• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivasi dan Persepsi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap Pestisida Organik serta Analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Motivasi dan Persepsi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap Pestisida Organik serta Analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

HASNA IZDIHAR. Motivation and Perception of Potato Farmers in Dieng Plateau toward Organic Pesticide and the Analysis based on Theory of Planned Behavior. Supervised by UJANG SUMARWAN.

Potato farmers as consumer of organic pesticide has consumer characteristic such as motivation, perception, and intention to buy. Intention is a good predictor of a behavior based on Theory of Planned Behavior (TPB). This research’s purposes were to analyze relationship between motivation and perception with purchase intention, and testing TPB model of organic pesticide. This research used cross-sectional design and involved 100 samples of potato farmers in Dieng Plateau that were collected conveniently. The results showed that safety was the primary motivation, perception of potato farmers in Dieng Plateau toward organic pesticide categorized as middle, attitudes toward behavior (ATB) categorized as low, subjective norms (SN) categorized as middle, perceived behavior control (PBC) categorized as low, and purchase intention categorized as middle. Pearson’s correlation test showed significant correlation between motivation and perception with purchase intention. Structural Equation Modeling analysis result showed that only PBC had influence (γ=0,65; t-value>1,96) toward purchase intention on TPB model.

Keywords: Dieng Plateau, organic pesticide, potato farmers, SEM, TPB

ABSTRAK

HASNA IZDIHAR. Motivasi dan Persepsi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap Pestisida Organik serta Analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN.

Petani kentang sebagai konsumen pestisida organik memiliki karakteristik konsumen seperti motivasi, persepsi, dan niat pembelian. Niat merupakan prediktor yang baik untuk sebuah perilaku menurut Theory of Planned Behavior (TPB). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara motivasi dan persepsi dengan niat pembelian, serta menguji model TPB dalam produk pestisida organik. Penelitian ini berdesain cross-sectional dengan 100 contoh petani kentang Dataran Tinggi Dieng yang diambil secara convenience. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keamanan merupakan motivasi utama, persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik tergolong sedang, sikap terhadap perilaku (ATB) tergolong rendah, norma subjektif (SN) tergolong sedang, persepsi pengendalian perilaku (PBC) tergolong rendah, dan niat pembelian tergolong tinggi. Berdasarkan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan (p<0,01) antara motivasi dan persepsi dengan niat pembelian. Hasil analisis Structural Equation Modeling menunjukkan bahwa hanya PBC yang memiliki pengaruh (γ=0,65; t-value>1,96) terhadap niat pembelian dalam model TPB.

(2)

RINGKASAN

HASNA IZDIHAR. Motivasi dan Persepsi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap Pestisida Organik serta Analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN.

Pemaparan mengenai kerugian-kerugian pestisida organik dan keuntungan serta pentingnya penggunaan pestisida organik sudah tersampaikan kepada sebagian besar petani kentang Dataran Tinggi Dieng. Akan tetapi, penggunaan pestisida kimia masih sangat tinggi dan melebihi ambang batas. Pembelian atau konsumsi pestisida organik dapat diidentifikasi lebih awal melalui niat pembelian dari konsumen, dalam hal ini petani kentang di Dataran Tinggi Dieng. Niat pembelian tersebut dipengaruhi oleh motivasi dan persepsi petani terhadap pestisida organik. Theory of Planned Behavior (TPB) juga menjabarkan bahwa niat pembelian juga dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap suatu tindakan; norma subjektif konsumen; dan persepsi konsumen itu sendiri terhadap kontrol perilaku yang dapat dilakukan.

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara motivasi dan persepsi dengan niat pembelian, serta menganalisis pengaruh dalam model TPB mengenai pembelian produk pestisida organik. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik; 2) menganalisis hubungan karakteristik contoh dengan motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik; 3) menganalisis hubungan motivasi dan persepsi contoh dengan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik; 4) menganalisis pengaruh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku contoh terhadap niat pembelian pestisida organik.

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study dan dilakukan di Desa Bakal, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara yang dipilih secara purposif. Penelitian ini melibatkan 100 contoh petani kentang Dataran Tinggi Dieng yang dipilih secara convenience. Data primer dalam penelitian ini antara lain karakteristik petani (meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan, penghasilan tani, pendapatan keluarga, dan jumlah sumber pendapatan), karakteristik pertanian (luas lahan, status kepemilikan lahan, dan pengalaman berusaha tani), motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian pestisida organik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji reliabilitasnya dengan nilai Cronbach’s Alpha dari motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian masing-masing yaitu 0,652; 0,680; 0,853; 0,771; 0,453; dan 0,745. Analisis hubungan antar variabel menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman sedangkan analisis pengaruh menggunakan uji SEM (Structural Equation Modeling).

(3)

dibawah 2 juta rupiah per bulan, separuh contoh (50%) memiliki pendapatan keluarga dibawah 2 juta rupiah, dan lebih dari separuh contoh (60%) memiliki jumlah sumber pendapatan 1 sumber, yaitu pertanian saja. Hasil dari karakteristik pertanian yaitu petani dengan luas lahan lebih kecil dari 1 hektar mendominasi contoh (69%), hampir tiga per empat contoh (74%) merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, dan lebih dari separuh contoh (53%) memiliki pengalaman berusaha tani selama 10 – 19 tahun.

Motivasi petani kentang dalam pembelian pestisida organik didominasi oleh motivasi dengan alasan keamanan, baik terhadap tanah, tanaman, maupun petani yang menggunakan, dan alasan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Sebaran skor persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pembelian pestisida organik sebagian besar berada di tingkat sedang (78%). Hampir separuh petani (43%) memiliki sikap terhadap perilaku penggunaan pestisida organik rendah, lebih dari separuh (54%) memiliki norma subjektif dalam kategori sedang, lebih dari separuh (51%) memiliki persepsi pengendalian perilaku dalam kategori rendah, dan lebih dari tiga per empat petani (77%) memiliki niat pembelian pestisida organik dalam kategori sedang.

Hubungan antara karakteristik dengan variabel penelitian yang tampak dari hasil penelitian ini antara lain hubungan negatif antara lama pendidikan contoh dengan motivasi (r= -0,167; p<0,1) dan motivasi eksternal (r= -0,180; p<0,1), hubungan positif (r=0,190; p<0,1) antara jumlah sumber pendapatan dengan motivasi contoh terhadap pestisida organik, hubungan positif sangat signifikan antara jumlah sumber pendapatan petani dengan persepsi (r=0,237; p<0,05), hubungan negatif antara pengalaman berusaha tani dengan persepsi (r= -0,166; p<0,1), hubungan negatif signifikan antara jenis kelamin dengan norma subjektif (r= -0,176; p<0,1) dan sangat signifikan dengan persepsi pengendalian perilaku (r = -0,202; p<0,05), hubungan positif antara luas lahan dengan sikap terhadap perilaku (r=0,171; p<0,1). Motivasi dan persepsi contoh memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan niat pembelian (masing-masing r=0,405; p<0,01 dan r=0,323; p<0,01).

Analisis SEM menunjukkan bahwa variabel keyakinan perilaku dan evaluasi memiliki kontribusi yang sama besar terhadap variabel sikap terhadap perilaku, keyakinan normatif lebih berkontribusi dalam merefleksikan norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku hanya tercermin dari keyakinan pengendalian, dan variabel niat bulan ini merupakan variabel yang berkontribusi paling besar terhadap niat pembelian. Sementara itu, persepsi pengendalian perilaku memberikan pengaruh yang positif nyata terhadap pembentukan intensi sebesar 0,65 dengan nilai t>1,96 sedangkan sikap terhadap perilaku dan norma subjektif tidak memiliki pengaruh terhadap niat pembelian pestisida organik.

Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak dan kuat motivasi, serta semakin baik persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik, semakin tinggi niat pembeliannya. Selain itu, semakin tinggi persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng mengenai kemudahan atau kesulitan dalam pembelian pestisida organik akan meningkatkan niat pembeliannya pada pestida organik.

