• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran Sesat Ormas Gafatar Di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar Di Detik.Com Dan Republika Online) Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aliran Sesat Ormas Gafatar Di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar Di Detik.Com Dan Republika Online) Skripsi"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Oleh:

Riadin Munawar

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Saijana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh: Riadin Munawar NIM: 1112051000042

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Republika Online) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta pada tanggal 29 Juli 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

Jakarta, 29 Juli 2016 Sidang Munaqosyah

Anggota,

(4)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

i Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online)

Fenomena munculnya aliran sesat di Indonesia bukan merupakan sebuah hal yang baru. Beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu diberbagai wilayah di Indonesia. Ormas Gafatar kembali menambah daftar panjang munculnya aliran sesat di Indonesia setelah pada tanggal 3 Februari 2016 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada mereka menyusul banyaknya kasus kehilangan para anggotanya. Keberadaannya menjadi bukti nyata bahwa pemerintah masih kurang cekatan dalam penanganan serta pencegahan terhadap eksistensi aliran sesat di Indonesia.

Media massa, memiliki peran dalam memberitakan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat untuk diketahui oleh khalayak umum. Media massa juga berperan penting dalam membentuk opini publik, termasuk dalam pemberitaan Gafatar ini.

Detik.com dan Republika Online merupakan dua media online yang intens memberitakan kasus Gafatar Dalam pemberitaan. Detik.com seringkali bersifat umum, sedangkan Republika Online seringkali bersegmentasi ke-Islaman dalam pemberitaannya. Hal ini menarik karena kasus Gafatar ini sangat erat kaitannya dengan umat Islam.

Peneliti mengambil sample 4 berita dari masing-masing kedua media online

tersebut sebagai objek berita tersebut. Berita yang dipilih merupakan berita edisi tanggal 3 dan 4 Februari 2016 di Detik.com dan Republika Online. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana aliran sesat Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di

Detik.com dan Republika Online dalam unsur Medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana? Serta bagaimana perbandingan penyajian wacana pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online?

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif, dengan teori semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi teks, wawancara, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni teks berita di Detik.com dan Republika Online. Analisis dilakukan dengan cara menganalisis empat berita dari masing-masing media online tersebut, lalu ditelaah dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta perbandingan penyajian wacana di kedua media online tersebut.

Setelah melakukan proses penelitian, dapat diketahui bahwa Detik.com dan

Republika Online pada medan wacana mewacanakan kasus ini sebagai tanggungjawab pemerintah yang harus segera menyelesaikan melalui proses hukum para pimpinan Gafatar yag dianggap sebagai pelaku, serta memberi perlindungan kepada para pengikut Gafatar yang dianggap sebagai korban. Namun perbedaan yang cukup signifikan ada pada Republika Online yang menaruh perhatian khusus kepada para tokoh agama yang juga dianggap bertanggungjawab terhadap kasus ini. Dari segi pelibat wacana, dikedua media tersebut sumber yang dikutip legitimate dan kompeten. Sementara dari sarana wacana, kedua media tersebut menggunakan bahasa yang tegas, informatif dan dapat dikaji dalam penggunaan majas dalam teks beritanya.

(6)

ii Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju cahaya kebenaran yang penuh kemuliaan. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online.

Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, beserta Suparto M.Ed, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.

Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta

Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Drs. Masran, M.A. dan Ibu Fita Fathurokhmah SS, M.Si selaku Ketua dan

Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Rachmat Baihaky, MA sebagai pembimbing skripsi yang inovatif, yang

telah menyempatkan waktu dan memberikan arahan dan masukan positif dalam

penyusunan dan penulisan skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan

ilmu, pengalaman serta dedikasinya kepada peneliti selama menuntut ilmu dalam

masa perkuliahan dan selalu memotivasi untuk menjadi insan akademis yang

(7)

iii

alasan utama penulis untuk segera menyelesaikan studi dan selalu menjadi yang

terbaik.

6. Kepada Kakak dan Adik penulis, Nur Fitri Amalia dan Ilyas Firdaus yang telah

memberikan motivasi kepada penulis. Serta Dzakira Kayla Nur Salsabila,

keponakan yang selalu menghadirkan keceriaan dan menghilangkan penat di

sela-sela menulis skripsi.

7. Kepada Muhamad Nur, rekan seperjuangan sejak awal perkuliahan di UIN Jakarta

yang selalu membantu hingga selesai studi.

8. Kepada Panji Febrian Nugraha, rekan seperjuangan yang juga selalu turut

membantu penulis dalam berbagai hal selama masa perkuliahan.

9. Kepada Keluarga Besar KPI 2012, HMJ KPI, dan khususnya kepada rekan-rekan

WEAK KPI B 2012 yang telah bersama-sama menempuh jalan panjang selama

proses perkuliahan.

10.Kepada Keluarga Besar Longgate, yang turut membantu proses penulisan skripsi

hingga menjadi penuh tantangan, serta selalu mewarnai kehidupan penulis dan

selalu memotivasi untuk maju bersama menuju kehidupan bangsa yang lebih baik.

11.Bapak Erwin Dariyanto dan Ahmad Subarkah selaku Editor serta Redaktur

Pelaksana dari Detik.com dan Republika Online yang telah memberikan waktu luang untuk wawancara di tengah kesibukannya.

12.Kepada Ika Suci Agustin, kaka senior yang telah memberikan berbagai referensi

buku serta masukan untuk menyelesaikan skripsi.

13.Rekan-rekan KKN Allegro 2015 Desa Pancawati, terimakasih atas kebersamaan,

(8)

iv

dan pelayanan yang baik kepada penulis.

