PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN
Oleh:
RIA YULISTIANA A14080081
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
SUMMARY
RIAYULISTIANA. Effect of Aplication Method and Dosage of Humic Substance on Rice (Oryza sativa L) Yield at Sidosari Village, Natar District, South Lampung. Under supervision of BASUKI SUMAWINATA and DARMAWAN
Demand of rice in Indonesian will continuously increase following the population
growth. Increasing demand of rice must be balanced by improvement of rice
productivity. One of efforts that can be done to increase rice productivity is by
improving soil properties either physically, chemically and biologically. Addition
of organic matter may improve soil properties, but organic matter such as compost
and manure is needed in large amounts. Humic substance is known able to
replace a part of organic matter role. Treatment of humic substance on soil and
plant is expected to be able to improve productivity of rice. The aim of this
research was study effect of humic substance on growth and productivity of rice
by different method and dosage application.
The research was conducted at Sidosari village, Natar District, South Lampung
Regency using Ciherang rice variety. Fertilizers used were 350 kg/ha Phonska, 200 kg/ha
Urea, and 100 kg/ha SP-18. The treatments were composed of treatment of without
humic substance, humic substance addition to soil, and humic substance addition to soil
and leaves. Addition of humic substance to soil conducted on land preparation, while
addition of humic substance to the leaves was done when the plants were 2 to 8 week
after transplanting with an interval of two weeks. Humic substance dosages were 15
l/ha that diluted to 4 ml/l for soil and 2 ml/l for leaves.
The results showed that the growth and yield components increased in plants
treated with humic substance. The weight of grain yield of the plant without humic
substance equivalent to 6.7 ton/ha, whereas that of plant with humic substance addition to
soil was 7.14 ton/ha, and that of plant with humic substance addition to soil and leaves
was 7.86 ton/ha.
RINGKASAN
RIA YULISTIANA. Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat terhadap Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Di bawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan DARMAWAN
Kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk. Peningkatan kebutuhan beras ini harus
diimbangi dengan upaya peningkatan produktivitas padi. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi yaitu dengan
memperbaiki sifat-sifat tanah baik secara fisika, kimia, maupun biologi.
Pemberian bahan organik ke tanah diketahui mampu memperbaiki sifat-sifat
tanah, namun bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang dibutuhkan
dalam jumlah banyak. Bahan humat diketahui mampu menggantikan sebagian
peran bahan organik. Pemberian bahan humat pada tanah dan tanaman diharapkan
mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh bahan humat terhadap produksi tanaman dengan cara
pemberian dan dosis yang berbeda.
Percobaan dilakukan di lahan sawah, Desa Sidosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan menggunakan varietas Ciherang. Pupuk dasar yang
digunakan yaitu Phonska dengan dosis 350 kg/ha, Urea 200 kg/ha, dan SP-18
100 kg/ha. Perlakuan yang dicoba terdiri dari perlakuan tanpa bahan humat,
pemberian bahan humat pada tanah, dan pemberian bahan humat pada tanah dan
daun. Pemberian bahan humat pada tanah dilakukan pada saat persiapan lahan,
sedangkan pada daun dilakukan saat tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST
dengan selang waktu dua minggu. Bahan humat diberikan dengan dosis 15 l/ha
yang diencerkan dengan air setara 4 ml/l untuk tanah dan 2 ml/l untuk daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan komponen hasil
padi meningkat pada tanaman yang diberi perlakuan bahan humat. Bobot gabah
yang dihasilkan pada tanaman tanpa bahan humat setara dengan 6,7 ton/ha,
perlakuan pemberian bahan humat pada tanah setara dengan 7,14 ton/ha, dan
perlakuan pemberian bahan humat pada tanah dan daun setara dengan 7,86 ton/ha.
PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN
Oleh: RIA YULISTIANA
A14080081
Skripsi
Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat Terhadap
Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari,
Kecamatan Natar, Lampung Selatan.
Nama mahasiswa : Ria Yulistiana.
NRP : A14080081.
Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr Ir Basuki Sumawinata, M. Agr. Dr Ir Darmawan, M. Sc. NIP. 1957610 198103 1003 NIP. 19631103 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr Ir Syaiful Anwar, M. Sc. NIP. 19621113 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Ria Yulistiana (penulis), yang biasa dipanggil Ria lahir di Sindang Liwa,
Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 2
Desember 1990. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, pasangan
bapak Arsan Sarwani dan Ibu Ridawana.
Penulis menempuh pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) di SDN
Sidosari pada tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMPN 3 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2002-2005. Pada
tahun 2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah (setingkat
SMA) Yayasan Pendidikan dan Perguruan Islam Pondok Pesantren Al-Hikmah,
Way Halim, Kedaton, Bandar Lampung. Selanjutnya, penulis mengikuti tes
seleksi pada Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang diadakan oleh
Kementrian Agama Republik Indonesia pada tahun 2008. Pada tahun yang sama
penulis di terima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat terhadap Produksi
Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung
Selatan” sebagai syarat kelulusan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanaian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr Ir Basuki Sumawinata, M. Agr. dan Dr Ir Darmawan, M. Sc selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasihat, saran, serta
motivasinya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Suwardi, M. Agr. selaku dosen penguji yang telah menguji dan
memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Kementrian Agama RI yang telah memberikan biaya kuliah, biaya hidup serta
biaya penelitian selama penulis menjalani perkuliahan.
4. Ayah, Ibu, serta adik-adik tercinta atas do’a, perhatian, nasihat, serta
motivasinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Muson Azis Saputra atas bantuan serta motivasinya selama penulis menjalani
penelitian.
6. Staf laboratorium (Ibu Oktori dan Ibu Yani) serta seluruh staf Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca.
Bogor, Januari 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Bahan Humat ... 3
2.1.1 Pengertian Bahan Humat ... 3
2.1.2 Peranan Bahan Humat ... 5
2.2 Padi ... 7
2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Padi ... 7
2.2.2 Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi ... 8
2.2.3 Siklus Hidup Tanaman Padi ... 9
BAB III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12
3.2 Bahan dan Alat ... 12
3.3 Metode Penelitian ... 12
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ... 16
4.1.1 Tinggi Tanaman ... 16
4.1.2 Jumlah Anakan ... 17
4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Komponen Hasil Padi ... 18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis (°C) pada Berbagai Stadia
Tumbuh Padi menurut Yoshida (1981)………... 9
LAMPIRAN
1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman………. 29
2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan dan Anakan
Produktif……… 30
3. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah per Petak
(kg/9m2)………. 31
4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa……. 31
5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir dan Persentase
Butir Hampa………... 32
6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Malai dan Jumlah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Bahan Humat Hasil Ekstraksi dari Batu Bara Muda (Hak Milik
Sumawinata)………. 4
2. Lay out Petak Perlakuan……… 12
3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian……… 14
4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman……… 15
5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan…………... 16
6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan Produktif... 17
7. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir………... 18
8. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Persentase Butir Hampa…… 18
9. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Butir Berisi……… 19
10. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa……. 19
11. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah………. 20
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa dengan
laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun. Sementara itu, alih fungsi
lahan sawah terus terjadi. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, laju
kehilangan sawah di Indonesia mencapai 110.000 ha per tahun, sedangkan
kemampuan mencetak lahan baru hanya 45.000 ha per tahun. Untuk itu,
diperlukan adanya suatu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas padi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
padi yaitu dengan memperbaiki sifat-sifat tanah, baik secara fisik, kimia maupun
biologi. Pemberian bahan organik ke tanah pada umumnya dapat memperbaiki
kualitas tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi, namun untuk skala lapang
bahan organik yang diperlukan sangat banyak. Faktor tersebut yang sering
menjadi kendala dalam penggunaan bahan organik, untuk itu perlu adanya suatu
bahan yang dapat menggantikan sebagian peran bahan organik. Penggunaan
bahan humat diharapkan mampu menggantikan sebagian peran bahan organik
konvensional seperti pupuk kandang dan kompos.