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkembangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan memunculkan sebuah gaya hidup baru di masyarakat secara global. Gaya hidup “Go Green-Back to Nature” menjadi sebuah tren baru yang menimbulkan banyak tuntutan kebutuhan pangan organik. Research Institute of Organic Agriculture FiBL dan IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) menemukan bahwa permintaan pangan organik yang tampak dari pertumbuhan pasar pangan organik di Asia bahkan meningkat 15-20% per tahunnya1). Hal ini tentunya harus diselaraskan dengan pertanian organik. Petani-petani tanaman pangan di Indonesia pun dituntut untuk Go Organik demi memenuhi permintaan konsumen. Petani harus mengurangi penggunaan produk-produk yang berbahan dasar kimia atau sintetis, termasuk untuk pestisida kimia.

Pestisida memang seolah-olah menjadi kebutuhan pokok bagi petani untuk mengamankan produksi pertaniannya. Pestisida kimia telah diakui secara luas dapat mengendalikan bermacam hama dan penyakit tanaman pertanian. Pestisida kimia secara umum dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain praktis penggunaannya, hasilnya lebih cepat diketahui, dan lebih efisien baik dari segi waktu maupun ekonomi (Dadang & Prijono 2008). Namun sayangnya, pestisida kimia juga membawa akibat yang merugikan. Menurut Dadang dan Prijono (2008), dampak-dampak pestisida kimia yaitu menurunkan populasi musuh alami yang mengakibatkan biodiversitas organisme pada ekosistem menurun, adanya resistensi hama (hama menjadi kebal), gangguan kesehatan bagi pengguna maupun masyarakat, dan adanya residu petisida pada hasil tani. Hal ini membuat konsumen mulai menghindari pangan yang mengandung residu pestisida kimia. Berdasarkan survey dari Whole Foods Market2 ), sebanyak 70% konsumen

1)

Willer H, Kilcher L. 2009. The World of Organic Agriculture. Statistics and Emerging Trends 2009 [internet]. [diunduh 29 Juli 2012]. IFOAM, Bonn, and FiBL, Frick. Diambil dari http://orgprints.org/18380/16/willer-kilcher-2009.pdf.

2)

(5)

menyatakan bahwa alasan utama mereka membeli pangan organik adalah untuk menghindari residu pestisida.

Berbagai alternatif yang berkaitan dengan pengurangan pestisida kimia digali dan dikembangkan. Salah satu alternatif yang dikembangkan adalah pestisida organik, yaitu pestisida yang diperoleh dari ekstrak tumbuhan maupun mikroorganisme. Pestisida organik menjadi sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan pestisida kimia dan tuntutan masyarakat akan makanan organik tersebut.

Pestisida organik merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dalam pertanian Go Organik, terutama dalam pertanian tanaman pangan yang banyak menggunakan pestisida. Kentang adalah salah satu tanaman pangan yang paling banyak menggunakan pestisida karena kentang merupakan tanaman setahun yang sangat rentan terserang hama dan penyakit. Salah satu daerah yang memproduksi kentang secara besar-besaran dan menggunakan pestisida berlebihan adalah daerah Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah. Dataran Tinggi Dieng yang terletak dalam dua wilayah kabupaten, Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, dikenal sebagai salah satu sentra produsen kentang di Indonesia. Menurut FAO, tanah dataran tinggi seperti di daerah Dieng yang memiliki iklim sejuk dan drainase bagus ini sesuai untuk budidaya tanaman kentang (Yuwono et al. 2010).

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan (BNN 2006). Petani kentang sebagai konsumen pestisida organik juga memiliki perilaku-perilaku konsumen yaitu perilaku-perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman & Kanuk 2004).

(6)

bentuk pikiran yang nyata dari refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dalam jumlah tertentu dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu. Menurut Theory of Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen, tindakan seseorang adalah realisasi dari keinginan atau niat seseorang untuk bertindak. Perilaku tertentu dari seorang konsumen sering kali ditentukan oleh intensi atau niat dari konsumen untuk melakukan perilaku tertentu tersebut (Sumarwan 2011).

Pada proses pembelian, niat pembelian konsumen ini berkaitan erat dengan motivasi yang dimilikinya untuk memakai ataupun membeli produk tertentu. Motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang memaksanya untuk melakukan suatu tindakan termasuk keinginan untuk membeli atau niat pembelian (Akbar 2010). Selain motivasi, niat pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh persepsinya terhadap apa yang diinginkan. Persepsi seseorang merupakan proses yang membuat seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya sehingga pada akhirnya menentukan minat atau niat pembelian akan suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Supriatna (2011) mengenai minat beli terhadap pakaian batik menunjukkan bahwa minat beli seseorang berhubungan dengan persepsinya.

Menurut Theory of Planned Behavior, faktor yang memengaruhi niat adalah sikap pada tindakan, norma subyektif menyangkut persepsi seseorang yaitu apakah orang lain yang dianggap penting akan memengaruhi perilakunya, dan persepsi seseorang mengenai apakah suatu perilaku dapat dilakukan olehnya atau kontrol perilaku (Dharmmesta 1998 dalam Sigit 2006; Furneaux 2005). Hasil penelitian Trisnawati (2011) menyatakan bahwa variabel sikap dan norma subjektif memang memiliki hubungan erat dengan niat, tetapi tidak terdapat hubungan yang nyata antara kontrol perilaku atau persepsi pengendalian perilaku dengan niat.

(7)

lebih memilih untuk menggunakan pestisida dalam melakukan tindakan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di lahannya padahal keuntungan ekonomi yang diperoleh petani tersebut lebih rendah daripada petani yang menggunakan teknik pengendalian kombinasi antara pestisida kimia dengan pestisida organik atau musuh alami hama. Namun, penelitian mengenai niat pembelian dengan subjek petani sebagai konsumen pestisida organik belum banyak dilakukan di Indonesia.

Penelitian Heryansyah (2010) tersebut masih belum mengkaji penyebab mayoritas petani masih memilih menggunakan pestisida kimia dan belum menggunakan pestisida organik yang belakangan ini sudah banyak beredar di pasaran. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan pestisida organik di kalangan petani terutama petani kentang di Dataran Tinggi Dieng, perlu dilakukan sebuah riset yang menganalisis motivasi dan persepsi petani kentang di Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik dan menganalisis niat pembelian pestisida organik berdasarkan Theory of Planned Behavior.

Rumusan Masalah

Menurut Girsang (2009), penggunaan pestisida besar-besaran di Indonesia dimulai pada saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional BIMAS. Pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan petani peserta sehingga pada akhirnya membuat petani merasa pestisida merupakan suatu kebutuhan pokok dalam pertanian terutama tanaman pangan hingga kini. Akan tetapi, penggunaan pestisida kimia yang berlebihan telah menyebabkan kerugian pada lingkungan yang berujung pada kerugian bagi manusia.

(8)

besar petani kentang Dataran Tinggi Dieng. Pemaparan tersebut terfasilitasi oleh program pemerintah, yaitu Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), pelaksanaan penyuluhan-penyuluhan dari universitas-universitas terdekat, dan banyaknya program KKN atau KKP bertema pertanian dari berbagai universitas di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Akan tetapi, penggunaan pestisida organik masih lebih rendah daripada pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia di Dataran Tinggi Dieng tidak memperhitungkan nilai ambang ekonomi. Penelitian Bondansari et al. (2011) menemukan bahwa peningkatan jumlah pestisida kimia yang digunakan petani kentang Dataran Tinggi Dieng mencapai 15 liter/ha/tahun untuk pestisida cair dan 13 kg/ha/tahun untuk pestisida padat. Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pemakaian pestisida kimia yang berlebihan telah menyebabkan rusaknya kondisi tanah pada lahan pertanian di Dataran Tinggi Dieng. Hal ini pada akhirnya menyebabkan turunnya produktivitas pertanian kentang yang pada awalnya menjadi alasan penggunaan pestisida. Bahkan, pada tahun 2010 diketahui ribuan petani kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, diduga kuat terpapar pestisida. Hasil pemeriksaan darah sejumlah petani menunjukkan kadar racun atau cholinesterase mereka tinggi. Hasil tersebut didapat dari riset yang dilakukan oleh tim dari Yogyakarta pada 2007-2008 serta pemeriksaan di Puskesmas Batur3).

Pembelian atau konsumsi pestisida organik dapat diidentifikasi lebih awal melalui niat pembelian dari konsumen, dalam hal ini petani kentang di Dataran Tinggi Dieng. Konsumsi pestisida organik di kalangan petani ini dapat ditingkatkan dengan memunculkan keinginan membeli atau niat pembelian terhadap pestisida organik. Niat pembelian tersebut dipengaruhi oleh motivasi petani itu sendiri untuk membeli yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakan petani. Selain itu, niat pembelian juga dipengaruhi oleh persepsi petani terhadap pestisida organik yang dikenal memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Theory of Planned Behavior juga menjabarkan bahwa niat pembelian juga dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap suatu tindakan, yaitu penggunaan pestisida organik; norma subjektif konsumen berdasarkan kelompok-kelompok

3)

(9)

acuannya; dan persepsi konsumen itu sendiri terhadap kontrol perilaku yang dapat ia lakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik?

