• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA HOMOSEKSUAL DALAM MEDIA MASSA ONLINE NASIONAL (Analisis Framing tentang Citra Homoseksual dalam Tempo.co dan Republika Online)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CITRA HOMOSEKSUAL DALAM MEDIA MASSA ONLINE NASIONAL (Analisis Framing tentang Citra Homoseksual dalam Tempo.co dan Republika Online)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

CITRA HOMOSEKSUAL DALAM MEDIA MASSA ONLINE NASIONAL (Analisis Framing tentang Citra Homoseksual dalam

Tempo.co dan Republika Online)

WAN ULFA NUR ZUHRA

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Citra Homoseksual dalam Media Massa Online Nasional (Analisis Framing Citra Homoseksual dalam Tempo.co dan Republika Online). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis teks berita tentang kaum homoseksual di Tempo.co dan Republika Online, untuk mengetahui citra kaum homoseksual yang dibentuk kedua portal berita dan untuk mengetahui makna tersirat atau laten yang tidak ditampilkan secara nyata dalam pemberitaan tentang kaum homoseksual.

Pemelitian ini menggunakan analisis framing. Analisis framing merupakan analisis teks media yang bersifat deskriptif dan dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Adapun analisis framing yang akan digunakan dalam penelitian adalah model analisis framing dari Gamson dan Modigliani. Model ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media seperti berita dan artikel terdiri atas interpretative package yang mengandung konstruksi makna tertentu. Teori yang digunakan adalah media massa dan konstruksi sosial, berita, bahasa dan konstruksi realitas, analisis framing, dan homoseksual.

Dari penelitian ini, Republika Online menggambarkan citra kaum homoseksual yang sadis, cenderung melakukan kekerasan dan harus dijauhi karena bertentangan dengan agama. Selain menggambarkan homoseksual yang cenderung melakukan kekerasan, Tempo.co juga menekankan bahwa menjadi homoseksual adalah sebuah pilihan, bukan takdir dari Tuhan.

(2)

1 PENDAHULUAN

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama. Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis (http://www.apa.org/helpcenter/sexual-orientation.aspx. Diakses pada 13 Maret 2012, 22.46)

Secara psikologis, kaum homoseksual tidak dianggap ‗sakit‘. Mereka normal, sama seperti kaum heteroseksual. Homoseksual sudah bukan lagi merupakan sebuah penyimpangan. Dalam DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder/ buku acuan diagnostik secara statistikal dalam menentukan gangguan kejiwaan), tidak ditemukan lagi homoseksual sebagai gangguan kejiwaan dengan alasan bahwa kaum homoseksual tidak merasterganggu dengan orientasi seksualnya, bahkan bisa merasa bahagia dengan orientasi seksualnya tersebut. DSM adalah buku panduan psikologi dalam menentukan normal tidaknya sebuah perilaku.

Sebelumnya pada DSM I (1952) menyatakan bahwa homoseksual adalah gangguan sosio phatik, artinya perilaku homoseksual tidak sesuai dengan norma sosial, sehingga merupakan perilaku yang abnormal. Pada DSM II (1968) menyatakan bahwa homoseksual adalah penyimpangan seks (sex deviation), dipindahkan dari kategori gangguan sosio phatik. Tahun 1973, DSM III diterbitkan, pada DSM III ini homoseksual dikatakan gangguan jika orientasi seksualnya itu mengganggu dirinya. Namun pada revisi DSM III homoseksual sudah dihapus sebagai sebuah gangguan. Bahkan menurut Robert L. Spitzer (Ketua Komite Pembuatan DSM III saat itu) menyatakan bahwa homoseksualitas adalah sebuah variasi orientasi seksual. Tidak lebih dari itu.

(3)

2

Namun, kenyataan di masyarakat homoseksual dianggap sebagai momok dan harus dijauhi. Baik masyarakat yang tinggal di kota metropolitan—di mana nilai-nilai global yang telah membuka celah penerimaan kaum homoseksual dimungkinkan berpenetrasi lebih banyak—maupun masyarakat di daerah terpencil kerap mengucilkan kaum homoseksual. Kontroversi fenomena homoseksual dapat menular ke orang lain menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat merasa perlu menjauhi kaum tersebut.

