• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN PLASMA NUTFAH PADI (

Oryza sativa

) PADA

KONDISI SUHU TINGGI

MILDATUS NOVIARINI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MILDATUS NOVIARINI. Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai Agustus 2013. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi toleransi plasma nutfah padi terhadap kondisi suhu tinggi. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap Augmented dengan 8 padi varietas nasional sebagai pembanding dan 49 genotipe padi yang terdiri dari 20 galur harapan padi dan 29 padi varietas lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada karakter tinggi tanaman saat vegetatif, umur berbunga, tinggi tanaman panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur panen, panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, bobot 1000 butir, bobot bernas, jumlah gabah total dan persentase gabah hampa. Beberapa galur dan varietas lokal memiliki hasil yang sama dan lebih besar dari pembanding yaitu Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R.

Kata kunci : evaluasi, plasma nutfah padi, suhu tinggi, toleransi

ABSTRACT

MILDATUS NOVIARINI. Performance of Rice (Oryza sativa) Germplasms to High Temperature Condition. Supervised by DESTA WIRNAS.

The Experiment was conducted at Field Station Research of Cikabayan, Bogor Agricultural University in April- August 2013. The objective of the research was to evaluate rice germplasm tolerance to high temperature conditions. The experiment was arranged in Augmented Randomixed Block Design with 8 national variety of rice as checks. The genotypes evaluated were 49 consisted of 20 promising lines and 29 local varieties. The results showed genotypes influenced to the characters plant height at vegetative stage, time of flowering, plant height at harvesting time, long of panicle, number of total tiller, number of productive tiller, time of ripening, number of filled grain, number of empty grain, seed index, weight of total filled grain, number of total empty grain, and percentage of empty grain were very singnificant different among genotypes evaluated. There were several lines and local varieties that had results equals or higher with the checks, namely Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R and IPB 7R.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KERAGAAN PLASMA NUTFAH PADI (

Oryza sativa

) PADA

KONDISI SUHU TINGGI

MILDATUS NOVIARINI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi

Nama : Mildatus Noviarini NIM : A24090008

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Keragaan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa) pada Kondisi Suhu Tinggi”. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr Desta Wirnas, SP MSi. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk pelaksanaan penelitian.

2. Dr Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr Ir Iskandar Lubis, MS. Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran pada saat ujian akhir skripsi. 3. Dr Ni Made Armini Wiendi, MSc. Selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan motivasi dalam melaksanakan tugas akademik. 4. Ayah, Mama, Adib yang selalu mendoakan penulis.

5. Pakdhe, Budhe, Teteh, Mbak Angga, Ara, dan Atha yang telah membantu penulis selama menjalani pendidikan di IPB.

6. Beasiswa PPA Dikti yang mendukung pendanaan selama pendidikan. 7. Muhammad Akbar, Ragil Homsyatun, Yoga Setiawan, Catur, Mayang,

Patricia, Ida, Mbak Mawi, Jojo dan SOCRATES 46 yang telah membantu dan memotivasi penulis selama penelitian dan pendidikan.

8. Siti Nurhidayah, SP. Yang telah memberikan arahan dalam pengolahan data penelitian.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi civitas akademik dan yang memerlukan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Syarat Pertumbuhan Tanaman Padi 2

Pemuliaan dan Perkembangan Varietas Padi 2

Evaluasi Plasma Nutfah Padi 3

Pemanasan Global dan Dampaknya bagi Pertanian 4

Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi 4

Heritabilitas 6

METODE 7

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 7

Pelaksanaan Penelitian 7

Pengamatan 8

Bahan 9

Alat 9

Prosedur Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum 11

Keragaan Karakter-karakter Aksesi Padi 11

Keragaman Genetik dan Heritabilitas 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

(11)

LAMPIRAN 29

RIWAYAT HIDUP 33

(12)

DAFTAR TABEL

1 Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia

pertumbuhan 5

2 Data tetua galur harapan IPB 10

3 Sidik ragam Augmented Design I 10

4 Nilai uji F pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman

vegetatif dan kehijauan daun vegetatif 11

5 Rekapitulasi uji F pengaruh genotipe terhadap karakter pertumbuhan

dan hasil padi pada kondisi suhu tinggi 12

6 Rataan karakter pertumbuhan varietas pembanding 12

7 Rataan karakter hasil varietas pembanding 12

8 Keragaan karakter pertumbuhan berbagai genotipe padi terhadap

kondisi suhu tinggi 13

9 Keragaan karakter hasil berbagai genotipe terhadap kondisi suhu tinggi 18 10 Nilai duga ragam genetik. ragam fenotif dan heritabilitas arti luas (h2bs)

pada karakter petumbuhan terhadap kondisi suhu tinggi 24 11 Beberapa genotipe yang berpotensi toleran terhadap kondisi suhu tinggi 24 12 Genotipe berpotensi toleran terhadap cekaman suhu tinggi berdasarkan

persentase gabah hampa 25

DAFTAR GAMBAR

1 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman vegetatif 14 2 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan total 15 3 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur berbunga 16 4 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah anakan produktif 16 5 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman panen 17 6 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur panen 17 7 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter panjang malai 18 8 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah hampa 20 9 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah bernas 20 10 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan bobot 1000 butir 21 11 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan bobot bernas total 22 12 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah total 22 13 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan persentase gabah hampa 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kegiatan penelitian 29

2 Deskripsi Varietas IPB 3S 30

3 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman vegetatif, kehijauan daun vegetatif, jumlah anakan total 31 4 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter umur berbunga,

jumlah anakan produktif, dan tinggi tanaman panen 31 5 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter kehijauan daun

(13)

6 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter jumlah gabah bernas,

jumlah gabah hampa, dan bobot 1000 butir 31

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Produksi padi tahun 2010 mencapai 64.9 juta ton gabah kering giling (GKG) dan pada tahun 2025 diharapkan mencapai 73.0 juta ton GKG dengan laju kenaikan sebesar 0.85% per tahun (Deptan 2010b). Upaya peningkatan produksi padi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu peningkatan produksi dengan pengembangan varietas unggul baru dan penambahan areal panen melalui peningkatan intensitas penanaman.

Isu pemanasan global yang saat ini gencar diperdebatkan menjadi salah satu kendala dalam peningkatan produksi padi nasional. Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah atau biji, menurunkan mutu hasil, dan berkembangnya berbagai hama penyakit (OPT) (Deptan 2010a). Menurut Adibroto et al. (2011) berbagai dokumen kebijakan, penelitian dan laporan kegiatan menunjukkan bahwa perubahan iklim telah mendapatkan perhatian di Indonesia. Dampak perubahan iklim memang telah dirasakan, seperti terjadinya banyak bencana alam seperti curah hujan yang tidak biasa, kebanjiran dan kekeringan yang menunjukkan adanya peningkatan baik dari sisi frekuensi maupun intensitasnya. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi pertanian Indonesia terutama dalam hal keamanan pangan.

Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca (GRK) yang memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh permukaan bumi. GRK ini dapat bersumber dari kejadian alamiah dari alam ini maupun dari aktivitas manusia. Berbagai data yang ada menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer terjadi akibat aktivitas manusia (Adibroto et al. 2011).

Suhu udara maksimum dan minimum di Indonesia, berdasarkan data dari provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dalam periode 1971-2002 menunjukkan tren kenaikan suhu udara maksimum dan minimum di hampir seluruh wilayah. Penurunan hasil pertanian dapat mencapai lebih dari 20% apabila suhu udara naik melebihi 4 0C (Tschirley 2007). Menurut Peng et al. (2004) setiap kenaikan suhu minimum sebesar 1 0C akan menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10%.