2. Bagaimana hubungan karakteristik contoh dengan motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik?

3. Bagaimana hubungan motivasi dan persepsi contoh dengan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik?

4. Bagaimana pengaruh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku contoh terhadap niat pembelian pestisida organik?

Tujuan

Tujuan Umum

Menganalisis motivasi petani, hubungan antara persepsi dengan niat pembelian, serta menganalisis pengaruh dalam model Theory of Planned Behavior mengenai pembelian produk pestisida organik.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik;

2. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dengan motivasi, persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik;

(10)

4. Menganalisis pengaruh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku contoh terhadap niat pembelian pestisida organik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, beberapa manfaat tersebut adalah :

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sebuah proses pembelajaran dan latihan dalam pemikiran yang sistematis terutama dalam bidang riset konsumen.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui motivasi, persepsi, dan aplikasi teori perilaku terencana pada niat pembelian pestisida organik di kalangan petani kentang terutama di Dataran Tinggi Dieng.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemasaran pestisida organik agar pestisida organik dapat menembus pasar dan bersaing dengan pestisida kimia, terutama di lingkungan Dataran Tinggi Dieng.

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

Theory of Planned Behavior

Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Salah satu teori yang membahas tentang niat berperilaku ini adalah Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun 1985. TPB berpendapat bahwa perilaku individu didorong oleh niat perilaku. Niat berperilaku itu sendiri adalah fungsi dari sikap individu terhadap perilaku (Attitude toward Behaviour/ATB), norma subjektif (Subjective Norms/SN), dan persepsi pengendalian perilaku (Perceived Behavioral Control/PBC) seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Skema of Theory of Planned Behavior

(12)

sebuah kontinum dari perilaku yang mudah dilakukan dengan usaha dan sumber daya yang cukup.

Ketiga faktor utama yang memengaruhi niat tersebut masing-masing dibentuk oleh dua komponen. Ajzen (1991) menjabarkan bahwa sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dibentuk oleh:

a. Behavioral Belief (keyakinan perilaku), yaitu keyakinan bahwa perilaku akan menghasilkan suatu keluaran atau keyakinan terhadap adanya konsekuensi karena melakukan perilaku tertentu, dan

b. Outcomes Evaluation/Evaluation of the Consequency (evaluasi konsekuensi), yaitu evaluasi seseorang terhadap keluaran atau evaluasi terhadap konsekuensi dari keyakinan perilaku.

Norma subjektif (subjective norms) dibentuk oleh:

a. Normative Belief (keyakinan normatif), yaitu keyakinan terhadap orang lain (kelompok acuan atau referensi) bahwa mereka berpikir subjek seharusnya atau tidak melakukan suatu perilaku atau keyakinan normatif tentang harapan orang lain (kelompok acuan) terhadap dirinya mengenai apa yang seharusnya dilakukan, dan

b. Motivation to Comply (motivasi mematuhi), yaitu motivasi yang sejalan dengan keyakinan normatif atau motivasi yang sejalan dengan orang yang menjadi kelompok acuan.

Persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) dibentuk oleh: a. Control Belief (keyakinan pengendalian), yaitu probabilitas bahwa beberapa

faktor menunjang suatu tindakan/perilaku, dan

b. Power of Control Factor/Access to the Control Factor (kekuatan faktor pengendalian), yaitu akses subjek atau kekuatan subjek terkait faktor-faktor yang menunjang perilaku tersebut.

(13)

Rumusan matematis dari kerangka konseptual tersebut dalam ilmu perilaku konsumen dijabarkan oleh Sumarwan (2011) sebagai berikut:

BI = ATB (w1) + SN (w2) + PBC (w3) dimana ATB = ∑ bi · ei

SN = ∑ ri · mi PBC = ∑ pi · ci dengan

BI = niat konsumen untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku ATB = sikap konsumen terhadap perilaku tertentu

SN = norma subjektif

PBC = persepsi konsumen terhadap pengendalian perilaku

w1, w2, w3 = bobot yang memengaruhi ATB, SN, dan PBC terhadap BI bi = keyakinan perilaku

ei = evaluasi konsekuensi ri = keyakinan normatif mi = motivasi mematuhi pi = keyakinan pengendalian c = kekuatan faktor pengendalian.

Keyakinan Perilaku

Evaluasi Konsekuensi

Sikap terhadap Perilaku

Keyakinan Normatif

Motivasi Mematuhi

Keyakinan Pengendalian

Kekuatan Faktor Pengendalian

Norma Subjektif

Persepsi Pengendalian

Perilaku

Niat

Berperilaku Perilaku

(14)

Kristianto (2011) menekankan bahwa perhatian utama pada Theory of Planned Behavior adalah pada minat atau niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku dari suatu sikap maupun variabel lainnya. Kristianto menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan pada variabel niat, yaitu niat dianggap sebagai “penangkap” antara faktor motivasional yang memiliki dampak pada suatu perilaku, niat menunjukkan seberapa besar seseorang berani mencoba, niat juga menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dan niat adalah yang paling dekat berhubungan dengan perilaku selanjutnya.

Pengukuran variabel-variabel dalam TPB dapat dilakukan dalam berbagai cara. Penelitian Chen (2009) mengenai perilaku konsumen online mengukur TPB dengan menggunakan skala Likert 7 poin. Niat, sikap terhadap perilaku, dan norma subjektif diukur dengan dua item pertanyaan sedangkan persepsi pengendalian perilaku hanya diukur oleh satu item pertanyaan. Penelitian yang dilakukan dengan online survey dan melibatkan 288 mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa hanya norma subjektif yang tidak berpengaruh terhadap pembentukan niat.

Penelitian lainnya adalah penelitian Ma (2007) mengenai perilaku pembelian pada pameran non pangan. Pengukuran komponen-komponen TPB dalam penelitian tersebut juga dilakukan dengan menggunakan skala Likert 7 poin. Niat diukur dengan dua item pernyataan, sikap terhadap perilaku diukur dengan 10 pernyataan, norma subjektif dengan tiga pasang pernyataan, dan persepsi pengendalian perilaku dengan empat pasang pernyataan. Pengolahan data yang dilakukan dengan analisis SEM menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku dan norma subjektif merupakan prediktor penting bagi niat.

Motivasi Konsumen

(15)

Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi muncul karena kebutuhan atau keinginan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan atau keinginan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan atau keinginan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan pemenuhan.

Motivasi yang ada pada seseorang (konsumen) akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan. Tiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh sesuatu kekuatan dalam diri orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi (Akbar 2010). Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

Pengukuran motivasi dapat dilakukan dalam beberapa cara. Penelitian Tokuyama (2009) mengenai motivasi konsumen berpartisipasi dan menonton olahraga tenis dan sepakbola mengukur motivasi dalam 12 dimensi dengan menggunakan skala Likert 7 poin. Dimensi-dimensi tersebut dirangking berdasarkan mean dan diregresikan dengan variabel dependennya (komitmen untuk bermain dan menonton) dalam bentuk skor.

(16)

Persepsi Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), persepsi merupakan suatu proses yang membuat seseorang untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya. Mereka mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi terhadap berbagai stimulus yang ada sangat bergantung pada individu masing-masing orang. Pada hakekatnya persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Sumarwan (2011) menjelaskan bahwa konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya pada produk tersebut. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan, ataupun ancaman bagi produk.

Di dalam mempelajari persepsi, ada dua hal yang penting menurut Sumarwan (2011), yaitu:

1. The absolute threshold yaitu suatu tingkatan terendah dimana seseorang dapat merasakan adanya sensasi atau nilai minimum dari suatu rangsangan agar dapat diterima secara sadar.

2. The defferent threshold atau just noticeable different yaitu perbedaan minimum yang dapat dideteksi diantara dua rangsangan yang muncul secara bersamaan.

(17)

menentukan arah perilakunya. Karena itu kita harus mengetahui unsur-unsur yang memengaruhi atau membentuk persepsi seseorang.

Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula.