Senyawa ini memberikan pengaruh yang sangat menguntungkan terhadap
perkembangan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, serta dapat
memperbaiki petumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat
proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel, serta meningkatkan penyerapan
air dan hara. Senyawa humat juga berperan langsung dalam pertumbuhan
tanaman, diantaranya dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas
tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai hormon perangsang pertumbuhan
tanaman untuk menunjang pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Tan,1993).
Beberapa penelitian menemukan bahwa bahan humat berpengaruh baik
Simanjuntak (2012) menemukan bahwa pelepasan unsur hara pada batuan andesit
yang diberi bahan humat meningkat. Kemungkinan terjadi hal yang sama jika
bahan humat diberikan pada tanah sawah, unsur hara di dalam tanah akan cepat
terlepas sehingga tanaman akan lebih mudah untuk menyerapnya. Pemberian
bahan humat pada tanah sawah juga dapat menurunkan kelarutan unsur yang
dapat meracuni tanaman seperti Fe dan Al melalui pembentukan metal organo
kompleks atau khelat (Prasetyo et al., 2006). Lestri (2006) menemukan bahwa
panjang akar pada bibit tanaman padi yang diberi bahan humat lebih panjang
dibandingkan tanaman tanpa pemberian bahan humat. Penyemprotan bahan humat
langsung pada tanaman dapat meningkatkan respirasi, fotosintesis, permeabilitas
membran dan kandungan karbohidrat pada berbagai tanaman, seperti jagung, bit
gula, gandum dan tomat (Tan, 2003). Untuk itu, bahan humat perlu diuji cobakan
pada tanaman padi sehingga dapat diketahui apakah bahan humat dapat
memberikan pengaruh yang sama seperti tanaman-tanaman tersebut.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap
produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan cara pemberian dan dosis yang
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Humat
2.1.1 Pengertian Bahan Humat
Secara sederhana, senyawa humat adalah senyawa organik dalam humus
yang tidak dapat didekomposisikan lagi. Senyawa humat mudah ditemukan pada
bahan organik yang sedang terdekomposisi, sehingga senyawa ini dapat
ditemukan jika terdapat bahan organik, baik di tanah, air, ataupun hasil
sedimentasi (Hayes et al., 1989). Dewasa ini persenyawaan-persenyawaan humat
didefinisikan sebagai zat bersifat amorf koloidal, berwarna kuning coklat, hingga
kehitaman dan memiliki berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993).
Bahan organik tanah sering dibagi menjadi bahan tidak terhumufikasi dan
terhumifikasi. Bahan yang tidak terhumufikasi adalah senyawa di dalam tanaman
dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam amino,
protein, lipid, asam nukleat dan lignin. Fraksi yang terhumifikasi dikenal sebagai
humus atau senyawa humat dan dianggap sebagai produk akhir dari dekomposisi
tanaman (Tan, 1993)
Menurut Tan (1998) bahan humat tidak hanya terdapat pada tanah, tetapi
juga sungai, danau, laut dan sedimennya. Bahan humat juga terdapat pada lignit,
leonardite, batubara, dan deposit geologi lainnya sebagai sumber untuk
memproduksi humat secara komersial. Untuk itu, Tan (2003) membagi bahan
humat menjadi lima kelompok yaitu:
1. Bahan humat terrestrial atau terrigenous. Bahan humat ini berada di dalam
tanah, yang sebagian besar terdiri dari lignoprotein kompleks. Asam humat
dan asam fulvat merupakan unsur utama bahan humat ini. Berdasarkan jenis
monomer lignin, bahan humat ini dapat dikelompokkan menjadi:
a) Kayu yang berasal dari pohon berdaun jarum.
b) Kayu yang berasal dari pohon berdaun lebar.
2. Bahan humat aquatic. Bahan humat ini berasal dari danau, laut, dan
sedimennya. Pada kelompok ini, sebagian besar terdiri dari asam fulvat dan
sebagian kecil asam humat. Kelompok ini dapat dibagi menjadi:
a) Bahan humat allochthonous aquatic, yang merupakan bahan humat yang
dibawa dari luar ke dalam air. Bahan humat ini terbentuk di dalam tanah,
kemudian tercuci dan masuk ke sungai, danau maupun laut. Meskipun
perubahan fisik dan kimia terjadi yang disebabkan oleh lingkungan air,
tetapi sifat bahan humat masih sama seperti bahan humat di dalam tanah,
yang terdiri dari lignoprotein kompleks.
b) Bahan humat autochthonous aquatic, yang dibentuk oleh organisme di
dalam air. Sumber bahan humat ini adalah sampah organik dari plankton,
rumput laut dan ganggang.
3. Bahan humat dari gambut atau endapan rawa. Bahan ini mengandung asam
humat dan asam fulvat, tetapi kandungan asam humatnya lebih tinggi.
4. Bahan humat anthropogenic. Bahan humat ini berasal dari aktivitas pertanian,
industri, peternakan, dan sampah sisa pembuangan.
5. Bahan humat yang berasal dari deposit geologi seperti lignit atau leonardite dan
beberapa tipe batu bara. Pada kelompok ini sebagian besar terdiri dari asam
humat. Bahan humat yang digunakan pada penelitian ini yaitu bahan humat
yang berasal dari deposit geologi berupa batu bara muda (Gambar 1).
2.1.2 Peranan Bahan Humat
Humus dan bahan humat adalah komponen tanah yang sangat penting.
Bersama-sama dengan klei, senyawa humat diketahui berperan terhadap sejumlah
reaksi-reaksi kimia dalam tanah. Senyawa ini terlibat dalam reaksi-reaksi
kompleks dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung, diketahui senyawa humat dapat
meningkatkan kesuburan tanah dengan memodifikasi kondisi-kondisi fisik, kimia
dan biologi tanah. Secara langsung senyawa humat dapat merangsang
pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan sejumlah
proses-proses fisiologis. Persenyawaan humat juga berpartisipasi dalam proses
pembentukan tanah dan berperan serta dalam translokasi atau mobilisasi klei,
aluminium dan besi yang menjurus kepada pengembangan horizon spodik dan
argilik (Tan, 1993).
Tan (2003) menyebutkan bahwa bahan humat dapat mempengaruhi
sifat-sifat tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi yang diuraikan sebagai
berikut:
1. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Fisik Tanah.
Pengaruh bahan humat terhadap sifat fisik tanah antara lain memperbaiki
struktur tanah. Struktur tanah yang baik akan berpengaruh menyeimbangkan
tiga komponen pembentuk tanah (padatan, air dan udara). Pengaruh bahan
humat terhadap stuktur tanah yaitu membentuk dan mempertahankan struktur
yang stabil dan dapat memberikan ruang pori dalam jumlah yang tepat untuk
menyimpan air dan oksigen. Bahan humat juga berperan sebagai agen
sementasi dalam pembentukan struktur tanah, terutama pada tanah berpasir.
