• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model perubahan garis pantai di sekitar delta sungai jeneberang, Makassar, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model perubahan garis pantai di sekitar delta sungai jeneberang, Makassar, Sulawesi Selatan"

Copied!
303
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI SEKITAR DELTA

SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

S A K K A

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Perubahan Garis

Pantai di Sekitar Delta Sungai Jeneberang, Makassar, Sulawesi Selatan adalah

karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

S a k k a

NIM: C661040021

(3)

ABSTRACT

SAKKA,

Shoreline Changes Model at Jeneberang Around River Delta,

Makassar, South Sulawesi. Under direction of MULIA PURBA, I WAYAN

NURJAYA. HIDAYAT PAWITAN AND VINCENTIUS P. SIREGAR.

The study of shoreline changes during 1990 - 2008 around the delta of the

River Jeneberang, Makassar was conducted by evaluating sediment transport into

and out of a cell. The wave heights and periods at deep water offshore of the coast

ware predicted using wind data recorded at Potere Stasiun, Makassar in 1990 -

2008. Wave transformation as these deep water waves propagated toward the

coast ware analized by considereing the effect of shoaling and refraction to

determine changes of wave patterns (wave directions and heights) and the

breaking of the waves near the coast. Longshore sediment transport was computed

by considering the influence of heights and angles of the breaking waves.

Generally the height of breaking wave that coming from southwest and west ware

higher than those from northwest. Results of calculation of sediment transport

show that the dominant of sediment transport was to the north during the arrival of

the southwest and west waves, and to the south when the wave coming from the

northwest. Comparison between shore profiles resulting from model and coastline

satellite imagery showed similarity. The difference between the two tended to be

occurred at the head land part of the shoreline. This was due to complexity of

coastal dynamic at the area. The results of the 19 years shoreline simulation

showed that there was a tendency of abrasion at the upsteam head land part as the

wave energy tend to converge and accretion at the bay part as the wave energy

tend to diverge. Abrasion mainly occurred at Tanjung Bunga (head land) where

the coast retreat 181.1 m. This was caused by the closure of the Jeneberang River

and Bilibili Dam development. Therefore, the sediment supply to the coast of

Tanjung Bunga was decreased while the wave heights were very large. Accretion

occur in the bay area (Tanjung Merdeka) where the coast advance to the sea for

about 59.8 m. The shoreline tend to be stable when the profile is straight such as

Barombong Coast.

Result of simulation model showed that about 24.5 ha faced

abration (with abration rate about 10585.1 m

3

/year) while about 6.2 ha faced

accretion (with sedimentation rate about 900.4 m

3

/year) during 1990 – 2008.

(4)

SAKKA. Model Perubahan Garis Pantai di Sekitar Delta Sungai Jeneberang,

Makassar, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh MULIA PURBA sebagai ketua

komisi pembimbing, I WAYAN NURJAYA, HIDAYAT PAWITAN dan

VINCENTIUS P. SIREGAR sebagai anggota komisi pembimbing.

Wilayah pantai merupakan zona persinggungan dan interaksi antara

atmosfer, daratan dan lautan sehingga sangat dinamik. Zona pantai senantiasa

mengalami dampak dari pengaruh eksternal dan internal baik yang bersifat alami

maupun campur tangan manusia untuk menuju ke suatu kondisi keseimbangan

alami. Faktor alami yang mempengaruhi wilayah pantai diantaranya adalah

gelombang, arus, pasang surut, aksi angin, iklim, dan aktivitas tektonik maupun

vulkanik. Sedangkan kegiatan campur tangan manusia dalam hal ini adalah

pemanfaatan suatu kawasan pantai seperti kegiatan industri, perikanan, pelabuhan,

pertambangan, pemukiman dan penutupan sungai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik gelombang laut lepas,

transformasi gelombang, besar angkutan sedimen dan memprediksi laju

perubahan garis pantai delta Sungai Jeneberang dengan menggunakan model dan

dibandingkan dengan hasil citra satelit.

Kebaruan penelitian ini adalah model yang dibuat terdiri dari model

perhitungan gelombang laut lepas yang menggunakan data angin harian selama 19

tahun, model transformasi gelombang dari laut lepas ke garis pantai, model

angkutan sedimen sejajar pantai dan model perubahan garis pantai, dimana

keempat model tersebut menyatu dalam satu program utama dan saling

mempengaruhi. Selain itu pada model perhitungan angkutan sedimen dilakukan

penyesuaian pada grid dimana garis pantai hasil model terlalu jauh menyimpang

dari garis pantai hasil citra.

Profil lereng pantai dari selatan ke utara (dari pantai Barombong sampai

Tanjung bunga) cenderung semakin membesar. Lereng pantai di perairan

Barombong berkisar antara 0.9-1.3%, di perairan Tanjung merdeka berkisar

antara 0.8-1.2% dan di perairan Tanjung bunga berkisar antara 1.0-1.3%,

Hasil perhitungan tinggi gelombang menunjukkan bahwa tinggi gelombang

dominan berada pada kisaran 0.40 - 0.59 m (47.98 %) dan 0.60 – 0.79 m (30.53

%). Sedangkan arah gelombang dominan dari arah barat (32.25 %), barat laut

(21.46 %) dan barat daya (20.46 %). Tinggi gelombang rata-rata bulanan yang

terjadi umumnya lebih besar pada bulan Desember – Februari (musim barat)

dibandingkan pada bulan Juni – Agustus (musim timur), kecuali pada tahun 2007

tinggi gelombang rata-rata bulanan terbesar pada bulan Juni. Tinggi gelombang

yang terjadi di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh kondisi angin musiman di

Selat Makassar.

(5)

berkurang secara drastis hingga bernilai nol pada garis pantai. Perubahan tinggi

dan arah gelombang yang terjadi selama menjalar dari laut lepas ke pantai di

sebabkan oleh pengaruh

shoaling

dan refraksi karena adanya perubahan

kedalaman laut.

Pada saat gelombang datang dari arah barat daya besar angkutan sedimen

berkisar antara 0.9 sampai 282.5 m

3

/hari dengan rata-rata 20.6 m

3

/hari ke arah

utara dan 0.8 sampai 11.2 m

3

/hari dengan rata-rata 2.7 m

3

/hari ke arah selatan.

Pada saat gelombang datang dari arah barat besar angkutan sedimen berkisar

antara 0.1 sampai 265 m

3

/hari dengan rata-rata 19.9 m

3

/hari ke arah utara dan 7.8

sampai 49.7 m

3

/hari dengan rata-rata 11.9 m

3

/hari ke arah selatan. Pada saat

gelombang datang dari arah barat laut angkutan sedimen di sepanjang pantai

berkisar antara 0.5 sampai 10.1 m

3

/hari dengan rata-rata 2.6 m

3

/hari ke arah utara

dan 0.1 sampai 280.5 m

3

/hari dengan rata-rata 19.7 m

3

/hari ke arah selatan. Hal ini

menunjukkan bahwa netto angkutan sedimen di lokasi penelitian dominan ke arah

utara.

Hasil prediksi model pada tahun 1990 - 2008 memperlihatkan adanya

perbedaan perkembangan daratan yang tidak simetris di sekitar muara sungai pada

pantai Barombong bagian utara dan pantai Tanjung Merdeka bagian selatan. Hal

ini diduga karena perkembangan daratan di sekitar muara sungai sangat

dipengaruhi oleh arah angkutan sedimen yang dibangangkitkan oleh gelombang.

Pantai Tanjung Bunga mempunyai bentuk garis pantai yang melekuk ke

darat sehingga secara teori seharusnya mengalami akresi, tetapi orientasi pantai

Tanjung Bunga cenderung menghadap barat laut sehingga pada saat gelombang

datang dari arah barat daya dan barat sudut gelombang pecah di pantai Tanjung

Bunga lebih besar dibandingkan dengan pantai Barombong dan Tanjung Merdeka.