(15)

2

Perumusan Masalah

Beras merupakan bahan pangan terbesar di Indonesia. Negara Indonesia mengalami peningkatan penduduk setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan dalam negeri. Perubahan cuaca dan iklim yang saat ini mulai dirasakan memberikan dampak yang buruk bagi pertanian Indonesia. Pergeseran musim dan juga peningkatan suhu bumi dapat menyebabkan penurunan produktivitas padi nasional. Hal tersebut merupakan kendala yang harus ditangani sehingga diperlukan adanya studi tentang perakitan varietas padi yang toleran terhadap suhu tinggi. Melalui penelitian ini diharapkan terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap kondisi suhu tinggi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang keragaan varietas padi pada kondisi cekaman suhu tinggi.

Hipotesis

Terdapat plasma nutfah padi yang toleran terhadap cekaman kondisi suhu tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Pertumbuhan Tanaman Padi

Secara umum tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Rata-rata kebutuhan curah hujan untuk pertumbuhan padi sekitar 1500-2000 mm/tahun. Tanaman padi dapat tumbuh baik pada kisaran suhu optimum sekitar 27-32 0C (BB Padi 2009). Tanaman padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-650 mdpl untuk daerah dataran rendah dan ketinggian 650-1500 mdpl untuk daerah dataran tinggi.

Pemuliaan dan Perkembangan Varietas Padi

(16)

3 dari produktivitas tahun 2000 sebesar 4.40 ton/ha. Padahal pada tahun 1982 produktivitas sebesar 4.04 ton/ha. sehingga selama 18 tahun produktivitas hanya meningkat 0.36 ton/ha.

Pemuliaan padi sawah bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional. Beberapa tipe varietas padi yang telah berkembang di Indonesia adalah tipe Bengawan, PB5, IRxx, IR 64, padi hibrida, dan padi tipe baru. Tipe-tipe tersebut muncul sesuai kebutuhan, dimulai dengan perbaikan varietas lokal (tipe Bengawan), pembuatan padi yang genjah dan hasil tinggi karena responsif terhadap pemupukan (PB5), peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit (IRxx), dan penambahan sifat unggul pada rasa nasi yang enak (IR 64). Varietas-varietas yang telah dilepas tersebut banyak yang saling berkerabat, sehingga keragamannya kurang dan potensi hasilnya pun tidak berbeda. Upaya untuk meningkatkan potensi hasil padi yang selama ini stagnan adalah melalui pemanfaatan fenomena heterosis (padi hibrida) dan arsitektur tanaman (padi tipr baru). Kedua upaya tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan perpadian di masa yang akan datang (Susanto et al. 2003).

Evaluasi Plasma Nutfah Padi

Plasma nutfah padi merupakan sumber keanekaragaman karakter tanaman padi yang memiliki potensi sebagai sumber keunggulan tetua dalam program perakitan varietas unggul baru. Keragaman plasma nutfah padi berupa koleksi varietas lokal, ras-ras yang beradaptasi di lingkungan spesifik, kultivar unggul yang lama dilepas dan bertahan di masyarakat, serta kultivar unggul yang baru dilepas dan galur-galur harapan yang tidak terpilih dalam pelepasan varietas. Materi tersebut sangat penting dalam program pemuliaan karena perakitan dan perbaikan varietas unggul baru yang memiliki latar belakang genetik luas akan tergantung dari ketersediaan sumber gen pada koleksi plasma nutfah (Deptan 2010).

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah berupaya mempertahankan kelestarian dan meningkatkan keragaman genetik plasma nutfah padi melalui program pengelolaan, eksplorasi, konservasi, serta evaluasi terhadap ketersediaan plasma nutfah dalam jumlah dan mutu yang memadai secara berkelanjutan agar dapat dimanfaatkan baik dalam kegiatan pemuliaan maupun penelitian lebih lanjut. Pengelolaan plasma nutfah dinilai berhasil apabila telah mampu menyediakan aksesi plasmanutfah sebagai sumber gen donor dalam program pemuliaan. dan pemuliaan tanaman dinilai berhasil apabila telah memanfaatkan keragaan sifat genetik yang tersedia dalam koleksi plasmanutfah.

(17)

4

dari koleksi plasma nutfah padi tersebut telah dikarakterisasi dan dievaluasi ketahanannnya terhadap cekaman biotik seperti hama wereng batang coklat, ganjur, penyakit blas, hawar daun bakteri, hawar daun jingga, hawar daun bergaris putih, dan toleransinya terhadap keracunan terhadap Fe, Al, dan kekeringan.

Pemanasan Global dan Dampaknya bagi Pertanian

Perubahan iklim telah secara ilmiah dan banyak bukti diakibatkan oleh pemanasan global (global warming) sebagai akibat terjadinya efek rumah kaca pada atmosfer kita. Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca (GRK) yang memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh permukaan bumi. Pada dasarnya GRK ini dapat bersumber dari alam maupun dari aktivitas manusia. Namun berbagai data yang ada menunjukkan bahwa aktivitas manusialah yang meningkatkan emisi GRK di atmosfer kita.

Naiknya suhu atmosfer global ini terjadi perlahan membawa dampak yang merugikan bagi kehidupan di bumi. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan evaporasi air di permukaan bumi. Hal ini dapat merubah berbagai elemen iklim seperti kelembaban, kondensasi uap air dan curah hujan. Perubahan iklim berdampak pula pada pola tanam komoditas pertanian yang berarti mengancam keamanan pangan dan juga menjadikan suatu daerah mengalami kekeringan berkepanjangan dan di wilayah lain terjadi banjir besar. Berubahnya iklim juga berdampak pada kesehatan manusia akibat peningkatan kuantitas dan kualitas serta persebaran vektor penyakit.

Peningkatan konsentrasi GRK ini diikuti pula meningkatnya suhu atmosfer bumi. Hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) (2007) menyatakan bahwa kenaikan temperatur total dari tahun 1850-1899 sampai dengan 2001-2005 adalah 0.76 0C. Muka air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju 1.8 mm per tahun. Sejumlah bukti kuantitatif juga makin mempertegas andilnya GRK ini sebagai penyebab pemanasan global.

Perubahan iklim akan membawa dampak pada berbagai sektor pembangunan. Dampak paling serius adalah pada sektor ketahanan pangan akibat berubahnya atau bergesernya waktu tanam dan waktu panen, meningkatnya serangan hama baru serta kelangkaan dan berlebihnya air yang menyebabkan genangan (banjir). Sedangkan diketahui bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada sektor pertanian. Menurut KLH RAN-PI (2007) faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah (a) perubahan pola hujan dan iklim ekstrem yang mengakibatkan banjir dan kekeringan, (b) peningkatan suhu udara yang menyebabkan naiknya respirasi tanaman, (c) meningkatnya pola serangan hama dan penyakit tanaman dan (d) naiknya paras muka air laut yang menekan luasan lahan pertanian di pesisir.

Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi

(18)

5 jaringan tanaman agar tidak mengalami kekeringan akibat peningkatan suhu lingkungan. Proses fotosintesis dan respirasi akan terhambat pada suhu tinggi. Pada saat terjadi cekaman suhu tinggi, proses fotosintesis mengalami penurunan lebih cepat daripada proses respirasi.