Pada tanah berliat bahan humat berperan membentuk struktur granular,
sehingga kondisi fisik tanah liat yang kurang menguntungkan seperti
terhambatnya aerasi, penetrasi dan pertumbuhan akar dapat dikurangi.
2. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Kimia Tanah.
Bahan humat dapat mempengaruhi sifat kimia tanah dengan berbagai cara
karena bahan humat dapat menimbulkan berbagai reaksi kimia di dalam tanah.
fungsional yaitu gugus -OH karboksil dan -OH fenolik. Senyawa humat
memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Senyawa humat
mampu mengkelat logam beracun di dalam tanah. Aluminium dalam jumlah
besar di dalam tanah dapat dikelat oleh senyawa humat, sehingga mampu
mengurangi bahaya keracunan Al pada tanaman. Oleh karena itu, senyawa
humat dapat berperan mengurangi dampak buruk dari logam berat dan zat
beracun seperti pestisida dan xenobiotik lainnya.
3. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Biologi Tanah.
Perbaikan sifat kimia dan fisik tanah menciptakan situasi yang kondusif untuk
menstimulasi perkembangan mikroorganisme tanah. Bahan humat merupakan
bahan yang kaya energi dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan
tanaman dan siklus mikroba di dalam tanah. Perubahan yang ditimbulkan oleh
bahan humat pada proses biokimia yaitu aktivitas dan perkembangan mikroba.
Dua contoh penting peran bahan humat terhadap sifat biologi tanah yaitu pada
siklus karbon dan siklus nitrogen. Bahan humat memainkan peran aktif dalam
fiksasi dan pelepasan karbon organik. Dengan fiksasi karbon organik oleh
bahan humat, maka karbon organik di dalam tanah tetap terjaga sehingga dapat
mengurangi produksi CO2. Bahan humat memiliki kandungan karbon 50-57%
yang sebagian besar relatif lebih tahan terhadap degradasi oleh mikroba. Bahan
humat juga memiliki peran aktif dalam mempengaruhi siklus nitrogen.
Berbagai senyawa nitrogenous misalnya asam amino, amina, peptida yang
merupakan bagian dari sintesis bahan humat dilepaskan. Beberapa penulis
menyebut hal ini sebagai proses immobilisasi.
Selain berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah, bahan humat juga berpengaruh
terhadap fisiologi tanaman. Sejumlah penemuan mengindikasikan bahwa bahan
humat secara umum dapat merangsang respirasi dan fotosintesis pada tanaman.
Penyemprotan bahan humat pada tanaman dapat meningkatkan respirasi pada
beberapa tanaman seperti tomat, jagung, gandum dan labu. Bahan humat dapat
meningkatkan pelepasan CO2, sehingga tanaman dapat lebih banyak menyerap
CO2. Bahan humat juga berpengaruh terhadap fotosintesis tanaman. Pemberian
bahan humat mampu meningkatkan kandungan klorofil daun. Beberapa penelitian
dapat meningkatkan jumlah klorofil daun. Dengan meningkatnya kandungan
klorofil, maka proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik dan mencegah
terjadinya klorosis (Tan, 2003). Menurut Lestri (2006), semaian padi yang diberi
bahan humat dengan dosis yang tepat memiliki tinggi tanaman yang lebih baik.
Namun jika diberi secara berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman.
2.2 Padi
2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman berumput semusim yang batangnya berbentuk
bulat, berongga dan beruas ruas. Daun terdiri dari helai daun yang menyelubungi
batang. Bunga padi membentuk malai keluar dari buku paling atas dengan jumlah
bunga tergantung varietas yang berkisar antara 50-500 bunga. Buah atau biji padi
beragam dalam bentuk, ukuran, dan warnanya (Siregar, 1981). Buah padi/gabah
terdiri dari sekam, bulir beras, endosperma dan embrio. Sekam terdiri dari
modifikasi dua daun, yaitu palea dan lemma (De Datta, 1981).
Menurut De Datta (1981), batang padi terdiri dari beberapa ruas. Pada ruas
yang paling bawah dapat tumbuh/terbentuk anakan. Akar tanaman padi berupa
akar serabut, yang terdiri dari dua macam akar, yaitu:
1. Akar seminal, yaitu akar yang tumbuh pada radikula (akar yang tumbuh pada
saat benih berkecambah). Akar ini bersifat sementara.
2. Akar adventif, yaitu akar yang tumbuh pada ruas batang paling bawah.
Akar-akar ini menggantikan Akar-akar seminal.
Klasifikasi tanaman padi menurut Grubben dan Partohardjono (1996) adalah
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Family : Graminae (Poaceae)
Genus : Oryza
2.2.2 Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi
Di Indonesia, padi ditanam di seluruh daerah, mulai pantai sampai ke
dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah dan
sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo. Penyebaran pusat-pusat padi di
Indonesia cenderung erat hubungannya dengan tipe iklim, khususnya curah hujan
dan topografi wilayah. Di Jawa, pusat produksi padi sawah umumnya terdapat di
dataran rendah sampai medium (Ismunadji et al., 1988).
Faktor lingkungan yang penting untuk tanaman padi antara lain tanah/lahan
dan iklim. Penguasaan tentang lingkungan tumbuh padi ini sangat penting untuk
menentukan cara budidaya yang paling tepat dan menguntungkan. Terciptanya
ragam budidaya padi dan teknologinya adalah upaya penyesuaian tanaman padi
dengan lingkungan tumbuhnya (Fagi dan Las, 1988).
Padi dapat ditanam pada berbagai tanah mulai dari tanah tergenang yang
drainasenya buruk hingga yang drainasenya baik. Tanaman padi juga tumbuh
pada berbagai kondisi iklim dan hidrologi yang berbeda, akibatnya terdapat
berbagai karakteristik pedogenetik dan morfologi tanah sawah (De Datta, 1981).
Segala jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Proses
pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan
penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil
tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh
kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian, (b) penambahan dan
pemindahan bahan kimia atau partikel tanah, dan (c) perubahan sifat fisik, kimia,
dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan,
atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan (Hardjowigeno, 2004).
Pada ekosistem sawah, air sangat diperlukan. Hilangnya air dari ekosistem
sawah diantaranya melalui transpirasi, evaporasi, dan perkolasi. Total air yang
hilang berkisar antara 5.6-20.4 mm/hari, tetapi sebagian besar hasil pengamatan
menunjukkan bahwa total kehilangan air berkisar antara 6-10 mm/hari. Untuk itu
rata-rata curah hujan yang dibutuhkan tanaman padi yaitu 180-300 mm/bulan
(Yoshida, 1981).
Suhu udara juga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi
fotosintesis dan respirasi dapat mengurangi bobot gabah (Yoshida, 1981).
Suhu yang dibutuhkan tanaman padi berbeda-beda pada berbagai tahapan tumbuh
padi (Tabel 1).
Tabel 1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis (°C) pada Tahap Pertumbuhan Tanaman Padi menurut Yoshida (1981).
