• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN JOB STRESS PADA PERAWAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN JOB STRESS PADA PERAWAT"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai salah satu unsur

kesejahteraan umum, besar artinya bagi pengembangan sumber daya manusia

Indonesia seutuhnya. Masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang diharapkan

mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta

memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya. Rumah sakit merupakan salah satu

sarana kesehatan sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan

tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter saja, tetapi juga

ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi,

administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan (Djaja, 2006).

Rumah sakit sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang jasa

pelayanan kesehatan telah mengalami beberapa perubahan yang mendasar. Pada awal

perkembangan rumah sakit adalah sebuah lembaga yang bersifat social. Tetapi

dengan masuknya rumah sakit swasta serta pemodal baik yang berasal dari dalam

negeri maupun asing, menjadikan rumah sakit lebih mengacu sebagai industri yang

bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan kini berkembang

di rumah sakit bukan saja menyangkut masalah bangunannya (seperti ruang,

kompleksitas, jumlah unit), jumlah kualifikasi staf medis atau non medis, system

keuangan serta sistem informasi, tetapi menyangkut pula pada kualitas pelayanan

kesehatan dalam memberikan pelayanan (Prihatini, 2008).

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi 24 jam

sehari. Rumah sakit membuat pemisahan terhadap pelayanan perawatan pasien yaitu

pelayanan pasien yang memerlukan penanganan emergensi, tidak emergensi dan

(2)

berinteraksi secara langsung dengan pasien adalah perawat yang berjumlah 60%,

sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat dinilai sebagai

salah satu indikator baik atau buruknya kualitas pelayanan di rumah sakit (Prihatini,

2008). Perawat merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang selalu

ada di setiap rumah sakit. Dari beberapa komponen pelayanan kesehatan yang ada di

rumah sakit, perawat adalah salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi

dengan pasien yang intensitasnya paling tinggi dibandingkan dengan komponen

lainnya.

Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan kepada individu,

keluarga dan masyarakat dituntut untuk memberi pelayanan dengan mutu yang baik.

Untuk itu dibutuhkan kecekatan dan keterampilan serta kesiagaan setiap saat dari

seorang perawat dalam menangani pasien, kondisi ini akan membuat seorang

perawat akan lebih mudah mengalami stress, seperti yang disebutkan Hamid (dalam

Djaja, 2006). Perawat dalam menjalankan profesinya sangat rawan terhadap stres,

kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan interaksinya

dengan pekerjaan yang sering mendatangkan konflik atas apa yang dilakukan.

Nursalam (2002) mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat

bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan

tempat tidur pasien, mendorong brankart, dan yang bersifat mental yaitu

kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap

kesembuhan, mengurus keluarga serta harus menjalin komunikasi dengan pasien.

Seorang perawat diharapkan bersikap penuh perhatian dan kasih sayang

terhadap pasien maupun keluarga pasien dalam melaksanakan tugasnya, namun pada

kenyataannya di masa sekarang ini masih banyak dijumpai keluhan masyarakat

tentang buruknya kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat, yang

ditulis di berbagai media masa. Menurut Kariyoso (1994) di masa sekarang ini masih

saja ada stigma yang berkembang di masyarakat yang menyatakan bahwa perawat

merupakan sosok yang tidak ramah dan tidak bersikap hangat terhadap pasiennya.

Tugas dan tanggung jawab perawat bukan hal yang ringan untuk dipikul. Hal inilah

yang bisa menimbulkan stres kerja pada perawat. Stres yang dihadapi oleh perawat di

(3)

diberikan kepada pasien. Stres kerja akan berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis

dan sikap perawat (Robbins, 2004).

Dalam menjalankan profesinya perawat rawan terhadap stress. Berdasarkan

survey di Perancis (dalam Frasser, seperti yang diungkap Prihatini, 2008) ditemukan

bahwa persentase kejadian stress sekitar 74% dialami perawat. Sedangkan di

Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (seperti yang diungkap Prihatini, 2008), terdapat 50,9% perawat

mengalami stress kerja. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan nyeri otot dan sendi,

jantung berdebar, mudah marah, sulit berkonsentrasi, apatis, perasaan lelah, serta

nafsu makan menurun.

