• Tidak ada hasil yang ditemukan

Farmer‟s field school of food diversity acceleration as media communication for food diversity (case of women‟s farmer group in Rural Central Java)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Farmer‟s field school of food diversity acceleration as media communication for food diversity (case of women‟s farmer group in Rural Central Java)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH LAPANG PERCEPATAN

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (SL-P2KP)

SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KERAGAMAN PANGAN

(Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)

MARIANA ONDIKELEUW

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sekolah Lapang Penganekaragaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan (Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MARIANA ONDIKELEUW. Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan (Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah). Dibimbing oleh NURMALA K PANDJAITAN dan EKO SRI MULYANI.

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan menjamin tersedianya pangan bagi tiap-tiap rumah tangga dapat memenuhi kebutuhannya, merupakan sasaran utama dari pembangunan ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, secara spesifik mengatur bahwa pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, bergizi, berimbang, aman, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendekripsikan pola komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman (2) Menganalisis hubungan intensitas komunikasi dengan efektivitas komunikasi dalam SL-P2KP (3) Menganalisis hubungan pengetahuan dan afeksi petani dalam pelaksanaan SL-P2KP dengan perubahan perilaku penganekaragaman konsumsi pangan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan metode survey dengan kuisioner. Responden berjumlah 60 anggota kelompok wanita tani (KWT) yang mengikuti program SL-P2KP sejak tahun 2010 pada kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan (OPP) di Kecamatan Prambanan. Pemilihan kelompok dilakukan secara sengaja (purposive), alasan pemilihannya karena kedua desa ini adalah penerima kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Pengumpulan data dan pengamatan lapangan dilaksanakan selama bulan Juli sampai dengan September 2012. Data yang terkumpul meliputi data primer dan sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Analisis data dilakukan menggunakan analisis uji Chi Square.

(5)

berhasilnya program P2KP dan 3) Aspek pengetahuan dan afeksi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku petani dalam SL-P2KP. Masyarakat terbiasa makan nasi sebagai sumber pangan utama, sumber karbohidrat lain seperti ubi jalar, singkong, jagung, talas, dan garut masih diolah sebagai makanan camilan/ makanan selingan. Wanita tani yang tingkat pengetahuan SL-P2KP rendah maupun tinggi ternyata hampir semuanya berperilaku sesuai dengan apa yang disosialisasikan dalam P2KP. Hal ini disebabkan petani sudah sering melakukan kegiatan penanaman tanaman di pekarangan rumah yang sebenarnya sudah disosialisasikan pemerintah pada kegiatan-kegiatan penyuluhan selama ini. Hal yang sama pada aspek afeksi. Petani mendukung maupun tidak program ini, hampir semuanya berperilaku sesuai.

(6)

SUMMARY

MARIANA ONDIKELEUW. Farmer‟s Field School of Food Diversity Acceleration as Media Communication For Food Diversity (Case of Women‟s Farmer Group in Rural Central Java). Supervised by NURMALA K. PANDJAITAN dan EKO SRI MULYANI

Having achieved the community food diversification program, the government carried out the Acceleration Movement of food Consumption Diversification (P2KP). This movement was promoted with SL-P2KP addressed to woman farmers. Development of food security defined in Law No. 7 of 1996 on Food and Government Regulation (PP) No. 68 of 2002 on Food Security, specifically requires that the government conduct regulation, guidance, control and supervision of availability of adequate food, both in quantity and quality, varied, nutritious, balanced, safe, and affordable by the community.

This study aimed : 1) To description the pattern of consumption in the implementation of SL-P2KP, 2) To analyze the effectiveness of communication in the implementation of SL-P2KP, 3) to analyze the relationship between the intensity of farmers' communication in the implementation of SL-P2KP and the behaviour of food consumption diversification.

Data collection used questionnaire survey with the 60 members of Woman Farmers following SL-P2KP program since 2010 to optimize the utilization of yard activities (OPP) on the Prambanan district. Group selection is done intentionally (purposive), the reason for his election as the two villages are receiving Food Consumption Acceleration activity (P2KP). Data collection and field observations conducted during the months of July to September 2012. Data analysis was performed using Chi Square test analysis.

(7)

the yard of the house that is already socialized government on the activities during this extension. Same thing on affective aspects. Farmers to support this program or not, almost all of them behave accordingly. This was likely to be influenced by the physical condition of infertile land and the availability of production facilities like water, which the location was as far away from yards, and limited seed.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH LAPANG PERCEPATAN

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (SL-P2KP)

SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KERAGAMAN PANGAN

(Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi Keragaman Pangan (Kasus

Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah) Nama : Mariana Ondikeleuw

NIM : I352100091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Nurmala K Pandjaitan, MS DEA Ketua

Dr Ir Eko Sri Mulyani, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2013

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 ialah

penganekaragaman pangan, dengan judul “Sekolah Lapang Percepatan

Penganekagaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP) Sebagai Media Komunikasi

Keragaman Pangan (Kasus Kelompok Wanita Tani di Pedesaan Jawa Tengah).”

Terima kasih penulis ucapkan kepada: Dr. Nurmala K Panjaitan MS DEA dan Dr Ir Eko Sri Mulyani MSi selaku pembimbing. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Djuara P Lubis MS sebagai Ketua Program Studi Mayor KMP beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan materi dan ilmunya selama penulis melaksanakan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Sleman beserta seluruh stafnya, Bapak Sriyono dan Ibu Desi selaku PPL Desa Sumberharjo dan Bapak Suratal dan Ibu Ika Selaku PPL Desa Madurejo yang telah membantu penulis selama mengumpulkan data. Bapak kepala desa Sumberharjo dan kepala desa Madurejo yang telah memberikan izin penulis melakukan penelitian ini. Kelompok Wanita Tani Mawar desa Sumberharjo dan Kelompok Wanita Tani Perintis desa Madurejo yang telah membantu penulis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua penulis tercinta ayahanda Soleman. Ondikeleuw dan ibunda Martha. Ongge serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang.

Seluruh rekan mahasiswa KMP 2010 usi Ine, Uki, Fikri, pa Wije (rekan sebimbingan), bu Damay, bu Maya, bu Ratih, bu Dewi, pa Fauzi, pa Alim, pa Lang-lang dan pa Tetuko. Tidak terlupakan rekan sekerja Fani, Darsono dan bu. Tina. Rekan-rekan Forum Pasca Papua yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungannya untuk terus maju serta seluruh pihak yang terkait penulis ucapkan terimakasih

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pelaksanaan Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan 5 Komunikasi 11 Komunikasi Pembangunan 13

Pola Komunikasi 14

Intensitas Komunikasi 22

Efektivitas Komunikasi 23 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 25 Adopsi Inovasi 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi 28

Kerangka Pikiran 30

Hipotesis 31

Definisi Operasional 32

3 METODOLOGI PENELITIAN 35

Desain Penelitian 35 Lokasi dan Waktu Penelitian 35 Populasi dan Sampel Penelitian 35 Data dan Pengumpulan Data 36 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 37 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 37

Pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan 42

Karakteristik Responden Penelitian 46

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 51

Pola Komunikasi Anggota KWT Dalam Pelaksanaan SL-P2KP 53

Model Komunikasi 53

Bahasa yang digunakan dalam SL-P2KP 55

Sumber Komunikasi 56

Intensitas Komunikasi 58

(15)