Stadia pertumbuhan Optimum Kritis
Rendah Tinggi
Perkecambahan 20-35 10 45
Perkembangan kecambah 25-30 12-13 35
Perakaran 25-28 16 35
Perkembangan daun 31 7-12 45
Perakaran 25-31 9-16 33
Inisiasi malai - 15 -
Diferensiasi malai - 15-20 38
Antesis-pembungaan 30-33 22 35
Pematangan 20-25 12-18 30
2.2.3 Siklus Hidup Tanaman Padi
Tanaman padi biasanya berumur 3-6 bulan sejak berkecambah hingga
panen, tergantung varietas yang digunakan dan lingkungan tumbuhnya.
Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 3 fase yaitu: (1) vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial), (2) reproduktif
(primordial sampai pembungaan), (3) pematangan (pembungaan sampai gabah
matang) (Yoshida, 1981).
Fase vegetatif ditandai dengan terbentuknya anakan, tanaman bertambah
tinggi, dan munculnya daun secara berkala. Anakan terbentuk ketika batang utama
telah memiliki jumlah daun 5-6 helai. Jumlah anakan ini akan terus bertambah
sampai jumlah anakan maksimum tercapai. Setelah jumlah anakan maksimum
tercapai, bakal malai (primordia) muncul dan sebagian anakan akan mati (jumlah
anakan maksimum berkurang). Jumlah anakan maksimum terus berkurang hingga
jumlah anakan sama dengan jumlah malai (Yoshida, 1981). Menurut Vergara
(1991), fase vegetatif dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Pembentukan anakan. Di daerah tropis, jumlah anakan maksimum tercapai
40-60 hari setelah tanam, tergantung pada varietas, jarak tanam, dan tingkat
kesuburan tanah. Jumlah anakan dan jumlah malai yang dihasilkan merupakan
2. Pembentukan daun. Daun terbentuk satu helai per minggu pada batang utama,
tetapi tergantung pada faktor lingkungan dan varietas yang digunakan. Varietas
yang unggul di daerah tropis memiliki 14-18 daun, mirip dengan sebagian
besar varietas di daerah beriklim sedang.
Fase reproduktif ditandai dengan peningkatan tinggi tanaman, penurunan
jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, heading (keluarnya bunga atau
malai), dan pembungaan (Yoshida, 1981). De Datta (1981) menyebutkan bahwa
fase reproduktif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Pembentukan malai. Tahap ini dimulai ketika bakal malai sudah terbentuk.
Pembentukan bakal malai dapat dilihat hanya dengan menggunakan mikroskop
(Yoshida, 1981). Pembentukan malai pertama kali terjadi pada batang utama,
kemudian pada anakan dengan pola yang tidak sama. Pembentukan malai dapat
tertunda jika kebutuhan air tidak tercukupi. Pada varietas berumur pendek (105
hari), bakal malai mulai terbentuk sejak 40 hari setelah disemai dan akan
terlihat setelah 11 hari setelah bakal malai terbentuk.
2. Pengembangan malai. Selama tahap pengembanagn malai, bulir padi dapat
dibedakan dan malai memanjang ke atas di dalam selubung daun bendera.
Malai terus berkembang secara bertahap. Ketika malai sudah berukuran 5 cm
(7 hari setelah malai terlihat), jumlah bulir padi telah ditentukan. Pada tahap
pengembangan malai ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a) Bunting. Malai muda terus bertambah ukurannya dan terus berkembang ke
atas di dalam pelepah daun bendera yang menyebabkan pelepah daun
mengembung. Pengembungan ini disebut bunting.
b) Heading (keluarnya bunga) atau malai. Heading ditandai dengan munculnya
ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai ini akan terus berkembang
sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
c) Pembungaan. Tahap ini dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung
pada tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir dan terjadi proses
terlihat. Pembungaan terus berlanjut sampai bulir pada malai yang paling
dalam telah mekar.
3. Penyerbukan dan pembuahan. Pada tahap ini kelopak bunga terbuka.
Pembungaan ini terjadi dengan cepat pada pagi hari dengan cuaca cerah, dan
lambat pada cuaca lembab dan berawan. Pada proses pembungaan ini, benang
sari memanjang, dan serbuk sari ditumpahkan ke kepala putik, kemudian
kelopak bunga menutup.
Fase terakhir yaitu fase pematangan. Di daerah tropis, fase pematangan (dari
pembungaan sampai gabah matang) membutuhkan waktu 25-35 hari tergantung
varietas yang digunakan. Sedangkan pada daerah temperate seperti Jepang,
Australia dan Amerika fase pematangan membutuhkan waktu 45-60 hari (De
Datta, 1981). Fase pematangan ditandai dengan penuaan daun, ukuran dan bobot
butir meningkat, serta warna butir berubah. Selama butir terus berkembang, baik
bobot basah maupun bobot kering terus meningkat. Menuju tahap gabah matang,
bobot kering meningkat secara perlahan, sedangkan bobot basah menurun sebagai
akibat dari hilangnya air (Yoshida, 1981). Menurut De Datta (1981) fase
pematangan ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan
kental berwarna putih susu.
2. Tahap gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu,
berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras.
3. Tahap gabah matang penuh. Pada tahap ini, warna gabah berubah dari hijau
menjadi kuning. Tahap ini berakhir jika 90-100% butir gabah telah berwarna
kuning. Malai terus merunduk, gabah berwarna kuning dan mengeras. Pada
saat yang sama, daun bagian atas, termasuk daun bendera menjadi tua dan
mengering, namun untuk beberapa varietas, batang dan daun bagian atas tetap
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama empat bulan, mulai bulan Mei sampai Agustus
2012. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Desa Sidosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lahan sawah yang digunakan
pada penelitian adalah lahan sawah beririgasi yang memiliki luas lahan 1 ha.
Rata-rata produksi padi yang dihasilkan yaitu 5-7 ton/ha dengan dua kali panen dalam
satu tahun.
Analisis data jumlah malai, jumlah butir, jumlah butir hampa, dan bobot
kering biomassa dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain lahan percobaan seluas 108 m2,
benih padi varietas Ciherang, pupuk Phonska, Urea, SP-18, dan bahan humat.
Alat-alat yang digunakan antara lain bambu untuk penanda sampel, sprayer,
plastik sampel, timbangan, meteran, dan oven.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu perlakuan tanpa bahan humat,
perlakuan bahan humat pada tanah dan perlakuan bahan humat pada tanah dan
daun. Masing-masing perlakuan ditanam pada empat petakan sebagai ulangan,
sehingga jumlah total satuan pengamatan menjadi 12. Sampel tanaman diambil
sebanyak tujuh rumpun dari satu petak pada tiap perlakuan. Sedangkan bobot
Gambar 2. Lay out Petak Perlakuan.
Keterangan:
H0D0 : perlakuan tanpa bahan humat.
H1D0 : perlakuan bahan humat pada tanah.
H1D1 : perlakuan bahan humat pada tanah dan daun.