15.Kepada orang-orang yang berkontribusi terhadap perjalanan hidup penulis dan

dan proses penulisan skrispi, yang mungkin saya lupa cantumkan namanya dalam

skripsi ini penulis ucapkan terimakasih banyak. Semoga Allah selalu membalas

kebaikan kalian.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

banyak kekurangan. Penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang terlibat. Hanya ucapan inilah yang dapat

peneliti berikan, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Semoga skripsi

ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan khususnya kepada civitas akademik

Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2016

(9)

v

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 17

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Semiotika Sosial ... 20

1. Pengertian Semiotika ... 20

2. Macam-macam Analisis Semiotika... 25

3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday ... 26

B. Konseptualisasi Pemberitaan ... 32

1. Pengertian Berita ... 32

2. Nilai Berita ... 33

3. Teknis Penulisan Berita ... 35

C. Media Online ... 39

D. Aliran Sesat ... 43

1. Profil Ormas Gafatar ... 43

2. Indikator Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan ... 47

3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) ... 48

4. Dampak Aliran Sesat ... 49

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia ... 53

(10)

viii A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com ... 79 1. Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... 80 2. Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar

Sesat dan Menyesatkan” ... 86 3. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan

Menko Luhut” ... 93 4. Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum

Pimpinan Gafatar!” ... 98

B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Republika Online ... ...104 1. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan

... ... 104 2. Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” ... ... 108 3. Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” ... ... 113 4. Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” ... ... 119

C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online

... ...124

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 128 B. Saran-saran ... 129

Daftar Pustaka……… ... 130

(11)

vii

Tabel 4.2 Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... ....80 Tabel 4.3 Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan

Menyesatkan” ... 86 Tabel 4.4 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut

... 93 Tabel 4.5 Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pimpinan

Gafatar!” ... 98 Tabel 4.6 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... 104 Tabel 4.7 Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya

Dilindungi” ... 108 Tabel 4.8 Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” ... 113 Tabel 4.9Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan

(12)

viii DAFTAR GAMBAR

(13)

1 A. Latar belakang Masalah

Fenomena kemunculan aliran sesat bukan merupakan sebuah hal

yang baru. Sejarah mencatat, beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke

waktu di berbagai wilayah di Indonesia. Kemunculan mereka kerap

menyita perhatian publik, menimbulkan permasalahan dan memunculkan

perdebatan. Kehadiran aliran sesat menimbulkan keresahan di masyarakat,

terutama bagi mereka kelompok umat Islam arus utama (mainstream). Selain itu, kehadiran aliran sesat juga sering kali disikapi secara ekstrem

dengan terjadinya berbagai tindakan anarkis kepada para penganut aliran

sesat yang tentunya meyebabkan dampak negatif yang menimpa banyak

pihak.

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru tercatat ada beberapa aliran

dan gerakan keagamaan yang dianggap menyimpang seperti Inkar sunah,

maupun yang bersifat sufistik atau tarekat, serta gerakan yang bersifat

politis seperti Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia maupun Negara Islam

Indonesia. 1

Sementara itu, pada masa Orde baru muncul aliran dan gerakan

keagamaan seperti Islam Jamaah/Darul Hadits, Darul Arqom, NII KW-IX,

1

(14)

dan NII Fillah. Kemudian menjamur aliran-aliran sesudah era reformasi

tahun 1998, seperti kemunculan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq,

Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Surga Eden, Hidup dibalik Hidup,

NII KW IX yang terkait Ma‟had Al-Zaytun dan lain-lain.2

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat ada 300 lebih aliran

kepercayaan yang tergolong sesat di Indonesia sampai saat ini. Namun,

ratusan aliran sesat tersebut biasa muncul dan menghilang sewaktu-waktu.

Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Utang

Ranuwijaya, ratusan aliran sesat di Indonesia sudah terpantau sejak 1995

silam. Namun, aliran-aliran sesat tersebut umumnya muncul dan

menghilang dengan menggunakan nama-nama organisasi yang

berbeda-beda.3

Berkembangnya aliran sesat merupakan persoalan serius karena

dampaknya yang beresiko. Dampak negatif yang paling nyata adalah

banyaknya terjadi perusakan, pemusnahan dan tindakan yang bersifat

destruktif karena eksistensi mereka dianggap mengganggu dan

meresahkan warga. Konflik yang timbul antara kelompok mainstream

dengan penganut aliran baru yang dipandang kontroversial ini selalu

dimenangkan oleh mereka yang dominan. Kasus Ahmadiyah di NTB dan

Jawa Barat serta Syiah di Sampang, Jawa Timur membuktikan hal

2

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. h.2-3.

3 “MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.”

(15)

tersebut. Fenomena-fenomena tersebut dapat menstimulasi konflik dan

kekerasan laten di tingkat masyarakat hingga kelompok kecil yang turut

menjadi korban.4 Hal ini tentunya menjadi persoalan serius yang harus dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk

menangani masalah ini. Berbagai permasalahan yang ada dapat

menimbulkan sebuah disintegritas dan kekacauan jika tidak diakomodir

dengan baik.

Akhir-akhir ini publik kembali dihebohkan dengan pemberitaan

mengenai munculnya Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang

dinilai mengajarkan aliran sesat. Organisasi kemasyarakatan yang

didirikan pada 14 Agustus 2011 ini mulai menjadi sorotan di media massa

setelah munculnya pemberitaan mengenai hilangnya Dr. Rica dan anaknya

dari Yogyakarta yang akhirnya ditemukan di Kalimantan dan diduga

bergabung dengan Gafatar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, organisasi ini

terindikasi sebagai sebuah gerakan radikal dan sesat. Hal ini dipastikan

sejak keluarnya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu, 3

Februari 2016 yang menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan

menyesatkan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa sesat kepada

Gafatar dengan tiga alasan utama. Pertama, Gafatar merupakan metamorphosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah, sebuah aliran kepercayaan

4

(16)

yang melakukan sinkritisme ajaran Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua, menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya. Ketiga, Gafatar memilih faham Milah Abraham. Faham tersebut dinilai MUI menyimpang

dari ajaran Islam yang sesungguhnya.

Peran media massa sangat penting dalam aktivitasnya melaporkan

peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Selain perannya sebagai

penyampai informasi, media massa juga sering memberikan dampak yang

signifikan dalam membentuk opini publik. Karena memiliki daya jangkau

yang luas dalam menyebarluaskan informasi, media massa sering

dijadikan saluran utama sebagai pembentuk opini publik dari setiap kasus

yang diangkat dan diberitakan ke masyarakat.5 Salah satunya adalah peran media massa dalam menyampaikan informasi mengenai Ormas Gafatar

yang dinilai sebagai aliran sesat ini melalui teks pemberitaannya.