Suhu ketika jumlah CO2 yang diserap pada proses fotosintesis sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan pada proses respirasi tanaman disebut titik kompensasi suhu. Titik kompensasi suhu ini berbeda pada tiap jenis tanaman. Pada saat suhu lingkungan diatas titik kompensasi suhu tanaman, fotosintesis tidak dapat menggantikan karbon yang digunakan sebagai substrat pada proses respirasi. Hal ini mengakibatkan fotosintat atau cadangan karbohidrat menurun. Pada beberapa buah dan sayuran akan mengurangi kadar gula yang dihasilkan. Ketidakseimbangan antara fotosintesis dan respirasi merupakan salah satu dampak buruk dari suhu tinggi (Taiz and Zeiger 2006).

Menurut Suseno (1975) setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C dapat menyebabkan laju respirasi tanaman padi meningkat dua kali dibandingkan dengan laju fotosintesis. Hasil gabah cenderung lebih tinggi pada saat suhu lebih rendah setelah terjadi proses pembungaan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa suhu tinggi pada saat pemasakan menyebabkan laju respirasi bertambah dan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi kurang sempurna. Hasil penelitian IRRI menunjukkan bahwa suhu rendah selama masa pemasakan tidak hanya baik bagi hasil rendahnya respirasi tetapi juga memperpanjang masa pemasakan. Di banyak daerah, hasil panen tinggi didapatkan apabila masa pemasakan bertambah panjang. Tanaman padi akan menerima radiasi cahaya matahari lebih banyak yang mengakibatkan hasil gabah lebih tinggi apabila terjadi perpanjangan masa pematangan..

Suhu sangat berpengaruh pada lama pertumbuhan dan juga pola pertanaman padi. Produktivitas padi juga dipengaruhi oleh suhu rata-rata harian, perubahan diurnal suhu siang dan malam serta selang distribusi suhunya (Moomaw and Vergara 1965). Menurut Yoshida (1978) suhu kritis untuk stadium perkecambahan, proses anakan, inisiasi dan perkembangan inflorens bunga, serta proses pemasakan bulir padi telah diidentifikasi.

Tabel 1 Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia pertumbuhan

Stadia pertumbuhan Kisaran suhu kritis ( 0

C)

Rendah Tinggi Optimum

(19)

6

Suhu tinggi mempercepat laju pertumbuhan tanaman dan mengurangi durasi pertumbuhan dengan memperpendek periode pengisian malai sekitar 25 hari di daerah tropis dan 35 hari di daerah subtropis (Swaminathan 1984). Suhu tinggi sekitar 40 0C dapat menyebabkan kehampaan malai hingga penurunan produksi yang tinggi (Yoshida and Parao 1976). Suhu tinggi juga sangat berpengaruh pada masa pembungaan (antesis dan fertilisasi) pada pertanaman padi (Farrel et al. 2006).

Berdasarkan IRRI (1976), perlakuan suhu tinggi 41 0C selama empat jam pada fase pembungaan menyebabkan kerusakan dan kehampaaan total pada malai padi. Sedangkan menurut Satake danYoshida (1978) perlakuan suhu tinggi diatas 35 0C selama lima hari pada fase pembungaan menyebabkan kehampaan total pada malai dan tidak terbentuknya gabah. Nishiyama dan Satake (1981) menyatakan tanaman padi di daerah tropis dapat mengalami gangguan pertumbuhannya akibat cekaman suhu tinggi. Gejala gangguan cekaman suhu tinggi beragam pada berbagai fase pertumbuhan padi. Beberapa gangguan yang dapat terjadi pada pertumbuhan padi antara lain turunnya daya berkecambah pada benih padi, klorosis daun, penurunan tinggi tanaman, penurunan jumlah anakan pada fase vegetative, pemutihan spikelet, penurunan jumlah bulir padi yang terbentuk, perlambatan fase heading, peningkatan jumlah bulir hampa, peningkatan spikelet steril, dan proses pemasakan bulir padi tidak sempurna. Suhu yang dapat mengganggu tanaman padi antara 32-35 0C.

Pengaruh suhu tinggi pada malam hari lebih lebih merusak daripada pengaruh suhu tinggi pada siang hari. Fase booting dan pembungaan adalah fase yang paling sensitif terhadap perlakuan suhu tinggi. Perlakuan suhu tinggi selama kedua fase ini dapat menyebabkan kehampaan total (Shah F et al. 2011). Namun pemberian perlakuan suhu tinggi 41 0C pada satu hari sebelum atau setelah pembungaan tidak mengakibatkan kerusakan yang nyata pada kehampaan malai (Yoshida S et al. 1981).

Jagadish et al. (2007) menyebutkan bahwa perlakuan suhu diatas 33.7 0C pada padi indica dan japonica di dalam rumah kaca menyebabkan kehampaan gabah. Umumnya benang sari merupakan organ yang paling sensitif terhadap kondisi suhu tinggi (Wassman et al. 2009). Prasad et al. (2006) melaporkan bahwa suhu tinggi dapat mengakibatkan stres pada fase pembungaan sehingga menyebabkan penurunan produksi polen.

Heritabilitas

Karakter penting seperti produksi, kadar protein, dan kualitas hasil dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh kecil pada karakter tersebut. Karakter demikian disebut karakter kuantitatif, karakter ini banyak dipengaruhi lingkungan. Permasalahan yang cukup sulit adalah mengetahui seberapa jauh suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik sebagai akibat aksi gen dan seberapa jauh disebabkan oleh lingkungan (Syukur et al. 2012). Poespodarsono (1988) menambahkan bahwa masing-masing pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan sulit diketahui secara langsung peranannya. Semakin tinggi perbedaan nilai genetik berarti seleksi akan semakin efektif.

(20)

7 karakter kuantitatif. Ragam fenotif (σ2p) sebenarnya merupakan gabungan dari ragam genetik (σ2g), ragam lingkungan (σ2e), serta interaksi antara ragam genetik dan lingkungan (σ2gxe). Ragam genetik terdiri dari ragam genetik aditif (σ2a), ragam genetik dominan (σ2d), dan ragam genetik epistasis (σ2i). Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan tanaman (Syukur et al. 2012).

Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan diantara kerabat (antara tetua dengan turunan). Ragam ini merupakan efek rata-rata gen. Ragam genetik dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara kerabat. Heritabilitas merupakan pendugaan seberapa besar pengaruh genetik dalam mempengaruhi fenotipe suatu karakter.

Sesuai komponen ragam genetiknya, heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas dalam arti luas (h2bs) dan heritabilitas arti sempit (h2ns). Heritabilitas dalam ati luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dan ragam fenotifnya. Heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam genetik aditif dan ragam fenotifnya. Nilai duga heritabilitas dibagi menjadi tiga kelompok yaitu heritabilitas tinggi apabila nilainya > 50%, sedang apabila nilainya 20%-50% dan rendah apabila nilainya <20% (Alnopri 2004).

METODE

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Darmaga, Bogor. Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai Agustus 2013. Penimbangan dan pengeringan dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penghitungan gabah dilakukan di Laboratorium Kebun Percobaan Muara BB Padi, Ciapus.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan kegiatan yang meliputi persiapan media semai, penyemaian, penanaman, pengairan berselang, pemupukan dan pemeliharaan beserta pengamatannya.