Terdapat berbagai factor penyebab stress. Menurut Hurrel (dalam Munandar,

2006) factor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stress dikelompokkan dalam

lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam

organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan

organisasi. Pertama, kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan

tugas, untuk fisik misalnya kebisingan, panas, sedangkan tugas mencakup beban

kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko dan bahaya. Kedua, peran individu

dalam organisasi artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang

harus dilakukan dengan peraturan yang ada. Ketiga, pengembangan karier

merupakan pembangkit stress potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan,

promosi berlebih atau promosi yang kurang. Keempat, hubungan dalam pekerjaan

yang tidak baik terlihat dari kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam

pemecahan masalah organisasi. Sedangkan untuk yang ke lima yaitu struktur dan

organisasi, kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan

dalam organisasi.

Seperti halnya stress pada umumnya, stress pada perawat dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, diantaranya beban kerja. Menurut Manuaba (dalam Djaja,

2006) beban kerja dapat berupa tuntutan tugas atau pekerjaan, organisasi dan

lingkungan kerja. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ilmi (dalam Djaja,

2006) bahwa terdapat lima besar urutan stressor perawat. Pertama dikarenakan beban

(4)

52,3%, beban kerja yang kurang 48,6%, dan tidak diikutkan dalam pengambilan

keputusan 44,9%.

Tidak dipungkiri bahwa beban kerja yang menjadi tanggung jawab perawat

mempunyai stressor tersendiri. Beban kerja tersebut semakin sering dikerjakan akan

semakin ringan, sebaliknya jika tidak segera dikerjakan akan menumpuk dan hal

tersebut yang akan menimbulkan stress bagi perawat. Perawat yang memiliki

keterbatasan dalam melakukan suatu pekerjaan yang berat akan merasa kesulitan

ketika harus menyelesaikan pekerjaan dalam satu waktu. Kesulitan yang perawat

alami pada akhirnya nanti akan menjadi suatu beban kerja yang ia terima untuk

segera diselesaikan. Namun, ketika ia sadar kalau beban kerjanya merupakan suatu

tanggung jawab yang harus segera ia selesaikan maka ia tidak akan mengalami

stress, sebaliknya ketika ia tidak mampu untuk menyelesaikan beban kerja yang

menjadi tanggung jawabnya, hal demikian yang akan menimbulkan stress tersendiri

karena perasaan terbebani terhadap suatu pekerjaan, tidak peduli pekerjaan tersebut

jangka waktunya lama ataupun pendek (Munandar, 2006).

Selain beban kerja yang dihadapi oleh perawat, stressor lain yang juga

berpengaruh terhadap kinerja perawat adalah ketika perawat itu harus menyesuiakan

diri dengan kemauan dokter dalam menangani pasien. Terkadang dokter-dokter

bekerja sesuai dengan jadwal yang tidak pasti yang dibuat atau disepakati di awal

karena banyaknya pasien yang tidak hanya dari satu rumah sakit saja. Kesulitan yang

dihadapi itu adalah mengikuti alur pemikiran yang dihadapinya dengan dokter,

menyesuaikan resep obat, dan tata cara memberikan perlakuan terhadap pasien. Apa

yang dipelajari oleh perawat biasanya tidak berbeda jauh dengan dokter, namun tata

cara dalam melakukannya yang berbeda (Winarsih, 2008).

Pertemuan yang sering berganti-ganti dengan pasien dan keluarga pasien juga

menjadi sebab sendiri pemicu adanya stress. Perawat harus beradaptasi dengan orang

baru setiap harinya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tidak

mudah untuk dapat langsung berinteraksi dengan mereka, namun perawat harus

melakukan itu untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien.

Menemui karakter pasien yang berbeda setiap harinya akan menjadi sulit ketika

perawat tidak mampu untuk berkembang dan menempatkan diri dengan kondisi yang

(5)

penting untuk bisa dilakukan oleh perawat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan

yang dimiliki oleh rumah sakit. Perawatlah yang nantinya akan focus dan maksimal

dalam memberikan perawatan kepada pasien, dokter hanyalah sebagai perantara

diagnosa yang nantinya akan ditreuskan oleh perawat mengenai bagaimana proses

perawatan dan pemberian pengobatan yang sudah ditetapkan oleh dokter (Faizin,

2008).

Penelitian lain menunjukkan bahwa perawat yang bekerja dengan system shift

merupakan sumber utama dari stress bagi para perawat (Monk & Tepas, dalam

Munandar, 2006). Para perawat shift malamlebih sering mengeluh tentang kelelahan

dan gangguan perut dari pada perawat pagi/siang dan dampak dari kerja shift

terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut.

