• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESIAPAN PASANGAN OWA JAWA (

Hylobates moloch

Audebert, 1798) UNTUK PELEPASLIARAN DITINJAU DARI

PERILAKU KAWIN DI

JAVAN GIBBON CENTER

DITA HARISTYANINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(5)

ABSTRAK

DITA HARISTYANINGRUM. Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center. Dibimbing oleh ACHMAD MACHMUD THOHARI dan BURHANUDDIN MASYUD.

Owa jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa yang tergolong satwa endangered. Potensi reproduksi owa jawa yang monogami tergolong rendah. Salah satu kriteria keberhasilan pelepasliaran owa jawa dapat dilihat dari keberhasilan reproduksi dan perilaku kawinnya. Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center) untuk mengetahui kesesuaian pasangan yang telah terbentuk dan mengamati tanda– tanda kecenderungan kawin owa jawa. Pengamatan dilakukan pada 2 pasang owa jawa bernama Asep-Dompu dan Robin-Moni menggunakan metode scan sampling. Pencatatan menggunakan teknik one-zero sampling untuk aktivitas harian, dan secara ad-libitum untuk perilaku kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan Asep-Dompu memiliki ikatan pasangan yang lebih besar dibandingkan Moni. Hal ini terlihat dari aktivitas allogrooming, istirahat bersama, dan berbagi makanan. Perilaku kawin pada pengamatan tidak teramati, akan tetapi, tanda-tanda menuju perilaku kawin sudah teramati.

Kata kunci: kesiapan pelepasliaran, owa jawa, perilaku kawin

ABSTRACT

DITA HARISTYANINGRUM. Analyze of readiness Javan Gibbon Couple (Hylobates moloch Audebert, 1798) for Release according breeding behavior in Javan Gibbon Center. Supervised by ACHMAD MACHMUD THOHARI and BURHANNUDDIN MASYUD.

Javan gibbon is one of the endemic wildlife in Javan whose endangered. The potency of javan gibbon reproduction whose monogamy is low. One criteria of reintroduction and a release pair of Javan gibbon are succeeding in reproduction. Research is doing in Javan Gibbon Center for 2 pairs of Javan Gibbon, that is Robin-Moni and Asep-Dompu. The aims of this research is to know the suited javan gibbon couple and watch the sign of breeding tendency of javan gibbon. Observe use scan sampling method and record with one-zero sampling for daily activity and ad-libitum method for breeding behavior. The result of this research is indicate that Asep-Dompu has closer than Robin-Moni. It shows from pair association whose doing by Asep-Dompu, like allogrooming, sleep together, and feed sharing. Breeding activity is not observed in this research from 2 pairs of javan gibbon, but the sign whose indicate to occur copulation was detected.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

ANALISIS KESIAPAN PASANGAN OWA JAWA (

Hylobates moloch

Audebert, 1798) UNTUK PELEPASLIARAN DITINJAU DARI

PERILAKU KAWIN DI

JAVAN GIBBON CENTER

DITA HARISTYANINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center

Nama : Dita Haristyaningrum

NIM : E34090081

Disetujui oleh

Dr Ir Achmad Machmud Thohari, DEA Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah mengenai perilaku owa jawa, dengan judul Analisis Kesiapan Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) untuk Pelepasliaran Ditinjau dari Perilaku Kawin di Javan Gibbon Center.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA dan Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku komisi pembimbing atas masukan, arahan, dan dukungan moril serta materilnya yang sangat membantu penulis. Bapak Anton Ario selaku Manager Javan Gibbon Center (JGC), staff JGC (Mas Ayung, Kang Radi, Mang Icas, dan Pak Komar), Mbak Iip, Mbak Christy, serta staff CI (Conservation International) Indonesia lainnya yang telah banyak membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtuaku, kakak dan adikku atas kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih banyak juga penulis sampaikan untuk Yohanna, Joko, Tane, Intannia, Irma, Alya, Dyah, Depol, Sinta, Elis yang telah bersedia membantu penulis sejak pengumpulan data hingga penyusunan skripsi, serta ungkapan terima kasih untuk keluarga DKSHE, HIMAKOVA, dan Anggrek Hitam (KSHE „46) atas segala doa, cerita, kebersamaan, persahabatan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Aktivitas Harian 2

Perilaku Kawin 4

METODE 5

Lokasi dan Waktu 5

Alat dan Bahan 5

Jenis Data 5

Teknik Pengambilan Data 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Pasangan Owa Jawa 9

Aktivitas Harian 9

Kesesuaian Pasangan Owa Jawa 15

Kecenderungan Perilaku Kawin 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

(11)

DAFTAR TABEL

1 Tipe suara owa jawa 3

2 Jenis dan metode pengambilan data 5

3 Frekuensi aktivitas harian owa jawa di JGC 10

4 Waktu dan jenis pakan yang diberikan di JGC 10

5 Presentase rata-rata aktivitas asosiasi pasangan owa jawa 15

DAFTAR GAMBAR

1 Posisi makan owa jawa: (a) menggantung dan (b) duduk 11

2 Presentase aktivitas harian owa jawa 11

3 Posisi owa jawa istirahat: (a) tidur, (b) duduk, dan (c) menggantung 12 4 Frekuensi rata-rata aktivitas sosial yang teramati selama pengamatan 13 5 Durasi waktu bersuara antara jantan dan betina 14 6 Allogrooming oleh Asep-Dompu (a) di atas box dan (b) di atas bambu 14

7 Aktivitas allogrooming pada Asep dan Dompu 16

8 Asosiasi pasangan pada pasangan owa jawa: (a) bermain, (b) berbagi

makanan 16

9 Perilaku menunjukkan bagian belakang (genital) individu betina pada

individu jantan 18

10 Perbandingan persentase kesesuaian pasangan dan aktivitas kawin pada

owa jawa 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi Javan Gibbon Center 22

2 Kandang pasangan owa jawa yang diamati 23

3 Pasangan Owa Jawa Asep-Dompu 24

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan salah satu satwa endemik yang tersebar hanya di Jawa Tengah (H. moloch pongoalsoni) dan di Jawa Barat (H. moloch moloch) (Supriatna 2006). Supriatna dan Wahyono (2000) menyebutkan bahwa H. moloch moloch terdapat pada hutan-hutan di Jawa Barat yang dilindungi. Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Cagar Alam Gunung Simpang merupakan habitat bagi owa jawa. H. moloch pongoalsoni ditemukan di sekitar Gunung Slamet sampai ke sekitar pegunungan Dieng di Jawa Tengah.

Owa jawa merupakan primata yang tergolong ke dalam satwa prioritas tinggi dalam dokumen strategis konservasi spesies nasional 2008-2018 (Mardiastuti et al. 2008). Spesies ini merupakan salah satu satwa yang masuk ke dalam Apendiks I CITES, serta berstatus endangered dalam situs IUCN (Andayani et al. 2008). Hal tersebut disebabkan habitat owa jawa kini semakin berkurang, seperti yang dijelaskan Supriatna (2006) bahwa faktor fragmentasi hutan menyebabkan ancaman yang serius bagi kelestarian owa jawa. Maraknya perdagangan owa sebagai peliharaan juga menjadi ancaman bagi populasi owa jawa. Spesies bermarga Hylobatidae ini tercatat memiliki total populasi antara 4000-4500 individu (Jawa Barat 3000–3400 individu, Jawa Tengah 1000-1100 individu) (Nijman 2004).