Persiapan media semai dan penyemaian

(21)

8

Persiapan media tanam dan penanaman

Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang 2:1. Media tanam diaduk rata dan biarkan 24 jam. Media tanam dimasukkan ke dalam ember sampai penuh. Selama sekitar 2 minggu media tanam terus digenangi dan diaduk rata agar melumpur. Bibit hasil persemaian ditanam ke media tanam pada saat berumur 14 hari setelah semai (HSS). Bibit ditanam sebanyak 1 bibit per ember untuk diperoleh jumlah anakan yang lebih banyak saat tumbuh. Penyulaman dilakukan pada umur 1-2 minggu setelah tanam. Media tanam dalam kondisi jenuh saat bibit ditanam.

Pemupukan

Pemupukan diberikan pada saat awal tanam. Urea diberikan dengan dosis 200 kg/ha secara bertahap yaitu ½ dosis pada saat awal tanam dan ½ dosis pada saat tanaman berumur 3 MST. Pupuk SP-36 dan KCl sekaligus pada saat awal tanam dengan dosis 100 kg/ha dan 75 kg/ha untuk masing-masing.

Perlakuan Suhu Tinggi

Perlakuan suhu tinggi diberikan pada saat tanaman berumur 47 hari setelah tanam (HST). Tanaman dipindahkan ke dalam rumah kaca. Pengukuran dan pencacatan suhu dilakukan setiap hari. Pengukuran suhu menggunakan termometer maksimum minimum.

Pengairan berselang

Pemberian air berselang (intermittent) adalah pengaturan kondisi air dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Tujuannya adalah untuk menghemat air dan memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak. Pengairan dengan cara ini terus dilakukan sampai fase menjelang panen. Pemberian air dihentikan pada saat 5-7 hari sebelum tanaman dipanen.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian manual dilakukan pada awal-awal fase pertumbuhan. Pengendalian dengan proses penyemprotan pestisida dilakukan setelah serangan belalang, walang sangit dan wereng mulai meningkat. Pengendalian hama burung dilakukan dengan pemasangan jaring di sekitar areal pertanaman.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman 80% telah menguning. Pemanenan dilakukan dengan pemotongan batang menggunakan gunting. Malai dijemur selama 1 hari dan kemudian dirontokkan. Pemisahan benih hampa dan bernas dilakukan dengan cara direndam di larutan air garam. Larutan dibuat dengan perbandingan 5 gram garam dicampur air sebanyak 1 liter.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif pada setiap tanaman satuan pengamatan.

(22)

9

1. Tinggi tanaman vegetatif, diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi pada saat tanaman berumur 45 HST.

2. Kehijauan daun diukur pada daun bendera tertinggi yang telah membuka sempurna menggunakan bagan warna daun.

3. Umur berbunga, dihitung mulai dari tanam sampai 50% tanaman berbunga.

4. Jumlah anakan total, total jumlah anakan dari setiap tanaman.

5. Jumlah anakan produktif, jumlah anakan yang memiliki malai dari setiap tanaman.

6. Tinggi tanaman panen, diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi pada saat panen.

7. Kehijauan daun panen, diukur pada daun bendera tertinggi yang telah membuka sempurna menggunakan bagan warna daun pada saat panen. 8. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai pada saat bernas dari setiap tanaman.

13.Persentase gabah hampa, dihitung dengan rumus:

14.Bobot 1000 butir, bobot 1000 gabah bernas pada kadar air 14%.

15.Bobot gabah bernas per tanaman, bobot gabah per tanaman pada saat kering panen.

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah benih padi 29 genotipe padi koleksi BB biogen, 20 galur harapan padi hasil pemuliaan IPB dan 8 varietas padi nasional yaitu Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha. Media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang 2:1 dan pestisida.

Alat

(23)

10

Tabel 2 Data tetua galur harapan IPB

Nomor

1 IPB158-E-1 IPB159-E-6 IPB160-E-2 IPB161-E-1

2 IPB158-E-3 IPB159-E-11 IPB160-E-3 IPB161-E-4

3 IPB158-E-7 IPB159-E-14 IPB160-E-4 IPB161-E-6

4 IPB159-E-15 IPB160-E-6 IPB161-E-7

5 IPB160-E-7

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Augmented (Augmented RAL) dengan 3 ulangan untuk varietas pembanding dan satu faktor yaitu varietas/genotipe. Varietas pembanding yang digunakan antara lain Mekongga, IR 64, Inpari 13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R. Penelitian menggunakan perlakuan suhu tinggi pada rumah kaca di Kebun Percobaan Cikabayan Bawah.

Model rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan varietas ke-i µ = nilai tengah populasi

αi = pengaruh perlakuan varietas ke-i

εij = pengaruh galat perlakuan varietas taraf ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5 % dan 1% untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh genotipe terhadap nilai tengah semua karakter yang diamati. Apabila uji F nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut BNT pada taraf 5% dan 1%.

Tabel 3 Sidik ragam Augmented Design I

(24)

11 suhu kritis untuk fase pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan Shah et al. (2011) suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman padi antara 27-32 0C untuk padi jenis indica. Hama belalang (Valanga nigricornis) menyerang tanaman pada awal fase vegetatif. Belalang memakan daun tanaman muda hingga berlubang. Penyulaman bibit tanaman yang mati dilakukan pada umur 1 MST sampai tanaman berumur 2 MST. Pengendalian awal OPT dilakukan secara manual. Penyemprotan dengan pestisida dilakukan pada saat tanaman mulai berumur 4 MST dan tingkat serangan belalang mulai meningkat. Beberapa OPT yang menyerang tanaman pada fase pengisisian gabah diantaranya walang sangit (Leptocorisa acuta) dan penggerek batang. Wereng menyerang varietas lokal yang berumur dalam pada fase vegetatif. Pengendalian hama penggerek batang dilakukan dengan cara mencabut batang yang terserang dan membuang jauh-jauh dari areal pertanaman. Hama wereng dikendalikan dengan penyemprotan.

Keragaan Karakter-karakter Aksesi Padi

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada karakter tinggi vegetatif, umur berbunga, tinggi panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur panen, panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, bobot 1000 butir, bobot bernas total, jumlah gabah total dan persentase gabah hampa (Tabel 3). Karakter kehijauan daun pada fase vegetatif dan saat panen tidak dipengaruhi oleh genotipe.

Tabel 4 Nilai uji F pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman vegetatif dan kehijauan daun vegetatif

Nomor Karakter F Hitung KK

1 Tinggi Tanaman Vegetatif 10.3 ** 4.6

2 Kehijauan Daun Vegetatif 2.0 tn 6.4

(25)

12

Tabel 5 Rekapitulasi uji F pengaruh genotipe terhadap karakter pertumbuhan dan hasil padi pada kondisi suhu tinggi

Nomor Karakter F Hitung KK

** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, * = berpengaruh nyata pada taraf 5%, tn = tidak berpengaruh nyata

Tabel 6 Rataan karakter pertumbuhan varietas pembanding

Varietas TT UB TTP JAT JAP PM UP

TT : tinggi tanaman (cm), JAT : jumlah anakan total, UB : umur berbunga (HSS), JAP : jumlah anakan produktif, TTP : tinggi tanaman panen (cm), UP : umur panen (HSS), PM : panjang malai (cm).

Tabel 7 Rataan karakter hasil varietas pembanding

Varietas JBH JBB BSB BB JGT PBH

(26)

13

(27)

14

* berbeda nyata pada taraf 5% dan ** berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji lanjut BNT, TT : tinggi tanaman (cm), JAT : jumlah anakan total, UB : umur berbunga (HSS), JAP : jumlah anakan produktif, TTP : tinggi tanaman panen (cm), UP : umur panen (HSS), PM : panjang malai (cm).

