DJM/2006

(32)

6

 Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan dari proses pembakaran suatu bahan bakar. Jumlah senyawa karbon dan hidrogen mempengaruhi nilai kalor suatu bahan bakar.

 Berat Jenis

Berat jenis bahan bakar merupakan perbandingan antara massa bahan bakar terhadap volume bahan bakar pada suhu tertentu. Informasi mengenai densitas ini berguna untuk perhitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan.

 Titik Nyala

Titik nyala merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala api. Titik nyala bahan bakar diesel umumnya lebih tinggi daripada bahan bakar motor bensin agar tidak terjadi penyalaan selama proses penyaluran bahan bakar yang berlangsung dalam kondisi tekanan yang cukup tinggi.

 Titik Beku

Titik beku bahan bakar merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar mulai membeku, dimana pada saat itu bahan bakar akan sangat sulit untuk mengalir dan dikabutkan. Karakteristik ini relatif tidak terlalu diperhitungkan di daerah yang memiliki iklim panas seperti di Indonesia. Informasi mengenai titik beku umumnya diperlukan untuk penggunaan bahan bakar pada daerah yang memiliki musim dingin dengan suhu lingkungan sangat rendah.

 Titik Uap

Titik uap merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar mulai menguap. Titik uap bahan bakar ditunjukkan dengan perbandingan udara dan uap bahan bakar yang dapat dibentuk pada temperatur tertentu. Pada bahan bakar diesel, titik uap ditunjukkan dengan 90 persen suhu penyulingannya, dimana pada suhu tersebut bahan bakar dapat didistilasikan dari minyak mentah.

 Viskositas

(33)

7 boleh terlalu rendah. Namun viskositas yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan rendahnya kualitas pengkabutan bahan bakar.

 Bilangan Setana

Kualitas penyalaan diukur dengan indeks yang disebut bilangan setana. Motor bakar diesel kecepatan tinggi saat ini umumnya memerlukan bilangan setana sekitar 50. Bilangan setana bahan bakar menunjukkan jumlah kandungan setana dalam campuran setana dan naftalen. Setana dan alfa-metil-naftalen merupakan senyawa hidrokarbon yang dihasilkan secara kimia dari minyak ter (tar oil). Setana mempunyai mutu penyalaan yang sangat baik, sedangkan alfa-metil-naftalen mempunyai mutu penyalaan yang sangat buruk. Skala bilangan setana berkisar antara 0 – 100. Bilangan setana 48 menujukkan bahan bakar tersebut terdiri atas 48% setana dan 52% alpha-metyl-naphtalen.

 Residu Karbon

Residu karbon adalah karbon yang tertinggal dari suatu bahan bakar yang telah dipanaskan hingga menguap dan terbakar. Nilai residu karbon menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan karbon pada komponen mesin. Batas residu karbon yang diizinkan untuk bahan bakar diesel sebesar 0.1%.

 Kandungan Sulfur

Setelah proses pembakaran, sulfur atau belerang yang terkandung di dalam bahan bakar akan menghasilkan zat yang sangat korosif apabila bersinggungan dengan permukaan logam, baik itu dalam bentuk gas ataupun cairan sulfur yang telah dingin. Gas dan cairan sulfur tersebut akan mengkontaminasi pelumas dan merusak struktur kimia pelumas dan komponen sistem pelumasan. Ambang batas maksimal yang diizinkan untuk kandungan sulfur dalam bahan bakar berkisar antara 0.5 - 1.5%

 Kandungan air dan Sedimen

(34)

8

b. Minyak Nyamplung

Beberapa jenis minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan bakar diesel karena memiliki karakteristik yang mirip dengan solar. Dari Tabel 2 terlihat bahwa nilai kalor beberapa minyak nabati mendekati nilai kalor solar, namun nilai kalor solar masih lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati. Bilangan setana minyak nabati juga tidak berbeda jauh dengan bilangan setana solar, bahkan untuk beberapa minyak nabati, bilangan setananya melebihi bilangan setana solar. Kendala justru terdapat pada nilai viskositas minyak nabati yang bisa mencapai 10 kali lipat lebih besar dari viskositas solar. Tingginya nilai viskositas minyak nabati dapat mengganggu proses distribusi dan pengkabutan bahan bakar sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pembakaran di dalam silinder. Tabel 2. Karakteristik solar dan beberapa minyak nabati

Calorific Density Flash Pour Kinematic Carbon Cetane

Fuel value (kg/m3) point point viscosity residues number

(kJ/kg) (°C) (°C) at 27 °C (cSt) (% w/w)

Diesel 43.35 815 45-60 -6.70 4.30 0.03-0.10 47.00

Sunflower oil 39.52 918 73 -15.00 58.50 0.23 37.10

Cottonseed oil 39.64 912 234 -15.00 50.10 0.42 48.10

Soybean oil 39.62 914 254 -12.20 65.40 0.27 38.00

Peanut oil 39.80 903 271 -6.70 39.60 0.24 37.60

Corn oil 37.82 915 277 -40.00 46.30 0.24 37.60

Opium poppy oil 38.92 921 - - 56.10 -

-Rapeseed oil 37.62 914 246 -31.70 39.20 0.30 37.60

Sesame seed oil 39.30 913 260 -9.40 35.50 0.25 40.20

Palm oil 36.51 918 267 -31.70 39.60 - 42.00

Coconut oil 35.80 915 - - 31.59 -

-Mahua oil 38.86 900 238 15.00 37.18 0.42

Rice bran oil 39.50 916 - - 44.52 -

-Jatropha oil 39.77 918 240 - 49.90 0.20-0.44 45.00

Pongamia oil 34.00 912 263 - 37.12 -

-Jojoba oil 42.76 863 292 6.00 25.48 -

-Rubber seed oil 37.50 922 198 - 39.91 - 37.00

Sumber: Russo et al (2012)

(35)

9 tinggi, dapat mencapai 70 – 75% (Dweck dan Meadows, 2002) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.

