• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh tingkat kemasakan benih dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (l). Verdc.) pada ruang simpan ac dan kamar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh tingkat kemasakan benih dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (l). Verdc.) pada ruang simpan ac dan kamar"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BENIH DAN PERIODE

SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH

KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L). Verdc.) PADA

RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR

NONI HUSNAYATI

A24060048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

NONI HUSNAYATI. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada Ruang Simpan AC dan Kamar. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS.

Kacang bogor dikenal sebagai tanaman legum yang memiliki sifat toleran terhadap lahan miskin hara dan kekeringan serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas kacang bogor bisa optimal adalah dengan menyediakan benih kacang bogor yang bermutu. Pengadaan benih bermutu tinggi dilakukan mulai dari tahap produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan hingga distribusi harus dilakukan dengan teknik yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh tingkat kemasakan benih, ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.).

Penelitian ini dilaksanakan mulai April sampai November 2010 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama adalah penyimpanan pada ruang AC, sedangkan percobaan kedua adalah penyimpanan pada ruang kamar. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu benih kacang bogor yang dipanen pada umur 119 hari setelah tanam (HST) (M1), benih yang dipanen pada umur 122 HST (M2), dan benih yang dipanen pada umur 125 HST (M3). Faktor kedua adalah periode simpan yang terdiri atas tujuh taraf, yaitu 0 bulan (P0), 1 bulan (P1), 2 bulan (P2), 3 bulan (P3), 4 bulan (P4), 5 bulan (P5), dan 6 bulan (P6). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

(3)

Pada penyimpanan di ruang AC, benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga 3 bulan, sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan.

(4)

ABSTRACT

The objectives of these experiments were to study the effect of seed maturity level and storage period on seed viability and vigor of bambara groundnut (Vigna subterranea L.) stored either at air-conditioned or ambient rooms. The experiments were conductedat the Laboratory of Seed Science and Technology, IPB Darmaga, from April until November 2010. There were two parallel experiments conducted both using completely randomized design with two factors, and three replications. The first factor was the seed maturity consisted of three levels: seeds were harvested at ± 49 days after flowering (daf), ± 52 daf, and ± 55 daf. The second factor was storage period consisted of seven levels: 0, 1, 2, 3, 4, 5, and 6 months. The results showed that level of seed maturity and storage period affected seed viability and vigor during storage either at air-conditioned or ambient room. The highest vigor (speed of germination) was shown by seed maturity level of ± 55 daf after 3 months storage period in air-conditioned room. After 2 months storage in ambient room, seeds with a level maturity of ± 55 daf also showed the highest viability and vigor. Seeds stored at air-conditioned room were able to maintain viability and vigor for up to storage period of 5 months except for seeds harvested at 52 daf only up to 4 months. At ambient room, seeds were only able to maintain viability and vigor for up to storage period of 2 months, except at the level of maturity ± 55 daf seeds were still able to maintain the viability and vigor until storage period of 4 months.

(5)

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BENIH DAN PERIODE

SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH

KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L). Verdc.) PADA

RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NONI HUSNAYATI

A24060048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul : PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BENIH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdc.) PADA RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR

Nama : NONI HUSNAYATI

NRP : A24060048

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS NIP. 19590225 198203 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP.19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 5 Agustus 1987. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan H. Waridi Hendrianto dan Hj. Sugianti.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Sori T. Pada Mulia Padang Sidempuan, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 5 Medan. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 5 Medan pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB, pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan kenikmatan, rahmat dan kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhirat kelak.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan kesabaran selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu, serta seluruh keluarga tercinta atas segala dukungannya baik moril maupun materil selama penulis melaksanakan studi di IPB.

2. Dr. Ir. Sandra A. Azis, MS selaku pembimbing akademik penulis atas bimbingan yang diberikan selama penulis menyelesaikan studi di IPB. 3. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS selaku

penguji.

4. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 43 atas kebersamaan selama menyelesaikan studi di IPB.

5. Teman-teman JELITA, terima kasih banyak penulis ucapkan atas perhatian, motivasi, nasehat, dan dukungannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

6. Teman-teman di Wisma Pondok AMMI dan Al-Iffah atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penulisan laporan penelitian ini.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Juli 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Kacang Bogor ... 3

Viabilitas dan Vigor Benih ... 4

Tingkat Kemasakan Benih ... 5

Penyimpanan Benih ... 7

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu ... 10

Rancangan Percobaan ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Percobaan I ... 14

Percobaan II. ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman

1 Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan

Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)…………. 16 2 Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan

terhadap Kadar Air dan Kecepatan Tumbuh………... 17 3 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya

Berkecambah………...…… 19

4 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot

Kering Kecambah Normal……….. 20

5 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju

Pertumbuhan Kecambah………...……….. 21

6 Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan keras (K)

pada Ruang AC………... 21

7 Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan

Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)…………. 23 8 Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan

terhadap Daya Berkecambah (DB) dan Kecepatan Tumbuh (KCT)… 24 9 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju

Pertumbuhan Kecambah………...………….. 25 10 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot

Kering Kecambah Normal ………..… 26

11 Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar

Air……….….. 28

12 Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K)

(11)

Lampiran

Nomor Halaman

1 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan AC……….. 37 2 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan AC…………. 37 3 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan

AC………. 37

4 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan AC…………... 38 5 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan

AC………. 38

6 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan Kamar……….

38 7 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan Kamar……….

39 8 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan

Kamar………...………. 39

9 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan Kamar………. 39 10 Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan

(P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan

Kamar……… 40

11 Persentase Jumlah Benih Abnormal pada Ruang Simpan AC dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1 Benih Kacang Bogor yang Terserang Cendawan a. A. niger

b. A. flavus………... 31

2 a. Benih Terserang Hama b. Callosobruchus sp. ………... 32

Lampiran

Nomor Halaman

1 Rata-rata Suhu Bulanan……….. 39

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang bogor merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang belum terlalu dikenal di Indonesia. Menurut Linneman dan Ali (1993) di daerah asalnya, Afrika Barat, tanaman kacang bogor telah mendapat banyak perhatian dengan banyaknya penelitian yang mengungkap bahwa bambara groundnut adalah pangan yang menjanjikan tetapi tidak begitu diperhatikan. Redjeki (2007) menyatakan bahwa kandungan gizi kacang bogor diantaranya protein 20.75 %, karbohidrat 59.93 %, lemak 5.88 %, air 10.43 %, dan abu 3.03 %.

Kacang bogor juga dikenal sebagai tanaman legum yang memiliki sifat toleran terhadap lahan miskin hara dan kekeringan. Pada kondisi lingkungan suboptimal dapat menghasilkan 0.77 ton biji kering/ha, sedangkan pada kondisi lingkungan tumbuh optimal dapat menghasilkan 4 ton/ha biji kering (Redjeki, 2007). Di kalangan petani, kacang bogor masih belum terlalu populer dan hanya dijadikan tanaman sampingan saja. Hal ini disebabkan produktivitas kacang bogor yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya maksimal untuk pengembangan kacang bogor yang cukup potensial ini.