Pengaruhnya adalah emosional dan biologikal, karena gangguan ritme circadian dari

tidur /daur keadaan bangun, pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin. Menurut

Selye (seperti yang disebut Munandar, 2006) para pekerja yang biasa bekerja shift

lama kelamaan akan merasa berkurang stresnya secara fisik.

Tingkatan stress yang dihadapi oleh perawat akan mempengaruhi kinerja dari

perawat itu sendiri dalam melakukan pelayanan terhadap pasien, yang nantinya akan

digunakan sebagai penentu keberhasilan akhir dari pelayanan yang diterima oleh

pasien (Yuliastutik, 2007). Apabila perawat tidak mampu untuk melakukan coping

terhadap stresnya, kinerja yang dihasilkan akan sangat mengecewakan pasien, pasien

akan merasa sangat dirugikan karena perawat hanya melakukan tugasnya dengan

seadanya tanpa ada rasa pelayanan yang tulus dengan pasien. Sebaliknya, apabila

perawat mampu melakukan coping terhadap stresnya, kinerja yang dihasilkan akan

sangat luar biasa maksimal, pasien tidak akan pernah merasa dikecewakan atau

dirugikan oleh perawat, dan tidak menutup kemungkinan pasien akan nyaman karena

pelayanan yang diberikan memuaskan dan menyembuhkan secara maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (PPNI, 2006) sebanyak 50,9 % perawat Indonesia yang bekerja

mengalami stres kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat

akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai. Sementara

itu, Frasser (1997) menjelaskan bahwa 74 % perawat mengalami kejadian stres, yang

(6)

keterampilan, terutama perawat yang ditempatkan di Instalasi Gawat darurat yang

merupakan unit penting dalam operasional suatu rumah sakit, yaitu sebagai pintu

masuk bagi setiap pelayanan yang beroperasi selama 24 jam selain poliklinik umum

dan spesialis yang hanya melayani pasien pada saat jam kerja. Sebagai ujung tombak

dalam pelayanan keperawatan rumah sakit, IGD harus melayani semua kasus yang

masuk ke rumah sakit. Dengan kompleksitas kerja yang sedemikian rupa, maka

perawat yang bertugas di ruangan ini dituntut untuk memiliki kemampuan lebih di

banding dengan perawat yang melayani pasien di ruang yang lain. Setiap perawat

yang bertugas di ruang IGD wajib membekali diri dengan ilmu pengetahuan,

keterampilan, bahkan dianggap perlu mengikuti pelatihan-pelatihan yang menunjang

kemampuan perawat dalam menangani pasien secara cepat dan tepat sesuai dengan

kasus yang masuk ke IGD. Perawat juga dituntut untuk mampu bekerjasama dengan

tim kesehatan lain serta dapat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien

yang berkaitan dengan kondisi kegawatan kasus di ruang tersebut, kebutuhan akan

sarana dan peralatan yang menunjang pelayanan merupakan hal penting lain yang

harus diperhatikan oleh penyelenggara rumah sakit (RSUD Kota Langsa, dalam

Suhadi, 2009).

Suhadi (2009) juga mengungkapkan bahwa, di IGD RSUD Kota Langsa

diketahui jika beban kerja sangat banyak karena perawat harus melaksnakan asuhan

keperawatan kepada klien, harus melakukan pencatatan dan dokumentasi asuhan

keperawatan klien, mengurus administrasi klien, membawa pasien untuk

pemeriksaan laboratorium dan sebagainya. Perawat juga mengatakan bahwa shift

malam juga menjadi masalah bagi perawat karena harus meninggalkan rumah dan

keluarganya pada malam hari. Tingginya tuntutan akan penyelenggaraan pelayanan

di ruang IGD sering memicu stres kerja pada karyawan/staf yang bertugas di ruang

tersebut, kondisi ini juga dipicu oleh karena kurangnya perhatian dari pimpinan atau

penyelenggara rumah sakit, sarana dan peralatan yang kurang mencukupi,

keterbatasan bahan habis pakai, ketatnya peraturan dan jadwal shiff yang

melelahkan, serta beban kerja yang berlebihan, ditambah dengan kurangnya tenaga

perawat dalam mengantisipasi jumlah kunjungan pasien di ruang IGD, hal ini

tergambar dari jumlah perawat yang bertugas di ruang IGD RSUD Kota Langsa 21

(7)

dengan beberapa pasien yang dirawat diketahui, dalam memberikan pelayanan

kepada pasien perawat sering marah-marah, tidak sabar dalam melakukan tindakan

keperawatan sehingga terkesan kasar, perawat terkesan tidak peduli, waktu perawat

untuk bersenda gurau dengan sesama perawat lebih banyak daripada melakukan

perawatan terhadap pasien. Kondisi ini mengharuskan perawat memahami strategi

koping yang seimbang sesuai masalah yang dihadapi di tempat kerja.