Kartika et al (2011) telah melakukan penelitian untuk menganalisa karakteristik serta mengkondisikan minyak nyamplung yang akan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik untuk proses pemurnian minyak nyamplung diperoleh pada degumming dengan penambahan larutan asam fosfat 20% sebesar 0.2% dan netralisasi dengan larutan NaOH pada konsentrasi 18 °Be. Perlakuan tersebut meghasilkan loss minyak yang rendah dan kualitas minyak nyamplung yang baik dengan bilangan asam, bilangan peroksida, kadar abu, dan viskositas yang cukup rendah. Selain itu, minyak nyamplung yang dihasilkan dari proses pemurnian melalui kombinasi degumming dan netralisasi memenuhi standar bahan bakar nabati (BBN) sehingga secara teknis memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati pada motor bakar diesel. Sifat fisika-kimia minyak nyampung murni yang telah melewati proses degumming dan netralisasi dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan bagian-bagian dari tanaman nyamplung dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 3. Karakteristik minyak nyamplung murni

Karakteristik Crude Degummed Neutralized

Nilai kalor (kal/g) 9088.88 9121.84 9386.49

Berat jenis (g/cm3) 0.93 0.92 0.93

Viskositas pada 30°C (cP) 63 55.5 43.5

Panas jenis (kal/g) 1505.2 1519.2 1513.7

Flash point (°C) 82 70 >110

Kadar asam lemak bebas (%) 24.56 23.68 0.63

Bilangan asam (mg NaOH/g) 34.83 33.58 0.89

Bilangan penyabunan mg KOH/g) 136.77 176.26 179.86 Bilangan tak tersabunkan (%) 0.227 0.234 0.152

Kadar abu (%) 0.265 0.083 0.055

Bilangan iod (mg iod/g oil) 106.09 105.33 86.06 Bilangan peroksida (meq/kg) 36.65 18.21 13.24

Ramsbottom residue (%berat) 1.5 1.2 0.42

(36)

10

Gambar 1. Bagian-bagian tanaman nyamplung

Minyak nyamplung tersusun atas minyak dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang memiliki rantai karbon panjang. Kandungan utama minyak nyamplung terdiri atas asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat (Balitbang Kehutanan, 2008). Besarnya persentase kandungan asam lemak pada minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kandungan asam lemak minyak nyamplung

a b

Asam Miristat (C14) 0.09%

-Asam Palmitat (C16) 14.60% 15 - 17%

Asam Palmitoleat (C16:1) - 0.5 - 1%

Asam Stearat (C18) 19.96% 8 - 16%

Asam Oleat (C18:1) 37.57% 30 - 50%

Asam Linoleat (C18:2) 26.33% 25-40%

Asam Linolenat (C18:3) 0.27%

-Asam Arachidat (C20) 0.94% 0.5-1%

Asam Erukat (C20:1) 0.72%

-Persentase Komponen

Sumber: a) Balitbang Kehutanan (2008) b) Debaut et al (2005)

c. Aplikasi Bahan Bakar Minyak Nabati Pada Motor Bakar Diesel

(37)

11 motor bakar diesel (Rutz, 2007). Secara umum, penggunaan minyak nabati secara langsung terkendala oleh tingginya viskositas dan kecenderungannya untuk terpolimerisasi membentuk gum pada mesin (Majuni, 2006). Desrial et al (2009) telah memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar motor bakar diesel dengan menambahkan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas tersebut berfungsi untuk memanaskan minyak nabati sehingga dapat menurunkan nilai viskositasnya hingga mendekati viskositas solar. Skema proses pemanasan bahan bakar nabati dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema pemanasan bahan bakar minyak nabati dengan memanfaatkan gas buang (Desrial et al, 2009)

Desrial et al (2010) telah berhasil mengoperasikan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung dengan melakukan pemanasan awal hingga mencapai suhu 110°C, dimana pada suhu tersebut viskositas dari minyak nyamplung mendekati nilai viskositas solar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung secara langsung akan berdampak terhadap kualitas atomisasi bahan bakar dan penurunan kinerja motor bakar diesel. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik seperti nilai kalor, densitas, viskositas, dan bilangan setana antara solar dengan minyak nyamplung sehingga minyak nyamplung menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Berdasarkan hasil

1

1. Saluran masuk gas buang 2. Saluran keluar gas buang

3. Saluran masuk minyak nyamplung 4. Saluran minyak nyamplung (pipa

tembaga)

(38)

12

penelitian Desrial et al (2010), penggunaan bahan bakar minyak nyamplung menghasilkan kualitas pengkabutan bahan bakar yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Kinerja yang dihasilkan motor bakar diesel berbahan bakar minyak nyamplung lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Penurunan daya maksimum yang terjadi adalah 15.97% dan penurunan torsi maksimum yang terjadi sebesar 14.38%.

0

Gambar 3. Hubungan viskositas minyak nyamplung dengan temperatur (Desrial et al, 2010)

Gambar 4. Kinerja motor bakar diesel; (a) bahan bakar solar; (b) bahan bakar minyak nyamplung (Desrial et al, 2011)

Reksowardojo et al (2009) membandingkan dampak pengaplikasian beberapa minyak nabati pada motor bakar diesel. Bahan bakar yang digunakan adalah campuran antara solar dengan minyak kelapa, minyak sawit, dan minyak jarak. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa penggunaan minyak nabati pada motor bakar diesel mengakibatkan perubahan fisik dari

(39)

13 komponen utama motor bakar diesel seperti injektor, piston, ring piston, dan katup, serta menimbulkan pengkerakan pada komponen-komponen tersebut. Selain itu minyak nabati juga dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari pelumas yang digunakan pada motor bakar diesel. Dampak ini mengakibatkan kecenderungan jangka waktu perawatan motor bakar diesel dan penggantian pelumasnya menjadi lebih singkat jika dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar.