Faktor lain adalah rendahnya angka populasi owa, salah satunya disebabkan potensi reproduksi owa jawa yang tergolong rendah. Owa jawa juga umumnya diketahui hanya dapat melahirkan satu anak setiap melahirkan dalam rentang waktu ±2-3 tahun. Owa jawa bersifat monogami yang artinya setia dengan satu pasangannya. Kondisi ini juga menyebabkan penambahan jumlah populasinya tidak terlalu banyak.

Upaya konservasi untuk menyelamatkan populasi owa jawa mulai banyak dilakukan secara eksitu. Di Indonesia, owa jawa belum banyak berhasil dikembangbiakan dengan sukses di dalam kebun binatang (Nijman 2006, Supriatna 2006). Salah satu pusat penyelamatan dan rehabilitasi yang telah berhasil mengembangbiakan pasangan owa jawa adalah Javan Gibbon Center.

Keberhasilan pelepasliaran owa jawa dari suatu pusat penyelamatan dipengaruhi pula oleh keberhasilan pengembangbiakannya. Salah satu kriteria pelepasliaran owa menurut Cheyne (2008, 2012) adalah pasangan owa jawa menghabiskan minimal 7% dari total aktivitasnya dalam berasosiasi positif, atau setidaknya 3% dari waktu aktifnya dihabiskan untuk allogrooming, serta harus dapat melakukan kopulasi. Cheyne (2004) diacu dalam Rahman (2011) juga menyebutkan bahwa ikatan pasangan yang kuat dan dapat melakukan kopulasi serta memiliki kemampuan hidup adalah syarat utama pelepasliaran owa.

(13)

2

yang menuju ke arah kopulasi, termasuk kesesuaian pasangan yang terbentuk antara owa jawa yang dijodohkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pasangan yang telah terbentuk dan mempelajari tanda-tanda kecenderungan perilaku kawin owa jawa di pusat penyelamatan dan rehabilitasi owa jawa, serta kesiapan pasangan owa jawa untuk dilepasliarkan berdasarkan perilaku kawinnya.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan:

1. Informasi mengenai ikatan pasangan yang terbentuk serta tanda-tanda perilaku kawin owa jawa yang berada di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa Javan Gibbon Center.

2. Bahan pertimbangan bagi pengelolaan owa jawa sebelum dilakukan tahap pelepasliaran ke alam.

TINJAUAN PUSTAKA

Aktivitas Harian

Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan pada waktu aktif satwa yang berhubungan dengan ruang dan waktu. Menurut Campbell et al. (2004), perilaku adalah apa yang dilakukan oleh seekor hewan dan bagaimana hewan tersebut melakukannya. Aktivitas harian pada owa jawa meliputi makan, bergerak, istirahat, dan sosial.

Makan

Makan merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh satwa sebagai pemberi energi untuk aktivitasnya. Owa jawa merupakan satwa frugivora (pemakan buah) namun juga sering memakan jenis makanan lain seperti serangga, daun dan sayuran. Aktivitas mencari makan owa jawa menurut Rahman (2011) dilakukan pada pagi hari, siang setelah beristirahat hingga menjelang sore. Owa jawa dapat melakukan aktivitas tersebut dengan berbagai posisi yaitu duduk, bergantung dan berdiri dengan satu atau kedua tungkai bebas mengambil makanan (Kappeler 1981 diacu dalam Prastyono 1999). Owa jawa diketahui mengkonsumsi buah lebih cepat dibandingkan dengan sayuran (Amarasinghe dan Amarasinghe 2010).

Bergerak

(14)

3 memanjat (climbing), melompat (jumping), dan berjalan menggunakan kedua tungkainya (bipedal). Prastyono (1999) menjelaskan bahwa owa jawa juga dapat melakukan pergerakan dengan cara berjalan secara bipedal di permukaan tanah dengan cara mengangkat tinggi lengannya untuk menjaga keseimbangan dan tangannya tidak terseret di tanah.

Istirahat

Aktivitas istirahat adalah kondisi owa jawa ketika tidak melakukan aktivitas apa-apa dalam masa aktifnya. Owa jawa tidur dengan posisi berbaring atau duduk dengan menempelkan pantatnya di atas dahan, menekuk kedua lutut mendekati dada, kemudian tangan mendekap tubuh dan kepala tunduk dimasukkan di antara lutut dan tangan (Oktaviani 2009). Riendrasari et al. (2009) menjelaskan bahwa aktivitas istirahat yang di lakukan owa jawa di pengkaran PSSP (Pusat Studi Satwa Primata) IPB dengan cara duduk diam di tempat bersandar, duduk memandangi individu lain, duduk di dahan pohon, berbaring. Penelitian Kurniawati (2010) juga menyebutkan bahwa aktivitas istirahat adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh owa jawa.

Sosial

Perilaku sosial adalah interaksi yang dilakukan oleh individu owa jawa terhadap individu lainnya. Perilaku sosial marga Hylobatidae menurut Ladjar (1995) diacu dalam Prastyono (1999) antara lain antara lain berkutu-kutuan (grooming), bersuara (vocalization), dan bermain (playing) yang sebagian besar perilaku ini dilakukan oleh individu-individu muda.

Bersuara merupakan suatu aktivitas yang berfungsi sebagai penanda teritori wilayah atau sebagai pengurang resiko dimangsa oleh predator. Perilaku bersuara oleh individu jantan juga dapat menunjukkan panggilan yang berarti kesiapan aktivitas seksualnya (Oktaviani 2009). Semua jenis owa memiliki suara yang keras dan panjang, serta berpola (well-patterned song). Geissman dan Nijman (2006), membagi tipe suara owa jawa menjadi 6 (Tabel 1).

dengan volume tinggi dan disertai dengan gerakan. Durasinya sekitar 3-18 menit

Scream bout Suara wa‟ rendah dan singkat dengan berteriak atau menjerit Harassing

call bout

Jeritan pendek dan keras disertai gerakan agresif, dapat dilakukan oleh semua angggota keluarga jika merasa terancam Communal termasuk berteriak. Beberapa jantan dalam populasi terkadang bersuara secara bersamaan dengan durasi 8-42 menit

Disturbance hoot bout

Teriakan yaitu suara „wa‟ dalam frekuensi tinggi, terjadi dalam beberapa menit

(15)

4

Berbeda dengan Geissman dan Nijman, suara owa jawa menurut Sutrisno (2001) ada tiga jenis, yaitu suara pagi hari (morning call) yang dilakukan oleh individu betina dewasa sebagai penanda teritori. Suara tanda bahaya (alarm call) karena ada bahaya dari predator serta melindungi daerah teritorinya, jenis suara ini dikeluarkan oleh semua anggota kelompok. Suara pada kondisi tertentu (conditional call) yang dikeluarkan oleh individu owa jawa tanpa alasan tertentu.

Owa jawa melakukan aktivitas bersuara pada pagi hari (Geissman dan Nijman 2006). Pada pagi hari, owa jawa akan mengeluarkan suara berupa lengkingan nyaring yang disebut morning call dengan durasi antara 10–30 menit yang dapat diidentifikasi hingga radius 500–1.500 m (Rahman 2011). Individu betina lebih berperan besar dalam penandaan teritori atau daerah jelajahnya sehingga menurut Rahman (2011), owa jawa betina lebih sering mengeluarkan suara dibandingkan jantan

Perilaku Kawin

Owa jawa merupakan satwa monogami yang hanya setia pada pasangannya selama hidup. Owa dewasa biasanya hidup soliter atau berpasangan dan mempertahankan wilayah teritorinya bersama-sama pasangannya tersebut (Amarisinghe dan Amarisinghe 2010). Owa jawa rata-rata melahirkan 1 anak setiap kali melahirkan dengan masa hamil sekitar 210 hari (7 bulan) (Hodgkiss et al. 2009). Jarak atau interval kelahiran pada owa jawa biasanya berkisar antara 2– 3 tahun setelah kelahiran pertama.