Hal ini menyebabkan angkutan sedimen di pantai Tanjung Bunga lebih besar

dibandingkan dengan pantai Barombong dan Tanjung Merdeka sehingga pantai

Tanjung Bunga mengalami abrasi lebih besar dibandingkan dengan pantai

Barombong dan Tanjung Merdeka.

Selain itu pada tahun 1993 muara Sungai Jeneberang bagian utara ditutup

sehingga sedimen yang berasal dari Sungai Jeneberang semuanya mengalir ke

muara bagian selatan. Hal ini menyebabkan pantai Tanjung Bunga tidak mendapat

lagi suplai sedimen dari muara Sungai Jeneberang bagian utara, sedangkan

hempasan gelombang yang terjadi setiap saat cukup besar sehingga pantai

Tanjung Bunga telah mengalami abrasi sekitar 181.1 m pada tahun 2008. Laju

abrasi di pantai Tanjung Bunga selama tahun 1990 sampai 2008 sebesar 9.5

m/tahun.

(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber.

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

SUNGAI JENEBERANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

S A K K A

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup:

Dr. Ir. John I. Pariwono, M.Sc.

Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB

Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc.

Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB

Penguji pada Ujian Terbuka:

Prof. Dr. Dadang Ahmad Suriamiharja, M.Sc.

Guru Besar Jurusan Fisika, FMIPA, UNHAS

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.

(9)

Judul : Model Perubahan Garis Pantai di Sekitar Delta Sungai Jeneberang,

Makassar, Sulawesi Selatan

Nama : Sakka

NIM : C661040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc

Ketua

Anggota

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc.

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

kebesaran nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Judul penelitian ini adalah Model Perubahan Garis Pantai di Sekitar Delta Sungai

Jeneberang, Makassar, Sulawesi Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mendapatkan bantuan dan

kemudahan dari berbagai pihak, karenanya penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1.

Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.

I Wayan Nurjaya, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. dan Dr. Ir.

Vincentius P. Siregar, DEA masing-masing selaku anggota komisi

pembimbing atas segala masukan dan saran-saran yang diberikan.

2.

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc selaku ketua program studi Ilmu

Kelautan, Program Pascasarjana IPB.

3.

Dr. Ir. John I. Pariwono, M.Sc. dan Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. atas

kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian sidang tertutup.

4.

Prof. Dr. Dadang Ahmad Suriamiharja, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya,

M.Sc. atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian sidang

terbuka.

5.

Rektor dan Dekan Fakultas MIPA Universitas Hasanudin yang telah

memberikan kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Program Doktor (S3)

pada Program Studi Ilmu Kelautan IPB.

6.

Pemerintah RI, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPS) atas

bantuan beasiswa yang diberikan.

7.

PEMDA Provinsi Sulawesi Selatan dan Mitra Bahari-Coremap II yang telah

memberikan bantuan biaya penulisan disertasi.

8.

Dr. M. A. Hamzah, M.Sc. yang telah membantu penulis selama melakukan

penelitian di Makassar.

9.

Berbagai pihak yang telah banyak membantu terhadap keberhasilan penulis

dalam menyelesaikan program doktor di Program Studi Ilmu Kelautan

Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Salongge Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan

pada tanggal 25 Oktober 1964. Penulis masuk sekolah dasar (SD) tahun 1971

pada SD Negeri Bara-baraya, Makassar dan tamat tahun 1977. Kemudian

melanjutkan studi tahun 1977 pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri IV

Makassar dan tamat tahun 1981. Setelah menamatkan SMP, penulis melanjutkan

studi pada Sekolah Menengah Umum (SMU) LPPM UMI Makassar dan tamat

tahun 1984. Pada tahun 1984 melanjutkan studi pada Universitas Hasanuddin

pada Fakultas MIPA Jurusan Fisika dan memperoleh gelar sarjana Fisika pada

tahun 1990. Sejak tahun 1991 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf

pengajar pada Program Studi Geofisika Fakultas MIPA Universitas Hasanudi.

Pada tahun 1993 penulis melanjutkan studi Program Magister (S2) di Program

Studi Geografi Fisik Fakultas Geografi UGM dan menyelesaikan studi pada tahun

1996. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Doktor diperoleh pada

(12)

DAFTAR ISI

3.5.1 Struktur model perubahan garis pantai ...

34

3.5.2 Perhitungan tinggi dan periode gelombang ...

37

(13)

4.5 Sedimen Pantai ...

65

4.5.1 Karakteristik sedimen pantai ...

65

4.5.2 Angkutan sedimen sejajar pantai ...

69

4.6 Perubahan Garis Pantai ...

72

5 SIMPULAN DAN SARAN ...

87

5.1 Simpulan ...

87

5.2 Saran ...

87

DAFTAR PUSTAKA ...

89

(14)

DAFTAR TABEL

No.

halaman

1. Kriteria gelombang pecah ...

14

2. Klasifikasi ukuran partikel sedimen ...

30

3. Distribusi nilai parameter statistik sedimen ...

31

4. Persentase kecepatan dan arah angin harian selama tahun 1990 – 2008

51

5. Data Kemiringan pantai pada jarak 0 sampai 1 km ke lepas pantai ...

54

6. Presentase tinggi dan arah gelombang laut pada kedalaman 20 m

selama tahun 1990 – 2008 ...

58

7. Hasil perhitungan konstanta harmonik pasang surut Kota Makassar

...

65

8. Hasil perhitungan tunggang air pasang surut pada referensi MSL ...

65

9. Hasil perhitungan persentase diameter butiran sedimen ...

66

10. Massa jenis dan statistik butiran sedimen di sepanjang patai

lokasi penelitian ...

66

11. Jarak maksimum perubahan garis pantai hasil citra tahun 1990 – 2008

74

12. Selisih perubahan garis pantai antara hasil citra pada tahun yang

sama dengan hasil model relatif terhadap garis pantai awal

tahun 1990 ...

80

13.

14.

Jarak maksimum

perubahan garis pantai hasil model

tahun 1990 – 2008 ...

Luas lahan yang mengalami abrasi dan akreasi serta jumlah sedimen

yang terangkut dan terendapkan dari hasil model dan hasil citra ………

82

(15)

DAFTAR GAMBAR

No.

halaman

1. Diagram alir rumusan masalah dan pencapaian tujuan penelitian ...

9

2. Peta lokasi penelitian ...

26

6. Diagram alir program utama perubahan garis pantai ...

36

7. Hubungan antara RL dengan kecepatan angin di darat (UL) ...

39

8. Diagram alir koreksi kecepatan angin dan perhitungan tinggi

serta perioda gelombang laut lepas ...

40

9. Defenisi sudut gelombang pecah terhadap garis pantai ...

43

10. Bentuk grid yang digunakan dalam perhitungan transformasi

Gelombang ...

44

11. Diagram alir transpormasi gelombang ...

44

12. Pembagian garis pantai menjadi sederetan sel ...

46

13. Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel ...

46

14. Perubahan garis pantai akibat angkutan sedimen ...

47

15. Diagram alir perhitungan angkutan sedimen dan perubahan

garis pantai ...

49

16. Mawar angin (wind rose) pada tahun 1990 – 2008 ...

52

17. Diagram batang distribusi kecepatan angin tahun 1990 – 2008 ...

52

18. Mawar angin (wind rose) (a) musim baratan, (b) musim timuran ...

53

19. Hasil pengukuran kedalaman dasar laut ...

54

20. Hasil pengukuran kelerengan pantai (a) Tanjung Bunga

(b) Tanjung Merdeka, (c) Barombong ...

55

21. Tinggi gelombang harian selama tahun 1990 –2008 ...

57

22. Periode gelombang harian selama tahun 1990 –2008 ...

57

23. Tinggi dan perioda gelombang maksimum bulanan

(a) tahun 1990 – 1999, (b) tahun 2000 – 2008 ...