Berita dapat diartikan segala laporan mengenai peristiwa, kejadian,

gagasan, fakta yang menarik dan penting untuk dimuat dalam media massa

agar diketahui oleh khalayak dan menjadi kesadaran umum.6 Artinya berita dapat dimaknai sebagai sebuah keterangan mengenai kejadian atau

peristiwa yang sedang terjadi dan hal tersebut perlu untuk diketahui oleh

khalayak.7

5

Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 20.

6

Sedia Willing Barus, Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 26-27

7

(17)

Pemberitaan mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran

sesat di media online dianggap menarik oleh peneliti karena keberadaan Gafatar memunculkan keresahan di masyarakat, terutama umat Islam di

Indonesia. Disinilah peran media, karena isi media merupakan sebuah

informasi yang dapat merubah pandangan masyarakat terhadap apa yang

disampaikan oleh media tersebut.

Masing-masing media memiliki ideologi dan cara pandang tertentu

yang mendasari cara mereka mengemas beritanya serta memengaruhi gaya

penulisan jurnalis terhadap berita. Ideologi media tersebutlah yang nanti

akan menjadi acuan atau kiblat mengenai nilai apa yang akan lebih

ditekankan dalam pemberitaan.8

Pada saat memahami teks media, seringkali kita dihadapkan pada

tanda yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa dibalik

tanda-tanda tersebut.9 Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mengenai mengkaji tanda-tanda tersebut. Semiotika merupakan suatu ilmu atau

metode analisis untuk mengkaji tanda atau memaknai hal-hal.10

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah

upaya untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu

dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau wacana tertentu.

Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna

8

Ade Armando, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.27.

9

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.7.

10

(18)

termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka, orang

sering mengatakan bahwa semiotika adalah upaya menemukan makna

‟berita di balik berita‟.11 Maka dari itulah seringkali ditemukan banyak

simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika dalam wacana-wacana

pemberitaan di media massa.

Jika dahulu kita hanya kenal media cetak dan media elektronik

dalam teknologi komunikasi massa, di era globalisasi ini telah muncul

media baru (new media). Dimana masyarakat dengan lebih mudah dapat mencari informasi dimanapun dan kapanpun selama memiliki akses

internet dan terhubung secara online. Dan media online muncul dan menjadi pesaing nyata diantara dominasi media cetak dan media

elektronik.

Adapun perbedaan mendasar antara media online dengan media cetak dan elektronik yaitu pada media online berita-berita yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap beberapa menit dapat di

update. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan membaca media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor

kecepatan inilah yang diperoleh lewat media online.12

Karena kecepatan dan kemudahannya dalam mengakses informasi,

media online saat ini sangat banyak peminatnya. Media online menjadi

11

Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, h.7.

12

(19)

pilihan favorit masyarakat saat ini karena kelebihannya tersebut. Dan

dalam pemberitaan mengenai Gafatar sebagai aliran sesat, Detik.com dan

Republika Online merupakan media yang peka terhadap pemberitaan tersebut karena intens memberitakan kabar terbaru setiap harinya.

Detik.com merupakan salah satu media online terbesar di Indonesia dengan jutaan pengunjung yang mengakses media ini setiap harinya. Sama

halnya dengan Detik.com, Republika Online juga turut andil dan intens dalam pemberitaan Ormas Gafatar sebagai aliran sesat. Republika Online

merupakan media massa online berskala nasional serta bersegmentasi ke-Islaman. Hal tersebut dapat dilihat dari berita-berita yang dibahas

Republika Online banyak memasukkan unsur Islam dalam pemberitaannya, termasuk dalam pemberitaan mengenai Ormas Gafatar

sebagai aliran sesat.

Peneliti menggunakan analisis semiotika sosial karena semiotika

ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa

lambang dan kalimat. Ilmu ini menganggap bahwa kejadian sosial di

masyarakat adalah tanda atau simbol yang dihasilkan oleh manusia melalui

media massa, salah satunya media online. Sehingga kejadian sosial disini yaitu fenomena aliran sesat Ormas Gafatar yang akan menghasilkan tanda

atau simbol dalam bentuk tulisan di situs Detik.com dan Republika Online. Semiotika sosial merupakan sebuah metode yang digunakan untuk

mengetahui bagaimana sebuah masalah dan orang diwacanakan dalam

(20)

yang digunakan, sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan

dengan atribut sosial mereka, dan dengan mengamati simbol-simbol yang

digunakan.13 Artinya dalam penelitian menggunakan analisis semiotika sosial, M.A.K Halliday memberi tekanan pada konteks sosial dan memiliki

tiga unsur yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana yang

memperjelas suatu ideologi umum dari pandangan sosial dan kebudayaan,

juga agama.

Penulisan ini penting untuk mengetahui bagaimana Detik.com dan

Republika Online mewacanakan teks pada berita mengenai aliran sesat Ormas Gafatar. Antara Detik.com dan Republika Online memiliki karakteristik yang berbeda. Masing-masing diantaranya memiliki cara

yang berbeda dalam mewacanakan teks suatu berita dengan tema yang

sama. Seperti pada pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di kedua media

tersebut.

Berdasarkan pada permasalahan diatas, untuk mengetahui

bagaimana cara suatu media online dalam mewacanakan teks berita serta apa pandangan yang disuguhkan kepada khalayak, penulis bermaksud

mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi

dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi

Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online).

13

(21)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya

dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka peneliti

membatasi penelitian ini hanya pada pemberitaan yang dimuat oleh

Detik.com dan Republika Online berkaitan seputar Organisasi Gafatar sebagai aliran sesat. Peneliti menggunakan total 8 berita pilihan (4 berita

pilihan dari masing-masing media) tersebut dalam kurun waktu

pemberitaan tanggal 3 dan 4 Februari 2016.

Dipilihnya tanggal 3 Februari karena pada hari itu merupakan

pengumuman resmi yang disampaikan oleh MUI dalam konferensi pers di

media massa. Sedangkan dipilihnya tanggal 4 peneliti ingin melihat

pemberitaan yang ditampilkan di Detik.com dan Republika Online pasca dikeluarkannya fatwa sesat MUI kepada Gafatar.