Kenyataan di masyarakat ini bisa jadi juga dipengaruhi pandangan agama. Agama apapun di Indonesia menganggap homoseksualitas adalah suatu penyimpangan. Berangkat dari ajaran agama, kaum homoseksual dianggap aneh, tidak normal, menyimpang, hingga mereka dijauhi atau dikucilkan. Hal ini berdampak pada ketakutan kaum homoseksual menunjukkan jati dirinya. Pemberitaan dan konstruksi kaum homoseksual di media massa pun pasti memengaruhi pandangan masyarakat.

Media massa merupakan agen sosialisasi sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lain. Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak secara langsung terjadi, namun cukup signifikan dalam memengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi maupun konatifnya (Gabner, 2007: 8).

Media massa mempunyai peran penting dalam pencitraan. Media massa dapat membentuk pencitraan tertentu dari suatu peristiwa atau suatu kelompok dan dipahami sebagai kebenaran umum dalam masyarakat. Simbol-simbol atau istilah yang terus menerus diulang menciptakan citra tersendiri tentang sesuatu di mata masyarakat.

Pencitraan yang sudah begitu melekat dalam benak masyarakat ini kemudian berkembang menjadi stereotip yang kemudian diteruskan intra dan inter generasi (Gabner, 2007: 9). Misal, teroris itu identik dengan janggut dan sorban. Foto atau video teroris berjanggut dan bersorban menanamkan pemahaman di masyarakat kalau teroris itu berjanggut dan bersorban.

Begitu juga dengan citra kaum homoseksual, salah satu stereotip yang berkembang dalam masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai kaum

(4)

3

homoseksual yang dianggap menyimpang dari norma. Selain dianggap menyimpang, beberapa pemberitaan tentang kasus kriminal yang dilakukan kaum homoseksual juga kerap membuat masyarakat menarik kesimpulan bahwa homoseksual cenderung melakukan kekerasan.

Media massa mengarahkan opini khalayak lewat proses framing dan sekaligus menanamkan stereotipe kepada mereka bahwa homoseksual kerap identik dengan kekerasan. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat untuk berhubungan atau bersosialisasi dengan kaum LGBT. Ketika akses untuk bersosialisasi semakin terhambat, kaum LGBT akan memiliki self esteem yang rendah dan perasaan bersalah yang terus menerus karena ditekan oleh masyarakat (Kirnandita, 2010: 10).

Bagimana media menyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu (Eriyanto, 2002: 217). Pencitraan negatif atau stereotiping oleh media massa dan pemahaman masyarakat seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dilepaskan. Sekali media massa menanamkan suatu stereotipe tertentu dan masyarakat mengamininya, maka hal ini yang akan diteruskan ke generasi selanjutnya.

Republika Online dan Tempo.co adalah dua portal berita nasional. Keduanya adalah media besar yang juga memiliki versi cetak. Tempo.co memiliki Koran Tempo dan Majalah Tempo, Republika Online memiliki Harian Republika. Republika Online dan Tempo.co memiliki latar belakang ideologi yang berbeda. Republika Online cenderung lebih islami. Terlihat dari judul-judul beritanya yang sering menggunakan ungkapan-ungkapan khas muslim, seperti Alhamdulillah, Astaghfirullah atau Subhanallah. Sementara Tempo.co tak membawa latar belakang agama apapun.

Untuk melihat citra kaum homoseksual di media massa online, kedua portal berita nasional ini dirasa cukup bisa mewakili. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat citra kaum homoseksual dalam Republika Online dan Tempo.co dan akan melihat bagaimanakan Tempo.co dan Republika Online mengkonstruksi citra kaum homoseksual?

(5)

4 KAJIAN LITERATUR

Media Massa dan Konstruksi Sosial

Realitas sosial adalah hasil konstruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.

Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192).

Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).