(14)

Hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1989) menunjukkan setelah disimpan selama 12 pekan, benih buncis varietas lokal Bandung yang dipanen tepat pada saat masak fisiologis yaitu 30 hari setelah berbunga (HSB) menunjukkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (27 HSB) dan benih yang dipanen sesudah masak fisiologis (33 HSB). Selain itu, kelembaban relatif ruang simpan 60 % -65 % merupakan lingkungan yang paling optimum untuk menyimpan benih buncis varietas lokal Bandung selama 12 pekan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tingkat kemasakan benih dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada ruang simpan AC dan kamar.

Hipotesis

1. Tingkat kemasakan benih 122 HST pada ruang simpan AC dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih kacang bogor lebih lama dibandingkan tingkat kemasakan benih 119 HST dan 125 HST.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kacang Bogor

Kacang bogor termasuk jenis tanaman legum eksotik. Kacang bogor memiliki banyak kemiripan dengan kacang tanah tetapi sebagai tanaman pangan berbeda dari segi komposisi bijinya. Kacang bogor memiliki kandungan minyak yang rendah, tetapi kaya pati (karbohidrat) dan protein. Nama Bambara groundnut diambil dari daerah yang bernama Bambara di Mali dan berasal dari Afrika Barat dimana kadang-kadang ditemukan tumbuh liar. Kacang bogor memiliki batang yang pendek dan melengkung, tangkai daunnya panjang dan daunnya tebal sehingga tanaman kacang bogor ini terlihat seperti seikat daun lebat yang muncul hampir berasal dari satu titik di tanah. Bunganya berwarna kuning pucat dan polongnya berada dalam tanah (Masefield et al., 1969).

Linneman dan Ali (1993) menyatakan bahwa perkecambahan hipogeal dari tanaman kacang bogor yang dibudidayakan biasanya memakan waktu 7 sampai 15 hari, sedangkan perkecambahan dari tanaman kacang bogor liar seperti varietas spontanea yang tidak menentu dan lambat; 26-31 hari hingga tak terbatas. Benih kacang bogor sangat beragam warnanya: putih, krem, kuning, merah, ungu, cokelat atau hitam; pewarnaan (corak) juga beragam, burik, bergaris, dan lain-lain. Menurut Masefield et al. (1969) benih kacang bogor berwarna merah, putih, hitam atau berbintik-bintik dan memiliki hilum berwarna putih. Benihnya keras dan harus direndam atau dipecahkan terlebih dahulu sebelum dimasak.

Kacang bogor mulai berbunga 30 hingga 55 hari setelah tanam dan mungkin berlanjut hingga tanaman mati. Kacang bogor yang bergenotip genjah mencapai tahap mature saat 90 hari setelah tanam, sedangkan tanaman yang berumur panjang mungkin memerlukan 150 hari atau lebih. Hal ini berarti musim mempengaruhi waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai masak fisiologis (Linneman dan Ali, 1993). Tanaman kacang bogor telah memasuki fase generatif pada umur 42 HST. Pada 56 HST 75 % populasi tanaman kacang bogor telah

berbunga, dan 100 % populasi tanaman kacang bogor berbunga pada 70 HST. Biji

(16)

Viabilitas dan Vigor Benih

Menurut Sadjad (1980) secara umum pengujian benih mencakup pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah memberikan informasi tentang kemungkinan tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapang dan lingkungan yang serba normal atau optimum. Pengujian vigor mencakup dua hal yaitu pengujian kekuatan tumbuh dan pengujian daya simpan.

Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang mengindikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat tunggal yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih berikut:

a. Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah.

b. Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.

c. Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2004).

Menurut Byrd (1968) kekuatan kecambah umumnya didefinisikan sebagai suatu ukuran kemampuan potensial benih untuk berkecambah, tumbuh dengan cepat dan menghasilkan kecambah-kecambah normal pada variasi keadaan yang tidak menguntungkan. Meskipun kekuatan kecambah sangat susah untuk didefinisikan secara tepat, kekuatan kecambah kurang lebih merupakan suatu ukuran potensial benih untuk tumbuh di lapang atau kemampuannya untuk mempertahankan daya berkecambah pada kondisi penyimpanan yang berlainan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan berkecambah benih yaitu:

1. Umur benih, begitu benih menua, deteriorasi berlangsung dan dapat mengurangi kekuatan kecambah.

(17)

3. Susunan genetik, sudah sejak lama ditetapkan bahwa galur murni, varietas dan hibrida sangat beraneka ragam dalam kekuatan kecambahnya.

4. Jumlah kerusakan, benih yang banyak mengalami kerusakan mekanik atau kerusakan oleh insekta biasanya jauh lebih rendah kekuatan kecambahnya. 5. Jumlah organisme penyakit yang ada, benih yang diinfestasi atau diinfeksi

oleh organisme penyakit biasanya sangat rendah kekuatan kecambahnya. 6. Perlakuan benih, benih yang mendapat perlakuan fungisida biasanya

menghasilkan kecambah-kecambah yang lebih kuat.

7. Tipe panen, benih yang dipanen dengan tangan selalu menghasilkan kecambah yang lebih kuat daripada benih yang sama yang dipanen dengan mesin.

8. Keadaan lingkungan sebelum panen, keadaan lapang yang buruk sejak saat benih mencapai bobot kering maksimum sampai panen dapat menurunkan kekuatan kecambah potensial. Panen yang ditangguhkan juga dapat memberikan akibat yang buruk terhadap kekuatan kecambah.

9. Keadaan lingkungan setelah panen (penyimpanan), viabilitas benih dan kekuatan kecambah menurun dengan cepat pada kondisi penyimpanan yang buruk. Makin tinggi kelembaban nisbi dan temperatur, makin cepat penurunan daya berkecambah dan kekuatan berkecambah.

Tingkat Kemasakan Benih

(18)

perkecambahan atau vigor benih yang rendah akibat deraan cuaca yang merusak seperti hujan dan kekeringan. Jadi, terlambat panen, yang seharusnya tidak perlu terjadi setelah benih masak, berkontribusi cukup berarti pada kemunduran benih.

Tingkat kemasakan dan kondisi simpan mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Benih buncis varietas lokal Bogor memiliki viabilitas maksimal jika dipanen pada 34 HSB karena pada saat itu benih mencapai masak fisiologis. Benih buncis mengalami peningkatan viabilitas hingga periode simpan 4 bulan dan masih dapat dipertahankan hingga 6 bulan meski sudah menurun (Sundari, 2005).