Dari keseluruhan berita yang muncul pada tanggal 3 Februari di

kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di

masing-masing media untuk di teliti. Sementara itu hal yang sama juga dilakukan

pada tanggal 4 Februari, dari seluruh berita yang muncul di kedua media

tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-masing media.

Keseluruhan berita yang dipilih terfokus pada persoalan kesesatan Gafatar.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya,

(22)

1. Bagaimana aliran sesat ormas Gafatar diwacanakan dalam

pemberitaan di Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana?

2. Bagaimana perbedaan penyajian wacana dalam pemberitaan Ormas

Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks pemberitaannya?

C.Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cara penyajian wacana aliran sesat Ormas Gafatar di

Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana.

2. Mengetahui perbedaan penyajian wacana aliran sesat dalam

pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks pemberitaannya.

2. Manfaat penelitian

a. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah keilmuan

komunikasi terutama komunikasi massa yang terkait dengan penggunaan

analisis semiotika sosial M.A.K Halliday atas media massa bagi para

(23)

b. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai referensi

tambahan terkait data analisis kepada penelitian sejenis di masa mendatang

terutama untuk mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) dalam

melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika sosial.

D.Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstriktivis. Paradigma ini

memiliki posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang

dihasilkan. Paradigma konstruktivis adalah bagaimana peristiwa atau

realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.14 Kaum konstruktivis menilai, berita adalah hasil dari konstruksi

sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari

wartawan atau media.15

Dengan demikian paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang

tersembunyi dibalik sebuah realitas. Paradigma konstruktivis digunakan

untuk melihat bagaimana realitas mengenai wacana aliran sesat Ormas

Gafatar dalam teks pemberitaan di Detik.com dan Republika Online.

14

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2008), h. 35

15

(24)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah cara pandang yang digunakan dalam

melihat permasalahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif untuk menganalisis isi dan teks media berita di Detik.com dan

Republika Online berhubungan dengan berita aliran sesat Ormas Gafatar. Menurut Sugiyono, metodologi kualitatif merupakan metode

penelitian yang naturalistik karena digunakan untuk meneliti pada kondisi

obyek yang alamiah, (natural setting) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian

lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16 Sehingga pendekatan ini, peneliti dapat menafsirkan makna pada teks berita dengan

menguraikan cara bagaimana media mengkonstrusikan berita tersebut.

Oleh karena itu, karena fokusnya pendekatan penelitian ini adalah

interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya, maka dalam

menggunakan penelitian kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi

gejala dalam keadaan alamiah. Penelitian kualitatif juga berusaha

membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang

lazim digunakan oleh subjek penelitian.17

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013). H. 8-9.

17

(25)

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis

semiotika sosial dengan menggunakan model M.A.K Halliday. Semiotika sosial yakni semiotika yang khusus menelaah lambang, baik lambang

berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut

kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang

terdapat dalam bahasa.18

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa

ini mengkonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita.

Penelitian ini mengenai pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di

Detik.com dan Republika Online.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek yang diteliti adalah tim redaksi Detik.com dan Republika Online, Objek penelitiannya adalah teks berita yang diteliti dikedua media tersebut seputar pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut berita

yang diteliti:

1. Detik.com

a. “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3

Februari 2016 pukul 12:24 WIB.

18

(26)

b. “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan

Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 17:15 WIB.

c. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 12:38 WIB.

d. “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus

Gafatar!”pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 13:25 WIB.

2. Republika Online

a. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi

Rabu, 3 Februari 2016 pukul 14:35 WIB.

b. “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi

pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 21:29 WIB.

c. “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 05:00 WIB.

d. “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” pada edisi Kamis, 4 Februari pukul 12:35 WIB.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi Teks

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode

observasi teks atau document research. Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi teks-teks pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai

(27)

Peneliti mengumpulkan berbagai macam bentuk data yang ada pada

wacana pemberitaan dalam teks pemberitaan kedua media tersebut.

b. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan sebuah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab

sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang

diwawancarai.19

Dalam penelitian ini yang diwawancarai merupakan tim redaksi

dari Detik.com dan Republika Online. Yaitu Ahmad Subarkah selaku asisten redaktur pelaksana Republika Online dan Erwin Dariyanto selaku

News Editor dari Detik.com. Peneliti melakukan wawancara seputar medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana dalam pemberitaan aliran sesat

Gafatar di kedua media tersebut. Hasil wawancara ini kemudian dijadikan

data tambahan dalam proses analisis data.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data dengan cara mengkaji

buku-buku, website, artikel dan lainnya yang berhubungan dengan materi

penelitian dan selanjutnya dijadikan bahan argumen.

19

(28)

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan oleh peneliti

adalah model analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotika.

Pertama, membahas masalah makna (the problem of meaning), yaitu tentang bagaimana orang memahami pesan. Kedua, masalah

tindakan (the problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi

(problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti (sensible).20

Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat

perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu:21

a. Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi pada tindakan sosial yang sedang berlangsung dan apa yang

dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang

sedang terjadi di lapangan peristiwa.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse) menunjuk pada orang-orang yang ambil bagian dan dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, h. 148

21

(29)

itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang

dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.

c. Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (media massa)

menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan

pelibat (orang-orang yang dikutip). Lalu mengenai organisasi simbolik

teks, apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar dan

sebagainya.

E.Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti melakukan pengamatan di Perpustakaan Utama

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta peneliti menemukan

penelitian yang sama dalam skripsi terdahulu yang juga menggunakan

metode analisis semiotika sosial dalam penelitiannya. Diantaranya adalah

sebagai berikut:

1.Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial

Buku Mengenal Islam For Begginers karya Ziauddin Sardar) oleh Inda

Nurshadrina, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2012. Persamaannya yakni pendekatan dan metode analisis

yang digunakan yakni metode analisis semiotika sosial M.A.K

(30)

2.Analisis Semiotika Pemberitaan Pernikahan Beda Agama Pada

Amirandah Dengan Jonas Rivano di Situs Tempo.co oleh Ika Suci Agustin Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan

Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Persamaannya yakni mengkaji teks pemberitaan di media massa dengan

menggunakan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday.

Perbedaannya ada pada Subjek dan Objek Pemberitaan yang dikaji

dalam penelitian.