Hubungan antara Intensitas Komunikasi Dengan Efektivitas Komunikasi

Dalam SL-P2KP 65

Hubungan antara Pengetahuan Dan Afeksi Terhadap Perubahan Perilaku 68

5 SIMPULAN DAN SARAN 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 76

(16)

DAFTAR TABEL

1 Nama kelompok wanita tani di Kecamatan Prambanan 36 2 Distribusi nama dan luas desa di wilayah Kecamatan Prambanan tahun

2010 39

3 Jumlah penduduk Kecamatan Prambanan yang bekerja menurut

kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010 39

4 Jumlah penduduk menurut pekerjaan utama di Kecamatan Prambanan

tahun 2010 40

5 Produksi dan rata-rata produksi tanaman pangan dan hortikultura di

Kecamatan Prambanan, 2008-2010 40

6 Luas lahan dan peruntukkannya di Kecamatan Prambanan tahun 2010 41 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat umur 46 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 47 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki 48 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan yang

dimanfaatkan 49

11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status dan keterlibatan

dalam kelompok 50

12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan cara penyampaian

informasi dalam kegiatan SL-P2KP 53

13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan arah komunikasi yang

digunakan dalam kegiatan SL-P2KP 54

14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tanya jawab yang

digunakan dalam kegiatan SL-P2KP 54

15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan saluran komunikasi

dalam kegiatan SL-P2KP 55

16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bahasa yang digunakan

dalam kegiatan SL-P2KP 56

17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan sumber informasi dalam

kegiatan SL-P2KP 56

18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kehadiran penyuluh

dalam kegiatan SL-P2KP 58

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peran penyuluh lapangan

dalam kegiatan SL-P2KP 59

20 Intensitas pembicaraan tentang SL-P2KP yang dilakukan petani dan

(17)

21 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas pembicaran yang dilakukan antar sesama anggota tentang kegiatan SL-P2KP 60 22 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas pembicaran yang

dilakukan dengan penyuluh tentang kegiatan SL-P2KP di luar

pertemuan 60

23 Frekuensi pertemuan penyuluh dengan petani dan penyuluh didalam

pertemuan 60

24 Frekuensi pertemuan penyuluh dengan petani dan penyuluh di luar

pertemuan 61

25 Jumlah dan persentase petani berdasarkan intensitas komunikasi dalam

pelaksanaan SL-P2KP 61

26 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat pengetahuan pada

kegiatan SL-P2KP 62

27 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat afeksi pada kegiatan

SL-P2KP 63

28 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat perilaku pada

kegiatan SL-P2KP 64

29 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat perilaku pemanfaatan

sumber karbohidrat selain beras 64

30 Jumlah persentase petani menurut intensitas komunikasi dan tingkat

pengetahuan dalam pelaksanaan SL-P2KP 65

31 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan tingkat pengetahuan

petani pada pelaksanaan SL-P2KP 66

32 Jumlah persentase petani menurut intensitas komunikasi dan tingkat

afeksi dalam pelaksanaan SL-P2KP 66

33 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan tingkat afeksi petani

pada pelaksanaan SL-P2KP 67

34 Jumlah persentase petani menurut intensitas komunikasi dan perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP 68 35 Hubungan antara intensitas komunikasi dengan perubahan perilaku

petani pada pelaksanaan SL-P2KP 68

36 Jumlah persentase petani menurut tingkat pengetahuan terhadap

perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP 69

37 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perubahan perilaku

petani pada pelaksanaan SL-P2KP 69

38 Jumlah persentase petani menurut tingkat afeksi terhadap perubahan

perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP 70

39 Hubungan antara tingkat afeksi dengan perubahan perilaku petani pada

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Model komunikasi interaksional 18

2 Kerangka berpikir hubungan antar peubah dalam penelitian 31

3 Foto-foto kegiatan 93

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 76

2 Daftar kuisioner penelitian petani 77

3 Uji hubungan antar peubah 85

4 Struktur Organisasi dua KWT di Kecamatan Prambanan 91

(19)
(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat, selain itu pangan merupakan komoditi dagang yang sangat berperan dalam kehidupan ekonomi. Sasaran utama dari pembangunan ketahanan pangan adalah mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan menjamin tersedianya pangan bagi tiap-tiap rumah tangga dapat memenuhi kebutuhannya. Pembangunan ketahanan pangan ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yang secara spesifik mengatur bahwa pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, beragam, bergizi, berimbang, aman, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Di sisi lain masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi, penyediaan, perdagangan dan distribusi sekaligus sebagai konsumen.

Pemenuhan kebutuhan pangan tidak hanya membahas produksi saja tetapi juga dalam ketersediaan maupun konsumsi yang seringkali menimbulkan persoalan. Pertambahan jumlah penduduk, dampak perubahan iklim global, peningkatan pendapatan perkapita finansial masyarakat, dan perubahan pola konsumsi masyarakat menuntut penyediaan dan keragaman pangan yang meningkat pula. Selain itu, konsumsi terhadap bahan pangan lainnya seperti pada kelompok umbi-umbian, pangan hewani, sayur dan buah belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan (Pedum P2KP, 2012). Hal ini berarti bahwa diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk mendukung pemantapan swasembada pangan.

Upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan, mengingat permintaan terhadap beras makin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan pokok (umbi-umbian) menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat setempat. Rachman dan Ariani (2008) menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 mayoritas masyarakat Indonesia di kota atau desa, kaya atau miskin memiliki satu pola makan pokok yaitu beras dan mie. Konsumsi pangan masyarakat masih belum beragam dan seimbang, dan peranan pangan import seperti terigu, susu, kedele meningkat, sementara konsumsi pangan lokal seperti sagu, jagung dan umbi-umbian cenderung menurun. Konsumsi pangan sumber protein, vitamin dan mineral berupa pangan hewani, sayuran dan buah masih rendah.

(21)

2

mewujudkan pola konsumsi pangan yang bergizi, berimbang, sehat dan aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras; (2) Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; dan (3) Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan sumber karbohidrat selain beras dan terigu. Gerakan ini disosialisasikan melalui Sekolah Lapang-P2KP.

Sekolah Lapang-P2KP ditujukan bagi kelompok wanita tani, karena merupakan bagian integral dari masyarakat yang mempunyai peran yang sangat penting dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga. Kegiatan pemberdayaan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) bertujuan untuk mengembangkan pola pikir ibu rumahtangga tentang komposisi menu makanan ke arah beragam, bergizi seimbang dan aman melalui pemanfaatan pekarangan dan pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat (Pedum P2KP, 2012). Hal ini sesuai dengan peran strategis perempuan dalam rumah tangga untuk menentukan menu makanan, mengolah bahan makanan dan menyediakan makan dalam keluarga. Melalui gerakan tersebut diharapkan pola pembangunan ketahanan pangan bertumpu pada kelompok wanita tani secara langsung dan menjadi aktor utama bukan sebagai penonton, dengan demikian masyarakat dapat berperan secara aktif dalam setiap proses pembangunan di pedesaan.

Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) telah dilaksanakan sejak tahun 2010 di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman melalui sekolah lapang-P2KP yang diikuti oleh anggota kelompok tani yang tergabung dalam dua KWT yakni Kelompok Wanita Tani Mawar dan Perintis. Kelompok wanita tani terbentuk sejak tahun 2005 belum mendapat bantuan sehingga dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan. Pelaksanaan SL-P2KP dilaksanakan sesuai kesepakatan masing-masing kelompok. Jadwal mengenai materi yang akan dilakukan dibuat oleh petugas lapang (penyuluh) dan pengurus KWT dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok. Waktu atau jam pelaksanaan disesuaikan dengan kegiatan ibu-ibu dengan kisaran waktu antara jam 10.00 pagi dan jam 13.00 (jam 1 siang). Kelompok Mawar pelaksanaan SL-P2KP hari Selasa jam 10.00 sampai jam 12.00 (dua jam), kelompok Perintis hari Rabu jam 13.00 sampai jam 15.00 sore hari.

(22)

3 Sekolah Lapang adalah sistem Pendidikan dan Latihan (Diklat) untuk

mengubah sasaran diklat dari sikap “ketergantungan” (dependent) ke arah

“kemandirian” (independent) dan sikap saling “ketergantungan” (interdependent) dalam kelompok, dari sikap kerja berdasarkan kebiasaan/pengertian ke arah kerja rasional; dari sekedar biasa bekerja atau terampil ke arah bekerja secara profesional (Pedum, 2012). Pelaksanaan Sekolah Lapang-P2KP memerlukan partisipasi seluruh masyarakat. Partisipasi merupakan manifestasi dari perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat dalam mewujudkan perannya sesuai harapan masyarakat yang melakukan tindakan sosial untuk mencapai tujuan tertentu (Supandi, 2008). Partisipasi dalam hal mengemukakan pendapat, dan berinteraksi dengan sesama anggota merupakan harapan, yang ingin dicapai dalam kegiatan SL-P2KP. Keikutsertaan masyarakat yang dibarengi dengan intensitas komunikasi yang tinggi dalam kegiatan SL-P2KP dapat menumbuhkan rasa memiliki, sehingga program tersebut dapat berkelanjutan.

Keberhasilan SL-P2KP bergantung pada sinergis kerjasama antar anggota kelompok wanita tani, penyuluh pendamping dan Pemerintah Daerah serta berperan aktif dalam pertemuan kelompok dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Partisipasi itu dipengaruhi oleh pola komunikasi dan intensitas komunikasi yang terjadi antar anggota kelompok, dan antar anggota kelompok dengan petugas lapang/penyuluh pendamping, yang akan membantu kelancaran proses sosialisasi maupun dalam pelaksanaan kegiatan program SL-P2KP di lapangan.

Pola komunikasi merupakan proses komunikasi yang terjadi meliputi model komunikasi yang digunakan, cara menyampaikan informasi dan saluran yang digunakan. Dalam kegiatan SL-P2KP diharapkan anggota kelompok wanita tani dapat menjadi lebih aktif dalam menyampaikan pendapat atau menyampaikan pertanyaan terkait dengan kegiatan yang diberikan dan dengan mudah melakukan komunikasi secara aktif dengan petugas lapang. Intensitas komunikasi adalah frekuensi pembicaraan antara petani dan penyuluh, petani dengan sesama anggota baik di dalam maupun di luar pertemuan, frekuensi pertemuan diantara petani dan penyuluh, petani dan sesama anggota baik di dalam maupun di luar pertemuan SL-P2KP. Kemajuan pelaksanaan kegiatan SL-P2KP sangat dipengaruhi oleh tersedianya informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, pelaksanaan program SL-P2KP sangat memerlukan adanya dukungan komunikasi yang efektif. Keefektivan komunikasi mampu menggambarkan kemampuan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan akhir melalui intensitas komunikasi yaitu perubahan perilaku.

(23)

4

Komunikasi timbal balik (dua arah) yang intens antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sekolah lapang-P2KP dengan anggota kelompok wanita tani sangat diperlukan agar apa yang diinginkan baik oleh Balai Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Petugas Penyuluh Lapang (PPL) maupun anggota kelompok wanita tani dalam pelaksanaan SL-P2KP dapat tercapai. Dengan komunikasi efektif yang dilakukan peran penyuluh pendamping lapang diharapkan dapat menghilangkan berbagai hambatan, terutama dalam hal tukar-menukar informasi maupun berbagai ketimpangan dalam pelaksanaan P2KP. Oleh karena itu, sejauh mana intensitas komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP perlu dikaji. Demikian pula dengan proses keberlanjutan dari penerapan pangan lokal tentu tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi komunikasi dalam SL-P2KP perlu di teliti lebih dalam lagi.

Perumusan Masalah

Komunikasi merupakan salah satu esensi keberlangsungan hidup manusia. Dengan komunikasi, manusia dapat belajar dan mengembangkan kemampuan serta potensi yang ada pada dirinya. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini selalu berusaha melakukan sesuatu yang baik untuk hidupnya, manusia cenderung melaksanakan semua aktivitas komunikasi yang berkaitan dengan hidupnya sepanjang itu menguntungkan dirinya. Proses pelaksanaan program SL-P2KP merupakan suatu proses komunikasi partisipatif. Melalui tahapan yang dilaksanakan, diharapkan kelompok wanita tani sebagai sasaran akhir terlibat secara langsung dapat mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Kelompok wanita tani (KWT) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman selalu melakukan aktivitas komunikasi sehari-hari yang berkaitan dengan pelaksanaan SL-P2KP. Aktivitas komunikasi tersebut tidak terlepas dari karakteristik individu sebagai peserta sekolah Lapang-P2KP dan faktor lingkungan sosial budaya yang mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat.

Penelitian Murtadha (2009) menyebutkan bahwa dalam aktivitas komunikasi dapat terjadi melalui dialog interaktif, pertemuan rapat rutin, mengadakan pengumpulan massa, dan mengundang wartawan dari masing-masing media. Mefalopulos dan Kamlongera 2004 menyatakan dalam komunikasi pembangunan terjadi pergeseran dari pendekatan komunikasi linier (modernisasi) mengarah pada pendekatan partisipatori. Di dalam pendekatan komunikasi partisipatori pemahaman terhadap pesan dibangun melalui proses komunikasi dua arah dan dialogis dengan prinsip penghargaan dan kesetaraan. Slamet (2003) menyimpulkan bahwa masyarakat dapat dikatakan berdaya jika memiliki pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan permasalahan yang menarik untuk diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana pola komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan?

(24)

5 3. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dan afeksi tentang P2KP dengan perubahan perilaku peserta SL-P2KP dalam kegiatan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pola komunikasi dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan.

2. Menganalisis hubungan intensitas komunikasi dengan efektivitas komunikasi dalam SL-P2KP di Kecamatan Prambanan.

3. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan afeksi petani dengan perubahan perilaku dalam pelaksanaan SL-P2KP di Kecamatan Prambanan.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Secara akademis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah Kabupaten Sleman khususnya Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan dalam upaya menentukan kebijakan dalam program kerjanya yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi khususnya pada kegiatan Gerakan SL-P2KP.