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Rataan karakter tinggi tanaman genotipe berkisar antara 90-167 cm, sedangkan rataan varietas pembanding sebesar 111 cm. Genotipe Kalimutu merupakan genotipe yang memiliki tinggi tanaman terendah sebesar 90 cm. Genotipe dengan rataan tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh genotipe Getik Rijal sebesar 167 cm. Tanaman padi yang pendek lebih diinginkan agar tahan terhadap kerebahan. Tingginya hasil varietas unggul baru terutama disebabkan oleh ketahanan terhadap kerebahan (Yoshida 1981). Tanaman yang terlalu tinggi dengan batang yang lemah dan berserak akan mudah rebah pada masa-masa awal pertumbuhan

90-100 101-110 111-120 121-130 131-140 141-150 151-160 161-170

Juml

(28)

15

Tanaman yang rebah menyebabkan pembuluh angkut menjadi rusak. Hal ini menyebabkan proses pengangkutan hara mineral dan hasil fotosintat menjadi terhambat. Siregar (1981) dan Lubis et al. (1993) membagi karakter tinggi tanaman dalam tiga kelompok yaitu tinggi tanaman pendek (<115 cm). tinggi tanaman sedang (115-125 cm). dan tinggi tanaman tinggi (>125 cm). Genotipe yang diteliti memiliki keberagaman berdasarkan tinggi tanaman.

Jumlah Anakan Total

Rata-rata jumlah anakan total genotipe berkisar antara 10-44 anakan. Jumlah anakan total terendah dimiliki oleh genotipe Situ Patenggang sebesar 10 anakan, sedangkan genotipe Marinah memiliki jumlah anakan tertinggi sebesar 44 anakan. Rata-rata jumlah anakan total varietas pembanding sebesar 18 anakan. Berdasarkan Yoshida (1981) pola tanam transplanting padi dapat menghasilkan 10-30 anakan total. Jumlah anakan merupakan salah satu sifat penting pada varietas unggul. Tanaman bertipe anakan banyak cocok ditanam untuk berbagai jarak tanam dan mampu mengompensasi anakan yang mati.

Karakter jumlah anakan dibagi dalam empat kategori (Las et al. 2004. dan Sunihardi et al. 2004), yaitu kategori jumlah anakan sedikit (9-10 anakan), sedang (11-14 anakan), jumlah anakan banyak (15-20 anakan), dan jumlah anakan sangat banyak (>20 anakan). Genotipe yang diteliti memiliki keberagaman jumlah anakan. Tujuh genotipe termasuk kategori jumlah anakan sedang, enam belas genotipe termasuk kategori anakan banyak dan 26 genotipe termasuk kategori jumlah anakan sangat banyak.

Hasil yang maksimal tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah anakan total yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya pembentukan anakan yang tidak serempak. Anakan yang muncul terlambat biasanya menjadi anakan yang tidak produktif. Tiap anakan akan mengalami persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintat. Anakan yang muncul lebih awal akan mendapatkan hasil fotosintat yang lebih banyak.

10-15 16-20 21-25 26-30 31-35 35-40 41-45

Juml

ah

g

enoti

pe

Jumlah Anakan Total (anakan)

(29)

16

Umur Berbunga

Rata-rata umur berbunga genotipe berkisar antara 71-106 hari setelah semai. Genotipe yang memiliki umur berbunga tercepat yaitu Silugonggo, sedangkan genotipe yang memiliki umur berbunga terlama yaitu Merak Petani. Rata-rata umur berbunga varietas pembanding sebesar 79 hari. Umur berbunga ditandainya dengan munculnya malai sekitar 50% dari tiap tanaman. Umur berbunga sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Tanaman yang berumur genjah akan berbunga lebih cepat dibandingkan tanaman berumur dalam.

Jumlah Anakan Produktif

Rata-rata jumlah anakan produktif genotipe berkisar antara 6-30 anakan. Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif terbanyak adalah Marinah dan yang terendah adalah Raja Putih. Rata-rata jumlah anakan varietas pembanding adalah 17 anakan. Semakin banyak jumlah anakan produktif yang tercapai diharapkan menghasilkan panen yang semakin tinggi pula.

Tinggi Tanaman Panen

Rata-rata tinggi tanaman panen genotipe berkisar antara 110-205 cm. Genotipe yang memiliki tinggi panen tertinggi yaitu Tjere Bandung, sedangkan Situ Bagendit merupakan genotipe yang memiliki tinggi paling pendek. Tinggi

8

70-75 76-80 81-85 86-90 91-95 95-100 >100

Juml

Gambar 3 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan karakter umur berbunga

(30)

17

panen varietas pembanding adalah 126 cm. Tinggi tanaman yang pendek dan sedang sangat diinginkan bagi karakter pemuliaan tanaman padi. Hal ini disebabkan tanaman yang terlalu tinggi cenderung kurang tahan terhadap kerebahan. Tingkat kerebahan yang tinggi mengakibatkan penurunan hasil panen.

Umur Panen

Rata-rata umur panen genotipe berkisar antara 104-132 hari. Genotipe dengan umur panen tercepat yaitu Situ Patenggang, sedangkan genotipe yang memiliki umur terlama antara lain : Major, Merak Petani, Sijera, Djenar A, Bekongan, Siderep, Raja Putih, dan Randah Sara. Rata-rata umur panen varietas pembanding sebesar 110 hari. Berdasarkan umur panennya, tanaman padi dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu : tanaman berumur ultra genjah (<85 hari), super genjah (85-94 hari), sangat genjah (95-104 hari), genjah (105-124 hari), sedang (125-164 hari), dan berumur dalam (>165 hari) (BB Padi 2010). Menurut deskripsi varietas kementerian pertanian, varietas pembanding memiliki umur panen berkisar antara 103-120 hari (Deptan 2009). Genotipe yang diuji termasuk genotipe yang berumur genjah sampai sedang.

Panjang Malai

Rata-rata panjang malai genotipe berkisar antara 21-30 cm. Genotipe yang memiliki panjang malai terpendek yaitu Raja Putih, sedangkan genotipe dengan

16

110-125 126-140 141-155 156-170 171-185 186-200 201-215

Juml

104-110 111-115 116-120 121-125 126-130 131-135

Juml

Gambar 5 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman panen

(31)

18

panjang malai terpanjang yaitu genotipe 160-36. Rataan panjang malai varietas pembanding yaitu 28 cm. Semakin panjang malai diharapkan semakin banyak gabah atau bulir yang dihasilkan. Jumlah gabah yang tinggi cenderung memiliki hasil panen yang tinggi pula.

Rusdiansyah (2006) mengelompokkan panjang malai ke dalam tiga kelompok yaitu malai pendek ( ≤ 20 cm), malai sedang (20-30 cm), dan malai panjang ( ≥ 30 cm). Panjang malai dapat menentukan jumlah butir per malai. Semakin panjang malai diharapkan jumlah butir gabah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Malai yang panjang mampu mengimbangi kurangnya jumlah anakan (Kush 1997).

Tabel 9 Keragaan karakter hasil berbagai genotipe terhadap kondisi suhu tinggi

Genotipe JBH JBB BSB BB JGT PBH

(32)

19

* berbeda nyata pada taraf 5% dan ** berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji lanjut BNT, JBH : jumlah benih hampa (butir), JBB : jumlah benih bernas (butir), BSB : bobot 1000 butir (gr), BB : bobot bernas (gr), JGT : jumlah gabah total (butir), PGH : persentase gabah hampa (%).