3.Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al Qiyadah Islamiyah di

Harian Media Indonesia oleh Eri Suhasni Wulandari, Mahasiswi

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, 2008. Persamaanya yakni mengkaji

teks berita seputar aliran sesat di media massa. Perbedaannya terletak

pada metode analisis serta subjek dan objek penelitiannya.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, yaitu berupa latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(31)

konseptualisasi berita, dan mengenai pelarangan keberadaan Aliran sesat

di Indonesia.

BAB III : Gambaran umum, terdapat Sejarah singkat Pers di Indonesia, Gambaran umum Detik.com dan Republika Online. Yaitu berupa sejarah singkat Detik.com dan Republika Online, Visi dan misi, profil pembaca, dan struktur redaksional.

BAB IV : Analisis data, Yaitu berupa berita dan analisis semiotika sosial pada berita di Detik.com dan Republika Online yang di posting pada tanggal 3 dan 4 Februari 2016.

BAB V : Penutup, yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran penulis. Merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam

(32)

20 A.Semiotika Sosial

1. Pengertian Semiotika

Secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani

semeion yang berarti tanda, sedangkan secara terminologis, merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan

seluruh kebudayaan sebagai tanda.1 Secara singkat semiotika dapat diartikan sebagai sebuah studi mengenai tanda (signs). Sebagai suatu metode dari ilmu pengetahuan sosial, semiotika memahami dunia sebagai

sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai „tanda‟.2 Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah „tanda‟ yang diartikan sebagai suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang

bukan dirinya sendiri.3 Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan perasaan dan

sebagainya yang berada di luar diri. Sedangkan makna atau arti adalah

hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Jadi secara singkat

semiotika dapat disebut sebagai studi yang membahas dan mengkaji

1

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 95.

2

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.87.

3

(33)

mengenai tanda dan bagaimana tanda tersebut dihubungkan dengan

makna.

Membahas Semiotika tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan

tanda yang dikemukakan oleh seorang ahli filsafat dari abad sembilan

belas, yakni Charles Sanders Pierce. Teori dari Pierce sering dianggap

sebagai grand theory dalam semiotika karena gagasan Pierce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan yang ada.4 Ia mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda, objek

dan makna. Pierce mengatakan bahwa representasi dari suatu objek

merupakan interpretant. Tanda mewakili objek (referent) yang ada di dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya (interpreter).

Sign

Interpretant Object

Gambar 1: Elemen Makna Pierce

Dalam studi media massa, semiotik tak hanya terbatas sebagai

kerangka teori namun sebagai metode analisis. Misalnya, kita dapat

menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri

4

(34)

atas sign (tanda), object (objek) dan interpretan (interpretant). Menurut pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Objek adalah sesuatu yang

dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak

seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. ketika elemen makna

itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang

sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang hendak dibahas oleh

segitiga makna adalah persoalan tentang bagaimana makna muncul dari

sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan orang saat berkomunikasi.5 Pierce membagi tanda kedalam tiga jenis, yakni icon (ikon), index

(indeks), dan symbol (simbol).6 Ikon dapat diartikan sebagai tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya mengandung kemiripan. Indeks

adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dan

petandanya yang bersifat timbal balik. Sedangkan simbol dapat dimaknai

sebagai tanda yang bersifat arbiter dan konvensional serta menunjukkan

hubungan yang alamiah antara penanda dan petanda.

Selain Pierce, ranah semiotika modern juga mengenal tokoh

Ferdinand de Saussure. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan penting,

terutama dalam penerapan konsep-konsep antara hasil karya yang berkiblat

pada Pierce dan pengikut Saussure di pihak lain. Ketidaksamaan tersebut

terjadi karena perbedaan mendasar yakni Pierce yang notabene seorang

ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh linguistik

5

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 115

6

(35)

umum. Perbedaan inilah yang kemudian memunculkan istilah semiologi

bagi Saussure.

Pemikiran yang paling penting menurut Saussure tentang

pandangannya mengenai tanda dalam konteks semiotik adalah dengan

melakukan perbandingan mengenai apa yang disebut dengan signifier

(penanda) dan signified (petanda). Signifier dapat diartikan sebagai aspek material yakni sesuatu yang bermakna seperti sesuatu yang dapat ditulis

atau dibaca. Signified yakni aspek mental dari bahasa atau gambaran mental dari signifier dan dalam proses memberi makna tersebut disebut dengan signification.7

Selanjutnya, pokok pikiran penting lain yang diwariskan oleh

Saussure adalah mengenai cikal bakal strukturalisme yang kita kenal saat

ini. Pokok pikiran utamanya adalah pada beberapa pasangan konsep

seperti konsepnya tentang bahasa yakni pasangan langue dan parole. Berkenaan dengan langue ini, menurut Komarudin Hidayat dikutip Alex Sobur dimaknai sebagai abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat

sosial budaya, sedangkan parole dimaknai sebagai ekspresi bahasa pada tingkat individu. Kedua, mengenai pendekatan dalam linguistik yakni

sinkronik dan diakronik. Lalu yang ketiga tentang konsepnya mengenai

penanda dan petanda.8

7

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.125.

8

(36)

Sebagai penerus pemikiran Saussure, Roland Barthes mengadaptasi

pemikiran Saussure dengan membuat model sistematis dalam menganalisa

makna dari tanda-tanda. Fokus utamanya adalah gagasan mengenai

signifikansi dua tahap (two order of signification). Signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang kemudian disebut Barthes

sebagai denotasi yakni makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah

istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikansi tahap

kedua. Konotasi memiliki makna subjektif yang menggambarkan interaksi

yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari

pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Secara singkat denotasi adalah

apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan konotasi adalah

bagaimana menggambarkannya. Selanjutnya, pada signifikansi tahap

kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth) mitos dipahami sebagai upaya bagaimana kebudayaan menjelaskan atau

memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9

Sementara itu, tokoh semiotik lainnya, Umberto Eco mengkritisi

berbagai pandangan mengenai semiotik lebih lanjut. Menurutnya berbagai

pandangan yang diberikan oleh Pierce lebih luas dan secara semiotik lebih

berhasil. Semiotik bagi Pierce merupakan suatu tindakan, pengaruh atau

kerjasama tiga subjek yakni tanda, objek dan interpretan, Eco sepakat

9

(37)

dengan Pierce dalam mengartikan interpretan sebagai suatu peristiwa

psikologis dalam pikiran interpreter.10

Selanjutnya, Eco mengungkapkan bahwa pada dasarnya semiotika

sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

berdusta dan menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Menurutnya

tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk

menyatakan kebohongan. Meskipun aneh, namun definisi tersebut secara

langsung menegaskan betapa sentralnya konsep dusta dalam wacana

semiotika, sehingga dusta tampak menjadi prinsip semiotika.11

2. Macam-macam Analisis Semiotika

Menurut Pateda dikutip Alex Sobur sekurang-kurangnya terdapat

Sembilan macam semiotik yang kita kenal saat ini, diantaranya yaitu:12 a)

Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. b)

Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, namun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti

yang disaksikan sekarang. c) Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik yang secara khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh

hewan. d) Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem

10

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 109-110.

11

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 24-25.

12

(38)

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. e) Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda di dalam sebuah narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan. f) Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. g) Semiotik Normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud norma-norma. h) Semiotika Sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh

manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun

lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata

lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. i)

Semiotik Struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday

Banyak sekali kerangka analisis semiotika yang dapat digunakan

dengan kesulitan masing-masing dan harus disesuaikan dengan teks yang

akan diteliti. Namun, untuk lebih mudahnya, bila ingin mengupas makna

dibalik sebuah iklan dan ingin melihat konotasi dan mitos yang

ditimbulkan oleh iklan tersebut, maka sebaiknya menggunakan model

semiotika Pierce atau Roland Barhes. Namun bila ingin melihat sejauh

(39)

maka lebih cocok menggunakan kerangka atau model semiotika sosial

M.A.K Halliday yang lebih sederhana.13

Semiotika sosial merupakan bagian dari metode analisis wacana.

Metode analisis wacana sebagai metodologi penelitian sendiri terbagi atas

beragam metode analisis wacana, baik sebagai Critical Discourse Analysis

(CDA) maupun sebagai analisis teks. Metode analisis wacana sebagai

CDA kita kenal berbagai model seperti CDA model Norman Fairclough

atau CDA Ruth Wodak. Sedangkan metode analisis wacana sebagai

analisis teks terdiri dari semiotika, analisis sosiologis, analisis marxis,

psikoanalisis, analisis framing dan analisis semiotika sosial.14

Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis

masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik.15 Yang pertama adalah masalah makna (the problem of meaning) yaitu cara seseorang memahami sebuah pesan, dan bagaimana struktur yang terkandung dalam

pesan tersebut. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) yaitu pengetahuan bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga,

masalah koherensi (problem of coherence) yaitu cara membentuk suatu pola pembicaraan agar masuk akal dan dapat dipahami.

13

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi h. 29-30.

14

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 79.

15

(40)

Semiotika sosial dijelaskan dalam buku Michael Alexander

Kirkwood Halliday (M.A.K Halliday) yang berjudul Language Social Semiotic sebagai semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud

kata, maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat.16 Dengan kata lain, semiotika sosial ini dapat digunakan sebagai metode

untuk menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.

Pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika

sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa adalah representasi

dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam hal ini istilah semiotik

digunakan untuk memberi batasan terhadap sudut pandang yang digunakan

untuk melihat bahasa, yakni bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem

makna yang bersama-sama membentuk budaya manusia.17

Halliday menekankan bahwa bahasa adalah sebuah produk sosial.

Tidak ada bahasa yang vakum sosial, namun selalu berhubungan erat

dengan aspek sosial. Bahasa sebagai semiotik sosial, dapat diartikan

sebagai menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural, tempat

kebudayaan tersebut ditafsirkan dalam terminologis semiotik sebagai

sebuah sistem informasi. Dalam bahasan yang lebih jelas, bahasa itu tidak

berisi kalimat-kalimat, namun bahasa itu berisi “teks” atau “wacana”, yang

16

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. h. 101.

17Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”

(41)

dapat diartikan sebagai pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa pada hakikatnya adalah mengkaji

teks atau wacana.18

Teks dalam pandangan Halliday dimaknai secara dinamis. Teks

dimaknai sebagai bahasa yang berfungsi yang melaksanakan tugas dalam

konteks situasi. Maka bahasa hidup yang berkaitan dengan konteks situasi

dimaknai sebagai teks. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah

suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi

tertentu.19

Terkait teks, Halliday memberikan penjelasan sebagai berikut

terhadap teks. Pertama, Teks merupakan pilihan semantik dalam konteks sosial yakni suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau

tulis.20 Teks tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun teks dapat diartikan sebagai sesuatu diatas kalimat, namun bagi Halliday itu merupakan salah

tunjuk pada kualitas teks. Dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih

merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Kita

tidak bisa merumuskan teks itu lebih besar atau lebih besar daripada

kalimat atau klausa. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau

klausa tetapi direalisasikan dari kalimat-kalimat.

18Anang Santoso, “

Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”,

h.2.

19

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik sosial. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 13-15.

20

(42)

Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi, yang kemudian disebut Halliday dengan istilah latar depan

(foreground).21 sebuah teks juga merupakan realisasi dari level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan

sebagainya yang dimiliki oleh teks itu, selain dapat direalisasikan dalam

level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis

dan fonologis.

Ketiga, teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni bertemunya semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial

yang saling dipertukarkan yang bisa disebut sebagai proses

sosiosemantis.22 Individu masyarakat adalah seorang pemakna (meaner) melalui tindakan pemaknaan bersama individu lainnya kemudian realitas

diciptakan, dijaga terus menerus dan dimodifikasi. Karena pada intinya

esensi teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna tersebut

terjadilah perjuangan semantik antara individu yang terlibat. Karena

perjuangan tersebut maka makna selalu bersifat ganda. Dengan demikian

pilihan bahasa merupakan perjuangan untuk memilih kode-kode bahasa

tertentu.

21

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 137.