Wongso (dalam Sari & Arrum, 2006) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa tingkat kelelahan emosional tipe kepribadian A dan tipe B tidak berbeda

secara signifikan. Dalam penelitian beberapa perawat, bahwa tingkat stress kerja

perawat dengan kategori tinggi sebesar 4,7%. Stressor pada perawat cukup

bervariasi, stressor lima besarnya adalah beban kerja berlebih sebesar 82,2%,

pemberian upah yang tidak adil 57,3%, beban kerja kurang 48,6%, tidak diikutkan

dalam pengambilan keputusan 44,9%. Cara yang dipakai perawat dalam menghadapi

stressornya adalah menggunakan refresing sebesar 95,3%, karena teknik tersebut

mungkin lebih murah dan bisa dilakukan bersama keluarga. Kepribadian tipe A

cenderung mengalami stress dibandingkan dengan tipe B, karena kepribadian tipe A

sering merasa terburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran

konsentrasi pada lebih satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas

pada hidupnya. Oleh sebab itu orang-orang dengan tipe kepribadian A sering sekali

mengalami stress pada setiap hal yang dilakukan.

Beberapa aspek kehidupan manusia dapat mengurangi potensi untuk

berkembangnya stressor dan membantu individu mengatasi stress. Salah satunya

adalah dengan berhumor. Prevensi tersebut merupakan penjagaan yang pertama

terhadap stress. Usaha-usaha untuk menghindari kemunculan dan mengurangi

dampak stress, antara lain dengan meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan

kontrol pribadi, mengatur kehidupan seseorang agar lebih baik. Pengolahan stress

dengan fokus untuk pengurangan reaksi stress, diantaranya bisa dilakukan dengan

menggunakan teknik relaksasi dan desentisisasi sistematis, biofeedback, modeling,

restrukturisasi kognitif (Ellis), stress-inoculation training (Meichenbaum), terapi

multi-modal, meditasi, hypnosis, yoga (dalam Smet, 1994), terapi tawa dan humor.

Humor dapat mengurangi stress dengan mengambil perubahan dalam bagian

(8)

2004 seperti yang disebut Rumondor, 2007). Menurut Allport, 1937 (seperti yang

disebut Rumondor, 2007) humor memiliki hubungan dengan insight. Seseorang bisa

melihat kembali masalah sederhana dan ketidakberuntungan melalui humor dan

memperoleh perspektif baru hingga ia mampu untuk bisa mengendalikan dirinya

lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Ada aspek tertentu yang terkandung dalam

humor. Humor berfungsi untuk mengurangi ketegangan antara individu dengan

individu yang lain sehingga dalam melakukan interaksi tidak akan ditemukan

suasana kaku. Selain itu, rasa humor yang kita miliki akan mengungkapkan perasaan

kita terhadap orang lain. Dengan humor akan memunculkan suasana hangat sehingga

dapat membuat orang lain nyaman (Rumondor, 2004).

Sekalipun selera humor memiliki dampak positif untuk menurunkan stress,

namun kadang-kadang justru menimbulkan efek negatif, seperti konflik antar teman

bila humor tidak tepat waktu, situasi, dan sasaran. Sejalan dengan literatur yang telah

ada, selera humor dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kepekaan individu dalam

menanggapi humor. Pada konteks akademik ataupun di dunia kerja selera humor

dapat ditingkatkan dengan melihat film humor, membaca notes humor, saling

melontarkan jokes pada teman, atau menonton TV yang menayangkan acara humor

di waktu istirahat (Hartanti, 2008).