Setyorini (1992) menyatakan bahwa terdapat pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas benih kacang tanah. Benih kacang tanah varietas Gajah yang dipanen saat masak fisiologis yaitu 100 hari setelah tanam (HST) mempunyai bobot kering kecambah normal lebih tinggi dibanding benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (90 HST) dan setelah lewat masak fisiologis (105 HST).

Menurut Maemunah dan Nuraeni (2006) semakin lama benih nangka disimpan maka waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah semakin lama. Daya berkecambah, pemunculan kecambah dan kandungan cadangan makanan akan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Benih nangka yang berada pada tingkat masak fisiologis (warna buah kuning cerah) mampu untuk disimpan lebih lama (6 minggu) dibandingkan dengan benih nangka yang buahnya berwarna hijau kekuningan dan kuning kecoklatan.

Benih kacang panjang dapat dipanen pada tingkat masak fisiologis yang diduga dicapai pada stadia 10 dan 11. Pada stadia tersebut kualitas benih maksimum, dicerminkan dari maksimumnya vigor benih (30.16 % kecambah normal per etmal, pada stadia 11), daya berkecambah (97.33 %, pada stadia 11) dan bobot kering benih (4.90 g, pada stadia 10). Setelah itu, vigor benih dan daya berkecambah menurun (Suryawati, 1984).

(19)

berpengaruh terhadap vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh pada benih bayam.

Masak fisiologis benih jambu mete dicapai pada saat benih mencapai umur ± 39 hari setelah antesis yang ditandai dengan bobot kering, daya berkecambah, vigor benih dan bibit maksimum. Benih yang dipanen saat masak fisiologis yang disimpan selama periode konservasi dapat menghasilkan viabilitas benih yang paling baik. Lamanya periode konservasi mempengaruhi viabilitas benih. Semakin lama periode konservasi (3 bulan) benih semakin mundur (Nastiti, 1996).

Penyimpanan Benih

Dalam proses produksi benih, penyimpanan merupakan tahap kegiatan yang tidak bisa dihilangkan. Benih yang telah selesai dibersihkan dan dikemas selalu memerlukan penyimpanan dari mulai beberapa hari sampai beberapa bulan, sebelum akhirnya benih tersebut sampai ke tangan petani. Masalah dalam penyimpanan benih seringkali merupakan kendala utama yang menghambat penyediaan benih bermutu. Daya berkecambah dan vigor benih dapat menurun dengan cepat selama penyimpanan, terutama di daerah-daerah tropika basah sepeti di Indonesia (Nugraha, 1992).

Benih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) dan selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Apabila ruangan tempat penyimpanan benih mempunyai kadar air yang lebih tinggi daripada kadar air benih, maka benih akan menyerap air dari udara sehingga kadar air benih juga meningkat. Suhu penyimpanan dan kadar air benih merupakan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Harrington dalam kaidahnya (yang disebut Thumb rules) menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu penyimpanan sebesar 50C dan setiap kenaikan 1 % kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya (Justice dan Bass, 2002).

(20)

ruang kamar dengan fluktuasi suhu udara berkisar 28.50C – 320C dan kelembaban nisbi udara antara 66.5 % - 89 %.

Penyimpanan benih kedelai hitam dalam kantong plastik maupun kaleng pada suhu rendah (200C – 230C) dan tinggi (270C – 290C) sampai 6 bulan masih mempunyai daya tumbuh dan vigor yang tinggi (> 90 %), hanya pada suhu tinggi sudah mulai menurun menjadi 80 % dan berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan benih kedelai kuning. Pada kedelai kuning dalam kantong plastik maupun kaleng setelah disimpan selama 6 bulan, daya tumbuh dan vigor benihnya masih tinggi (> 80 %) pada suhu rendah, sedangkan pada suhu tinggi telah menurun (< 80 %) setelah disimpan 2 bulan dan pada akhir penyimpanan daya tumbuh turun sampai 41 %. Hal ini disebabkan adanya perubahan kadar air benih telah naik sekitar 1 % dari kadar air awal mulai bulan keempat penyimpanan, perbedaan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas benih (Purwanti, 2004).

(21)

Dalam kemasan benih yang dilengkapi dengan desikan, benih berkadar air tinggi pun melakukan keseimbangan kadar air untuk mencapai kadar air yang lebih rendah. Selama penyimpanan benih (ortodoks) kadar air ingin dipertahankan rendah dengan memperhatikan prinsip keseimbangan kadar air. Penggunaan desikan yang dicampurkan dengan benih atau secara terpisah di dalam kemasan benih diharapkan dapat mempertahankan kadar air benih agar tetap rendah selama penyimpanan. Oleh karena itu, jenis dan keragaan fisik bahan desikan yang digunakan dapat mempengaruhi efektivitasnya untuk mempertahankan daya simpan benih. Penggunaan desikan secara tercampur dengan benih telah dilaporkan kurang baik dibandingkan dengan penggunaannya secara terpisah untuk benih padi (Mugnisjah et al.,1994).

Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Proses penuaan pada kedelai kuning yang disimpan pada suhu tinggi nampak dipercepat dibanding kedelai hitam, sehingga kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga menurun. Hal ini nampak pada penurunan daya tumbuh dan vigor benihnya menjadi 41 % setelah disimpan selama 6 bulan dan berbeda nyata dengan kedelai hitam yang masih tinggi yaitu > 90 %. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih (Purwanti, 2004).

(22)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai April sampai November 2010 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga.

Rancangan Percobaan

Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama adalah penyimpanan pada ruang AC, sedangkan percobaan kedua adalah penyimpanan pada ruang kamar. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu benih kacang bogor yang dipanen pada umur 119 hari setelah tanam (HST) (M1), benih yang dipanen pada umur 122 HST (M2), dan benih yang dipanen pada umur 125 HST (M3). Faktor kedua adalah periode simpan yang terdiri atas tujuh taraf yaitu 0 bulan (P0), 1 bulan (P1), 2 bulan (P2), 3 bulan (P3), 4 bulan (P4), 5 bulan (P5), dan 6 bulan (P6). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 63 satuan percobaan baik pada percobaan pertama maupun kedua.

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Keterangan :

= pengamatan pada tingkat kemasakan benih taraf ke-i, periode simpan taraf ke-j dan ulangan ke-k

= nilai rataan umum

= pengaruh tingkat kemasakan benih = pengaruh periode simpan

= komponen interaksi dari tingkat kemasakan benih dan periode simpan = pengaruh acak yang menyebar normal.

(23)

Sumber Benih

Benih kacang bogor diperoleh dari petani di Kampung Cieurih, Desa Ancaen, Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi. Benih dipanen dalam tiga tahap (6, 9, 12 April 2010) dengan tiga tingkat kemasakan yang berbeda, yaitu kacang bogor yang berumur ± 119 HST sebagai tingkat kemasakan I, kacang bogor yang berumur ± 122 HST sebagai tingkat kemasakan II, dan kacang bogor yang berumur ± 125 HST sebagai tingkat kemasakan III. Kacang bogor dipanen saat 90 % daun menguning. Kacang bogor yang digunakan sebagai benih memiliki warna polong cokelat tua, sedangkan kulit benihnya sebagian besar berwarna hitam dan krem.