58

(16)

25. Perubahan tinggi gelombang dari laut lepas sampai pada saat

gelombang pecah, (a) i = 250, (c) i = 630 dan (c) i = 940 ...

61

26. Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai dengan tinggi gelombang

laut lepas (H

0

) yang berbeda ...

62

27. Jarak gelombang pecah dari garis pantai dengan tinggi gelombang

laut lepas (H

0

) yang berbeda ...

64

28. Grafik data pasang surut di lokasi penelitian ...

64

29. Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Barombong ...

67

30. Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Tanjung Merdeka ...

68

31. Persentase jenis sedimen di sepanjang patai Tanjung Bunga ...

69

32. Besar angkutan sedimen di sepanjang pantai dengan arah datang

gelombang dari barat daya, barat dan barat laut ...

70

33. Besar angkutan sedimen pada setiap lokasi daerah penelitian ...

72

34. Perubahan garis pantai hasil citra tahun 1990 – 2008 (atas) dan

diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah) ...

73

35. Jarak perubahan garis pantai hasil citra (a) tahun 1999,

(b) 2003 dan (c) 2008 ...

75

36. Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 1999 (atas)

dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah) ...

77

37. Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 2003 (atas)

dan diperbesar padalokasi A, B, C, D, E, F dan G(bawah) ...

78

38. Perubahan garis pantai hasil citra dan hasil model tahun 2008 (atas)

dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah) ...

79

39. Perubahan garis pantai hasil model tahun 1990 – 2008, atas dan

dan diperbesar pada lokasi A, B, C,D, E, F dan G (bawah) ...

81

40.

41.

Lokasi pantai yang mengalami abrasi dan akresi ...

Jarak perubahan garis pantai hasil model (a) tahun 1999,

(b) 2003 dan (c) 2008 ...

83

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

halaman

1. Data kecepatan angin harian tahun 1990 – 2008 ...

93

2. Data arah angin harian tahun 1990 – 2008 ...

101

3. Grafik distribusi sedimen ...

109

4. Data hasil pengukuran pasang surut ...

113

5. Data pengukuran posisi untuk koreksi citra ...

115

.6. Program Perubahan garis pantai ...

117

7. Mawar angin (wind rose) setiap tahun (1990 – 2008) ...

131

8. W

ind rose

data angin reanalisis yang diunduh dari http://ecmwf.int

....

133

9. Hasil perhitungan tinggi gelombang laut lepas ...

135

(18)

1.1 Latar Belakang

Wilayah pantai merupakan suatu zona yang sangat dinamik karena

merupakan zona persinggungan dan interaksi antara udara, daratan dan lautan.

Zona pantai senantiasa memiliki proses penyesuaian yang terus menerus menuju

ke suatu keseimbangan alami terhadap dampak dari pengaruh eksternal dan

internal baik yang bersifat alami maupun campur tangan manusia. Faktor alami

diantaranya adalah gelombang, arus, pasang surut, aksi angin, iklim, dan aktivitas

tektonik maupun vulkanik. Sedangkan kegiatan campur tangan manusia adalah

pemanfaatan suatu kawasan pantai seperti kegiatan parawisata, industri,

perikanan, pelabuhan, pertambangan, pemukiman dan penutupan sungai

(Suriamihardja 2005).

Perubahan yang terjadi di sepanjang pantai berlangsung dari waktu ke

waktu. Pola perubahan dalam waktu yang lama berlangsung pada kurun waktu

ratusan atau ribuan tahun, pola perubahan sedang berlangsung pada kurun waktu

puluhan tahun, sedangkan pola perubahan dalam waktu yang singkat merupakan

perubahan yang terjadi dalam kurun waktu harian atau bulanan (Horikawa 1988

dan Thomas

et al

. 2002).

Suatu pantai mengalami abrasi, akresi atau tetap stabil tergantung pada

sedimen yang masuk dan yang meninggalkan pantai. Abrasi pantai terjadi apabila

di suatu pantai yang ditinjau mengalami pengurangan sedimen yaitu sedimen yang

terangkut lebih besar dari yang terdeposit (Triatmodjo 1999).

Pantai di sekitar delta Sungai Jeneberang berhadapan langsung dengan Selat

Makassar sehingga mudah diterjang oleh gelombang yang berasal dari Selat

Makassar. Akibat hembusan angin musiman yang berganti setiap enam bulan,

maka pantai di di sekitar delta Sungai Jeneberang menerima hempasan gelombang

yang berubah-ubah sesuai dengan arah hembusan angin dan akan menyebabkan

arah dan besar angkutan sedimen berubah sesuai dengan dinamika hempasan

(19)

Upaya manusia dalam memanfaatkan kawasan pantai sering tidak dilandasi

dengan pemahaman yang baik tentang perilaku pantai sehingga menimbulkan

dampak yang merugikan lingkungan pantai seperti abrasi atau sedimentasi. Dalam

pemanfaatan wilayah pantai, diperlukan pengetahuan dan pemikiran ilmiah

tentang fenomena pantai sebagai bahan masukan dalam pengembangan

perencanaan dan pelestarian daerah pantai.

Pengetahuan tentang karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh

angin merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam perencanaan

bangunan pantai, dimana data gelombang dalam waktu yang panjang sangat

diperlukan (Shahidi

et al

. 2009). Namun demikian pada beberapa tempat data

gelombang hasil pengukuran di lapangan dalam waktu panjang biasanya tidak

tersedia sehingga perlu untuk melakukan prediksi gelombang dengan

menggunakan data angin.

Sampai saat ini telah dikembangkan beberapa metode prediksi gelombang di

laut lepas, seperti metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB), Wilson,

JONSWAP, Donelan dan Coastal Engineering Manual (CEM) (Shahidi

et al

.

2009). Metode tersebut telah digunakan dan diuji ketelitiannya di berbagai tempat

seperti metode SMB telah digunakan di U.S. Army dan British Standard, metode

Wilson telah digunakan di pelabuhan Jepang. Metode Donelan, SMB dan

JONSWAP telah digunakan dan dievaluasi di Ontario, metode CEM juga

digunakan dan dievaluasi di Ontario untuk kondisi

fetch

terbatas (Kazeminezhad

et al

. 2005).

Beberapa model telah dikembangkan untuk memprediksi karakter

gelombang. Model yang menyelesaikan persamaan kekekalan energi telah

dilakukan oleh Booij

et al

. (1999), Kazeminezhad

et al

. (2007), Moeini dan

Shahidi (2009). Model tersebut memerlukan data batimetri, meteorologi dan

oseanografi dalam waktu yang panjang (Browne

et al

. 2007).

Dalam perancanaan teknik pantai sangat perlu untuk mengetahui

karakteristik penjalaran gelombang dari laut lepas ke garis pantai. Hal ini

disebabkan karena gelombang yang menjalar di atas batimetri yang tidak seragam

akan mengalami sejumlah perubahan bentuk (Balas & Inan 2002). Terjadinya

(20)

disebabkan karena pengaruh dari beberapa proses seperti

shoaling

, refraksi,

difraksi, refleksi, interaksi nonlinier, gesekan dasar, perkolasi, input energi angin,

irregularitas gelombang, penyebaran arah gelombang, gelombang pecah dan

interaksi gelombang arus (Maa & Wang 1995, USACE 2003a).

Analisis transformasi gelombang sangat sulit dilakukan jika semua faktor

tersebut dimasukkan dalam perhitungan dengan hanya menggunakan program

komputer sederhana. Namun demikian, pada saat gelombang merambat dari laut

lepas ke garis pantai faktor-faktor tersebut tidak mempunyai pengaruh yang sama

pentingnya pada semua kasus. Umumnya, faktor yang sangat penting dalam

transformasi gelombang adalah proses refraksi dan

shoaling,

tetapi jika terdapat

struktur maka faktor-faktor yang berpengaruh adalah refraksi,

shoaling

dan

difraksi (Maa & Wang 1995).