Humor merupakan salah satu cara yang digunakan perawat untuk

meminimalisir kondisi kerja atau situasi kerja yang penuh dengan tekanan. Perawat

yang humoris biasanya lebih bisa berinteraksi dengan pasien, karena pola

komunikasi yang mereka lakukan adalah dengan santai dan bahasa yang digunakan

adalah yang mudah dipahami sehingga pasien lebih mudah untuk bisa akrab dengan

perawat. Humor yang dimunculkan tidak perlu yang aneh-aneh, dengan melihat

keadaan di lingkungan sekitar saja sudah bisa digunakan sebagai cara untuk

berhumor. Pasien datang dengan berbagai macam penyakit tentunya ia akan

mempunyai ketakutan dan ketegangan dalam menghadapi penyakitnya. Humor

berfungsi untuk meregangkan otot-otot yang kaku dan tegang. Dengan humor yang

dilakukan oleh perawat misalnya, dengan mengobrol santai dan disertai dengan

kata-kata humor pasien akan merasa aman dan sedikit terlupa dengan penyakitnya.

(9)

pasien merasa kalau penyakit yang dideritanaya akan sembuh, dengan kata lain

humor dapat berfungsi sebagai penyembuhan kepada pasien (Rahmawati, 2004).

Humor memang menimbulkan refleks tertawa dan ternyata tertawa

merupakan obat terbaik untuk melawan stress (Hodgkinson dalam Utomo, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Hasanat (seperti yang disebut Utomo 2007), senyum

(bentuk tertawa yang ringan) yang digunakan sebagai materi utama dalam pelatihan

ekspresi wajah, menunjukkan hasil yang positif mampu mengurangi tingkat depresi

yang dialami subjek. Penelitian Yee dan Othman (dalam Utomo, 2007) juga

menunjukkan bahwa humor akan mengurangi tekanan hidup karena depresi. Humor

berkembang menjadi salah satu coping strategy yang unik bagi manusia untuk

mengatasi stres. Maslow (dalam Utomo, 2007) menyatakan bahwa salah satu

karakteristik self actualizing person adalah memiliki sense of humor. Humor

merupakan mekanisme adaptif tingkat tinggi dan lambang maturitas, karena humor

sering digunakan sebagai salah satu strategi menghadapi masalah (humor as a coping

strategy) (Martin dan Lefcourt, dalam Utomo, 2007).

Kecenderungan yang diakibatkan oleh adanya stress karena kurangnya

pengolahan dan pengaturan stress yang di lakukan dalam menghadapi pekerjaan

yang telah menjadi tanggung jawabnya adalah individu itu akan menarik diri dari

lingkungan kerja saat ia merasa tidak aman berada dalam lingkungan kerja tersebut.

Apabila tidak ada usaha untuk melakukan pendekatan dan mengasah sense of humor

maka tidak menutup kemungkinan ia akan mengalami kelainan fisik yang

ditimbulkan oleh stress itu sendiri, misalnya stroke, yang disebabkan oleh selalu

merasa tertekan oleh suatu keadaan yang membuatnya berfikir dan merasa

diasingkan oleh lingkungannya sendiri. Dengan kata lain tingginya tingkat sense of

humor berhubungan dengan rendahnya tingkat stress.

Oleh karena itu, sense of humor merupakan suatu hal yang penting untuk

diperhatikan karena bisa digunakan sebagai alat untuk menghilangkan perasaan

tertekan yang tepat dan tentunya positif. Selain, sebagai terapi juga dapat digunakan

untuk perantara menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar karena akan

melakukan sebuah perbincangan santai yang terdapat humor tetapi tetap dalam taraf

(10)

melakukan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawabnya meskipun ia berada

dalam kondisi yang tertekan.

Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan antara sense of humor dengan job stress pada Perawat”.

Penelitian ini sangat relevan sebagaimana diketahui bahwa rumah sakit adalah suatu

ruang yang memberikan pelayanan tidak hanya untuk kesembuhan dan menjaga

pasien tetapi juga menjalin hubungan baik dengan keluarga pasien yang menunggu

pasien selama dalam perawatan di Rumah Sakit. Selain itu juga membutuhkan

perawatan yang intensif dan kontinu kepada pasien. Oleh karena itu dibutuhkan

pengetahuan dan ketrampilan tinggi dalam menangani situasi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti

adalah apakah ada hubungan antara sense of humor dengan job stress pada

perawat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sense of

humor dengan job stress pada perawat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

pengembangan ilmu psikologi khususnya dalam psikologi industri organisasi dan

psikologi sosial. Memberikan kajian empiris mengenai sense of humor dalam

kaitannya dengan stress kerja.

2. Manfaat Praktis

Sumber informasi bagi pengelola HRD Rumah Sakit untuk mengelola

SDM Perawat agar bisa melakukan pekerjaannya tanpa beban dan tekanan.