Pengeringan

Setelah dipanen, benih (dalam polong) dikeringkan secara alami yaitu dihamparkan di atas alas jemur di bawah sinar matahari. Lamanya pengeringan 10 hari selama ± 5 – 6 jam setiap harinya hingga kadar air benih mencapai kisaran 11.2 % - 12.2 %. Setelah dikeringkan, benih diekstraksi secara manual.

Penyimpanan

Benih dimasukkan dalam wadah kaleng berukuran volume 5945.1 ml yang di dalamnya terdapat desikan yaitu kapur tohor. Desikan diletakkan dalam gelas plastik berukuran volume 310 ml yang ditutup dengan kain kasa. Penggunaan desikan ini bertujuan untuk menyerap uap air di udara sehingga kadar air benih tetap aman selama dalam penyimpanan. Setiap kaleng berisi benih 82.5 g dan kapur tohor 49.5 g. Penyimpanan dilakukan di ruang AC antara suhu 230C – 260C dengan RH 51 % - 62 % dan ruang kamar antara 270C – 300C dengan RH antara 65 % - 81 %. Penyimpanan benih dilakukan selama 6 bulan dan pengamatan dilakukan setiap bulan (0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan) terhadap kadar air benih, viabilitas dan vigor benih.

Pengujian Kadar Air Benih

(24)

masing-masing perlakuan diambil 5 g benih kacang bogor lalu dioven pada suhu ± 1050C selama ± 17 jam (ISTA, 2009).

Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih

Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan dengan mengecambahkan 25 butir benih kacang bogor untuk tiap ulangan dari masing-masing perlakuan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode UKDdp.

Pengamatan

1. Daya Berkecambah (%)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal pada pengamatan hitungan pertama (hari ke-7) dan kedua (hari ke-14) (Wongvarodom and Naulkong, 2006).

Rumus :

Σ KN I + Σ KN II

DB (%) = x 100%

Σ benih yang ditanam Keterangan:

KN I = Jumlah kecambah normal pada hitungan I KN II = Jumlah kecambah normal pada hitungan II 2. Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

Pengamatan dilakukan setiap hari, dihitung berdasarkan persentase pertambahan kecambah normal setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Adapun rumusnya sebagai berikut :

tn KCT = 0 Keterangan :

t = waktu pengamatan tn = waktu akhir pengamatan

(25)

3. Bobot Kering Kecambah Normal (mg)

Semua kecambah normal pada hitungan terakhir (14 HST) yang sudah dibuang kotiledonnya, dikering-oven pada suhu 60oC selama 3 hari, kemudian ditimbang. Adapun rumusnya sebagai berikut :

BKKN = M1-M0 Keterangan :

M1 = Bobot kecambah normal + amplop yang sudah dikering-oven M0 = Bobot amplop

4. Laju Pertumbuhan Kecambah

Pengamatan laju pertumbuhan kecambah dihitung dengan membagi bobot kering kecambah normal dengan jumlah kecambah normal yang dikeringkan.

BKKN (mg) LPK =

Σ Kecambah normal 5. Kadar Air Benih

Pengujian dilakukan dengan mengeringkan 5 g benih kacang bogor pada oven suhu ± 1050C selama ± 17 jam. Adapun rumusnya sebagai berikut :

(M2-M3)

KA = x 100% (M2-M1)

Keterangan :

KA = Kadar air benih M1 = Berat cawan

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor pada Ruang Simpan AC

Berdasarkan rekapitulasi hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa kadar air dipengaruhi oleh faktor tunggal periode simpan dan interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan. Daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan. Kecepatan tumbuh dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan, sedangkan laju pertumbuhan kecambah hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal tingkat kemasakan dan periode simpan.

Tabel 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)

Tolok Ukur Uji F keragaman, ^ = hasil transformasi dengan rumus √(y + 0.5) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006)

Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air dan Vigor Benih

(27)

2). Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST mengalami penurunan vigor setelah disimpan lebih dari 4 bulan. Kadar air mengalami penurunan setelah penyimpanan 1 atau 2 bulan kemudian kembali meningkat setelah benih mengalami periode simpan lebih dari 3 bulan. Kadar air yang rendah pada periode simpan kurang dari 3 bulan dapat disebabkan oleh desikan yang masih berfungsi dengan baik, sedangkan setelah melewati periode simpan 3 bulan diduga fungsi desikan berkurang. Selain itu, kelembaban udara ruang simpan juga menyebabkan nilai kadar air yang meningkat dan berfluktuasi. Selama penyimpanan benih, pada awalnya kelembaban udara masih rendah pada periode simpan 1, 2, dan 3 bulan, masing-masing 57 %, 51 %, dan 50 %. Selanjutnya periode simpan 4, 5 dan 6 bulan, kelembaban udara meningkat, masing-masing 54 %, 60 % dan 60 %. Soejadi et al. (2001) menyatakan bahwa peningkatan kadar air benih beberapa genotipe padi terjadi karena kadar air benih menuju keseimbangan dengan kelembaban relatif udara di sekitarnya.

Tabel 2. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air dan Kecepatan Tumbuh

Tingkat

(28)

kemasakan 122 HST mengalami penurunan vigor setelah 1 bulan dan tidak berbeda nyata hingga periode simpan 3 bulan.

Pada periode simpan 6 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 125 HST menunjukkan nilai kecepatan tumbuh yang sangat rendah dan berbeda nyata dengan periode simpan lain, sedangkan benih yang dipanen pada umur 122 HST memiliki nilai kecepatan tumbuh yang rendah setelah melewati periode simpan 4 bulan. Waemata dan Ilyas (1989) menyatakan bahwa benih buncis yang dipanen saat masak fisiologis (30 HSB) belum mengalami penurunan vigor kekuatan tumbuh dan viabilitas potensialnya setelah disimpan 12 minggu, sedangkan benih yang dipanen sebelum dan sesudah masak fisiologis (27 dan 33 HSB) sudah menurun vigor kekuatan tumbuhnya walaupun baru disimpan 4 minggu.

Benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dapat dikatakan sebagai benih bervigor tinggi. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih vigor menunjukkan nilai kecepatan tumbuh yang tinggi, karena benih itu berarti berkecambah cepat pada waktu yang relatif lebih singkat. Benih yang kurang vigor akan berkecambah normal untuk jangka waktu yang lebih lama.

Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST yang telah disimpan selama 3 bulan memiliki persentase kadar air yang rendah dan berbeda nyata dibandingkan kadar air pada umur simpan lain. Perlakuan ini ternyata juga memiliki nilai kecepatan tumbuh yang tinggi. Tinggi atau rendahnya kadar air dapat disebabkan oleh kondisi ruang simpan. Menurut Purwanti (2004) laju kenaikan kadar air benih kedelai pada suhu rendah berlangsung lebih lambat daripada suhu tinggi. Oleh karena itu pada suhu rendah, aktivitas enzim terutama enzim respirasi dapat ditekan, sehingga perombakan cadangan makanan dan proses deteriorasi dapat ditekan. Matinya sel-sel meristematis, habisnya cadangan makanan dan degradasi enzim dapat diperlambat sehingga viabilitas dan vigor masih tinggi.

(29)

dengan tingkat kemasakan 125 HST dapat diduga bahwa benih kacang bogor mencapai masak fisiologis saat 125 HST. Suryawati (1984) mengemukakan bahwa benih kacang panjang dapat dipanen pada tingkat masak fisiologis yang diduga dicapai pada stadia 10 dan 11. Pada stadia tersebut kualitas benih maksimum, dicerminkan dari maksimumnya vigor benih, daya berkecambah, dan bobot kering benih.

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

Tingkat kemasakan memberikan pengaruh nyata terhadap daya berkecambah. Benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu disimpan hingga 2 bulan. Hal ini dapat dilihat dari nilai daya berkecambah yang masih tinggi, yaitu 80 %. Benih dengan tingkat kemasakan 122 HST mampu disimpan hingga 3 bulan (daya berkecambah 82.5 %), sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST mampu disimpan lebih lama lagi hingga 4 bulan (daya berkecambah 85.3 %). Benih tanaman pangan masih dikatakan layak untuk dijadikan benih ketika memiliki daya berkecambah ≥ 80 %.

Tabel 3. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah

Rata-rata tingkat kemasakan 70.7b 67.0b 76.2a

Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

(30)

lokal Bandung yang dipanen tepat pada saat masak fisiologis yaitu 30 hari setelah berbunga (HSB) menunjukkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (27 HSB) dan benih yang dipanen sesudah masak fisiologis (33 HSB).

Periode simpan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah. Daya berkecambah menurun nyata setelah mengalami penyimpanan 1 - 6 bulan. Benih yang telah disimpan selama 3 bulan menunjukkan daya berkecambah yang paling tinggi dibandingkan periode simpan lain walaupun tidak berbeda nyata dengan umur simpan 2 bulan dan 4 bulan. Namun, setelah melewati masa simpan 4 bulan daya berkecambah benih menurun. Menurut Sundari (2005) tingkat kemasakan dan kondisi simpan mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Benih buncis varietas lokal Bogor memiliki viabilitas maksimum jika dipanen pada 34 HSB karena pada saat itu benih mencapai masak fisiologis. Benih buncis mengalami peningkatan viabilitas hingga periode simpan 4 bulan dan masih dapat dipertahankan hingga 6 bulan meski sudah menurun.

Tabel 4. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal

Rata-rata tingkat kemasakan 1.58a 1.05c 1.31a

Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

(31)

nyata dengan tingkat kemasakan 125 HST. Benih yang disimpan selama 2 bulan memiliki nilai rata-rata bobot kering kecambah normal yang tidak berbeda nyata dengan periode simpan 3 dan 4 bulan. Nilai rata-rata bobot kering kecambah normal mulai menurun pada periode simpan 5 hingga 6 bulan. Nilai bobot kering kecambah normal yang menurun disebabkan karena benih mengalami kemunduran.

Hasil penelitian Nastiti (1996) menunjukkan bahwa masak fisiologis benih jambu mete ditandai dengan bobot kering, daya berkecambah, vigor benih, dan vigor bibit maksimum. Benih jambu mete yang dipanen pada saat masak fisiologis disimpan selama periode konservasi dapat menghasilkan vigor benih yang tinggi (indeks vigor 8.45 % (0 bulan), 6.67 % (1 bulan), 2.87 % (2 bulan), dan 2.02 % (3 bulan)). Lamanya periode konservasi mempengaruhi viabilitas benih, semakin lama periode konservasi (3 bulan) benih semakin mundur.

Tabel 5. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah

Rata-rata tingkat kemasakan 85.02a 60.34b 66.89b

Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

(32)

sedangkan pada peubah bobot kering kecambah normal penurunan bobot terjadi setelah penyimpanan 5 bulan (Tabel 4).

Dilihat secara keseluruhan, nilai semua peubah pengamatan mengalami fluktuasi. Saat penyimpanan 1 bulan, viabilitas dan vigor benih mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh persentase kecambah abnormal pada tingkat kemasakan 119 HST, 122 HST, dan 125 HST sangat tinggi pada periode simpan 1 bulan masing-masing 7.33 %, 6 %, dan 6 % (Tabel lampiran 11).

Persentase benih keras juga sudah cukup tinggi saat periode simpan 1 bulan (4 %). Semakin lama periode simpan maka persentase benih keras semakin rendah (Tabel 6). Ilyas (2010) menyatakan bahwa benih keras (hard seeds) adalah benih yang impermeabel terhadap air. Benih keras banyak dijumpai pada benih Leguminosae berukuran kecil. Benih keras gagal mengimbibisi air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji daya berkecambah. Pada benih keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan penyerapan air atau penghambatan mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai penyebab dormansi.

(33)

Setelah benih disimpan selama 2 bulan, persentase adanya cendawan semakin tinggi, terutama pada tingkat kemasakan 122 HST. Hal ini sejalan dengan nilai semua peubah viabilitas dan vigor benih yang tergolong rendah. Tingkat kemasakan 125 HST memiliki persentase serangan cendawan yang lebih rendah dibanding tingkat kemasakan yang lain.

Pada penyimpanan suhu AC benih tidak terserang hama, hanya diserang oleh cendawan saja. Cendawan menyerang benih terutama saat proses perkecambahan. Bila dilihat dari rata-rata persentase serangan cendawan (Tabel 6), serangan cendawan pada tingkat kemasakan 119 HST mencapai 5.71 %, sedangkan pada tingkat kemasakan 122 HST dan 125 HST masing-masing mencapai 10.09 % dan 5.23 %. Serangan cendawan ini dapat disebabkan oleh kondisi ruang perkecambahan yang mendukung pertumbuhan cendawan, seperti suhu dan kelembaban ruang simpan. Suhu dan kelembaban ruang simpan relatif tidak konstan sehingga benih harus selalu menyesuaikan kadar airnya dengan kelembaban sekitar. Sundari (2005) mengemukakan bahwa kondisi suhu dan kelembaban ruang simpan yang berubah-ubah menyebabkan benih selalu melakukan keseimbangan dengan kelembaban lingkungan. Jika benih disimpan di ruang ini dalam waktu lama maka akan meningkatkan kadar air. Benih yang memiliki kadar air tinggi akan lebih mudah terserang cendawan sehingga vigornya cepat menurun.