Model yang mensimulasikan transformasi gelombang dengan hanya

memperhitungkan pengaruh

shoaling

telah dilakukan oleh Thornton dan Guza

(1983) yang didasarkan pada persamaan kekekalan flux energi untuk menjelaskan

transformasi distribusi tinggi gelombang di pantai Torrey Pines. Model ini

memberikan hasil simulasi transformasi gelombang yang baik dengan

memasukkan pengaruh dissipasi akibat gesekan dasar pantai.

Model yang memperhitungkan tiga proses utama (refraksi gelombang,

shoaling

dan difraksi gelombang) pada transformasi gelombang telah dilakukan

oleh Maa dan Wang (1995) dengan menggunakan model RCPWAVE yang

dikembangkan oleh U.S. Army Corps of Engineers. Model ini telah digunakan di

teluk Chesapeake, pantai Virginia. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa

gesekan dasar merupakan faktor yang sangat penting dalam transpormasi

gelombang. Jika efek gesekan dasar dikeluarkan, maka hasil perhitungan tinggi

gelombang di dekat pantai akan menjadi lebih besar dari pada hasil pengukuran.

Balas dan Inan (2002) membuat model transformasi gelombang yang

memperhitungkan pengaruh

shoaling

, difraksi, refraksi dan gelombang pecah

dengan menggunakan persamaan

mild slopes

. Untuk menjelaskan transformasi

gelombang, persamaan

mild slope

diselesaikan menggunakan tiga parameter yaitu

tinggi gelombang, sudut gelombang dan fase gelombang. Hasil simulasi model

(21)

Abdallah

et al

. (2006) memprediksi parameter gelombang (tinggi, periode

dan arah gelombang) laut lepas dan transformasi gelombang di Tanjung Rosetta,

Teluk Abu-Qir dengan menggunakan program ACES. Tinggi gelombang rata-rata

tahunan sekitar 0.94 m dan periode sekitar 6.5 detik dengan arah gelombang

dominan datang dari arah barat daya sepanjang tahun. Hasil simulasi transformasi

gelombang menunjukkan bahwa karakteristik gelombang pada kedua sisi Tanjung

Rosetta hampir sama.

Untuk keperluan perencanaan pengelolaan kawasan pantai, maka selain

penelitian tentang transformasi gelombang juga dibutuhkan penelitian tentang

perubahan garis pantai sehingga pembangunan yang dilakukan tidak berdampak

terhadap lingkungan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui

perubahan garis pantai di suatu lokasi adalah dengan menggunakan model

matematik atau numerik (Larson

et al

. 1987; Koutitas 1988; Dabees &

Kamphuis 2000).

Beberapa model numerik telah dibuat untuk mensimulasikan perubahan

garis pantai, model ini meliputi model dua dimensi dan tiga dimensi. Model dua

dimensi menghitung perubahan garis pantai dengan cara mengamati pergerakan

posisi garis pantai dengan asumsi bahwa profil pantai tidak berubah yang biasa

disebut metode

one-line

, sedangkan model tiga dimensi mengamati variasi

topografi. Model numerik dua dimensi dibuat oleh Leont’yev (1997) untuk

mengamati perubahan garis pantai dalam waktu singkat di sekitar struktur tegak

lurus pantai dengan menggunakan metode

one-line

. Diperoleh bahwa jumlah total

material sedimen yang terangkut adalah 25 x 103 m

3

untuk daerah sebelah utara

groin dan 12 x 103 m

3

untuk daerah sebelah selatan groin dengan perubahan garis

pantai tertinggi adalah melebihi 4 m.

Purba dan Jaya (2004) meneliti perubahan garis pantai dan penutupan lahan

di pesisir Lampung timur yang menggunakan citra Landsat-TM tahun 1991, 1999,

2001 dan 2003 dan menemukan erosi di sisi hilir tonjolan garis pantai dan akresi

di daerah lekukan. Ashton dan Murray (2006) meneliti pengaruh sudut datang

gelombang terhadap perubahan garis pantai yang berbentuk spit dan tanjung dan

memperoleh bahwa interaksi antara input sedimen, pembentukan kembali

(22)

garis pantai menyerupai bentuk delta Nile dan bentuk yang lebih komplek seperti

Delta Ebro atau Danube. Shibutani

et al

. (2007) membuat model transpormasi

gelombang dan perubahan garis pantai dengan menggunakan metode

one-line

,

dan memperoleh bahwa ukuran butiran sedimen yang terdapat di pantai

mempunyai pengaruh terhadap perubahan garis pantai yaitu semakin kecil ukuran

butiran, maka semakin besar jarak perubahan garis pantai yang terjadi.

Hung

et al

. (2008) membuat model transpormasi gelombang dan perubahan

garis pantai akibat pengaruh pemecah gelombang dengan menggunakan metode

one-line

dan memperoleh bahwa terjadi bentuk garis pantai menonjol yang

terbentuk di belakang pemecah gelombang serta perubahan garis pantai

menunjukkan kecenderungan yang sesuai dengan hasil eksperimen. Shibutani

et

al

. (2008) membuat model evolusi pantai menggunakan metode

N-line

dengan

memasukkan pengaruh difusi dan adveksi sedimen. Model ini memberikan hasil

yang baik pada pemulihan garis pantai mundur.

Kim dan Lee (2009) mengembangkan model perubahan garis pantai dengan

menggunakan persamaan

logarithmic spiral bay

untuk memprediksi konfigurasi

garis pantai yang berbentuk teluk. Triwahyuni

et al

. (2010) membuat model

perubahan garis pantai Timur Tarakan dengan menggunakan metode

one-line

.

Tinggi, kedalaman dan sudut gelombang pecah dihitung dengan menggunakan

persamaan matematik, kemudian digunakan sebagai input dalam model. Secara

umum profil garis pantai hasil akhir model menunjukkan kemiripan dengan garis

pantai hasil citra.

1.2 Rumusan Masalah

Perairan delta muara Sungai Jeneberang yang terletak di wilayah Kota

Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan merupakan perairan yang sangat strategis,

karena fungsi ekonomis dan ekologisnya memberikan manfaat bagi Kota

Makassar. Manfaat ekonomi yang diperoleh Kota Makassar tidak luput diiringi

pula oleh sejumlah permasalahan terhadap lingkungan perairan pantai Kota

Makassar.

Perubahan garis pantai di sekitar delta Sungai Jeneberang sangat tergantung

(23)

Sungai Jeneberang. Selain itu, sejumlah aktivitas pembangunan yang dilakukan

sangat berpengaruh terhadap perubahan garis pantai di sekitar delta Sungai

Jeneberang seperti:

Penutupan muara Sungai Jeneberang bagian utara (1993), menyebabkan

pasokan sedimen dari Sungai Jeneberang ke pantai Tanjung Bunga

berkurang.

Pembangunan Bendungan Karet pada aliran Sungai Jeneberang (1995),

menyebabkan suplai sedimen dari Sungai Jeneberang ke pantai sekitar delta

Sungai Jeneberang berkurang

Pembangunan Bendungan Serbaguna Bilibili (efektif digunakan pada tahun

1997), menyebabkan suplai sedimen dari Sungai Jeneberang ke pantai sekitar

delta Sungai Jeneberang berkurang

Sebagai dampak dari serangkaian kegiatan di atas, maka garis pantai di

sekitar delta Sungai Jeneberang selalu mengalami perubahan. Sampai tahun 1993

Sungai Jeneberang mempunyai dua buah muara yang dikenal dengan Muara Utara

dan Selatan. Kedua muara tersebut mensuplai material sedimen yang sangat besar

yang berasal dari hulu Sungai Jeneberang. Besarnya pasokan sedimen ini

menyebabkan terbentuknya daratan Tanjung Bunga ke arah utara (Suriamihardja

2005). Penurunan suplai sedimen dari Sungai Jeneberang dan penutupan muara

Utara mengakibatkan sedimen dari Sungai Jeneberang ke pantai Tanjung Bunga

berkurang dengan drastis. Dilain pihak hempasan gelombang dan arus

terus-menerus mengangkut sedimen yang ada di pantai sehingga garis pantai di sekitar

delta Sungai Jeneberang dapat mengalami abrasi.