Hodgkiss et al. (2009) menyebutkan bahwa dewasa kelamin pada owa jawa di penangkaran antara 6.5–7 tahun, hampir sama seperti di alam yang berkisar antara 6–8 tahun (Geissmann 1991 diacu dalam Amarisinghe dan Amarisinghe 2010). Siklus reproduksi pada penelitian Hodgkiss et al. (2009) menunjukkan bahwa tanda–tanda reproduksi pada betina ditunjukkan dengan pembengkakan pada bagian kelaminnya dengan rata-rata siklus 27 hari dan lama siklus menstruasi sekitar 26 hari.

Perilaku reproduksi biasanya ditandai dengan perilaku afiliatif yang menimbulkan terjadinya kopulasi. Amarasinghe dan Amarasinghe (2010) menyebutkan bahwa perilaku afiliatif yang terjadi terdiri dari bercumbu (courtship) dan kopulasi. Courtship dilakukan dengan cara mengikuti dan kontak dengan pasangannya, kemudian istirahat bersama atau berkutuan. Biasanya owa menciumi tubuh pasangannya, mulai dari kepala hingga punggung dan betina lebih sering berinisiatif menelisik tubuh pasangannya terlebih dahulu. Kurniawati (2010) menyebutkan perilaku courtship meliputi mendekat, menjauh, mengikuti, kontak tubuh, asosiasi pasif yaitu tidak terjadinya perilaku pasangan saat posisi individu jantan dan betina berada pada jarak yang terjangkau untuk melakukan perilaku pasangan (berkisar 1m), menelisik individu lain (allogrooming), melihat kelamin pasangannya, menciumi tubuh individu lain dan mencoba kawin.

(16)

5 jantan akan menjilati untuk membersihkannya (Amarasinghe dan Amarasinghe 2010). Kurniawati (2010) juga menjelaskan, indikasi terjadinya ejakulasi dapat diketahui melalui basahnya penis jantan yang merupakan sisa semen maupun menggumpalnya rambut disekitar daerah genital akibat tetesan semen.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa Javan Gibbon Center (JGC), Seksi Wilayah Konservasi II Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Lampiran 1). Waktu penelitian dilakukan mulai 7 Juni hingga 20 Juli 2013 pada 2 kandang pasangan owa jawa di JGC. Pengamatan dilakukan 4-5 hari setiap minggunya.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk mengamati dua pasang owa jawa (Robin-Moni dan Asep-Dompu) dalam kandang pasangan (Lampiran 2) adalah:

1. Binokuler untuk mengamati aktivitas owa jawa pada kandang, jika tidak terlihat karena terlalu jauh.

2. Kamera untuk mendokumentasikan aktivitas pada owa jawa. 3. Alat pengukur waktu untuk mengukur waktu pengamatan. 4. Termohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan 5. Tallysheet dan alat tulis untuk mencatat data yang diamati.

Jenis Data

Data yang diambil dalam penelitian tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan metode pengambilan data

No Jenis data Parameter yang diambil Metode

1 Identitas individu Nama, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan

Studi pustaka 2 Ciri morfologi

individu

Ciri fisik, warna rambut wajah dan bagian tubuh lainnya, ciri fisik jantan dan betina

Observasi langsung

3 Aktivitas harian Makan, sosial, bergerak, istirahat Observasi langsung 4 Perilaku kawin Pendekatan, pra-kopulasi, kopulasi,

pasca-kopulasi 6 Perkandangan Ukuran kandang, bahan kandang,

enrichment

(17)

6

Teknik Pengumpulan Data

Aktivitas dan perilaku owa jawa dilakukan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu aktivitas harian dan perilaku kawin.

1. Aktivitas harian meliputi:

a. Makan meliputi aktivitas owa jawa yang dimulai dari memilih, memegang, hingga memasukkan makanannya ke dalam mulut, menggigit, mengunyah dan menelannya.

b. Bergerak yaitu perilaku owa jawa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Aktivitas bergerak meliputi brakiasi, berayun, memanjat, lompat dan berjalan secara bipedal.

c. Sosial meliputi aktivitas yang dilakukan owa jawa dalam berinteraksi dengan owa jawa lain atau pasangannya. Aktivitas sosial meliputi grooming, bersuara, agonistik dan bermain.

d. Istirahat yaitu ketika owa jawa tidak melakukan kegiatan apapun. Posisi istirahat dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring atau tidur.

2. Perilaku kawin owa jawa meliputi cara pasangan owa jawa berperilaku kawin. Perilaku kawin dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:

a. Pendekatan yaitu tanda – tanda perilaku yang menunjukkan akan terjadinya kopulasi, seperti mendekati, asosiasi pasif, allogrooming, kontak tubuh. b. Pra kopulasi, biasanya perilaku yang ditunjukkan adalah perilaku sebelum

terjadinya kopulasi pada owa antara lain genital display, social explore (perilaku menciumi tubuh individu lain) dan mencoba kawin (jantan berusaha kopulasi).

c. Kopulasi terjadi melalui intromisi, pelvis thrusting, ejakulasi, dan dismounting jika terjadi mounting.

d. Pasca kopulasi, jantan akan menjilati bagian genital betina yang basah untuk membersihkan apabila telah terjadi ejakulasi. Perilaku lain yang diamati adalah, menjauh, mendekat, allogrooming, dan bersuara.

Data dikumpulkan dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dengan cara scan sampling, yaitu mencatat sepasang owa jawa yang berada dalam satu kandang secara bersamaan. Pengamatan dilakukan setiap selang waktu 5 menit antara pengamatan dan istirahat. Waktu pengamatan dilakukan pada pukul 06.00-17.00 WIB, mulai owa jawa aktif hingga beristirahat kembali. Pencatatan aktivitas harian dilakukan dengan metode one-zero sampling, yaitu dengan memberi nilai 1 pada aktivitas yang terjadi dan 0 pada pada aktivitas yang tidak terjadi (Altmann 1974). Perilaku kawin owa jawa secara khusus juga dicatat secara deskriptif menggunakan metode ad libitum sampling, yaitu dengan mencatat aktivitas yang dilakukan secara tak terbatas.

(18)

7

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai.

Aktivitas Harian

Ativitas harian yang teramati dianalisis secara kuantitatif dengan cara menghitung presentase suatu jenis aktivitas yang dilakukan owa jawa dalam sehari. Persentase aktivitas owa jawa dihitung dengan cara:

e e e ( ) e e Keterangan: i = jenis aktivitas

Kesesuaian Pasangan

Kesesuaian pasangan dianalisis secara deskriptif, yaitu penjelasan mengenai parameter-parameter yang diamati pada penelitian. Analisis tersebut akan dijelaskan pula dalam bentuk tabel dan grafik agar mempermudah memahami isi tulisan. Kesesuaian pasangan owa jawa di JGC dianalisis berdasarkan kriteria Cheyne et al. (2008), yaitu asosiasi pasangan yang meliputi asosiasi pasif (berdekatan tapi tidak terjadi kontak) seperti duduk dan makan, dan asosiasi positif, yaitu allogrooming, bermain bersama dan kopulasi. Apabila pasangan owa jawa telah berasosiasi positif lebih dari 7%, maka pasangan owa tersebut dianggap sudah memiliki kesesuaian pasangan yang baik. Jika masih kurang dari 7%, maka kesesuaian pasangan tersebut belum cukup baik atau belum kuat.