Percobaan II. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor pada Ruang Simpan Kamar

(34)

Tabel 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)

Tolok Ukur Uji F keragaman, ^ = hasil transformasi dengan rumus √(y + 0.5) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006)

Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

Pengaruh nyata interaksi tingkat kemasakan dengan periode simpan ditunjukkan oleh daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Pada periode simpan 3 dan 5 bulan benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 125 HST terserang hama hingga mencapai 90 %. Hasil pengamatan lebih lanjut diketahui bahwa hama yang menyerang benih adalah Callosobruchus sp. Menurut Gwekwerere (1995) benih kacang bogor cenderung diserang oleh Callosobruchus sp. Hama ini dapat menyebabkan penurunan kualitas, kuantitas dan viabilitas benih. Infestasi Callosobruchus sp. mulai terjadi di lapangan dan banyak kasus terjadi hingga di gudang penyimpanan. Kerusakan embrio terjadi akibat dimakan oleh Callosobruchus sp. yang mengganggu perkecambahan. Kualitas benih yang buruk juga berpengaruh terhadap pengurangan jumlah karbohidrat dan protein pada benih.

(35)

Benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu disimpan hingga 2 bulan. Hal ini dapat dilihat dari nilai daya berkecambah yang masih tinggi (80 %). Benih dengan tingkat kemasakan 122 HST memiliki nilai daya berkecambah < 80 % pada setiap periode simpan, kecuali periode simpan 0 bulan, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan 125 HST masih mampu disimpan hingga 4 bulan (daya berkecambah 84 %). Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa benih tanaman pangan masih dikatakan layak sebagai benih ketika daya berkecambahnya ≥ 80 %.

Setelah benih disimpan selama 4 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi (84 %; 8.1 %/etmal) dan berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 122 HST (70.7 %; 6.1 %/etmal) dan 119 HST (9.3 %; 1.1 %/etmal). Benih dengan tingkat kemasakan 119 HST yang disimpan selama 4 bulan memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang rendah karena serangan cendawan yang tinggi (65.33 %) saat perkecambahan.

Setelah 6 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST masih memiliki daya berkecambah 56 %, sedangkan daya berkecambah benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 122 HST sudah sangat rendah masing-masing 37.3 % dan 30.7 %. Hal yang sama juga terjadi pada nilai kecepatan tumbuh. Tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai kecepatan tumbuh yang lebih tinggi (5.1 %/etmal) dibandingkan tingkat kemasakan 119 HST (3 %/etmal) dan 122 HST (2.6 %/etmal). Hal ini menandakan bahwa benih dengan tingkat kemasakan 125 HST mampu untuk disimpan lebih lama karena memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan tingkat kemasakan lainnya.

(36)

Tabel 8. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah dan Kecepatan Tumbuh

Tingkat

kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Data saat periode simpan 3 dan 5 bulan tidak ada karena benih terserang hama Callosobruchus sp.

Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai rata-rata yang tinggi dibandingkan tingkat kemasakan lainnya pada peubah daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada setiap periode simpan. Seperti pada pembahasan sebelumnya, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST diduga telah mencapai masak fisiologis. Menurut Sadjad (1980) terdapat adanya hubungan antara tingkat kemasakan dengan vigor benih. Kemasakan benih dapat ditentukan berdasar vigornya yang maksimum. Pada saat itu benih telah mencapai masak fisiologis dan tepat untuk dipanen.

Kartika dan Ilyas (1994) mengemukakan bahwa sebelum masak fisiologis, pembentukan struktur embrio belum sempurna serta akumulasi cadangan makanan dalam benih belum maksimum, sehingga vigor yang dihasilkan rendah. Benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologis telah mengalami deteriorasi selama dibiarkan di lapang.

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

(37)

nilai laju pertumbuhan kecambah yang tinggi, tetapi bila diamati langsung benih pada periode simpan ini (khusus benih tingkat kemasakan 119 HST) mengalami serangan hama dan cendawan yang tinggi saat perkecambahan sehingga daya berkecambahnya juga rendah (9.33 %). Oleh karena benih yang tumbuh menjadi kecambah normal sedikit, maka kompetisi antar kecambah juga rendah sehingga kecambah dapat tumbuh baik dan bobot kering kecambah juga menjadi tinggi.

Tabel 9. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju

Rata-rata tingkat kemasakan 112.15 64.08 80.71

Keterangan: angka rata-rata periode simpan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Tingginya nilai laju pertumbuhan kecambah pada tingkat kemasakan 119 HST saat periode simpan 4 bulan diduga karena kecambah normal pada perlakuan tersebut berukuran lebih besar dibandingkan yang lain dan jumlah kecambah normal yang lebih sedikit (laju pertumbuhan kecambah tergantung dari bobot kering kecambah normal/jumlah kecambah normal itu sendiri). Jumlah kecambah normal yang sedikit menyebabkan benih tumbuh tanpa persaingan sehingga kecambah normal dapat berukuran lebih besar. Periode simpan lain yang menunjukkan hasil laju pertumbuhan kecambah tertinggi adalah periode simpan 2 bulan walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan periode simpan 0, 1, dan 4 bulan.

(38)

dibutuhkan untuk berkecambah semakin lama. Daya berkecambah, pemunculan kecambah dan kandungan cadangan makanan pada benih nangka cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan (Maemunah dan Nuraeni, 2006).

Perlakuan tingkat kemasakan dan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot kering kecambah normal. Periode simpan 2 bulan menunjukkan bobot kering kecambah normal tertinggi dan berbeda nyata dengan periode simpan lain kecuali kontrol (Tabel 10). Setelah 6 bulan simpan, viabilitas benih sudah sangat menurun dan berbeda nyata dengan periode simpan 4 bulan. Rendahnya nilai bobot kering kecambah normal pada periode simpan 6 bulan disebabkan benih mengalami kemunduran.

Tabel 10. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal

Rata-rata tingkat kemasakan 1.01b 1.12b 1.64a

Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

(39)

yang dicirikan oleh bobot kering benih maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk sempurna dan vigor benih maksimum.

Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa benih yang telah mencapai masak fisiologis memiliki cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan 119 HST memiliki bobot kering kecambah normal yang rendah dibandingkan tingkat kemasakan yang lain walaupun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 122 HST. Hal ini diduga karena pada saat 119 HST benih belum mencapai masak fisiologis. Kartika dan Ilyas (1994) menyatakan bahwa sebelum masak fisiologis, vigor benih dan bibit kacang jogo masih rendah, sedangkan setelah masak fisiologis vigor sudah menurun. Benih kacang jogo yang dipanen pada saat masak fisiologis (36 HSB) dapat menghasilkan vigor benih maksimum.