Jumlah Gabah Hampa

(33)

20

Vergara (1995) menyatakan bahwa kehampaan gabah dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya kerebahan dan kondisi suhu tinggi. Kerebahan mengakibatkan proses pengangkutan hara mineral dan hasil fotosintat menjadi terganggu. Terganggunya proses pengangkutan ini dapat menyebabkan kehampaan gabah apabila hal ini terjadi pada saat masa pengisian gabah. Hama penggerek batang juga menyebabkan beberapa genotipe mengalami kehampaan gabah diantaranya yaitu genotipe Towuti, Silugonggo, dan beberapa varietas pembanding. Selain itu, pengaruh suhu tinggi juga menyebabkan kehampaan gabah. Suhu merupakan faktor yang penting pada saat pembungaan dan antesis padi (Farrel et al. 2006).

Jumlah Gabah Bernas

Rata-rata jumlah gabah bernas genotipe berkisar antara 84-2370 bulir. Genotipe yang memiliki jumlah gabah bernas terbanyak adalah genotipe 159-6 dan yang terendah adalah Raja Putih. Rata-rata jumlah gabah bernas varietas

Gambar 8 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan jumlah gabah hampa

(34)

21

gabah bernas dan kemampuan genotipe dalam menghasilkan gabah bernas menunjukkan belum seimbangnya translokasi hasil fotosintat dari source ke sink. Sink yang terlalu besar dari source mengakibatkan pengisian gabah tidak sempurna sehingga gabah bernas yang dihasilkan juga sedikit.

Bobot 1000 Butir

Prajitno et al. (2010) menyatakan bahwa bobot 1000 butir merupakan komponen penting yang mempengaruhi potensi hasil. Rata-rata bobot 1000 butir genotipe berkisar antara 15-29 gram. Bobot tertinggi dimiliki oleh genotipe 159-6 dan genotipe dengan bobot terendah yaitu Raja Putih. Rata-rata bobot 1000 butir untuk varietas pembanding sebesar 22 gram. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT pada Tabel 5, terdapat empat genotipe yang memiliki bobot 1000 butir lebih tinggi dari varietas pembanding yaitu 160-10, Parai Salak, Situ Patenggang, dan Kalimutu. Berdasarkan sebaran bobot 1000 butir pada Gambar 10, terdapat empat genotipe yang memiliki nilai bobot 1000 butir lebih dari 25 gram. Namun Prajitno et al. (2010) juga menyebutkan bahwa semakin berat bobot 1000 butir tidak selalu diikuti dengan hasil yang tinggi pula. Hal ini bergantung pada hasil bobot bernas total gabah yang dihasilkan.

Bobot 1000 butir yang tinggi dapat diakibatkan oleh ukuran butir gabah yang besar. Semakin besar ukuran gabah, semakin tinggi pula bobot 1000 butirnya. Menurut Poehlman dan Sleeper (1995), bobot 1000 butir adalah karakter yang dikendalikan secara genetik.

Bobot bernas total per tanaman

Rata-rata bobot bernas total per tanaman genotipe berkisar antara 1.3-52 gram. Bobot bernas tertinggi dimiliki oleh genotipe 159-6. Bobot bernas total terndah dimiliki oleh genotipe Raja Putih. Rata-rata bobot bernas varietas pembanding sebesar 36 gram. Rusdiansyah (2006) membagi bobot gabah dalam empat kategori yaitu bobot sangat ringan (<15 gram), ringan (16-25 gram), sedang (26-35 gram), dan berat (36-45 gram). Berdasarkan hasil uji lanjut BNT pada Tabel 5, hanya terdapat dua genotipe yang memiliki hasil bobot bernas lebih

(35)

22

tinggi dari varietas pembanding yaitu genotipe 159-6 dan Kalimutu. Berdasarkan hasil sebaran genotipe pada Gambar 11, terdapat sepuluh genotipe yang memiliki bobot bernas total lebih dari 40 gram. Kesepuluh genotipe tersebut yaitu : 158-7, 159-6, 159-14, 160-2, 160-4, 160-10, 160-36, 161-1, Parai Salak dan Kalimutu.

Jumlah Gabah Total

Rata-rata jumlah gabah total per tanaman genotipe berkisar antara 277-4290 butir. Jumlah gabah total tertinggi dimiliki oleh genotipe 159-6. Jumlah gabah total terendah dimiliki oleh genotipe Raja Putih. Rata-rata jumlah gabah total varietas pembanding adalah 2722 butir. Genotipe yang memiliki jumlah gabah total yang tinggi cenderung memiliki hasil yang tinggi pula apabila diimbangi dengan jumlah gabah bernas yang lebih tinggi pula. Jumlah gabah total dipengaruhi oleh beberapa karakter lainnya seperti jumlah anakan total dan panjang malai. Semakin banyak jumlah anakan total dan semakin panjang malai yang dimiliki diharapkan mampu menghasilkan jumlah gabah total yang semakin tinggi pula.

Persentase Gabah Hampa

Rata-rata persentase gabah hampa genotipe berkisar antara 20-82%. Persentase tertinggi dimiliki oleh genotipe Randah Sara. Persentase terendah

10

0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60

Juml

Gambar 11 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan bobot bernas total

(36)

23

dimiliki oleh genotipe 160-10. Rata-rata persentase gabah hampa varietas pembanding sebesar 41%. Penelitian ini menggunakan metode pemisahan gabah hampa dan bernas menggunakan larutan garam sehingga gabah hampa yang terpisahkan terdiri dari gabah hampa murni dan gabah yang terisi 1/3 bagian. Perlakuan suhu tinggi tidak hanya mengganggu proses pembungaan dan antesis, namun juga mengganggu proses pengisisan gabah. Penelitian hasil Jagadish et al. (2010) menyatakan bahwa perlakuan suhu tinggi sebesar 39 0C pada tiga aksesi yaitu Moroberekan, IR 64, dan N22 menyebabkan kehampaan sebesar 82%, 52%, dan 29% untuk masing-masing aksesi.

Fase pembungaan dan antesis pada tanaman padi merupakan fase paling kristis terhadap cekaman suhu tinggi (Datta 1981). Genotipe yang kurang toleran terhadap kondisi dapat mengalami gangguan pertumbuhannya terutama pada fase pembungaan dan antesis. Perlakuan suhu tinggi dapat mengganggu proses polinasi dan fertilisasi pada floret padi sehingga menyebabkan kehampaan gabah. Kehampaan yang cukup tinggi menyebabkan penurunan hasil panen yang cukup signifikan. Hal ini tentu tidak diinginkan bagi karakter seleksi untuk program pemuliaan tanaman padi.

Keragaman Genetik dan Heritabilitas

Salah satu komponen penting keberhasilan program seleksi dalam pemuliaan tanaman adalah keragaman genetik (Syukur et al. 2010). Keragaman genetik yang luas beberapa karakter pada populasi ini disebabkan latar belakang genetik populasi yang berbeda. Nilai duga heritabilitas suatu karakter juga penting diketahui untuk menduga kemajuan dari suatu seleksi. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik lebih besar dari ragam lingkungan dalam mempengaruhi fenotipe suatu karakter.

Berdasarkan Tabel 8, karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi adalah tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan total, umur berbunga, jumlah anakan produktif, tinggi tanaman panen, umur panen, panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, bobot 1000 butir, bobot bernas total, jumlah gabah total, dan persentase gabah hampa. Karakter-karakter ini dapat dijadikan sebagai karakter seleksi. Pada penelitian ini kita hanya menggunakan karakter persentase gabah hampa untuk menyeleksi genotipe mana yang terbaik.