Dari hasil penelitiannya, O’Brien (2001) menyimpulkan bahwa penumpukan karbon (carbon deposit) terjadi pada pengoperasian motor bakar diesel, terutama pada bagian piston, dinding silinder, dan kepala silinder. Penumpukan karbon ini dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan NOx pada

emisi, serta penurunan kinerja dan efisiensi termal motor bakar. d. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel

Pengujian daya tahan merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi motor bakar diesel setelah beroperasi pada jangka waktu yang relatif lama. Secara umum, tidak ada metode standar untuk melakukan pengujian daya tahan, baik itu dari segi alat dan bahan yang digunakan, maupun dari segi jangka waktu pengujian.

Reksowardojo et al (2009) melakukan pengujian daya tahan menggunakan campuran solar dengan bahan bakar nabati yang berasal dari minyak sawit, minyak kelapa, dan minyak jarak. Pengujian daya tahan tersebut dilakukan selama 34 jam untuk melihat pengaruh penggunaan bahan bakar terhadap kinerja, perubahan bentuk dan ukuran komponen motor bakar diesel, pengkerakan, emisi, dan kualitas pelumas. Dari hasil penelitiannya dinyatakan bahwa pencampuran antara solar dan minyak nabati menyebabkan penurunan efisiensi termal dan peningkatan konsumsi bahan bakar spesifik. Deposit karbon yang dihasilkan pun meningkat jika dibandingkan dengan penggunaan solar. Majuni (2006) mengoperasikan motor bakar diesel selama 50 jam menggunakan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah untuk melihat pengaruh bahan bakar yang digunakan terhadap kualitas pelumas.

(40)

14

Tujuan pengujian tersebut adalah untuk membandingkan kinerja, tingkat kepekatan asap hitam dari gas buang (black smoke density), konsumsi bahan bakar spesifik, dan ketahanan motor bakar diesel. Dari hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara kedua bahan bakar yang digunakan. Dari segi tingkat kepekatan asap hitam, kedua bahan bakar tersebut memiliki tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar, namun konsumsi bahan bakar spesifiknya menjadi lebih besar. Untuk penggunaan minyak jarak, ditemui beberapa masalah pada komponen motor bakar diesel, diantaranya adanya penyumbatan pada bagian saringan bahan bakar dan injektor. Penggunaan bahan bakar minyak jarak perlu dicampur dengan solar dengan tingkat perbandingan 60:40 untuk menghindari terjadinya masalah pada komponen motor bakar diesel, dan setelah pengoperasian dengan menggunakan minyak jarak tersebut, motor bakar diesel perlu dibilas dengan menggunakan bahan bakar solar untuk menghindari kesulitan penyalaan awal pada pengoperasian berikutnya.

e. Pengkerakan Pada Ruang Pembakaran Motor Bakar Diesel

(41)

15 Gambar 5. Lokasi pengkerakan pada motor bakar diesel (Arifin, 2009).

Proses pengkerakan umumnya terjadi pada komponen-komponen motor bakar yang berhubungan dengan sistem penyaluran bahan bakar dan sistem pembakaran, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Komponen-komponen tersebut adalah plunger pompa injeksi, injektor, sistem katup (valve), kepala silinder, piston, dan ring piston. Secara umum, dampak dari terjadinya pengkerakan di ruang pembakaran dapat menyebabkan penurunan kinerja dari motor bakar, penyalaan awal yang sulit, perubahan pola penyemprotan injektor, peningkatan konsumsi bahan bakar, peningkatan suhu ruang pembakaran, peningkatan rasio kompresi, dan peningkatan emisi dari motor bakar tersebut (O’Brien, 2001). Komposisi kerak yang terdapat pada ruang pembakaran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi kerak (deposit) pada ruang pembakaran

Elemen Persentase Massa Rasio Molar

C 60 – 70 1.00

H 3 – 6 0.60 – 1.00

O 16 – 25 0.20 – 0.30

N 1 – 2.5 0.01 – 0.03

Lainnya (Zn, Ca, P) 0 – 2.5 < 0.02

Sumber: (O’Brien, 2001)

f. Pelumas Motor Bakar Diesel

(42)

16

Perubahan terhadap sifat fisika dan kimia pelumas yang telah dipakai dapat dijadikan sebagai indikator dari kerusakan atau degradasi yang disebabkan oleh proses pembakaran, oksidasi, dan kontaminasi. Sifat-sifat tersebut digunakan sebagai dasar penentuan batas peringatan pemakaian pelumas dan prediksi kondisi dari komponen mesin. Menurut buku petunjuk penggunaan motor bakar diesel Dong Feng R180, periode penggantian pelumas dilakukan setiap motor bakar diesel beroperasi selama 100 jam (Dong Feng R180 Manual Book), namun untuk pengoperasian pertama kali atau kondisi baru, umumnya periode penggantian pelumas lebih singkat dari biasanya, karena tingkat kekasaran permukaan logam komponen-komponen diesel yang masih sangat tinggi. Tabel 6 di bawah menyajikan standar sifat fisika-kimia yang digunakan sebagai pedoman analisa pelumas.

Tabel 6. Sifat fisika-kimia pelumas

Min. Maks.