Membuka wacana baru bagi Rumah Sakit mengenai penangan stress yang

(11)

SKRIPSI

Oleh :

Karina Prameswari 07810149

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(12)

1. Judul Skripsi : Hubungan antara Sense Of Humordengan Job Stress

Pada Perawat.

2. Nama Peneliti : Karina Prameswari

3. NIM : 07810149

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : 13 – 15 Juli 2011

7. Tanggal Ujian : 12 Agustus 2011

Malang,12 Agustus 2011

Pembimbing I Pembimbing II

(13)

Skripsi ini telah diuji oleh Dewan Penguji

Pada tanggal 12Agustus 2011

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dra. Djudiyah, M.Si (_________________)

Anggota Penguji : 1. Tri Muji Ingarianti, M.Psi (_________________)

2. Dr. Diah Karmiyati, M.Si (_________________)

3. Hudaniah, M.Si (_________________)

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

(14)

Nama : Karina Prameswari

Nim : 07810149

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Hubungan Antara sense of humor dengan job stress pada perawat

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali

dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah

disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan skripsi/karya ilmiah dari penelitian yang saya lakukan

merupakan hak Bebas Royalti non Eksklusif, apabila digunakan sebagai

sumber pustaka.

Demikian surat penyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia skripsi ini untuk ditarik dari

peredarannya dan tidak dipublikasikan kembali.

Malang, 12 Agustus 2011

Mengetahui,

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(15)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Hubungan Antara Sense of Humor dengan Job Stress pada Perawat”, sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan

dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Unversitas

Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Djudiyah, M.Si, selaku pembimbing I yang telah membimbing dan

mengarahkan sehingga peneliti dapat menyelesaikan sekripsi ini dengan baik.

3. Tri Muji Ingarianti, M.Psi, selaku pembimbing II yang dengan sabar

memberikan bimbingan kepada peneliti hingga penulisannya ini selesai dengan

sempurna.

4. Yudi Soeharsono, M.Si, selaku dosen wali kelas C angkatan 2007.

5. Ayahku Sunardi yang telah memberikan semangat, doa, membimbing, dan

menumbuhkan suasana baru ketika menuyusun skripsi sehingga dapat selesai

dengan baik.

6. Bundaku Christinawati yang telah memberikan semangat, doa, menjadi tempat

untuk menangis berbagai cerita tentang skripsi, serta memberikan dukungan

sepenuhnya tanpa memaksa untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Adikku Danni Wijaya yang sudah baik untuk selalu memacu agar tetap

semangat menyelesaikan skiripsi.

8. Kepala Rumah Sakit Lavalette yang telah memberikan izin untuk melakukan

(16)

kerjasamanya selama ini. Semoga kita akan selalu diberikan rahmat dan berkah

agar kita bisa membahagiakan orang tua kita seperti impian kita.

11.Pipit Anggraeni Putri, terima kasih karena sudah sabar mendampingiku hingga

aku bisa ujian sesuai dengan target yang telah kamu inginkan, atas semua doa

dan kebersamaan kita selama ini.

12.Nurul Handayani dan Findi Mayriza yang sudah menemaniku saat ujian, terima

kasih banyak. Semoga kalian akan segera menyusul. Amin.

13.Ervi Susaija, adikku yang selalu dan selalu untuk “ayo..ayo.. semangat mbak

Linz..!!”

14.Teman-teman angkatan 2007 khususnya kelas C yang selalu memberikan

dukungan dan pertanyaan “kapan lulus Karin?”.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga

kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski

demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 12 Agustus 2011

Penulis

(17)

Daftar Isi ... iv

6. Proses Terjadinya Humor ... 17

7. KarakteristikIndividu yang memilikiSense of Humor ... 18

8. KeuntunganmemilikiSense Of Humor ... 19

B. Job Stress ... 19

1. PengertianJob Stress ... 19

2. ElemenJobStress ... 21

3. Faktor-faktorJob Stress ... 22

4. Sumber-sumberJob Stress ... 23

5. TingkatanJob Stress ... 27

6. Job Stress dandayatahantubuh ... 28

7. GejalaJob Stress ... 28

6. PelayananKeperawatan di RumahSakit ... 35

D. HubunganantaraSense of humor denganjob stress padaperawat ... 36

E. KerangkaPemikiran ... 40

(18)