3. Menjadi referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi khususnya kegiatan SL-P2KP.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pelaksanaan Sekolah Lapang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (SL-P2KP)

(25)

6

mekanisme dana bantuan sosial (Bansos) yang langsung disetor ke rekening KWT. P2KP diimplementasikan di 5700 desa di 33 Provinsi. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan P2KP, kelompok wanita tani (KWT) didampingi oleh tenaga Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan Tenaga Harian Lepas (THL) Sasaran kegiatan pemberdayaan kelompok wanita adalah kelompok wnita yang telah memiliki kelembagaan yang aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan dasa wisma atau tempat tinggal berdekatan dengan jumlah anggota minimal 10 rumah tangga. Tujuan dari program P2KP adalah; (1) Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein untuk konsumsi keluarga; (2) Meningkatkan pemanfaatan pangan khas daerah dan produk olahannya sebagai sumber karbohidrat selain beras dan terigu, dan: (3) Meningkatkan kesadaran, motivasi, partisipasi dan aktivitas masyarakat dalam mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan. Gerakan ini disosialisasikan melalui Sekolah Lapang-P2KP. Sekolah Lapang-P2KP adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal.

Pola penyelenggaraan SL-P2KP berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi kelompok wanita, sekaligus sebagai media tukar informasi dan pengalaman lapangan serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. SL-P2KP dapat dilakukan ditempat yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam melaksanakan pembelajaran kelompok di bimbing oleh penyuluh. PPL mempunyai peran sebagai: 1) Pemandu yang paham terhadap materi, permasalahan dan kebutuhan yang ada di lapangan; 2) Dinamisator proses SL-P2KP sehingga menimbulkan ketertarikan dan lebih menghidupkan dalam budidaya dan dapat membangun kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan; dan 3) Konsultan bagi anggota kelompok SL-P2KP untuk mempermudah menentukan langkah-langkah selanjutnya setelah kegiatan kelompok (Petunjuk Pelaksanaan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Provinsi DIY) .

Sekolah lapangan

(26)

7 pertemuan petani setiap seminggu sekali untuk belajar mengenai pertanian dan permasalahannya serta mencari jalan pemecahannya.

Tujuan dari penyelenggaraan SL-P2KP adalah; (a) membudayakan pemanfaatan pekarangan dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan dikalangan masyarakat, (b) mempercepat penerapan pengetahuan tentang penganekaragaman konsumsi pangan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dalam mengelola pekarangan, (c) meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan melalui pemanfaatan pangan. Adapun sasaran kegiatan adalah: (a) meningkatnya partisipai kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman melalui pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein untuk konsumsi keluarga, (b) meningkatnya pemanfaatan pangan khas daerah dan produk olahannya sebagai sumber karbohidrat selain beras dan terigu, (c) meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dan anak usia dini dalam penganekaragaman konsumsi pangan dan (d) berkembangnya Rumah Pangan Lestari pada kawasan P2KP berbasis sumber daya lokal. Selain sasaran kegiatan juga diperlukan sasaran pendampingan bagi peserta sekolah lapang. Sasaran pendampingan adalah 40 kelompok wanita dan 40 orang pemandu lapangan (Desa P2KP 2012), 30 kelompok wanita dan 30 pemandu (Desa P2KP 2011), dan 20 kelompok dan 20 pemandu (Desa P2KP APBN Penghematan 2011) yang merupakan mata rantai dari sistem pemanfaatan teknologi yang saling ketergantungan, saling mendukung dan saling menguatkan. Kelompok sasaran optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang memiliki kelembagaan aktif dengan pendekatan pemilihan berdasarkan dasa wisma dengan jumlah anggota minimal 10 orang atau lebih.

Pendekatan inilah yang dilakukan dalam kegiatan SL-P2KP merupakan tugas bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam hal ini kelompok perempuan tani peserta kegiatan SL-P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Partisipasi pemerintah, masyarakat, swasta, organisasi non-pemerintah/LSM, organisasi profesi maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan.

Pola Konsumsi Pangan pada Masyarakat

(27)

8

Konsumsi beras menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun ke tahun walaupun dengan laju yang kecil. Walaupun menurun, namun tingkat konsumsi beras masih tinggi yaitu 280,06 gram/kapita/hari atau 100,82 kg/kapita/tahun. Pangsa energi dari beras saja mencapai 51,7 persen dari total konsumsi energi, padahal dalam konsep PPH, pangsa energi dari kelompok padi-padian seharusnya hanya 50 persen. Oleh karena itu, konsumsi beras harus diturunkan, apalagi dengan tantangan kedepan untuk memproduksi beras. Rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan Thailand masing-masing juga hanya 80 kg dan 90 kg/kapita/tahun

Menurut Ariani (2010) dengan menggunakan data SUSENAS berbagai tahun menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan pokok di Indonesia dari pola yang beragam pangan pokok ke arah pola tunggal dan ke arah beras. Selanjutnya dikatakan masyarakat yang semula mempunyai pola jagung seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur serta sagu di Papua dan Maluku juga sudah ke arah beras. Dalam direktori Badan ketahanan Pangan (2009) terlihat bahwa rumahtangga yang tingkat pendapatannya di atas Rp.100 ribu/kapita/bulan, pola konsumsi pangan pokoknya sudah pola beras plus terigu (termasuk turunannya seperti mi instan). Sebaliknya pada kelompok pendapatan di bawah Rp 100 ribu/kapita/bulan, masih ditemukan pola pangan pokok yang menggunakan pangan lokal seperti jagung, ubikayu dan sagu.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan keragamannya baik mencakup pangan pokok maupun untuk jenis pangan lainnya. Diversifikasi pangan juga menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Apalagi bila mengacu pada konsep gizi bahwa tidak ada satu jenis panganpun yang lengkap zat gizinya sesuai dengan kebutuhan manusia untuk hidup sehat.

Prinsip, Ciri dan Azas Sekolah Lapangan

Prinsip sekolah Lapangan adalah proses berlatih berdasarkan agroekosistem dan sosial sistem, pengembangan kemampuan usahatani produktif, komersial berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, pengembangan sumberdaya petani-nelayan dan petugasnya sebagai subyek dan ahli. Sekolah Lapangan diperuntukkan bagi kelompok wanita, sekaligus sebagai media tukar informasi, dan pengalaman lapangan dan pembinaan manajemen kelompok serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Di sekolah lapang seperti seorang murid dengan guru, dimana kaum perempuan sebagai murid/penerima materi pelajaran dan sebagai guru adalah PPL dan THL. Antara murid dan guru tidak ada perbedaan, yang diutamakan kebersamaan, masing-masing dapat menerima dan berinteraksi dalam memberi pengetahuan.

(28)

9

Mekanisme Pelaksanaan Materi SL-P2KP

Menurut Lestari dkk (2001) materi adalah isi atau topik pengajaran yang bermanfaat bagi pembelajar. Materi tersebut harus: a) sesuai dengan kebutuhan pembelajar; b) dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c) tersusun dengan baik, logis dan jelas; d) konsisten dengan tujuan keseluruhan; e) menantang, menyenangkan dan penting bagi pembelajar.

Jenis materi yang disampaikan dalam pertemuan atau sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan kepada kelompok wanita dilakukan minimal tiga kali dengan materi difokuskan pada pengelolaan budidaya tanaman pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, pengelolaan pasca panen, pengolahan bahan pangan, penyusunan menu dan penyajian yang beragam, bergizi, berimbang dan aman berbasis pangan lokal bagi keluarga.