Tabel 11. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air

Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

(40)

Benih yang telah disimpan selama 1 bulan menunjukkan persentase kadar air yang paling rendah dibandingkan periode simpan lain. Kadar air pada benih yang disimpan selama 2 hingga 6 bulan semakin meningkat. Rendahnya kadar air pada periode simpan 1 bulan disebabkan oleh desikan yang masih berfungsi dengan baik yang diletakkan dalam kaleng penyimpanan benih, sedangkan meningkatnya kadar air benih pada umur simpan selanjutnya diduga karena desikan tidak mampu berfungsi dengan baik lagi. Penggunaan desikan diharapkan dapat mempertahankan kadar air benih agar tetap rendah selama penyimpanan.

Benih yang disimpan 1 bulan menunjukkan nilai viabilitas dan vigor yang rendah dibandingkan dengan periode simpan lain, kecuali periode simpan 6 bulan dimana benih sudah mengalami kemunduran. Seperti yang sudah dibahas di awal (pada penyimpanan ruang simpan AC), hal ini dapat disebabkan oleh persentase kecambah abnormal pada tingkat kemasakan 119 HST, 122 HST, dan 125 HST sangat tinggi pada periode simpan 1 bulan masing-masing 6.67 %, 8.67 %, dan 6.33 % dibandingkan periode simpan lain (Tabel lampiran 11).

Tabel 12. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K)

(41)

Menurut Domsch et al. (1980) A. flavus biasanya ditemukan terutama di daerah tropis dan subtropis. Cendawan ini terdapat pada kacang tanah dan berasal dari benih setelah panen atau setelah penyimpanan. Cendawan ini ditemukan melalui penelitian terhadap kacang tanah pada berbagai jenis tanah.

a. b.

Gambar 1. Benih Kacang Bogor yang Terserang Cendawan a. A. niger b. A. flavus

Adanya gangguan hama dalam penyimpanan benih pada suhu kamar diduga karena suhu dan kelembaban penyimpanan yang cukup tinggi (270C – 300C, 58 % - 77 % RH) serta kadar air yang masih tinggi pula. Kadar air benih selama penyimpanan mengalami perubahan, berfluktuasi untuk menyeimbangkan dengan lingkungannya pada kisaran 9.2 % - 12.2 %. Menurut Kartika dan Ilyas (1994) pada kadar air tinggi, enzim-enzim dalam benih masih bekerja aktif yang menyebabkan tingginya laju respirasi, sehingga benih lebih cepat kehilangan energi. Kondisi demikian turut merangsang berkembangnya mikroorganisme yang mempercepat kemunduran benih. Pada tingkat kemasakan 119 HST, serangan cendawan terjadi hingga 14.67 % setelah disimpan 1 bulan, bahkan mencapai 65.33 % saat penyimpanan 4 bulan. Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki tingkat serangan cendawan yang rendah dibandingkan tingkat kemasakan 119 HST dan 122 HST (Tabel 12).

(42)

a. b.

Gambar 2. a. Benih Terserang Hama b. Callosobruchus sp.

Callosobruchus sp. termasuk serangga dalam famili Bruchidae dan ordo Coleoptera dengan panjang serangga dewasa sekitar 2.5 mm – 3.5 mm, berwarna cokelat kemerah-merahan dengan bercak hitam dan putih berbulu. Callosobruchus sp. tersebar dimana-mana dari lapangan sampai ke tempat penyimpanan. Serangga ini meletakkan telurnya di luar polong, tetapi bila di dalam ruang simpan telur langsung diletakkan dalam biji dan ditutup dengan cairan. Jumlah telur mencapai 150 butir. Callosobruchus sp. dapat hidup selama 4-5 minggu dan berkembang biak dengan baik pada suhu 290C – 300C (Pracaya, 2008).

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tingkat kemasakan dan periode simpan mempengaruhi viabilitas dan vigor benih kacang bogor selama penyimpanan baik pada ruang simpan AC maupun kamar. Viabilitas dan vigor benih menurun setelah disimpan 1 bulan pada kedua kondisi ruang simpan.

Pada penyimpanan di ruang AC, benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga 3 bulan, sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan.

Pada penyimpanan di ruang kamar, benih yang dipanen pada umur 119 HST hanya mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST dan 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan.

Saran

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Aslam, M., F. A. Shaheen and A. Ayyaz. 2006. Management of Callosobruchus chinensis Linnaeus in stored chickpea through interspecific and intraspecific predation by ants. World Journal of Agricultural Sciences 2(1): 85-89. Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004.

Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Laboratorium dan Metode Standar. Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, Depok. 255 hal.

Byrd, H.W. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Terjemahan dari: Seed Technology Handbook. Penerjemah: E. Hamidin. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 88 hal.

Copeland, L.O. dan M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4th edition. Kluwer Academic Publishers. London. 425p. Darma, I.G.K. Tapa. 2003. Some factors affecting seed viability of Leucaena

leucocephala (Lmk. de Witt.). Trop. For. Manage J. IX (1): 27-36.

Domsch, K.H., W. Gams, T. H. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi. Volume I. Academic Press. 1264p.

Gwekwerere, Y. 1995. Pests and diseases of bambara groundnut in Zimbabwe. Proceedings of the Workshop on Conservation and Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Zimbabwe [14–16 November 1995]. 78-80.

Hamid, M.N. 2009. Menggali Potensi Genetik Tanaman Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 44 hal. Ilyas, S. 2009. Masak fisiologi benih. Training dan Seminar di PT. BISI

Internasional. Kediri [9-10 Oktober 2009].

Ilyas, S. 2010. Dormansi benih: kasus pada padi dan kacang tanah. http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbppmbtph_cimanggis. [25 April 2011]. International Seed Testing Association. 2009. International Rules for Seed Testing

Edisi 2009. ISTA. Switzerland.

(45)

Kartika, E. dan S. Ilyas. 1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode konservasi terhadap vigor benih dan bibit kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.). Bul. Agron. 22(2): 44-59.

Linneman, A.R., and S. A. Ali. 1993. Bambara groundnut. In: J.T. Williams (Ed). Pulses and Vegetables. Chapman and Hall. London. 247p.

Maemunah, dan Nuraeni. 2006. Mutu benih nangka (Arthocarpus integra Merr.) pada berbagai tingkat kemasakan dan lama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Perbenihan. Tadulako University Press. Palu [13-14 Agustus 2005]. 286-296.

Masefield, G.B., S. G. Harrison, M. Wallis, B. E. Nicholson. 1969. The Oxford Book of Food Plants. Oxford University Press. London. 206p.

Mattjik, A.A. dan I Made Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. 276 hal.

Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali

Nastiti, M.G. 1996. Studi Perkembangan Bunga dan Buah Serta Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Metode Konservasi terhadap Viabilitas Benih Jambu Mente (Anacardium occidentale L.). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 64 hal.

Nugraha, U.S. 1992. Prosedur penelitian dalam konteks teknologi benih. Keluarga Benih Vol. 3(1).