Pada kenyataannya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa membuat gambaran tentang realitas. Untuk itu, peneliti menggunakan paradigma ini sebagai pandangan dasar untuk melihat bagaimana Tempo.co dan Republika Online memaknai, memahami dan kemudian membingkai citra kaum homoseksual ke dalam bentuk teks berita.

(6)

5 Berita, Bahasa dan Konstruksi Realitas

Kejadian atau peristiwa yang menghasilkan fakta sangat banyak. Tetapi, tidak semua peristiwa tersebut dapat ditulis dan dikategorikan sebagai sebuah berita jurnalistik. Karena itu, berita pada dasarnya adalah peristiwa yang sudah ditentukan sebagai berita. Ia bukan peristiwa itu sendiri.

Ashadi Siregar dalam buku Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa memberikan pendapat mengenai unsur-unsur nilai berita (news value) dan layak berita (news worthy). Unsur-unsur tersebut yaitu pertama, significance (penting). Unsur ini terlihat ketika kejadian atau peristiwa yang ada memengaruhi kehidupan masyarakat. Atau setidaknya memengaruhi kehidupan pembaca. Kedua, magnitude (besar). Unsur ini ada dalam kejadian mengenai angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak. Ketiga, timeless (waktu). Ini menyangkut tentang aktualitas sebuah kejadian, terutama mengenai baru dan tidaknya sebuah peristiwa. Keempat, proximity (kedekatan). Kedekatan yang dimaksud adalah kedekatan terhadap pembaca yang berada dalam lingkungannya. Bisa kedekatan secara emosional, maupun secara geografis. Kelima, prominence (tenar). Kejadian yang menyangkut orang, benda maupun tempat yang terkenal dan berpengaruh bagi banyak orang. Keenam, human interest (manusiawi). Ini berkaitan dengan hal-hal yang menyentuh perasaan atau emosi pembaca.

Sementara itu, Bill Kovach dan Tom Rosensteil memberikan sembilan elemen jurnalisme dalam bukunya The Elements of Journalism. Elemen-elemen ini adalah standar nilai berita dan layak berita yang didasarkan pada wawancara dengan 400 wartawan di seluruh dunia. Sembilan elemen jurnalisme tersebut yaitu, (1) kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran; (2) loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat; (3) intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi; (4) praktisi jurnalisme (wartawan) harus menjaga independensi terhadap narasumber berita; (5) jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan; (6) jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat; (7) jurnalisme memberitakan hal yang penting menjadi menarik dan relevan; (8) jurnalisme

(7)

6

menyiarkan berita komprehensif dan proporsional; (9) mengikuti hari nurani. Untuk bisa memenuhi nilai berita dan layak berita, sebuah peristiwa tidak harus memenuhi semua unsur di atas. Ia bisa memenuhi semua unsur, tetapi juga bisa hanya memenuhi beberapa unsur. Hal ini biasanya sesuai dengan hak prerogatif penerbitan pers dalam menentukan kebijakan redaksionalnya untuk menentukan unsur-unsur tersebut.

Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan proses pembingkaian (framing) berita setelah nilai berita (news values) dan layak berita (news worthy) dipenuhi. Wartawan tidak melakukan pembingkaian dalam keseluruhan teks berita. Hanya di beberapa bagian saja dalam struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan wacana yang dikonstruksi oleh wartawan.

Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 162).

Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks yan dikomunikasikan sedemikian rupa hingga mempromosikan sebuah

(8)

7

definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan merekomendasi penanganannya (Entman, 1993:52).

Framing secara esensial, menurut Robert M. Entman meliputi penyeleksian dan penonjolan. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi frames adalah mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan penyelesaian masalah dengan tujuan memberi penekanan tertentu terhadap apa yang diwacanakan.

Definisi lain tentang framing dikemukakan oleh Gamson dan Modgliani. Mereka berpendapat bahwa frame adalah cara bercerita yang menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana (Gamson dan Modigliani, 1989:3).

Homoseksualitas

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.

Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam orientasi seksual manusia. (http://www.apa.org. Diakses pada 13 Maret 2012, 22.47)

Gay umumnya mengacu pada homoseksualitas laki-laki, tetapi dapat digunakan secara luas untuk merujuk kepada semua orang LGBT. Dalam konteks seksualitas, lesbian, hanya merujuk pada homoseksualitas perempuan.