Penyampaian materi pertemuan berisikan : Pengenalan tentang kegiatan SL-P2KP; Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga; konsep pekarangan terpadu (5 fungsi pekarangan); Sosialisasi Pengembangan Pekarangan Kelompok; Menyusun menu beragam, bergizi, berimbang dan aman bagi keluarga; Pengenalan URT (ukuran rumah tangga) bahan pangan; Fungsi makanan bagi tubuh (Triguna makanan); Penanganan Pasca Panen tanaman; Aneka olahan dan kreasi hasil tanaman pekarangan; Keamanan pangan segar; Membuat olahan pangan (makanan selingan); Teknik memncuci dan memasak makanan yang benar; Manajemen bisnis pangan lokal dan Pola hidup sehat. Tidak kalah penting mengevaluasi pelaksanaan SL-P2KP baik dari segi materi maupun proses pelaksanaannya. Demikian pula perlu di evaluasi apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Materi dalam kurikulum dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Persiapan dilakukan ditingkat desa/kecamatan dan ditingkat kelompok tani.

Pemantauan merupakan unsur yang penting dalam suatu kegiatan.Pemantauan dilakukan secara kontinu dalam jangka waktu tertentu, terhadap perkembangan setiap

pelaksanaan kegiatan P2KP oleh pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa. Hal–hal yang akan dipantau adalah kelengkapan administrasi, penggunaan dana, dokumen operasional berupa juklak, juknis, persiapan dan pelaksanaan kegiatan di kelompok wanita tani. Hal-hal penting yang perlu dilaporkan dalam pemantauan, perlu dianalisis lebih lanjut, sebagai bahan/informasi untuk evaluasi dan tindakan perbaikan pelaksanaan P2KP.

Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota, provinsi, pusat, secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun. Evaluasi dimaksudkan untukmengetahui sejauhmana peran dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani P2KP, dan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

Prosedur penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) dilaksanakan dengan mekanisme swakelola dari kuasa pengguna anggaran (KPA) Satker Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY/ Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sleman dan ditransfer ke rekening kelompok, dengan langkah-langkah pencairan sebagai berikut:

(29)

10

2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/ Bank Pos atau bank lain yang terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di provinsi/kabupaten;

3. Kelompok wsnita mengusulkan RKKA kepada PPK provinsi/kabupaten setelah diverifikasi oleh penyuluh pendamping desa dan di setujui oleh aparat kabupaten; 4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerjasama dengan

Ketua Kelompok Wanita, di lengkapi dengan berita acara;

5. PPK mengajukan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) diajukan kepada Pejabat penandatanganan SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran:

a) Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY/Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sleman tentang Penetapan Kelompok Sasaran.

5) Nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;

c) Surat perjanjian kerjasama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang pemanfaatan dana

d) Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK Provinsi/Kabupaten yang bersangkutan.

6. Berdasarkan SPP-LS, Pejabat penandatanganan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;

7. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana bansos ke rekening kelompok wanita;

8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana bansos di rekening bank dengan diketahui oleh PPK/aparat kabupaten.

Pelaksanaan SL-P2KP terdiri dari beberapa tahap diantaranya tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi, pengendalian dan pengawasan, serta pelaporan. Untuk persiapan SL-P2KP Proses pemilihan desa P2KP dilakukan berdasarkan identifikasi Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yaitu : a) Memiliki kelompok yang sudah eksis dan b) Memiliki pekarangan baik kelompok maupun anggota. Memilih dan menetapkan penyuluh pendamping P2KP desa yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

(30)

11 Meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2011 dari tahun sebelumnya; dan Menurunnya konsumsi beras 1,5 persen pertahun.

Komunikasi

Berdasarkan asal katanya, Gunter Kieslich (Mardikanto 2010) menyatakan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang berarti partisipasi atau memberitahukan. Sementara dalam bahasa Inggris, komunikasi disamakan dengan communis yang berarti sama atau berusaha untuk mencapai kesamaan makna. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau ide-ide antar sesama warga masyarakat. Dalam proses tersebut tidak hanya terjadi penyampaian informasi tetapi sekaligus pertukaran informasi, pengetahuan, ide-ide dan perasaan. Komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu atau lebih penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Rogers,2003). Dengan demikian, komunikasi dapat diartikan sebagai upaya menyampaikan sesuatu (informasi) kepada masyarakat, agar dapat diketahui dan menjadi milik bersama.

Menurut Laswell (Effendy,2001) memberikan definisi komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan effek tertentu. Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu S-M-C-R-E (source, message, channel, receiver dan efec). Efendi (2003), mengemukakan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan agar orang tersebut mengerti dan tahu serta bersedia menerima suatu paham atau keyakinan sehingga mau melakukan suatu perbuatan atau kegiatan lainnya. Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan. Jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi itu dapat berlangsung dan sebaliknya (Mulyana, 2005).

Selain itu, Shannon dan Weaver (1949) dalam Wiryanto (2006) menyebutkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi wajah muka, lukisan, seni dan teknologi. Selanjutnya Leeuwis (2009), menyatakan komunikasi merupakan sebuah proses penting yang digunakan oleh manusia dalam pertukaran pengalaman dan ide, dan hal itu menjadi pemicu penting bagi penyampaian pengetahuan dan persepsi dari berbagai jenis (misalkan pembelajaran). Karena itu, komunikasi merupakan unsur inti dalam perubahan strategi untuk mendorong perubahan.

(31)

12

signifikan lebih efektif untuk meningkatkan kemandirian petani dibanding dengan model penyuluhan yang sentralistik, top down (transfer of technologi) dengan komunikasi linier. Terkait dengan hal tersebut, Wilbur Schramm (1954) dalam West dan Turner (2008) menjelaskan bahwa komunikasi dua arah/interaksional terjadi dari pengirim kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses ini terjadi secara melingkar atau memusat. Proses ini mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi pengirim maupun penemrima dalam suatu interaksi tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.

Setiap komunikasi yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Menurut Effendy (2006), tujuan komunikasi adalah a) mengubah sikap (to change the attitude), b) mengubah opini pendapat atau pandangan (to change the opinion), c) mengubah perilaku (to change the behavior) dan d) mengubah masyarakat (to change the society). Selanjutnya Berlo (1960) mengatakan bahwa tujuan komunikasi terdiri atas tiga yakni memberi informasi (informatif ), untuk membujuk (persuasif) dan untuk tujuan menghibur (entertainment). Sedangkan fungsi komunikasi itu sendiri adalah a) menginformasikan (to inform), b) mendidik (to educate), c) menghibur (to entertain) dan d) mempengaruhi (to influence).

Bagian terpenting dalam komunikasi menurut Rakhmat (2005) ialah bagaimana cara agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya.

b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu.

c. Dampak konatif yaitu dampak yang timbul dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.

Berdasarkan pengertian, tujuan dan fungsi komunikasi, ternyata komunikasi memiliki peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain bahwa komunikasi dapat menentukan baik dan buruknya sikap dan perilaku seseorang. Karena dengan komunikasi yang efektif maka dapat mencapai tujuan akhir dari suatu komunikasi adalah perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Oleh karena itu Rogers (1983) mendefinisikan komunikasi sebagai pemindahan ide-ide baru dari sumber dengan harapan akan merubah perilaku para penerima.