Permasalahannya adalah adanya interfensi manusia pada Sungai Jeneberang

mengakibatkan terjadinya pola dinamika pantai di sekitar delta Sungai Jeneberang

sehingga dinamika garis pantai mencari bentuk keseimbangan baru.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu kemampuan

untuk memprediksi perubahan garis pantai yang disebabkan oleh angkutan

sedimen. Dalam penelitian ini, prediksi perubahan garis pantai dilakukan melalui

model numerik yang dibuat dengan memperhitungkan jumlah sedimen yang

masuk dan keluar sel, serta model prediksi gelombang laut lepas dan transformasi

(24)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Menganalisis karakteristik gelombang laut lepas yang dibangkitkan oleh angin.

Menganalisis transformasi gelombang yang merambat dari laut lepas menuju

ke garis pantai.

Menganalisis angkutan sedimen sejajar pantai yang terjadi di sekitar delta

Sungai Jeneberang.

Menganalisis perubahan garis pantai di sekitar delta Sungai Jeneberang selama

tahun 1990 – 2008.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pengembangan

penelitian dalam bidang perubahan garis pantai. Selain itu, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan yang penting bagi pemerintah Kota

Makassar dalam menentukan kebijakan untuk memanfaatkan dan melestarikan

delta Sungai Jeneberang dalam pengembangan kawasan wisata dan pemukiman.

1.4 Hipotesis

1.

Pantai yang berbentuk tonjolan akan mengalami konsentrasi energi

gelombang (konvergen) sedangkan pantai yang berbentuk lekukan terjadi

penyebaran energi gelombang (divergen).

2.

Penutupan muara sungai menyebabkan pasokan sedimen ke pantai berkurang

yang berpengaruh pada sistem angkutan sedimen sehingga dinamika garis

pantai mencari bentuk keseimbangan baru.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kemampuan untuk memprediksi perubahan garis pantai yang disebabkan

oleh angkutan sedimen menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam upaya

perencanaan kawasan pantai. Kemampuan ini dapat dilakukan melalui beberapa

alternatif seperti kajian langsung di lapangan, pemodelan secara fisik dan

pemodelan secara numerik.

Kajian perubahan garis pantai secara langsung di lapangan sangat sulit

dilakukan karena kompleksnya proses-proses yang terlibat di dalamnya serta

membutuhkan waktu yang relatif lama. Sedangkan pemodelan secara fisik seperti

(25)

kesulitan dalam pengambilan skala yang tepat. Dengan semakin berkembangnya

kemampuan komputer, menjadikan model numerik sebagai alternatif yang cukup

ekonomis dalam penyelesaian masalah ini (Dean & Zheng 1997).

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dijabarkan secara umum pada

Gambar 1. Diagram tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan latar belakang,

rumusan masalah dan tujuan penelitian dengan mengacu pada tinjauan pustaka,

maka dalam penelitian ini dibuat model perubahan garis pantai yang aplikasikan

pada pantai di sekitar Delta Sungai Jeneberang. Uji hasil model dilakukan dengan

membandingkan perubahan garis pantai yang diperoleh dari hasil interpretasi citra

sampai diperoleh bahwa hasil model sudah sesuai dengan hasil citra.

1.6 Kebaruan

Kebaruan (novelty) yang di peroleh dalam penelitian ini antara lain:

Dalam penelitian ini dibuat model perhitungan gelombang laut lepas dengan

menggunakan data angin harian selama 19 tahun, model transformasi

gelombang, model angkutan sedimen sejajar pantai dan model perubahan

garis pantai, keempat model tersebut menyatu dalam satu program utama

yang menerapkan prinsip

cascades

(output dari hasil proses terakhir menjadi

input pada proses berikutnya).

Model perhitungan angkutan sedimen dilakukan penyesuaian pada titik grid

dimana garis pantai hasil model masih terlalu jauh menyimpang dari garis

(26)

Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah dan pencapaian tujuan penelitian.

Latar Belakang

Pustaka

Hipotesis

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Perubahan garis

pantai hasil model

Perbandingan hasil

model denga Citra

Garis Pantai

Akhir

Selesai

Ya

Tidak

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Model

Citra

(27)

2.1 Gelombang

Dinamika yang terjadi di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah gelombang, suplai sedimen dan aktifitas manusia (Sorensen

1993). Mula-mula angin membangkitkan gelombang di laut lepas, kemudian

gelombang merambat menuju ke pantai. Selama penjalaran gelombang menuju

pantai terjadi transformasi gelombang dan membangkitkan arus menyusuri pantai

(

longshore current

) atau arus tegak lurus pantai (

rip current

) yang dapat

mengubah bentuk garis pantai.

Gelombang yang dominan terjadi di laut adalah gelombang yang

dibangkitkan oleh angin. Angin yang berhembus di atas permukaan laut

mentransfer energi ke permukaan air sehingga dapat membangkitkan gelombang

yang merambat menjauhi daerah asal terbentuknya. Tinggi dan periode

gelombang yang terbentuk tergatung pada kecepatan angin, lama hembusan angin

dan jarak hembusan angin tanpa rintangan (Komar 1976 dan Massel 1989).

Jika suatu muka barisan gelombang datang dengan membentuk sudut

terhadap garis pantai yang mempunyai kedalaman dasar pantai dangkal, maka

gelombang tersebut akan mengalami refraksi. Dalam hal ini arah perambatan

gelombang berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman, sehingga

muka gelombang cenderung sejajar dengan kontur kedalaman laut. Proses

pembiasan gelombang ini disebabkan oleh perubahan kedalaman yang

mengakibatkan perubahan kecepatan dan amplitudo gelombang (Carter 1988 dan

Dean & Dalrymple 1984).

Beberapa model transformasi gelombang telah dibuat untuk melihat

perubahan tinggi dan arah gelombang yang merambat dari laut lepas ke garis

pantai. Misalnya, model yang dibuat oleh Thornton dan Guza (1983) untuk

mengamati transformasi gelombang dengan menggunakan persamaan distribusi

Rayleigh

dalam menjelaskan distribusi tinggi gelombang yaitu:

(28)

dimana:

p

(

H

) = distribusi tinggi gelombang

H

0

= Tinggi gelombang laut lepas

K

s

= koefisien

soaling

H

h

= tinggi gelombang pada kedalaman

h

Hasil ini menunjukkan bahwa metode distribusi

Rayleigh

memprediksi

gelombang secara detail sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran lapangan,

walaupun demikian metode ini mampu memprediksi H

1/3

dan H

1/10

dengan baik.

Selain itu, metode distribusi

Rayleigh

mampu meramalkan peningkatan tinggi

gelombang rata-rata akibat

shoaling

dan penurunan tinggi gelombang akibat

gelombang pecah. Perhitungan tinggi gelombang pada

surf zone

dilakukan dengan

menggunakan koefisien gesekan dasar

C

f

= 0.01 dan menghasilkan penurunan

tinggi gelombang maksimum sebesar 3%.

Maa dan Wang (1995) mengamati transformasi gelombang di pantai

Virginia dengan menggunakan model RCPWAVE. Dalam model ini perhitungan

transformasi gelombang dilakukan dengan memasukkan pengaruh

shoaling

,

refraksi dan difraksi menggunakan persamaan

mild slope

. Hasil perhitungan

metode ini menunjukkan bahwa gesekan dasar merupakan suatu faktor penting

yang mempengaruhi transpormasi gelombang. Jika efek gesekan dasar

dikeluarkan dalam perhitungan, hasil perhitungan spectra gelombang di dekat

pantai akan menjadi sangat lebih besar dari pada hasil pengukuran. Dengan

menggunakan konstanta faktor gesekan dasar yang kecil (f

w

= 0,01 untuk

frekuensi ≤ 0,07 Hz, f

w

= 0,02 untuk 0,07 < frekuensi < 0,08 Hz, dan f

w

= 0,03

untuk

frekuensi ≥ 0,08 Hz), maka diperoleh spectra gelombang yang baik pada

stasiun dekat pantai.