(9)

8

Kata "lesbian" berasal dari nama pulau Yunani Lesbos, di mana penyair Sapfo banyak sekali menulis tentang hubungan emosionalnya dengan wanita muda.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan konteks framing.

Tidak seperti analisis isi konvensional yang secara tipikal difokuskan pada muatan

isi teks berita yang manifest, analisis framing lebih difokuskan pada

komentar-komentar interpretative di sekitar isi manifest tersebut.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi dokumenter, yaitu data unit analisis dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis pada Online dan Tempo.co yang memuat berita dan artikel tentang homoseksual. Berita-berita terkait kemudian dikliping dan selanjutnya dilakukan analis data.

b. Studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

Penelitian ini menggunakan model framing milik Gamson dan Modigliani. Gamson mendefinisikan frame sebagai organisasi gagasan sentral atau alur cerita yang mengarahkan makna peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu.

Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami media sebagai satu gagasan interpretasi (interpretative package) saat mengkonstruksi dan memberi makna pada suatu isu. Model ini didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media seperti berita dan artikel terdiri atas interpretative package yang mengandung konstruksi makna tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur yaitu Core Frame dan Condensing Symbols.

(10)

9

Core frame (gagasan sentral) pada dasarnya berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa dan mengarahkan makna isu yang dibangun condensing symbol. Condensing symbol (simbol yang dimampatkan) adalah hasil pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik (framing device dan reasoning devices) sebagai dasar digunakannya perspektif simbol dalam wacana terlihat transparan apabila dalam dirinya terdapat perangkat bermakna yang mampu berperan sebagai panduan untuk menggantikannya sesuatu yang lain.

Struktur framing devices mencakup metaphors, exemplars, catchphrases, depiction dan visual images. Struktur ini menekankan aspek bagaimana melihat suatu isu. Metaphors diartikan sebagai cara memindahkan makna dengan menghubungkan dua fakta melalui analog atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan acuan. Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif. Catchphrases adalah istilah, bentukan kata atau frase khas cerminan fakta yang merujuk atau semangat tertentu. Depiction adalah penggambaran fakta dengan memakai kata, istilah dan kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Visual Images seperti pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun dan lainnya digunakan untuk mengekspresikan kesan.

Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara melihat isu yakni dengan roots (analisis kausal) dan appeal to principle (klaim moral). Roots adalah pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya adalah membenarkan penyimpulan fakta berdasarkan hubungan sebab-akibat yang digambarkan. Appeal to principle adalah pemikiran prinsip yang digunakan sebagai argumentasi pembenaran membangun berita berupa pepatah, cerita rakyat atau mitos. Tujuannya adalah membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi.

(11)
(12)

11

homoseksual cenderung melakukan tindak kekerasan. Teks ke dua berjudul Baru Sehari Bekerja, Mujianto Disetubuhi Majikan. Frame yang dibentuk berita tersebut adalah Mujianto menjadi seorang homoseksual bukan disebabkan gen atau bawaan lahir, tapi lingkungan dan pengalaman.

Teks ke tiga yang dianalisis berjudul Cinthya Nixon: Gay Adalah Pilihan. Dari berita ini terbentuk frame menjadi seorang homoseksual adalah pilihan, bukan takdir dari Tuhan. FA Kampanye Bela Hak Pemain Gay menjadi judul teks ke empat dari Tempo.co yang dianalisis. Dari berita tersebut terbentuk bingkai kaum homoseksual tak boleh didiskriminasi dan homophobia adalah perilaku yang tidak terpuji. Teks ke lima berjudul Vatikan Kecam Pernikaha Gay. Frame yang dibentuk adalah manusia harus diselamatkan dari kaum homoseksual.

Dari sembilan teks yang dianalisis, empat berasal dari Republika Online dan lima dari Tempo.co. Keduanya memiliki frame yang hampir sama dalam memberitakan kaum homoseksual. Perbedaannya, Tempo.co lebih menekankan kalau menjadi gay atau lesbian adalah sebuah pilihan, bukan takdir dari Tuhan dan menolak homophobia. Sedangkan Republika Online menyiratkan kalau homoseksual adalah sebuah budaya liar yang dapat menular dan merusak masyarakat.