Berdasarkan pernyataan dan definisi tersebut di atas dapat dikemukakan secara umum bahwa komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia mengenai isi pikiran dan perasaannya untuk memperoleh persamaan makna. Mengungkapkan isi pikiran dan perasaan tersebut apabila diaplikasikan secara benar dengan etika yang tepat akan memberikan manfaat terhadap individu maupun kelompok. Komunikasi memiliki peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, komunikasi menentukan baik dan buruknya sikap dan perilaku seseorang.

(32)

13 perilaku masyarakat sebagai anggota kelompok wanita tani (KWT). Jika proses komunikasi yang dilakukan efektif maka akan mempengaruhi pengetahauan rasa kepuasan yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat perilaku terhadap program P2KP

Komunikasi Pembangunan

Komunikasi pembangunan telah menjadi multi-fase, multi-dimensi dan partisipatif, dan harus dilihat dalam konteks sosial-politik, ekonomi dan budaya agar relevan untuk masyarakat yang dituju. Pada intinya, komunikasi pembangunan adalah tentang pengembangan masyarakat.

Peningkatan komunikasi pembangunan sangat penting untuk meningkatkan program-program pembangunan. Pengembangan komunikasi pembangunan ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma komunikasi pembangunan dari yang berciri linier (searah dari atas ke bawah) ke pola komunikasi yang berciri konvergen. Agar program yang akan dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Effendy (2001), komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khlayak guna mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Komunikasi pembangunan ini merupakan suatu strategi yang menekankan pada perlunya sosialisasi pembangunan kepada seluruh para pelaku pembangunan daerah dan masyarakat secara umum melalui berbagai media strategis.

Hal ini seiring dengan pendapat Nasution (2002), yang membedakan komunikasi dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan adalah suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik (peran dan fungsi komunikasi) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan adalah segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat. Komunikasi pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses menyeluruh, termasuk pemahaman terhadap khalayak serta kebutuhan-kebutuhannya, perencanaan komunikasi disekitar strategi-strategi yang terpilih, pembuatan pesan-pesan, penyebaran, penerimaan, umpan balik terhadap pesan-pesan itu dan bukan hanya kegiatan langsung satu arah dari komunikator kepada penerima yang pasif.

(33)

14

proses perubahan terencana demi tercapainya kualitas hidup secara berkesinambungan.

Menurut Dilla (2007), komunikasi pembangunan sebagai komunikasi yang berisi pesan-pesan (message) pembangunan. Komunikasi pembangunan ini ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani sampai pejabat, pemerintah dan negara, termasuk juga di dalamnya dapat berbentuk pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga formal dan non formal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat melalui proses komunikasi. Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat sangat diperlukan bagi usaha pencapaina tujuan pembangunan.

Secara sederhana, pembangunan dapat diartikan sebagai perubahan berencana yang dikehendaki. Perubahan tersebut menyangkut perubahan struktur komunitas dan perubahan kebudayaan. Salah satu penyebab perubahan tersebut adalah karena adanya penemuan baru (inovasi). Inovasi tersebut bisa saja berupa alat dan bisa pula berupa ide baru. Seringkali, suatu inovasi baru ditemukan setelah melalui proses pertukaran pikiran dan diskusi yang panjang. Dalam hal inilah, komunikasi menjadi wadah penemuan inovasi. Demikianlah, komunikasi berperan untuk menfasilitasi penemuan (invention) dan menyebarkan inovasi tersebut ke sistem sosial yang lebih luas. Ringkasnya komunikasi sangat bermanfaat untuk pembangunan (Lubis et al., 2009).

Dalam penelitian ini, yang dimaksud komunikasi pembangunan adalah proses interaksi dan penyebaran informasi secara timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan lembaga kemasyarakatan) sejak tahap perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian pembangunan. Komunikasi pembangunan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Pola Komunikasi

Pengertian pola menurut kamus bahasa Indonesia (1994) adalah pattern yang artinya model atau sistem yang berulang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola komunikasi adalah model komunikasi yang dilakukan secara individu atau kelompok secara berulang. Pola komunikasi dapat terbentuk dari komunikasi antar individu ataupun kelompok

Pola merupakan ciri khas bagi tiap kegiatan akibat pengaruh lingkungan dan tingkah laku orang yang melakukan kegiatan secara terus-menerus baik dalam pekerjaan, pergaulan dan aktifitas kehidupan lainnya. Pada umumnya pola komunikasi terdiri dari dua bagian, yaitu pola komunikasi intern vertikal horisontal dan pola komunikasi ekstern (Departemen Penerangan, 1979).

(34)

15 dan anaknya, di mana masing-masing dapat memilih fungsi baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan yang mempunyai hubungan mantap dan jelas, artinya hampir tidak terhindarkan selalu ada hubungan antara kedua orang tersebut. Seorang komunikator dalam berkomunikasi membawa pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai dan sikap tertentu yang diperoleh dan dipelajari dari interaksinya dengan orang lain dan lingkungan sekitar (Retnowati 2007). Sementara itu Arif (2004) dalam penelitiannya tentang pola komunikasi pengelola Taman Nasional dalam meningkatkan kesadaran konservasi pengunjung menyatakan bahwa akses media, ketersediaan sumber informasi, kemudahan mengakses sumber informasi, cara berkomunikasi dengan sesama pengunjung, dan frekuensi komunikasi verbal dan nonverbal berpengaruh terhadap pola komunikasi yang dilakukan Taman Nasional.

Berdasarkan tiga penelitian terdahulu mengenai pola komunikasi, maka dalam penelitian ini disimpulkan unsur yang mempengaruhi pola komunikasi yakni melihat pada model komunikasi, bahasa yang digunakan, dan sumber informasi. Oleh karena itu, pesan komunikasi yang harus dikomunikasikan di dalam proses komunikasi haruslah sesuai dengan tujuan memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat serta mendorong berlangsungnya perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik lagi, sekaligus memiliki sifat inovatif dalam pembangunan.

Model Komunikasi

Model merupakan representasi sederhana dari proses komunikasi. Model diartikan sebagai gambaran yang didesain untuk mempresentasikan realita, dan merupakan representasi fisik atau verbal dari suatu objek atau proses (DeVito 1997). Model merupakan suatu maksud untuk menunjukkan hal yang fundamental dalam sebuah studi (Sereno & Budaken 1975).

Saat ini, pembangunan banyak mempergunakan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh warga dalam proses penunjang pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi sampai ke tahap menikmati hasil pembangunan. Pada pendekatan ini, proses komunikasi pembangunan memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini pendekatan komunikasi yang dipakai untuk pembangunan adalah model komunikasi dengan pendekatan partisipasi masyarakat. Model komunikasi yang dibutuhkan adalah model yang memungkinkan adanya pertukaran informasi antar komponen dalam proses komunikasi dengan banyak dimensi.

(35)

16

Monologis Model: Satu Arah (One-Way)

Modus monologis terkait dengan perspektif komunikasi pembangunan dikenal sebagai "difusi." Hal ini didasarkan pada aliran satu arah informasi untuk tujuan menyebarkan informasi dan pesan untuk mendorong perubahan. Beltran Salmón [2000] dan Pasquali [2003] menyatakan bahwa tujuan utama dari model monologis (satu arah) dapat dibagi menjadi dua jenis aplikasi: (1) komunikasi untuk menginformasikan (atau hanya "informasi," dan menyebutnya), dan (2) komunikasi untuk membujuk. "Komunikasi untuk menginformasikan" biasanya melibatkan transmisi linier informasi, biasanya dari pengirim ke banyak penerima. Hal ini digunakan ketika meningkatkan kesadaran atau memberikan pengetahuan tentang isu-isu tertentu dianggap cukup untuk mencapai tujuan yang dimaksud (misalnya, menginformasikan masyarakat tentang kegiatan sebuah project atau menginformasikan kepada masyarakat tentang reformasi jangka berlakunya). Dalam banyak kasus, pendekatan untuk membujuk masih mengandalkan gagasan klasik yang satu arah komunikasi.