1 cSt 12.5 16.3 SNI 06-7069.5-2005

2 mgKOH/g 6 - SNI 06-7069.5-2006

3 % massa 0.7 - SNI 06-7069.5-2007

Na ppm - 50 PT Petrolab Services

Si ppm - 45 PT Petrolab Services

Fe ppm - 125 PT Petrolab Services

Cu ppm - 35 PT Petrolab Services

Al ppm - 25 PT Petrolab Services

Cr ppm - 15 PT Petrolab Services

Jelaga Abs/0.1 mm - 0.8 PT Petrolab Services

Oksidasi Abs/0.1 mm - 0.5 PT Petrolab Services

Nitrasi Abs/0.1 mm - 0.5 PT Petrolab Services

Sulfasi Abs/0.1 mm - 0.5 PT Petrolab Services

Satuan Batasan Sumber

(43)

17 Kandungan logam pada minyak pelumas juga mengalami kecenderungan meningkat. Hasil menunjukkan angka yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh menggunakan bahan bakar solar. Ini mengindikasikan bahwa pemakaian bahan bakar biodiesel minyak jelantah mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap terjadinya kontaminasi minyak pelumas motor bakar diesel jika dibandingkan dengan bahan bakar solar, sehingga secara umum jangka waktu penggantian minyak pelumasnya pun relatif menjadi lebih panjang.

(44)
(45)

19 III. METODOLOGI

a. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan November 2011. Pengujian daya tahan motor bakar diesel dilakukan di laboratorium lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Analisa penumpukan karbon dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Analisa pelumas dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung dan PT Petrolab Services Jakarta.

b. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Motor bakar diesel stasioner 4 langkah

Motor bakar diesel Dong Feng R180 digunakan sebagai alat utama yang akan diuji coba. Sistem penyaluran bahan bakar motor bakar diesel ini akan dimodifikasi dengan menambahkan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Motor bakar diesel Dong Feng R180 yang telah dimodifikasi dapat ditunjukkan oleh Gambar 6, sedangkan spesifikasi motor bakar diesel yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 6. Motor bakar diesel Dong Feng R180 yang telah dimodifikasi Pemanas

minyak nyamplung

(46)

20

2. Generator listrik

Generator listrik Dong Feng ST-3 dengan daya maksimum 3000 watt digunakan untuk memberikan pembebanan pada motor bakar diesel. Generator Dong Feng ST-3 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Generator listrik Dong Feng ST-3 3. Pemanas bahan bakar (fuel heater)

Alat penukar panas digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Minyak nyamplung akan dipanaskan hingga mencapai suhu pemanasan optimumnya, yaitu sebesar 110 °C (Desrial et al, 2010). Pemanasan minyak nyamplung ini bertujuan untuk menurunkan viskositasnya hingga mendekati viskositas solar. Pemanas bahan bakar minyak nyamplung yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pemanas bahan bakar minyak nyamplung (Desrial et al, 2010) 4. Tachometer

(47)

21 Gambar 9. Digital tachometer

5. Lampu Halogen

Lampu halogen digunakan untuk memberikan pembebanan pada saat pengujian daya tahan berlangsung. Total daya pembebanan yang diberikan sebesar 2 kW.

6. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa karbon yang melekat pada komponen-komponen motor bakar diesel. Timbangan digital yang digunakan memiliki tingkat ketelitian sebesar ±0.05 mg. Gambar timbangan digital yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Timbangan digital 7. Kamera digital

Kamera digital digunakan untuk mengambil gambar komponen-komponen motor bakar diesel. Pengambilan gambar ini bertujuan untuk membandingkan tampilan komponen antara sebelum dan sesudah pengujian daya tahan.

8. Peralatan bengkel

(48)

22

alternatif. Tujuan proses degumming adalah untuk memisahkan minyak nyamplung dari getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, residu, air, dan resin. Proses degumming dilakukan dengan menambahkan asam fosfat untuk mengikat senyawa fosfatida yang mudah terpisah dari minyak nyamplung, kemudian senyawa tersebut dipisahkan berdasarkan pemisahan berat jenis yaitu senyawa fosfatida berada di bagian bawah dari minyak nyamplung tersebut. Minyak nyamplung hasil degumming akan menghasilkan warna yang lebih jernih dibandingkan minyak nyamplung kasar (crude).

Pelumas yang digunakan untuk pengujian bahan bakar solar dan minyak nyamplung adalah pelumas motor bakar diesel Pertamina Mesran B SAE 40, API Service CD/SF.

c. Prosedur Penelitian

Gambar 11. Prosedur penelitian

(49)

23 tahan menggunakan minyak nyamplung, motor bakar diesel tetap menggunakan bahan bakar solar di awal pengoperasian untuk proses pemanasan awal minyak nyamplung. Setelah minyak nyamplung mencapai suhu optimumnya (110°C), kran bahan bakar minyak nyamplung kemudian dibuka dan kran bahan bakar solar ditutup. Set up penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Sebelum dilakukan pengujian daya tahan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan visual (tampilan), pengambilan gambar, serta penggantian pada komponen-komponen utama motor bakar diesel yang berhubungan dengan sistem penyaluran bahan bakar dan sistem pembakaran seperti injektor, piston, ring piston, dan kepala silinder. Penggantian ini dimaksudkan untuk menyamakan kondisi awal motor bakar diesel pada saat dilakukan pengujian daya tahan. Kondisi awal komponen injektor, piston, dan kepala silinder dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12. Set up penelitian

Selama pengujian daya tahan dilakukan pengukuran kecepatan putaran mesin untuk mengetahui tingkat kestabilan operasi pada motor bakar diesel serta dilakukan pengukuran konsumsi bahan bakar untuk mengetahui nilai konsumsi bahan bakar spesifik. Konsumsi bahan bakar spesifik menunjukkan jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 1 HP selama satu jam.

Generator listrik

Kran minyak nyamplung

Kran solar

Lampu halogen Tangki minyak nyamplung

Tangki solar

(50)

24

Pada penelitian ini, pengukuran konsumsi bahan bakar spesifik dilakukan dengan mengukur jumlah bahan bakar yang dihabiskan untuk mengoperasikan motor bakar diesel dengan beban 2 kW (2.68 HP) dalam waktu 50 jam.