H sampel : petak pengambilan sampel, yaitu sebanyak 7 sampel untuk setiap
perlakuan.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu, persiapan lahan semai,
penyemaian benih, persiapan lahan untuk penanaman dan pemberian bahan humat
pada tanah, penanaman bibit, pemberian pupuk, pemberian bahan humat pada
daun, pengamatan dan pemanenan (Gambar 3). Persiapan lahan untuk penyemaian
dilakukan dengan membentuk bedengan dengan luas 10 m x 2 m. Sebelum
disemai benih direndam terlebih dahulu selama 24 jam. Benih padi disemai untuk
memperoleh bibit yang diperlukan. Penyemaian dilakukan selama 21 hari untuk
mendapatkan bibit yang cukup kuat untuk ditanam. Persiapan lahan untuk
penanaman dilakukan satu minggu sebelum tanam. Bibit padi ditanam sebanyak
dua bibit pada satu lubang dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Pupuk dasar yang
diberikan yaitu Phonska dengan dosis setara 350 kg/ha, Urea 200 kg/ha dan SP-18 3 m x 3 m
H1D1 1 H0D0
Sampel
H0D0 1 H0D0 2 H0D0 3
H1D0 3 H1D0 2
H1D0 1 H1D0
Sampel
H1D1 Sampel
100 kg/ha. Pemupukan dilakukan tiga kali, yaitu pada saat tanaman berumur 1
MST (Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha + SP-18 50 kg/ha), 3 MST
(Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha + 50 kg/ha SP-18) dan 5 MST
(Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha). Pemberian bahan humat pada tanah
dilakukan pada saat persiapan lahan, sedangkan pemberian bahan humat pada
daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST dengan selang
waktu dua minggu. Bahan humat diberikan dengan dosis setara dengan 15 l/ha
yang diencerkan dengan air setara 4 ml/l untuk tanah dan 2 ml/l untuk daun.
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan pada saat tanaman
berumur 4 MST dan 8 MST, sedangkan jumlah anakan produktif diamati pada
saat tanaman berumur 8 MST. Pemanenan dilakukan pada saat butir padi matang
yaitu 12 MST. Data yang diambil setelah panen yaitu komponen hasil antara lain
jumlah malai, jumlah butir dan jumlah butir hampa, bobot kering biomassa padi,
Gambar 3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian. Persiapan lahan semai
Penyemaian benih
Penanaman bibit
Persiapan lahan penanaman
Pemberian pupuk
Pemberian bahan humat pada daun
Pengamatan
Pemanenan Pemberian bahan
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
4.1.1 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST
masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat berpengaruh
meningkatkan tinggi tanaman. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada
tanah lebih baik dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan tanpa bahan
humat. Hal ini sangat mungkin berkaitan dengan kemampuan bahan humat dalam
merangsang pertumbuhan akar. Pemberian bahan humat dengan dosis yang tepat
langsung pada tanah berpengaruh baik terhadap panjang akar tanaman (Lestri,
2006). Hermawan (2012) menemukan bahwa dengan pemberian bahan humat
dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan bobot akar. Peningkatan bobot akar ini
terjadi karena akar yang dihasilkan lebih banyak. Semakin panjang dan banyak
akar, maka akan semakin tinggi kemampuan akar tersebut dalam menyerap unsur
hara sehingga tanaman akan tumbuh semakin baik dan berproduksi lebih optimal.
Pemberian bahan humat dapat meningkatkan serapan nitrogen, karena
tanaman memperoleh unsur nitrogen tidak hanya dari pemupukan, tetapi juga dari
bahan humat meskipun jumlahnya sedikit. Menurut Tan (1993), bahan humat
57.50 60.80 62.70
81.98 89.12 89.38
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 R ata -r ata tingg i tan am an ( cm ) H1D0
H0D0 H1D0 H1D1 H0D0 H1D1
memiliki kandungan nitrogen 2-5%. Dewi (2012) juga menemukan bahwa dengan
pemberian bahan humat dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan kandungan N
total. Peningkatan disebabkan karena bahan humat merupakan fraksi terhumifikasi
dari humus yang dapat meningkatkan N. Nitrogen merupakan unsur hara yang
pengaruhnya cepat terlihat pada tanaman. Pada tanaman unsur N berfungsi untuk
pertumbuhan vegetatif (memperbesar, mempertinggi dan menghijaukan daun),
menyusun klorofil daun,serta mempercepat pertumbuhan tanaman.
Tinggi tanaman terbaik terdapat pada tanaman dengan perlakuan bahan
humat pada tanah dan daun meskipun perbedaan tinggi tanaman antara tanaman
dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan tanaman dengan perlakuan bahan
humat pada tanah dan daun tidak begitu jelas. Menurut Gardiner dan Miller
(2004) bahan humat memiliki kandungan senyawa yang dapat memicu
pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin, Indole Acetic Acid
(IAA) dan giberelin yang diketahui mampu mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Senyawa-senyawa ini dapat diserap oleh tanaman tidak
hanya melalui akar, tetapi juga melalui daun.
4.1.2 Jumlah Anakan
Pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari jumlah anakan. Pengaruh
pemberian bahan humat terhadap jumlah anakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat berpengaruh
meningkatkan jumlah anakan tanaman padi. Hal ini terlihat jelas pada 4 MST,
28 30 33 30
29 32 0 5 10 15 20 25 30 35 40 R ata -r at ju m lah an akan
H0D0 H1D0 H1D1 H0D0 H1D0 H1D1
jumlah anakan pada tanaman yang diberi perlakuan bahan humat pada tanah lebih
banyak dibandingkan tanaman tanpa bahan humat, dan tanaman dengan perlakuan
bahan humat pada tanah dan daun memiliki jumlah anakan lebih banyak
dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah. Hal ini
karena bahan humat tidak hanya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara
tidak langsung (melalui akar) tetapi juga dapat berperan secara langsung melalui
daun.
Pada saat tanaman padi berumur 8 MST, jumlah anakan menjadi berkurang.
Hal ini dapat terjadi karena tanaman padi mulai memasuki tahap dimana anakan
maksimal tercapai. Pada tahap ini sebagian anakan mati dan tidak menghasilkan
malai. Namun jumlah anakan maksimal yang banyak, tidak menentukan jumlah
anakan produktif yang banyak pula. Terlihat bahwa tanaman tanpa perlakuan
bahan humat yang memiliki jumlah anakan lebih banyak dibandingkan tanaman
perlakuan bahan humat pada tanah, tetapi memiliki jumlah anakan produktif
paling sedikit. Jumlah anakan produktif terbanyak terdapat pada perlakuan bahan
humat pada tanah dan daun (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
bahan humat pada tanaman padi dapat meningkatkan produktivitas padi.
Gambar 6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan Produktif.
4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Komponen Hasil Padi Komponen hasil padi yang diamati antara lain jumlah malai, jumlah butir,
bobot kering biomassa dan bobot gabah. Komponen hasil tersebut meningkat pada
tanaman yang diberi bahan humat. Rata-rata jumlah malai yang dihasilkan sama
dengan jumlah anakan produktif (Gambar 6), karena hanya anakan produktif yang
17 19 20 0 5 10 15 20 25 R ata -r at ju m lah an akan p ro d u kt if
dapat menghasilkan malai. Rata-rata jumlah butir/rumpun terbanyak terdapat pada
tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun yang disajikan pada
Gambar 7. Hal ini karena jumlah malai pada tanaman dengan perlakuan bahan
humat pada tanah dan daun lebih banyak, sehingga menghasilkan jumlah butir
lebih banyak pula.
Gambar 7. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir/Rumpun.