Galur harapan yang memiliki hasil nilai tengah persentase gabah hampa

20-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 >80

Juml

(37)

24

IPB160-E-2, IPB160-E-3, IPB160-E-10, IPB160-E-25, IPB160-E-36, Parai Salak, Olan, Marinah, Mudjahir, Situ Patenggang dan Kalimutu. Galur dan varietas lokal yang memiliki hasil nilai tengah persentase gabah hampa tertinggi yaitu : Merak Petani, Sarendah, Bekongan, Siderep, Raja Putih, dan Randah Sara.

Tabel 10 Nilai duga ragam genetik. ragam fenotif dan heritabilitas arti luas (h2bs) pada karakter petumbuhan terhadap kondisi suhu tinggi

Karakter Ve Vg Vp h2bs KKG

Jumlah Gabah Bernas 15560.8 109242.7 124803.5 87.5 25.3

Jumlah Gabah Hampa 6.5 344.3 350.7 98.2 1.7

Bobot 1000 Butir 0.3 2.1 2.4 88.7 6.5

Bobot Bernas Total 7.3 64.9 72.2 89.9 27.0

Jumlah Gabah Total 70739.1 207717.3 278456.3 74.6 19.1 Persentase Gabah Hampa 10.2 64.4 74.6 86.3 17.1 Ve : ragam lingkungan, Vg : ragam genetik, Vp : ragam fenotif, h2bs : heritabilitas arti luas, KKG :

koefisien keragaman genetik.

Tabel 11 Beberapa genotipe yang memiliki nilai tengah tinggi pada karakter bobot 1000 butir dan bobot bernas

Genotipe JAT JAP PM BSB BB JGT PBH

(38)

25

Tabel 12 Genotipe berpotensi toleran terhadap cekaman suhu tinggi berdasarkan persentase gabah hampa

Genotipe JAT JAP PM BSB BB JGT PBH

IPB160-E-10 17 17 26 24 42 2155 20

Parai Salak 27 22 27 26 43 2231 21

Olan 19 14 24 23 34 1998 25

Marinah 44 30 22 16 31 2619 28

Kalimutu 27 27 26 26 52 2801 30

IPB160-E-36 14 14 30 27 46 2255 32

Mudjahir 33 14 24 23 23 1553 33

IPB160-E-3 18 16 27 25 32 2072 34

IPB160-E-2 22 20 28 25 50 3047 34

IPB160-E-25 14 13 24 22 36 2458 35

IPB159-E-14 15 14 28 23 43 2976 36

Situ Patenggang 10 10 26 29 33 1908 39

IPB160-E-7 22 20 25 23 34 2549 41

JAT : jumlah anakan total (anakan), JAP : jumlah anakan produktif (anakan), PM : panjang malai (cm), BSB : bobot 1000 butir (gram), BB : bobot bernas (gram), JGT : jumlah gabah total (butir), PGH : persentase gabah hampa (%)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Keragaan pertumbuhan dan komponen hasil genotipe pada kondisi suhu tinggi beragam. Semua karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas tergolong tinggi. Galur harapan yang memiliki hasil nilai tengah persentase gabah hampa sama dengan atau lebih rendah dari varietas pembanding yaitu : IPB159-E-14, IPB160-E-2, IPB160-E-3, IPB160-E-10, IPB160-E-25, IPB160-E-36, Parai Salak, Olan, Marinah, Mudjahir, Situ Patenggang dan Kalimutu. Galur dan varietas lokal yang memiliki hasil nilai tengah persentase gabah hampa tertinggi yaitu : Merak Petani, Sarendah, Bekongan, Siderep, Raja Putih, dan Randah Sara.

Saran

(39)

26

DAFTAR PUSTAKA

Adibroto TA, Purwanta W, Oktivia R, Erowati DA, Suryanto F, Sudaryono, Nugroho R, Hartaya, Rini SD. 2011. Iptek untuk Adaptasi Perubahan Iklim. Edisi Pertama. Penerbit Dewan Riset Nasional. Jakarta. 130 hal.

Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi robusta-arabika. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(2): 91-96.

Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2000. [Internet]. [diunduh 02 September 2012]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

Daradjat AA, Silitonga S dan Nafisah. 2009. Ketersediaan Plasma Nutfah untuk Perbaikan Varietas Padi. [Internet]. [diunduh 01 September 2012]. Tersedia pada: http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/plasma.

Datta SKD. 1981. Principles and Practices of Rice Production. USA (US): John Wiley & Sons. Inc.

Deptan. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian Tanaman Pertanian. Departemen Pertanian. 105 hal.

Deptan. 2010a. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Jakarta. 84 hal.

Deptan. 2010b. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia. [Internet]. [diunduh 17 September 2012]. Tersedia pada: http://deptan.go.id. Farrell TC, Fox KM, Williams RL, and Fukai S. 2006. Genotypic variation for

cold tolerance during reproductive development in rice: screening with cold air and cold water. Field Crops Research 98:178–194.

IPCC (Internatinal Panel on Climate Change). 2009. Chapter 1 : Renewable Energy and Climate Change. [Internet]. [diunduh 04 September 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcc.ch.

IRRI. 2001. Sekilas Kerjasama Indonesia-IRRI. Dampak dan Tantangan ke Depan. IRRI. Filipina (PH).

Jagadish SVK, Muthurajan R, Oane R, Wheeler TR, Heuer S, Bennet J, Craufurd PQ. 2010. Physiological and proteomic approaches to address heat tolerance during anthesis in rice (Oryza sativa L.). Jour of Experimental Botany. nasional. 1-25 hal. Dalam: Inovasi pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Moomaw JC and Vergara BS. 1965. The environment of tropical rice production. Pages 3-13 in international Rice Research Institute. The mineral nutrition of the rice plant. Proceedings of Sympsium at the International Rice Research Institute. Februari. 1994. The Jhons Hopkins Press. Baltimore. Maryland (US). Nishiyama and T. Satake. 1981. High temperatures damage to rice plants. Japan.

(40)

27

Peng S, Huang J, Sheehy JE, Laza RC, Visperas RM, Zhong X, Centeno GS, Kush GS, Cassman KG. 2004. Rice yields decline with higer night temperature from global warming. Proceedings of The National Academy of Sciences. (USA). 101 : 9971-9975.

Peospodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor (ID). 169 hal.

Prasad PVV, Boote KJ, Allen LH, Sheehy JE, Thomas JMG. 2006. Species, ecotype, and cultivar differences in spikelet fertility and harvest index of rice in response to high temperature stress. Field Crops Research 95: 398-411.

Poehlman JM and Sleeper DA. 1995. Breeding Field Crpos. USA (US): Iowa State University Press. 278 hal.

Rusdiansyah. 2006. Identifikasi Padi Gogo dan Padi Sawah Lokal Asal Kecamatan Sembakung dan Sebuku Kabupaten Nunukan. Proyek FORMACS-CARE International Indonesia-Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Samarinda. 33 hal.

Satake T. Yoshida S. 1978. High temperature induced sterilityin indica rice at flowering. Jpn. J. Crop Sci. 47. 6–17 in Japanese with English summary. Shah F, Huang J, Cui K, Nie L, Shah T, Chen C, Wang K. 2011. Impact of high

temperature stress on rice plant and its traits related to tolerance. Journal Of Agricultural Science. Hal 1-12.doi: 10.1017/S0021859611000360.