Pengukuran persepsi dapat dilakukan dalam beberapa cara. Penelitian Nuh (2004) mengenai penggunaan merek dan leaflet sebagai media promosi terhadap persepsi konsumen tentang citra produk mengukur persepsi dalam 3 dimensi dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Dimensi-dimensi tersebut terdiri dari beberapa pernyataan yang jumlahnya berbeda antar dimensi kemudian dimasukkan ke dalam pengolahan data dalam bentuk skor per dimensi. Penelitian lainnya adalah penelitian Drewnoski (2010) mengenai persepsi konsumen terhadap klaim nutrisi. Pengukuran persepsi dalam penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan skala semantik diferensial 9 kategori kemudian diakumulasikan. Analisis conjoint digunakan untuk mengetahui pengaruh klaim terhadap persepsi kesehatan.

Pestisida Organik

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang berarti membunuh (Girsang 2009). Pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. memberantas rerumputan;

(18)

d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk;

e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;

f. memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan

h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air (Prasojo 1984; Deptan 2011).

Pestisida terbagi menjadi enam jenis berdasarkan jenis binatang maupun tanaman yang akan dilawan. Prasojo (1984) menjabarkan keenam jenis pestisida tersebut adalah:

1. bakterisida, yang mematikan bakteri atau virus penyebab penyakit tanaman;

2. fungisida, yang mematikan jenis-jenis cendawan/jamur penyebab penyakit tanaman;

3. herbisida, yang mematikan tumbuhan pengganggu seperti rumput-rumputan, enceng gondok, dan sebagainya;

4. nematisida, yang mematikan bangsa nematode (cacing) perusak tanaman;

5. insektisida, yang mematikan bangsa insekta (serangga) hama tanaman; dan

6. rodentisida, yang mematikan jenis binatang rodentia (tikus).

(19)

sebenarnya bukan hama tanaman, bahkan mematikan manusia. Hal ini dikonfrontasikan dengan banyak keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari penggunaan pestisida organik. Keuntungan-keuntungan dan manfaat-manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut oleh Isnan (2011):

1. pestisida organik murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani 3. pestisida organik relatif aman terhadap lingkungan

4. pestisida organik tidak menyebabkan keracunan pada tanaman 5. pestisida organik sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama

6. pestisida organik kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain

7. pestisida organik menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.

Pestisida organik memiliki beberapa fungsi, antara lain repelan, yaitu menolak kehadiran serangga; antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot; merusak perkembangan telur, larva, dan pupa; menghambat reproduksi serangga betina; racun syaraf; mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga; atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga; dan mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri (Lesman 2011).

(20)

KERANGKA PEMIKIRAN

Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Niat merupakan bentuk pikiran yang nyata dari rencana pembeli untuk membeli beberapa unit produk dalam jumlah tertentu dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu. Theory of Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa tindakan seseorang adalah realisasi dari keinginan atau niat seseorang untuk bertindak.

Dalam proses pembelian, niat beli konsumen ini berkaitan erat dengan motivasi yang dimilikinya untuk memakai ataupun membeli produk tertentu. Motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang memaksanya untuk melakukan suatu tindakan termasuk keinginan untuk membeli atau niat pembelian. Selain motivasi, niat pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh persepsinya terhadap apa yang diinginkan. Berdasarkan Theory of Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen, faktor yang mempengaruhi niat adalah sikap pada tindakan, norma subyektif menyangkut persepsi seseorang apakah orang lain yang dianggap penting akan memengaruhi perilakunya, dan persepsi pengendalian perilaku yaitu bagaimana konsumen tersebut mempersepsikan kontrol perilakunya (Sumarwan 2011).

(21)

Keterangan: variabel yang diteliti; variabel yang tidak diteliti; model TPB Gambar 3 Kerangka pemikiran

Faktor Internal

ƒ Karakteristik petani o Jenis kelamin o Usia

o Pendidikan o Penghasilan tani o Pendapatan o Sumber-sumber

pendapatan

ƒ Karakteristik pertanian o Luas lahan

o Status kepemilikan lahan

o Pengalaman berusaha tani

Faktor Eksternal

ƒ Kelompok acuan

ƒ Regulasi pemerintah

ƒ Kondisi geografis

Motivasi

Persepsi

Niat pembelian Perilaku pembelian Sikap

ƒ Keyakinan perilaku

ƒ Evaluasi konsekuensi

Norma subjektif

ƒ Keyakinan normatif

ƒ Motivasi mematuhi

Persepsi pengendalian perilaku

ƒ Keyakinan pengendalian

(22)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian Motivasi dan Persepsi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap Pestisida Organik serta Analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior ini menggunakan desain cross-sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data atau pengumpulan informasi dari setiap elemen populasi contoh yang dilakukan hanya sekali pada waktu tertentu (Sumarwan et al. 2011). Pengambilan data dilaksanakan di desa Bakal, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah pada bulan April hingga Mei 2012. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produsen kentang di Indonesia.

Teknik Pengambilan Contoh

Populasi dari penelitian ini adalah petani kentang di Dataran Tinggi Dieng yang pernah maupun belum pernah membeli atau mengonsumsi pestisida organik untuk kentang. Teknik pengambilan contoh yang dilakukan adalah convenience sampling dengan kriteria contoh merupakan petani kentang. Ukuran contoh yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan tabel penarikan contoh yang dihitung dengan rumus

dengan n = ukuran contoh yang diambil, N = populasi, dan

e = error.

Berdasarkan tabel penarikan contoh dari Sarwono (2012), jumlah contoh yang diambil dari populasi lebih dari 20.000 dan error sebesar 10% ialah sebanyak 100 contoh.

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

n = N

(23)

Kuesioner tersebut merupakan instrumen pengukuran motivasi, persepsi, dan komponen TPB terhadap pestisida organik yang dikembangkan oleh peneliti. Data primer yang diperoleh dengan bantuan kuesioner meliputi beberapa hal berikut ini:

1. Karakteristik petani (jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan tani, pendapatan keluarga, dan sumber-sumber pendapatan).

2. Karakteristik pertanian (luas lahan, status kepemilikan lahan, dan pengalaman berusaha tani).

3. Instrumen pengukuran motivasi, persepsi, dan komponen TPB (sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian) terhadap pestisida organik yang telah diuji coba terlebih dahulu dengan uji realibilitas dan validitas.

Selain data primer, data yang digunakan juga meliputi data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan atau kepentingan yang berbeda dengan tujuan penelitian ini (Sumarwan et al. 2011), akan tetapi diperlukan oleh penelitian ini. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa karakteristik desa yang diperoleh dari pemerintah daerah setempat. Data sekunder ini digunakan untuk melengkapi informasi dan menjadi acuan untuk kepentingan pembahasan.

Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang telah disusun (Lampiran 1), diuji reliabilitas dan validitasnya. Hasil uji reliabilitas menunjukan bahwa nilai Cronbach’s Alpha dari motivasi dan persepsi masing-masing yaitu 0,652 dan 0,680. Instrumen yang mengukur TPB, terdiri dari komponen sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian, masing-masing memiliki nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,853; 0,771; 0,453; dan 0,745.

(24)

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sebaran data yang diperoleh. Data deskriptif yang sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Untuk analisis deskriptif, beberapa data karakteristik diperlakukan sebagai data ordinal. Usia dikategorikan berdasarkan pengelompokan usia menurut Sumarwan (2011). Lama pendidikan dikategorikan berdasarkan tingkatan pendidikan formal. Penghasilan tani, pendapatan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan pengalaman berusaha tani dikelompokkan berdasarkan sebaran data sedangkan sumber-sumber pendapatan tetap diperlakukan sebagai data rasio.

Variabel motivasi contoh dianalisis dengan mengelompokkan pernyataan – pernyataan dalam kuesioner menjadi dua kelompok, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik yang meliputi alasan keamanan, alasan keuntungan ekonomi, dan alasan pembelajaran. Kuesioner untuk mengukur motivasi terdiri dari 11 pernyataan dengan penilaian skala Likert 1 sampai 4, 7 pernyataan untuk mengukur motivasi intrinsik (3 pernyataan alasan keamanan, 2 pernyataan alasan keuntungan ekonomi, 2 pernyataan alasan pembelajaran) dan 4 pernyataan untuk mengukur motivasi ekstrinsik.