Namun peningkatan jumlah butir juga diikuti oleh peningkatan jumlah butir
hampa sehingga persentase butir hampa juga menjadi tinggi. Tanaman dengan
perlakuan bahan humat pada tanah dan daun yang memiliki jumlah butir paling
banyak, tetapi juga memiliki persentase butir hampa paling tinggi meskipun
perbedaannya tidak begitu besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Persentase Butir Hampa.
1821 2110 2256 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 R ata -r ata ju m lah b u tir /r u m p u n
H0D0 H1D0 H1D1
29.45 28.72 30.04 25 26 27 28 29 30 31 R ata -r ata % b u tir h am p a
Butir hampa banyak terdapat pada pangkal malai. Hal ini diduga karena
malai tidak berkembang seutuhnya sampai keluar dari pelepah daun. Pada saat
malai seharusnya berkembang sampai keluar daun, tanaman mengalami
kekurangan air, akibatnya gabah yang masih berada di dalam daun tidak
mengalami pembungaan dan gabah menjadi kosong.
Ketersediaan air yang cukup merupakan syarat utama untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan padi sawah secara optimal. Penelitian ini
dilakukan pada musim tanam II yang memiliki kemungkinan cukup tinggi untuk
terkena kekeringan. Pada saat tanaman berumur 8-12 MST yang terjadi pada
bulan Juli-Agustus 2012, lahan sawah mengalami kekeringan, meskipun lahan
sawah yang digunakan adalah lahan sawah irigasi. Hal ini karena sumber air
irigasi juga mengalami kekeringan akibat hujan tidak turun. Berdasarkan data
curah hujan yang dimiliki stasiun Branti yang lokasinya dekat dengan lokasi
penelitian, pada bulan Juli curah hujan hanya 18 mm dan pada bulan Agustus
curah hujan dibawah 50 mm. Sedangkan menurut Yoshida (1981) rata-rata curah
hujan yang dibutuhkan tanaman padi yaitu 180-300 mm/bulan. Meskipun curah
hujan yang terjadi jauh lebih kecil dari curah hujan yang dibutuhkan tanaman
padi, tetapi ketersediaan air tetap ada meskipun jumlahnya tidak mencukupi.
Menurut Siregar (1981) kekurangan air pada waktu tanaman berada dalam
keadaan bunting dapat menimbulkan matinya primordial (bakal malai) atau jika
primordial tidak mati, bakal butir gabah akan banyak mengalami kekurangan
makanan yang menyebabkan gabah menjadi hampa. Meskipun memiliki
persentase butir hampa paling tinggi, tetapi jika dihitung jumlah butir berisi,
perlakuan bahan humat pada tanah dan daun memiliki jumlah butir berisi paling
banyak (Gambar 9). Hal ini karena jumlah total butir padi pada tanaman dengan
Gambar 9. Pengaruh Bahan Humat terhadap Jumlah Butir Berisi/Rumpun.
Pemberian bahan humat juga berpengaruh meningkatkan bobot kering
biomassa dan bobot gabah. Hal ini disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11
yang menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada tanah menghasilkan
bobot kering biomassa dan bobot gabah lebih tinggi dibanding tanaman tanpa
perlakuan bahan humat. Peningkatan bobot kering biomassa dan bobot gabah ini
sejalan dengan peningkatan jumlah malai dan jumlah butir. Menurut Dewi (2012)
bobot gabah kering giling cenderung meningkat dengan pemberian bahan humat
dengan dosis 15 l/ha karena bobot seribu butir akibat perlakuan cenderung lebih
tinggi. Hal ini berhubungan dengan kualitas butir karena peningkatan unsur
kalium akibat perlakuan.
Gambar 10. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa.
1284 1504 1578 0 500 1000 1500 2000 R ata -r ata ju m lah b u tir b e ri si /r u m p u n
H0D0 H1D0 H1D1
65.86 76.07 77.79 0 20 40 60 80 100 R ata -r ata b o b o t ke ri n g b io m assa (g)
[image:31.595.124.482.84.255.2]
Gambar 11. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah (kg/9 m2)
Simanjuntak (2012) juga menemukan bahwa pemberian bahan humat pada
batuan andesit dapat mempercepat pelepasan unsur hara seperti K dan unsur
mikro (Cu, Zn, Fe). Kemungkinan terjadi hal yang sama jika bahan humat
diberikan pada tanah. Kandungan unsur-unsur hara tersebut di dalam tanah dapat
meningkat karena bahan humat dapat mempercepat pelepasan unsur hara di dalam
tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang
terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan, 2003). Kandungan unsur P
pada tanaman yang tanahnya diberi bahan humat juga meningkat (Simanjuntak,
2012). Hal ini diduga karena P tersedia di dalam tanah meningkat, sehingga
tanaman dapat menyerap unsur P lebih banyak.
Kalium merupakan salah satu unsur hara utama yang sangat mempengaruhi
tingkat produksi tanaman. Peran kalium dalam tanaman antara lain sebagai
aktivasi enzim, sintesis protein, penyerapan dan pergerakan ion, fotosintesis dan
respirasi tanaman. Menurut Aide dan Picker (1996) pemberian kalium yang tepat
pada tanaman padi dapat meningkatkan jumlah anakan, meningkatkan jumlah
malai, meningkatkan jumlah butir berisi, meningkatkan serapan nitrogen dan
fosfor, meningkatkan resistensi terhadap hama dan penyakit, memperpanjang dan
mempertebal akar, serta menguatkan batang supaya tidak mudah rebah. Fosfor
berfungsi mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa dan menaikan persentase bunga menjadi buah/biji, membantu
asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan
buah, biji atau gabah.
6.100 6.425 7.075 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 R at a -r at a b o b o t gab ah (k g/ 9 m 2)
Pada Gambar 10 dan 11 juga dapat dilihat bahwa tanaman dengan perlakuan
bahan humat pada tanah dan daun memiliki bobot kering biomassa dan bobot
gabah yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi
tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan serapan hara dari tanah. Terdapat faktor
lain yang belum diketahui, yang menyebabkan produksi padi pada tanaman yang
diberi bahan humat pada tanah dan daun menjadi paling tinggi.
Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah meningkatkan bobot
gabah sebesar 5.32% terhadap tanaman tanpa bahan humat, tanaman dengan
perlakuan bahan humat pada tanah dan daun meningkatkan bobot gabah sebesar
10% terhadap tanaman perlakuan bahan humat pada tanah dan 15.98% terhadap
tanaman tanpa bahan humat. Jika disetarakan dalam satu hektar produksi gabah
pada tanaman tanpa perlakuan bahan humat setara dengan 6.7 ton/ha, tanaman
perlakuan bahan humat pada tanah setara dengan 7.14 ton/ha dan tanaman
perlakuan bahan humat pada tanah dan daun setara dengan 7.86 ton/ha. Dapat
dikatakan bahwa perlakuan pemberian bahan humat pada tanah mampu
meningkatkan bobot gabah setara dengan 440 kg/ha, sedangkan perlakuan
pemberian bahan humat pada tanah dan daun mampu meningkatkan bobot gabah
setara 1,16 ton/ha.