2. DefinisiOperasionalvariabelpenelitian ... 43

C. PopulasidanSampelpenelitian ... 45

1. populasi ... 45

2. sampel ... 45

D. Jenis Data danMetodePengumpulan Data ... 46

1. Jenis Data ... 46

2. Metodepengumpulan data ... 46

3. ValiditasdanReliabilitas ... 54

a. Validitas ... 54

b. Reliabilitas ... 58

E. ProsedurPenelitian ... 55

1. tahappersiapan ... 61

2. tahappelaksanaan ... 62

F. MetodeAnalisis Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 64

B. Analisa Data ... 65

C. Pembahasan ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(19)

Tabel 3.1 karakteristikperawat ... 46

Tabel 3.2 skorpilihanjawaban ... 48

Tabel 3.3 blue print skalasense of humor ... 50

Tabel 3.4 blue print skalajob stress ... 54

Tabel 3.5 hasilvaliditasskalasense of humor ... 57

Tabel 3.6 hasilvaliditasskalajob stress ... 58

Tabel 3.7 ujireliabilitasskalasense of humor ... 60

Tabel 3.8 ujireliabilitasskalajob stress ... 61

Tabel 3.9 ujireliabilitaskeseluruhan ... 61

Tabel 4.1 perhitungan T-skorsense of humor ... 65

Tabel 4.2 perhitungan T-skorjob stress ... 65

(20)

Lampiran 1.SkalaPenelitian

Lampiran 2. Data Penelitian

Lampiran 3.Validitas&Reliabilitas

(21)

Andanka, R. (2004, Juli).Burnotpadaperawatputeri RS.St. Elizabeth Semarang ditinjaudaridukungansosial.Jurnal psyche.Vol.1. No.1.

As’ad, M. (2004).psikologi industry. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Azwar, S. (2007).MetodePenelitian. Yogyakarta: PustakaPelajar.

_______. (2008). PenyusunanSkalaPsikologi.Yogyakarta: PustakaPelajar.

_______. (2008). Dasar-dasarPsikometri.Yogyakarta: PustakaPelajar.

_______. (2008). ReliabilitasdanValiditas.Yogyakarta: PustakaPelajar.

_______. (2008). SikapManusiaTeoridanPengukurannya.Yogyakarta: PustakaPelajar.

Bastaman, H. D. (2007).

Logoterapipsikologiuntukmenemukanmaknahidupdanmeraihhidupbermakna.

Jakarta: PT. RajagrafindoPersada.

Djaja, I. M. (2006, Desember).Gambaranpengolahanlimbahcair di rumahsakit X jakarta. Makarakesehatan.Vol.10. No.2. 60-63.

Faizin,&Winarsih (2008, September). Hubungantingkatpendidikandan lama kerjaperawat di RSU

PandanArangKab.Boyolali.Beritailmukeperawatan.ISSN 1979-2679.Vol.1. No.3.

Fausiah, F., &Widury, J. (2005).Psikologi abnormal klinisdewasa.Tangerang: UI Press.

Fraser, T. M. (1992). Stress dankepuasankerja.Jakarta: PT. PustakaBinamanPressindo.

Gatot, D. B., &Adisasmito, W. (2005, Juni).Hubungankarakteristikperawat, isipekerjaan, danlingkunganpekerjaanterhadapkepuasankerjaperawat di instalasirawatinap RSUD GunungJati Cirebon.Makarakesehatan.Vol.9. No. 1.1-8.

Hartanti.(2008). Apakahselera humor menurunkan stress?sebuah meta-analisis.

Anima, Indonesian Psychological journal, vol.24, no-1, 38-55.

Hoetomo.(2005). Kamuslengkapbahasa Indonesia. Surabaya: MitraPelajar.

Kartono, K. (1980). Toerikepribadian. Bandung: Alumni.

(22)

internasionalsekolahmenengahpertamanegeri I Medan.Skiripsi.Medan: USU.

Lukluk, A. Z., &Bandiyah, S. (2010). Psikologikesehatan.Yogyakarta: NuhaMedika.

Munandar, A. S. (2006). Psikologi industry danorganisasi.Tangerang: UI Press.

Novandi, N. (2007). Hubunganantara rasa humor

denganperilakuseksualpadaremaja.Skripsi.UniversitasGunadarma.

Pieter, H. Z., &Lubis, N. L. (2010).Pengantarpsikologidalamkeperawatan. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Pedak, M. (tt).Metode supernal menaklukkan stress.Jakarta: Hikma.