Hung

et al

. (2008) membuat model transformasi gelombang dengan

menggunakan persamaan

mild slope

bergantung waktu yang dinyatakan sebagai

berikut:

(2)

(29)

dimana:

adalah operator gradien horizontal

η

= elevasi permukaan air laut (m)

C

= kecepatan gelombang (m/s)

=

percepatan gravitasi (m/det

2

)

h

= kedalaman air laut (m)

d

b

= ketebalan medium pemecah gelombang (m)

k

= bilangan gelombang

ε

b

= Porositas medium pemecah gelombang

C

r

= Koefisien energi aliran

f

= Faktor gesekan

Untuk keperluan penentuan tinggi gelombang pecah, maka model ini

menggunakan kriteria gelombang pecah dari Goda (1975) yaitu:

(4)

dimana:

H

b

= Tinggi gelombang pecah (m)

L

0

= Panjang gelombang di laut lepas (m)

tan β

= Kelerengan pantai

h

= kedalaman laut (m)

Perubahan tinggi dan panjang gelombang berhubungan dengan

berkurangnya kedalaman air. Hubungan antara tinggi gelombang dan kedalaman

air pada saat gelombang pecah telah banyak diteliti. Dari beberapa hasil

(30)

kedalaman air di mana gelombang pecah (

h

b

) berkisar antara 0.7 sampai 1.2

(Messel 1988).

Beberapa hasil penelitian telah dibuat untuk memformulasikan hubungan

antara tinggi gelombang pecah dengan tinggi gelombang laut lepas (H

b

/H

o

) yaitu

Komar dan Gaughan (1972)

dalam

Sunamura (1992) menggunakan hubungan

fluks energi dalam teori gelombang linier untuk mendapatkan persamaan

semi-empiris. Le Mehaute dan Koh (1967)

dalam

Sunamura (1992) menurunkan

hubungan H

b

/H

o

dengan memasukkan efek kemiringan dasar pantai. Kriteria

gelombang pecah telah diformulasikan oleh beberapa penulis seperti diperlihatkan

pada Tabel 1.

Tabel 1

Kriteria gelombang pecah (Thornton & Guza 1983)

Penulis

Sifat

Shoaling

Kriteria Gelombang Pecah

Collins (1970)

Linier

Battjes (1972)

Linier

Kuo & Kuo (1974)

Linier

Goda (1975)

Nonlinier

2.2 Kecepatan Arus Menyusur Pantai

Salah satu aspek penting dari gelombang yang berambat menuju pantai

adalah terbentuknya arus menyusur pantai dan arus tegak lurus pantai yang akan

mempengaruhi pergerakan material sedimen sepanjang pantai (Ippen 1966).

Apabila garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi

arus tegak lurus pantai yang menuju ke laut. Selain itu, apabila gelombang yang

datang membentuk sudut terhadap garis pantai akan membangkitkan arus

menyusur pantai (Horikawa 1988).

Longuet-Higgins (1970)

dalam

Horikawa (1988) menganalisis proses

pembangkitan arus menyusur pantai dengan menggunakan konsep tekanan radiasi

(31)

pantai, maka tekanan radiasi akan timbul di sepanjang pantai. Setelah gelombang

pecah, maka komponen geser tekanan radiasi semakin berkurang dan akan

menghasilkan suatu tenaga pembangkit (

driving force

) untuk membangkitkan arus

menyusur pantai. Kecepatan arus menyusur pantai (

V

) dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan :

Suriamihardja (2005) meneliti kecepatan arus menyusur pantai di delta

Sungai Jeneberang untuk mengestimasi angkutan sedimen menyusur pantai dan

kecenderungan perubahan garis pantai sepanjang delta Sungai Jeneberang.

Gelombang yang datang miring terhadap garis normal pantai setelah pecah akan

membangkitkan arus menyusuri pantai. Berdasarkan arah dan tinggi gelombang

pecah serta kedalaman air, maka kecepatan arus menyusuri pantai di sepanjang

pantai delta Sungai Jeneberang sebagian besar berada pada interval 0.051 sampai

0.10 m/det (76.79%), kemudian pada interval 0.11 m/det sampai 0.15 m/det

(22.32%) dan sebagian kecil terjadi pada kecepatan lebih besar dari 0.2 m/det

(15.6%). Di sepanjang pantai delta Sungai Jeneberang kecepatan arus menyusuri

pantai ke arah utara lebih besar dari pada ke arah selatan. Arah arus menyusuri

pantai di sepanjang delta Sungai Jeneberang tergantung dari arah gelombang yang

dibangkitkan oleh angin. Berdasarkan pola arah gelombang, mengindikasikan

bahwa gelombang yang datang dari arah barat dan barat daya akan

(32)

Jeneberang kearah utara, sedangkan gelombang yang datang dari arah barat laut

membangkitkan arus menyusuri pantai ke arah selatan.

2.3 Angkutan Sedimen di Pantai

Laju angkutan sedimen sejajar pantai merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi perubahan garis pantai (Hung

et al

. 2008 dan Elfrink & Baldock

2002). Untuk mempelajari angkutan sedimen akibat gelombang, maka daerah

dekat pantai dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu daerah

offshore zone

,

surf zone

dan

wash zone

(Horikawa 1988).

Offshore zone

adalah daerah yang terbentang

dari garis dimana gelombang pecah sampai laut lepas. S

urf zone

adalah daerah

yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas

naik-turunnya gelombang di pantai. Dalam daerah ini angkutan sedimen terutama

disebabkan oleh gelombang pecah dan arus yang diinduksi oleh gelombang.

Wash

zone

adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan

batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Arah angkutan sedimen di sepanjang pantai dapat berupa angkutan

sedimen dari pantai ke laut atau dari laut ke pantai yang dapat terjadi oleh gerakan

gelombang dan arus balik dasar serta arus tegak lurus pantai. Angkutan sedimen

sejajar pantai (

Long shore transport

) yaitu angkutan sedimen sepanjang pantai

atau biasa disebut angkutan sedimen sejajar pantai yang berkaitan erat dengan

arus menyusuri pantai.

Dalam mengestimasi perubahan garis pantai, maka diperlukan suatu

evaluasi kuantitatif laju angkutan sedimen pada setiap titik di grid horizontal dua

dimensi. Untuk tujuan ini, angkutan sedimen yang terjadi di daerah pantai dibagi

menjadi angkutan sedimen lintas pantai (

cross-shore transport

) dan angkutan

sedimen sejajar pantai (

longshore transport

). Mekanisme angkutan sedimen

dibagi dalam dua tipe yaitu (Horikawa 1988):

Angkutan sedimen dasar (

bed load transport

) adalah gerakan material sedimen

pada dasar perairan yang terseret oleh arus secara menggelinding, bergeser dan

saltasi.