Secara ekonomi, penggunaan bahan humat pada tanaman padi juga dapat
meningkatkan keuntungan bagi petani. Harga gabah pada saat penelitian
dilaksanakan yaitu Rp. 4.500/kg. Jika diasumsikan harga bahan humat adalah
Rp. 50.000/l, maka keuntungan yang diperoleh dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah.
a) Peningkatan hasil produksi : 440 kg/ha.
b) Peningkatan biaya produksi : Rp. 50.000 x 15 l = Rp. 750.000
c) Keuntungan yang diperoleh = peningkatan hasil produksi – peningkatan
biaya produksi
= (440 kg x Rp. 4.500) – (Rp. 50.000 x 15 l)
= Rp. 1.980.000 – Rp. 750.00
2. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun. Pada perlakuan
ini, bahan humat yang digunakan sebanyak 75 l/ha yaitu untuk tanah 15 l/ha
dan untuk daun 15 l/ ha yang diberikan sebanyak empat kali (2,4,6,8 MST).
a) Peningkatan hasil produksi : 1,16 ton/ha atau 1.160 kg/ha.
b) Peningkatan biaya produksi : Rp. 50.000 x 75 l/ha = Rp. 3.750.000
c) Keuntungan yang diperoleh = peningkatan produksi – peningkatan biaya
produksi
= (1160 kg x Rp. 4.500) – (Rp. 50.000 x 75 l)
= Rp. 5.220.000 – 3.750.000
= Rp. 1.470.000
Meskipun tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun
dapat meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah, namun keuntungan yang
diperoleh antara kedua perlakuan ini tidak jauh berbeda. Hal ini karena pada
tanaman yang diberi perlakuan bahan humat pada tanah dan daun menggunakan
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pemberian bahan humat berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan
produksi padi. Tinggi tanaman dan jumlah anakan meningkat pada tanaman yang
diberi bahan humat. Komponen hasil yaitu jumlah malai, jumlah butir, bobot
kering biomassa dan bobot gabah meningkat dengan perlakuan bahan humat.
Hasil terbaik terdapat pada tanaman dengan perlakuan pemberian bahan humat
pada tanah dan daun.
5.2 Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai dosis optimum bahan humat
DAFTAR PUSTAKA
Aide M. and Picker J. 1996. Potassium and Phosphorous Nutrition in Rice. Information from 1996 Missouri Rice Research Update. Columbia: Missouri University.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Buletin Agroklimat Vol. 1 no. 8-Agustus 2012. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Jakarta.
De Datta S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Willey and sons, Inc. New York.
Dewi E.M. 2012. Apilkasi Bahan Humat dengan Carrier Zeolit untuk Meningkatkan Produksi Padi Sawah pada Tanah Latosol Bogor. [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fagi A.M. dan Las I. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Dalam: Ismunadji M., Partohardjono S., Syam M., Widjono A., editor. Padi. Buku 1. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Grubben G.J.H and Partohardjono S. 1996. Plant Resource of South-East Asia. Prosea. Bogor. Indonesia.
Gardiner D.T. and Miller R.W. 2004. Soil in Our Environment. Tenth Edition. Pearson Education, Inc. Uppersaddle: New Jersey.
Harjowigeno S., Subagyo H., dan Rayes M.L. 2004. Morfologi dan Klasifikasi Tanah sawah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Hayes M.H.B., Maccarthy P., Malcolm, R.L., and Swift, R.S. 1989. Humic Substance II in Search of Structure. England: John Wiley & Son Ltd. .
Hermawan, B.A. 2012. Aplikasi Bahan Humat dengan Carrier Zeolit untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) pada Latosol Bogor. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ismunadji M., Partohardjono, S., Syam, M. dan Wijdono, A. 1988. Padi. Bogor: Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian.
Lestri A. 2006. Studi Pemanfaatan Asam Humat Hasil Ekstraksi dari Andosol dan Gambut dalam Pertumbuhan Semaian Padi (Oryza sativa). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Makarim A.K., Nugraha U.S. dan Kartasasmita, U.G. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Makarim A.K. dan Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Dalam: Suyamto, Widiarta I.N., Satoto, editor. Padi. Buku 1. Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Jakarta: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Mengel K. 2007. Potassium. Dalam: Kuykendall L.D, editor. Hanbook of Plant Nutrition. New York. CRC Press.
Prasetyo T.B, Herviyanti, Alif A., Tjandra A. 2006. Upaya Pengendalian Keracunan Besi (Fe) dengan Asam Humat dan Pengelolaan Air untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Sawah Bukaan Baru.
Simanjuntak E.V. 2012. Percepatan Pelapukan Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya.
Suprihatno B, Daradjat A.A., Satoto, Baehaki S.E., Suprihanto, Setyono A., Indrasari S.D., Wardana I.P., Sembiring H. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian.
Tan K.H. 1993. Principles of Soil Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.
1998. Principles Of Soil Chemistry. Third edition. New York: Marcel
Dekker, Inc.
2003. Humic Matter in Soil and The Environment. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Vergara B.S. 1991. Rice Plant Growth and Development. Dalam: Luh B.S, editor. Rice Production. New York.
Wicaksoso A. Petani desak moratorium alih fungsi lahan sawah. 2012. http://nasional.kontan.co.id/news/petani-desak-moratorium-alih-fungsi-lahan-sawah. (Diakses 14 Januari 2012)
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64
Golongan : cere
Umur tanaman : 116-125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107-115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks glikemik : 54 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 ton/ha Potensi hasil : 8.5 ton/ha Ketahanan terhadap
hama dan penyakit : 1. Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 2. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 mdpl
Pemulia : Tarjat. T. Z. A., Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat
Tanaman Tanpa Perlakuan Bahan Humat.
Tanaman dengan Perlakuan Bahan Humat pada Tanah.
[image:40.595.189.438.84.249.2]Tanaman dengan Perlakuan Bahan Humat pada Tanah dan Daun.
Tabel Lampiran 1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman.
H0D0 H1D0 H1D1
No. sampel
Tinggi tanaman
(cm) No.
sampel
Tinggi tanaman
(cm) No.
sampel
Tinggi tanaman (cm)
4 MST 8 MST 4 MST 8 MST 4 MST 8 MST
1 56.3 75.3 1 58.8 89.8 1 63.2 87.3
2 57.4 82.0 2 60.9 91.2 2 60.9 90.3
3 57.6 93.0 3 60.2 89.7 3 64.6 93.0
4 56.4 78.5 4 63.5 93.0 4 61.5 91.2
5 60.4 86.5 5 63.6 87.0 5 64.2 88.0
6 57.3 79.4 6 59.3 86.5 6 60.0 86.7
7 57.3 79.2 7 59.6 86.7 7 65.0 89.2
Tabel Lampiran 2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan.
H0D0 H1D0 H1D1
No. sampel
Jumlah anakan No. sampel
Jumlah anakan No. sampel
Jumlah anakan 4 MST 8 MST Produktif 4 MST 8 MST produktif 4 MST 8 MST Produktif
1 28 34 18 1 34 30 21 1 30 27 15
2 19 20 14 2 27 27 18 2 38 40 24
3 29 30 18 3 27 29 16 3 34 36 19
4 28 37 20 4 32 33 21 4 33 32 21
5 34 32 19 5 28 27 16 5 34 30 20
6 28 30 17 6 35 29 18 6 30 25 15
7 30 32 15 7 31 33 20 7 36 38 24
Rata-rata 28 30.70 17 30 29.70 18 33 32.50 19
Stdev 4.50 5.30 2.13 3.30 2.40 2.14 2.93 5.60 3.72
Tabel Lampiran 3. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah per Petak (9 m2).