Hasil penjumlahan skor pada tiap variabel yang meliputi persepsi, sikap terhadap perilaku, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku, dan niat pembelian dikelompokkan menjadi tiga kelas berdasarkan skor minimum dan maksimum yang diperoleh dari pengumpulan data (Slamet 1993). Masing-masing kelas dalam satu variabel memiliki interval yang sama. Persamaan yang digunakan untuk menghitung interval tersebut adalah:

Pengelompokan skor keenam variabel tersebut dilakukan sebagai berikut:

Kategori Kelas Rendah Skor minimum s/d skor minimum + interval kelas

Sedang Skor minimum + interval kelas s/d skor maksimum – interval kelas Interval kelas = Skor maksimum – skor minimum

(25)

ATB bi . ei

SN ri . mi

Instrumen pengukuran persepsi terdiri dari 11 pernyataan dengan penilaian skala semantik diferensial 1-10. Skor total pada variabel persepsi dibagi menjadi tiga kategori sehingga diperoleh persepsi kategori rendah (38-60), sedang (61-83), dan tinggi (84-104). Penilaian setiap komponen model TPB menggunakan skala Likert 1 sampai 4. Pemberian skor pada variabel sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku dilakukan dengan cara mengalikan kedua komponen dari masing-masing variabel lalu dijumlahkan sesuai dengan model TPB. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung skor variabel sikap terhadap perilaku:

keterangan : ATB = sikap konsumen terhadap perilaku tertentu

bi = keyakinanan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil

ei = evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dari perilaku tersebut n = jumlah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku

tertentu

Sikap terhadap perilaku terdiri dari 10 pernyataan, yaitu 5 pernyataan keyakinan perilaku dan 5 pernyataan evaluasi. Skor sikap diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian setiap jawaban dari pernyataan keyakinan perilaku dan evaluasi sehingga diperoleh skor minimal 5 dan nilai skor maksimal 80 dengan kategori pada variabel sikap terhadap perilaku terdiri dari rendah (29-46), sedang (47-63), dan tinggi (64-80).

Rumus untuk mengetahui norma subjektif adalah sebagai berikut:

keterangan : SN = norma subjektif konsumen

ri = keyakinanan normatif bahwa kelompok acuan menginginkan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu mi = motivasi untuk mematuhi kelompok acuan

(26)

Variabel norma subjektif terdiri dari 5 pernyataan keyakinan normatif dan 5 pernyataan motivasi mematuhi. Skor norma subjektif diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian setiap jawaban dari masing-masing pernyataan keyakinan normatif dan motivasi mematuhi sehingga diperoleh skor minimal sebesar 5 dan nilai skor maksimal 80. Kategori pada variabel norma subjektif terdiri dari rendah (24-37), sedang (38-51), dan tinggi (52-64).

Rumus untuk mengetahui persepsi pengendalian perilaku adalah sebagai berikut:

keterangan : PBC = persepsi pengendalian perilaku

pi = keyakinanan akan faktor-faktor yang mendorong atau menghalangi suatu perilaku tertentu (keyakinan pengendalian)

ci = kekuatan faktor yang mendorong atau menghalangi perilaku (kekuatan faktor pengendalian)

n = jumlah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu

Persepsi pengendalian perilaku terdiri dari 10 pernyataan yaitu masing-masing 5 pernyataan keyakinan pengendalian dan 5 pernyataan kekuatan faktor pengendalian. Skor persepsi pengendalian perilaku diperoleh dari penjumlahan dari hasil perkalian keyakinan pengendalian dan kekuatan faktor pengendalian sehingga diperoleh skor minimal 5 dan skor maksimal 80. Kategori pada variabel persepsi pengendalian perilaku terdiri dari rendah (32-39), sedang (40-47), dan tinggi (48-55). Niat pembelian pestisida organik terdiri dari 6 pernyataan. Skor total dari niat pembelian dibagi menjadi tiga kategori. Kategori pada variabel niat pembelian terdiri dari rendah (13-15), sedang (16-18), dan tinggi (19-22).

Analisis Inferensia

Uji Korelasi Pearson dan Spearman. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik usia, pendidikan, penghasilan tani, pendapatan keluarga, jumlah sumber pendapatan, luas lahan, dan

(27)

pengalaman berusaha tani dengan motivasi, persepsi, dan komponen TPB serta hubungan antara motivasi dan persepsi dengan niat pembelian contoh terhadap pestisida organik. Untuk uji korelasi Pearson, data karakteristik tetap diperlakukan sebagai data rasio sebagaimana data asli yang dikumpulkan dari semua contoh.

Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petani yaitu jenis kelamin dan status kepemilikan lahan dengan motivasi, persepsi, dan komponen TPB. Untuk uji korelasi Spearman, data jenis kelamin dan status kepemilikan lahan diperlakukan sebagai data nominal hasil coding dari data asli yang dikumpulkan dari semua contoh.

Analisis Structural Equation Modeling (SEM). Analisis SEM dilakukan untuk menguji model pengaruh dalam teori TPB. Analisis SEM merupakan merupakan suatu pendekatan dengan menggunakan teknik statistik untuk mempelajari hubungan dan keterikatan antar variabel dalam suatu model. Analisis SEM dapat menunjukkan konsep-konsep yang tidak teramati serta hubungan-hubungan yang ada di dalamnya. Analisis SEM juga dapat melakukan perhitungan terhadap kesalahan-kesalahan pengukuran dalam proses estimasi. Selain itu, melalui analisis SEM, dapat diketahui pula variabel-variabel yang paling besar berkontribusi dalam membentuk sebuah variabel tak teramati. Berdasarkan kelebihan-kelebihan tersebut, analisis SEM dipilih untuk menjelaskan model TPB dalam penelitian ini. Model SEM melibatkan 2 tipe variabel, yaitu variabel laten dan variabel teramati.

(28)

dilambangkan dengan γ (gamma). Hubungan-hubungan yang ada di antara variabel-variabel laten digambarkan dalam model struktural.

Variabel teramati adalah variabel yang menyusun variabel laten, dapat diamati dan diukur secara empiris, dan merupakan efek, ukuran, atau indikator bagi variabel laten. Masing-masing variabel memiliki kontribusi bagi variabel latennya yang ditunjukkan dengan nilai faktor loading. Faktor loading dilambangkan dengan λ (lambda). Selain itu, masing-masing variabel indikator tidak dapat secara sempurna mengukur variabel laten terkait sehingga

ditambahkan komponen kesalahan pengukuran yang diwakili oleh lambang

(delta) untuk variabel indikator eksogen dan (epsilon) untuk variabel indikator

endogen. Hubungan-hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati digambarkan dalam model pengukuran. Peubah laten dan indikatornya dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Peubah laten dan indikator

Peubah Laten Indikator

Sikap terhadap Perilaku Keyakinan perilaku Evaluasi

Norma Subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi Persepsi Pengendalian Perilaku Keyakinan pengendalian

Kekuatan faktor pengendalian Niat Pembelian Niat membeli dalam bulan ini

Niat membeli dalam 6 bulan ke depan Niat membeli dalam 1 tahun ke depan

Niat membeli hanya untuk masa tanam kentang sekarang (invers)

Niat membeli hanya untuk masa tanam kentang berikutnya (invers)

Niat membeli untuk setiap masa tanam

(29)

kelima pernyataan tersebut dijadikan sebagai skor variabel laten (Latent Variable Score/LVS) yang kemudian dipakai sebagai variabel teramati dalam analisis SEM. Pernyataan-pernyataan yang mengukur variabel teramati tersebut dijabarkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Variabel teramati dan pembentuknya Variabel

Teramati Pernyataan dalam kuesioner Keyakinan

Perilaku

Saya akan mendapat banyak keuntungan apabila menggunakan pestisida organik Saya menggunakan pestisida organik agar dapat menjaga kelestarian lingkungan Residu pestisida di kentang akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida organik

Residu pestisida di tanah akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida organik Saya dapat menghindari kekebalan hama bila menggunakan pestisida organik Evaluasi Saya ingin memperoleh keuntungan seperti petani-petani lain yang menggunakan

pestisida organik

Saya bangga bila dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan menggunakan pestisida organik

Saya ingin residu pestisida di kentang sedikit Saya ingin residu pestisida di tanah sedikit

Saya tidak ingin hama menjadi kebal terhadap pestisida Keyakinan

Normatif

Kebanyakan orang menginginkan saya menggunakan pestisida organik Keluarga saya menginginkan saya menggunakan pestisida organik