Tujuan utamanya adalah pengirim dapat membujuk penerima tentang perubahan dimaksud. Dalam model ini umpan balik adalah semacam sebuah lagu yang dinyanyikan, memungkinkan pengirim untuk memperbaiki pesan persuasif (Beltran Salmón2000). Secara umum pendekatan terkait erat dengan mode ini, yang sering digunakan dalam prakarsa pembangunan adalah strategis komunikasi untuk mendukung manajemen tujuan pembangunan tertentu.

Komunikasi sebagai tindakan satu arah yaitu suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media. Komunikasi dianggap sebagai sesuatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan guna memenuhi kebutuhan komunikator seperti, menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu. Kejadian ini sesuai dengan ide dasar pembuatan model linear yang didesain berdasar sistem telepon (model Claude Shanon dan Warren, 1949) dikutip oleh Mulyana (2003). Selain Claude Shannon, model linier juga dijelaskan oleh Harold D. Laswell dan Aristoteles. Model Laswell menjelaskan proses satu arah, sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik.

Elemen kunci pada model linier adalah sebuah sumber (source) yang mengirimkan pesan (message) kepada penerima (receiver) yang akan menerima pesan tersebut. Model komunikasi ini lebih tepat digunakan menyampaikan informasi yang lebih bersifat instruksi.

Dialogis Model: Dua Arah Komunikasi Interaksional

(36)

17 Sebagai ilustrasi, mengambil inisiatif di permukaan yang tidak membutuhkan komunikasi, seperti membangun jembatan untuk menghubungkan dua daerah dan masyarakat dipisahkan oleh sungai. Sebuah penilaian berbasis komunikasi sebelum proyek akan menyelidiki pengetahuan, persepsi, dan posisi pemangku kepentingan lokal atas prakarsa dimaksudkan. Kecuali diperiksa melalui komunikasi dua arah, kursus teknis diidentifikasi mungkin mengabaikan aspek penting yang dapat menyebabkan masalah atau konflik, misalnya dengan nelayan setempat yang melihat mata pencaharian mereka terancam. Ini menggunakan komunikasi dua arah melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan di masalah-analisis dan pemecahan masalah proses menuju perubahan. Aktif mendengarkan menjadi sama pentingnya dengan berbicara. Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa dialogis komunikasi tidak digunakan untuk menginformasikan tetapi untuk benar-benar "berkomunikasi"yaitu, untuk berbagi persepsi dan menciptakan pengetahuan baru.

Ife (1995) menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses dalam komunitas/kelompok dengan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas komunitas/kelompok sehingga dapat berpartisipasi untuk menetukan kehidupan masa depan mereka. Proses pemberdayaan melibatkan peran aktif keterlibatan masyarakat dalam menyusun langkah-langkah program yang harus diselesaikan. Langkah-langkah tersebut adalah mengurutkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, mengimplementasikan aktivitas komunikasi pertahapan dan melakukan monitoring dan evaluasi dalam program.

Tujuan keseluruhan dari modus dialogis adalah untuk memastikan saling pengertian dan membuat penggunaan terbaik dari semua pengetahuan yang mungkin dalam menilai situasi, membangun konsensus, dan mencari solusi yang tepat. Di sisi lain, komunikasi dua arah yang lebih ditunjukkan dalam mencapai saling pengertian, membangun kepercayaan, dan mengungkap dan menghasilkan pengetahuan, yang mengarah ke hasil yang lebih baik (Mefalopolus, 2008).

(37)

18

Freire menegaskan bahwa dialog merupakan hal esensial pada proses penyadaran. Fraire menggarisbawahi potensi yang luas darii dialog dan dengan bersemangat mempertahankan kekuatan bahasa sebagai alat yang mampu menananmkan dominasi maupun kebebasan.

Tufte dan Mefalopulos (2009) menyatakan bahwa fokus dari komunikasi partisiapsi adalah diaolog, suara, media didik, aksi-refleksi. Dialog merupakan suatu prinsip komunikasi partisipasi, dimana peserta akan mengungkapkan usulan dengan aksi-refleksi-aksi dan komunikasi horizontal. Dalam dialog proses yang terjadi diawali dengan defenisi program dimana terjadi kesenjangan informasi. Tipe masalah yang terjadi dapat berupa sosial dan ekonomi masyarakat atau issu kemiskinan dan ketidakadilan. Dengan demikian strategi komunikasi yang digunakan adalah merangkum isu yang general untuk memperoleh gambaran yang terjadi dan dapat merangkum solusi yang ada.

Model komunikasi yang dibutuhkan adalah model yang memungkinkan adanya pertukaran informasi antar komponen dalam proses komunikasi dengan banyak dimensi. Pendekatan ini sering disebut dengan model partisipasi (participatory model) atau model interaktif (interaktif model). Komunikasi dua arah adalah model komunikasi interaksional, merupakan kelanjutan dari pendekatan linier. Pada model ini terjadi komunikasi umpan balik (feedback) gagasan. Ada pengirim (sender) yang mengirimkan informasi dan ada penerima (receiver) yang melakukan seleksi, interpretasi dan memberikan respons balik terhadap pesan dari pengirim (sender). Dengan demikian, komunikasi berlangsung dalam proses dua arah (two way) maupun proses peredaran atau

Bidang Pengalaman

Bidang Pengalaman Pesan

Penerima

Umpan Balik Pengirim

Umpan Balik

Saluran Gangguan

Gangguan Gangguan

Gangguan

(38)

19 perputaran arah (cyclical process), sedangkan setiap partisipan memiliki peran ganda, di mana pada satu waktu bertindak sebagai sender, sedangkan pada waktu lain berlaku sebagai receiver, terus seperti itu sebaliknya (Bungin, 2009).

Model partisipatori membutuhkan komunikator pembangunan menambahkan dimensi baru pada aturan tradisional, contohnya inisiator, fasilitator, negositor, dan mediator. Komunikator pembangunan akan mencari keduanya, sumber dan penerima pesan, menambahkan kontak langsung, dan interaksi penerima sebagimana juga sumber. Proses partisipatori pada dasarnya akan transaksional (Nair dan White 2004).

Komunikasi transaksional bukanlah merupakan proses persuasi satu arah. Itu merupakan dialog dimana pengirim dan penerima pesan berinteraksi dalam periode waktu tertentu, datang dan berbagi pemahaman. Sebagai contoh, ide baru atau praktek lebih disukai diadopsi jika penerima terlibat dalam dialog dan diskusi tentang kebutuhan mereka, alternatif tindakan, dan penerimaan dalam sumber-sumber untuk memyelesaikan tujuan pembangunan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada pemberdayaan masyarakat, komunikasi pembangunan merupakan alat atau jalan mencapai partisipasi masyarakat dan juga merancang pesan pembangunan yang diperlukan dalam proses perubahan perilaku masyarakat yaitu memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan untuk berperilaku menerapkan pesan-pesan pembangunan (ide-ide atau teknologi) yang terpilih guna mencapai perbaikan mutu hidup yang diharapkan melalui komunikasi dua arah yang berlangsung terus menerus hingga tercapai kesamaan makna pesan.