(33)

Madsen dan Grant (1976)

dalam

Horikawa (1988) membuat hubungan

antara besar angkutan sedimen lintas pantai yang tak berdimensi dengan

parameter

shields

dengan mengembangkan hasil yang diperoleh oleh Brown

(1950) dalam kasus aliran searah. Pendekatan ini menghasilkan laju transpor

sedimen rata-rata terhadap setengah periode gelombang, tanpa arah transpor

sedimen ke pantai atau ke lepas pantai dan nilai laju transpor pada setiap fase satu

periode gelombang, yaitu :

(6)

dimana:

Q

l

= angkutan sedimen menyusur pantai (m

3

/det)

= Amplitudo dari

= Parameter shield

u

m

= kecepatan maksimum orbital gelombang (m/det)

u

= kecepatan orbital gelombang (m/det)

C

f

= koefisien gesekan dasar pantai

ρ

s

= Massa jenis sedimen (kg/m

3

)

= percepatan gravitasi (m/det

2

)

d

50

= diameter sedimen rata-rata (mm)

Ozasa dan Brampton (1980) merumuskan angkutan sedimen menyusuri

pantai untuk digunakan dalam mengamati perubahan garis pantai dengan

menggunakan metode

one-line

. Metode

one-line

adalah model dua dimensi yang

menghitung perubahan garis pantai dengan cara mengamati pergerakan posisi

garis pantai dengan asumsi bahwa profil pantai tidak berubah. Laju angkutan

sedimen menyusuri pantai didasarkan pada komponen fluks energi gelombang

pada daerah gelombang pecah. Persamaan angkutan sedimen menyusur pantai

dinyatakan sebagai:

(7)

dimana:

H

bs

= tinggi gelombang signifikan pada saat pecah (m)

(34)

A

d = koefisien kalibrasi

= Koefisien empiris

= kelerengan pantai

Shibutani

et al

. (2007) menghitung laju angkutan sedimen sejajar pantai

untuk mengamati perubahan garis pantai dengan menggunakan persamaan Ozasa

dan Brampton (1980).

Hung

et al

. (2008) menggunakan persamaan angkutan sedimen sejajar

pantai yang dibuat oleh Komar dan Inman (1970) untuk mengamati perubahan

garis pantai di sekitar pemecah gelombang. Persamaan angkutan sedimen ini

didasarkan pada flux energi gelombang yang dinyatakan sebagai berikut:

(8)

dimana:

Q

l

= angkutan sedimen menyusur pantai (m

3

/det)

= flux energi gelombang pada saat gelombang pecah

= Koefisien empiris

n

= porositas sedimen

= percepatan gravitasi (m/det

2

)

θ

b

= sudut gelombang pecah (derajat)

ρ

s

= Massa jenis sedimen (kg/m3)

ρ = Massa jenis air (kg/m

3

)

2.4 Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai dapat diprediksi dengan membuat model matematik

atau numerik yang didasarkan pada imbangan sedimen pantai pada daerah pantai

(35)

pantai dipengaruhi oleh angkutan sedimen sejajar pantai dan angkutan sedimen

tegak lurus pantai. Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat

menyebabkan terjadinya erosi pantai. Selanjutnya gelombang biasa yang terjadi

sehari-hari akan membentuk kembali pantai yang tererosi sebelumnya. Dengan

demikian dalam satu siklus yang tidak terlalu lama profil pantai kembali pada

bentuk semula, atau dalam satu siklus pantai dalam kondisi stabil. Sebaliknya,

akibat pengaruh transpor sedimen sejajar pantai, sedimen dapat terangkut sampai

jauh dan menyebabkan perubahan garis pantai. Untuk mengembalikan perubahan

garis pantai pada kondisi semula diperlukan waktu cukup lama. Dengan demikian,

maka transpor sedimen sejajar pantai merupakan penyebab utama terjadinya

perubahan garis pantai (USACE 2003b).

Dinamika lautan atau proses-proses yang berasal dari laut dapat

mengakibatkan perubahan pada pantai, baik karena proses abrasi maupun

sedimentasi. Kemudian karena adanya perubahan garis pantai tersebut, maka

dinamika laut, seperti arah datang gelombang, atau pembiasan gelombang akan

mengalami perubahan. Jika arah arus mengalami perubahan, maka arah transpor

sedimen juga berubah, sehingga bentuk pantai juga berubah. Jadi perubahan

bentuk pantai dan arah gelombang saling mempengaruhi.

Berbagai penelitian tentang perubahan garis pantai telah dilakukan baik

secara analitik maupun secara numerik, seperti:

Komar (1973), membuat model numerik perubahan garis pantai dengan

menggunakan metode

one-line

yang mengamati evolusi delta yang didominasi

gelombang. Model ini menggunakan sumber sedimen yang berlokasi tetap dan

gelombang yang merambat ke pantai hanya dari satu arah dengan puncak

gelombang sejajar garis pantai. Model Komar menghasilkan delta yang tumbuh

dengan bentuk melengkung berhubungan dengan delta “tipe Nile”. Gelombang

dengan sudut miring, menunjukkan sedikit asimetri di samping arah angkutan

sedimen.

Leont’yev (1997) membuat model numerik perubahan garis pantai untuk

waktu singkat di sekitar struktur tegak lurus pantai dengan menggunakan metode

(36)

telah dipakai untuk mengestimasi perubahan garis pantai selama musim panas di

pantai Yamal, Teluk Baidara (Laut Kara). Dampak gabungan dari pipa dan

dermaga terlihat jelas setelah 70 hari. Durasi total kondisi gelombang ketika tinggi

gelombang rms melebihi 0.7 adalah sekitar 500 jam, periode gelombang adalah

4-7 detik dan sudut gelombang dari -40 sampai +45. Material dasar pantai adalah

pasir halus dengan ukuran rata-rata 0.12-0.15 mm dan kemiringan dasar pantai

landai dengan kontur kedalaman paralel terhadap garis pantai. Fluks sedimen

sejajar pantai bergerak ke arah utara atau selatan tergantung pada situasi

gelombang. Pengaruh nyata groin ditinjau pada jarak sekitar 10 km. Hasil

simulasi diperoleh bahwa perubahan garis pantai yang tertinggi melebihi 4 m.

Jumlah total material sedimen yang terangkut adalah 25 x 10

3

m

3

untuk daerah

sebelah utara groin dan 12 x 10

3

m

3

untuk daerah sebelah selatan groin.

Dabees dan Kamphuis (2000) membuat model perubahan kontur kedalaman

pantai dalam skala spasial dan temporal dengan metode NLine. Model ini

mensimulasikan transformasi gelombang pada kondisi batimetri yang tidak teratur

dan menghitung hubungan antara transformasi sedimen dengan perubahan

morfologi pantai serta pengaruh pemecah gelombang terhadap perubahan

morfologi pantai. Hasil simulasi model ini memperlihatkan perubahan profil

pantai berdasarkan perubahan musim, yaitu pada musim panas terjadi sedimentasi

pada pantai depan sedangkan pada musim dingin terjadi abrasi pada pantai depan

dan terjadi

bar

(gundukan pasir) bagian bawah. Model ini dicoba diterapkan di

pantai Pulau Gasparilla di sebelah barat daya pantai Florida di Teluk Meksiko.

Panjang pantai yang digunakan dalam model adalah 10600 m dengan jumlah grid

tegak lurus pantai 100 dan sejajar pantai 11 (dari kedalaman 1.5 sampai -9 m).

model disimulasikan selama 20 tahun (1975-1995) dengan menggunakan data

gelombang interval 3 jam dari

U.S Army Corps of Engineers Wave Information

Study

. Hasil simulasi memperlihatkan adanya lokasi yang mengalami abrasi dan

akresi. Daerah yang mengalami erosi menunjukkan adanya peningkatan angkutan

sedimen sedangkan yang mengalami akresi menunjukkan adanya penurunan

angkutan sedimen.

(37)

dan 2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 1981-1992 pantai

utara telah mengalami abrasi seluas 2.02 ha dan akresi seluas 0.11 ha dan pada

tahun 1992-2002 telah mengalami abrasi seluas 0.68 ha. Perubahan garis pantai

pada tahun 1992-2002 dipengaruhi oleh adanya konstruksi bagunan pengaman

pantai sehingga abrasinya lebih kecil. Pada pantai selatan telah mengalami abrasi

seluas 1.13 ha dan akresi seluas 0.04 ha pada tahun 1981-1992, sedangkan pada

tahun 1992-2002 mengalami abrasi seluas 0.12 ha dan akresi seluas 2.81 ha.