Konsumen kentang saya menghendaki saya menggunakan pestisida organik

Penyuluh pertanian mengatakan bahwa menggunakan banyak pestisida kimia tidak baik sehingga menganjurkan saya menggunakan pestisida organik

Teman-teman petani saya menyarankan saya menggunakan pestisida organik Motivasi

Mematuhi

Saya ingin melakukan apa yang dikatakan kebanyakan orang agar saya menggunakan pestisida organik

Saya ingin melakukan apa yang keluarga saya inginkan tentang pestisida organik Saya ingin melakukan apa yang konsumen saya kehendaki tentang pestisida organik Saya ingin mengikuti anjuran penyuluh pertanian agar menggunakan pestisida organik

Saya ingin melakukan apa yang teman-teman petani saya sarankan tentang pestisida organik

Keyakinan Pengendalian

Saya yakin dapat menggunakan pestisida organik apabila saya memiliki andil dalam pengambilan keputusan di lahan ini

Saya yakin saya bisa menggunakan pestisida organik bila harganya relatif sama atau lebih murah dibandingkan pestisida kimia

Saya yakin semakin sedikit ragam hama dan penyakit yang menyerang akan semakin mudah saya menggunakan pestisida organik

Pengaplikasian pestisida organik akan lebih mudah bila saya memiliki alat-alat yang memadai

Saya akan menggunakan pestisida organik apabila terdapat di toko-toko pertanian di sekitar desa saya

Kekuatan Faktor Pengendalian

(30)
[image:30.595.99.517.161.736.2]

Analisis SEM dalam penelitian ini digunakan untuk menguji model dari Theory of Planned Behavior. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) dimana model dibentuk lebih dahulu, jumlah variabel laten ditentukan oleh analis, dan pengaruh suatu variabel laten terhadap variabel teramati ditentukan lebih dahulu. Dengan tujuan agar model SEM yang dibangun sesuai dengan data empiris di lapangan atau diterima keabsahannya, maka terdapat beberapa ukuran kesesuaian (goodness of fit) yang harus dipenuhi. Beberapa ukuran kesesuaian yang digunakan adalah RMSEA, RMR, dan AGFI. Tabel 3 menyajikan ukuran kesesuaian yang penting dalam SEM berdasarkan Solimun (2002) dan Wijanto (2008).

Tabel 3 Ukuran kesesuaian pada model SEM Goodness of Fit

(GOF) Cut-off Keterangan

Chi-Square Nilai yang kecil; p ≥ 0,05 Baik

GFI ≥ 0,90 Baik

0,8 ≤ GFI < 0,9 Cukup baik

RMSEA ≤ 0,08 Baik

0,08 < RMSEA ≤ 0,1 Cukup baik

RMR Standardized RMR 0,05 Baik

AGFI ≥ 0,90 Baik

0,8 ≤ GFI < 0,9 Cukup baik

CFI ≥ 0,90 Baik

0,8 ≤ GFI < 0,9 Cukup baik

AIC Selisih antara AIC model

dengan AIC saturated jauh lebih kecil daripada selisih antara AIC independence dengan AIC

saturated

Baik

Analisis SEM dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan beberapa hal sebagai berikut:

(31)

2) menganalisis kontribusi komponen keyakinan normatif dan motivasi mematuhi terhadap norma sujektif,

3) menganalisis kontribusi komponen keyakinan pengendalian dan kekuatan faktor pengendalian terhadap persepsi pengendalian perilaku,

4) menganalisis kontribusi masing-masing variabel indikator niat pembelian terhadap niat pembelian, dan

[image:31.595.78.493.150.787.2]

5) menganalisis pengaruh dimensi-dimensi TPB, yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku terhadap niat pembelian. Gambar 4 menyajikan model TPB penelitian ini yang hendak diuji melalui analisis SEM.

Niat 6 bulan ke depan Sikap terhadap Perilaku Norma Subjektif Persepsi Pengendalian Perilaku Niat Pembelian Keyakinan Perilaku Evaluasi Keyakinan Normatif Motivasi Mematuhi Niat bulan ini

Niat 1 tahun ke depan Niat tidak hanya musim tanam ini saja Niat tidak hanya musim tanam berikutnya saja Niat setiap musim tanam Kekuatan Faktor Pengendalian Keyakinan Pengendalian 1 2 3 4 5 6 λX1 λX2 λX5 λX6 λX3 λX4 λY1 λY2 λY5 λY6 λY3 λY4 γ1 γ2 γ3 1 2 3 4 5 6

(32)

Hipotesis utama yang hendak diuji melalui analisis SEM tersebut adalah sebagai berikut:

H0 : Sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku tidak semua memiliki pengaruh terhadap niat pembelian.

H1 : Sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku semua memiliki pengaruh terhadap niat pembelian.

Definisi Operasional

Pestisida organik adalah pestisida produk industri yang berlabel organik.

Petani kentang adalah anggota keluarga yang paling berperan dalam pengelolaan usaha tani dari keluarga yang menjadikan pertanian kentang sebagai mata pencaharian utamanya, baik sebagai buruh maupun pemilik lahan, di Dataran Tinggi Dieng.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh.

Usia adalah jumlah tahun lama hidup contoh, diukur dalam satuan tahun.

Pendidikan adalah latar belakang pendidikan formal dan/atau informal yang pernah ditempuh contoh, diukur dalam hitungan tahun.

Penghasilan tani adalah jumlah uang yang diperoleh contoh dari hasil pertanian kentang per bulan. Didapat dari jumlah uang yang diperoleh dari hasil panen dikurangi modal untuk tanam berikutnya kemudian dibagi lama bulan masa tunggu panen kentang.

Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh keluarga contoh per bulan dari berbagai sumber pendapatan keluarga (pertanian dan sumber lain).

Jumlah sumber pendapatan adalah jumlah semua sumber pendapatan keluarga contoh.

Luas lahan adalah luas lahan yang diolah oleh contoh dalam pertanian kentang.

Status kepemilikan lahan adalah status lahan yang diolah oleh contoh dalam pertanian kentang.

(33)

Motivasi adalah faktor-faktor yang menjadi kekuatan pendorong atau menjadi alasan contoh untuk membeli pestisida organik.

Persepsi adalah interpretasi contoh terhadap atribut-atribut pestisida organik.

Sikap terhadap perilaku adalah sikap contoh terhadap perilaku atau tindakan tertentu, dalam hal ini adalah penggunaan pestisida organik. Terdiri dari komponen keyakinan perilaku dan evaluasi.

Norma subjektif adalah persepsi contoh terhadap tekanan sosial pada

penggunaan pestisida organik dan sejauh mana keinginan contoh untuk memenuhinya. Terdiri dari komponen keyakinan normatif dan motivasi mematuhi.

Persepsi pengendalian perilaku persepsi contoh tentang faktor-faktor yang dapat menjadi pengendali perilaku penggunaan pestisida organik dan seberapa besar contoh dapat mengendalikannya. Terdiri dari komponen keyakinan pengendalian dan kekuatan faktor pengendalian.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dataran tinggi Dieng terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) berada di dua wilayah, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Wilayah terbesar Dataran Tinggi Dieng milik Kabupaten Banjarnegara dan merupakan dataran paling tinggi di Jawa (Sekneg RI 2007). Rata-rata ketinggiannya adalah 6.802 kaki atau 2.093 m dpl dengan suhu siang hari antara 150C dan 100C pada malam hari (Turasih 2011). Pada waktu musim kemarau, suhu dapat turun drastis di bawah titik 00C. Dataran Tinggi Dieng dikelilingi gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan, serta Gunung Bismo. Kondisi penggunaan lahan hutan negara di Dieng berdasarkan citra Landsat ETM+ pada tahun 2005 adalah terdiri dari hutan, non hutan, cagar alam, dan danau/telaga. Dari keseluruhan luas wilayah penggunaan lahan seluas 483,300 ha (50,15%) berupa non hutan. Kondisi ideal hutan yang berada di Dieng idealnya berupa kawasan hutan lindung.

Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu sentra penghasil kentang di Indonesia. Kondisi sosial ekomomi masyarakat rata-rata mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani dengan rata-rata 77,36% dari total keseluruhan penduduk yang bekerja (Winoto 2011). Berdasarkan data BPS (2010), produksi kentang dari Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 288,654 ton, sedangkan menurut Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2009, kapasitas produksi kentang Kabupaten Banjarnegara adalah 133.417,5 ton/tahun (DIPERTAN 2009). Hal ini menunjukkan Kabupaten Banjarnegara atau daerah Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah produsen kentang yang sangat tinggi produktivitasnya.