Sharma JR. 2006. Statistical and biometrical techniques in plant breeding : Experimental Field Designs for plant breeding. New Age International. 448 hal. Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Rineka. Jakarta. 320 hal. Sunihardi, Hermanto, Sadikin D. 2004. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan

Palawija 2002-2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 54 hal. Susanto A, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Perkembangan Pemuliaan Padi

Sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3): 125-131.

Suseno H. 1975. Fisiologi Tanaman Padi (Bahan dari IRRI). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Susilawati, Purwoko BS, Aswidinnoor H dan Santosa E. 2010. Keragaan varietas dari galur padi tipe baru Indonesia dalam sistem ratun. Jurnal Agronomi Indonesia 38(3): 177-184.

Swaminathan MS. 1984. Rice. Sci. Am. 250: 81-93.

Syukur M, Sujiprihati S, Siregar A, 2010. Pendugaan parameter genetik beberapa karakter agronomi cabai F4 dan evaluasi daya hasilnya menggunakan rancangan perbesaran (Augmented design). Jurnal Agrotropika. 15(1): 9-16. Syukur M, Sujiprihati S dan Yunianti R. 2012. Pemuliaan Tanaman. Penebar

Swadaya. Jakarta (ID). 348 hal.

Taiz L and Zeiger E. 2006. Plant Physiology. Fourth Edition. Sinauer Associates. Inc.. Publisher. Sunderland. Massachusetts (US).

Tschirley J. 2007. Climate Change adaptation : Planning and practices. Power Point Keynote Presentation of FAO Environment. Climate Change. Bioenergy Division. 10-12 September 2007. Rome .

Yoshida S. 1978. Tropical climate and its influence on rice. IRRI Res. Pap. Ser. 20. 25. pp.

(41)

28

Yoshida S and Parao FT. 1976. Climate influence on yield ang yeld components of lowland rice in the tropics. In. Climate and Rice. IRRI Publication. Los Banos. Philippines. 1976. pp. 471-494.

Yoshida S, Satake T, Mackill DS. 1981. High Temperature stress in rice. IRRI Research Paper Series. 67 p.

Vergara BS. 1995. Petunjuk Bercocok Tanam Padi. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Bogor. 221 hal.

(42)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kegiatan penelitian

Transplanting Pemindahan ke rumah kaca

Pemisahan gabah hampa Pemisahan gabah bernas

(43)

30

Lampiran 2 Deskripsi Varietas IPB 3S Nomor Silsilah : IPB97-F-15-1-1

Asal Persilangan : IPB6-d-10s-1-1-1/Fatmawati

Golongan : Cere

Umur Tanaman : 112 hari Bentuk Tanaman : Tegak Tinggi Tanaman : 118 hari Anakan Produktif : 7-11 batang Warna Kaki : Hijau Warna Batang : Hijau

Warna Telinga Daun : Tidak berwarna Warna Lidah Daun : Tidak berwarna Warna Daun : Hijau

Permukaan Daun : Kasar Posisi Daun : Tegak

Rata-rata Hasil :7.04 ton/ha GKG Potensi Hasil : 10.23 ton/ha GKG Bobot 1000 Butir : 28.2 gram

Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 21.6% Ketahanan terhadap

Hama : Agak rentan terhadap wereng coklat biotipe 1.2. dan 3 Ketahanan terhadap

Penyakit : Tahan terhadap tungro. agak tahan terhadap blas ras 033. agak tahan HDB ras III

Anjuran Tanam : Lahan irigasi dan tadah hujan. 0-600 mdpl

Pemulia : Hajrial Aswidinnoor, Willy Bayuardi S, Desta Wirnas dan Yudiwanti WE Kusumo

Peneliti : Toni Eka Putra, Sutardi, Tatiek Ismaryati, Asep Suryana, Said Gatta, Winda Halimah, Deni Hamdan Permana, Sumiyati, Baehaki SE dan Triny S Kadir

Teknisi : Adang, Jaenal, Suti’ah, Jumisnan, Joko Mulyono, Sulaeman, Rohana, Iroh, Siti Nurmah, Odah, Robiah

(44)

31

Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter tinggi tanaman vegetatif, kehijauan daun vegetatif, jumlah anakan total

SK

Tinggi tanaman vegetatif

Kehijauan daun

vegetatif Jumlah anakan total

KT F Hitung KT F Hitung KT F Hitung

Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter umur berbunga, jumlah anakan produktif, dan tinggi tanaman panen

SK Umur berbunga

Jumlah anakan

produktif Tinggi tanaman panen

KT F Hitung KT F Hitung KT F Hitung

Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter kehijauan daun panen, umur panen, dan panjang malai

SK

Kehijauan daun

panen Umur panen Panjang malai

KT F Hitung KT F Hitung KT F Hitung

Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan bobot 1000 butir

SK Jumlah gabah bernas Jumlah gabah hampa Bobot 1000 butir

(45)

32

Lampiran 7 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter bobot bernas total, jumlah gabah total, dan persentase gabah hampa

SK Bobot bernas Jumlah gabah total Persentase gabah hampa

KT F Hitung KT F Hitung KT F Hitung

Perlakuan 235,12 10,76 ** 856889,16 4,04 ** 222,59 7,25 **

Kontrol 200,01 9,15 ** 565240,50 2,66 * 71,17 2,32 tn

Genotipe 216,67 9,91 ** 835369,02 3,94 ** 223,84 7,29 **

(46)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 02 November 1990 dari pasangan Mohamad Asik dan Mamik Nurhalimah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2003 di SDN Glagahwero II Kecamatan Panti Kabupaten Jember dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2006 di SMPN 1 Rambipuji, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Jember serta lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti jenjang pendidikan di SMAN 1 Jember. penulis pernah terlibat dalam keorganisasian beladiri Pencak Silat MP (Merpati Putih). Pada tahun 2007, penulis mengikuti Australian National Chemistry Quiz dan mendapatkan award “Distinction” in The Junior Division. Penulis juga mengikuti Olimpiade Sains Nasional bidang studi Matematika tingkat kabupaten pada tahun 2008. Pada tahun yang sama pula penulis menjadi peserta dalam Medical Science and Application Competition 2008, Faculty of Medicine Airlangga University.

Gambar

Tabel 2 Data tetua galur harapan IPB
Tabel 7  Rataan karakter hasil varietas pembanding
Tabel 8  Keragaan karakter pertumbuhan berbagai genotipe padi terhadap kondisi suhu tinggi
Gambar 1 Sebaran jumlah genotipe berdasarkan tinggi tanaman vegetatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Waas Soekarno Hatta Bandung Selatan 12 SMP NEGERI 30 Jl.Sekejati No.32 Bandung Tenggara.. II

4.1 Pengujian Jumlah Total Bakteri/ Total Plate Count (TPC) Hasil uji laboratorium terhadap daging ayam dengan pengambilan sampel sebanyak satu kali di enam

Skripsi yang berjudul Peningkatan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Pekerjaan Kehutanan (Studi Kasus: IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan adalah bagaimana merancang sistem global positioning system (GPS) pada alat

Selain itu para peserta menyatakan bahwa melalui pelatihan tersebut, mereka memperoleh manfaat yang banyak terkait penambahan pengetahuan animasi flash, penguasaan teknik

Pengamatan untuk ekstrak metanolik menghambat perkembangan embrio pada perlakuan setelah fertilisasi hanya memperlambat perkembangan embrio bulu babi sedangkan untuk

4. Tidak menggunakan media, metode dan strategi yang bervariasi. Guru kurang memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep- konsep Bahasa Indonesia, siswa hanya