... (1)

Dimana:

SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (l/HP/jam) fc = konsumsi bahan bakar (l)

p = daya (HP) t = waktu (jam)

Setelah pengujian daya tahan, dilakukan pengamatan terhadap komponen-komponen utama motor bakar diesel. Pada pengamatan ini akan dibandingkan bentuk dan ukuran dari masing-masing komponen tersebut antara sebelum dan sesudah melakukan pengujian daya tahan, serta antara kedua jenis bahan bakar yang digunakan.

Gambar 13. Kondisi awal komponen motor bakar diesel

Analisa penumpukan karbon pada komponen-komponen utama motor bakar diesel bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kualitas pembakaran yang terjadi di dalam ruang pembakaran. Parameter yang akan dianalisa adalah massa dari karbon yang terdapat pada komponen-komponen utama motor bakar diesel.

Injektor

Piston

(51)

25 Massa karbon akan diukur dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 miligram.

Pelumas akan mengalami perubahan karakteristik dan kandungan zat yang ada di dalamnya setelah motor bakar diesel beroperasi selama jangka waktu tertentu (Neale, 2001). Oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap perubahan karakteristik khususnya viskositas, Total Base Number (TBN), kandungan abu sulfat, kadar kontaminan (Ca dan Ni), kandungan logam (Fe, Cu, Al, dan Cr), kandungan jelaga (soot), serta bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi yang terdapat pada pelumas tersebut, sehingga akan dapat diketahui jangka waktu untuk melakukan penggantian minyak pelumas ketika motor bakar diesel beroperasi menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakarnya.

Data yang diperoleh dari pengukuran sifat fisika-kimia selanjutnya dianalisis untuk melihat korelasi antara parameter fisika-kimia pelumas dengan jangka waktu pengoperasian motor bakar diesel. Analisis yang dilakukan berupa analisis regresi linier sederhana pada setiap parameter fisika-kimia pelumas.

Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya sudah ditentukan.

Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal (dependent variable), dalam hal ini adalah sifat fisika-kimia pelumas dengan variabel bebas tunggal (independent variable), yaitu jam operasi motor bakar diesel. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah (x) yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas (y). Bentuk umum dari persamaan regresi linier sederhana adalah:

... (2)

Dimana:

y = variabel tak bebas

x = variabel bebas

a = parameter intersep

(52)

26

Koefisien persamaan a dan b didapatkan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, yaitu cara yang dipakai untuk menentukan koefisien persamaan a dan b dari jumlah kuadrat terkecil antara titik-titik dengan garis regresi. Dengan demikian, dapat ditentukan:

( )

... (3)

... (4)

(53)

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel

Dari hasil pengujian daya tahan, motor bakar diesel secara umum dapat beroperasi dengan baik menggunakan bahan bakar minyak nyamplung selama 50 jam. Namun masih terdapat beberapa masalah yang disebabkan oleh ketidakstabilan kondisi operasi mesin selama pengujian. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah siklus pemanasan minyak nyamplung. Pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, reaksi pembakaran yang terjadi di dalam silinder cenderung tidak stabil, hal ini diindikasikan oleh fluktuasi perubahan kecepatan putaran mesin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan solar. Kondisi ini mengakibatkan temperatur gas buang yang dihasilkan motor bakar diesel juga mengalami perubahan. Hal tersebut mempengaruhi kemampuan pemanas minyak nyamplung untuk bisa mencapai suhu pemanasan optimum, karena pemanas tersebut menggunakan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Karena pemanasan yang kurang optimal, maka proses pengkabutan minyak nyamplung cenderung menghasilkan ukuran butiran-butiran yang lebih besar dari seharusnya, sehingga berpengaruh terhadap kualitas pembakaran. Siklus ini kerap terjadi selama pengoperasian motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa setelah pengujian daya tahan selama 50 jam, motor bakar diesel menghabiskan 45.50 liter untuk bahan bakar solar dengan konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 0.34 liter/HP/jam dan 59.21 liter untuk bahan bakar minyak nyamplung dengan komsumsi bahan bakar spesifik 0.44 liter/HP/jam.

Tabel 7. Konsumsi bahan bakar spesifik motor bakar diesel

Pembebanan Lama Konsumsi Konsumsi

(watt) pengujian bahan bakar bahan bakar spesifik

(jam) (liter) (liter/HP/jam)

Solar 45.50 0.34

Minyak nyamplung 59.21 0.44

Bahan bakar

2000 50

(54)

28

dibandingkan dengan solar. Perbedaan nilai konsumsi bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh nilai kalor minyak nyamplung yang lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga untuk menghasilkan daya yang sama dalam jangka waktu tertentu, dibutuhkan jumlah minyak nyamplung yang lebih banyak. Berdasarkan penelitian Kartika et al (2011), nilai kalor minyak nyamplung yang telah dihilangkan gum-nya yaitu sebesar 9121.24 kal/g dan nilai kalor solar sebesar 9355 kal/g.

Gambar 14. Set up pengujian daya tahan

(55)

29 tekanan puncak juga terjadi pada piston sebelum mencapai titik mati atas. Kondisi ini merupakan suatu kerugian karena tekanan tersebut tidak dapat digunakan untuk langkah kerja, akibatnya daya yang dihasilkan akan berkurang dan konsumsi bahan bakar spesifik meningkat.

Peningkatan konsumsi bahan bakar dan penurunan daya mesin mengakibatkan efisiensi termal menjadi menurun, karena efisiensi termal didefinisikan sebagai besarnya pemanfaatan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar menjadi kerja mekanis. Panas atau tenaga yang dihasilkan oleh bahan bakar dapat diprediksi melalui besarnya konsumsi bahan bakar, sedangkan kerja mekanis dapat ditetapkan dari pengukuran daya mesin. Oleh karena itu, nilai efisiensi termal dipengaruhi oleh nilai konsumsi bahan bakar spesifik.

b. Pengamatan Visual Komponen Motor Bakar Diesel

Setelah pengujian daya tahan, dilakukan pengamatan terhadap komponen-komponen motor bakar diesel yang berkaitan dengan sistem pembakaran seperti injektor, piston, dan kepala silinder.