Perlakuan Ulangan Bobot (kg/9 m2)
Rata- rata bobot
(kg/9 m2) Stdev
H0D0
1 6.70
6.100 0.43
2 6.10
3 5.90
S 5.70
H1D0
1 5.70
6.425 0.52
2 6.50
3 6.55
S 6.95
H1D1
1 7.25
7.075 0.56
2 7.50
3 6.25
S 7.30
Keterangan:
S : Petakan mengambil sampel tanam.
Tabel Lampiran 4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa (g).
H0D0 H1D0 H1D1
No. sampel Bobot (g)
No. sampel
Bobot (g) No. sampel
Bobot (g)
1 65.30 1 74.44 1 62.55
2 49.57 2 80.96 2 92.67
3 70.12 3 75.63 3 87.22
4 69.62 4 82.39 4 61.68
5 77.04 5 63.45 5 77.31
6 64.87 6 69.90 6 66.22
7 64.54 7 85.76 7 96.89
Rata- rata 65.86 76.07 77.79
Tabel Lampiran 5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir dan Persentase Butir Hampa.
H0D0 H1D0 H1D1
No. JB JBH JBB No. JB JBH JBB No. JB JBH JBB
1 1778 505 1273 1 1930 533 1397 1 1938 662 1276
2 1392 456 936 2 2237 713 1524 2 2567 654 1913
3 2061 527 1534 3 2073 558 1515 3 2404 609 1795
4 1807 556 1251 4 2378 642 1736 4 1990 780 1210
5 2043 604 1439 5 1886 636 1250 5 2316 796 1520
6 1874 571 1303 6 1931 542 1389 6 1839 453 1386
7 1790 535 1255 7 2334 618 1716 7 2736 790 1946
Jumlah 12745 3754 8991 14769 4242 10527 15790 4744 11046
Rata-rata 1820.71 536.28 1284.42 2109.85 606 1503.85 225.71 677.71 1578
Stdev 222.38 47.76 187.10 205.79 65.21 177.23 341.17 124.55 305.93
% butir
hampa 29.45% 28.72% 30.04%
JB : Jumlah butir.
JBH : Jumlah butir hampa. JBB : Jumlah butir berisi.
Tabel Lampiran 6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Malai dan Jumlah Butir/Malai.
H0D0 H1D0 H1D1
No.
Jumlah malai Jumlah
butir/malai No. Jumlah malai
Jumlah
butir/malai No. Jumlah malai
Jumlah butir/malai
1 18 98.77 1 21 91.90 1 15 129.20
2 14 99.43 2 18 124.27 2 24 106.95
3 18 114.50 3 16 129.56 3 19 126.52
4 20 90.35 4 21 113.23 4 21 94.76
5 19 107.52 5 16 117.87 5 20 115.80
6 17 110.23 6 18 107.27 6 15 122.60
7 15 119.33 7 20 116.70 7 24 118.95
Rata- rata 17.28 105.73 18.57 114.40 19.57 116.39
Stdev 2.13 2.14 3.72
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa dengan
laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun. Sementara itu, alih fungsi
lahan sawah terus terjadi. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, laju
kehilangan sawah di Indonesia mencapai 110.000 ha per tahun, sedangkan
kemampuan mencetak lahan baru hanya 45.000 ha per tahun. Untuk itu,
diperlukan adanya suatu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas padi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
padi yaitu dengan memperbaiki sifat-sifat tanah, baik secara fisik, kimia maupun
biologi. Pemberian bahan organik ke tanah pada umumnya dapat memperbaiki
kualitas tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi, namun untuk skala lapang
bahan organik yang diperlukan sangat banyak. Faktor tersebut yang sering
menjadi kendala dalam penggunaan bahan organik, untuk itu perlu adanya suatu
bahan yang dapat menggantikan sebagian peran bahan organik. Penggunaan
bahan humat diharapkan mampu menggantikan sebagian peran bahan organik
konvensional seperti pupuk kandang dan kompos.
Senyawa ini memberikan pengaruh yang sangat menguntungkan terhadap
perkembangan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, serta dapat
memperbaiki petumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat
proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel, serta meningkatkan penyerapan
air dan hara. Senyawa humat juga berperan langsung dalam pertumbuhan
tanaman, diantaranya dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas
tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai hormon perangsang pertumbuhan
tanaman untuk menunjang pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Tan,1993).
Beberapa penelitian menemukan bahwa bahan humat berpengaruh baik
Simanjuntak (2012) menemukan bahwa pelepasan unsur hara pada batuan andesit
yang diberi bahan humat meningkat. Kemungkinan terjadi hal yang sama jika
bahan humat diberikan pada tanah sawah, unsur hara di dalam tanah akan cepat
terlepas sehingga tanaman akan lebih mudah untuk menyerapnya. Pemberian
bahan humat pada tanah sawah juga dapat menurunkan kelarutan unsur yang
dapat meracuni tanaman seperti Fe dan Al melalui pembentukan metal organo
kompleks atau khelat (Prasetyo et al., 2006). Lestri (2006) menemukan bahwa
panjang akar pada bibit tanaman padi yang diberi bahan humat lebih panjang
dibandingkan tanaman tanpa pemberian bahan humat. Penyemprotan bahan humat
langsung pada tanaman dapat meningkatkan respirasi, fotosintesis, permeabilitas
membran dan kandungan karbohidrat pada berbagai tanaman, seperti jagung, bit
gula, gandum dan tomat (Tan, 2003). Untuk itu, bahan humat perlu diuji cobakan
pada tanaman padi sehingga dapat diketahui apakah bahan humat dapat
memberikan pengaruh yang sama seperti tanaman-tanaman tersebut.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap
produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan cara pemberian dan dosis yang
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Humat
2.1.1 Pengertian Bahan Humat
Secara sederhana, senyawa humat adalah senyawa organik dalam humus
yang tidak dapat didekomposisikan lagi. Senyawa humat mudah ditemukan pada
bahan organik yang sedang terdekomposisi, sehingga senyawa ini dapat
ditemukan jika terdapat bahan organik, baik di tanah, air, ataupun hasil
sedimentasi (Hayes et al., 1989). Dewasa ini persenyawaan-persenyawaan humat
didefinisikan sebagai zat bersifat amorf koloidal, berwarna kuning coklat, hingga
kehitaman dan memiliki berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993).
Bahan organik tanah sering dibagi menjadi bahan tidak terhumufikasi dan
terhumifikasi. Bahan yang tidak terhumufikasi adalah senyawa di dalam tanaman
dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam amino,
protein, lipid, asam nukleat dan lignin. Fraksi yang terhumifikasi dikenal sebagai
humus atau senyawa humat dan dianggap sebagai produk akhir dari dekomposisi
tanaman (Tan, 1993)
Menurut Tan (1998) bahan humat tidak hanya terdapat pada tanah, tetapi
juga sungai, danau, laut dan sedimennya. Bahan humat juga terdapat pada lignit,
leonardite, batubara, dan deposit geologi lainnya sebagai sumber untuk
memproduksi humat secara komersial. Untuk itu, Tan (2003) membagi bahan
humat menjadi lima kelompok yaitu:
1. Bahan humat terrestrial