Karakteristik petani

(35)

Tinggi Dieng. Oleh karenanya, pertanian umum dikelola oleh kepala keluarga yaitu suami (laki-laki). Pertanian baru dikelola oleh perempuan apabila suami tidak mampu mengelola pertanian, suami memiliki mata pencaharian lain, atau hal-hal lain yang menjadi pertimbangan khusus.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

n %

Laki-laki 97 97,0

Perempuan 3 3,0

Total 100 100,0

Usia. Usia contoh merupakan lama hidup contoh. Perbedaan usia

konsumen akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek ataupun jenis produk (Sumarwan 2011). Rentang usia contoh dalam penelitian ini adalah 22-52 tahun dengan rata-rata usia contoh adalah 35,79 tahun. Usia contoh ini termasuk dalam kategori usia dewasa awal, dewasa lanjut, separuh baya, dan tua menurut siklus hidup konsumen yang dikemukakan oleh Sumarwan (2011). Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (56%) tergolong dalam dewasa lanjut.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia (tahun) Jumlah

n %

Dewasa awal (19-24) 1 1,0

Dewasa lanjut (25-35) 56 56,0

Separuh baya (36-50) 40 40,0

Tua (51-65) 3 3,0

Total 100 100,0

Min - max (tahun) 22 – 52

Rataan ± Sd 35,79 ± 6,33

(36)

hingga jenjang SD atau SMP. Pendidikan yang telah ditempuh oleh contoh berada pada berbagai tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan contoh (41%) adalah SMP atau sederajat. Sedangkan persentase terendah tingkat pendidikan contoh (1%) adalah tidak sekolah dan Diploma 3. Hal yang menarik bahwa terdapat contoh yang menamatkan pendidikan sampai jenjang Strata 1 (S1) yaitu sebesar 3,0 persen.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah

n %

Tidak Bersekolah 1 1,0

SD 35 35,0

SMP atau sederajat 41 41,0

SMA atau sederajat 17 17,0

Diploma 2 2 2,0

Diploma 3 1 1,0

Strata 1 (S1) 3 3,0

Total 100 100,0

Penghasilan Tani. Penghasilan tani merupakan jumlah uang yang

diperoleh contoh dari hasil pertanian kentang per bulan. Jumlah tersebut didapat dari jumlah uang yang didapat dari hasil panen dikurangi modal kemudian dibagi lama bulan masa tunggu panen kentang (4 bulan). Hasil menunjukkan penghasilan tani terendah dari contoh adalah Rp60.000,- dan penghasilan tani tertinggi adalah Rp25.000.000,-. Berdasarkan range yang jauh tersebut, pembagian kategori penghasilan tani dibuat dalam rentang 2 juta rupiah sehingga didapat gambaran bahwa lebih dari separuh contoh (60%) memiliki penghasilan tani dibawah 2 juta rupiah per bulan (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan tani Penghasilan per Bulan dari Pertanian (Rp) Jumlah

n %

0 - 2.000.000 60 60,0

2.000.001 - 4.000.000 22 22,0

4.000.001 - 6.000.000 9 9,0

> 6.000.000 9 9,0

Total 100 100,0

(37)

Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga merupakan jumlah uang yang diperoleh keluarga contoh per bulan dari berbagai sumber pendapatan keluarga (pertanian dan sumber lain). Hasil pada Tabel 8 menunjukkan pendapatan keluarga contoh yang paling rendah adalah adalah Rp250.000,- dan pendapatan keluarga contoh paling tinggi adalah Rp25.000.000,-. Separuh contoh (50%) memiliki pendapatan keluarga dibawah 2 juta rupiah.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan Keluarga (Rp) Jumlah

n %

0 - 2.000.000 50 50,0

2.000.001 - 4.000.000 29 29,0

4.000.001 - 6.000.000 6 6,0

> 6.000.000 15 15,0

Total 100 100,0

Min - max (Rp) 250.000 – 25.000.000 Rataan ± Sd 3.667.200 ± 4.404.560

Jumlah Sumber Pendapatan. Jumlah sumber pendapatan adalah jumlah semua sumber pendapatan keluarga contoh. Lebih dari separuh contoh (60%) memiliki jumlah sumber pendapatan 1 sumber, yaitu pertanian saja (Tabel 9). Jumlah sumber pendapatan mengindikasikan cadangan sumber pendapatan keluarga apabila pertanian tidak menghasilkan sesuai harapan karena pertanian merupakan bidang mata pencaharian yang sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca serta harga pasar sehingga seringkali hasilnya susah diprediksi.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber pendapatan

Jumlah Sumber Pendapatan Jumlah

n %

1(pertanian saja) 60 60,0

2 (dua) 28 28,0

3 (tiga) 9 9,0

4 (empat) 2 2,0

5 (lima) 1 1,0

Total 100 100,0

Karakteristik Pertanian

(38)

membuat cut off point pada titik 1 dan 2 hektar. Petani dengan luas lahan lebih kecil dari 1 hektar mendominasi hasil contoh dengan persentase sebesar 69 persen (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan luas lahan yang diolah Luas Lahan yang Diolah (ha) Jumlah

n %

< 1 69 69,0

1 – 1,99 18 18,0

≥ 2 13 13,0

Total 100 100,0

Min - max (ha) 0,02 – 4,00

Rataan ± Sd 0,77 ± 0,79

Status Kepemilikan Lahan. Status kepemilikan lahan pada umumnya akan menentukan peran petani dalam pengambilan keputusan terkait pengolahan lahan dan menggambarkan pula tingkatan kemampuan petani dalam kepemilikan lahan. Status kepemilikan lahan yang diolah contoh dalam bertani kentang dibedakan menjadi lahan majikan, dimana petani menjadi buruh dan tidak memiliki lahan sendiri; lahan sewa; lahan sendiri; dan petani yang memiliki lahan sendiri sekaligus menyewa lahan lain. Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir tiga per empat contoh (74%) merupakan petani yang memiliki lahan sendiri.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan status kepemilikan lahan

Status Kepemilikan Lahan Jumlah

n % Lahan majikan (petani sebagai buruh) 1 1,0

Lahan sewa 4 4,0

Lahan sendiri 74 74,0

Lahan sendiri dan sewa 21 21,0

Total 100 100,0

(39)
[image:39.595.57.491.84.798.2]

kemudian dikategorikan per 10 tahun. Lebih dari separuh contoh (53%) memiliki pengalaman berusaha tani selama 10 – 19 tahun (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengalaman berusaha tani Pengalaman Berusaha Tani (tahun) Jumlah

n %

< 10 tahun 28 28,0

10 – 19 tahun 53 53,0

20 – 29 tahun 14 14,0

≥ 30 tahun 5 5,0

Total 100 100,0

Min - max (Rp) 0,40 – 37,00

Rataan ± Sd 13,34 ± 7,71

Motivasi

Motivasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah dorongan yang membuat seseorang melakukan suatu perbuatan. Dorongan tersebut merupakan produksi dari ketidaknyamanan sebagai hasil dari tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang.

Tabel 13 Motivasi contoh terhadap pembelian pestisida organik

No Motivasi

Persentase (%) Tidak

Setuju Setuju Motivasi Intrinsik

Alasan Keamanan

1 Aman terhadap petani yang menggunakan pestisida 6 94

2 Aman terhadap tanaman kentang 6 94

3 Aman terhadap tanah/lahan pertanian 6 94

Alasan Keuntungan Ekonomi

4 Harganya sesuai dengan kualitas 22 78

5 Meningkatkan daya jual 30 70

Alasan Pembelajaran

6 Coba-coba 30 70

7 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan 6 94

Motivasi Ekstrinsik 8 Meniru-niru petani lain yang menggunakan pestisida

organik 59 41

9 Saran dari penyuluh pertanian 28 72

10 Menggunakan pestisida organik akan menaikkan gengsi/kebanggaan

54 46

11 Ajakan teman-teman petani yang sudah menggunakan pestisida organik

(40)

Motivasi dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor yang menjadi kekuatan pendorong atau menjadi alasan contoh untuk membeli pestisida organik. Tabel 13 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi motivasi utama petani dalam pembelian dan/atau penggunaan pestisida organik adalah alasan keamanan (terhadap petani, tanaman kentang, maupun tanah/lahan pertanian) dan alasan pembelajaran (meningkatkan pengetahuan dan keterampilan). Meniru-niru petani lain yang menggunakan pestisida organik dan alasan untuk menaikkan gengsi/kebanggaan merupakan motivasi ekstrinsik yang paling tidak menjadi pertimbangan/motivasi utama konsumen dalam pembelian pestisida organik.