Tanda-Tanda Perilaku Kawin

Tanda-tanda kawin yang terjadi pada pasangan owa jawa dianalisis secara deskriptif berdasarkan tahapan perilaku kawin yang ditunjukkan. Tahapan perilaku kawin dibagi menjadi 4 tahap yaitu pendekatan, pra-kopulasi, kopulasi, dan pasca kopulasi. Data yang didapat kemudian dijelaskan secara deskriptif dan disesuaikan dengan kategori tahapan yang telah ditentukan.

Kesiapan Pelepasliaran

Kesiapan pelepasliaran pasangan owa jawa dianalisis secara deskriptif dalam tabel dan presentase. Kriteria owa yang siap untuk dilepasliarkan menurut Cheyne et al. (2008, 2012) yaitu :

1. Owa harus dapat bergerak dengan baik dalam kandang dan pergerakannya paling banyak dilakukan secara brakiasi atau berayun.

2. Proporsi pergerakan owa di atas tanah tidak lebih dari 5% waktu aktifnya. Proporsi pergerakan yang dilakukan pada bagian atas kandang minimal 40%. Owa tidak boleh terlihat tidur di atas tanah.

3. Setiap pasangan owa, minimal 7% dari total waktu aktivitasnya digunakan untuk berasosiasi positif, serta 3% dari total waktu aktivitasnya dihabiskan untuk allogrooming.

4. Pasangan owa jawa harus dapat melakukan kopulasi dan masing – masing individu dapat melakukan inisiatif untuk melakukan kopulasi.

(19)

8

6. Perilaku menyimpang yang ditunjukkan owa tidak lebih dari 3%.

Hasil yang didapat kemudian disesuaikan dengan kriteria tersebut. Kesiapan pasangan owa jawa untuk dilepasliarkan pada penelitian kemudian dianalisis secara khusus menggunakan kriteria ketiga dan keempat, yaitu berdasarkan perilaku kawin yang teramati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Javan Gibbon Center (JGC) didirikan pada tahun 2002 melalui kerjasama antara beberapa instansi yaitu Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Silvery Gibbons Project (SGP), Yayasan Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa, Conservation International Indonesia, dan Universitas Indonesia (Payne & Campbell 2007). Awalnya, JGC didirikan di atas lahan PT. Pengembangan Agrowisata Prima, Desa Nangerang, Sukabumi, Jawa Barat. Desember 2006, lokasi JGC dipindahkan di areal perluasan TNGGP, Resort Bodogol Seksi Konservasi Wilayah II Bogor dengan posisi geografis pada 06046‟ 28.8” LS d 605 ‟ 24. ” B dan ketinggian 650 mdpl. Lokasi tersebut dipilih agar lebih dekat dengan lokasi dan suasana hutan yang alami. Posisi Pepohonan yang terdapat di kawasan ini didominasi oleh Agatis (Agathis dammara) (Ario et al. 2007).

Tujuan utama dari JGC adalah melepasliarkan kembali owa jawa yang ada ke alam (Ario et al. 2011). Aktivitas yang dilakukan untuk menunjang tujuan tersebut yaitu penyelamatan, rehabilitasi, informasi konservasi, pendidikan dan penyadaran, penelitian, reintroduksi, serta monitoring. Tahapan pelepasliaran yang dilakukan di JGC adalah karantina, sosialisasi individu dan pasangan, penjodohan, uji coba pelepasan, pelepasan, dan pemantauan (Ario et al. 2007).

Sistem penjodohan di JGC dilakukan dengan memasukkan owa jawa jantan dan betina dalam 1 kandang bersekat terlebih dahulu. Apabila tidak terjadi agonistik, maka pasangan dibiarkan terlebih dahulu hingga kemudian dimasukkan dalam 1 kandang pasangan. Apabila terjadi agonistik atau agresif pada pasangan tersebut, maka mereka akan dikeluarkan dan dijodohkan dengan individu lain.

(20)

9

Pasangan Owa Jawa

Pasangan owa jawa pertama adalah Asep dan Dompu (Lampiran 3). Asep merupakan owa jawa jantan yang berasal dari PPS (Pusat Penyelamatan Satwa) Tegal Alur, Jakarta. Awalnya, Asep merupakan satwa peliharaan yang diserahkan ke PPS. Pada tanggal 23 April 2010, Asep diserahkan kepada pengelola Javan Gibbon Center. Asep diperkirakan lahir pada tahun 2002 dan dipindahkan ke kandang introduksi pada tangggal 7 Juni 2010. Asep-Dompu mulai dipasangkan sejak 25 Oktober 2010 hingga sekarang (Juli 2013).

Dompu merupakan serahan dari PPS Cikananga, Sukabumi pada April 2008. Dompu diperkirakan lahir pada tahun 1999 dan diduga telah lama menjadi satwa peliharaan masyarakat sebelum masuk PPS. Dompu sudah berada pada kandang introduksi sejak tahun 2008 dan baru dipasangkan dengan Asep pada tahun 2010. Sejak saat itu, Dompu berada dalam kandang pasangan dengan Asep. Dompu memiliki suatu kebiasaan yang sering dilakukan dalam melakukan setiap aktivitas yang tegolong tidak normal yaitu menghisap jari kakinya.

Pasangan kedua adalah Robin dan Moni (Lampiran 4). Robin merupakan Desember 2011, Robin dan Lukas dipisahkan karena dianggap tidak memiliki kecocokan. Sejak Januari 2012 hingga sekarang (Juli 2013), Robin dipasangkan dengan betina lain yaitu Moni.

Moni diperkirakan lahir pada tahun 2004 dan berasal dari wilayah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Menurut salah satu pihak pengelola JGC, Moni pertama kali ditemukan oleh masyarakat Gunung Honje (TNUK) setelah terseret arus sungai hingga kemudian diselamatkan, dan pada akhirnya dirawat oleh pihak JGC sejak 3 Maret 2005. Moni berada di kandang introduksi selama 3 tahun dan dipasangkan pertama kali dengan Moli pada 1 Januari 2010. Setelah setahun bersama Moli, 10 Desember 2011 Moni dipindahkan dan dipasangkan dengan Jimbo. Moni dan Jimbo hanya berada di kandang pasangan selama 1 bulan, karena tidak cocok. Setelah dipasangkan dengan Jimbo, pada Januari 2012, Moni mulai dipasangkan dengan Robin hingga sekarang (Juli 2013).