22

(43)

Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks dan situasi menentukan bentuk

dan makna teks karena menurut Halliday makna adalah sistem sosial.23 Dalam pandangan Halliday, teks selalu diliputi oleh dua konteks

yakni konteks situasi dan budaya. Ini berarti bahwa teks selalu menyatu

dalam konteks nya baik dari pembentukan maupun pemahaman. Inilah

yang kemudian berpengaruh terhadap cara pandang terhadap wacana.

Wacana adalah teks dalam konteks bersama-sama. Wacana diproduksi,

dimengerti lalu ditafsirkan dalam konteks tertentu. Titik perhatian analisis

wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama dalam

suatu proses komunikasi. Tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan,

antar teks, situasi karena bahasa selalu berada dalam konteks.24

Dengan demikian, semiotika sosial itu sendiri merupakan suatu

pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi

sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada

hubungan antara bahasa dengan struktur sosial dengan memandang

struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.25

Dalam menganalisis wacana menggunakan pendekatan semiotika

sosial M.A.K Halliday, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian

23

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 141.

24Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”,

h. 12.

25

(44)

penafsiran teks secara kontekstual. Ketiga unsur tersebut kemudian yang

akan menjadi teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis teks

pemberitaan di media massa pada penelitian ini. Ketiga unsur tersebut

adalah:26

1. Medan Wacana (Field of Discourse) yaitu menunjuk pada hal yang sedang terjadi atau sedang berlangsung. Apa yang dijadikan wacana

oleh pelaku yang dalam konteks ini adalah media massa online

mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa.

2. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) yaitu menunjuk kepada orang-orang yang dicantumkan dalam teks berita tersebut, atribut dan

kedudukan sosial mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip

dalam teks berita dan bagaimana sumber tersebut digambarkan sifatnya.

3. Sarana Wacana (Mode of Discourse) yaitu menunjuk pada sarana yang digunakan yakni bagian yang diperankan oleh bahasa. Bagaimana

media massa sebagai komunikator menggunakan gaya bahasa untuk

menggambarkan medan situasi dan pelibat yang dikutip dalam teks

berita. Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar.

26

(45)

B.Konseptualisasi Pemberitaan 1. Pengertian Berita

Menurut KBBI definisi berita yaitu cerita atau keterangan

mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.27 Satu hal yang perlu dicermati dalam kalimat tersebut adalah kejadian atau peristiwa yang

hangat. Hangat tentu saja memberi pengertian bagi kita yaitu sesuatu yang

baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak.

Berita dapat didefinisikan sebagai laporan mengenai sebuah

peristiwa, kejadian, gagasan, maupun fakta yang menarik perhatian dan

bersifat penting. Dalam konteks berita yang dimuat di media massa

tentunya merupakan hal penting yang disampaikan dan dimuat oleh media

massa agar diketahui dan menjadi kesadaran umum.28

Sebuah fakta menjadi sebuah berita ketika dilaporkan, artinya jika

tidak dilaporkan dan diberitahukan melalui media massa dan tidak

disampaikan kepada khalayak umum untuk diketahui, maka hal tersebut

bukanlah sebuah berita. Karena fakta yang tidak menjadi kesadaran umum

tersebut adalah fakta yang tersembunyi.29

Sementara itu menurut Sudirman Tebba, secara singkat

menyatakan bahwa berita merupakan jalan cerita tentang peristiwa. Oleh

sebab itu menurutnya peristiwa dan jalan cerita merupakan dua hal

27

http://kbbi.web.id/berita Diakses pada 7 Agustus 2016 Pukul 20:30 WIB.

28

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h.26.

29

(46)

penting. Sebuah peristiwa tanpa jalan cerita bukan merupakan sebuah

berita dan cerita tanpa peristiwa juga bukan berita.30

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan diatas, kita

dapat menarik kesimpulan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai

sebuah kejadian atau peristiwa penting yang baru saja terjadi serta

memiliki jalan cerita yang kemudian disampaikan kepada khalayak umum.

2. Nilai Berita

Ada beberapa elemen tertentu yang harus dipenuhi untuk

menjadikan sebuah berita menjadi bernilai. Nilai sebuah berita ditentukan

oleh seberapa jauh hal-hal tersebut dapat dipenuhi yang kemudian akan

menjadi tolak ukur penting atau tidaknya sebuah berita. Beberapa hal

tersebut merupakan elemen nilai berita yang membuat berita memiliki

daya tarik.

Hal-hal yang harus dimiliki sebuah berita diantaranya adalah harus

memiliki accuracy, yakni sebuah berita haruslah akurat, cermat dan teliti tidak asal dan menimbulkan kebingungan. Kemudian universality, yakni sebuah berita haruslah berlaku umum. Selanjutnya, fairness, yakni sebuah berita harus lah bersifat jujur, artinya sebuah berita berisi nilai-nilai

kebenaran dan bukan sebuah kebohongan untuk publik, serta harus adil

dan tidak memihak salah satu pihak saja. Humanity, yakni sebuah berita memiliki nilai kemanusiaan di dalamnya. Dan yang terakhir adalah

30

(47)

immediate yaitu segera, artinya berita harus segera sampaikan agar selalu menjadi kabar yang hangat dan aktual.31

Menurut Septiawan Santana beberapa elemen nilai berita yang

mendasari pelaporan kisah berita diantaranya adalah:32

1. Immediacy, yaitu hal yang berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau kerap disebut timeliness. Unsur waktu merupakan hal yang sangat penting dalam berita karena sebuah berita sering

dinyatakan sebagai peristiwa yang dilaporkan dan baru saja terjadi.

2. Proximity, yaitu berkaitan dengan kedekatan dengan pembaca. Orang-orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut peristiwa disekitar

mereka dan dalam keseharian mereka.

3. Consequence, yaitu berkaitan dengan konsekuensi dalam berita dan berpengaruh bagi khalayak.

4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik di dalamnya seperti perang, demonstrasi, criminal, perseteruan dan

sebagainya.

5. Oddity, yaitu berita yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tidak biasa dan jarang ditemui yang akan jadi perhatian masyarakat.

6. Sex, yaitu berkaitan dengan skandal yang ada di dalam pemberitaan.

31

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.26.