Komunikasi partisipatif dalam program SL-P2KP merupakan desain pesan komunikasi yang dapat menciptakan keberdayaan, peningkatan kesadaran partisipasi pembangunan dengan melakukan pendekatan persuasif melibatkan peran serta anggota kelompok wanita tani (KWT), tokoh masyarakat, aparat pemerintah/penyuluh, menciptakan suasana komunikasi yang dapat mendorong petani berani mengeluarkan pendapat atau ide pembangunan dan memanfaatkan saluran komunikasi penunjang pembangunan yang berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab serta mampu mengembangkan komunikasi partisipatoris dalam pelaksanaan kegiatan SL-P2KP.

Memahami model penyampaian komunikasi berarti memahami kondisi penerima pesan atau komunikan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian informasi atau pesan. Banyak model komunikasi yang telah diungkapkan oleh para ahli komunikasi.

Keragaan model komunikasi pada kelompok wanita tani dalam penelitian ini dilihat dari arah komunikasi yang digunakan, cara menyampaikan informasi dan saluran yang digunakan.

Cara Komunikasi

(39)

20

Arah Komunikasi

Arah komunikasi sebagai sesuatu yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, komunikasi dapat juga dimaknai sebagai suatu proses atau aliran. Dengan kata lain, komunikasi yang tidak efektif akan menghambat, bahkan menjadi rintangan aliran yang ada dalam organisasi tersebut. Sebagai proses transfer gagasan dan pemikiran dalam bentuk pesan agar tercipta persamaan persepsi, proses komunikasi dalam kepemimpinan tidak begitu berbeda dengan proses komunikasi dalam konteks lain. Komunikasi yang memiliki dampak positif dalam arti pesan yang disampaikan dapat dipahami untuk kemudian dapat diketahui umpan-baliknya. Dalam disiplin kepemimpinan khususnya, perlu diperhatikan arah komunikasi dapat mengalir secara vertikal atau lateral (menyisi).

Komunikasi ke atas. Komunikasi yang mengarah ke atas adalah komunikasi yang mengalir ke suatu tempat (obyek) yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi dimana proses kepemimpinan itu berlangsung. Komunikasi jenis ini biasanya digunakan untuk memberikan umpan-balik kepada atasan, menginformasikan mereka tentang kemajuan tujuan, dan meneruskan masalah-masalah yang ada, komunikasi ke atas menyebabkan para pemimpin, yang dalam hal ini adalah manajer, menyadari perasaan orang-orang yang dipimpinnya terhadap pekerjaannya, rekan atau bahkan lingkungan organisasi secara menyeluruh.

Komunikasi ke bawah. Pola ini adalah pola yang paling sering terbayang dalam benak setiap orang ketika membayangkan komunikasi dalam kepemimpinan. Komunikasi ke bawah adalah suatu bentuk komunikasi yang mengalir kepada tingkat (obyek) yang lebih rendah dalam suatu kelompok atau organisasi. Selain itu ada komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik.

Saluran Komunikasi

Saluran Komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, kita menggunakan dua, tiga, atau empat saluran yang berbeda secara simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori). Seringkali kita saling menyentuh, ini pun komunikasi (saluran taktil). (Modul kuliah). Saluran komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi kelompok dan menggunakan media komunikasi, yakni media komunikasi cetak. Bahasa

(40)

21 ditentukan oleh kemampuan dalam memilih: a) kode atau bahasa yang akan digunakan, b) elemen-elemen apa yang akan digunakan, serta c) metode apa yang akan dipakai dalam menstrukturkan elemen-elemen apa yang telah dipilih.

Bahasa dan perilaku seringkali tidak bekerja bersama, sehingga tanda nonverbal merupakan hal penting dalam interaksi. Tanda nonverbal adalah kumpulan perilaku yang digunakan untuk menyampaikan arti. Judee Burgon dalam Littlejohn dan Foss (2009) menggolongkan sistem nonverbal memiliki beberapa sifat. Pertama, tanda nonverbal cenderung analog daripada digital. Sinyal digital mempunyai ciri tersendiri, seperti huruf dan angka, sedangkan analog berkesinambungan, membentuk sebuah tingkatan atau spektrum seperti volume dan intensitas cahaya. Oleh karena itu, tanda nonverbal, seperti ekspresi wajah dan intonasi suara tidak dapat dengan sederhana digolongkan menjadi kategori yang mempunyai ciri-ciri tersebut. Sistem kode nonverbal sering digolongkan menurut jenis aktivitas yang digunakan dalam kode.

Sumber

Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator. Gerald R. Miller dalam Mulyana (2007) menjelaskan bahwa

“komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”.

Sumber informasi berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap atau keputusan bertindak. Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikator memegang peranan yang sangat penting terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Untuk itu seorang komunikator harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta penuh daya kreatifitas. Soekartawi (2005) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan kredibilitas seorang komunikator adalah:

1. Titel yang dimiliki, terdapat kesan bahwa sumber yang mempunyai gelar kesarjanaan memiliki kredibilitas tinggi dibandingkan dengan sumber yang tidak menyandang gelar kesarjanaan.

2. Pangkat atau jnjang kepegawaian, sumber yang telah mempunyai kepangkatan kepegawaian yang lebih tinggi sering dianggap mempunyai kredibilitas lebih baik.

3. Status sosial, banyak juga dijumpai bahwa yang mempunyai status sosial yang tinggi sekalipun tidak ada kaitannnya dengan kepangkatan atau titel yang dimiliki, dinilai memiliki kredibilitas tinggi.

4. Penampilan dalam melakukan komunikasi, terlepas dari komunikator tersebut seorang sarjana atau bukan, tetapi jika dinilai mampu melakukan komunikasi yang baik, maka komunikan menganggap bahwa sumber tersebut mempunyai kredibilitas tinggi.

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 1 Model komunikasi interaksional
Gambar  2. Alur Berpikir Mengenai Pola Komunikasi dalam kegiatan SL-P2KP.
Tabel 5   Produksi dan rata-rata produksi tanaman pangan dan hortikultura di
+3

Referensi

Dokumen terkait

30 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda) 2001–2005 dan kebijakan sektoral yang mengarah pada pengembangan kegiatan agribisnis dengan basis ekonomi pertanian

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan model penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT bahwa siswa yang mencapai KKM setelah tindakan yaitu ulangan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dengan judul Evaluasi Ketersediaan Buku Pelajaran dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Siswa di Perpustakaan SMA Negeri 8

[r]

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari Raisha Octavariny

kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. 2).Pengawasan terhadap semua

Dengan perubahan induksi magnetik pada kumparan sekunder 1 dan 2 tersebut maka output kumparan 1 dan 2 akan menghasilkan tegangan induksi magnetik yang besarnya sebanding

Keuntungan yang didapat pada pemakaian regional anestesi antara lain tekniknya yang sederhana, cepat, ibu tetap sadar, bahaya aspirasi minimal, jumlah perdarahan