Aktivitas Harian

(21)

10

Tabel 3 Frekuensi aktivitas harian owa jawa di JGC

Individu Aktivitas

Makan Bergerak Istirahat Sosial

Asep 13 33 53 15

Aktivitas makan merupakan aktivitas yang paling sedikit dilakukan oleh pasangan owa jawa yang diamati. Hal ini terkait jadwal pakannya yang hanya pada waktu tertentu, sehingga aktivitas makan yang ditemukan juga cenderung sedikit tercatat dibandingkan dengan aktivitas lain (Tabel 3). Owa jawa merupakan satwa frugivora yang berarti sebagian besar dari pakannya berupa buah-buahan. Jenis pakan yang diberikan di JGC dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Waktu dan jenis pakan yang diberikan di JGC

Waktu Tipe Pakan Jenis

07.00 Buah–Buahan

Buah Hutan

Apel, Jeruk, Mangga, Pisang, Rambutan, Salak, Sawo, Alpukat, Kedondong, Asem, Duku, Markisa, Pir, Bengkuang, Nanas, Semangka, Mangga, Anggur

Beunying (Ficus pistulosa), Afrika (Maesopsis eminii), Darandang (Ficus sinuate), Hampelas (Ficus hampelas), Kondang (Ficus variegata), Bareubeuy badak (Rapanea avenis), Kokosan monyet (Dysoxylum aliaceum), Hamerang (Ficus alba), Walen (Ficus ribes), Rasamala (Altingia excelsa), Jirak (Symplocos chonchinen)

10.00/12.00 Sayuran Wortel, Terong, Mentimun, Kangkung, Kancang panjang, Sawi, Buncis, Jagung, Tomat, Daun Pepaya

14.00 Pakan Tambahan

Ubi, Tahu, Tempe

(22)

11 Individu–individu owa jawa yang diamati juga terlihat mencabuti daun– daun dari pohon agatis di sekitar kandang dan memakannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan owa tidak hanya buah saja, tetapi juga dedaunan. Individu yang diamati juga terlihat mengambil daun dan buah yang jatuh dari tanah, hal ini apabila terlalu sering terjadi dikhawatirkan akan membuat mereka terancam predator apabila sudah dilepasliarkan.

Gambar 1 Posisi makan owa jawa: (a) menggantung dan (b) duduk

Bergerak

Perilaku bergerak merupakan perilaku yang cukup sering dilakukan setelah aktivitas istirahat, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Owa jawa memiliki beberapa tipe pergerakan, yaitu brakiasi, berayun-ayun, memanjat (climbing), melompat (leaping), dan bipedal atau berjalan (Ario 2010). Owa jawa merupakan satwa arboreal yang hidup di ketinggian 1400-1600 mdpl (Supriatna dan Wahyono 2000) dan berada pada tajuk pohon atas.

Gambar 2 Presentase aktivitas harian owa jawa

Hylobates merupakan jenis primata yang melakukan pergerakan dengan cara brakiasi. Selain melakukan brakiasi, owa jawa yang diamati juga terlihat melakukan aktivitas berayun-ayun dan melompat. Bipedal atau berjalan dengan kedua kakinya juga terkadang terlihat pada pasangan owa jawa. Cara berjalan yang teramati pada Dompu dan Asep adalah dengan berjalan pada bambu. Mereka berjalan setelah mengambil makanan, kemudian duduk di ujung bambu tersebut. Cara berjalan yang terlihat adalah dengan berjalan menggunakan kedua kakinya serta mengangkat kedua tangannya agak ke atas seperti yang dikemukakan pula

9.65%

30.12% 47.76%

12.47%

Makan

Bergerak

Istirahat

Sosial

(23)

12

oleh Prastyono (1999). Aktivitas bipedal yang terlihat pada Robin dan Moni terlihat pada bagian pinggir kandang dengan kedua tangan berpegangan pada kawat pula.

Salah satu aktivitas bergerak abnormal owa jawa yang teramati dilakukan oleh Moni yaitu melompat ke tanah, berguling-guling, mengambil rerumputan kemudian kembali lagi ke atas kandang. Perilaku tersebut terlihat sekitar pukul 10.00-11.00 hingga ±12 kali meloncat ke tanah dan berguling-guling. Aktivitas ini terjadi setelah Moni mendekati Robin namun diabaikan. Diduga pada saat itu Moni mengalami stress, sehingga agresif dan berperilaku abnormal. Perilaku yang ditunjukkan Moni tersebut menunjukkan bahwa Moni belum siap untuk dilepasliarkan ke alam.

Aktivitas abnormal berjalan di tanah juga terlihat pada Asep-Dompu. Aktivitas tersebut terjadi setelah bergulat dengan Asep dan terjatuh dari tali ayunan. Pada Asep terlihat ketika mengambil makanan di tanah. Sekitar 1,7% dari pergerakannya dilakukan Asep-Dompu di atas tanah. Dilihat dari kriteria Cheyne (2008), hal tersebut masih tergolong normal, akan tetapi lebih baik jika aktivitas di atas tanah tersebut tidak terjadi.

Istirahat

Istirahat merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh kedua pasang owa jawa yang diamati, seperti terlihat pada Gambar 2. Aktivitas istirahat adalah kondisi owa jawa ketika tidak melakukan aktivitas apa-apa dalam masa aktifnya. Hasil perhitungan menunjukan bahwa rata-rata sekitar 47,76 % (n=4) dari masa aktifnya digunakan untuk beristirahat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kurniawati (2010) yang menyebutkan bahwa owa jawa menghabiskan sekitar 57.05±0.45 % dari waktu aktifnya untuk beristirahat. Aktivitas istirahat biasa dilakukan di sela – sela aktivitas makan, bergerak, atau sosial, serta istirahat panjang yang dilakukan pada sore hari menjelang malam.

Owa jawa yang diamati tidur dengan berbagai posisi (Gambar 3) yaitu berbaring, duduk dan menggantung. Posisi duduk yang teramati dilakukan oleh individu pengamatan dengan cara menekuk kedua lutut mendekati dada, kemudian tangan mendekap tubuh dan kepala tunduk dimasukkan di antara lutut dan tangan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Oktaviani (2009). Pada cuaca hujan, berkabut atau pada suhu rendah, cara duduk seperti itu merupakan cara owa jawa menghangatkan tubuhnya. Cara lain yang digunakan untuk menghangatkan tubuh mereka adalah dengan berjemur dan beristirahat pada bagian kandang yang tersinari matahari.

Gambar 3 Posisi owa jawa istirahat: (a) tidur, (b) duduk, dan (c) menggantung (b)

(24)

13

Sosial

Aktivitas sosial yang ditemukan pada penelitian sebesar 12,47% yang dibagi menjadi 4 tipe yaitu bersuara, grooming, agonistik, dan bermain (Gambar 4). Hal ini berbeda dengan pengamatan Ario (2010) yang menyebutkan bahwa aktivitas sosial paling sedikit teramati pada owa jawa. Perbedaan nilai persentase tersebut diduga karena pada pengamatan Ario (2010) adalah pasangan individu di alam, sedangkan dalam penelitian ini individu yang diamati merupakan pasangan owa jawa dalam kandang sehingga aktivitas sosial yang teramati lebih sering terlihat.

Gambar 4 Frekuensi rata-rata aktivitas sosial yang teramati selama pengamatan Bersuara pasangan Robin dan Moni. Robin akan bersuara setelah Moni selesai melakukan aktivitas bersuaranya dan akan berhenti apabila Moni mulai aktif bersuara lagi. Hal ini sejalan dengan Amarasinghe & Amarasinghe (2010) yang menyebutkan owa jawa jantan dan betina tidak melakukan duet. Geissmann & Nijman (2006) juga menyebutkan bahwa Hylobates moloch dan Hylobates klosii merupakan dua spesies primata yang tidak melakukan duet antara jantan dan betina. Jenis suara yang dikeluarkan antara jantan dan betina memiliki perbedaan. Tipe suara jantan cenderung terdengar lebih lembut dibandingkan dengan betina. Selain itu, perilaku yang terlihat juga sedikit berbeda. Betina akan melakukan gerakan agresif pada akhir klimaksnya, sedangkan pada jantan tidak terdengar suara klimaks dan gerakan agresif.