(56)

30

Pengamatan ini dilakukan untuk membandingkan hasil pengujian antara penggunaan bahan bakar solar dengan bahan bakar minyak nyamplung. Dari hasil pengamatan tidak ditemukan kerusakan yang cukup berarti baik berupa retakan, patahan, ataupun perubahan bentuk dari komponen injektor, piston, dan kepala silinder saat beroperasi menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung. Ini menunjukkan penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tidak memiliki perbedaan siginifikan dengan bahan bakar solar ditinjau dari segi pengaruhnya terhadap kerusakan komponen injektor, piston, dan kepala silinder.

c. Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel

Injektor merupakan komponen motor bakar diesel yang berfungsi untuk mengkabutkan dan menyemprotkan bahan bakar ke dalam silinder. Pengkabutan adalah proses memecah bahan bakar menjadi butiran kecil atau lebih dikenal dengan istilah atomisasi. Proses ini dimaksudkan agar bahan bakar lebih mudah menguap sehingga dapat lebih mudah bereaksi dengan udara (oksigen) dan menyebabkan terjadinya proses pembakaran.

Gambar 16. Perbandingan tampilan injektor; (a) setelah pengujian menggunakan solar, dan (b) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung.

(a) (b)

(57)

31 Gambar 16 memperlihatkan penumpukan karbon pada injektor. Penumpukan karbon untuk kedua jenis bahan bakar terkonsentrasi pada bagian sekitar nozzle injektor. Hal tersebut jika dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan penyumbatan pada lubang nozzle sehingga dapat menurunkan kualitas pengkabutan bahan bakar dan secara umum mengganggu kinerja motor bakar diesel. Karbon yang melekat pada injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung memiliki perbedaan karakteristik dibandingkan dengan saat menggunakan bahan bakar solar, dimana pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, karbon mengalami penggumpalan dan melekat kuat pada permukaan logam di bagian kepala injektor serta terlihat lebih basah dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Karbon pada saat menggunakan bahan bakar solar berbentuk serbuk, kering, dan tidak lengket.

Menurut O’Brien (2001), penumpukan karbon sebagian besar disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dan selebihnya berasal dari terbakarnya pelumas yang masuk ke dalam silinder. Oleh karena itu, karakteristik fisika-kimia dari bahan bakar dan pelumas sangat mempengaruhi proses terjadinya penumpukan karbon di dalam silinder.

Arifin (2009) menyatakan bahwa kualitas pembakaran bahan bakar biodiesel ataupun minyak nabati lebih rendah dibandingkan dengan solar. Hal tersebut disebabkan oleh sifat dari minyak nabati yang memiliki viskositas tinggi dan volatilitas rendah sehingga menghasilkan kualitas atomisasi dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang kurang baik. Ukuran butiran atomisasi yang besar dapat meningkatkan jumlah deposit karbon sebagai akibat dari tidak sempurnanya proses pembakaran.

(58)

32

lebih lengket jika dibandingkan dengan saat menggunakan solar sehingga sulit untuk dibersihkan. Karbon pada kepala silinder saat menggunakan minyak nyamplung terkonsentrasi di sekitar saluran penguhubung antara ruang pembakaran awal dan silinder.

Gambar 17. Perbandingan tampilan piston; (a) kondisi baru, (b) setelah pengujian menggunakan solar, dan (c) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung.

Gambar 18. Perbandingan tampilan kepala silinder; (a) kondisi baru, (b) setelah pengujian menggunakan solar, dan (c) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung.

d. Pengukuran Massa Karbon

Massa karbon yang terdapat pada injektor, piston, dan kepala silinder dapat dilihat pada Gambar 19. Dari grafik tersebut terlihat bahwa massa karbon pada

(a) (b) (c)

Konsentrasi penumpukan karbon pada kepala silinder

(a) (b) (c)

(59)

33 komponen injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar 40.3 mg, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar solar, yaitu 38.7 mg. Perbedaan diantara keduanya relatif sangat kecil, yaitu sebesar 1.6 mg. Massa karbon pada komponen piston saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar 371.7 mg, sedangkan saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 532.7 mg. Ini berarti massa karbon saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih sedikit 161 mg dibandingkan bahan bakar solar. Untuk komponen kepala silinder juga berlaku demikian, pada saat menggunakan minyak nyamplung sebesar 626.3 mg dan bahan bakar solar 785.9 mg, sehingga perbedaannya menjadi 159.7 mg. Secara keseluruhan massa karbon yang dihasilkan pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih rendah 23.51% dibandingkan dengan bahan bakar solar.

Gambar 19. Massa karbon pada komponen motor bakar diesel

Pengukuran massa karbon dilakukan untuk menganalisa kualitas pembakaran suatu jenis bahan bakar. Secara umum, semakin sempurna suatu proses pembakaran, maka karbon yang dihasilkan pun akan semakin sedikit, karena semakin banyak atom C yang berasal dari bahan bakar (hidrokarbon) yang bereaksi dengan atom O yang berasal dari udara (oksigen) dan menghasilkan CO2.

(60)

34

adanya sejumlah bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang pembakaran yang tidak ikut terbakar. Hal ini terlihat dari adanya sebagian minyak nyamplung yang keluar bersama gas buang melalui saluran pembuangan. Selain itu, penumpukan karbon pada penggunaan bahan bakar minyak nyamplung memiliki karakteristik yang berbeda dengan penggunaan bahan bakar solar, dimana karbon pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung bersifat lebih basah, menggumpal, dan melekat erat pada permukaan logam komponen motor bakar diesel, sedangkan karbon pada saat menggunakan bahan bakar solar berbentuk butiran atau serbuk-serbuk halus. Fenomena ini dapat terjadi akibat proses pengkabutan atau atomisasi minyak nyamplung yang kurang baik sehingga dihasilkan butiran-butiran minyak nyamplung yang berukuran besar dan sulit terbakar oleh panas hasil kompresi pada ruang pembakaran. Ini dibuktikan oleh hasil penelitian Desrial et al (2010) yang menyatakan bahwa minyak nyamplung memiliki kualitas atomisasi yang lebih rendah dibanding solar, dilihat dari segi diameter dan sudut penyemprotan yang dihasilkan. Rendahnya kualitas atomisasi ini menyebabkan bahan bakar nyamplung lebih sulit terbakar dibanding solar, sehingga menghasilkan massa karbon yang relatif lebih sedikit dibanding solar.