Persepsi

Persepsi, sama halnya dengan motivasi, merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Menurut Sumarwan (2011), persepsi konsumen adalah bagaimana seorang konsumen melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya. Persepsi ini akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan seseorang. Persepsi dalam penelitian ini merupakan interpretasi contoh terhadap atribut-atribut pestisida organik. Tabel 14 menggambarkan sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap pestisida organik dengan semakin tinggi nilai mewakili persepsi semakin positif. Pernyataan mengenai keamanan pestisida organik terhadap petani, tanaman kentang, maupun lahan pertanian memiliki sebaran contoh sebagian besar di area positif (8 – 10), begitu pula dengan kemudahan aplikasi pestisida organik. Bahkan, hampir separuh contoh (n=49) mempersepsikan bahwa pestisida organik sangat aman terhadap tanah atau lahan pertanian.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan persepsi

No Pernyataan Jawaban

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Harga pestisida organik (sangat

mahal - sangat murah) 8 3 7 7 26 18 18 6 1 6

2

Ketuntasan dalam

mengendalikan hama atau penyakit (sangat tidak tuntas – sangat tuntas)

2 3 10 18 27 11 15 11 0 3

3

Kecepatan daya bunuh atau daya basmi (sangat lambat – sangat cepat)

(41)
[image:41.595.59.495.21.803.2]

Tabel 14 Lanjutan

No Pernyataan Jawaban

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4

Keamanan terhadap tanaman kentang (sangat berbahaya – sangat aman)

0 0 0 1 2 5 11 25 19 37

5

Keamanan terhadap petani yang menggunakan pestisida (sangat berbahaya – sangat aman)

1 0 1 1 2 4 11 20 20 40

6

Keamanan terhadap tanah/lahan pertanian (sangat berbahaya – sangat aman)

0 0 0 1 1 7 7 14 21 49

7

Harga dikaitkan dengan kualitas (sangat tidak sesuai – sangat sesuai)

3 3 4 4 15 12 24 23 4 8

8

Kemudahan memperoleh pestisida organik (sangat sulit – sangat mudah)

6 4 18 14 10 12 7 12 9 8

9

Kondisi dan penampilan kemasan pestisida organik (sangat tidak menarik – sangat menarik)

2 2 6 9 22 19 14 17 5 4

10

Kemudahan aplikasi pestisida organik (sangat sulit – sangat mudah)

2 2 4 6 9 8 13 33 10 13

11

Gengsi dari pestisida organik (sangat tidak bergengsi – sangat bergengsi)

2 2 2 6 14 15 17 20 7 15

Lebih dari tiga per empat contoh (78%) memiliki persepsi sedang terhadap pestisida organik (Tabel 15). Hal tersebut berarti contoh memiliki pandangan dan interpretasi yang cukup positif terhadap atribut-atribut pestisida organik. Skor terendah persepsi contoh adalah 38 dan skor tertinggi adalah 104 dengan skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 11 dan 110 (skala Semantik Diferensial 1-10 dengan 11 pertanyaan).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan skor total persepsi

Persepsi Jumlah

n %

Rendah (38-60) 11 11,0

Sedang (61-83) 78 78,0

Tinggi (84-104) 11 11,0

Total 100 100,0

Min-max 38 – 104

(42)

Dimensi TPB (Sikap terhadap Perilaku, Norma Subjektif, Persepsi Pengendalian Perilaku, dan Niat Pembelian)

[image:42.595.100.516.151.758.2]

Sikap terhadap Perilaku. Sikap terhadap perilaku dalam penelitian ini merupakan sikap contoh terhadap perilaku atau tindakan penggunaan pestisida organik. Sikap terhadap perilaku memiliki dua komponen, yaitu: keyakinan perilaku dan evaluasi (Ajzen 1991). Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa proporsi terbesar contoh setuju memiliki keyakinan perilaku jika menggunakan pestisida organik akan mendapat banyak keuntungan (n=71), dapat menjaga kelestarian lingkungan (n=62), residu pestisida di kentang (n=71) dan di tanah (n=77) akan lebih sedikit, dan dapat menghindari kekebalan hama (n=66).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap perilaku

No Pernyataan Jawaban

STS TS S SS

Keyakinan perilaku

1 Saya akan mendapat banyak keuntungan

apabila menggunakan pestisida organik 0 17 71 12 2 Saya menggunakan pestisida organik agar

dapat menjaga kelestarian lingkungan 0 3 62 35

3

Residu pestisida di kentang akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida organik

0 8 71 21

4

Residu pestisida di tanah akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida organik

1 6 77 16

5 Saya dapat menghindari kekebalan hama

bila menggunakan pestisida organik 0 18 66 16

Evaluasi

6

Saya ingin memperoleh keuntungan seperti petani-petani lain yang menggunakan pestisida organik

0 2 75 23

7

Saya bangga bila dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan menggunakan pestisida organik

0 1 58 41

8 Saya ingin residu pestisida di kentang

sedikit 0 3 67 30

9 Saya ingin residu pestisida di tanah sedikit 0 1 69 30 10 Saya tidak ingin hama menjadi kebal

terhadap pestisida 0 5 65 30

Keterangan: STS=Sangat Tidak Setuju; TS=Tidak Setuju; S=Setuju; SS=Sangat Setuju

(43)

lingkungan (n=58), ingin residu pestisida di kentang (n=67) dan di tanah (n=69) sedikit, dan tidak menginginkan hama menjadi kebal terhadap pestisida (n=65). Hal ini berarti mayoritas contoh memiliki kepercayaan perilaku dan evaluasi yang cukup baik terhadap penggunaan pestisida organik.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan skor sikap terhadap perilaku

Sikap Jumlah

n %

Rendah (29-46) 43 43,0

Sedang (47-63) 40 40,0

Tinggi (64-80) 17 17,0

Total 100 100,0

Min-max 29 – 80

Rataan±Sd 51,36 ± 11,12

Hampir separuh contoh (43%) memiliki sikap terhadap perilaku penggunaan pestisida organik rendah dan dengan persentase yang tidak jauh berbeda (40%), contoh memiliki sikap terhadap perilaku dalam kategori sedang (Tabel 17). Hal tersebut berarti contoh belum memiliki memiliki keyakinan yang kuat bahwa menggunakan pestisida organik akan memberikan manfaat yang cukup banyak bagi contoh. Skor terendah sikap terhadap perilaku yang diperoleh contoh adalah 29 dan skor tertinggi adalah 80 dengan skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 5 dan 80 (skala Likert 1-4 dengan 5 pasang pertanyaan).

Gambar

Tabel  3  Ukuran kesesuaian pada model SEM
Gambar 4 menyajikan model TPB penelitian ini yang hendak diuji melalui
Tabel  12  Sebaran contoh berdasarkan pengalaman berusaha tani
Tabel 14 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun narasumber dalam penelitian ini yaitu Anon¸ Harry Fandinus, dan Ligorius Niang (Tokoh Masyarakat). Sumber data yang diambil adalah saat peneliti sedang melakukan

Pada umumnya Aset Tetap yang digunakan dalam kegiatan normal perusahaan mempunyai umur atau masa manfaat yang terbatas, sehingga pada suatu waktu Aset tersebut tidak dapat

Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban/peran sebagai warga negara dan pengetahuan yang mendasar

Dengan kata lain berdasarkan ketiga poin tertinggi tersebut, perusahaan harus tetap memperhatikan dan sangat selektif dalam membeli bahan baku serta harus bisa

Penulis memilih surat kabar harian KOMPAS sebagai objek penelitian karena KOMPAS merupakan media massa nasional yang memiliki jam terbang yang cukup tinggi.. Selain itu, KOMPAS

Adanya keempat jenis jamur pada ketiga jenis makanan tersebut berhubungan dengan sanitasi penyajian makanan jajanan oleh penjual, kondisi lingkungan dimana jajanan

Berdasarkan analisis di atas, manajemen media massa studi pada buletin (Al-Islam) HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) Kabupaten Sambas dapat disimpulkan bahwa ada tiga manajemen

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa guru PPKn dalam mengimplementasikan variasi media pandang masih kurang baik karena (1) guru tidak menggunakan media