(25)

14

jarang–jarang, hingga kemudian sekitar 2-7 menit kemudian mulai terdengar dengan volume lebih kencang dan panjang hingga klimaks.

Gambar 5 Durasi waktu bersuara antara jantan dan betina Grooming

Grooming merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menghilangkan kotoran – kotoran yang ada pada tubuhnya. Grooming dapat dilakukan sendiri (autogrooming) atau antar individu (allogrooming). Aktivitas allogrooming, hanya teramati pada pasangan Asep-Dompu sekitar 5-6% . Hal ini diduga karena pasangan Asep-Dompu telah berada bersama dalam 1 kandang lebih lama daripada Robin-Moni sehingga mereka telah terbiasa bersama. Pada owa jawa, allogrooming biasanya dilakukan oleh individu betina pada pasangannya. Hal ini juga terlihat pada Dompu yang selalu melakukan grooming pada tubuh Asep. Aktivitas allogrooming biasanya terlihat pada siang dan sore hari sebelum mereka melakukan istirahat panjang. Setelah aktivitas allogrooming berhenti, pasangan ini terlihat istirahat bersama pada box. Aktivitas grooming yang dilakukan biasanya dilakukan di atas box tidur. Sempat pula teramati mereka melakukan allogrooming di bambu (Gambar 6).

Gambar 6 Allogrooming oleh Asep-Dompu (a) di atas box dan (b) di atas bambu Agonistik

Berbeda dengan Asep-Dompu, pasangan Robin-Moni lebih banyak terlihat beraktivitas sosial dengan agonistik (6-6.5%). Perilaku ini biasanya didahului terlebih dahulu dengan perilaku agresif soliter pada Moni, kemudian ia mendekati Robin namun diabaikan hingga akhirnya keduanya menjadi agonistik. Keduanya juga akan menunjukkan ekspresi menyeringai ketika merasa terganggu. Perilaku agonistik, seharusnya seminimal mungkin terlihat pada pasangan owa jawa,

(26)

15 karena menunjukkan ikatan pasangan yang belum kuat. Perilaku agonistik terjadi sebelum waktu makan dan berhenti setelah keeper datang untuk memberi makanan.

Bermain

Perilaku bermain merupakan salah satu bentuk perilaku sosial yang biasa ditemukan pada individu anak dan remaja. Bermain dikategorikan ke dalam bentuk aktivitas yang tidak memiliki tujuan tertentu, baik dilakukan dengan individu lain atau sendiri (soliter). Perilaku bermain bersama seperti bergulat ditemukan pada pasangan Asep-Dompu sebanyak 1.96% atau rata-rata 2 kali dalam sehari. Pada pasangan Robin-Moni, perilaku bermain hanya ditemukan pada Moni yaitu secara soliter (Gambar 4). Hal ini dikarenakan Moni merupakan individu betina yang berumur 9 tahun dan baru memasuki umur dewasa sehingga masih terdapat kecenderungan untuk melakukan aktivitas bermain. Moni bermain di atas boxnya dengan menggigit–gigit tali ayunan yang sudah putus atau memainkannya di dalam box tidurnya. Aktivitas bermain Moni lainnya yang pernah terlihat adalah bermain dengan biji salak di atas box, berayun-ayun serta berputar-putar pada tali ayunan.

Kesesuaian Pasangan Owa Jawa

Ikatan pasangan owa jawa merupakan penentu keberhasilan reproduksi yang akan terjadi seperti yang dijelaskan Cheyne (2004) diacu dalam Rahman (2011). Aktivitas harian yang sering dilakukan bersama oleh pasangan owa jawa yang dijodohkan dapat menunjukkan kekuatan ikatan yang terbentuk. Menurut Cheyne et al. (2008) asosiasi pasangan owa jawa meliputi asosiasi pasif dan positif. Asosiasi pasif (berdekatan tapi tidak terjadi kontak) seperti duduk dan makan, sedangkan asosiasi positif yaitu allogrooming, bermain bersama, dan kopulasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikatan pasangan yang lebih kuat adalah pada pasangan Asep-Dompu dibandingkan dengan Robin-Moni. Hal ini dapat dilihat dari asosiasi pasangan baik pasif atau positif yang lebih banyak dilakukan oleh Asep-Dompu dalam aktivitas kesehariannya (Tabel 5). Menurut Kurniawati (2010), perilaku kooperatif pada pasangan owa dapat menunjukan ikatan pasangan yang kuat. Asosiasi pasangan yang terjadi pada pasangan Asep-Dompu lebih sering terjadi karena mereka telah bersama dalam satu kandang lebih lama daripada Robin-Moni.

Tabel 5 Presentase rata-rata aktivitas asosiasi pasangan owa jawa

Asosiasi Pasangan Persentase (%)

Asep-Dompu Robin-Moni

Asosiasi Positif Allogrooming 5,65 0

Bermain 1,88 0

Mencoba Kopulasi 0,84 0,82

Asosiasi Pasif Istirahat 2,61 0,40

Makan 4,71 0

(27)

16

Aktivitas harian yang sering dilakukan bersama-sama oleh Asep dan Dompu adalah allogrooming. Allogrooming dapat menunjukkan kesiapan kawin antara jantan dan betinanya, melalui allogrooming ikatan pasangan akan menjadi semakin kuat. Aktivitas grooming yang dilakukan biasanya dilakukan di atas box tidur (Gambar 7). Pasangan Asep-Dompu sempat pula teramati melakukan allogrooming di bambu. Allogrooming biasanya dilakukan atas inisiatif Dompu untuk melakukan grooming pada Asep. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amarasinghe dan Amarasinghe (2010) yang menyebutkan bahwa betina lebih berinisiatif dalam melakukan allogroooming.

Gambar 7 Aktivitas allogrooming pada Asep dan Dompu

Sebesar 5-6% dari waktu aktif Asep-Dompu seperti yang tercantum pada Tabel 4, digunakan untuk melakukan allogrooming. Salah satu kriteria pelepasliaran owa jawa menurut Cheyne et al. (2008), aktivitas allogrooming pada pasangan owa jawa minimal telah mencapai 3% dari aktivitas hariannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pasangan Asep-Dompu berdasarkan salah satu kriteria Cheyne tersebut sudah masuk dalam kriteria pasangan yang siap dilepaskan. Kedekatan pasangan Asep-Dompu juga terlihat melalui asosiasi pasif dan asosiasi positif lain. Aktivitas lain yang teramati adalah ketika Dompu berbagi dan memberikan makanannya pada Asep kemudian mereka makan bersama–sama (Gambar 8), atau ketika Dompu berperilaku seperti menyuapi Asep.

Gambar 8 Asosiasi pasangan pada pasangan owa jawa: (a) bermain, (b) berbagi makanan

(28)

17

Kecenderungan Perilaku Kawin

Asep-Dompu saat ini (2013) berumur 11 dan 14 tahun, sedangkan Robin-Moni berumur 13 dan 9 tahun. Umur tersebut termasuk ke dalam kelas umur owa dewasa menurut Kapeler (1981) diacu dalam Rahman (2011), sehingga aktivitas dan perilaku reproduksi sudah dapat terjadi. Hodgkiss (2009) menyebutkan bahwa owa betina memasuki masa dewasa pada umur 6-8 tahun dengan pertama kali terlihat dari pembengkakan genitalnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa umur owa pertama menstruasi adalah 6.2-6.5 tahun dan pertama kali melahirkan sekitar umur 8.2-9.8 tahun.