Berkaitan dengan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, proses pengkabutan yang kurang baik ini dipengaruhi oleh kualitas pemanasan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke dalam silinder. Jika suhu minyak nyamplung jauh di bawah suhu pemanasan optimumnya (110 °C), maka nilai viskositasnya masih cukup tinggi, sehingga akan semakin sulit untuk dikabutkan.

Selain karena proses pemanasan minyak nyamplung dan kualitas pengkabutan yang rendah, jumlah penumpukan karbon juga dipengaruhi oleh karakteristik bahan bakar yang digunakan. Minyak nyamplung memiliki nilai kalor dan bilangan setana yang lebih rendah sehingga menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah pula dibanding solar.

e. Analisa Kualitas Pelumas

(61)

35 pengoperasiannnya. Proses pengambilan sampel pelumas dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Pengambilan sampel pelumas

Gambar 21. Sampel pelumas motor bakar diesel; (a) pelumas saat motor bakar diesel menggunakan bahan bakar solar; (b) pelumas saat motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung.

Gambar 21 menunjukkan tampilan pelumas motor bakar diesel pada saat pengujian daya tahan. Interval waktu pengambilan sampel tersebut adalah setiap 10 jam sekali. Warna pelumas akan semakin hitam dan pekat dengan bertambahnya jam operasi mesin. Warna pelumas yang hitam dan pekat tidak selalu menunjukkan bahwa pelumas tersebut memiliki kualitas yang buruk, justru

(a)

(b)

baru 10 jam 20 jam 30 jam 40 jam 50 jam

(62)

36

pelumas dengan warna hitam dan pekat menunjukkan bahwa pelumas tersebut telah bekerja untuk membersihkan dan mengikat jelaga ataupun sisa-sisa hasil pembakaran agar tidak menggumpal dan menempel pada komponen-komponen motor bakar diesel.

e. 1. Viskositas

Viskositas pelumas dapat diartikan sebagai resistansi pelumas untuk mengalir. Pada prakteknya, viskositas pelumas sangat dipengaruhi oleh suhu operasi motor bakar diesel. Pada suhu operasi motor bakar diesel yang tinggi, viskositas pelumas tidak boleh terlalu rendah karena lapisan pelumas yang berada di antara dua komponen mesin yang bergerak akan sobek dan terjadilah kontak antara komponen-komponen tersebut sehingga menyebabakan terjadinya keausan.

Pada Gambar 22 dapat dilihat perubahan nilai viskositas pelumas pada suhu 100°C. Pada kondisi baru, viskositas pelumas pada suhu 100°C sebesar 13.18 cSt. Setelah digunakan selama 50 jam operasi, nilainya bertambah menjadi 13.93 cSt untuk bahan bakar solar dan 15.57 cSt untuk bahan bakar minyak nyamplung. Pada penggunaan bahan bakar solar, viskositas pelumas mengalami peningkatan sebesar 5.69%, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, nilainya meningkat sebesar 18.13%. Perubahan nilai viskositas ini masih dalam ambang batas yang diizinkan menurut SNI 06-7069.5-2005, yaitu sebesar 12.5 – 16.3 cSt.

11.50

Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar

P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum viskositas pelumas (SNI 06-7069.5-2005) Min = Ambang batas minimum viskositas pelumas (SNI 06-7069.5-2005)

Gambar 22. Perubahan nilai viskositas pelumas pada suhu 100°C Max

(63)

37 Kenaikan nilai viskositas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, penyebab utamanya adalah proses oksidasi dan polimerisasi pelumas akibat suhu operasi motor bakar diesel yang sangat tinggi, dan penyebab lainnya adalah terkontaminasi dengan bahan bakar dan sisa hasil pembakaran, serta penurunan fungsi zat aditif pada pelumas.

Menurut Majuni (2006), degradasi pelumas mesin dapat dipengaruhi adanya kontaminasi biodiesel. Sebagaimana diketahui bahwa biodiesel mengandung senyawa ester yang sebagian terdiri dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dikenal rentan terhadap reaksi oksidasi dan polimerisasi. Reaksi polimerisasi pada asam lemak menjadi salah satu penyebab terjadinya gumpalan dan pengentalan pada pelumas. Jika dibiarkan terus-menerus, pengentalan pelumas dapat memperberat kerja motor bakar diesel. Semakin tinggi kandungan ikatan tak jenuh atau ikatan rangkap dalam asam lemak, semakin tinggi bilangan iodin dan semakin rentan terhadap reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang diikuti dengan reaksi polimerisasi akan menghasilkan molekul lebih besar yang dapat menggumpal dan meningkatkan kekentalan. Jika bilangan iodin meningkat, gumpalan atau deposit ruang pembakaran juga meningkat.

e. 2. Total Base Number (TBN)

TBN merupakan suatu karakteristik kimia yang menunjukkan alkalinitas pelumas untuk menetralisir asam, baik asam hasil oksidasi pelumas, maupun asam yang terbentuk selama proses pembakaran dan mengkontaminasi pelumas. Semakin besar nilai TBN maka semakin besar pula kemampuan deterjensi, dispersi, dan netralisasi asam hasil oksidasi yang dapat menyebabkan korosi. Pelumas harus mengandung deterjen di dalamnya untuk menetralkan asam-asam mineral yang terjadi akibat reaksi hasil pembakaran bahan bakar seperti SO3, SO2,

dan H2O yang masuk ke dalam ruang pelumas dan menjadi H2SO4. Asam ini

(64)