Prihatini, L. D. (2007). Analisishubunganbebankerjadengan stress kerjaperawat di ruangrawatinap RSUD Sidikalang. Tesis.Medan: USU.

Rahmanadji, D. (2007, Agustus).Sejarah, teori, jenis, danfungsi humor.bahasadansenitahun 35, nomor 2.

Rahmawati, Y., &Purwanti, O. S. (2008, September).Hubungankomunikasiperawat-dokterdengan stress kerjaperawat di instalasirawatinap (irna)

penyakitdalamrumahsakitumumdaerahsragen. Beritailmukeperawatan.ISSN 1979-2697.Vol.1. No.3.107-112.

Rivai, V., &Mulyadi, D. (2010).Kepemimpinandanperilakuorganisasi.Jakarta: PT. RajagrafindoPersada.

Rumondor, P. (2007). Hubungandimensi stress.Tesis.Tangerang: UI.

Robbins, S. P. (2004). Prinsip-prinsipperilakuorganisasi.Jakarta: Erlangga.

Sari, D. R., &Arrum, D. (2006, Mei).stressdankopingperawatkepribadiantipe A dankepribadiantipe B di ruangrawatinap RSU Dr. Pirngadi Medan.

Jurnalkeperawatan.Vol.2. No.1.

Sari, N. S. (2010).Hubunganantara sense of humor dengan stress

mahasiswaditinjaudariperbedaanjeniskelamin.Skripsi.Malang: UMM.

Siswanti, Y. (2006, Agustus).Analisispengarh stress

kerjadalammemediasihubunganantarapolitikorganisasionaldenganperilakuagr esif (studikasuspada RS PKU Muhammadiyahdan DKT di yogyakarta).

Journal siasatbisnis.vol.11. nomor 2. 165-180.

Supardi.(2007). Tesis.Analisa stress

kerjapadakondisidanbebankerjaperawatdalamklasifikasipasien di

(23)

humor.seminarnasionalteknologi. ISSN: 1978-9777.

Wangsa, T. (2010).Menghadapi stress dandepresi, senimenikmatihidup agar selalubahagia. Jakarta: Oryza.

Wardani, I. C., Keliat, B. D., &Mustikasari.(2003, Juni).Karakteristikklien yang dirawat di ruang model praktekkeperawatan professional RS.Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.Makarakesehatan.Vol.7. No.1.

Wijono, S. (2008, Desember).Pengaruhkepribadian type Adanperanterhadap stress kerjamanajermadya. Insan, vol 8.No.3.

Winarsunu, T. (2007).Statistic dalampenelitianpsikologidanpendidikan(Ed. revisi). Malang: UMM press.

Wiramihardja, S. (2007).PengantarPsikologiklinis(Ed. revisi). Bandung: RevikaAditama.

Yuliastutik, I. (2007). Pengaruhpengetahuan, keterampilan,

dansikapterhadapkenerjaperawatdalampenatalaksanaankasus flu burung di RSUP. H. Adam Malik. Tesis.Medan: USU.

Zulkarnain, &Navliadi, F. (2009, Maret).Sense of humor dankecemasanmenghadapiujian di

Referensi

Dokumen terkait

antara jumlah perawat dengan pasien jelas akan menimbulkan beban

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kualitas pelayanan perawat dengan kepuasan pasien. Kata kunci: Kualitas

Pasien akan merasa puas pada pelayanan rumah sakit apabila kinerja perawat baik pula untuk rumah sakit tersebut, sehingga penting bagi rumah sakit untuk mengawasi dan membangun

Pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien nantinya akan mempengaruhi apakah pasien akan datang kembali ke rumah sakit tersebut atau pindah ke rumah sakit

Pasien akan merasa puas pada pelayanan rumah sakit apabila kinerja perawat baik pula untuk rumah sakit tersebut, sehingga penting bagi rumah sakit untuk mengawasi dan membangun

Hasil studi menunjukkan bahwa model U-terbalik serta hubungan linear (positif dan negatif) antara job stress dengan kinerja tidak dapat dikonfirmasikan.. Studi

Selain itu perawat gawat darurat juga dapat dikategorikan perawat krisis, yaitu kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan untuk menangani pasien atau klien dengan

Kajian ilmiah ini dilakukan dalam upaya guna memberikan gambaran mengenai bahaya stress kerja bagi perawat dan solusi yang mampu dilakukan oleh instansi terkait atau perawat itu sendiri