Dompu mengalami masa menstruasi sekitar tanggal 10, sedangkan Moni pada tanggal 17. Siklus menstruasi biasanya terjadi setiap sekitar 20 hari sekali dengan lama ±3-4 hari (Ario dan Masnur 2010). Berdasarkan wawancara dengan perawat, ketika betina sedang mengalami menstruasi jantan akan terlihat menolak didekati oleh betina. Hal ini disebabkan karena bau kurang enak yang ditimbulkan dari betina tersebut. Menstruasi pada Dompu dan Moni menunjukkan bahwa mereka sudah dapat melakukan reproduksi dan perilaku kawin karena telah memasuki dewasa kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rowel (1970) diacu dalam Paputungan et al. (2000) yang menyebutkan bahwa fase menstruasi merupakan salah satu tanda betina sudah dewasa kelamin.

Siklus reproduksi mamalia betina menurut Campbell et al. (2004) terdiri dari dua jenis yaitu siklus menstruasi dan siklus estrus. Pada siklus menstruasi, endometrium akan meluruh dari uterus melalui pendarahan yang disebut dengan menstruasi. Berbeda dengan siklus menstruasi, pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus dan tidak terjadi pendarahan. Siklus menstruasi terdiri dari fase menstruasi, fase folikuler, fase ovulasi, dan fase luteal (Paputungan et al. 2000).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa individu betina terlihat agresif kepada jantan untuk melakukan aktivitas kawin. Hal ini diduga karena pada waktu pengamatan tersebut, individu betina sedang berada pada fase folikuler siklus reproduksi. Menurut Campbell et al. (2004) pada fase folikuler, pituitari mensekresikan FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). FSH tersebut merangsang pertumbuhan folikel dan mensekresikan estrogen. Hormon estrogen yang dihasilkan terus meningkat hingga sebelum terjadi ovulasi dan mengakibatkan meningkatnya perilaku seksual betina. Paputungan et al. (2000) juga menyebutkan bahwa tingkah laku seksual primata betina disebabkan oleh rangsangan hormon terutama estrogen dan rangsangan luar akibat keberadaan pejantan.

(29)

18

menjadi penentu kuat perilaku dan dorongan seksual secara spesifik serta meningkatkan agresivitas.

Tanda-tanda aktivitas dan perilaku kawin selama pengamatan sudah terlihat pada kedua pasangan owa jawa. Perilaku tersebut masih termasuk dalam kategori pendekatan yaitu aktivitas yang mengindikasikan akan terjadinya kopulasi. Pada pengamatan, aktivitas yang menunjukkan tanda-tanda perilaku kawin adalah betina mencoba mendekati pasangannya dan menunjukkan bagian belakang tubuhnya (Gambar 9). Perilaku tersebut termasuk ke dalam kategori perilaku atraktifitas yang ditunjukkan betina. Maheswari (2007) menjelaskan bahwa perilaku atraktifitas yaitu kemampuan betina memberikan sinyal kepada jantan bahwa betina tersebut sedang dalam kondisi siap fertilisasi.

Gambar 9 Perilaku menunjukkan bagian belakang (genital) individu betina pada individu jantan

Perilaku lain yang terlihat pada pasangan owa jawa setelah pendekatan adalah mencoba kopulasi. Pada pengamatan perilaku mencoba kopulasi yang teramati yaitu Dompu mendekati Asep yang sedang diam kemudian menunjukkan bagian belakangnya, setelah itu Asep mencoba memeluk Dompu dan menciumi tubuh Dompu. Setelah itu Asep pergi dan tidak terjadi kopulasi. Ario (2010) menyebutkan bahwa kopulasi terjadi melalui tahapan intromisi, pelvis thrusting, ejaculation, dan dismounting. Posisi kopulasi biasanya terjadi secara dorso-ventral. Ario (2010) menjelaskan kopulasi pada owa terjadi dengan cara betina memberi isyarat pada jantan dengan menganggukkan kepalanya pada jantan, sikap kopulasinya yaitu badan betina membelakangi jantan, kemudian jantan memegang pinggang betina dan kedua kaki jantan mengapit kaki betina.

Perilaku seksual yang terjadi pada kedua pasang owa jawa yang diamati lebh banyak diinisiasi oleh betina. Hal ini sejalan dengan pendapat Carpenter (1940) diacu dalam Maheswari (2007) yang menyebutkan bahwa pada Hylobates lar, betina cenderung lebih agresif ketika mendekati kopulasi. Proses pendekatan dan menunjukkan bagian genital juga dilakukan oleh Moni pada Robin, ketika Robin ingin balas mendekat dan mencoba memegang tubuh Moni, Moni berubah menjadi agresif. Hal tersebut kemudian menyebabkan mereka bertengkar.

(30)

19 Perbedaan antara Asep-Dompu dan Robin-Moni dalam melakukan aktivitas kopulasi tidak terlalu siginifikan. Apabila dilihat dari aktivitas sosialnya, Robin-Moni telah melakukan aktivitas mencoba kopulasi namun mereka cenderung lebih banyak melakukan agonistik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesesuaian pasangan yang baik diperlukan agar aktivitas reproduksi dapat terjadi.

Gambar 10 Perbandingan persentase kesesuaian pasangan dan aktivitas kawin pada owa jawa

Perilaku pendekatan pada penelitian biasanya teramati pada pagi menjelang siang hingga siang hari sekitar pukul 08.20 – 11.00 dan siang menjelang sore pada pukul 12.30-13.50. Amarasinghe dan Amarasinghe (2010) menyebutkan bahwa kopulasi sering terjadi pada pukul 09.00 – 11.00 dan pukul 14.00-15.00. Perilaku kopulasi hingga saat pengamatan terakhir tidak teramati. Hal ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor yaitu kurangnya rangsang hormonal pada owa jawa jantan dan tingkat stress yang tinggi pada individu pengamatan. Campbell et al. (2004) menjelaskan bahwa pada betina sebagian besar mamalia hanya akan berkopulasi selama periode di sekitar ovulasi atau yang disebut periode estrus. Maheswari et al. (2010) juga menyebutkan bahwa tidak terjadinya mating sangat dipengaruhi oleh faktor stress. Lebih lanjut disebutkan, kontak yang banyak dengan manusia juga akan memberikan dampak stress yang sangat tinggi.

Stress pada individu pengamatan diduga disebabkan karena faktor luar seperti keberadaan pengamat dan kedatangan keeper. Jarak kandang dengan lahan pertanian yang terlalu dekat dan hanya dibatasi kawat dapat pula menyebabkan stress pada satwa, karena ketika manusia (petani) datang dan berbicara serta mencangkul dengan keras menyebabkan stress pada owa. Hal ini menyebabkan mereka merasa tidak mau untuk melakukan aktivitas kawin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian pasangan owa jawa yang lebih kuat dimiliki oleh Asep-Dompu dibandingkan dengan Robin-Moni. Aktivitas allogrooming yang sering terjadi pada Asep-Dompu dan persentase

(31)

20

menunjukkan perilaku mencoba kopulasi lebih tinggi dibandingkan pasangan Robin-Moni. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terjadi kesesuaian pasangan yang cukup baik antara Asep-Dompu sehingga kemungkinan dilepasliarkan dilihat dari faktor tersebut dapat dilakukan. Robin-Moni masih terlalu banyak melakukan agonistik, sehingga masih belum siap dilepasliarkan. Dilihat dari aktivitas bergeraknya, Asep-Dompu sudah memenuhi indikator owa untuk dilepasliarkan sedangkan pada pasangan Robin-Moni belum menunjukkan kesiapan untuk dilepasliarkan karena aktivitasnya di tanah masih sering terlihat.