Nugraha, U.S. dan S. Wahyuni. 1998. Pengaruh kadar air benih dan jenis kemasan terhadap daya simpan benih kedelai pada suhu kamar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 17(1): 59-67.

Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman secara Organik. Kanisius. Yogyakarta. 308 hal.

(46)

Redjeki, E.S. 2007. Pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) galur Gresik dan Bogor pada berbagai warna biji. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor [1-2 Agustus 2007].

Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Pusat Perbenihan Kehutanan dan Institut Pertanian Bogor. 300 hal.

Sadjad, S., E. Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. PT. Grasindo. Jakarta. 185 hal.

Sari, N. 2004. Viabilitas Benih Cempaka Kuning (Michelia champaca L.) pada Beberapa Tingkat Kemasakan dan Pretreatment). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 37 hal.

Setyorini, N. 1992. Pengaruh Umur Panen dan Pembungaan terhadap Komponen Produksi dan Viabilitas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 62 hal.

Soejadi, U.S. Nugraha, dan Rajam. 2001. Evaluasi mutu benih beberapa genotipe padi selama penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(3): 17-23.

Sundari, S.D. 2005. Pengaruh Periode Simpan, Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan terhadap Viabilitas Benih Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Varietas Lokal Bogor. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 47 hal.

Suryawati, A. 1984. Studi Fenologi, Penentuan Masak Fisiologi dan Pengaruh Pengeringan Buatan terhadap Viabilitas Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis, (L) Savi, ex Hassk) no. 1019. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Waemata, S. dan S. Ilyas. 1989. Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas lokal Bandung. Bul. Agron. 18(2): 27-34. Wongvarodom V., and S. Naulkong. 2006. Responses of bambara groundnut seed

to accelerated aging. Kasetsart J. (Nat. Sci.). 40: 848-853.

(47)
(48)

Tabel lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan AC

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 1.36 0.68 2.05 0.1421

P 6 145.52 24.25 72.85 <.0001

M*P 12 44.53 3.71 11.15 <.0001

GALAT 40 13.32 0.33

TOTAL 62 204.97

CV = 6.59 % Tabel lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan AC

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 890.41 445.21 5.91 0.0056

P 6 11295.49 1882.58 25 <.0001

M*P 12 1538.03 128.17 1.7 0.103

GALAT 40 3012.06 75.3

TOTAL 62 16785.27

CV = 12.17 % Tabel lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan AC

sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 0.44 0.22 9.06 0.0006

P 6 3.2 0.53 21.72 <.0001

M*P 12 0.39 0.03 1.31 0.2496

GALAT 40 0.98 0.25

TOTAL 62 5.28

(49)

Tabel lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan AC

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 15.01 7.5 9.56 0.0004

P 6 214.21 35.7 45.51 <.0001

M*P 12 21.9 1.82 2.33 0.0228

GALAT 40 31.38 0.78

TOTAL 62 283.07

CV = 13.14 % Tabel lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan AC

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 18.71 9.35 8.91 0.0006

P 6 69.53 11.59 11.04 <.0001

M*P 12 12.25 1.02 0.97 0.4903

GALAT 40 41.99 1.05

TOTAL 62 154.75

CV = 12.40 % (transformasi) Tabel lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan Kamar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 54.74 27.37 11.6 0.0002

P 4 33.5 8.36 3.55 0.0183

M*P 8 32.18 4.02 1.7 0.1414

GALAT 28 66.09 2.36

TOTAL 44 202.53

(50)

Tabel lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan Kamar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 3990.04 1995.02 24.92 <.0001

P 4 15246.22 3811.56 47.61 <.0001

M*P 8 7277.51 909.69 11.36 <.0001

GALAT 28 2241.42 80.05

TOTAL 44 28764.44

CV = 13.79 % Tabel lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan Kamar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 0.69 0.34 10.33 0.0004

P 4 3.41 0.85 25.68 <.0001

M*P 8 0.52 0.07 1.97 0.0878

GALAT 28 0.93 0.93

TOTAL 44 5.82

CV = 17.16 % (transformasi) Tabel lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan Kamar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr > F

M 2 39.07 19.53 19.21 <.0001

P 4 237.85 59.46 58.49 <.0001

Ul 2 0.79 0.4 0.39 0.3034

M*P 8 63.65 7.96 7.83 <.0001

GALAT 28 28.47 1.02

TOTAL 44 369.82

(51)

Tabel lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan Kamar

Sumber DB JK KT Nilai F Pr>F

M 2 20.11 10.05 1.45 0.2519

P 4 113.1 28.27 4.07 0.01

ul 2 28.4 14.2 2.05 0.1481

M*P 8 72.58 9.07 1.31 0.2801

GALAT 28 194.29 6.94

TOTAL 44 428.47

CV = 29.80 % (transformasi) Tabel lampiran 11. Persentase Jumlah Kecambah Abnormal pada Ruang

Simpan AC dan Kamar Ruang

Simpan

Tingkat Kemasakan

Periode Simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

AC M1 1 7.33 4 4.33 4.67 4.67 12.67

M2 2.67 6 4.33 1.67 5 7.67 9.33

M3 1 6 3 3 2 5.67 8.67

Kamar M1 1 6.67 3.67 0 6.33 4.67 9.33

M2 2 8.67 3 1.33 4.33 3 12.67

(52)

Gambar Lampiran 1. Rata-rata Suhu Bulanan

Gambar Lampiran 2. Rata-rata RH Bulanan

Gambar

Tabel 6. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K)
Tabel 8. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan
Gambar 1. Benih Kacang Bogor yang Terserang Cendawan a. A. niger
Gambar 2. a. Benih Terserang Hama b. Callosobruchus sp.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar di atas dapat di lihat pada kedalaman 0-6 m yang berjarak 30-40 m terdapat penyebaran lapisan breksi vulkanik dengan nilai resistivitas yang

Badan Usaha Milik Negara adalah bentuk badan hokum yang tunduk pada hukum Indonesia1. Tujuan BUMN sendiri ialah membangun ekonomi sosisal menuju tercapainya masyarakat yang adil

Guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran seni tari pada bulan ini, yakni untuk berkarya tentang Menyusun karya tari modern berdasarkan komposisi tari (sesuai dengan

[r]

Fasilitas push notification pada aplikasi mobile digunakan untuk memberitahu pengguna mengenai pengumuman terbaru, sehingga pengguna tidak harus mengakses pengumuman

(3) Solusi kendala penerapan hak anak di kecamatan Jebres Kota Surakarta yaitu perlunya pendekatan dari orang tua kepada anak agar lebih bisa memahami apa yang diinginkan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum kita melakukan penelitian sebenarnya atau dengan kata lain sebelum kita terjun untuk mengum- pulkan data di

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat yang pernah melihat iklan kartu seluler Mentari di televisi yang