38

Perubahan TBN cenderung fluktuatif, namun nilai akhirnya lebih rendah dari kondisi baru, yaitu sebesar 10.33 mg KOH/g. Setelah pemakaian selama 50 jam, nilai TBN menjadi 10.09 mg KOH/g untuk bahan bakar solar atau turun sebesar 2.32% dan 10.19 mg KOH/g untuk bahan bakar minyak nyamplung atau turun sebesar 1.36%. Berdasarkan SNI 06-7069.5-2005, nilai TBN kedua pelumas tersebut masih memenuhi batas yang diizinkan yaitu minimal sebesar 6.0 mg

Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar

P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Min = Ambang Batas minimum TBN (SNI 06-7069.5-2005)

Gambar 23. Perubahan Total Base Number (TBN) pada pelumas

Yuksek et al (2009) pernah meneliti tentang pengaruh penggunaan bahan bakar biodiesel dari rapeseed oil selama 150 jam terhadap nilai TBN dan TAN pelumas. Dari hasil penelitiannya, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 24, TBN pelumas mengalami penurunan seiring bertambahnya jam operasi motor bakar diesel sedangkan TAN berlaku sebaliknya.

Penurunan nilai TBN dan kenaikan nilai TAN yang terjadi pada penggunaan biodiesel lebih besar dibandingkan dengan solar. Ini disebabkan oleh sifat dari minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel yang lebih mudah teroksidasi sehingga kandungan asam yang mengkontaminasi pelumas lebih tinggi (Yuksek et al,2009).

Aditif basa pada pelumas berfungsi menetralkan kondisi asam yang terbentuk akibat proses pembakaran (utamanya asam sulfurik dan asam nitrit),

(65)

39 asam organik dari hasil oksidasi pelumas, dan proses penuaan (aging). TBN pelumas menunjukkan kemampuan pelumas dalam menetralkan kondisi keasaman pada mesin. Pemilihan nilai basa pelumas untuk suatu mesin disesuaikan dengan pertimbangan jenis bahan bakar yang dipakai, kandungan sulfur, dan desain mesin itu sendiri. Penurunan nilai basa pelumas bekas pakai (used oil) dari hasil analisa pelumas menunjukkan degradasi aditif basa terhadap polutan asam serta indikasi kelayakan penggunaan kembali pelumas tersebut.

Gambar 24. Nilai TBN dan TAN pelumas saat menggunakan solar (D) dan biodiesel minyak rapa (B100) (Yuksek et al, 2009)

(66)

40

menempel pada komponen motor bakar diesel. Dampak tersebut dapat diminimalisir dengan penerapan teknologi penyaringan yang baik.

e. 3. Kandungan Abu Sulfat

Kandungan abu sulfat merupakan residu yang tidak dapat terbakar yang terkadung di dalam pelumas. Aditif deterjen pelumas yang mengandung logam derivatif seperti senyawa kalsium, magnesium, dan seng merupakan sumber terbentuknya abu. Senyawa logam organik ini membentuk sifat alkalinitas atau yang biasa disebut TBN. Kandungan abu yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan abu dan mengganggu kinerja motor bakar diesel, namun di sisi yang lain, kandungan abu sulfat turut berperan dalam menjaga stabilitas oksidasi pelumas.

Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar

P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Min = Ambang batas minimum kandungan abu sulfat (SNI 06-7069.5-2005)

Gambar 25. Kandungan abu sulfat pada pelumas

Gambar 25 menunjukkan kandungan abu sulfat pada pelumas. Karakteristik kandungan abu sulfat ini berkaitan dengan TBN yang menunjukkan kuantitas aditif deterjen di dalam pelumas, khususnya aditif Ca (Kalsium), Mg (Magnesium), dan Zn (Seng). Aditif Ca berasal dari senyawa deterjen yang berfungsi untuk menetralisir asam yang terjadi dari hasil pembakaran dan mencegah serta membersihkan kotoran. Mg berfungsi sebagai dispersan untuk mendispersikan kotoran agar tidak menggumpal. Sedangkan Zn berasal dari senyawa aditif yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti keausan. Kandungan

Gambar

Tabel 1. Karakteristik solar ....................................................................................
Gambar 29. Penurunan pH pelumas .....................................................................
Tabel 2. Karakteristik solar dan beberapa minyak nabati
Tabel 3. Karakteristik minyak nyamplung murni
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ TASIFETO BARAT DALAM ANGKA 2014 “ merupakan publikasi lanjutan dari publikasi sebelumnya yang diterbitkan secara berkala oleh Koordinator Statistik

Fenomena penurunan nilai kekuatan tarik yang terjadi pada penambahan pati jagung sebanyak 10% dan 20% menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut interaksi eutektik ibuprofen-asam

Phillip Hitti mengomentari penemuan-penemuan fundamental Al Battani dalam bidang astronomi dengan pernyataannya, “Dia (Al Battani) melakukan perubahan dalam karya Ptolomeus

Dari beberapa mengenai apesiasi karya seni rupa diatas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi karya seni rupa adalah kecenderungan untuk memiliki sikap dan

Skala ini menggunakan tipe skala Likert yang disusun dengan mengunakan 4 pilihan jawaban yaitu “SS” jika responden menjawab dengan jawaban sangat sesuai dengan

Selain itu, tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama dengan melakukan pekerjaan atau

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pada penelitian ini penulis menggunakan data yang berupa angka- angka dari hasil pengelolaan

Hasil penelitian ini adalah: implementasi karakter keatif meliputi(1) HMP PGSD melakukan inovasi baru berupa pelaksanaan program kerja pelatihan debat, (2) berani