Tanda-tanda perilaku kawin ditunjukkan oleh individu betina mendekati individu jantan. Selain itu, owa betina juga menunjukkan bagian belakang tubuh (genitalnya) kepada owa jantan. Aktivitas kawin tidak teramati selama penelitian diduga karena rangsang hormonal pada owa jantan belum mencukupi dan tingkat stress yang tinggi pada owa jawa yang diteliti.

Saran

Kandang JGC sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang agak jauh dengan lahan pertanian diberi pembatas yang dapat meminimalkan pengaruh suara dari manusia. Dapat dicoba pemberian pakan tambahan yang dapat meningkatkan libido, hormon, atau rangsang pada owa untuk melakukan kawin seperti daun tabat barito (Ficus deltoida) atau pasak bumi (Eurycoma longifolia).

DAFTAR PUSTAKA

Altmann J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behaviour 49: 227-267.

Amarasinghe NK, Amarasinghe AAT. 2010. Social Behaviours of Captive Hylobates moloch (Primates: Hylobatidae) in The Javan Gibbon Rescue And Rehabilitation Center, Gede-Pangrango National Park, Indonesia. Taprobanica 02 (02): 97-103.

Andayani N, Brockelman W, Geissmann T, Nijman V, Supriatna J. 2008. Hylobates moloch. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. www.iucnredlist.org. [2 May 2013].

Ario A. 2010. Aktivitas Harian Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) Rehabilitan di Blok Hutan Patiwel Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango hal. 13-29. Bogor (ID): Conservation Internasional (CI) Indonesia.

Ario A, Masnur IY. 2010. Perkembangan Perilaku Owa Jawa pada Masa Rehabilitasi di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center). Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango hal. 208-216. Bogor (ID): Conservation Internasional (CI) Indonesia.

(32)

21 Cheyne SM, Campbell CO, Payne KL. 2012. Proposed guidelines for in situ gibbon rescue, rehabilitation and reintroduction. International Zoo Yearbook 46: 1-17.

Cheyne SM. Chivers DJ, Sugardjito J. 2008. Biology and behaviour of reintroduced gibbons. Biodiversity Conservation 17: 1741-1751.

Geissmann T, Nijman V. 2006. Calling in Wild Silvery Gibbons (Hylobates moloch) in Java (Indonesia): Behavior, Phylogeny, and Conservation. American Journal of Primatology 68: 1-19.

Kurniawati N. 2010. Pengamatan Aktivitas Harian Pasangan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Javan Gibbon Center, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango hal. 175-188. Bogor (ID): Conservation Internasional (CI) Indonesia.

Maheswari H. 2007. Profil metabolit steroid sebagai indikator dalam penentuan siklus ovarium owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1797) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Maheswari H, Luthfiralda S, Astuti P, Purwantara B, Alikodra HS, Sajuthi D, Widjajakusuma R. 2010. Fecal steroid profile of female javan gibbon (Hylobates moloch) maintained in pairing-typed cage. Hayati 17 (1): 43-49. Mardiastuti A, Kusrini MD, Mulyani YA, Manullang S, Soehartono T. 2008.

Arahan strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam–Departemen Kehutanan RI.

Nijman V. 2004. Conservation of the javan gibbon Hylobates moloch: Population estimates, local extinctions and conservation priorities. The Raffles Bulletin Of Zoology 52(1): 271-280.

Nijman V. 2006. In-Situ and Ex-Situ status of the Javan Gibbon and the role of zoos in conservation of the species. Contribution to Zoology 75 (3/4).

Oktaviani R. 2009. Studi perilaku bersuara owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Paputungan U, Kyes RC, Adiani S, Daniel J, Rembet D, Poluan C, Yusuf TL, Sajuthi D. 2000. Siklus menstruasi monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra). Jurnal Primatologi Indonesia 3 (1): 2-8.

Prastyono. 1999. Variasi aktivitas harian owa jawa, Hylobates moloch (Audebert, 1798) menurut kelas umur di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahman DA. 2011. Studi perilaku dan pakan owa jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: penyiapan pelepasliaran [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Supriatna J. 2006. Conservation Programs for the Endangered Javan Gibbon (Hylobates moloch). Primate Conservation (21): 155-162.

(33)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta lokasi Javan Gibbon Center

Su

m

b

er

: A

n

to

n

Ar

io

/C

(34)

23 Lampiran 2 Kandang pasangan owa jawa yang diamati

Sumber: Anton Ario/CI

(35)

24

Lampiran 3 Pasangan Owa Jawa Asep-Dompu

Lampiran 4 Pasangan Owa Jawa Robin-Moni Asep

Dompu

Robin

(36)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 18 Mei 1992, anak ketiga dari pasangan Bapak Ismardianto dan Ibu Hartini. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMAN 1 Ciawi, serta berhasil masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif sebagai anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada tahun 2010-sekarang. Penulis pernah aktif menjabat sebagai Bendahara Biro Infokom HIMAKOVA dan Sekretaris FOKA (Fotografi Konservasi) HIMAKOVA pada periode 2011-2012. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan “Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia” (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun (2011) dan CA & TWA Sukawayana–CA Tangkuban Perahu (2012), serta kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2012 di Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Gambar

Tabel 2  Jenis dan metode pengambilan data
Gambar 1  Posisi makan owa jawa: (a) menggantung dan (b) duduk
Gambar 3  Posisi owa jawa istirahat: (a) tidur, (b) duduk, dan (c) menggantung
Gambar 4  Frekuensi rata-rata aktivitas sosial yang teramati selama pengamatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

“Pengaruh Penyajian Neraca daerah dan Aksebilitas Laporan Keuangan Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah”.. Yogyakarta: Universitas

Latar Belakang: tanaman bawang kucai ( Allium tuberosum Rottl ex Spreng ) mengandung senyawa Allicin , Senyawa Allicin ini dapat menghambat enzim HMG-KoA reduktase

Variabel (SPLDV). Calon subyek pada Analisis data pada penelitian ini penelitian ini sebanyak 8 siswa. 8 siswa mengacu pada indikator kemampuan dipilih secara

Berdasarkan (a) dan (b) dapat diketahui bahwa M2 sudah mengetahui konsep perkalian yaitu penjumlahan yang berulang (Hino & Kato, 2019; Park & Nunes, 2001). Namun

Tujuan yang akan dicapai pada perangkat lunak pembelajaran ini adalah menghasilkan CD interaktif yang berisikan materi mata kuliah sistem operasi dengan berbasis multimedia

[r]

Berdasarkan hasil analisis data diketahui variabel lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen, artinya semakin tinggi persepsi

Pengawasan pelaksanaan program belajar dilakukan untuk mengawasi jalannya program pembelajaran di PKBM agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dari hasil wawancara