Purba dan Jaya (2004) melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai

dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra

Landsat-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dan karakteristik gelombang

tergantung pada kekuatan angin yang terjadi. Bagian pantai yang berbentuk

tonjolan, disisi hilir dari arah arus menyusuri pantai umumnya angkutan sedimen

dominan ke utara menyebabkan terjadinya erosi. Hasil gerusan sedimen tersebut

diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada bagian

tertentu sehingga terjadi proses sedimentasi.

Ashton dan Murray (2006) membuat model perubahan garis pantai dengan

menggunakan metode

one-line

. Penggunaan model ini memasukkan suatu

penghalang hempasan gelombang sederhana, untuk menyelidiki implikasi sudut

gelombang yang dapat mengakibatkan perubahan garis pantai. Dalam model ini

diasumsikan bahwa delta didominasi oleh gelombang, ada sumber sedimen dari

sungai yang berlokasi tetap. Perhitungan angkutan sedimen dilakukan dengan

menggunakan persamaan CERC (USACE 1984) dan mengasumsikan bahwa

kontur kedalaman parallel dengan garis pantai, bentuk profil lintas pantai konstan

dan evolusi garis pantai terjadi akibat gradien angkutan sedimen sejajar pantai.

Dalam model ini satu sumber sedimen dimasukkan ke dalam model: setiap step

waktu 0.1 hari dengan jumlah sedimen yang sama ditambahkan ke pantai pada

lokasi yang tetap. Hasil simulasi menunjukkan bahwa interaksi antara input

sedimen, pembentukan kembali gelombang dan hempasan gelombang

mengakibatkan sifat yang komplek, dengan garis pantai menyerupai bentuk delta

(38)

Shibutani

et al

. (2007) menggunakan persamaan kontinuitas sedimen untuk

membuat model perubahan garis pantai dengan metode

one-line

. Model ini

diaplikasikan di pantai Yumigahama Jepang sepanjang 4 km sejajar pantai. Hasil

simulasi model setelah 2 tahun menunjukkan terjadinya abrasi pada pantai bagian

atas dan pada sisi lain yaitu pantai bagian bawah mengalami sedimentasi. Model

ini juga melihat pengaruh ukuran butiran sedimen terhadap perubahan garis

pantai. Hasil simulasi menunjukkan bahwa ukuran butiran sedimen yang terdapat

di pantai mempunyai pengaruh terhadap besarnya perubahan garis pantai.

Semakin kecil ukuran butiran, maka semakin besar jarak perubahan garis pantai

yang terjadi.

Hung

et al

. (2008) membuat model perubahan garis pantai akibat adanya

pemecah gelombang di sekitar pantai. Model perubahan garis pantai dibuat

berdasarkan perhitungan dari persamaan kontinuitas sedimen yang menggunakan

metode

one-line

yaitu:

(9)

dimana:

Q

= laju angkutan sedimen

h

s

= Kedalaman kritis

Persamaan (8) dapat ditulis dalam bentuk beda hingga (

finite-difference

)

yaitu:

(10)

Hasil simulasi model ini menunjukkan adanya perubahan garis pantai yaitu

terjadi bentuk garis pantai menonjol yang terbentuk di belakang pemecah

gelombang. Hasil simulasi model perubahan garis pantai menunjukkan

kecenderungan yang sesuai dengan hasil eksperimen.

Triwahyuni

et al

. (2010) membuat pemodelan perubahan garis pantai di

sepanjang pantai Timur Tarakan, Kalimantan Timur. Model perubahan garis

pantai ini menggunakan metode

one-line

, dan perhitungan angkutan sedimen

dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dibagun oleh Komar (1983).

(39)

gelombang harus dihitung di luar model yang kemudian digunakan sebagai input

dalam model. Hasil simulasi model ini menunjukkan bahwa selama 10 tahun

(1991 – 2001) telah terjadi kemajuan garis pantai (sedimentasi) yang lebih intensif

di bagian utara dibandingkan pada pantai bagian selatan. Secara umum profil garis

pantai hasil akhir model menunjukkan kemiripan dengan garis pantai hasil citra.

Sejumlah penelitian dalam aspek oseanografi telah dilakukan pada kawasan

perairan Kota Makassar. Lokasi penelitian dipusatkan di sekitar muara Sungai

Jeneberang, karena wilayah ini merupakan wilayah yang sangat dinamik dan

mempunyai arti strategis. Seperti, Departemen PU (1989) memfokuskan

penelitian tentang hidrologi, perubahan garis pantai dan batimetri di Sekitar muara

Sungai Jeneberang. Suriamiharja (2005) telah melakukan telaah pasang surut,

gelombang, arus dan angkutan sedimen dalam kaitannya dengan sedimentasi dan

(40)

3.1

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data lapangan seperti pengukuran batimetri, pasang surut dan

sedimen dilakukan pada bulan Maret 2008 di pesisir sekitar muara Sungai

Jeneberang, Kota Makassar. Panjang garis pantai yang ditelaah adalah sekitar 10

km yang terbentang mulai dari pantai Barombong sebelah selatan hingga ujung

spit Tanjung Bunga di sebelah utara. Secara geografis lokasi penelitian terletak

antara 5

o

08’ 40’’ sampai 5

o

12’ 40’’ LS dan 119

o

21’ 00’’ sampai 119

o

24’ 10’’

BT. Lokasi pengukuran data angin (Stasiun Potere) terletak pada 5

o

07’ 12” LS

dan 119

o

24’ 36’’ BT. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

3.2

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Echosounder digunakan untuk mengukur kedalaman laut

Bottom grab sampler

digunakan untuk pengambilan sampel sedimen

dasar

GPS (

Global Positioning System

) digunakan untuk penentuan posisi

pengukuran.

Tiang skala digunakan untuk pengukuran pasang surut.

Perahu digunakan untuk transportasi selama pengukuran.

Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) skala 1 : 50000, digunakan

sebagai peta dasar.

Peta citra Landsat tahun 1990, 1999, 2003 dan 2008 digunakan untuk

mengetahui perubahan garis pantai.

Sieve Net

digunakan untuk menentukan ukuran butiran sedimen.

Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa jenis sedimen.

Hardware

dan

Software

Komputer (Excel, Surfer 9, Visual Fortran,

ErMapper6.4, Map Info dan Arc View 3.3) digunakan untuk analisis

(41)

Gambar

Gambar 2  Peta lokasi penelitian.
Gambar 3  Peta lokasi pengukuran batimetri, pasang surut dan sedimen.
Tabel 2  Klasifikasi ukuran partikel sedimen (USACE 2003b)
Gambar 8  Diagram  alir  koreksi  kecepatan  angin  dan  perhitungan  tinggi  serta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep permukiman masyarakat Desa Pegayaman Bali dalam mempertahankan kehidupannya sampai dengan saat ini meliputi proses terbentuknya Desa Pegayaman sebagai hadiah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan memberikan gambaran karakteristik pasien post op di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar

timbunan yang digunakan, dimana semakin kecil berat volume bahan yang digunakan maka semakin kecil selisih tekanan antara timbunan dan galian yang dihasilkan sehingga total berat

Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB, Bogor.. Biskuit, Crackers, dan Cookies Pengenalan Tentang; Aspek Bahan Baku, Teknologi,

Namun oknum yang melakukan pelanggran tidak dapat dijerat dengan undang-undang yang berlaku karena dalam media masa yang besifat social global sulit mendeteksi oknum yang

Ogan Komering Ilir 487 15110215610842 DESI AGUSTINA ROHMADHAWATI SMP/MTs Bahasa Indonesia SMPN 2 SIRAH PULAU PADANG Kab.. Ogan

Pengamatan yang dilakukan adalah persentase hidup tanaman, tinggi tanaman, jumlah tangkai daun, jumlah anakan, jumlah umbi, berat sampel umbi rata-rata, berat

Sebagai seorang mahasiswa muslim, mereka harus memiliki pandangan dunia yang mencerminan keyakinannya sebagai muslim tetapi tetap bisa berdialog dengan berbagai