32

(48)

7. Emotion, yaitu yang sering dikenal dengan sebutan human interest, yakni kisah yang menyentuh nilai kemanusiaan di dalamnya seperti

kesedihan, kemarahan, simpati, cinta dan sebagainya.

8. Prominence, yaitu berkaitan dengan unsur keterkenalan seseorang, tokoh maupun orang-orang penting di dalam berita.

9. Suspense, yaitu berkaitan dengan sesutau peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

10.Progress, yaitu berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa.

3. Teknis Penulisan Berita

Dalam penulisan berita, wartawan kerap menggunakan bahas

ajurnalistik sesuai dengan karakter atau gaya tulisannya. Bahasa jurnalistik

merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers

dalam penulisan di media massa yang juga kerap disebut bahasa pers.

Dalam penulisan di media massa, bahasa jurnalistik juga disesuaikan

dengan jenis beritanya. Kini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan

untuk menulis berita ekonomi, politik, tajuk rencana dan lainnya

disesuaikan dengan angle tulisan, sumber berita dan keterbatasan media massa.33

Dalam penggunaannya, menurut J.S badudu yang dikutip Eni

Setiati, bahasa jurnalistik memiliki cirri khas tersendiri diantaranya adalah

33

(49)

singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik. Serta tetap

berpedoman pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.34

Dalam kaidah penulisan berita dikenal teknik penulisan yang sering

digunakan yakni teknik penulisan piramida terbalik. Suatu teknik

penulisan yang dalam konteks menulis berita harus dimulai dari hal yang

terpenting dengan porsi yang lebih banyak hingga mengerucut kebawah

dengan menuliskan hal-hal yang kurang penting atau sebagai pelengkap

dengan porsi yang lebih sedikit.

Bentuk piramida terbalik ini membuat jurnalis harus segera

mengurutkan laporan beritanya. bagian atasnya lebar, bagian bawahnya

kemudian menyempit. Isi berita ditekankan pada bagian awal, selanjutnya

semakin ke bawah menuju bagian akhir semakin tidak penting dengan

sisipan keterangan. Bagian yang paling atas merupakan ruang penulis

untuk ringkasan isi berita (summary statement), kemudian dilanjutkan dengan penjelasan, yakni pengembangan detil-detil, fakta dan

sebagainya.35

34

Eni Seiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset, 2005) h. 87.

35

(50)

Sangat Penting

Penting

Tidak Penting

Gambar 2: Piramida Terbalik Pemberitaan

Kemampuan seorang jurnalis dalam menulis berita diuji pada

bagian lead ini. Karena lead merupakan paragraf awal atau pembukaan yang meringkas keseluruhan isi berita. Apabila dalam lead ini penulisannya dianggap tidak menarik, maka jangan harap isi berita akan

dibaca. Karena dengan membaca dua paragraph di awal saja pembaca bisa

mengetahui inti informasi tersebut. Sehingga jika isinya menarik tentu

pembaca akan membaca berita secara keseluruhan.

Beberapa manfaat dari teknik penulisan piramida terbalik ini antara

lain: Pertama, nilai sebuah berita dapat langsung ditulis tanpa mengunakan penjelasan yang lebih panjang atau detail, sehingga secara singkat

pembaca dapat memahami dari isi berita tanpa harus membaca

keseluruhan isi berita. Kedua, keterbatasan kolom atau ruang memudahkan redaktur atau editor untuk menyederhanakan panjang tulisan berita.36

36

(51)

Dalam teknik penulisan ini, ringkasan pesannya haruslah

mengandung kelengkapan informasi yang mencakup unsur-unsur

pemberitaan yakni menggunakan formula penulisan 5W+1H, yaitu:37 1. Who. Berita harus mengandung unsur siapa. Sebuah berita harus

menyebutkan sumber yang jelas. Sumber siapa tersebut bisa mengacu

kepada individu, kelompok, lembaga dan sebagainya. Karena kita tidak

boleh membuat sebuah berita yang tidak jelas sumbernya yang akan

memunculkan keraguan akan kebenaran berita tersebut.

2. What. Setelah mengetahui sumber berita, selanjutnya penting untuk mengetahui apa yang dikatakannya, who to say what. Dengan kata lain, apa adalah mencari tahu hal yang menjadi topik berita tersebut.

Jika menyangkut suatu peristiwa atau kejadian, yang menjadi apa

adalah kejadian atau peristiwa itu.

3. Where. Berita juga harus merujuk pada tempat kejadian; dimana terjadinya peristiwa tersebut.

4. When. Unsur penting berikutnya yang harus terkandung dalam isi berita adalah kapan terjadinya peristiwa tersebut.

5. Why. Kelengkapan unsur sebuah berita harus dapat menjelaskan mengapa peristiwa tersebut sampai terjadi. Hal ini berkaitan dengan

tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai penyebab

terjadinya suatu peristiwa. Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu

saja dan selalu punya alasan mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa

37

Gambar

Tabel 4.6  Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ........
Gambar 2.1 Elemen Makna Pierce .....................................................................22 Gambar 2.2 Piramida Terbalik Pemberitaan .......................................................37
Gambaran umum Detik.com dan Republika Online. Yaitu berupa sejarah
Gambar 1: Elemen Makna Pierce
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan analisis isi kuantitatif pada teks-teks berita yang bersifat hardnews tentang pemberitaan korupsi Wisma Atlet

yang diberi judul “ Konstruksi Realitas Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan Korupsi M Nazaruddin di Harian Republika)” ini merupakan salah satu syarat yang harus

Untuk menganalisis berita dari masing-masing media online dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis semiotika sosial dengan menggunakan model

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini yang berjudul “ Agenda Pemberitaan Media Terkait Kasus Penistaan Agama Analisis Isi Kuantitatif Harian Kompas dan Republika” adalah

Berdasarkan hasil penemuan dari analisis teks pemberitaan pada headline surat kabar Republika mengenai dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektifitas berita pada media online tempo.com dalam pemberitaan mengenai pailit yang dialami oleh PT.. Landasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis teks berita tentang kaum homoseksual di Tempo.co dan Republika Online, untuk mengetahui citra

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis teks berita tentang kaum homoseksual di Tempo.co dan Republika Online, untuk mengetahui citra