Dalam memberitakan kasus Mujianto dan Ryan Jombang, kedua portal berita ini memiliki frame yang sama, kaum homoseksual digambarkan sebagai sosok sadis, cenderung melakukan tindak kekerasan, sensitif dan memiliki rasa cemburu yang tinggi. Frase ―Aksi pembunuhan yang didasari adanya hubungan sesama jenis‖ dalam berita berjudul $NVL 3HPEXQXKDQ DOD 5\DQ -DJDO¶ di Nganjuk Didalami Polisi jelas menggambarkan bahwa hubungan sesama jenislah yang memicu aksi pembunuhan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini bermaksud menjawab tiga pertanyaan besar. Pertama, bagaimanakan Republika Online dan Tempo.co memberitakan kaum homoseksual? Ke dua, bagaimana citra kaum homoseksual yang dibentuk oleh

(13)
(14)

13

istilah yang terus menerus diulang menciptakan citra tersendiri tentang sesuatu di mata masyarakat.

Berita yang ditampilkan oleh media massa adalah produk simbolik yang diproduksi berdasarkan subjektivitas wartawan dan pengelola media. Terkait pemberitaan mengenai kaum homoseksual, media massa harusnya lebih hati-hati dan pintar dalam membingkai pemberitaan. Isu tentang homoseksual adalah isu yang sensitif dan memang masih menimbulkan perdebatan. Jangan sampai pemberitaan di media massa membuat kaum homoseksual mendapat diskriminasi di masyarakat. Sebab diskriminasi atas dasar apapun adalah sebuah kejahatan.

DAFTAR REFERENSI

Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press

Faircloug, Norman. 1995. Media Discourse. New York: Edward Arnold. Gerbner, George. 2007. Cultivation Analysis dalam West and Turner. Introducing Communication Theory. New York: McGraw Hill.

Kaplan, M. 1997. Sexual Justice: Democratic Citizenship and the

Politics of Desire. New York: Routledge

Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2001. Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta: Yayasan Pantau.

Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitan Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Pamela, J. Shoemaker. 1996. The Message: Theories of Influence on Mass Media Content. USA: Longman Publisher.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Saripudin dan Qusyaini Hasan. 2003. Tomy Winata dalam Citra Media (Analisis Berita Pers Indonesia). Jakarta: Jari.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Bahan uji yang digunakan adalah senyawa kitosan sedangkan bakteri uji adalah biakan Neisseria gonorrhoeae yang didapatkan dari pasien gonore yang ada di Puskesmas Kom

Berdasarkan temuan secara praktis dari hasil penelitian dan didukung oleh beberapa penemuan hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kondisi perkembangan nilai

Ketiga, keputusan direlokasikannya warga Syiah ke pengungsian memberikan menimbulkan sejumlah dampak sosial bagi pengungsi: Kehilangan tempat tinggal untuk sementara

STRATEGI GURU PEMBIMBING EKSTRAKURIKULER ROBOTIK DALAM MENANAMKAN KECERDASAN SPIRITUAL DI MTs AL- MA’ARIF PONDOK PESANTREN SALAFIYAH AS- SYAFI’IYAH PANGGUNG

Konflik ini dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak selalu sama sehingga konflik dapat terjadi antara individu maupun

6 “ABIM bantu mangsa gempa di Sumatera, ”Angkatan Belia Islam Malaysia, 2009 http://abimperak blogspot.com/2009/10/abim-bantu-mangsa-gempa-di-sumatera.html.. 106 yang secara tidak

Pada uji hipotesis terkait pengaruh status identitas diri terhadap orientasi masa depan siswa kelas 2 MAN 2 Pasuruan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa uji

Hasil analisis statistik faktor yang mempengaruhi produktivitas padi sawah di Jawa Barat menunjukkan variabel ketinggian tempat dan curah hujan berpengaruh nyata terhadap